Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Sambungan
Sambungan-sambungan pada konstruksi baja hampir tidak mungkin dihindari
akibat terbatasnya panjang dan bentuk dari propilpropil baja yang diproduksi.
Sambungan bisa saja terjadi pada satu elemen balok, kolom atau batang-batang
pembentuk struktur, dan lebih sering adalah pada pertemuan antar batang dengan batang
atau antara balok dengan kolom. Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis
dan konstruksi sambungan, bervariasi mulai dari yang berkelakuan sebagai sendi
sampai dengan yang kaku sempurna. Kekakuan dari sambungan sambungan pada
konstruksi mempunyai peranan penting pada analisa struktur didalam menghitung gaya-
gaya dalam dan deformasi, terutama untuk struktur yang statis tak tentu. Sebagai contoh
ditinjau satu blok diatas dua perletakan, yang dibebani gaya terpusat P di tengah-tengah
bentangan. Apabila kedua perletakan adalah sendi, maka momen di kedua ujung balok
adalah nol, momen di tengah bentangan sebesar PL. Tetapi apabila kedua ujung
adalah jepit yang kaku sempurna, besarnya momen-momen tersebut akan berubah.
Momen jepit menjadi -1/8 PL dan momen di tengah bentangan berkurang menjadi 1/8
PL, atau hanya setengah dari momen pada keadaan statis tertentu. Apabila kedua ujung
bersifat sendi dan kaku sempurna, atau disebut semi kaku, maka momen-momen
tersebut akan berubah besarnya sesuai dengan tingkat kekakuan dari sambungan.
Apabila pada saat perencanaan kekakuan dari sambungan tidak diketahui secara tepat,
jadi hanya diasumsikan saja, maka bisa terjadi perbedaan antara gaya ataupun deformasi
yang timbul setelah bangunan berfungsi dengan yang dihitung semula. Oleh karena itu
diperlukan suatu analisa untuk menentukan kekakuan dari sambungan, yang juga
merupakan bagian dari analisa struktur secara menyeluruh.
Analisa seperti dimaksud di atas mempunyai kesulitan yang cukup besar, karena
adanya pengaruh timbal balik diantara kekakuan dari sambungan dengan beban yang
bekerja. Kekakuan sambungan dipengaruhi oleh momen yang bekerja pada sambungan,
dengan perkataan lain oleh beban luar, tetapi sebaliknya besar momen yang terjadi di
sambungan merupakan fungsi dari kekakuan sambungan. Oleh karena itu didalam
Universitas Sumatera Utara
perhitungan-perhitungan (distribusi) momen pada konstruksi baja sering diberikan
penyederhanaan-penyederhanaan sebagai berikut.
1. Pada konstruksi portal, dimana balok disambung pada kolom dengan cara
sambungan paku keling atau baut, maka dengan pembebanan terbagi rata q, momen
maksimum ditengah-tengah bentang dapat diambil 1/16 ql
2
, berarti 1,5 kali momen
ditempat yang sama bila kedua ujung balok dianggap jepit sempurna, akan tetapi
0,5 kali momen yang terjadi bila kedua ujung dianggap sebagai sendi. Momen pada
sambungan (ujung balok) dapat diambil sebesar 1/16 ql
2
, jadi 0,75 kali momen
jepitan dalam keadaan jepit sempurna.
2. Untuk konstruksi rangka maka titik-titik buhul dapat dianggap sebagai sendi,
sehingga batang-batang mendapat gaya normal saja

