BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan
masalah tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Dalam hal ini seiring berjalannya waktu terdapat begitu banyak perkembangan
dalam bidang ketenagakerjaan, meningkatnya pekerjaan yang ilegal atau tidak
dinyatakan sebagai pekerjaan terhubung dengan munculnya model-model usaha
baru dan mode produksi, globalisasi dan meningkatnya migrasi pekerja, serta
kemajuan teknologi. Gangguan yang tiba-tiba dan menyebar dalam pasar kerja
nasional yang terkait dengan krisis keuangan dan ekonomi saat ini, telah menguji
kemampuan pengawasan ketenagakerjaan untuk mempromosikan dan memastikan
kepatuhan kepada undang-undang ketenagakerjaan.
Jika dibiarkan, gangguan-gangguan yang telah disebutkan sebelumnya
dapat mengakibatkan berbagai macam masalah, misalnya menyebabkan adanya
kelebihan tenaga kerja, penutupan pabrik-pabrik dan pengaturan kerja yang terkait
dengan krisis sementara (seperti pembagian kerja, pembagian pekerjaan dan
pengangguran sebagian). Dalam hal ini peran pengawasan di bidang
ketenagakerjaan begitu dibutuhkan, oleh karena itu pengawasan di bidang
ketenagakerjaan meresponsnya dengan berbagai cara.
Dengan dipusatkannya perhatian pada pengawasan bidang
ketenagakerjaan maka dapat berkontribusi pada kemajuan nasional melalui upaya
pengusaha untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja, melindungi pekerja dan
2
memperbaiki kondisi-kondisi kerja. Pengawasan ketenagakerjaan yang esien
memiliki potensi untuk meningkatkan produktitas pekerja melalui jaminan
terhadap lingkungan kerja yang layak. Ini adalah untuk kepentingan pekerja dan
pengusaha. Pengawasan ketenagakerjaan tetap menjadi salah satu instrumen inti
dalam mempromosikan Agenda ILO tentang Pekerjaan yang Layak kedalam
praktik dan memiliki peran yang penting dalam mempromosikan kepatuhan pada
prinsip-prinsip dan hak-hak yang dimuat dalam standar perburuhan internasional.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud Pengawasan Bidang Keternagakerjaan?
2. Bagaimana tujuan, fungsi dan wewenang Pengawasan Bidang
Keternagakerjaan?
3. Bagaimana prosedur penyelesaian permasalahan dalam bidang
pengawasan ketenagakerjaan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi Pengawasan Bidang Ketenagakerjaan.
2. Untuk mengetahui fungsi dan wewenang Pengawasan Bidang
Ketenagakerjaan.
3. Untuk mengetahui prosedur penyelesaian permasalahan dalam bidang
pengawasan ketenagakerjaan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pengawasan Bidang Ketenagakerjaan
Pengawasan ketenagakerjaan adalah suatu sistem pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan perundangan ketenagakerjaan. Sistem ini adalah suatu tata
jaringan yang terdiri dari unsur (subsistem) yang mana satu dengan yang lainnya
saling berkaitan, ketergantungan dan saling berhubungan dalam mencapai tujuan.
Hubungan dengan sistem pengawasan ketenagakerjaan ini terdapat
beberapa subsitem yaitu pola pendidikan, operasional, ketatalaksanaan serta
mekanisme operasioanl pengawas ketenagakerjaan. Pola pendidikan ini
menyediakan pengawas ketenagakerjaan baik umum maupun spesialis, sedangkan
pola operasional merupakan pengaturan interaksi antar pegawai pengawas.
Kemudian ketatalaksanaan merupakan pendukung administrasi pelaksanaan
pengawasan ketenagakerjaan.. adapun mekanisme operasional pengawasan adalah
urutan pemeriksaan atau pengawasan perusahaan di lapangan.
Keseluruhan pola tersebut antara pola yang satu dengan pola yang lainnya
saling mempengaruhi dan saling ketergantungan. Katakanlah pola operasional
tidak dapat berjalan apabila pola pendidikan sebagai sarana pengadaan pegawai
pengawas tidak diselenggarakan, dikarenakan tidak ada pegawai pengawas yang
mengoperasikan sistem, begitu seterusnya. Dengan demikian tidak berjalan
dengan baik salah satu subsistem akan berakibat tidak berjalan sistem itu sendiri.
