GASI FI KASI BI OMASSA UNTUK MASA DEPAN ENERGI , I NDUSTRI
KI MI A DAN PRODUKSI HI DROGEN I NDONESI A
Energi kini menjadi kebutuhan primer bagi setiap manusia di dunia ini. Sering kali kita dengar isu-isu mengenai krisis energi yang terjadi di berbagai Negara. Indonesia , Negara kepulauan yang kaya raya akan hasil bumi ini tidak luput dari masalah krisis energi. Sangat ironis, ketika suatu Negara yang kaya ini tidak mampu memenuhi kebutuhan energinya sendiri dan masih bergantung pada keberadaan minyak bumi yang kini harganya semakin meninggi. Salah satu potensi energi Indonesia adalah energi biomassa. Biomassa merupakan sumber energi dari tumbuh-tumbuhan yang sangat mudah ditemui di Indonesia. Biomassa sanggup diubah menjadi berbagai energi yang berguna bagi kehidupan manusia seperti energi panas, energi listrik, bahkan energi fuelcell berbasis biohidrogen. Saat ini permintaan biomassa didominasi pada sektor rumah tangga 84% khususnya di pedesaan, sektor industry 16% dan komersial 1%. Pertumbuhan permintaan biomassa dalam 5 tahun terakhir relatif rendah yaitu 0,4%. Sejalan dengan modernisasi, permintaan biomassa akan semakin menurun dan tergantingkan oleh energi lain seperti LPG. Kurangnya peran teknologi dalam pemanfaatan biomassa menjadikan energi ini terkesan kumuh dan ketinggalan zaman. Biomassa saat ini masih mempunyai tempat bagi masyarakat pedesaan. Pada masyarakat pedesaan, biomassa biasanya digunakan sebagai bahan bakar tungku kayu yang digunakan untuk memasak sehari-hari. Proses perlakuan pada biomassa seperti kayu bakar pun masih sangat konvensional yakni dengan pembakaran secara langsung (direct combustion). Proses pembakaran langsung dapat menghasilkan racun berupa gas CO yang terlepas ke udara hingga sanggup membunuh manusia yang menghirupnya. CH 4 juga dihasilkan dari pembakaran ini. CH 4 merupakan gas rumahkaca yang 74 kali lebih panas dari pada CO 2 . Pelepasan gas ini sanggup mempercepat pemanasan global diibumi. Proses gasifikasi adalah proses pemnafaatan biomassa menjadi bahan bakar dalam bentuk gas melalui proses termokimia. Pada dasarnya proses gasifikasi biomassa terdiri dari dua tahapan, yang pertama adalah proses pirolisis lalu diikuti gasifikasi. Pirolisis adalah suatu proses dekomposisi biomassa menggunakan panas. Tahap ini juga disebut tahap devolatisasi. Pada tahap ini biomassa mengalami proses endotermik dan menghasilkan kurang lebih 70-90% material volatil yang berbentuk gas dan cairan hidrocarbon. Selain bentuk diatas terdapat hasil lain berupa material nonvolatil yang berupa padatan. Material ini sering disebut char atau arang. Hasil- hasil pirolisis kemudian digasifikasi dengan suhu lebih dari 1000 o C untuk menghasilkan Syngas. Syngas adalah kumpulan dari gas-gas hasil dekomposisi biomassa yang terdiri dari 18-20% H 2 ,18-20% CO, 2-3% CH 4 , 12% CO 2 , 2.5% H 2 O dan sisanya, N 2 , dengan nilai kalor gas, sekitar 4.7 5.0 MJ/Nm 3 . Syngas biasanya dialirkan melalui sebuah membrane untuk memisahkan gas hydrogen dan gas lainnya. Pembangkit jenis gasifikasi biomassa memang masih jarang dikenal di Indonesia tapi sebenarnya teknologi ini mulai dimanfaatkkan pada daerah industri kelapa sawit. Dengan memanfaatkan sisa olahan industri sawit gasifikasi mampu membangkitkan listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat disekitar pembangkit. Indonesia mempunyai luas perkebunan sawit yang cukup luas. Riau, kota dengan luas perkebunan sawit pada tahun 2009 tercatat sekitar 1,6 juta ha. Banyak sekali limbah agraris yang belum termanfaatkan dengan sempurna seperti tempurung, pelepah, serabut dan tandan kelapa sawit. Tempurung dan serabut sawit kini sudah sering dimanfaatkan sebagi bahan bakar pemanasan pada industri sawit. Namun, penggunaan pelepah sawit masih kurang digunakan dan seringkali hanya menjadi sampah yang dibiarkan membusuk. Pelepah sampah yang membusuk ini akan sangat berbahaya bagi lingkungan, melalui proses fermentasi yang terjadi alami gas rumah kaca seperti CH 4 sanggup terbentuk dan dengan mudahnya terlepas ke angkasa. Jika dikalkulasikan, dengan produksi pelepah sekitar 6,2 ton per ha dalam setahun Riau sanggup menghasilkan listrik hingga 2.300 MWh per tahun. Hal ini bisa diwujudkan dengan menggunakan teknik gasifikasi biomassa. Pada sektor pertanian, Indonesia tidak bisa dipungkiri mempunyai luas lahan pertanian yang luas hingga mencapai 25 juta hektar dengan padi sebagai tanaman utamanya. Setiap tahunnya, produksi padi Indonesia mencapai 7,5 juta ton. Menurut penelitian (Kim dan Dale, 2004) untuk setiap panen padi akan diproduksi jerami kurang lebih 1,4 kali dari hasil panen padi. Limbah dari pertanian padi bukan hanya sebatas pada jerami saja. Pada proses penggilingan padi menjadi beras akan dihasilkan sisa berupa sekam padi. Kurang lebih pada beberapa mesin penggiling padi sekala besar dapat menghasilkan limbah 10-20 ton sekam padi per hari. Jika di teliti lebih lanjut, sekam padi adalah salah satu jenis biomassa yang memiliki nilai kalor yang tinggi, yakni Nilai kalor dari sekam padi adalah 2000 2400 kcal/kg. Meskipun telihat baru bagi Indonesia, Pembangkit listrik tenaga jerami dan sekam padi sebenarnya sudah lama dikembangkan oleh Negara lain seperti Rusia dan Thailand. Pada tahun 2008 Perusahaan asal Rusia, JSC PromSviaz Automatika membangun pembangkit lsitrik tenaga jerami dan sekam padi di daerah Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Pembangkit ini digadang- gadang mampu menghasilkan listrik hingga 10 sampai 20 MWatt tergantung dari ketersedian sekam padi dan jerami. Pembangkit yang di uji coba diwilayah ini sanggup membangkitkan listrik hingga 10 Mega Watt dengan kurang lebih 80.000 ton jerami. Beberapa contoh fakta diatas menggambarkan bagaimana sistem gasifikasi biomassa di negeri ini sanggup berkembang baik dan cukup efisien apabila diterapkan pada daerah-daerah penghasil komoditas agraris yang seringkali menghasilkan limbah agraris yang melimpah. Listrik adalah salah satu produk terintegrasi dari sistem gasifikasi. Produksi hidrogen sebagai bahan baku kimia dan energi pun bisa dibangun melalui teknologi ini. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, gasifikasi mampu mengubah biomassa menjadi gas yang salah satunya adalah gas H 2 . H 2 adalah jenis bahan bakar yang biasanya digunakan sebagai bahan baku industri fuel cell ( sel elektrokimia ). Selain pada industri kimia, H 2 mampu berperan juga pada ranah energi, biasanya bahan bakar kendaraan. Penggunaan H 2 mampu mengurangi pemanasan global dan polusi udara. Berbeda dengan bahan bakar lain Pembakaran H 2 tidak menghasilkan gas rumah kaca, melainkan air. Bahkan diramalakan bahwa H 2 akan menjadi energi masa depan yang ramah lingkungan. Negara-negara agraris seperti Indonesia harusnya menjadikan sistem pembangkit gasifikasi sebagai salah satu andalan sumber energi. Tidak adanya perlakuan khusus pada limbah pertanian akan mengakibatkan pemanasan global akibat CH 4 yang terbentuk dari fermentasi sampah yang membusuk. Diketahui dari berbagai studi yang telah dilakuakn bahwa CH 4 74 kali lebih panas bila dibandingkan dengan CO 2 . Ini sangggup mempercepat pemansan global. Gasifikasi memungkinkan CH 4 ditangkap dan digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Walaupun pada akhirnya gasifikasi menghasilkan gas buang berupa CO 2 yang juga berupa gas rumah kaca tapi cara ini lebih baik karena bisa menurun kan suhu bumi lebih cepat ketimbang terus menerus membuang sampah agraris sehingga memicu emisi CH 4 ke atmosfer. Teknologi gasifikasi telah memberikan era baru dalam upaya mitigasi global warming serta pemenuhan energi listrik di negeri ini. Investasi awal dalam penerapan teknologi ini secara modern memang tidak murah, namun bila dibandingkan dengan manfaat yang diberikan sekiranya teknologi ini patut dan pantas untuk dikembangkan di negeri ini. Peran peneliti dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengembangkan teknlogi ini hingga sanggup mereduksi biaya gasifikasi biomassa ini. Dengan menghargai semua sumber daya yang ada di negara ini, kesejahteraan akan energi akan mudah digenggam bangsa Indonesia.