Anda di halaman 1dari 10

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

TERAPI AKTIVITAS BERMAIN PUZZLE PRASEKOLAH DI RS


RK. CHARITAS PALEMBANG

A. Pendahuluan
Hospitalisasi pada anak merupakan proses karena suatu alasan yang
berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama
proses tersebut, anak dapat mengalamai berbagai kejadian yang menunjukan
pengalaman yang sangat trauma dan penuh dengan stress. Hospitalisasi
merupakan salah satu penyebab stress baik pada anak maupun keluarganya,
terutama disebabkan oleh perpisahan dengan keluarga, kehilangan kendali,
perlukaan tubuh dan rasa nyeri (Nursalam, 2003).
Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami oleh
anak karena menghadapi stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Pada
umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan,
kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Pada masa prasekolah reaksi anak
terhadap hospitalisasi adalah menolak makan, sering bertanya, menangis
perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Sehingga perawatan di
rumah sakit menjadi kehilangan kontrol dan pembatasan aktivitas. Sering kali
hospitalisasi dipersepsikan oleh anak sebagai hukuman, sehingga ada perasaan
malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak, tidak mau
bekerja sama dengan perawat (Jovan, 2007).
Reaksi anak pra sekolah ketika mengalami perawatan di rumah sakit
adalah dengan menunjukkan reaksi perilaku seperti protes, putus asa dan
regresi. Hal ini bisa dibuktikan dengan anak tampak tidak aktif, sedih, tidak
tertarik pada lingkungan, tidak komunikatif, mundur ke perilaku sebelumnya
(misalnya : menghisap ibu jari, mengompol dan lain-lain) dan juga perilaku
regresi seperti : ketergantungan, menarik diri dan ansietas (Wong, 2003).

Sikap regresi merupakan fenomena yang umum terjadi pada anak yang
menjalani rawat inap. Sikap regresi pada kasus yang lebih ringan muncul
dalam bentuk menangis, bersandar pada ibu dan menghisap jari serta pada yang
agak lebih berat anak bisa menolak makan. Kemungkinan lain adalah
terjadinya ketergantungan seperti keinginan untuk terus diperhatikan dan tidak
dapat tidur. Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapat menjadi
suatu permasalahan yang menimbulkan trauma baik bagi anak maupun orang
tua sehingga meimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada
kerjasama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit
(Halstroom & Elander, 1997, Brewis, 1995 & Brennam,1994 dalam Supartini,
2004).
Lingkungan rumah sakit merupakan penyebab stress bagi anak dan orang
tuanya, baik lingkungan fisik rumah sakit seperti bangunan atau ruang rawat,
alat-alat, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan maupun lingkungan
sosial, seperti sesama pasien anak, ataupun interaksi dan sikap petugas
kesehatan itu sendiri. Perawat memegang posisi kunci untuk membantu orang
tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anaknya
dirumah sakit karena perawat berada disamping pasien selama 24 jam.
Untuk itu berkaitan dengan upaya mengatasi masalah yang timbul baik
pada anak maupun orang tua selama anaknya dalam perawatan di rumah sakit,
untuk mengurangi ketakutan anak yang harus mengalami rawat inap di rumah
sakit dapat dilakukan beberapa cara salah satunya adalah dengan terapi
bermain. Tindakan yang dilakukan dalam mengatasi masalah anak, apapun
bentuknya harus berlandaskan pada asuhan yang terapeutik karena bertujuan
sebagai terapi bagi anak.
Menurut Supartini (2004), terapi bermain merupakan terapi pada anak
yang menjalani hospitalisasi. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan
mengalami berbagai perasaan tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas
dan nyeri. Dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan
dan stress yang dialaminya karena denganmelakukan permainan, anak akan
dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya dan relaksasi melalui
kesenangannya melakukan permainan. Bermain tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan anak, karena bermain sangat diperlukan untuk perkembangan anak.
Bermain dapat digunakan sebagai media psiko terapi atau pengobatan terhadap
anak yang dikenal dengan sebutan Terapi Bermain (Tedjasaputra, 2008).
Karena pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai
perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti cemas.
Adapun tujuan bermain bagi anak di rumah sakit yaitu, mengurangi
perasaan takut, cemas, sedih, tegang dan nyeri (Supartini, 2004). Anak usia pra
sekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang
dari pada usia Toddler. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya
anak usia prasekolah sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif.
Permainan adalah satu dari aspek yang paling penting dalam kehidupan
seorang anak, dan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk
menghadapi dan mengatasi stress. Permainan adalah pekerjaan anak, dan
dalam lingkup rumah sakit, permainan akan memberikan peluang untuk
meningkatkan ekspresi emosional anak, termasuk pelepasan yang aman dari
rasa marah dan benci. Menggambar, mewarnai, bermain ular tangga smbil
menebak warna, gambar dan berhitung, serta bermain puzzle sebagai salah satu
permainan yang memberikan kesempatan anak untuk bebas berekspresi dan
sangat terapeutik (sebagai permainan penyembuh).
Anak dapat mengekspresikan perasaannya dengan cara menggambar,
mewarnai, bermain ular tangga smbil menebak warna, gambar dan berhitung,
serta bermain puzzle, ini berarti menggambar bagi anak merupakan suatu cara
untuk berkomunikasi tanpa menggunakan kata-kata (Suparto, 2003). Dengan
menggambar, mewarnai, bermain ular tangga smbil menebak warna, gambar
dan berhitung juga dapat memberikan rasa senang karena pada dasarnya anak
usia pra sekolah sudah sangat aktif dan imajinatif selain itu anak masih tetap
dapat melanjutkan perkembangan kemampuan motorik halus dengan
menggambar meskipun masih menjalani perawatan di rumah sakit.

Anak usia prasekolah sedang senang-senangnya mengembangkan daya
imajinasinya. Ditambah dengan keterampilan verbalnya yang semakin baik,
jadilah anak yang mampu menceritakan pikiran-pikiran yang ada di kepalanya.
Berimajinasi atau mengeluarkan ide-ide adalah bagian dari tugas
perkembangan di usia prasekolah, hal ini menunjukkan kecerdasan si anak.
Karena itulah apapun ide anak orang tua tak boleh melecehkannya.
Berdasarkan pembahasan diatas maka kelompok berinisiatif untuk
melakukan terapi aktivitas bermain puzzle dimana permainan puzzle
merupakan jenis salah satu permainan edukatif yang dapat mengoptimalkan
perkembangan anak sesuai dengan usianya, selain itu juga pada anak usia
prasekolah bisa untuk mengatasi hospitalisasi pada anak serta perkembangan
motorik kasar dan motorik halus pada anak.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pemainan, diharapkan pada anak
dapat mengembangkan kemampuan kognitif, motorik kasar, motorik halus,
kreativitas dan kesabaran melalui pengalaman, dapat beradaptasi secara
efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat di rumah
sakit. Serta dapat meningkatkan optimis pada dirinya untuk sembuh agar
pengobatan dapat berjalan dengan baik.
2. Tujuan Khusus
a. Bisa berinteraksi dengan sesama pasien dan dengan perawat
b. Dapat mengembangkan kemampuan kognitif, sosial, motorik halus,
bahasa, dan motorik kasar.
c. Dapat mengenal tipe dan jenis permainan puzzle.
d. Dapat menyusun kembali gambar pada puzzle sesuai dengan bentuk yang
sebelumnya.



C. Manfaat
1. Meningkatkan daya kreatifitas.
2. Meningkatkan kemampuan perkembangan kognitif seorang anak.
3. Meningkatkan rasa percaya diri anak.
4. Mengurangi reaksi hospitalisasi.

D. Rencana Kegiatan
1. Jenis Permainan
Permainan Puzzle .

2. Karakteristik Bermain
Seorang anak dapat berperan individu dalam sebuah permainan dan
beradaptasi dengan stress yang dialami. Selain itu diharapkan pada anak
meningkatkan kemampuan atau perkembangan kognitif serta dapat
mengasah daya kreatifitas, kesabaran antara sesama melalui permainan
puzzle.

3. Karakteristik Peserta
anak-anak usia pra-sekolah (3-5 thn) yang dirawat di ruang perawatan
anak (Theresia I), berjumlah 4 atau 5 anak dengan kriteria :
a. Tidak bedrest total.
b. Tidak kejang.
c. Tidak panas/bebas demam.
d. Kooperatif.
e. Bersedia mengikuti permainan/terapi.

4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari / Tanggal : Jumat / 30 Mei 2014
Tempat : Ruang bermain paviliun Theresia RS. RK. Charitas
Palembang
Waktu : Pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai.
5. Metode
Metode terapi bermain yang digunakan adalah individu di dalam
kelompok, dimana sejumlah anak prasekolah dikumpulkan dalam satu
permainan untuk bermain puzzle yang terdiri dari 4-5 orang. Namun di
dalam permainan ini seorang anak diharapkan bermain secara individu bisa
dalam bentuk perlombaan, demonstrasi, praktik, dan tanya jawab.

6. Media
a. Puzzle.
b. Karpet.
c. Topi dan identitasnya.
d. Musik.

7. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas
a. Leader : Bernita Johani. S
1) Bertanggung jawab terhadap terlaksananya terapi bermain puzzle.
2) Memimpin jalannya terapi bermain puzzle.
3) Membuka dan menutup kegiatan terapi bermain puzzle.
4) Menjelaskan tujuan bermain.
5) Menjelaskan aturan bermain pada anak.
6) Mengevaluasi perasaan setelah pelaksanaan.

b. Co. Leader : Lasnida Sinaga
1) Menjelaskan pelaksanaan terapi bermain puzzle.
2) Mendemonstrasikan aturan dan cara bermain dalam terapi bermain
puzzle.
3) Membantu leader dalam kegiatan terapi bermain puzzle.



c. Fasilitator : M. Arief Rahman Hakim, Jeffrey Norman Febriantho,
Isminarno, Lara Ayusalinda
1) Mempersiapkan alat dan tempat terapi bermain puzzle.
2) Mendampingi setiap peserta dalam terapi bermain puzzle.
3) Memfasilitasi para peserta dalam melaksanakan kegiatan terapi puzzle.
4) Memberi motivasi kepada anak untuk mendengarkan apa yang sedang
dijelaskan.
5) Mempertahankan kehadiran anak
6) Mencegah gangguan/hambatan terhadap anak baik luar maupun
dalam.

d. Dokumenter/Observer : Vincensius Surani
1) Mengobservasi, mencatat jalannya terapi bermain puzzle.
2) Mendokumentasikan kegiatan terapi bermain puzzle yang sedang
dilaksanakan
3) Mencatat dan mengamati respon klien secara verbal dan non verbal.
4) Mencatat dan mengamati peserta aktif dari program bermain














8. Seting Tempat











Keterangan :
: Leader.

: Co. leader.

: Fasilitator.

: Peserta.

: Observer / Dokumenter.

9. Materi
Materi terlampir.






KARPET
Puzzle

10. Strategi Pelaksanaan
No Kegiatan Respon Waktu
1. Tahap Persiapan (Pra Interaksi) :
1. Menyiapkan ruangan.
2. Menyiapkan alat alat.
3. Menyiapkan anak dan keluarga.
Ruangan, alat-alat, anak
dan keluarga sudah siap
5 menit
2. Tahap Pembukaan (Orientasi) :
1. Mengucapkan salam.
2. Memperkenalkan diri.
3. Anak yang akan bermain saling
berkenalan
4. Menjelaskan permainan apa
yang akan dimainkan.
5. Menjelaskan manfaat dan tujuan
permainan kepada anak dan
orang tua.
1. Anak dan keluarga
menjawab salam.
2. Anak saling
berkenalan.
3. Anak dan keluarga
memperhatikan
terapis.
10 menit
3 Tahap Kerja (Kegiatan) :
1. Menjelaskan kepada anak dan
keluarga tujuan, manfaat
bermain selama perawatan, dan
cara permainan yang akan
dilakukan
b. 2. Mengajak anak untuk mengikuti
kegiatan bermain :
a) Anak diminta untuk terlebih
dahulu memperhatikan cara
bermain puzzle.
b) Menentukan waktu yang
digunakan untuk menyusun
puzzle.
1. Anak dan keluarga
memperhatikan dan
dapat mengikuti
dengan baik aturan
yang telah di
tetapkan
2. Anak melakukan
kegiatan permainan
puzzle yang
diberikan oleh
terapis
3. Anak menyebutkan
warna, dan gambar
puzzle yang disusun
20 menit
c) Setiap anak diberikan 1
puzzle untuk menyusun
sesuia dengan bentuk yang
ditentukan
d) Bila waktu telah habis
permainan di hentikan dan
dilakukan penilaian terhadap
hasil kerja dengan cara anak
menyebutkan warna,
gambar/bentuk dari puzzle
yang disusun.
e) Mengevaluasi respon anak.
4. Anak dan keluarga
kooperatif
3 Tahap Terminasi (Penutup) :
1. Memberikan reward pada anak
atas kemamuan mengikuti
kegiatan bermain sampai
selesai, serta memberikan
reward pada anak yang turut
aktif dalam bermain puzzle.
2. Mengucapkan terimakasih.
3. Mengucapkan salam.
1. Anak dan keluarga
tampak senang.
2. Anak dan keluarga
menjawab salam.
5 menit

Anda mungkin juga menyukai