Anda di halaman 1dari 48

PENYAKIT AKIBAT KERJA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyakit Akibat Kerja


Dosen Pengampu : Drs. Herry Koesyanto, MS





Disusun oleh:
Dian Wisnu Wardani
6411411062
Rombel 2



JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB I
PENYAKIT AKIBAT TEKANAN UDARA


A. Definisi
Tekanan udara merupakan tingkat kebasahan udara karena di dalam
udara, air selalu terkandung dalam bentuk uap air. Kandungan uap air dalam
udara hangat lebih banyak daripada kandungan uap air dalam udara dingin.
Tekanan udara juga sering disebut sebagai tenaga yang bekerja untuk
menggerakkan massa udara dalam setiap satuan luas tertentu. Tekanan udara
diukur dengan menggunakan barometer dan memiliki satuan milibar (mb). Garis
yang menghubungkan tempat-tempat dengan tekanan udara yang sama disebut
sebagai isobar.
Penyakit akibat tekanan udara merupakan penyakit yang disebabkan
karena adanya perubahan tekanan udara yang tidak mapu diantisipasi oleh organ
penting tubuh.

B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan
Ruang Lingkup dan dari penyakit akibat tekanan udara tergantung dari
jenis pekerjaan dari masing-amasing individu, ada yang akibat tekanan udara
tinggi maupun tekanan udara rendah. Pekerjaan yang memiliki risiko tinggi
adalah jenis pekerjaan yang berhubungan dengan perubahan tekanan udara.
Faktor risiko yang berpengaruh pada tingkat keparahan penyakit akibat tekanan
udara adalah perubahan tekanan udara yang tiba-tiba, kepekaan individu pekerja,
umur dan faktor lainnya. Contoh pekerjaan yang berisiko adalah penyelam, pilot,
pelaut, pekerja tambang, pekerja di ketinggian tertentu, pramugara/pramugari,
dll.



C. Macam macam Penyakit Akibat Tekanan Udara
1. Gangguan Pendengaran
a. Definisi
Gangguan pendengaran terjadi karena adanya perubahan tekanan udara
yang tidak dapat diantisipasi oleh telinga dalam hal ini yang berperan
adalah tuba eustachius. Gangguan pendengaran akibat perubahan
tekanan udara disebut barotrauma (adalah keadaan terjadinya perubahan
tekanan yang tiba-tiba di luar telinga tengah yang menyebabkan tuba
eustachius gagal untuk membuka).
b. Tanda gejala
Autofoni
Tinitus
Vertigo
Rasa nyeri dalam telinga
Perasaan ada air dalam telinga
Kurang pendengaran
c. Diagnosis penyakit akibat kerja gangguan pendengaran
Diagnosis ditegakkan dengan :
1) Diagnosis klinis gangguan pendengaran akibat perubahan tekanan
udara yang tiba-tiba.
2) Menentukan pajanan di tempat kerja. Contohnya menyelam dengan
tekanan > 1 atmosfer atau berada pada ketinggian dengan tekanan <
1 atmosfer.
3) Menentukan adanya hubungan pajanan diagnosis klinis. Tuli
konduktif dapat saja terjadi karena perubahan udara yang tiba-tiba.
4) Besaran pajanan perubahan tekanan udara yang tiba-tiba diatas atau
di bawah 1 atmosfer.
5) Peranan dari faktor individu, apakah terdapat gangguan fungsi tuba
falopi sebelumnya (seperti rhinofaringitis, rhinosinusitis).
6) Faktor risiko yang ada di luar pekerjaan
7) Diagnosis PAK yaitu positif atau negatif Barotrauma akibat kerja.
2. Gangguan Keseimbangan
a. Definisi
Gangguan ini terjadi karena sistem visual, proproseptif dan seistem
vestibuler tidak berfungsi dengan baik akibat terjadinya perubahan
tekanan udara di sekitar individu pekerja yang terjadi secara tiba-tiba.
b. Tanda gejala
Vertigo (terasa berputar)
Nistagmus (bola matar berputar)
Rasa tidak seimbang
Merasa melayang
Rasa mual dan muntah
c. Diagnosis penyakit akibat kerja gangguan keseimbangan
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan langkah-langkah berikut:
1) Diagnosis klinis gangguan keseimbangan akibat perubahan tekanan
udara yang tiba-tiba.
2) Menentukan pajanan di tempat kerja. Contohnya menyelam dengan
tekanan > 1 atmosfer atau berada pada ketinggian dengan tekanan <
1 atmosfer.
3) Menentukan adanya hubungan pajanan diagnosis klinis. Gangguan
keseimbangan dapat saja terjadi karena perubahan udara yang tiba-
tiba.
4) Besaran pajanan perubahan tekanan udara yang tiba-tiba diatas atau
di bawah 1 atmosfer.
5) Peranan dari faktor individu, apakah terdapat riwayat genetik pada
telinga, serta riwayat minum obat (ototoksik).
6) Faktor risiko yang ada di luar pekerjaan, seperti menyelam sebagai
hobi.
7) Diagnosis PAK yaitu positif atau negatif gangguan keseimbangan
akibat kerja.

D. Prognosis
1. Gangguan Pendengaran
Jenis gangguan pendengaran akibat perubahan tekanan udara secara tiba-tiba
adalah tuli konduktif akibat gangguan di telinga tengah yang dapat
disembuhkan.
2. Gangguan Keseimbangan
Jenis gangguan keseimbangan akibat perubahan tekanan udara adalah
gangguan fungsi vestibuler perifer, dapat terjadi unilateral atau bilateral, dan
ada kompensasi sentral, sehingga prognosisnya baik bila disiplin melakukan
latihan vestibular.

E. Patogenesis
1. Gangguan Pendengaran
Terjadi akibat perubahan tekanan udara secara tiba-tiba, menyerang telinga
tengah, sehinggga tuba eustachius gagal membuka.
2. Gangguan Keseimbangan
Dimulai dari terjadinya gangguan fungsi vestibuler perifer, dapat terjadi
unilateral atau bilateral, dan ada kompensasi sentral.

F. Pencegahan
1. Gangguan Pendengaran
Pencegahan dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang teknik
equalizer (penyeimbangan tekanan telinga luar dan tengah).
Ketika dalam keadaan sakit seperti common cold, rhinofaringitis,
rhinitis, yang menimbulkan sumbatan pada tuba eustachius, sebelum
bekerja harus minum dekongestan yang tidak memiliki efek sedasi.
2. Gangguan keseimbangan
Pencegahan dengan melakuykan edukasi kepada pekerja tentang cara
kerja yang benar sesuai standar operating prosedure (SOP).
Dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala


BAB II
PENYAKIT AKIBAT RADIASI ELEKTROMAGNETIK


A. Definisi
Radiasi elektromagnetik disini disebut juga sebagai radiasi pengion, yaitu
partikel yang mampu menghasilkan ion-ion sepanjang lintasan di dalam bahan,
sebagai contoh sinar-, sinar-, sinar-x, dan neutron. Alat atau zat radioaktif
yang dapat memancarkan bahan tersebut disebut sebagai sumberr radiasi. Zat
radioaktif sendiri merupakan suatu zat yang menggandung satu atau lebih
radionuklida yang aktivitasnya atau kadarnya tidak dapat diabaikan dari segi
proteksi radiasi.
Penyakit akibat gangguan radiasi elektromagnetik merupakan gangguan
fisiologis dengan tanda dan gejala neurologis maupun kepekaan, berupa berbagai
gejala dan keluhan.Umumnya gangguan-gangguan tersebut muncul akibat radiasi
dari jaringan listrik tegangan tinggi atau ekstra tinggi, peralatan elektronik di
rumah, di kantor maupun industri, termasuk telephone seluler maupun
microwave oven.

B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan
Radiasi merupakan salah satu dampak dari proses radioaktif dimana di
dalamnya terdapat reaksi-reaksi kimi, seperti reaksi fisi dan fusi. Oleh karena itu,
radiasi-radiasi yang ditimbulkan oleh proses radioaktif tersebut berdampak dalam
kehidupan kita sehari-hari. Penyakit akibat radiasi elektromagnetik dapat terjadi
pada pekerja yang berisiko tinggi yaitu pekerja yang bekerja dengan
menggunakan sumber radiasi atau di area radiasi baik di bidang perindustrian,
pertanian, kedokteran dan kesehatan, dll.
Radiasi pengion di tempat kerja akan semakin meningkatkan risiko
kemungkinan terkena kanker mematikan pada individu pekerja yang memiliki
kegiatan dalam kehidupan seharinya yaitu :
Merokok sebanyak 1.4 batang rokok (kanker paru)
Memakan 40 sendok makan mentega (serangan jantung)
Tinggal dua hari di kota Jakarta (polusi udara)
Mengendarai mobil sejauh 65 km (kecelakaan)
Terbang sejauh 4200 km dengan pesawat jet (kecelakaan)
Menerima dosis radiasi sebesar 10 mrem (kanker)

C. Macam macam Penyakit Akibat Radiasi Elektomagnetik
1. Penyakit radiasi dengan efek biologik
Penyakit ini muncul akibat efek yang kemunculannya kurang dari satu tahun
sejak terjadinya penyinaran. Penyinaran akut melibatkan radiasi dosis tinggi.
2. Penyakit radiasi dengan efek tertunda
Penyakit radiasi ini muncul dikarenakan penyinaran oleh radiasi dosis
rendah namun berlangsung terus menerus ( kronis). Penyinaran jenis ini
biasanya tidak segera menampakkan efeknya.
3. Penyakit radiasi dengan efek stokastik
Efek stokastik berkaitan dengan paparan dosis rendah yang dapat muncul
pada manusia dalam bentuk kanker ( kerusakan somatik ) atau cacat pada
keturunan (keruskan genetik). Jadi sekecil apapun dosis radiasi yang
diterima tubuh ada kemungkinan akan menimbulkan kerusakan sel somatik
maupun genetik.
4. Penyakit radiasi dengan efek deterministik
Efek deterministik berkaitan dengan paparan dosis radiasi tinggi yang
kemunculannya dapat langsung dilihat atau dirasakan oleh individu yang
terkena radiasi. Efek muncul seketika hingga beberapa minggu setelah
penyinaran.

D. Prognosis
Jenis penyakit akibat radiasi elektromagnetik adalah gangguan pada
sistem molekuler tubuh pekerja akibat pajanan radiasi. Prognosis akan baik
apabila pajanan radiasi sesuai dengan nilai batas dosis radiasi dan dilakukan
diagnosis sedini mungkin.

E. Patogenesis
Gelombang elektromagnetik dapat menembus bahan, dengan daya
tembus sangat besar dan digunakan dalam radiografi. Makin tinggi tegangan
tabung (besarnya KV) yang digunakan, makin besar daya tembusnya. Makin
rendah berat atom atau kepadatan suatu benda, makin besar daya tembus
sinarnya. Apabila berkas gelombang elektromagnetik melalui suatu bahan atau
zat, maka berkas tersebut akan bertebaran ke segala jurusan, menimbulkan
radiasi sekunder ( radiasi hambur ) pada bahan/zat yang dilaluinya.

F. Pencegahan
Individu pekerja dapat melakukan berbagai tindakan pencegahan seperti :
a. Kurangi waktu berada di sekitar sumber radiasi
b. Dosis radiasi yang diterima akan berkurang dengan sesingkat mungkin
berada dekat dengan sumber radiasi. Minimalkan waktu bekerja maka akan
meminimalkan dosis radiasi yang diterima.
c. Posisikan diri sejauh mungkin dari sumber radiasi
d. Menjauhkan sumber radiasi dengan faktor waktu dapat menurunkan
intensitasnya menjadi seperempat dan ketika menjauhkan jarak sumber
radiasi dengan faktor jarak akan menurunkan intensitasnya menjadi
sepersembilannya. Untuk memindahkan atau mengambil sumber radiasi
dapat menggunakan bantuan tongkat penjepit panjang, rak tabung ataupun
baki, apapun yang mampu mengurangi intensitas paparan radiasi.
e. Menjauhkan sumber radiasi dengan faktor waktu dapat
f. Guanakan perisai yang sesuai
Gunakanlah perisai yang sesuai saat melakukan pekerjaan yang
bersinggungan dengan radiasi. Pilihlah perisai yang dapat menurunkan
secara eksponential paparan radiasi gamma dan menghalangi hampir semua
radiasi beta.

Nilai batas dosis (NBD) pajanan radiasi tahunan di tempat kerja yaitu


BAB III
ASMA AKIBAT KERJA


A. Definisi
Asma merupakan penyakit saluran napas kronik yang penting dan
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di
seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan
tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian.
Asma akibat kerja adalah asma yang disebabkan atau diperburuk akibat
situasi di tempat kerja dan tidak terjadi akibat adanya rangsanga dari luar tempat
kerja, dan biasanya ditandai dengan gangguan aliran nafas dan hiperaktiviti
bronkus.
Tanda dan gejala asma akibat kerja serupa dengan asma jenis lainnya,
antara lain yaitu adanya desah, batuk, sesak napas, dada sesak, serta gejala
penyerta seperti pilek, iritasi hidung, dan iritasi mata.

B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan
Asma akibat kerja dapat menyerang pekerja dengan risiko yang tinggi. Penderita
asma akibat kerja meningkat seiring dengan meningkatnya bidang industri. Asma
akibat kerja bisa terjadi melalui mekanisme imunologia maupun non imunologis.
Pekerja dengan risiko tinggi terkena asma akibat kerja antara lain :
1. Pekerja kesehatan dan pelayanan sosial yang menggunakan sarung tangan
lateks dan terkena deterjen
2. Tukang pipa yang menangani perekat dan busa insulasi
3. Pekerca cuci yang melakukan kontak dengan deterjen
4. Pekerja cat semprot terkena senyawa yang disebut diisosianat yang
terkandung dalam cat
5. Pekerja makanan dan industri tembakau yang terpapar protein tertentu
6. Penata rambut yang menangani bahan kimia yang digunakan untuk
memutihkan
7. Pekerja kecantikan kuku yang menggunakan lem

C. Macam macam Asma Kerja
Berdasarkan masa latennya, asma akibat kerja dibedakan menjadi :
1. Asma akibat kerja dengan masa laten
Asma jenis ini terjadi melalui mekanisme imunologis. Pada kelompok ini
terdapat masa laten yaitu masa sejak awal pajanan sampai timbul gejala.
Asma jenis ini biasanya terdapat pada orang yang sudah tersensitisasi yang
bila terkena lagi dengan bahan tersebut maka akan menimbulkan asma.
2. Asma akibat kerja tanpa masa laten
Asma jenis ini timbul setelah pajanan dengan bahan ditempat kerja dengan
kadar tinggi dan tidak terlalu dihubungkan dengan mekanisme imunologis
atau disebut sebagai Irritant induced asthma atau Reactive Airways
dysfunction Syndrome(RADS). RADS didefinisikan asma yang timbul dalam
24 jam setelah satu kali pajanan dengan bahan iritan konsentrasi tinggi
seperti gas, asap yang menetap sedikitnya dalam 3 bulan.

D. Prognosis
Jenis asma yang beragam baik yang berhubungan dengan warisan sifat-
sifat (genetika) atau karena zat-zat di lingkungan kerja yang terakumulasi dari
waktu ke waktu. Prognosis baik apabila dilakukan dignosis dan pengobatan asma
akibat kerja tersebut sedini mungkin.

E. Patogenesis
Agen sensisitas merangsang produksi immunoglobulin spesifik pada
individu yang rentan (hipersensitivitas tipe I). Alergen seperti debu padi padian
produk binatang, protein serangga, dll biasanya mencetuskan reaksi asmatik
segera ( beberapa menit 30 menit) reaksi lambat ( 4-8 jam setelah paparan ).
Zat dengan berat molekul kecil dapat bekerja sebagai hapten dan membentuk
alergen lengkap yang menyebabkan gejala serupa asma. Mekanisme non
imunologis dapat ikut berperan misal dengan pelepasan histamin dari sel mast.
Reaksi yang mirip asma juga dapat disebabkan oleh paparan terhadap debu inert
dalam kadar tinggi (individu dengan peningkatan reaktifitas bronkus non
spesifik).

F. Pencegahan
1. Pihak Perusahaan
Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
tenaga kerja yang akan diterima maupun yang akan dipindahkan, sesuai
dengan sifat pekerjaan yang akan diberikan kepada pekerja.
Memeriksakan kesehatan semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya secara berkala (periodik) pada dokter yang ditunjuk oleh
pengusaha dan dibenarkan (disahkan) oleh Direktur.
Substitusi
Yang dimaksud di sini yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan
bahan yang tidak berbahaya atau kurang berbahaya. Sebagai contoh
adalah serat asbes yang dapat menimbulkan asbestosis, kanker paru dan
mesotelioma, digantikan oleh serat buatan manusia. Contoh lain adalah
debu silika yang diganti dengan alumina.
Modifikasi proses produksi untuk mengurangi pajanan sampai tingkat
yang aman.
Metode basah
Melakukan proses produksi dengan cara membasahi tempat produksi
sehingga tidak menghasilkan debu dengan kadar yang tinggi.
Mengisolasi proses produksi
Bila bahan yang berbahaya tidak dapat dihilangkan, pajanan terhadap
pekerja dapat dihindari dengan mengisolasi proses produksi. Teknik ini
telah digunakan dalam menangani bahan radioaktif dan karsinogen, dan
juga telah berhasil digunakan untuk mencegah asma kerja akibat
pemakaian isosianat dan enzim proteolitik.
Ventilasi keluar.
Ketika proses isolasi produksi tidak dapat dilakukan, maka masih ada
kemungkinan untuk mengurangi bahan pajanan dengan ventilasi keluar.
Metode ventilasi keluar telah berhasil digunakan untuk mengurangi kadar
debu di industri batubara dan asbes.
2. Pihak Individu Pekerja
Menghindari apapun di tempat kerja yang dapat memicu asma
Menggunakan Alat Pelindung Diri
Gunakan respirator pada saat bekerja. Respirator merupakan suatu
masker yang menggunakan filter sehingga dapat membersihkan udara
yang dihisap. Ada 2 macam respirator, yaitu half-face respirator
(berfungsi hanya sebagai penyaring udara) dan full-face respirator
(sekaligus berfungsi sebagai pelindung mata). Pemakaian respirator
merupakan usaha terakhir. Untuk menggunakan respirator, seseorang
harus melalui evaluasi secara medis. Hal ini penting karena respirator
tidak selalu aman bagi setiap orang. Pemakaian respirator dapat
berakibat jantung dan paru bekerja lebih keras sehingga pemakaian
respirator dapat menjadi tidak aman bagi penderita asma, gangguan
jantung atau orang yang mempunyai masalah dengan saluran napasnya.
BAB IV
GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING

A. Definisi
Gangguan pendengaran akibat bising disebut juga sebagai Noise Induced
Hearing Loss (NIHL) merupakan adanya penurunan pendengaran atau tuli akibat
pajanan bising yang melebihi nilai ambang batas (NAB) di lingkungan kerja dari
individu pekerja. Tuli akibat bising merupakan jenis sensorineural yang paling
sering dijumpai setelah presbikusis. Secara umum bising adalah bunyi yang tidak
diinginkan.
Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar
bising antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih
lama terpapar bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan
ketulian. Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang
belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius
bagi pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising
dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi. Oleh karena itu
untuk mencegahnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan
terhadap pendengaran para pekerja secara berkala. Bising yang intensitasnya 85
desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran
Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya
terjadi pada kedua telinga.

B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan
Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering
dijumpai setelah presbikusis. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami
ketulian dengan berbagai macam derajat, dimana 10 juta orang diantaranya
mengalami ketulian akibat terpapar bunyi yang keras pada tempat kerjanya.
Sedangkan Sataloff dan Sataloff ( 1987 ) mendapati sebanyak 35 juta orang
Amerika menderita ketulian dan 8 juta orang diantaranya merupakan tuli akibat
kerja.
Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian adalah
bising, frekuensi, lama pajanan perhari, masa kerja, kepekaan individu, umur dan
faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian. Biasanya bising di dalam dunia
industri tidaklah muncul sebagai faktor pajanan tunggal, tetapi tidak juga
dipengaruhi oleh pajanan lain. Ada 2 faktor yang terkait dengan kebisingan di
tempat kerja yaitu faktor internal (usia, aterosklerosis, hipertensi, gangguan
telinga tengah dan proses penuaan) dan faktor eksternal (suhu abnormal, getaran,
obat atau zat ototoksik).
Jenis pekerjaan yang berisiko terkena gangguan pendengaran akibat
bising antara lain konstruksi (pekerja bangunan, dll), pertambangan (pekerja
pengeboran minyak, pekerja tambang, dll), transportasi (supir angkutan
umum/truk, petugas di lapangan terbang), industri manufaktur (pekerja industri
garmen, tekstil, sepatu, elektronik, otomotif, dll), laundry, katering, dll.

C. Macam-macam Gangguan Pendengaran Akibat Bising
1. Trauma Akustik
Trauma akustik berhubungan dengan efek pemaparan tunggal atau
pemaparan yang jarang, biasanya pada peledakan-peladakan alamiah.
Selama terjadinya pemaparan jenis ini intensitas suara yang ekstrim
mencapai telinga bagian dalam dan dapat menyebabkan struktur pada telinga
bagian dalam melampaui batas fisiologis dengan rusaknya gendang telinga
dan sel-sel bulu rambut. Akibat ini pada akhirnya secara keseluruhan
merusak organ Corti yang mungkin membutuhkan waktu beberapa bulan
untuk kembali menstabilkannya.

2. Tuli Sementara
Selama waktu pemaparan pendek dan dalam interval waktu yang lama maka
tidak akan menyebabkan efek permanen. Sebaliknya jika terpapar kebisingan
yang menyebabkan tuli sementara secara berulang-ulang dalam waktu yang
cepat, akan menyebabkan kerusakan pendengaran yang permanen. Pada
umumnya hal ini terjadi pada tingkat pemaparan kebisingan di atas 90 dB.
3. Tuli Permanen
Tuli permanen adalah terjadinya kerusakan pendengaran yang sudah tidak
dapat pulih atau disembuhkan kembali. Selain terjadi secara alami yang
disebabkan oleh faktor usia, penurunan pendengaran juga akan terjadi
apabila terus-menerus terpapar pada intensitas kebisingan yang tinggi. Tuli
sementara setelah terpapar bising, dan kemungkinan terjadinya Tinitus,
biasanya merupakan tanda-tanda terjadinya kerusakan pendengaran.

D. Diagnosis gangguan Pendengaran Akibat Bising di Tempat Kerja
Diagnosis dapat ditegakkan dengan langkah-langkah berikut :
1. Diagnosis klinis tuli sensorineurinal.
2. Menentukan adanya pajanan di tempat kerja yaitu bising dan pajanan lain
yang dapat mempengaruhi.
3. Menentukan adanya hubungan pajanan dengan diagnosis klinis; bising dapat
menyebabkan tuli sensorineurinal.
4. Menentukan besaran pajanan bising > 85 dB, 8 jam sehari, 40 jam seminggu
(di atas NAB)
5. Peranan faktor individu: riwayat genetik pada telinga, riwayat minum obat
(ototoksik), penyakit kronik lainnya, dll.
6. Faktor risiko di luar pekerjaan: hobi mendengarkan musik keras, menembak,
dll.
7. Diagnosis penyakit akibat kerja: penurunan pendengaran akibat bising di
tempat kerja (Noise Induced Hearing Loss).
E. Gejala Gangguan Akibat Bising
1. Tinitus (telinga berdenging)
2. Sukar menangkap percakapan
3. Penurunan pendengaran

F. Prognosis
Prognosis dari gangguan pendengaran akibat bising adalah buruk. Hal
tersebut dikarenakan jenis gangguan pendengaran atau ketulian akibat bising
adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap dan tidak dapat diobati
dengan obat maupun pembedahan.

G. Patogenesis
Gangguan pendengaran yang disebabkan bising timbul setelah bertahun
tahun paparan. Kecepatan kemunduran tergantung pada tingkat bising,
komponen impulsive dan lamanya paparan serta pada kepekaan individual yang
sifatnya tetap tidak diketahui. Selama terjadinya pemaparan jenis ini intensitas
suara yang ekstrim mencapai telinga bagian dalam dan dapat menyebabkan
struktur pada telinga bagian dalam melampaui batas fisiologis dengan rusaknya
gendang telinga dan sel-sel bulu rambut. Akibat ini pada akhirnya secara
keseluruhan merusak organ Corti.

H. Pencegahan
1. Rekayasa enginering
Yaitu dengan mengusahakan agar di lingkungan kerja kebisingan di bawah
85 dB, bisa dengan cara meredam sumber bunyi yang berasal dari generator
diesel, mesin tenun, mesin pengecoran baja, kilang minyak atau bising yang
ditimbulkan oleh aktivitas pekerja seperti penempaan logam.


2. Administrasi
Dilakukan dengan menghindarkan pekerja dari sumber bising dengan
melakukan rotasi jam kerja. OSHA (Occupational safety and Health
Administration) membuat peraturan yang dikenal sebgai hukum 5dB.
Apabila intensitas bising meningkat 5 dB, maka waktu pajanan yang
diperkenankan harus dikurangi separuhnya.

Intensitas dan waktu pajanan bising yang diperkenankan/ Nilai Ambang
Batas (NAB) yaitu :


3. Individu Pekerja
Individu pekerja dapat melakukan tindakan pencegahan dengan turut serta
aktif dalam berbagai program yang diadakan oleh perusahaan seperti
Program Konservasi Pendengaran (PKP), sebagai berikut:
a. Identifikasi sumber bising
b. Pengukuran dan analisis kebisingan (SLM, Octave Band Analyzer)
c. Pengendalian bising dalam bentuk kontol engineering dan kontrol
administrasi
d. Melakukan tes audiometri secara berkala
e. Mengikuti pelatihan KIE
f. Menggunakan APD berupa sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear
muff) dan pelindung kepala (helmet).
g. Melakukan pencatatan rutin
BAB V
PENYAKIT AKIBAT DEBU LOGAM KERAS

A. Definisi
Penyakit akibat debu logam keras merupakan penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh pencemaran debu logam seperti Hg, Pb, Mn, Cd, Be, Arsen, dll
yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan.

B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan
Debu dalam industri ukurannya sangat bervariasi, dengan ukuran halus
mendominasi yang lain, dan dapat memasuki tubuh lewat inhalasi, ingesti, dan
kulit. Luasnya permukaan paru yang dapat menyerap debu (luas paru-paru orang
de-wasa = 55-75 m2, dan kulit 2 m2) sedangkan luas permukaan debu semakin
besar dengan semakin halusnya ukuran debu. Misal 1 cm
3
quartz murni bila
ditumbuk halus, menjadi ukuran 1 mikron, maka terbentuk debu sebanyak 1012,
dengan luas permukaan 6 m
2
dibanding dengan asalnya 6 cm
2
. Volume benda
padat yang dihaluskan (akibat proses industry) akan ber-tambah, karena, adanya
celah di antara partikel di dalam massa. Misalnya, konsentrasi debu di udara
sebesar 50 mppcf berasal dari 1 cm
3
, zat yang dihaluskan men-jadi ukuran 1
mikron, di udara akan, memenuhi volume 20.000 ft
3
. Efek debu terhadap
kesehatan perkerja di industri bervariasi tergantung jenis, sifat kimia-fisika debu
di lingkungan tempat kerja.
Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh logam-logam keras
adalah kawasan industri, sebagai contoh kawasan industri tambang, industri
pabrik asbes, pabrik tempat penyulingan, industri kimia, dll.


C. Macam macam Penyakit Akibat Debu Logam Keras
1. Bronkopulmonar
Pada bronkitis industri atau bronkitis kronik foto toraks dapat normal, atau
menunjukkan peningkatan corakan bronkopulmonar terutama di lobus
bawah. Pada awal penyakit pemeriksaan faal paru tidak menunjukkan
kelainan. Karena meningkatnya resistensi pemapasan, pada stadium lanjut
terjadi obsiruksi saluran napas yang tepat menjadi ireversibel.
2. Kanker Paru
Ada 2 stadium terjadinya kanker karena bahan karsinogen. Pertama adalah
induksi DNA sel target oleh bahan karsinogen sehingga menimbulkan
mutasi sel, kemudian terjadi pening-katan multiplikasi sel yang merupakan
manifestasi penyakit. Zat yang bersifat karsinogen dan dapat menimbulkan
kanker paru antara lain adalah asbes, uranium, gas mustard, arsen, nikel,
khrom, khlor metil eter, pembakaran arang, kalsium kiorida dan zat
radioaktif serta tar batubara. Pekerja yang berhubungan dengan zat-zat
tersebut dapat menderita kanker paru setelah paparan yang lama, yaitu antara
15-25 tahun.

D. Prognosis
Apabila telah timbul obstruksi yang ireversibel, penyakit akan berjalan
secara lambat dan progresif maka prognosis buruk karena bersifat kronik dan
ireversibel. Apabila obstruksi bersifat reversibel dan mendapat diagnosis dini,
prognosisnya baik.

E. Patogenesis
Debu logam yang berukuran antara 5-10 mikron bila terhisap akan
tertahan dan tertimbun pada saluran napas bagian atas; yang berukuran antara 3-5
mikron terta-han dan tertimbun pada saluran napas tengah. Partikel debu dengan
ukuran 1-3 mikron disebut debu respirabel merupakan yang paling berbahaya
karena tertahan dan tertimbun mulai dari bionkiolus terminalis sampai alveoli.
Debu yang ukurannya kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap di alveoli,
debu yang ukurannya an-tara 0,1-0,5 mikron berdifusi dengan gerak Brown
keluar masuk alveoli; bila mem-bentur alveoli ia dapat tertimbun di situ.

F. Nilai Ambang Batas
Batas debu respirabel adalah 5 mikron, tetapi debu dengan ukuran 5-10
mikron dengan kadar berbeda dapat masuk ke dalam alveoli. Debu yang
berukuran lebih dari 5 mikron akan dikeluarkan semuanya bila jumlahnya kurang
dari 10 partikel per miimeter kubik udara. Bila jumlahnya 1.000 partikel per
milimeter kubik udara, maka 10% dari jumlah itu akan ditimbun dalam paru.

G. Pencegahan
1. Subtitusi
Pengantian/perubahan proses, yaitu mengganti abrasive blasting kering
dengan blasting basah
2. Isolasi
Isolasi yang dimaksud disini adalah mengisolir tempat atau ruangan-ruangan
yang mengandung kosentrasi debu dari para pekerja atau tidak kontak
langsung kosentrasi debu tersebut, cukup dilakukan dengan mengontrol dari
luar atau tempat lain.
3. J aga J arak atau menggunakan pelindung (antara pekerja dg bahan
kosentrasi de-bu)
Pemagaran seluruh mesin
Menutup titik- titik daerah penyebar debu dari ban berjalan/conveyors
Memasang tirai pelindung proses operasi abrasive blasting


4. Ventilasi Industri
Penerapan sistem ventilasi industri berkaitan dengan ; sistem pabrik,
perbedaan pemakaian bahan baku, perbedaan proses, perbedaaan senyawa
kimia karena penggunaan bahan kimia. Karena banyaknya variasi pencemar
antara satu pabrik dengan pabrik lain maka banyak pula, berbagai macam
ventilasi yang digunakan di industri antara lain, seperti ; ventilasi sistem
pengenceran, ventilasi pengeluaran setempat, ventilasi sistem tertutup,
ventilasi kenyamanan dan lain- lain sebagainya

BAB VI
PENYAKIT INFEKSI DAN PARASIT

A. Definisi
Penyakit infeksi dan parasit adalah suatu penyakit atau gangguan
kesehatan yang disebkan oleh paparan terhadap miktroorganisme dan parasit
infektif hidup serta produk toksiknya terjadi pada berbagai pekerjaan. Agen
penyebab infektif dan parasit contohnya seperti virus (hepatitis virus, rabies,
virus newcastle), riketsia dan klamidia (ornitosis, demam Q, riketsiosis),
bakteri ( antraks leptuspirosis, tetanus, tuberkulosis, tularemia). Jamur
(kandidiasis, histoplasmosis, kokidiomikosis), protozoa (liesmaniasis, malaria,
tripanosomiasis), cacing (cacing tambang, cacing pita, skitosomiasis).

B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan
Pekerjaan yang berisiko bagi pekerjanya untuk terserang penyakit
infeksi dan parasit adalah pekerja pertanian, tempat kerja tertentu di negara
beriklim panas dan belum maju, rumah sakit, laboratorium, klinik, ruang
otopsi, pekerja yang berhubungan dengan penangananbinatang dan produk-
prouknya, pekerja lapangan yang kemungkinan berkontak dengan tinja
binatang.

C. Macam macam Penyakit Infeksi dan Parasit
1. Virus
Penyakit yang disebabkan virus antara lain adalah hepatitis virus,
penyakit virus Newcastle dan rabies.
2. Klamidia dan riketsia
Contohnya adalah ornitosis, demam Q, dan riketsiosis.


3. Bakteri
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri misalnya antraks bruselosis,
erisipeloid, leptospirosis, tetanus, tuberkulosis, tularemia dan sepsis luka.
4. Jamur
Penyakit penyakit seperti kandidiasis, dermatofitosis kulit dan membran
mukosa, kokidiomikosis dan histoplamosis.
5. Protozoa
Penyakit yang disebebkan protozoa antara lain adalah leismaniasis,
malaria dan tripanosomiasis.
6. Cacing
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh cacing adalah skitosomiasis.

D. Prognosis
Agen penyakit tadi menginfeksi orang orng yang tidak kebal atau tidak
resisten berkontak dengan suatu agen infektif. Ada beberapa agen penyakit
yang dapat menembus kulit utuh seperti antraks, bruselosis, leptospirosis,
sskitstosomiasis dan tularemia. Penyakit seperti erisipeloid, rabies, sepsis,
tetanus dan hepatitis virus B hanya dapat menembus kulit yang rusak. Ada
juga patogen protozoa yang masuk dalam tubuh dengan bantuan serangga,
inhalasi percikan (droplet), spora atau debu tercemar bahkan makanan dan
minuman tercemar.

E. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit akibat
infeksi dan parasit antara lain :
1. Pemeriksaan Kesehatan
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan ada 2 macam yaitu pemeriksaan
kesehatan sebelum penempatan dan pemeriksaan berkala. Pemeriksaan
sebelum penempatan antara lain adalah pemeriksaan riwayat medis dan
pemeriksaan fisik. Sedangkan pemeriksaan berkala yaitu pemeriksaan
sama dengan pemeriksaan sebelum penempatan hanya saja dilakukan
rutin setiap setahun sekali. Namun pada pekerja kesehatan dan
laboratorium diperiksa 6 bulan sekali karena risiko terpapar dengan agen
lebih sering.
2. Pengendalian Lingkungan
Cara pencegahan melalui pengendalian lingkungan antara lain :
penyemprotan insektisida, ikan pemangsa, imunisasi hewan (imunisasi
pada sapi dan hewan domestik untuk mengurangi risiko bruselosis dan
rabies), penekanan debu untuk mencegah antraks dan ornitosis dengan
cara dibuatkan ventilasi pengeluaran udara karena enyakit penyakit tadi
ditulrkan lewat udara.
3. Pendidikan kesehatan
Pemberian penidikan kesehatan pada semua pekerja yang terpapar tentang
sifat-sifat penyakit infeksi dan parasit di tempat kerja dan daerah mereka.
4. Vaksin
Pemberian vaksin tetanus pada pekerjaan sektor pertanian, vaksin BCG,
vaksin rabies, vaksin vaksin tifus, demam Q, dll.
5. Penggunaan APD
Penggunaan APD yang wajib oleh pekerja harus diterapkan seperti
pemakaian sarung tangan, krem pelindungdan pakaian pelindung khusus
yang digunakan pelayanan kesehatan dan petugas laboratorium.

F. Nilai Ambang Batas (NAB)
Untuk bakteri, penyakit infeksi tidak akan muncul apabila bateri < 700
koloni/m
3
udara dan bebas dari kuman patogen.
BAB VII
PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA

A. Definisi
Penyakit kulit akibat kerja merupakan kelainan kulit yang ditimbulkan akibat
kontak dengan bahan-bahan yang berhubungan dengan pekerjaan, lingkungan
dan tempat kerja.

B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan
Presentasi dermatosis akibat kerja dari seluruh penyakit-penyakit akibat
kerja sekitar 50%-60%, maka dari itu penyakit tersebut perlu mendapatkan
penyakit yang cukup. Ciri dari dermatosis itu sendiri adalah kulit mengelupas,
berwarna kemerahan disertai rasa gatal.
Pekerjaan yang berisiko terkena dermatosis akibat kerja adalah seluruh
jenis kawasan industri dapat berisiko terkena dermatosis tergantung pada
kenbersihan individu pekerja, seperti; pekerja pertanian, pekerja produksi bahan
bangunan, penyepuh elektrik, pekerja produksi plastik yang diisi gelas, tukang
cat, pekerja pada industri rekayasa, petugas kesehatan, pedagang binatang,
tukang daging, dll.

C. Macam macam Penyakit Kulit Akibat Kerja
1. Dermatitis Kontak Iritan Primer
Jenis ini paling sering ditemukan. Seperti kebanyakan dermatosis lainnya,
penyebabnya tidak mudah dikenali.
2. Dermatitis Kontak alergi
Dermatitis kontak alergi baik akut maupun kronis mempunyai ciri-ciri klinis
yang sama dengan ekzema bukan akibat kerja.

3. Jerawat Akibat Kerja (Acne)
Hampir mirip dengan jenis jerawat pada umumnya, akan tetapi jerawat
akibat kerja dapat ditemukan pada bagian yang kontak dengan agen.
4. Dermatitis Solaris Akut
Sering ditemukan akibat zat-zat fotodinamik yang ditemukan dalam
pekerjaan tersebut.

D. Prognosis
Penyakit kulit akibat kerja untuk jenis-jenis di atas dapat ditangani
dengan terapi farmakologis jika diagnosis ditegakkan secara cepat dan dini.

E. Patogenesis
Pekerja yang terpapar agen fisik, kimia maupun biologik dan berkontak
langsung akan berisiko terken dermatitis kontak iritan, akne, dan diinduksi
radiasi bervariasi sesuai derajat paparannya dan dapat menyembuh jika agen
penyebab dijauhkan. Orangorang dengan atopi (ekzema dan penyakit kulit
alergi lain dan penyakit alergi pada orang lain), penyakit kronik lain termasuk
hiperhidrosis, akan lebih rentan daripada yang lain.

F. Pencegahan
Pencegahan dermatosis akibat kerja dapat dilakukan antara lain sebagai
berikut :
1. Penilaian bahan-bahan yang akan digunakan di perusahaan
2. Mengganti bahan-bahan yang berbahaya dengan tidak berbahaya
3. Pendidikan
4. Hygine personal dan perusahaan
- Kontak kulit dengan agen penyebab hendaknya dibatasi dengan
pengendalian teknologi
- Eliminasi kontak kulit dengan bahan penyebab
- Penyediaan fasilitas dasar seperti APD
5. Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan diharuskan selama jam kerja. APD berupa pakaian pelindung
seperti apron, sarung tangan, topeng wajah.
6. Pemeriksaan pra kerja

BAB VIII
PENYAKIT AKIBAT UDARA MAMPAT

A. Definisi
Penyakit udara mampat adalah penyakit yang disebabkan adanya udara
pada tekanan yang lebih tinggi daripada tekanan permukaan laut di tempat kerja.

B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan
Beberapa pekerja yang kemungkinan besar terpapar udara mampat antara
lain pekerja dalam terowongan udara mampat dan operasi caisson, dan yang
berisiko paling besar adalah para penyelam.

C. Macam macam Penyakit Akibat Udara Mampat
1. Barotrauma telinga tengah dan sinus
Merupakan masalah kesehatan dimana tuba eustakius tersumbat karena
berbagai alasan sehingga tekanan udara dalam telinga tengah tidak dapat
seimbang dengan tekanan udara di sekitar tubuh, akibatnya gendag telinga
dapat rusak atau ruptur.
2. Paru-paru meletus dengan embolisme udara otak
Terjadi jika ada sumbatan trakea atau suatu segmen bronkiopolmonardan bila
tekanan alveolus meninggi sampai 10,8 kPa (80 mmHg) diatas tekanan
intrapleura, paru-paru dapat meletus.
3. Sakit dekompresi
Ada dua jenis sakit dekompresi, yaitu :
a. Tipe I
Gejala hanya nyeri biasa pada otot dan tandon esemik (dekat persendian)


b. Tipe II
Terjadi trauma pada medula spinalis dan otal, gangguan telinga tengah,
gangguan paru dan syok sakit dekompresi.
4. Osteonekrosis disbarik
Tanda radiografik paling dini pada penyakit ini tampak setelah 3-4 bulan
setelah suatu dekompresi yang kurang baik, suatu episode dekompresi yang
tidak tepat dapat mencetuskan kerusakan satu atau lebih sendi.

D. Prognosis
Ada dua efek yang disebabkan oleh adanya udara yang mampat yaitu efek
mekanis dan efek fisiologis. Penyebab utamanya adalah adanya perbedaan
tekanan antara kedua sisi membran timpani dan adanya pembentukan
gelembunggelembung nitrogen dalam darah. Pada tekanan atmosfer normal, 12
ml nitrogen larut dalam 1 liter darah. Pada tekanan 196 kPa, kadar nitrogen
dalam darah adalah sekitar 22 m/liter, dan pada 390 kPa sekitar 39 ml/liter. Jika
tekanan atmosfer terlalu cepat, nitrogen yang terlalrut dalam darah akan
membentuk gelembung dalam darah dan jaringan, hal itu menyebabkan
terganggunya sirkulasi dan jaringan setempat.

E. Pencegahan
Satu satunya pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mematuhi
praktek kerja dekompresi yang dianjurkan. Penyakit akibat udara mampat di
tempat kerja pada pekerja dibatasi tekanan maksimum 330 kPa di tempat kerja.


BAB IX
PENYAKIT AKIBAT GETARAN

A. Definisi
Getaran merupakan efek suatu sumber yang memakai satuan ukuran hertz
(Depkes, 2003:21). Getaran (vibrasi adalah suatu faktor fisik yang menjalar ke
tubuh manusia, mulai dari tangan sampai keseluruh tubuh turut bergetar
(oscilation) akibat getaran peralatan mekanis yang dipergunakan dalam tempat
kerja (Emil Salim, 2002:253).
Penyakit akibat getaran merupakan berbagai penyakit yang muncul
dikarenakan gejala-gejala yang muncul sebagai akibat dari lamanya getaran yang
diterima di lingkungan kerja.

B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan
Ada 2 jenis getaran, yaitu getaran seluruh tubuh (Whole Body Vibration)
adalah suatu getaran yangterjadi karena adanya kontak antara tubuh (seluruh
tubuh) dengan permukaan yang bergetar. Biasanya frekuensi getaran antara 5-20
Hz, contohnya : pengemudi traktor (kontak tubuh dengan tempat duduk traktor),
bus, helikopter, atu bahkan kapal.
Kedua, getaran pada bagian tubuh tertentu (Partial Body Vibration)
adalah getaran yang terjadi pada bagian-bagian tubuh tertentu seperti tangan/
kaki yang kontak dengan permukaan yang sedang bergetar. Biasanya
frekuensinya antara 20-500 Hz dan frekuensi paling bahaya adalah 128 Hz,
contohnya : pekerja memakai gergaji listrik, supir bajaj, operator gergaki rantai,
tukang potong rumput, gerinda, penempa palu.



C. Alat Pengukur Getaran
1. Vibration meter
Vibration meter biasanya bentuknya kecil dan ringan sehingga mudah
dibawa dan dioperasikan dengan battery serta dapat mengambil data
getaran pada suatu mesin dengan cepat. Pada umumnya terdiri dari sebuah
probe, kabel dan meter untuk menampilkan harga getaran. Alat ini juga
dilengkapidengan switch selector untuk memilih parameter getaran yang
akan diukur.
2. Vibration analyzer
Alat ini mempunyai kemampuan untuk mengukur amplitude dan frekuensi
getaran yang akan dianalisa. Karena biasanya sebuah mesin mempunyai
lebih dari satu frekuensi getaran yang ditimbulkan, frekuensi getaran yang
timbul tersebut akan sesuai dengan kerusakan yang terjadi pada mesin
tersebut. Alat ini juga memberikan informasi mengenai data spektrum
dari getaran yang terjadi, yaitu data amplitudo terhadap frekuensinya, data
ini sangat berguna untuk analisa kerusakan suatu mesin. Dalam
pengoperasiannya vibrationanalyzer ini membutuhkan seorang operator
yang sedikit mengerti mengenaianalisa vibrasi.
3. Shock Pulse Meter
Shock pulse meter adalah alat yang khusus untuk memonitoringkondisi
antifriction bearing yang biasanya sulit dideteksi dengan metode analisa
getaran yang konvensional. Prinsip kerja dari shock pulse meter iniadalah
mengukur gelombang kejut akibat terjadi gaya impact pada
suatu benda, intensitas gelombang kejut itulah yang mengindikasikan besarn
yakerusakan dari bearing tersebut. Pada sistem SPM ini biasanya
memakaitranduser piezo-electric yang telah dibuat sedemikian rupa
sehingga mempunyai frekwensi resonansi sekitar 32 KHz. Dengan
menggunakan probetersebut maka SPM ini dapat mengurangi pengaruh
getaran terhadap pengukuran besarnya impact yang terjadi.
4. Osciloskop
Osciloskop adalah salah satu peralatan yang berguna untuk melengkapi data
getaran yang akan dianalisa. Sebuah osciloskop dapat memberikan sebuah
informasi mengenai bentuk gelombang dari getaran suatu mesin.

D. Macam macam Penyakit Akibat Tekanan Udara
1. Angioneurosis jari-jari tangan
Gejala nonspesifik pertama adalah akroparestesia pada tangan dan perasaan
kebal di jari-jari tangan pada waktu kerja atau sebentar sesudahnya. Pada
stadium ini, selain gangguan kepekaan terhadap getaran, tidak ditemukan
perubahan objektif lainnya. Pada fase berikutnya, terdapat kepucatan
kepucatan paroksimal pada ujung-ujung jari.
2. Gangguan tulang, sendi, dan otot
Patologi osteoartikular sering kali terbatas pada tulang-tulang karpal
(khususnya lunata dan navikularis), sendi radioulnaris dan sendi siku.
Biasanya berupa atrosis sendi karpal, radioulnaris dan siku, serta
pseudokista.
3. Neuropati
Kerusakan saraf yang disebabkan getaran yang meliputi persyaratan otonom
perifer (pada angioneurosis). Beberapa ahli mengemukakan efek-efek pada
syaraf umumnya sekunder dari iskemik berulang (pada angioneurosis), atau
suatu faktor tambahan seringkali neuropati kompresif, misalnya perubahan
osteoartikuler di sekitar batang saraf tersebut (Darmanto Djojodibroto,
1995:139).

E. Prognosis
Prognosis dari penyakit akibat getaran akibat getaran adalah buruk. Hal
tersebut dikarenakan jenis gangguan akibat getaran adalah neuropati yang terjadi
akibat kerusakan saraf terutama persyarafan perifer (ulnaris, medianus, radialis)
atau trauma saraf yang sulit untuk kembali seperti sedia kala. Untuk jenis
angioneurosis dan gangguang tulang-sendi-otot memiliki prognosis yang baik
apabila segera dilakukan tindakan pengendalian secepatnya.

F. Patogenesis
Gangguan yang disebabkan oleh getaran dapat muncul setelah lama
waktu yang berbeda-beda sejak awal diperolehnya paparan. Angioneurosis
biasanya muncul setelah beberapa tahun paparan berat. Perubahan angka yang
timbul tidak lebih awal dari 10 tahun atau lebih paparan. Untuk neuropati,
kerusakan saraf disebabkan getaran yang meliputi persyaratan otonom perifer
(pada angioneurosis). Beberapa ahli mengemukakan efek-efek pada syaraf
umumnya sekunder dari iskemik berulang (pada angioneurosis), atau suatu faktor
tambahan seringkali neuropati kompresif, misalnya perubahan osteoartikuler di
sekitar batang saraf tersebut

G. Pencegahan
1. Pengendalian Administratif
a. Merotasi jam kerja
Apabila terdapat 3 orang pekeja, maka dengan mengacu pada NAB yang
ada, paparan getaran tidak sepenuhnya mengenai salah seorang, akan
tetapi bergantian dari A, B, dan kemudian C.
ABC ABC ABC







b. Mengurangi jam kerja, sehingga sesuai dengan NAB yang berlaku
Nilai ambang batas getaran untuk pemajanan lengan dan tangan :
Jumlah waktu per hari
kerja
Nilai percepatan pada frekuensi dominan
m/det
2
gram
4 jam dan kurang dari 8
jam
4 0,4
2 jam dan kurang dari 4
jam
6 0,61
1 jam dan kurang dari 2
jam
8 0,81
kurang dari 1 jam 12 1,22

Tabel 9.1. NAB Getaran untuk pajanan lengan dan tangan

2. Pengendalian medis
a. Pemijitan
b. Perendaman di arir panas
c. Meniup udara panas ke tangan
d. Menggerakkan tangan secara berputar

3. Pengendalian dari Individu Pekerja
Pemakaian APD seperti sarung tangan yang telah dilengkapi peredam getar
(busa).
BAB X
PENYAKIT AKIBAT DEBU MINERAL

A. Definisi
Penyakit akibat debu logam keras merupakan penyakit akibat kerja
yang disebabkan oleh pencemaran debu mineral seperti SiO2, SiO3, Arang
batu, dll yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap
sehingga menimbulkan gangguan kesehatan.

B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan
Ketika bernafas udara yang mengandung debu masuk kedalam paru-
paru, tidak semua debu dapat menimbun didalam jaringan paru-paru, karena
tergantung dari besar ukuran tersebut. Debu-debu yang berukuran 510
mikron akan ditahan oleh jalan nafas bagian atas, sedangkan yang berukuran
35 mikron ditahan dibagian tengah jalan nafas. Partikel-partikel yang
berukuran 13 mikron akan ditempatkan langsung di permukaan jaringan
dalam paru-paru. Pneumokoniosis adalah sekumpulan penyakit yang
disebabkan oleh penimbunan debu-debu di dalam jaringan paru-paru.
Biasanya berupa debu mineral, tergantung dari jenis debu mineral yang
ditimbun, nama penyakitnya pun berbeda-beda, tergantung dari derajat dan
banyaknya debu yang ditimbum didalam paru-paru.
Factor yang mempermudah penyebaran penyakit infeksi ini antara lain
lingkungan kerja yang padat dengan tenaga kerja, gizi buruk, serta tingginya
angka kesakitan penyebab tuberkolusis di masyarakat. Paparan terhadap 12
mg kuarsa/ m
3
dapat menyebabkan penyakit baru terdeteksi dalam 515
tahun. Pekerja yang sering terkena penyakit ini umumnya yang bekerja di
perusahaan yang menghasilkan batu-batu untuk bangunan seperti granit,
keramik, tambang timah putih, tambang besi, tambang batu bara, dan lain lain.
C. Macam macam Penyakit Akibat Debu Mineral
1. Pneumokoniosis
Penyakit terjadi akibat penumpukan debu batubara di paru dan men-
imbulkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Penyakit ini terjadi bila
paparan cukup lama, biasanya setelah pekerja terpapar lebih daii 10
tahun. Berdasarkan gambaran foto toraks dibedakan atas bentuk simple
dan com-plicated. Simple Coal Workers Pneumoconiosis (Simple CWP)
terjadi kare-na inhalasi debu batubara saja. Gejalanya hampir tidak ada;
bila paparan tidak berlanjut maka penyakti ini tidak akan memburuk.
Penyakit ini dapat berkembang menjadi bentuk complicated.
2. Silikosis
a. Silikosis Akut
Penyakit dapat timbul dalam beberapa minggu, bila seseorang
terpapar silika dengan konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit
sangat khas, yaitu gejala sesaic napas yang progesif, demam, batuk
dan penurunan be-rat badan setelah paparan silika konsentrasi tingi
dalam waktu relatif singkat. Lama paparan berkisar antara beberapa
minggu sampai 4 atau 5 tahun. Kelainan faal paru yang timbul adalah
restriksi berat dan hipoksemi disertai penurunan kapasitas di fusi.
Pada foto toraks tampak fibrosis interstisial difus, fibrosis kemuclian
berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan bawah membentuk
djffuse ground glass appearance mirip edema paru.
b. Silikosis Kronik
Kelainan pada penyakit ini mirip dengan pneumokoniosis pekerja
tambang batubara, yaitu terdapat nodul yang biasanya dominan di
lobus atas. Bentuk silikosis kronik paling sering ditemukan, terjadi
setelah paparan 20 sampai 45 tahun oleh kadar debu yang relatif
rendah

c. Silikosis Terakselerasi
Bentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya perjalanan
pen-yakit lebih cepat dari biasanya, menjadi fibrosis masif, sering
terjadi infeksi mikobakterium tipikal atau atipik. Setelah paparan 10
tahun sering terjadi hipoksemi yang berakhir dengan gagal napas.
7. Asbestosis
Penyakit ini terjadi akibat inhalasi debu asbes, menimbulkan
penumokoniosis yang ditandai oleh fibrosis paru. Paparan dapat terjadi di
daerah industri dan tambang, juga bisa timbul pada daerah sekitar pabrik
atau tambang yang udaranya terpolusi oleh debu asbes. Pekerja yang
dapat terkena asbestosis adalah yang bekerja di tambang, penggilingan,
transportasi, pedagang, pekerja kapal dan pekerja penghancur asbes.
8. Anthrakosilikosis
Merupakan pneumokominosis yang disebabkan oleh silika bebas bersama
debu arang batu. Penyakit ini mungkin ditemukan pada tambang batu
bara atau karyawan industri yang menggunakan bahan batu bara jenis
lain. Gejala penyakit ini berupa sesak nafas, bronchitis chronis batuk
dengan dahak hitam (Melanophtys).

D. Prognosis
Prognosis buruk karena meskipun perjalanan penyakit cenderung
melambat setelah berhentinya paparan, akan tetapi gejala-gejala meningkat
saat terjadi koalesensi bayangan.

E. Patogenesis
Debu mineral yang dihirup waktu bernafas dan ditimbun dalam paru
paru biasanya didapat dengan masa inkubasi 2-4 tahun. Gejala penyakit ini
dapat dibedakan pada tingkat ringan sedang dan berat. Pada tingkat Ringan
ditandai dengan batuk kering, pengembangan paru-paru. Pada lansia didapat
hyper resonansi karena emphysema. Pada tingkat sedang terjadi sesak nafas
tidak jarang bronchial, ronchi terdapat basis paru paru. Pada tingkat berat
terjadi sesak napas mengakibatkan cacat total, hypertofi jantung kanan,
kegagalan jantung kanan.

F. Pencegahan
1. Subsituasi
Baik sekali jika dapat dilaksanakan misalnya dalam proses sandblasting
yaitu proses meratakan permukaan logam dengan debu pasir yang
disemprotkan dengan tekanan tinggi diganti dengan bubuk alumina.
2. Mengurangi kadar silika bebas didalam mangan
Caranya adalah dengan ventilasi umum dan lokal. Ventilasi umum antara
lain dengan mengalirkan udara keruang kerja dengan membuka pintu dan
jendela, cara ventilasi lokal atau pompa keluar setempat dimaksudkan
untuk menghisap debu dari ruang kerja keluar.
3. Dianjurkan cara cara kerja ynag memungkinkan berkurangnya debu
udara, misalnya dengan pengeboran basah/ wet drilling.
4. Cara terakhir adalah perlindungan diri para pekerja dengan masker
standar.

G. Nilai Ambang Batas
Menurut WHO 1996 ukuran debu partikel yang membahayakn adalah
berukuran 0,1 5 atau 10 mikron. Depkes mengisaratkan bahwa ukuran debu
yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron.
5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas
3-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah
1-3 mikron sampai dipermukaan alveoli
0,5-0,1 mikron hinggap dipermukaan alveoli/selaput lendir sehingga
menyebabkan vibrosis paru
0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli.


BAB XI
PENYAKIT AKIBAT RADIASI IONISASI

A. Definisi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari
sumber radiasi. Radiasi ionisasi adalah radiasi yang mampu menimbulkan proses
ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan
materi.
Penyakit akibat radiasi ionisasi merupakan penyakit yang terjadi akibat
paparan dari radiasi ionisasi yang berlangsung singkat dengan dosis tinggi ataupu
pajanan dalam waktu lama dengan dosis pajanan yang sedikit yang menimbulkan
berbagai macam kumpulan gangguan kesehatan.

B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan
Menurut sifatnya radiasi pengion dibagi menjadi radiasi ionisasi langsung
dan ionisasi tidak langsung. Radiasi pengion yang dimaksud disini adalah
partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis
radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah
partikel alfa (), partikel beta (), sinar gamma (), sinar-X, partikel neutron.
Radiasi ionisasi akibat kerja dapat terjadi karena adanya hubungan
manusia dengan radiasi di tempat kerja, seperti penyinaran di bidang medis,
jatuhan radioaktif, radiasi yang diperoleh pekerja radiasi di fasilitas nuklir,
radiasi yang berasal dari kegiatan di bidang industri ( radiografi, logging, pabrik
lampu, dsb).



Bahan Kimia Interaksi
Senyawa Nitroso (MNU, DEN, 4NQO) Supraaditif
Promotor tumor (TPA) Supraaditif
Rokok/Tembakau Supraaditif
Vitamin Subaditif
Makanan/Lemak Subaditif dan Supraaditif
Arsenik Supraaditif

Tabel 11.1. Sejumlah agen penting yang berinteraksi dengan radiasi pengion
dalam radiasi

C. Macam macam Penyakit Akibat Radiasi Ionisasi
1. Sindrom sumsum tulang (hematopoietik)
Sindrom sumsum tulang (hematopoietik) jika terpapar 18..................rad
(2.55 Gy) di dalam tubuh. Apabila pasien tidak diterapi dapat terjadi
kematian selama 1530 hari. Kegagalan fungsi sumsum tulang dapat
menyebabkan infeksi, defisiensi imun dan diathesis hemoragika. Fungsi sel
pada saluran gastrointestinal juga mengalami kerusakan. Muntah, diare,
hilangnya cairan dan gangguan barier mukosa sampai terjadinya infeksi
merupakan kontribut kematian.
2. Sindrom gastrointestinal
Sindrom gastrointestinal jika terpapar 19.................... rad (512 Gy) di dalam
tubuh. Apabila pasien tidak diterapi dapat terjadi kematian selama 310 hari.
Gejalanya dapat berupa mual hebat, muntah dan diare, yang menyebabkan dehidrasi
berat.
3. Sindrom cerebrovaskular
Sindroma otak terjadi jika dosis total radiasi sangat tinggi (20...............Gy) dan
selalu berakibat fatal. Gejala awal berupa mual dan muntah, lalu diikuti oleh lelah,
ngantuk dan kadang koma. Gejala ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya
peradangan otak.
4. Gangguan ginjal
Fungsi ginjal bisa menurun dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun setelah penderita
menerima dosis radiasi yang sangat tinggi; juga bisa terjadi anemia dan tekanan
darah tinggi.
5. Tumor ganas
6. Amenore
7. Gangguan gairah seksual
8. Katarak
9. Berkurangnya jumlah sel darah
10. Kelumpuhan
11. Atrofi (pengecilan otot)
12. Mutasi gen
13. Gangguan jantung

D. Prognosis
Prognosis dari penyakit akibat radiasi ionisasi untuk jenis efek genetik
atau non-somatik seperti atrofi, dan mutasi gen adalah buruk karena proses medis
yang dilakukan belum tentu mampu menyembuhkan penyakit. Tapi ada juga
yang memiliki prognosis baik untuk jenis penyakit akibat radiasi ionisasi yaitu
yang memiliki efek segera-somatik berupa sindrom-sindrom tertentu seperti
sindrom gastrointestinal dan juga epilasi serta penurunan sel darah memiliki
prognosis baik karen efek segera-somatik ini dapat dirasakan oleh individu
pekerja dan dapat diamati dalam waktu singfkat sehingga akan lebih cepat dalam
melakukan tindakan medis yang diperlukan.



E. Patogenesis
1. Sindroma neurovaskular
Terjadi setelah pemberian radiasi dengan dosis > 20 Gy dan biasanya
mengakibatkan kematian yang cepat dalam beberapa jam hingga hari akibat
disfungsi sistem kardiovaskular dan sistem syaraf tubuh.
2. Sindroma gastrointestinal
Terjadi setelah pemberian radiasi dengan dosis antara 8 - 12 Gy dan pada
tikus dengan dosis di atas rentang tersebut dapat mengakibatkan kematian
setelah 1 minggu pemberian radiasi. Hal ini terjadi akibat terjadi kerusakan
mukosa traktus gastrointestinalis yang disebabkan oleh hilangnya barrier
dan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
3. Sindroma hematopoetik
Terjadi setelah pemberian dosis antara 2 - 8 Gy pada manusia (3 - 10 Gy
pada tikus) sehingga mengakibatkan kematian sel-sel prekusor di sumsum
tulang. Sindroma ini dapat menyebabkan kematian pada tikus (pada dosis
yang lebih tinggi) setelah 12 - 30 hari pemberian radiasi.

F. Pencegahan
1. Individu pekerja yang memiliki pekerjaan yang berisiko terkena pajanan dari
radiasi ionisasi seharusnya selalu mengguanakan alat pelindung diri ketika
menggunakan alat-alat yang memiliki risiko terjadi proses ionisasi dan selalu
meningkatkan kesadaran dalam bekerja.
2. Proteksi radiasi bertujuan untuk meminimalkan risiko dari radiografi yang
digunakan untuk pemeriksaan diagnostik. Teknik pengawasan keselamatan
radiasi dalam masyarakat umumnya selalu berdasarkan pada konsep dosis
ambang. Setiap dosis seberapa kecilnya akan menyebabkan terjadinya proses
kelainan, tanpa memperhatikan panjangnya waktu pemberian dosis. Karena
tidak adanya dosis ambang ini, maka masalah utama dalam pengawasan
keselamatan radiasi adalah dalam batas dosis tertentu sehingga efek yang
akan ditimbulkannya masih dapat diterima baik olehmasyarakat. Oleh karena
itu, setiap kemungkinan penerimaan dosis oleh pekerja radiasi maupun
anggota masyarakat bukan pekerja radiasi harus diusahakan serendah
mungkin.
3. Melakukan prosedur kerja dengan zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya,
karena sebagian besar radiografer adalah petugas proteksi radiasi (PPR)
maka bertugas untuk melakukan upaya-upaya tindakan proteksi radiasi
dalam rangka meningkatkan kesehatan dan keselamatankerja bagi pekerja
radiasi, pasien dan lingkungan. Evaluasi tindakan proteksi radiasi yang telah
dilakukan merupakan salah satu kemampuan dari petugas proteksi radiasi
termasuk pengujian terhadap efektifitas dan efisiensi tindakan proteksi
sehingga radiografer mampu membuat suatu sistem tindakan proteksi radiasi
yang lebih baik.
Kelainan Kejadian terakhir/10
6

kelahiran
Kasus tambahan/10
6

perkelahiran
Berat 2.500 5-20
Ringan 7.500 1-15
X-linked 400 <1
Resesif 2.500 <1
Kelainan Kongenital 20.000-30.000 10

Tabel 11.2. Perkiraan Efek Genetik dengan dosis 10 mSv per generasi
DAFTAR PUSTAKA


Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2007. Modul Ringkas Keselamatan Kerja Terhadap
Radiasi. Bandung: Pusat Teknologi uklir Bahan dan Radiometri Bidang
Keselamatan dan Kesehatan.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Tatalaksana Penyakit akibat Kerja Bagi
Petugas Kesehatan. Jakarta: Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga.
Kementrian Sumber Daya dan Energi Australia. 2009. Pencemaran Udara,
Kebisingan, dan GetaranPraktik Kerja Unggulan Program pembangunan
Berkelanjutan untuk Industri Pertambangan. Australia: Departemen Sumber
daya, Energi, dan Pariwisata Pemerintah Australia.
Koesyanto, Herry. 2014. Penyakit Akibat Kerja. Semarang: Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Negeri Semarang.
Oktaviani A. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak
Iritan pada Karyawan Pabrik Pengolahan Aki Bekas di Lingkungan Industri
Kecil (LIK) Semarang. Semarang: Skripsi Universitas Diponegoro.
Swamardika, I.B. Alit. 2009. Pengaruh Radiasi Gelombang Elektromagnetik
terhadap Kesehatan Manusia (Suatu Kajian Pustaka). Teknologi Elektro Vol.
8 No.1 Januari - Juni 2009. Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas
Udayana.

Anda mungkin juga menyukai