Sebenarnya penyederhanaan-penyederhanaan di atas tidak selamanya memberikan hasil
yang lebih aman. Sebagai contoh, kita perhatikan batang-batang pada konstruksi rangka.
Dengan menganggap titik buhul sebagai sendi, maka batang-batang hanya menderita
gaya normal. Akan tetapi pada kenyataannya titik buhul adalah semi kaku atau mungkin
kaku sempurnna, sehingga selain gaya normal pada ujung batang bekerja momen.
Untuk menghilangkan kesalah-pengertian, perlu terlebih dahulu dijelaskan
tentang istilah kekakuan. Pada struktur batang, istilah kekakuan digunakan untuk faktor
EI dari batang, atau dalam bahasa Inggris disebut Stiffness. Suatu struktur sambungan
dapat bersifat sendi (ekstreem bawah) dan kaku atau rigid pada ekstreem atas.
Diantaranya terdapat sifat semi kaku atau semi rigid. Tidak ada ukuran (bilangan) yang
pasti dipakai untuk menentukan tingkat kekakuan dari sambungan dimaksud.
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam sambungan yaitu :
1. Sambungan harus kuat, aman dan hemat
2. Sambungan harus mudah terlihat dan pemasangannya dibuat sebaik mungkin,
sehingga terlihat bagus
3. Sambungan harus mudah dilaksanakan, baik pada saat pembuatan di pabrik
maupun di lapangan
4. Sebaiknya dihindari penggunaan alat penyambung yang berbeda-beda, karena
kekakuan dari alat penyambung (paku keling, baut dan las) adalah berbeda.\

Universitas Sumatera Utara
2.2 Syarat-syarat menurut PPBBI 1983 :
I. Tegangan-tegangan baja
1. Tegangan-tegangan leleh dan tegangan-tegangan dasar dari bermacam-macam baja
bangunan tercantum dalam tabel 3.1. Apabila titik lelehnya tidak jelas, maka
tegangan leleh tersebut didefinisikan sebagai tegangan yang menyebabkan regangan
tetap sebesar 0,2% (lihat gambar 2.1, D=titik leleh).

Gambar 2.1 Kurva tegangan dan regangan

2. Untuk dasar perhitungan tegangan-tegangan diizinkan pada suatu kondisi
pembebanan tertentu, dipakai tegangan dasar yang besarnya dapat dihitung dari
persamaan :
5 , 1
L

=
3. Besarnya tegangan-tegangan dan tegangan dasar untuk mutu baja tertentu
ditunjukkan dalam tabel 3..1.
Tabel 3.1. Harga Tegangan Dasar
Macam baja
Tegangan Leleh Tegangan dasar



Kg/cm2 mpa Kg/cm2 mpa
Bj 34 2100 210 1400 140
Bj 37 2400 240 1600 160
Bj 41 2500 250 1666 166.6
Bj 44 2800 280 1867 186.7
Bj 50 2900 290 1933 193.3
Bj 52 3500 360 2400 240

Universitas Sumatera Utara
4. Harga-harga yang tercantum pada tabel 3.1 diatas adalah untuk elemen-elemen yang
tebalnya kurang dari 40 mm. Untuk elemen-elemen yang tebalnya lebih dari 40 mm,
tetapi kurang dari 100 mm, harga-harga pada tabel 3.1 harus dikurangi 10%
5. Tegangan Normal yang diizinkan untuk pembebanan tetap, besarnya sama dengan
tegangan dasar.
6. Tegangan geser yang diizinkan untuk pembebanan tetap, besarnya sama dengan
0,58 kali tegangan dasar.
* 58 , 0 =