Kaitannya dengan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana diketahui adalah
perusahaan dan tenaga kerja. Untuk dapat dilaksanakan 2 objek tersebut secara
4
tuntas maka pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagai pegangan adalah sistem
pengawasan kaitan dengan mekanisme operasional pengawasan ketenagakerjaan.
Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur yang penting dalam
perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum
ketenagakerjaan secara menyeluruh. Pelaksanaan ketenagakerjaan dilaksanakan
untuk menjamin pelaksanaan peraturan ketenagakerjaan (Pasal 176 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003)
1
. Dengan demikian sasaran pengawasan
ketenagakerjaan adalah meniadakan atau memperkecil adanya pelanggaran
Undang-Undang Ketenagakerjaan sehingga proses hubungan industrial dapat
berjalan dengan baik dan harmonis.
Peraturan tentang pengawasan ketenagakerjaan diatur dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010. Dimana di katakan bahwa
Pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. Unit kerja
pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat adalah unit kerja
pengawasan ketenagakerjaan pada Kementerian yang menangani urusan di bidang
ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pasal 2, dikatakan bahwa pengawasan ketenagakerjaan dilakukan
dalam satu kesatuan system pengawasan ketenagakerjaan yang terpadu,
terkoordinasi, dan terintegrasi yang meliputi :
a. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan;
b. Pengawas Ketenagakerjaan; dan
1
Abdul Khakim, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung, PT. Citra
Aditya Bakti. 2009. Hlm. 209.
5
c. Tata cara pengawasan ketenagakerjaan.
Selain itu pengawasan ketenagakerjaan bukan hanya mengontrol
implementasi aturan-aturan ketenagakerjaan tetapi juga untuk mengumpulkan
informasi mengenai kebutuhan-kebutuhan para pekerja sebagai dasar bagi
pembentukan peraturan-peraturan yang baru
2
.
B. Pelaksana Pengawasan Bidang Ketenagakerjaan
Pengawas ketenagakerjaan adalah pegawai negeri profesional, dan
karenanya, mereka harus kompeten dan mampu melaksanakan pekerjaan mereka
sesuai dengan standar teknis yang tinggi. Hal ini berarti harus ada proses seleksi
yang baik, kualikasi akademis yang tinggi untuk masuk dalam layanan dan
pelatihan yang diberikan.
Ruang lingkup pengawasan ketenagakerjaan menurut Pasal 1 Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1948 meliputi
3
:
1. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan pada
khususnya.
2. Mengumpulkan bahan-bahan mengenai masalah ketenagakerjaan guna
menyempurnakan atau pembuatan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
3. Menjalankan pekerjaan lain sesuai dengan undnag-undang.
Ketiga tugas tersebut dilaksanakan oleh Menteri Tenaga Kerja dengan
menunjuk pegawai pengawas yang memiliki kewajiban dan wewenang penuh
dalam melaksanakan fungsi pengawasan dengan baik (menurut Pasal 2, 3, dan 4
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948).
2
Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Medan: USU Pres, 2010,
hal.77
3
Darwan Prints, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1994, hal. 105
6
1. Pembentukan Pengawas Ketenagakerjaan
Dalam rangka memenuhi kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan dilakukan
pengadaan Pengawas Ketenagakerjaan. Pengadaan Pengawas Ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud, dilaksanakan melalui :
a. Pengadaan Pegawai Negeri Sipil baru sebagai Pengawas Ketenagakerjaan
b. Pendayagunaan Pegawai Negeri Sipil menjadi Pengawas Ketenagakerjaan
Pengadaan Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri menetapkan Rencana Kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan
secara nasional. Penetapan Rencana Kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan
secara nasional sebagaimana dimaksud dilaksanakan paling lama 1 (satu) tahun
sejak ditetapkannya Peraturan Presiden ini dan disesuaikan secara berkala 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun. Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Kebutuhan
Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud diatur oleh Menteri.
Dalam rangka memenuhi Pengawas Ketenagakerjaan yang berdaya guna
dan berhasil guna dilakukan peningkatan kualitas Pengawas Ketenagakerjaan.
Peningkatan kualitas Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada
dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat melakukan pembinaan fungsional 25
Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
7
Pengawas Ketenaga kerjaan bertugas melaksanakan pengawasan
ketenagakerjaan. Selain tugas melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan,
Pengawas Ketenagakerjaan juga diberikan kewenangan sebagai Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pengawas Ketenagakerjaan wajib
4
:
a. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan
b. tidak menyalahgunakan kewenangannya
2. Kewajiban Pegawai Pengawas Bidang Ketenagakerjaan
a. Integritas, kemandirian dan Independen.
Pengawas dilarang memiliki kepentingan langsung dan tidak langsung
di perusahaan yang berada di bawah pengawasannya. Di kebanyakan negara,
larangan ini ditetapkan dalam syarat sebagai layanan pegawai negeri dan
dalam ketentuan khusus. Status sebagai pegawai negeri membawa
kemandirian bagi pengawas ketenagakerjaan, yang harus dilengkapi dengan
kemandirian atas perubahan pemerintahan dan pengaruh eksternal yang tidak
pantas.
Kemandirian dan imparsialitas pengawasan adalah kondisi yang
penting jika kedua pihak, pengusaha dan pekerja, ingin memiliki kepercayaan
penuh dalam keobyektifan dan netralitas ketika mereka menerapkan
hukum.Pengawas harus mengadopsi standar tertinggi atas integritas
profesional,
Selain itu pelakasanaan pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh
unit kerja tersendiri pada instansi yang bertanggung jawab. Kondisi pelayanan
4
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2003, hlm: 120.
8
pegawai pelaksanaan pengawasan seharusnya dilindungi dari segala macam
bentuk korupsi. Hal ini berarti adanya larangan untuk menerima hadiah atau
layanan dari pengusaha atau pekerja. Integritas menjamin kredibilitas
pengawas publik dan tindakan serta keputusan mereka.
b. Kerahasiaan Profesional
Pengawas tidak boleh mengungkapkan, bahkan setelah selesai masa
tugasnya, setiap rahasia manufaktur atau komersial atau proses kerja, yang
mungkin mereka ketahui selama pelaksanaan tugastugasnya. Pengawas
umumnya terikat oleh kerahasiaan karena status mereka sebagai pegawai
negeri, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku bagi layanan publik.
Kewajiban ini seringkali dimasukkan dalam kewajiban tertulis yang
harus mereka tanda tangani atau sumpah yang harus mereka ucapkan dalam
melaksanakan tugastugas mereka. Mereka berkewajiban menjaga rahasia,
tidak hanya dalam masa hubungan kerja, tetapi juga seumur hidup. Umumnya,
dalam hal pelanggaran kerahasiaan profesional, pengawas bertanggung jawab
atas hukuman disiplin yang berlaku bagi pegawai negeri, tanpa mengurangi
hukuman perdata atau pidana.
c. Kerahasiaan mengenai sumber keluhan
Para pengawas harus memperlakukan kerahasiaan secara mutlak,
sumber setiap keluhan dan tidak boleh memberitahukan kepada pengusaha
atau perwakilannya bahwa kunjungan pengawasan dilakukan sebagai
konsekuensi atas diterimanya keluhan tersebut. Kewajiban ini timbul karena
dua alasan yaitu untuk melindungi pekerja yang membuat keluhan dan untuk
membuat layanan pengawas menjadi lebih efektif. Jika tugas ini tidak
9
dipatuhi, pekerja akan enggan untuk melaporkan pelanggaran karena takut
kemungkinan mendapatkan balasan dari pengusaha.
d. Profesionalisme dan kompetensi
Standar profesionalisme yang tinggi dibutuhkan dalam pengawasan
ketenagakerjaan. Pengusaha dan pekerja menerima saran dan percaya pada
pengawas ketenagakerjaan jika mereka dianggap profesional dan merupakan
badan yang berkompeten di mana pengusaha dan pekerja bisa belajar darinya.
3. Kekuasaan Pegawai Pengawas Bidang Ketenagakerjaan
a. Hak bebas memasuki setiap tempat kerja:
Kekuasaan pertama pengawas adalah mengunjungi perusahaan.
Pengawas ketenagakerjaan diberikan kekuasaan yang memadai:
1) untuk secara bebas memasuki setiap tempat kerja yang wajib diawasi dan
tanpa pemberitahuan sebelumnya pada setiap jam di siang dan malam hari;
dan
2) untuk memasuki pada siang hari setiap tempat di mana yang secara layak
dipercaya sebagai tempat yang wajib diawasi.
Kunjungan yang tidak diberitahukan membuat pengawas mampu
mengamati kondisi sebenarnya dan aktual di perusahaan. Pada kesempatan
lain, pengawas ketenagakerjaan mengumumkan kunjungan mereka untuk
memberikan pengusaha waktu mengumpulkan informasi yang dibutuhkan,
memperingati manajer dan pekerja mengenai waktu kunjungan dan mengatur
pertemuan untuk memfasilitasi kunjungan pengawasan.
10
Kerugian kunjungan yang diberitahukan antara lain hanya membuat
pengawas melihat dari luar saja tanpa mengetahui keadaan sebenarnya,
manajemen senior bisa tidak hadir dan dokumen-dokumen banyak yang
hilang. Pengusaha dan perwakilan mereka harus memfasilitasi akses ke
tempat kerja kepada pengawas yang terakreditasi dan agar mereka dapat
melaksankan tugas mereka secara e sien. Kebanyakan peraturan akan
menghukum pengusaha yang menganggu pejabat publik dalam melaksanakan
tugas-tugas mereka.
b. Hak untuk bebas menyelidiki
Pengawas diberi wewenang untuk melakukan setiap pemeriksaan, tes
atau pertanyaan yang mereka anggap perlu untuk memastikan bahwa
ketentuan hukum dipatuhi. Hak ini berarti ada hak untuk menginterogasi, baik
sendiri ataupun dengan kehadiran saksi, pengusaha atau stafnya, hak untuk
meminta catatan pembukuan, daftar-daftar dan dokumen-dokumen lain yang
wajib ada menurut peraturan perundangundangan nasional dan hak untuk
mengambil contoh untuk tujuan analisa. Pengusaha harus terbuka dan siap
untuk memfasilitasi pengawas dengan semua dokumentasi yang diperlukan.
Kerjasama penuh dari pengusaha dapat membawa pada dialog yang
konstruktif untuk menemukan solusi terhadap tantangan yang teridenti kasi
ataupun ketidakpatuhan.
c. Kekuasaan memberikan perintah
Pengawas ketenagakerjaan diberikan hak untuk mengambil langkah
yang diperlukan untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi di pabrik, tempat
kerja atau metode kerja yang secara pantas dipercaya merupakan ancaman
11
bagi kesehatan atau keselamatan pekerja. Dengan pandangan untuk
memperbaiki kesalahan yang telah diamati, pengawas dapat membuat suatu
perintah yang meminta pengusaha dalam jangka waktu tertentu memperbaiki
masalah tersebut atau mengambil tindakan segera dalam hal adanya bahaya
yang bisa terjadi kapan saja.
Dalam beberapa hal, pemberian perintah mungkin meminta pengusaha
untuk menyerahkan rencananya kepada pengawasan, menjelaskan bagaimana
mereka akan mematuhi perintah yang diberikan. Tidak dipenuhinya perintah
yang diberikan pengawas akan membuat pengusaha menerima tindakan
administratif dan/atau sanksi, termasuk di beberapa negara, penahanan dan
kemungkinan hukuman penjara. Dalam memutuskan apakah akan dilakukan
penuntutan, pengawas memperhitungkan keseriusan pelanggaran dan
konsekuensinya, dan apakah hal tersebut merupakan kasus residivis (telah
berulang-ulang dilakukan).
4. Operasional Pengawasan Ketanagakerjaan
a. Sosialisasi norma ketenagakerjaan
Sasaran kegiatan ini agar tercapai kegiatan pemahaman norma kerja
bagi masyarakat industry sehingga tumbuh persepsi positif dan mendorong
kesadaran untuk melaksanakan ketentuan ketanagakerjaan secara proporsional
dan bertanggung jawab.
1) Tahap pelaksanaan pengawasan
a) Upaya pembinaan (preventive educative)
12
Yang ditempuh dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat
industri, menyebarluaskan informasi ketentuan ketenagakerjaan,
pelayanan konsultasi dan lain-lain.
b) Tindakan refresif nonyudisial
Tindakan tersebut ditempuh dengan memberikan peringatan tertulis
melalui nota pemeriksaan kepada pimpinan perusahaan apabila
ditemui pelanggaran. Di samping juag memberikan petunjuk secara
lisan pada saat pemeriksaan.
c) Tindakan refresif yudisial
Tindakan tersebut dijadikan sebagai alternatif terakhir dan dilakukan
melalui lembaga pengadilan. Upaya ini ditempuh apabila pegawai
pengawas sudah melakukan pembinaan dan memberikan peringatan,
tetapi pengusaha tetap tidak mengindahkan maksud pembinaan
tersebut. Dengan demikian, pegawai pengawas sebagai Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berkewajiban melakukan penyidikan dan
menindaklanjuti sesuai desan prosedur hukum yang berlaku (KHUP).
5. Seksi Seksi Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan
a. Seksi Norma Kerja
1) Tugas
Melaksanakan sebagaian tugas bidang meliputi pembinaan dan
pengawasan norma umum dan khusus yang meliputi pelaksanaan pengupahan,
waktu kerja dan waktu istirahat, cuti, jaminan sosial tenaga kerja, tenaga kerja
malam wanita, orang muda dan anak serta norma norma kerja lainnya serta
13
berkoordinasi degan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam mengambil
tindakan hukum terhdap pelanggaran dibidang pengawasan ketenagakerjaan.
2) Fungsi
a) Penyusunan rencana program dan petunjuk tehnis dibidang norma kerja
b) Pelaksanaan program dan petunjuk tehnis dibidang norma kerja
c) Pengawasan, pembinaan dan pengendalian dibidang norma kerja
d) Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
e) Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga / instansi lain
dibidang norma kerja
f) Palaksanaan tugas tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
b. Seksi Keselamatan Kerja
1) Tugas
Melaksanakan sebagaian tugas bidang meliputi pembinaan dan
pengawasan norma keselamatan kerja (K3 (umum), berkoordinasi dengan
pegawai pengawasan spesialis K3 / Ahli K3 dalam melaksanakan
pemeriksanaan dan pengujian K3 secara awal dan berkala terhadap pemakaian
peralatan / instalasi / mesin uap, bejana tekan, instalasi listrik, lift, instalasi
petir, eskalator, konstruksi bangunan dan peralatan lain lain yang
berhubungan dengan keselamatan kerja (K3), pemungutan Retribusi norma
(k3).
2) Fungsi
a) Penyusunan rencana program dan petunjuk tehnis dibidang keselamatan
kerja.
14
b) Pelaksanaan program dan petunjuk tehnis dibidang keselamatan kerja
c) Pengawasan, pembinaan dan pengendalian dibidang keselamatan kerja
d) Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
e) Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga / instansi lain
dibidang keselamatan kerja
f) Palaksanaan tugas tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
c. Seksi Kesehatan Lingkungan Kerja
1) Tugas
Melaksanakan tugas dibidang pembinaan dan pengawasan pelaksanaan
norma kesehatan kerja dan lingkungan kerja, melaksanakan pengawasan dan
pemeriksanaan kesehatan kerja di perusahaaan, pembinaan dan pengawasan
serta pemeriksaan terhadap pemakaian Alat pelindung Diri (APD) bagi
pekerja, pengawasan dan pemeriksaan terhadape perusahaan yang
memproduksi / pengguna bahan berbahaya serta pengujian kesehatan badan
tenaga kerja dan lingkungan kerja.
2) Fungsi
a) Penyusunan rencana program dan petunjuk tehnis dibidang kesehatan
lingkungan kerja.
b) Pelaksanaan program dan petunjuk tehnis dibidang kesehatan
lingkungan kerja
c) Pengawasan, pembinaan dan pengendalian dibidang kesehatan
lingkungan kerja
d) Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
15
e) Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga / instansi lain
dibidang kesehatan lingkungan kerja
f) Palaksanaan tugas tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
C. Tujuan, fungsi dan wewenang Pengawasan Bidang Keternagakerjaan
1. Tujuan Pengawasan Bidang ketenakagakerjaan
Misi utama dari setiap sistem pengawasan ketenagakerjaan adalah untuk
memastikan kepatuhan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
berarti serangkaian standar nasional yang dirancang untuk melindungi seluruh
pekerja dan bila mungkin, keluarga pekerja. Sistem moderen mencakup juga
pekerja mandiri dan lingkungan kerja dari bahaya-bahaya yang terkait dengan
pekerjaan. Tujuan utama pengawasan ketenagakerjaan adalah termasuk kebutuhan
untuk memastikan bahwa:
a. peraturan perundang-undangan yang berlaku dipatuhi di tempat kerja dengan
tujuan mencapai pekerjaan dan kondisi kerja yang layak;
b. pengusaha dan pekerja mendapatkan informasi dan panduan mengenai
bagaimana mematuhi persyaratan-persyaratan hukum;
c. perusahaan mengadopsi tindakan-tindakan untuk memastikan praktik dan
lingkungan di tempat kerja tidak menempatkan pekerja mereka dalam risiko-
risiko yang terkait dengan keamanan dan kesehatan; dan
Disamping sebagai upaya perlindungan tenaga kerja, pengawasan
ketenagakerjaan memiliki tujuan sosial, seperti peningkatan kesejahteraan dan
16
jaminan sosial pekerja/buruh, mendorong kinerja dunia usaha, serta memperbaiki
kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
2. Fungsi Pengawasan Bidang Keternagakerjaan
Fungsi Pengawasan ketanagakerjaan (Manulang, 1995: 125) adalah:
a. Mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Ketanagakerjaan.
b. Memberikan penerangan teknis dan nasihat kepada pengusaha dan tenaga
kerja agar tercapainya pelaksanaan Undang-undang ketenagakerjaan
secara efektif.
c. Melaporkan kepada pihak berwenang atas kecurangan penyelewengan
undang-undang ketanagakerjaan.
3. Wewenang Pengawasan Bidang Ketenagakerjaan
Menurut Pasal 182 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,
wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan ialah:
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
di bidang ketenagakerjaan.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
d. Melakukan pemeriksaan atas penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
e. Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan.
17
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
g. Memberhentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang
membuktikan adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
D. Unit Kerja Pelaksana Pengawasan Ketenagakerjaan
Unit kerja pelaksana pengawasan ketenagakerjaan adalah unit kerja yang
dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
menjalankan tugas dan fungsi di bidang pengawasan ketenagakerjaan pada
instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang ketenagakerjaan.
Unit kerja pelaksana pengawasan ketenagakerjaan dibentuk bersarkan pembagian
wilayah kerjanya masing-masing sehingga unit kerja pelaksana pengawasan
ketenagakerjaan dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :
1. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat
Adalah unit kerja pelaksana yang menjalankan tugas dan fungsi pengawasan
ketenagakerjaan pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
2. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan kabupaten/kota atau provinsi
Adalah unit kerja pelaksana yang menjalankan tugas dan fungsi di bidang
pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya dibidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota atau provinsi.
Unit kerja pelaksana pengawasan ketenagakerjaan mempunyai dua
kewajiban yaitu:
18
1. Wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan
kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, khusus bagi unit kerja pada
pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.
2. Wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan
dan tidak menyalahgunakan kewenangannya.
Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat dan pemerintah
daerah harus dilaksanakan secara terkoordinasi. Koordinasi antar unit kerja
tersebut dilaksanakan melalui koordinasi tingkat nasional dan koordinasi tingkat
provinsi.
Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat
menyelenggarakan Rapat Koordinasi Tingkat Nasional yang dihadiri oleh seluruh
unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
Dalam rapat koordinasi tingkat nasional tersebut, unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
dibidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, dapat mengikutsertakan instansi
pemerintah terkait dan/atau pihak lain yang dipandang perlu. Dan hasil rapat
koordinasi tingkat nasional tersebut menjadi pedoman pelaksanaan koordinasi
tingkat provinsi.
19
Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi
menyelenggarakan rapat Koordinasi Tingkat Provinsi yang dihadiri seluruh unit
kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi
yang bersangkutan, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Seterusnya hasil rapat koordinasi tinkat provinsi tersebut menjadi
pedoman pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan oleh unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota.
Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/
Kota dapat melaksanakan rapat kerja teknis operasional.
Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan yang dilaksanakan mulai dari
daerah kabupaten/kota, provinsi dan pusat harus dilaksanakan dengan semangat
refleksi dan koreksi yang mana dapat dilakukan dengan memberikan laporan hasil
pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada pimpinan masing-masing sesuai
hierarki yang diatur perundang-undangan.
Hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota
dilaporkan kepada Bupati/Walikota. Bupati/Walikota melaporkan hasil
pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di wilayahnya kepada Gubernur. Hasil
pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di Provinsi dilaporkan kepada
Gubernur. Gubernur melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan
20
di wilayahnya kepada Menteri dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri.
Menteri melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan secara
nasional kepada Presiden.
E. Prosedur Penanganan Perkara di Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 176 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diamanahkan bahwa
pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan
yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Untuk itu apabila terjadi tindak pidana ketenagakerjaan, maka yang harus
dilakukan adalah melaporkan kepada Pegawai Pengawas ketenagakerjaan pada
instasi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada
pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Adapun Proses penangan perkara di bidang ketenagakerjaan secara garis
besar, dapat diuraikan sebaai berikut :
1. PELAPOR melaporkan adanya dugaan tindak pidana ketenagakerjaan kepada
Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas Tenagakerja.
2. Atas dasar laporan PELAPOR tersebut, PEGAWAI PENGAWAS, melakukan
serangkaian kegiatan pengawasan/pemeriksaan terhadap adanya dugaan tindak
pidana ketenagakerjaan.
3. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ditemukan adanya tidak pidana
ketenagakerjaan, maka PEGAWAI PENGAWAS memberikan Nota
Pembinaan.
21
4. Apabila setelah diberi Nota pembinaan ternyata tidak dilaksankan, maka
PENGAWAI PENGAWAS menyerahkan perkaranya kepada PENYIDIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL untuk dilakukan penyidikan.
5. PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL mengirim Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan kepada PENYIDIK POLRI.
6. Setelah PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL telah selesai melakukan
penyidikan, kemudian dibuat Berkas Perkaranya.
7. Setelah selesai pemberkasan PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
melimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum melalui PENYIDIK POLRI.
8. Setelah Jaksa Penuntut Umum menerima Berkas Perkara dan menyatakan
sudah lengkap, Jaksa Penuntut Umum melimpahkan kepada Pengadilan
Negeri untuk disidangkan.
Proses persidangan dalam perkara pidana, secara garis besar adalah sebagai
berikut :
1. Sidang Pertama (Pembacaan Dakwaan).
Jaksa Penuntut Umum membacakan Surat Dakwaannya.
2. Sidang Kedua (Eksepsi Atas Dakwaan).
Terdakwa / Penasehat Hukum Terdakwa membacakan eksepsi/nota keberatan
atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
3. Sidang Ketiga (Tanggapan Atas Eksepsi).
Jaksa Penuntut Umum membacakan tanggapan atas eksepsi
terdakwa/penasehat hukum terdakwa.
4. Putusan Sela
22
Majelis Hakim membacakan Putusan Sela atas eksepsi terdakwa/ penasehat
hukum terdakwa.
5. Pemeriksaan Saksi/Ahli
Dalam persidangan ini diperiksa baik saksi/ahli Verbalisem yang diajukan
Jaksa Penuntut Umum maupun saksi adecharge yang diajukan oleh
Terdakwa/Penasehat Hukum Terdakwa.
6. Tuntutan
Jaksa Penuntut Umum membacakan tututan pidana.
7. Pembelaan.
Terdakwa/Penasehat Hukum Terdakwa membacakan pledooi/ pembelaan atas
tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum.
8. Repliek
Jaksa Penuntut Umum membacakan repliek atas pledooi/ pembelaan
Terdakwa/Penasehat Hukum Terdakwa.
9. Dupliek
Terdakwa/Penasehat Hukum Terdakwa membacakan dupliek atas repliek
Jaksa Penuntut Umum.
10. Putusan.
Majelis Hakim membacakan putusan hakim.
Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan
perselisihan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Upaya Hukum biasa :
a. Pemeriksaan Tingkat Banding Pengadilan Tinggi
b. Kasasi Tingkat Kasasi Mahkamah Agung
23
2. Upaya hukum luar biasa.
a. Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum.
b. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh
Kekuatan Hukum Tetap
Semua jenis tindak pidana serta sanksi atau hukumannya sudah tercantum
dengan jelas di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan BAB XVI Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif dalam
Pasal 183-190.
24
BAB III
ANALISA DAN KESIMPULAN
A. Analisa
Apakah pengawasan di bidang ketenagakerjaan sudah sesuai dengan yang
diharapkan? Jawabannya belum, kenapa? Sesuai dengan yang diutarakan
Muhaimin Iskandar selaku Menakertrans, menilai pengawasan di tingkat daerah
tergolong lemah. Apalagi, kuantitas dan kualitas petugas pengawas
ketenagakerjaan di daerah tak menyebar secara merata dan punya keterbatasan.
Padahal, PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/Kota, pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan
diserahkan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.
Akan tetapi belum semua daerah mampu melaksanakan urusan wajib
ketenagakerjaan itu secara optimal. Hal itu dapat terlihat salah satunya dari
pelaksanaan kegiatan pengawasan yang belum mampu mencapai standar
pelayanan minimal (SPM). Pengawas ketenagakerjaan merupakan perangkat
terpenting untuk memastikan pelaksanaan peraturan ketenagakerjaan dengan baik
sesuai aturan yang ada.
Selama ini pengawas ketenagakerjaan yang diangkat oleh pemerintah
pusat berstatus PNS daerah. Namun dalam operasional berada di bawah kendali
Bupati/Walikota. Kondisi itu menyebabkan penegakan hukum ketenagakerjaan
tak independen. Kendala lainnya yang kerap dijumpai seperti jenjang karir
petugas pengawas ketenagakerjaan karena sedikit daerah yang menempatkan
25
pengawas dalam jabatan fungsional. Akibatnya, potensi dipindahtugaskan atau
beralih fungsi cukup besar.
Data yang dihimpun dari Kemenakertrans mencatat jumlah pengawas
ketenagakerjaan saat ini sebanyak 2.384 orang dan menangani sekitar 216.547
perusahaan. Para pengawas ketenagakerjaan itu terdiri dari pengawas umum
sejumlah 1.460 orang, pengawas spesialis 361 orang dan penyidik pegawai negeri
sipil 563 orang. Sedangkan sebaran pengawas ketenagakerjaan baru menjangkau
sekitar 300 dari 500 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Padahal idealnya seorang pengawas mengawasi 60 perusahaan tiap tahun.
Untuk memenuhi kondisi ideal itu masih dibutuhkan 3.700 pegawai fungsional
pengawas ketenagakerjaan. Untuk meningkatkan kualitas pengawas, tahun 2012
Kemenakertrans telah melakukan pendidikan dan pelatihan kepada 109 orang
pengawas ketenagakerjaan.
Masalah yang tidak kalah pentingnya juga muncul, yaitu alokasi anggaran
yang dirasa sangat minim sekali dalam melaksanakan kegiatan pengawasan.
Untuk itu apabila pemerintah serius dalam memperkuat pengawas
ketenagakerjaan, meningkatkan anggaran dibidang pengawasan wajib dilakukan.
Anggaran itu dapat diambil dari APBN. Ketika hal itu sudah dilakukan maka
wilayah Kabupaten/Kota yang belum punya pengawas, perlu diprioritaskan.
B. Kesimpulan
1. Pengawasan ketenagakerjaan adalah suatu sistem pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan perundangan ketenagakerjaan. Sistem ini adalah suatu
tata jaringan yang terdiri dari unsur (subsistem) yang mana satu dengan yang
26
lainnya saling berkaitan, ketergantungan dan saling berhubungan dalam
mencapai tujuan.
2. Secara garis besar tujuan dan fungsi adanya bidang pengawasan
ketenagakerjaan adalah mengawasi pelaksanaan undang-undang
ketenagakerjaan, menjamin bahwa setiap peraturan yang di undangkan dapat
dipatuhi, ditaati, dan dilaksanakan sebagaimana mestinya, adapun lingkup
kewenangan dari badan pengawasan ketenagakerjaan adalah :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
d. Melakukan pemeriksaan atas penyitaan bahan atau barang bukti dalam
perkara tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
e. Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
g. Memberhentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang
membuktikan adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
3. Adapun prosedur penyelesaian perkara dalam bidang pengawasan
ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:
27
a. PELAPOR melaporkan adanya dugaan tindak pidana ketenagakerjaan
kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas Tenagakerja.
b. Atas dasar laporan PELAPOR tersebut, PEGAWAI PENGAWAS,
melakukan serangkaian kegiatan pengawasan/pemeriksaan terhadap
adanya dugaan tindak pidana ketenagakerjaan.
c. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ditemukan adanya tidak pidana
ketenagakerjaan, maka PEGAWAI PENGAWAS memberikan Nota
Pembinaan.
d. Apabila setelah diberi Nota pembinaan ternyata tidak dilaksankan, maka
PENGAWAI PENGAWAS menyerahkan perkaranya kepada PENYIDIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL untuk dilakukan penyidikan.
e. PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL mengirim Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan kepada PENYIDIK POLRI.
f. Setelah PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL telah selesai melakukan
penyidikan, kemudian dibuat Berkas Perkaranya.
g. Setelah selesai pemberkasan PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
melimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum melalui PENYIDIK POLRI.
h. Setelah Jaksa Penuntut Umum menerima Berkas Perkara dan menyatakan
sudah lengkap, Jaksa Penuntut Umum melimpahkan kepada Pengadilan
Negeri untuk disidangkan.
28
Daftar Pustaka
Abdul Khakim, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung, PT.
Citra Aditya Bakti. 2009.
Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Medan: USU Pres,
2010.
Darwan Prints, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1994.
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2003.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010
Peraturan Bersama Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
Dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 14 Tahun 2012 dan
Nomor : 51 Tahun 2012 Tentang Optimalisasi Pengawasan Ketenagakerjaan Di
Provinsi Dan Kabupaten/Kota
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan