Anda di halaman 1dari 6

Definisi

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur,
maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel
sel inflamasi, atau sel darah di dalam parenkim hati.
Klasifikasi
Secara umum, abses hati terbagi atas dua, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati
piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang
paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga
sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic
abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates
(400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. Selanjutnya terbukti
adanya hubungan antara abses piogenik ini dengan appendisitis akibat tromboflebitis
mesenterik yang berawal dari daerah appendiks.

EPIDEMIOLOGI
Di negara negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara endemik dan jauh
lebih sering dibandingkan AHP. AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah
tropis dengan kondisi hygiene /sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8 15
per 100.000 kasus AHP yang memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan
Barat, didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 1,47% sedangkan prevalensi di
RS antara 0,008 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan,
dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun.
Insiden abses hati amebik yang pasti sukar diketahui dan laporan setiap peneliti berbeda
karena bergantung pada populasi yang diambil dan cara penelitian. Kejadian penyakit ini
lebih tinggi bila didapatkan pada daerah atau masyarakat dengan sanitasi jelek, tingkat
ekonomi rendah, dan penduduk yang padat.2

ETIOLOGI
Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic
streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium, staphylococcus aureus,
staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens,
yersinia enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis, proteus vulgaris, enterobacter
aerogenes, dan fungal.1,2
Selain bakteri, keadaan keadaan tertentu bisa menyebabkan terjadinya abses hati piogenik,
di antaranya2,3
1. Sistem biliaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran saluran empedu.
2. Visera abdomen melalui vena porta yaitu secara langsung atau pieloflebitis atau
embolisasi. Biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis, atau penyakit Crohn. Kolitis
ulseratif jarang dengan abses hati.
3. Arteri hati pada bakteremia/septikemia akibat infeksi di tempat lain.
4. Penyebaran langsung dari infeksi organ sekitar hati seperti gaster, duodenum, ginjal,
rongga subdiafragma, atau pankreas.
5. Trauma tusuk atau tumpul.
6. Kriptogenik
Di negara negara Barat, penyakit sistem biliaris merupakan penyebab abses hati yang
paling sering, ini disebabkan karena semakin tinggi umur harapan hidup dan semakin banyak
orang lanjut usia ini yang dikenai penyakit kandung empedu.
Pada era pre-antibiotik, AHP terjadi akibat komplikasi appendisitis bersama dengan
fileflebitis. Bakteri patogen melalui arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena portal masuk
ke dalam hati sehingga terjadi bakteremia sistemik, ataupun menyebabkan komplikasi intra
abdominal seperti divertikulitis, peritonitis, dan infeksi post operasi. Pada saat ini karena
pemakaian antibiotik sudah adekuat, sehingga AHP oleh karena appendisitis hampir tidak ada
lagi. Saat ini terjadi peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem biliaris, yaitu
langsung dari kandung empedu seperti kolangitis dan kolesistitis.1,6,7
Abses hepar amebiasis disebabkan oleh infeksi strain virulen Entamoeba histolytica. Bentuk
protozoa ini ada dua, yaitu bentuk kista dewasa berukuran 10 20 mikron, resisten terhadap
suasana kering dan suasana asam. Bentuk yang kedua yaitu bentuk trofozoit. Trofozoit
memiliki dua bentuk, ada yang berukuran kecil (10 20 mikron) dan berukuran besar (20
60 mikron). Bentuk trofozoit akan mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar
sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase
dan mukopolisakarida yang mampu mendestruksi jaringan.2, 5

D. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu studi di Amerika,
didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter maupun
multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari
tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik
maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati karena
paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid
hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem
biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi
bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang cabang dari vena
portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang
terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi
akibat trauma rusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi
AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul akan menyebabkan nekrosis hati, perdarahan
intrahepatik, dan terjadi kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalkuli.
Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan
bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan pus. Lobus kanan hati yang lebih sering
terjadi AHP dibandingkan lobus kiri, hal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan
menerima aliran darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri
menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.1
Secara histopatologik, abses hepar tidak berbeda dengan abses di tempat lain yaitu terdapat
nekrosis sentral dengan debris seluler dikelilingi infiltrasi leukosit dan limfosit yang masif.
Di bagian larnya ada daerah proliferasi fibroblastik membentuk dinding jaringan ikat
mengelilingi abses.2
Pada abses hepar amebik, penularan umumnya melalui fekal oral, baik makanan maupun
minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan higiene perorangan
buruk. Sesudah masuk per oral, hanya bentuk kista yang bisa sampai ke intestin tanpa dirusak
oleh asam lambung, kemudian kista pecah, keluar trofozoit. Di dalam usus, trofozoit
menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim proteolitik yang dimilikinya dan
bisa terbawa aliran darah portal masuk ke hepar. Amoeba kemudian tersangkut menyumbat
venul porta intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim enzim proteolitik tadi
mencerna sel parenkim hati sehingga terbentuk abses. Di daerah sentralnya terjadi pencairan
yang berwarna coklat kemerahan anchovy sauce yang terdiri dari jaringan hati yang
nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan pada dinding abses dan sangat
jarang ditemukan di dalam cairan di bagian sentral abses. Kira kira 25% abses hati amebik
mengalami infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.2
Sampai sekarang masih belum jelas mengapa ada periode laten yaitu jarak waktu yang
lamanya bervariasi kadang kadang sampai bertahun tahun di antara kejadian infeksi pada
usus dengan timbulnya abses hati. Di samping itu, hanya lebih kurang 10% penderita abses
hati yang dapat ditemukan adanya kista E. Histolytica dalam tinjanya dalam waktu yang
bersamaan.2, 5
E. GAMBARAN KLINIK
Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat daripada abses hati amebik. Dicurigai adanya
AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas yang
ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya.
Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe demam remiten,
intermiten, atau kontinyu disertai menggigil, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen, keringat banyak, dan disertai dengan keadaan syok. Setelah era pemakaian
antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak
terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan.
Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi
diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk, ataupun atelektasis. Gejala
lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat
badan, kelemahan badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil
berwarna gelap.1,2
Pemeriksaan fisis yang didapatkan yaitu febris/agak hangat hingga demam/panas tinggi, pada
palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat
dengan adanya pergerakan abdomen, splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi
kronik, selain itu, bisa didapatkan asites, ikterus, serta tanda tanda hipertensi portal. Adanya
ikterus menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang disertai kolangitis dengan prognosis
yang buruk.2
Pada abses hati amebik, demam ditemukan pada hampir semua kasus, terdapat rasa sakit pada
perut atas yang sifatnya seperti ditekan atau ditusuk. Rasa sakit bertambah bila penderita
berubah posisi atau batuk. Nyeri dada bagian kanan bawah, anoreksia, mual, muntah,
perasaan lemah, penurunan berat badan, batuk, gejala iritasi diafragma seperti hiccup, diare
dengan atau tanpa bukti kolitis amebik. Kegagalan faal hati fulminan sekunder yang sangat
jarang terjadi. Ada riwayat bepergian di daerah endemik amoebiasis.5
Pada pemeriksaan fisis, didapatkan demam yang tidak terlalu tinggi, suhu biasa intermiten
atau remiten. Hepatomegali yang teraba nyeri tekan, hati akan membesar ke arah kaudal atau
kranial dan mungkin mendesak ke arah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi di atas
daerah hepar akan terasa nyeri. Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol di
daerah dada kanan bawah. Pada kurang 10% kasus abses terletak di lobus kiri yang seringkali
terlihat seperti massa yang teraba nyeri di epigastrium. Ikterus jarang terjadi, kalau ada
biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya disebabkan abses yang besar atau multipel, atau
dekat porta hepatik. Gambaran klinik abses hati digambarkan sebagai gambaran klinik klasik
dan tidak klasik.2
1. Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri perut kanan atas
atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri.
2. Gambaran klinik tidak klasik tidak seperti gambaran klinik klasik, hal ini disebabkan oleh
letak abses pada bagian hati tertentu memberikan menifestasi klinik yang menutupi gambaran
yang klasik. Gambaran klinik tidak klasik berupa:
a. Benjolan di dalam perut seperti bukan kelainan hati, misalnya diduga empiema kandung
empedu adatu tumor pankreas.
b. Gejala renal, nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang diduga ginjal kanan. Hal ini
disebabkan letak abses di bagian posteroinferior lobus kanan hati.
c. Ikterus obstruktif, disebabkan abses terletak di dekat porta hepatis.
d. Kolitis akut
e. Gejala kardiak, ruptur abses ke rongga perikardium memberikan gambaran klinik efusi
perikardial.
f. Gejala pleuropulmonal, berupa empiema toraks atau abses paru yang menutupi gambaran
klasik abses hepar.
g. Abdomen akut, bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga peritonium, terjadi
distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang.
h. Gambaran abses yang tersembunyi, hepatomegali yang tidak nyeri.
i. Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sering dikacaukan dengan tifus abdominalis
atau malaria

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, biasanya antara 13000
16000, bila disertai infeksi sekunder biasanya di atas 20000 per mm. Sebagian besar
penderita menunjukkan peningkatan laju endap darah (LED), peningkatan alkali fosfatase,
peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, anemia pada 50% kasus, berkurangnya
konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa
terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP. Tes serologi digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis banding, sensitivitasnya 91 93% dan spesifitasnya 94 99%.
Kultur darah yang memperlihatkan bakteri penyebab menjadi standar emas untuk
menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pada pemeriksaan pus, bakteri penyebab seperti
Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa bisa ditemukan.1,2
Di daerah endemik amoebiasis, seseorang tanpa amoebiasis invasif sering memberikan reaksi
serologik positif akibat antibodi yang terbentuk pada infeksi sebelumnya. Oleh karena itu,
pemeriksaan kuantitatif lebih bernilai dalam diagnostik. Titer di atas 1/512 (positif kuat)
menyokong adanya abses amebik sebaliknya abses stadium awal bisa memberikan serologi
negatif. 2
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto toraks dan foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleura,
atelektasis basiler, empiema, atau abses paru. Pada foto toraks PA, sudut kardiofrenikus
tertutup, pada posisi lateral, sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma,
terlihat bayangan udara atau air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor.
Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskuler.1
Selain foto polos, pemeriksaan penunjang lain yang bisa digunakan yaitu pemeriksaan sidik
hati/USG/tomografi komputer, biopsi hati. Pemeriksaan canggih ini sangat bermanfaat dalam
meningkatkan kemampuan menegakkan diagnosis abses hati, mempercepat diagnosis,
mengarahkan proses drainase untuk mendapatkan hasil terapi yang baik. Abdominal CT
Scan memiliki sensitifitas 95 100% dan dapat mendeteksi luasnya lesi hingga kurang dari 1
cm. Ultrasound abdomen memiliki sensitifitas 80 90%. Kultur hasil aspirasi terpimpin
dengan ultrasound didapatkan positif 90% kasus.1,2

G. KOMPLIKASI
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti
septikemia/bakteremia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis
generalisata dengan mortalitas 6 7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke
dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard
atau retroperitoneum.1,2
Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi lukas, abses rekuren,
perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktivasi abses.2
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan AHP secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan
antibiotik spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam cairan abses
yang sulit dijangkau dengan antibiotik tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan
saat ini adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intra abdominal denggan
tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah
perdarahan, perforasi organ intra abdominal, infeksi, ataupun terjadi kesalahan dalam
penempatan kateter untuk drainase, kadang kadang pada AHP multipel diperlukan reseksi
hati.1,2,3
Penatalaksanaan dengan menggunakan antibiotik, pada terapi awal digunakan penisilin untuk
kokus gram positif dan beberapa bakteri gram negatif yang sensitif. Selanjutnya
dikombinasikan antara ampisilin, aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten,
atau sefalosporin generasi III dan klindamisin atau metronidazole untuk bakteri anaerob. Jika
dalam waktu 48 72 jam belum ada perbaikan klinis, maka antibiotika yang digunakan
diganti dengan antibotika yang sesuai dengan hasil kultur sensitifitas aspirat abses hati.
Pengobatan secara perenteral dapat diubah menjadi oral setelah pengobatan parenteral selama
10 14 hari dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian.1,2
Pengelolaan dengan dekompresi saluran biliaris dilakukan jika terjadi obstruksi sistem biliaris
yaitu dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi.2
Penatalaksanaan untuk abses hepar amebik yaitu pemberian amebisid jaringan untuk
mengobati kelainan di hatinya, disusul amebisid intestinal untuk pemberantasan E.histolytica
di dalam usus sehingga mencegah kambuhnya kasus abses hati. Metronidazole merupakan
pilihan pertama dengan dosis 3x750 mg/hari selama 10 hari.2, 5 Pilihan kedua adalah
kombinasi emetin hidroklorida atau dehidroemetin dengan klorokuin. Emetin dan
dihidroemetin merupakan amebisida yang sangat kuat, didapatkan dalam kadar tinggi di hati,
jantung, dan organ lain. Dosis yang diberikan adalah 1 mg emetin/kgBB selama 7 10 hari
atau 1,5 ng dehidroemetin/kgBB selama 10 hari intramuskuler. Amebisid yang lain yaitu
klorokiun. Dosis yang diberikan adalah 600 mg klorokuinbasa, lalu 6 jam kemudian 300 mg
dan selanjutnya 2x150 mg/hari selama 28 hari.2
Indikasi Tindakan Aspirasi Terapeutik 2
1. Abses yang dikhawatirkan akan pecah
2. Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada
3. Abses di lobus kiri karena abses di sini mudah pecah ke rongga perikardium atau
peritoneum
Indikasi Tindakan Pembedahan 2
1. Abses disertai komplikasi infeksi sekunder
2. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal
3. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil
4. Ruptur abses ke dalam rongga peritoneum/pleura/perikard

I. PROGNOSIS
Mortalitas AHP yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial penyebab dan
dilakukan drainase adalah 10 16%. Prognosis yang buruk apabila terjadi keterlambatan
diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab
multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi
pleura atau adanya penyakit lain.1

Anda mungkin juga menyukai