II. Syarat-syarat sambungan
Sambungan-sambungan harus direncanakan sesuai dengan beban-beban kerja pada
batang-batang yang disambung
1. Pada prinsipnya sambungan direncanakan hanya memakai satu macam alat
penyambung
2. Pada sambungan-sambungan yang menghubungkan batang-batang utama, jumlah
minimum baut mutu tinggi adalah dua buah
3. Letak pusat titik berat pada sekelompok baut mutu tinggi yang memikul gaya axial
harus diusahakan berhimpit dengan garis berat dari profil yang disambung. Apabila
titik berat tersebut tidak berimpit dengan garis berat profil maka perencanaan
sambungan sebaiknya memperhitungkan juga adanya eksentrisitas.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk profil siku atau dobel siku yang tidak mengalami
tegangan yang bolak balik (berubah tanda).
4. Apabila bekerja tiga atau lebih gaya axial yang sebidang pada sambungan yang
sama, maka garis kerja gaya-gaya axial harus bertemu pada satu titik.
5. Apabila profil siku atau kanal disambung hanya pada satu sisi dengan alat
penyambung maka pada perencanaan sambungan sebaiknya diperhitungkan juga
terhadap momen akibat eksentrisitas.
6. Tebal plat pada sambungan yang memakai paku keling atau baut tidak boleh lebih
besar dari 5 kali diameter paku keling atau baut. Apabila panjang lekat baut atau
paku keling lebih dari 5 kali diameter baut atau paku keling maka jumlah baut atau
paku keling yang diperlukan harus ditambah dengan ketentuan setiap kelebihan
tebal 6 mm ditambah 4%. Dimana penambahan paku keling atau baut paling sedikit
Universitas Sumatera Utara
satu buah. Untuk panjang lekat yang mempunyai kelebihan tebal lebih kecil dari 6
mm, maka jumlah baut atau paku keling tidak bertambah.
7. Diameter lubang baut sama dengan diameter baut ditambah 1 mm. Untuk baut mutu
tinggi diameter lubang baut sama dengan diameter batang baut ditambah 2 mm.
8. Banyaknya baut yang dipasang pada satu baris yang sejajar arah gaya tidak boleh
lebih dari 5 buah.
9. Jarak antara sumbu baut paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang disambung,
tidak boleh kurang dari 1,2 d dan tidak boleh lebih besar dari 3 d atau 6 t (gambar
9.1) dimana t adalah tebal terkecil bagaian yang disambungkan
min 1,2 d
max 3 d
atau 6 t
min 1,2 d
max 3 d
atau 6 t


Gambar 9.1

10. Pada sambungan yang terdiri dari satu baris baut, jarak dari sumbu ke sumbu dari 2
baut yang berurutan tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7d
atau 14t
11. J ika sambungan terdiri dari lebih dari satu baris baut yang tidak berseling (gambar
11.1), maka jarak antara kedua baris baut itu dan jarak sumbu ke sumbu dari 2 baut
yang berurutan pada satu baris tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih
besar dari 7d atau 14t
Universitas Sumatera Utara

2,5 d s 7 d atau 14 t
2,5 d u 7 d atau 14 t
1,5 d s
1
3 d atau 6 t

Gambar 11.1

12. J ika sambungan terdiri lebih dari satu baris baut yang dipasang berseling (gambar
12.1), jarak antara baris-baris baut (u) tidak boleh kurang dari 2,5d dan tidak boleh
lebih besar dari 7d atau 14t, sedangkan jarak antara satu baut dengan baut terdekat
pada baris lainnya (s2), tidak boleh lebih besar dari 7d 0,5u atau 14t 0,5u.


u
u




S2 S2 S2 S2
S S



2,5 d u 7 d atau 14 t
S
2
7 d 0,5 u atau 14 t 0,5u

Gambar 12.1


Universitas Sumatera Utara
2. 3 . Sambungan Pada Gelagar
Sambungan pada gelagar terdiri dari :
1. Sambungan pada badan (Web)
2. Sambungan pada flens




Masing-masing pelat penyambung mempunyai fungsi sebagai berikut :
Pelat penyambung flens adalah pelat yang memikul momen yang terjadi pada flens
atau sayap
Pelat penyambung badan adalah pelat yang memikul momen yang bekerja pada
badan di tambah dengan gaya lintang yang terjadi.

Jadi jika flens terputus, maka harus disambung dengan pelat penyambung flens atau
sayap yang mampu memikul momen flens.
Dan jika badan terputus, maka harus disambung dengan pelat penyambung badan yang
mampu memikul momen badan

Jadi pembagian momen yang bekerja adalah atas momen flens dan momen badan
dimana patokannya adalah :

badan
badan
flens
flens
profil
profil
EI
M
EI
M
EI
M
dx
y d
= = =
2
2
.....................................................................1)
Dari persamaan 1 (satu) di atas dapat kita simpulkan :
M
badan
=
profil
profil
badan
M
I
I
* ............................................................................................2)
Pelat penyambung flens
Pelat penyambung badan
Universitas Sumatera Utara
M
flens
=M
pofil
- M
badan
..............................................................................................3)

Dimana untuk mementukan I
badan
:

I
badan
=
3
) 2 ( * *
12
1
s b
t h t ........................................................................................4)

Dimana : ts =tebal sayap
h =tinggi profil
tb =tebal badan

2.4. Macam macam sambungan gelagar :
Sambungan pada gelagar terdiri atas 2 bagain yaitu :
A. Sambungan dibuat sekuat profil
B. Sambungan dibuat sekuat gaya yang bekerja di lokasi sambungan dimana
gaya yang dalam yang bekerja adalah Momen +Lintang

A. Sambungan sekuat profil :
Sambungan sama kuat adalah sambungan yang dibuat sedemikian rupa
sehingga kekuatan alat penyambung sama dengan kekuatan profil yang disambung.
Dengan demikian, kekuatan sitem sambungan atau perhitungan sistem sambungan tidak
didasarkan pada gaya-gaya luar yang ada, tetapi berdasarkan dimensi profil tempat
sambunagan.
Pada jenis sambungan ini kita harus menentukan terlebih dahulu momen
maksimum dan lintang maksimum yang dapat dipikul profil kemudian berdasarkan hasil
tersebut kita dapat merencanakan sambungan jenis ini.
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan dari sambungan sekuat profil ini adalah bahwa sambungan
dapat diletekkan dimana saja pada bentang balok
Kerugian dari sambungan sekuat profil ini adalah bahwa sambungan ini
tidak ekonomis dan cenderung mahal

Langkah perencanaan sambungan sama kuat :
a) Menentukan M
max
:




Karena profil tersebut di atas mempunyai kelemahan pada penampangnya akibat lubang
baut, maka pada perhitungan kekuatan dipergunakan W
netto
dan I
netto

Dimana : W
netto
=
h
I
netto
2
1
...........................................................................................5)

J ika kita menganggap ada 2 (dua) baris lubang pada masing-masing flens maka

I
netto
=I
profil
(4 * A * a
2
)........................................................................................6)

Dimana: A = Luas 1 buah lubang
a =jarak lubang ke garis berat penampang



lubang
Universitas Sumatera Utara
dari persamaan 1) dan 2), maka :
M
max
=Wnetto * ................................................................................................7)

Momen dipikul oleh badan dan flens : (dari persamaan 2 dan 3)
M
badan
=
profil
profil
badan
M
I
I
*
M
flens
=M
pofil
- M
badan
.

b) Menentukan D
maksimum
:
D
mak
s dicari dengan menggunakan rumus Hubert Henky


Dimana :
2
)
2
(
1
h
t
h
s

................................................................................8)
Sehingga : *
2
2
1
h
t
h
s

= ............................................................................9)

dari persamaan Hubert Henky :
2 2
1 1
3 + = =
diperoleh
S
I b
D
* *
max

= .....................................................................................10)

dimana b =tebal badan profil
I =Ix (bukan I
netto
)
S =Statis momen dari flens terhadap garis berat penampang


Universitas Sumatera Utara
B. Sambungan Sekuat gaya yang bekerja :
Berbeda dengan sambungan sekuat profil, pada sambungan sekuat gaya yang
bekerja ini kita terlebih dahulu merencanakan letak atau lokasi sambungan yang kita
inginkan kemudian kita menghitung Momen + Lintang yang bekerja pada lokasi
sambungan yang kita inginkan tersebut.
Keuntungan dari sambungan sekuat gaya yang bekerja ini adalah bahwa
sambungan jenis ini ekonomis
Kerugian dari sambungan sekuat gaya yang bekerja ini adalah bahwa
sambungan tidak dapat kita pasang atau tempatkan dimana saja, sambungan hanya
boleh dipasang di lokasi dimana Momen +Lintang yang direncakan untuk perhitungan
sambungan tersebut.
Langkah pertama dalam perencanaan sambungan ini adalah engan menentukan
gaya dalam (Momen, Lintang) yang bekerja pada lokasi sambungan tersebut.
Pada pengujian ini sambungan yang direncanakan adalah di tengah bentang.
Sehingga : M
max
= l P* *
4
1
.............................................................................11)
dan D
max
= P *
2
1
..................................................................................12)

2. 5. Merencanakan Pelat Penyambung dan Jumlah Baut
A. Pelat penyambung flens
Momen flens akan dilawan oleh momen kopel yang ditimbulkan oleh gaya S yang
bekerja pada flens atas dan bawah. Dimana lengan momen adalah h

' h
M
S
flems
= .............................................................................................................13)

Universitas Sumatera Utara
Menentukan besarnya h :
J ika akan dihitung h adalah jarak antara titik berat diagaram tegangan (trapesium) dan
karena tebal pelat penyambung (t) kecil maka boleh dianggap titik berat diagram
tegangan tersebut ada di tengah-tengah.
Sehingga h =h + t

Tetapi dalam perhitunan, h boleh diambil =h (tinggi profil)
Sehingga : S =
h
M
flens

Luas penampang netto pelat penyambung flens dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
tr
n
S
A

= ................................................................................................................14)
Dimana :
tr =tegangan tarik izin pelat
kg
/
cm
2

Menghitung daya pikul baut :
Karena baut memikul geser maka ditulis N
geser

Untuk 1 irisan : N
geser 1 irisan
=
2
* *
4
1
d kg...................................................15)
Untuk 2 irisan : N
geser 2 irisan
=2 * N
1
kg
dimana, d =dimater baut
Kekuatan tumpuan ditulis dengan N
tp

N
tp
=d * s * tp kg...................................................16)
Dimana, d =diameter lubang
S = tebal pelat terkecil antara pelat yang disambung dan pelat
penyambung
tp =tegangan tumpuan ijin
kg
/
cm
2
Universitas Sumatera Utara
Sehingga jumlah baut (=n) =
N
S
buah...........................................................16)
dimana N =daya yang terkecil yang dialami oleh baut

B. Pelat penyambung badan :
Untuk pelat penyambung badan direncanakan badan pada sambungan
memikul momen dan lintang.

Tebal pelat penyambung badan :
Syarat : I
pelat penyambung
I
badan
2 *
3
1
* *
12
1
h t
3
) 2 ( * *
12
1
ts h d

Perhitungan jumlah baut pada badan:
Untuk tipe sambungan yang dibuat sekuat profil

Untuk perhitungan jumlah baut pada sambungan ini gaya lintang D tidak perlu
di tinjau lagi, jadi pelat penyambung badan hanya memikul momen badan
saja.Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kekuatan baut seperti halnya pada
sayap.




Universitas Sumatera Utara
Untuk tipe sambungan yang tidak sama kuat


Untuk tipe sambungan ini dibuat berdasarkan M (momen), D (lintang) yang
bekerja, dimana D (gaya lintang) dipendahkan ke titik berat pola baut sehingga
menimbulkan momen tambahan atau momen sekunder sebesar :
e D M * = ............................................................................................................17)
Sehingga momen yang bekerja pada titik berat pola baut adalah sebesar :
M
Total
= Mw M + ................................................................................................18)
Dan pada sambungan ini juga bekerja gaya lintang.

2.6 Menentukan Kekakuan sambungan
Kekakuan sambungan Berdasarkan Lenturan Balok
Penentuan kekkauan sambungan dalam hal ini hanya berdasarkan lenturan pada
balok saja. Yaitu dengan terlebih dahulu menurunkan rumus-rumus yang diperlukan
suatu balok yang salah satu ujungnya dijepit tidak kaku sempurna (semi rigid), maka
pada ujung tersebut dapat digunkaan kombinasi dari perletakan sendi dengan pegas
momen seperti pada gambar berikut :
P
C
B A





Universitas Sumatera Utara
Pegas di A mempunyai konstanta pegas sebsar k. dalam keadaan statis tertentu (k=0),
besarnya putaran sudut di titik A dan titik B adalah :

0 ,
16
,
2
= = = = Mbo o Ma dan
EI
PL
bo o a

dimana : = = bo o a , putaran sudut titik A dan B secara teoritis pada kondisi A sendi dan B sendi
= =Mbo o Ma, momen di titik A dan B secara teoritis pada kondisi A sendi dan B sendi


2.7. JENIS ALAT PENYAMBUNG

Setiap struktur adalah gabungan dari bagian-bagian tersendiri atau batang-batang
yang harus disambung bersama (biasanya di ujung batang) dengan beberapa cara. Salah
satu cara yang digunakan adalah pengelasan, cara lain adalah menggunakan alat
penyambung seperti paku keling (rivet) atau baut. Baut kekuatan tinggi telah banyak
menggantikan paku keling sebagai alat utama dalam sambungan struktural yang tidak
dilas.

Jenis-jenis alat penyambung tersebut adalah:
1) Baut Kekuatan Tinggi
2) Paku Keling
3) Baut HItam
4) Baut Sekrup (Turned Bolt)
5) Baut Bersirip (Ribbed Bolt)

Pada pengujian ini penulis menggunakan baut biasa dalam pengujian di laboratorium





Universitas Sumatera Utara
2.8. LENDUTAN BALOK

Dalam mendisain dari sebuah struktur ada beberapa hal yang perlu di perhatikan
yaitu :
1. Tidak hanya perhitungan mengenai tekanan-tekanan yang dihasilkan beban yang
bekerja atau kapasitas beban yang masih dapat diatasi
2. Tetapi juga lendutan yang dihasilkan oleh beban tersebut, karena banyak
keadaan yang tidak memperbolehkan lendutan maksimum melewati suatu batas
tertentu
Contoh :
Dalam bangunan, bagian bawah balok tidak boleh meledut melampaui batas
tertentu untuk menghindari efek psikologis yang tidak diinginkan pada orang
yang menempatinya. Dan juga untuk menghindari atau memperkecil kecemasan
karena akhir kerapuhan material. Hal ini berarti bahwa struktur harus
mempunyai kekakuan yang cukup.
Banyak metode yang dapat digunkan dalam menetukan lendutan balok. Dalam hal
ini akan dibicarakan sebuah metode yang mudah dan praktis yaitu metode luas bidang
momen.

Perhitungan lendutan dan garis elastis
Yang dimaksud dengan garis elastis ialah garis sumbu suatu batang yang lurus,
yang akan melengkung oleh pengaruh gaya atau momen yang membebaninya. Bentuk
garis elastis ditentukan oleh perubahan bentuk batang oleh momen lentur dan gaya
lintang. Biasanya kita menentukan pengaruh masing-masing terpisah dan lalu
menjumlahkannya. Oleh karena pengaruh gaya lintang pada umumnya begitu kecil
maka kita akan membatasi diri pada pengaruh momen lentur.
Pengaruh momen lentur
Oleh momen lentur M dua potongan batang setangga dan sejajar dengan jarak ds
akan berputar oleh sudut yang kecil, menurut gambar 2.8.1 berikut :


Universitas Sumatera Utara

ds
EI
M
d . =



Gambar 2.8.1




Syarat Mohr


Gambar 2.8.2

Kita memperhatikan konsole yang terjepit pada tumpuan B menurut gambar
2.8.2. Kita menentukan, bahwa pada bagian konsole x sebagian dx menjadi elastis.
Universitas Sumatera Utara
Bagian-bagian konsole sebelah kiri dan kanan dari dx menjadi kaku. Atas dasar akibat
ini titik C akan turun sebesar
c
:
dx x
I E
M
x d
c
. .
.
.
=
=

J ikalau kita menentukan, bahwa semua bagian konsole dx antara titik tumpuan B dan
titik C menjadi elastis kita dapat menentukan penurunan titik C,
c
sebagai :

=
C
B
c
dx x
I E
M
. .
.

Rumus ini juga menentukan momen oleh bidang M/EI yang dibebankan pada konsole
antara titik tumpuan B dan titik C. Sudut putaran pada garis sumbu pada titik C
menjadi jumlah semua sudut putaran

antara titik B dan titik C :


d
I E
M
C
B
c
.
.

=
Rumus ini menentukan juga luasnya bidang momen M/EI yang berada antara titik B dan
C
Ketentuan Mohr menentukan :
Lendutan pada suatu konstruksi batang dapat ditentukan sebagai bidang atau diagram
momen M oleh beban diagram momen M
o
yang direduksikan dengan -1/EI. Garis
elastis menjadi garis sisi diagram momen M itu. Sudut putar tumpuan dapat
ditentukan sebagai reaksi tumpuan oleh beban oleh diagaram momen M itu.

Penentuan lendutan menurut Mohr secara grafis
Penentuan lendutan menurut Mohr sebetulnya dapat digunakan secara grafis
yang sebaiknya penggunaannya dilakukan setahap demi setahap, seperti berikut :
1. Penentuan reaksi tumpuan dan diagram momen oleh beban sebenarnya
2. Pembebanan konstruksi batang pada titik 1, dengan diagram atau bidang momen
itu yang di-negatif-kan
3. Perhatikan perubahan momen tetap dengan memper-reduksi diagaram momen
yang sepadangnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Pemotongan diagram momen itu ke dalam bagian-bagian. Garis batas diagram
momen yang lengkung dengan begitu dapat diluruskan pada bagian masing-
masing. Penentuan titik berat pada bagian masing-masing.
5. Pembebanan konstruksi batang dengan gaya-gaya yang menjadi resultante-
resultante pada bagian diagram momen masing-masing.
6. Penentuan reaksi tumpuan oleh bebanan titik 5 itu. Reaksi tumpuan ini menjadi
sudut putar tumpuan ( , ) dikalikan dengan E.I
7. Penentuan diagram atau bidang momen oleh bebanan titik 5 itu. Garis batas
diagram momen sekarang menjadi garis elastis dikalikan dengan E.I
8. Penentuan momen maksimal oleh bebanan titik 5 itu, pada tempat dengan gaya
lintangnya menjadi nol. Momen maksimal itu menjadi lendutan maksimal
dikalikan dengan E.I
Selanjutnya sebagai keterangan kita mempraktekkan dengan beberapa contoh.

Contoh 1
Balok tunggal dengan gaya pusat P dan dengan momen tetap.

Gambar 2.8.3

Gaya pusat P yang dibebani balok tunggal A-B
diagram momen M
o
:
4
.
max
l P
M =

Universitas Sumatera Utara
diagram momen M
o
yang direduksikan dengan -1/EI dan dibebankan pada balok
tunggal A-B
EI
l P
R R
EI
l P
q
B A
16
.
;
4
.
2
max
= = =

garis elastis sebagai diagram momen M
|
.
|

\
|
=
6 2
max
l l
R f
A

EI
l P
f
48
3
max
=


Contoh 2
Balok tunggal dengan beban merata q dan dengan momen tetap.

Gambar 2.8.4

Beban merata q (t/m) yang dibebani balok tunggal A-B
diagram momen M
o
;
8
2
max
l q
M =
diagram momen M
o
yang direduksi dengan -1/EI dan dibebankan pada balok
tunggal A-B
EI
l q
R R
EI
l q
q
B A
24
;
8
3 2
max
= = =
Universitas Sumatera Utara
garis elastis sebagai diagram momen M
|
.
|

\
|
=
16
3
2
max
l l
R f
A

EI
l q
f
384
5
4
max
=

Contoh 3
Konsole dengan gaya P pada ujungnya yang bebas dan dengan momen tetap

Gambar 2.8.5

Gaya P yang membebani konsole pada ujungnya yang bebas
diagram momen M
o
; l P M =
max

diagram momen M
o
yang direduksi dengan -1/EI dan dibebanlan pada konsole
dengan tumpuan terbalik.
EI
l P
q =
max

garis elastis sebagai diagram momen M
3
2
.
2
.
max
l l
EI
l P
f =
EI
l P
f
3
3
max
=


Universitas Sumatera Utara
Hal-hal khusus dari Cara Luas Momen Cara Balok Konyugasi
Dengan menganggap sebuah balok khayal, atau balok bantu, atau balok
konyugasi didefinisikan sebagai balok AB sederhana semula yang dibebani oleh
diagram M/EI. Misalkan R
A
dan R
B
merupakan reaksi terhadap balok konyugasi ini
dan Vc dan Mc merupakan momen geser dan momen tekuk di C pada balok konyugasi
ini. Sehingga persamaannya menjadi
| | C sekitar di C dan A antara M/EI diagram luas
L
B sekitar di B dan A antara M/EI diagram momen
C
V'
C

=
=
(


dan
| | C sekitar di C dan A antara M/EI diagram momen
L
B sekitar di B dan A antara M/EI diagram momen
C
V'
C

=
=
(


Perlu di ingat bahwa bahwa dua persamaan di atas bisa digunakan di antara dua titik A
dan B pada kurva elastik, kecuali jika bentang AB tidak mendatar,
C
adalah sudut
antara garis singgung di C dan bentang AB dan
C
adalah defleksi C yang diukur dari
bentang AB. Persamaan diatas dapat ditetapkan dengan kata-kata yaitu :
Teorema I. Cara Balok konyugasi. Sudut antara garis singgung ke kurva elastik di
setiap titik C antara dua titik A dan B pada kurva elastik dan bentang AB adalah sama
dengan geseran di titik C dalam sebuah balok sederhana yang di bebani dengan diagram
M/EI antara A dan B.
Teorema II. Cara Balok konyugasi. Defleksi dari setiap titik C di antara dua titik A
dan B pada kurva elastik, yang diukur dari bentang AB, adalah sama dengan momen
tekuk di titik C dalam sebuah balok sederhana AB yang di bebani dengan diagram M/EI
antara A dan B.
Cara balok konyugasi sesungguhnya adalah merupakan hal khusus dari cara luas
momen, atau dapat dianggap sebagai cara lain untuk menguraikan prosedur penggunaan
teorema luas momen.




Universitas Sumatera Utara
Contoh 1.
Carilah
A
dan
B
dan
D
dalam suku-suku EI dengan cara balok-konyugasi





Gambar 2.8.5

diagram momen yang terlihat dalam gambar 2.8.5.c diperbaiki sampai menjadi gambar
2.8.5.d karena momen inersia dari bagian tengahnya adalah 2I. Balok konyugasinya
adalah seperti yang terlihat dalam gambar 2.8.5.d
Universitas Sumatera Utara
R
A
=luas setengah diagram M yang diperbaiki
=luas I +luas II +luas III
=
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
+ |
.
|

\
|
|
.
|

\
|
+ |
.
|

\
|
|
.
|

\
|
4 8 2
1
4 16 2
1
4 8 2
1 L PL L PL L PL

=
128
2
5PL

=
A
EI

A
=
jam jarum searah
EI
PL
128
2
5

B
=
jam jarum melawan
EI
PL
128
2
5


M
D
=
( ) ( ) ( ) ( )
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
+
4 3
1
4 3
2
12 4 2
'
L
III luas
L
II luas
L L
I luas
L
A
R


=
|
.
|

\
|
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
|
|
.
|

\
|
+
12 64
2
6 128
2
12 4 64
2
2 128
2
5 L PL L PL L L PL L PL

=
256
3
3PL
=
D
EI
D
=
EI
PL
256
3
3
ke bawah










Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai