JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014 BAB I PENYAKIT AKIBAT TEKANAN UDARA
A. Definisi Tekanan udara merupakan tingkat kebasahan udara karena di dalam udara, air selalu terkandung dalam bentuk uap air. Kandungan uap air dalam udara hangat lebih banyak daripada kandungan uap air dalam udara dingin. Tekanan udara juga sering disebut sebagai tenaga yang bekerja untuk menggerakkan massa udara dalam setiap satuan luas tertentu. Tekanan udara diukur dengan menggunakan barometer dan memiliki satuan milibar (mb). Garis yang menghubungkan tempat-tempat dengan tekanan udara yang sama disebut sebagai isobar. Penyakit akibat tekanan udara merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya perubahan tekanan udara yang tidak mapu diantisipasi oleh organ penting tubuh.
B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan Ruang Lingkup dan dari penyakit akibat tekanan udara tergantung dari jenis pekerjaan dari masing-amasing individu, ada yang akibat tekanan udara tinggi maupun tekanan udara rendah. Pekerjaan yang memiliki risiko tinggi adalah jenis pekerjaan yang berhubungan dengan perubahan tekanan udara. Faktor risiko yang berpengaruh pada tingkat keparahan penyakit akibat tekanan udara adalah perubahan tekanan udara yang tiba-tiba, kepekaan individu pekerja, umur dan faktor lainnya. Contoh pekerjaan yang berisiko adalah penyelam, pilot, pelaut, pekerja tambang, pekerja di ketinggian tertentu, pramugara/pramugari, dll.
C. Macam macam Penyakit Akibat Tekanan Udara 1. Gangguan Pendengaran a. Definisi Gangguan pendengaran terjadi karena adanya perubahan tekanan udara yang tidak dapat diantisipasi oleh telinga dalam hal ini yang berperan adalah tuba eustachius. Gangguan pendengaran akibat perubahan tekanan udara disebut barotrauma (adalah keadaan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar telinga tengah yang menyebabkan tuba eustachius gagal untuk membuka). b. Tanda gejala Autofoni Tinitus Vertigo Rasa nyeri dalam telinga Perasaan ada air dalam telinga Kurang pendengaran c. Diagnosis penyakit akibat kerja gangguan pendengaran Diagnosis ditegakkan dengan : 1) Diagnosis klinis gangguan pendengaran akibat perubahan tekanan udara yang tiba-tiba. 2) Menentukan pajanan di tempat kerja. Contohnya menyelam dengan tekanan > 1 atmosfer atau berada pada ketinggian dengan tekanan < 1 atmosfer. 3) Menentukan adanya hubungan pajanan diagnosis klinis. Tuli konduktif dapat saja terjadi karena perubahan udara yang tiba-tiba. 4) Besaran pajanan perubahan tekanan udara yang tiba-tiba diatas atau di bawah 1 atmosfer. 5) Peranan dari faktor individu, apakah terdapat gangguan fungsi tuba falopi sebelumnya (seperti rhinofaringitis, rhinosinusitis). 6) Faktor risiko yang ada di luar pekerjaan 7) Diagnosis PAK yaitu positif atau negatif Barotrauma akibat kerja. 2. Gangguan Keseimbangan a. Definisi Gangguan ini terjadi karena sistem visual, proproseptif dan seistem vestibuler tidak berfungsi dengan baik akibat terjadinya perubahan tekanan udara di sekitar individu pekerja yang terjadi secara tiba-tiba. b. Tanda gejala Vertigo (terasa berputar) Nistagmus (bola matar berputar) Rasa tidak seimbang Merasa melayang Rasa mual dan muntah c. Diagnosis penyakit akibat kerja gangguan keseimbangan Diagnosis ditegakkan dengan melakukan langkah-langkah berikut: 1) Diagnosis klinis gangguan keseimbangan akibat perubahan tekanan udara yang tiba-tiba. 2) Menentukan pajanan di tempat kerja. Contohnya menyelam dengan tekanan > 1 atmosfer atau berada pada ketinggian dengan tekanan < 1 atmosfer. 3) Menentukan adanya hubungan pajanan diagnosis klinis. Gangguan keseimbangan dapat saja terjadi karena perubahan udara yang tiba- tiba. 4) Besaran pajanan perubahan tekanan udara yang tiba-tiba diatas atau di bawah 1 atmosfer. 5) Peranan dari faktor individu, apakah terdapat riwayat genetik pada telinga, serta riwayat minum obat (ototoksik). 6) Faktor risiko yang ada di luar pekerjaan, seperti menyelam sebagai hobi. 7) Diagnosis PAK yaitu positif atau negatif gangguan keseimbangan akibat kerja.
D. Prognosis 1. Gangguan Pendengaran Jenis gangguan pendengaran akibat perubahan tekanan udara secara tiba-tiba adalah tuli konduktif akibat gangguan di telinga tengah yang dapat disembuhkan. 2. Gangguan Keseimbangan Jenis gangguan keseimbangan akibat perubahan tekanan udara adalah gangguan fungsi vestibuler perifer, dapat terjadi unilateral atau bilateral, dan ada kompensasi sentral, sehingga prognosisnya baik bila disiplin melakukan latihan vestibular.
E. Patogenesis 1. Gangguan Pendengaran Terjadi akibat perubahan tekanan udara secara tiba-tiba, menyerang telinga tengah, sehinggga tuba eustachius gagal membuka. 2. Gangguan Keseimbangan Dimulai dari terjadinya gangguan fungsi vestibuler perifer, dapat terjadi unilateral atau bilateral, dan ada kompensasi sentral.
F. Pencegahan 1. Gangguan Pendengaran Pencegahan dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang teknik equalizer (penyeimbangan tekanan telinga luar dan tengah). Ketika dalam keadaan sakit seperti common cold, rhinofaringitis, rhinitis, yang menimbulkan sumbatan pada tuba eustachius, sebelum bekerja harus minum dekongestan yang tidak memiliki efek sedasi. 2. Gangguan keseimbangan Pencegahan dengan melakuykan edukasi kepada pekerja tentang cara kerja yang benar sesuai standar operating prosedure (SOP). Dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala
BAB II PENYAKIT AKIBAT RADIASI ELEKTROMAGNETIK
A. Definisi Radiasi elektromagnetik disini disebut juga sebagai radiasi pengion, yaitu partikel yang mampu menghasilkan ion-ion sepanjang lintasan di dalam bahan, sebagai contoh sinar-, sinar-, sinar-x, dan neutron. Alat atau zat radioaktif yang dapat memancarkan bahan tersebut disebut sebagai sumberr radiasi. Zat radioaktif sendiri merupakan suatu zat yang menggandung satu atau lebih radionuklida yang aktivitasnya atau kadarnya tidak dapat diabaikan dari segi proteksi radiasi. Penyakit akibat gangguan radiasi elektromagnetik merupakan gangguan fisiologis dengan tanda dan gejala neurologis maupun kepekaan, berupa berbagai gejala dan keluhan.Umumnya gangguan-gangguan tersebut muncul akibat radiasi dari jaringan listrik tegangan tinggi atau ekstra tinggi, peralatan elektronik di rumah, di kantor maupun industri, termasuk telephone seluler maupun microwave oven.
B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan Radiasi merupakan salah satu dampak dari proses radioaktif dimana di dalamnya terdapat reaksi-reaksi kimi, seperti reaksi fisi dan fusi. Oleh karena itu, radiasi-radiasi yang ditimbulkan oleh proses radioaktif tersebut berdampak dalam kehidupan kita sehari-hari. Penyakit akibat radiasi elektromagnetik dapat terjadi pada pekerja yang berisiko tinggi yaitu pekerja yang bekerja dengan menggunakan sumber radiasi atau di area radiasi baik di bidang perindustrian, pertanian, kedokteran dan kesehatan, dll. Radiasi pengion di tempat kerja akan semakin meningkatkan risiko kemungkinan terkena kanker mematikan pada individu pekerja yang memiliki kegiatan dalam kehidupan seharinya yaitu : Merokok sebanyak 1.4 batang rokok (kanker paru) Memakan 40 sendok makan mentega (serangan jantung) Tinggal dua hari di kota Jakarta (polusi udara) Mengendarai mobil sejauh 65 km (kecelakaan) Terbang sejauh 4200 km dengan pesawat jet (kecelakaan) Menerima dosis radiasi sebesar 10 mrem (kanker)
C. Macam macam Penyakit Akibat Radiasi Elektomagnetik 1. Penyakit radiasi dengan efek biologik Penyakit ini muncul akibat efek yang kemunculannya kurang dari satu tahun sejak terjadinya penyinaran. Penyinaran akut melibatkan radiasi dosis tinggi. 2. Penyakit radiasi dengan efek tertunda Penyakit radiasi ini muncul dikarenakan penyinaran oleh radiasi dosis rendah namun berlangsung terus menerus ( kronis). Penyinaran jenis ini biasanya tidak segera menampakkan efeknya. 3. Penyakit radiasi dengan efek stokastik Efek stokastik berkaitan dengan paparan dosis rendah yang dapat muncul pada manusia dalam bentuk kanker ( kerusakan somatik ) atau cacat pada keturunan (keruskan genetik). Jadi sekecil apapun dosis radiasi yang diterima tubuh ada kemungkinan akan menimbulkan kerusakan sel somatik maupun genetik. 4. Penyakit radiasi dengan efek deterministik Efek deterministik berkaitan dengan paparan dosis radiasi tinggi yang kemunculannya dapat langsung dilihat atau dirasakan oleh individu yang terkena radiasi. Efek muncul seketika hingga beberapa minggu setelah penyinaran.
D. Prognosis Jenis penyakit akibat radiasi elektromagnetik adalah gangguan pada sistem molekuler tubuh pekerja akibat pajanan radiasi. Prognosis akan baik apabila pajanan radiasi sesuai dengan nilai batas dosis radiasi dan dilakukan diagnosis sedini mungkin.
E. Patogenesis Gelombang elektromagnetik dapat menembus bahan, dengan daya tembus sangat besar dan digunakan dalam radiografi. Makin tinggi tegangan tabung (besarnya KV) yang digunakan, makin besar daya tembusnya. Makin rendah berat atom atau kepadatan suatu benda, makin besar daya tembus sinarnya. Apabila berkas gelombang elektromagnetik melalui suatu bahan atau zat, maka berkas tersebut akan bertebaran ke segala jurusan, menimbulkan radiasi sekunder ( radiasi hambur ) pada bahan/zat yang dilaluinya.
F. Pencegahan Individu pekerja dapat melakukan berbagai tindakan pencegahan seperti : a. Kurangi waktu berada di sekitar sumber radiasi b. Dosis radiasi yang diterima akan berkurang dengan sesingkat mungkin berada dekat dengan sumber radiasi. Minimalkan waktu bekerja maka akan meminimalkan dosis radiasi yang diterima. c. Posisikan diri sejauh mungkin dari sumber radiasi d. Menjauhkan sumber radiasi dengan faktor waktu dapat menurunkan intensitasnya menjadi seperempat dan ketika menjauhkan jarak sumber radiasi dengan faktor jarak akan menurunkan intensitasnya menjadi sepersembilannya. Untuk memindahkan atau mengambil sumber radiasi dapat menggunakan bantuan tongkat penjepit panjang, rak tabung ataupun baki, apapun yang mampu mengurangi intensitas paparan radiasi. e. Menjauhkan sumber radiasi dengan faktor waktu dapat f. Guanakan perisai yang sesuai Gunakanlah perisai yang sesuai saat melakukan pekerjaan yang bersinggungan dengan radiasi. Pilihlah perisai yang dapat menurunkan secara eksponential paparan radiasi gamma dan menghalangi hampir semua radiasi beta.
Nilai batas dosis (NBD) pajanan radiasi tahunan di tempat kerja yaitu
BAB III ASMA AKIBAT KERJA
A. Definisi Asma merupakan penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Asma akibat kerja adalah asma yang disebabkan atau diperburuk akibat situasi di tempat kerja dan tidak terjadi akibat adanya rangsanga dari luar tempat kerja, dan biasanya ditandai dengan gangguan aliran nafas dan hiperaktiviti bronkus. Tanda dan gejala asma akibat kerja serupa dengan asma jenis lainnya, antara lain yaitu adanya desah, batuk, sesak napas, dada sesak, serta gejala penyerta seperti pilek, iritasi hidung, dan iritasi mata.
B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan Asma akibat kerja dapat menyerang pekerja dengan risiko yang tinggi. Penderita asma akibat kerja meningkat seiring dengan meningkatnya bidang industri. Asma akibat kerja bisa terjadi melalui mekanisme imunologia maupun non imunologis. Pekerja dengan risiko tinggi terkena asma akibat kerja antara lain : 1. Pekerja kesehatan dan pelayanan sosial yang menggunakan sarung tangan lateks dan terkena deterjen 2. Tukang pipa yang menangani perekat dan busa insulasi 3. Pekerca cuci yang melakukan kontak dengan deterjen 4. Pekerja cat semprot terkena senyawa yang disebut diisosianat yang terkandung dalam cat 5. Pekerja makanan dan industri tembakau yang terpapar protein tertentu 6. Penata rambut yang menangani bahan kimia yang digunakan untuk memutihkan 7. Pekerja kecantikan kuku yang menggunakan lem
C. Macam macam Asma Kerja Berdasarkan masa latennya, asma akibat kerja dibedakan menjadi : 1. Asma akibat kerja dengan masa laten Asma jenis ini terjadi melalui mekanisme imunologis. Pada kelompok ini terdapat masa laten yaitu masa sejak awal pajanan sampai timbul gejala. Asma jenis ini biasanya terdapat pada orang yang sudah tersensitisasi yang bila terkena lagi dengan bahan tersebut maka akan menimbulkan asma. 2. Asma akibat kerja tanpa masa laten Asma jenis ini timbul setelah pajanan dengan bahan ditempat kerja dengan kadar tinggi dan tidak terlalu dihubungkan dengan mekanisme imunologis atau disebut sebagai Irritant induced asthma atau Reactive Airways dysfunction Syndrome(RADS). RADS didefinisikan asma yang timbul dalam 24 jam setelah satu kali pajanan dengan bahan iritan konsentrasi tinggi seperti gas, asap yang menetap sedikitnya dalam 3 bulan.
D. Prognosis Jenis asma yang beragam baik yang berhubungan dengan warisan sifat- sifat (genetika) atau karena zat-zat di lingkungan kerja yang terakumulasi dari waktu ke waktu. Prognosis baik apabila dilakukan dignosis dan pengobatan asma akibat kerja tersebut sedini mungkin.
E. Patogenesis Agen sensisitas merangsang produksi immunoglobulin spesifik pada individu yang rentan (hipersensitivitas tipe I). Alergen seperti debu padi padian produk binatang, protein serangga, dll biasanya mencetuskan reaksi asmatik segera ( beberapa menit 30 menit) reaksi lambat ( 4-8 jam setelah paparan ). Zat dengan berat molekul kecil dapat bekerja sebagai hapten dan membentuk alergen lengkap yang menyebabkan gejala serupa asma. Mekanisme non imunologis dapat ikut berperan misal dengan pelepasan histamin dari sel mast. Reaksi yang mirip asma juga dapat disebabkan oleh paparan terhadap debu inert dalam kadar tinggi (individu dengan peningkatan reaktifitas bronkus non spesifik).
F. Pencegahan 1. Pihak Perusahaan Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik tenaga kerja yang akan diterima maupun yang akan dipindahkan, sesuai dengan sifat pekerjaan yang akan diberikan kepada pekerja. Memeriksakan kesehatan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya secara berkala (periodik) pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan (disahkan) oleh Direktur. Substitusi Yang dimaksud di sini yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya atau kurang berbahaya. Sebagai contoh adalah serat asbes yang dapat menimbulkan asbestosis, kanker paru dan mesotelioma, digantikan oleh serat buatan manusia. Contoh lain adalah debu silika yang diganti dengan alumina. Modifikasi proses produksi untuk mengurangi pajanan sampai tingkat yang aman. Metode basah Melakukan proses produksi dengan cara membasahi tempat produksi sehingga tidak menghasilkan debu dengan kadar yang tinggi. Mengisolasi proses produksi Bila bahan yang berbahaya tidak dapat dihilangkan, pajanan terhadap pekerja dapat dihindari dengan mengisolasi proses produksi. Teknik ini telah digunakan dalam menangani bahan radioaktif dan karsinogen, dan juga telah berhasil digunakan untuk mencegah asma kerja akibat pemakaian isosianat dan enzim proteolitik. Ventilasi keluar. Ketika proses isolasi produksi tidak dapat dilakukan, maka masih ada kemungkinan untuk mengurangi bahan pajanan dengan ventilasi keluar. Metode ventilasi keluar telah berhasil digunakan untuk mengurangi kadar debu di industri batubara dan asbes. 2. Pihak Individu Pekerja Menghindari apapun di tempat kerja yang dapat memicu asma Menggunakan Alat Pelindung Diri Gunakan respirator pada saat bekerja. Respirator merupakan suatu masker yang menggunakan filter sehingga dapat membersihkan udara yang dihisap. Ada 2 macam respirator, yaitu half-face respirator (berfungsi hanya sebagai penyaring udara) dan full-face respirator (sekaligus berfungsi sebagai pelindung mata). Pemakaian respirator merupakan usaha terakhir. Untuk menggunakan respirator, seseorang harus melalui evaluasi secara medis. Hal ini penting karena respirator tidak selalu aman bagi setiap orang. Pemakaian respirator dapat berakibat jantung dan paru bekerja lebih keras sehingga pemakaian respirator dapat menjadi tidak aman bagi penderita asma, gangguan jantung atau orang yang mempunyai masalah dengan saluran napasnya. BAB IV GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING
A. Definisi Gangguan pendengaran akibat bising disebut juga sebagai Noise Induced Hearing Loss (NIHL) merupakan adanya penurunan pendengaran atau tuli akibat pajanan bising yang melebihi nilai ambang batas (NAB) di lingkungan kerja dari individu pekerja. Tuli akibat bising merupakan jenis sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis. Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian. Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara berkala. Bising yang intensitasnya 85 desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua telinga.
B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan berbagai macam derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami ketulian akibat terpapar bunyi yang keras pada tempat kerjanya. Sedangkan Sataloff dan Sataloff ( 1987 ) mendapati sebanyak 35 juta orang Amerika menderita ketulian dan 8 juta orang diantaranya merupakan tuli akibat kerja. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian adalah bising, frekuensi, lama pajanan perhari, masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian. Biasanya bising di dalam dunia industri tidaklah muncul sebagai faktor pajanan tunggal, tetapi tidak juga dipengaruhi oleh pajanan lain. Ada 2 faktor yang terkait dengan kebisingan di tempat kerja yaitu faktor internal (usia, aterosklerosis, hipertensi, gangguan telinga tengah dan proses penuaan) dan faktor eksternal (suhu abnormal, getaran, obat atau zat ototoksik). Jenis pekerjaan yang berisiko terkena gangguan pendengaran akibat bising antara lain konstruksi (pekerja bangunan, dll), pertambangan (pekerja pengeboran minyak, pekerja tambang, dll), transportasi (supir angkutan umum/truk, petugas di lapangan terbang), industri manufaktur (pekerja industri garmen, tekstil, sepatu, elektronik, otomotif, dll), laundry, katering, dll.
C. Macam-macam Gangguan Pendengaran Akibat Bising 1. Trauma Akustik Trauma akustik berhubungan dengan efek pemaparan tunggal atau pemaparan yang jarang, biasanya pada peledakan-peladakan alamiah. Selama terjadinya pemaparan jenis ini intensitas suara yang ekstrim mencapai telinga bagian dalam dan dapat menyebabkan struktur pada telinga bagian dalam melampaui batas fisiologis dengan rusaknya gendang telinga dan sel-sel bulu rambut. Akibat ini pada akhirnya secara keseluruhan merusak organ Corti yang mungkin membutuhkan waktu beberapa bulan untuk kembali menstabilkannya.
2. Tuli Sementara Selama waktu pemaparan pendek dan dalam interval waktu yang lama maka tidak akan menyebabkan efek permanen. Sebaliknya jika terpapar kebisingan yang menyebabkan tuli sementara secara berulang-ulang dalam waktu yang cepat, akan menyebabkan kerusakan pendengaran yang permanen. Pada umumnya hal ini terjadi pada tingkat pemaparan kebisingan di atas 90 dB. 3. Tuli Permanen Tuli permanen adalah terjadinya kerusakan pendengaran yang sudah tidak dapat pulih atau disembuhkan kembali. Selain terjadi secara alami yang disebabkan oleh faktor usia, penurunan pendengaran juga akan terjadi apabila terus-menerus terpapar pada intensitas kebisingan yang tinggi. Tuli sementara setelah terpapar bising, dan kemungkinan terjadinya Tinitus, biasanya merupakan tanda-tanda terjadinya kerusakan pendengaran.
D. Diagnosis gangguan Pendengaran Akibat Bising di Tempat Kerja Diagnosis dapat ditegakkan dengan langkah-langkah berikut : 1. Diagnosis klinis tuli sensorineurinal. 2. Menentukan adanya pajanan di tempat kerja yaitu bising dan pajanan lain yang dapat mempengaruhi. 3. Menentukan adanya hubungan pajanan dengan diagnosis klinis; bising dapat menyebabkan tuli sensorineurinal. 4. Menentukan besaran pajanan bising > 85 dB, 8 jam sehari, 40 jam seminggu (di atas NAB) 5. Peranan faktor individu: riwayat genetik pada telinga, riwayat minum obat (ototoksik), penyakit kronik lainnya, dll. 6. Faktor risiko di luar pekerjaan: hobi mendengarkan musik keras, menembak, dll. 7. Diagnosis penyakit akibat kerja: penurunan pendengaran akibat bising di tempat kerja (Noise Induced Hearing Loss). E. Gejala Gangguan Akibat Bising 1. Tinitus (telinga berdenging) 2. Sukar menangkap percakapan 3. Penurunan pendengaran
F. Prognosis Prognosis dari gangguan pendengaran akibat bising adalah buruk. Hal tersebut dikarenakan jenis gangguan pendengaran atau ketulian akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan.
G. Patogenesis Gangguan pendengaran yang disebabkan bising timbul setelah bertahun tahun paparan. Kecepatan kemunduran tergantung pada tingkat bising, komponen impulsive dan lamanya paparan serta pada kepekaan individual yang sifatnya tetap tidak diketahui. Selama terjadinya pemaparan jenis ini intensitas suara yang ekstrim mencapai telinga bagian dalam dan dapat menyebabkan struktur pada telinga bagian dalam melampaui batas fisiologis dengan rusaknya gendang telinga dan sel-sel bulu rambut. Akibat ini pada akhirnya secara keseluruhan merusak organ Corti.
H. Pencegahan 1. Rekayasa enginering Yaitu dengan mengusahakan agar di lingkungan kerja kebisingan di bawah 85 dB, bisa dengan cara meredam sumber bunyi yang berasal dari generator diesel, mesin tenun, mesin pengecoran baja, kilang minyak atau bising yang ditimbulkan oleh aktivitas pekerja seperti penempaan logam.
2. Administrasi Dilakukan dengan menghindarkan pekerja dari sumber bising dengan melakukan rotasi jam kerja. OSHA (Occupational safety and Health Administration) membuat peraturan yang dikenal sebgai hukum 5dB. Apabila intensitas bising meningkat 5 dB, maka waktu pajanan yang diperkenankan harus dikurangi separuhnya.
Intensitas dan waktu pajanan bising yang diperkenankan/ Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu :
3. Individu Pekerja Individu pekerja dapat melakukan tindakan pencegahan dengan turut serta aktif dalam berbagai program yang diadakan oleh perusahaan seperti Program Konservasi Pendengaran (PKP), sebagai berikut: a. Identifikasi sumber bising b. Pengukuran dan analisis kebisingan (SLM, Octave Band Analyzer) c. Pengendalian bising dalam bentuk kontol engineering dan kontrol administrasi d. Melakukan tes audiometri secara berkala e. Mengikuti pelatihan KIE f. Menggunakan APD berupa sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet). g. Melakukan pencatatan rutin BAB V PENYAKIT AKIBAT DEBU LOGAM KERAS
A. Definisi Penyakit akibat debu logam keras merupakan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh pencemaran debu logam seperti Hg, Pb, Mn, Cd, Be, Arsen, dll yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap sehingga menimbulkan gangguan kesehatan.
B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan Debu dalam industri ukurannya sangat bervariasi, dengan ukuran halus mendominasi yang lain, dan dapat memasuki tubuh lewat inhalasi, ingesti, dan kulit. Luasnya permukaan paru yang dapat menyerap debu (luas paru-paru orang de-wasa = 55-75 m2, dan kulit 2 m2) sedangkan luas permukaan debu semakin besar dengan semakin halusnya ukuran debu. Misal 1 cm 3 quartz murni bila ditumbuk halus, menjadi ukuran 1 mikron, maka terbentuk debu sebanyak 1012, dengan luas permukaan 6 m 2 dibanding dengan asalnya 6 cm 2 . Volume benda padat yang dihaluskan (akibat proses industry) akan ber-tambah, karena, adanya celah di antara partikel di dalam massa. Misalnya, konsentrasi debu di udara sebesar 50 mppcf berasal dari 1 cm 3 , zat yang dihaluskan men-jadi ukuran 1 mikron, di udara akan, memenuhi volume 20.000 ft 3 . Efek debu terhadap kesehatan perkerja di industri bervariasi tergantung jenis, sifat kimia-fisika debu di lingkungan tempat kerja. Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh logam-logam keras adalah kawasan industri, sebagai contoh kawasan industri tambang, industri pabrik asbes, pabrik tempat penyulingan, industri kimia, dll.
C. Macam macam Penyakit Akibat Debu Logam Keras 1. Bronkopulmonar Pada bronkitis industri atau bronkitis kronik foto toraks dapat normal, atau menunjukkan peningkatan corakan bronkopulmonar terutama di lobus bawah. Pada awal penyakit pemeriksaan faal paru tidak menunjukkan kelainan. Karena meningkatnya resistensi pemapasan, pada stadium lanjut terjadi obsiruksi saluran napas yang tepat menjadi ireversibel. 2. Kanker Paru Ada 2 stadium terjadinya kanker karena bahan karsinogen. Pertama adalah induksi DNA sel target oleh bahan karsinogen sehingga menimbulkan mutasi sel, kemudian terjadi pening-katan multiplikasi sel yang merupakan manifestasi penyakit. Zat yang bersifat karsinogen dan dapat menimbulkan kanker paru antara lain adalah asbes, uranium, gas mustard, arsen, nikel, khrom, khlor metil eter, pembakaran arang, kalsium kiorida dan zat radioaktif serta tar batubara. Pekerja yang berhubungan dengan zat-zat tersebut dapat menderita kanker paru setelah paparan yang lama, yaitu antara 15-25 tahun.
D. Prognosis Apabila telah timbul obstruksi yang ireversibel, penyakit akan berjalan secara lambat dan progresif maka prognosis buruk karena bersifat kronik dan ireversibel. Apabila obstruksi bersifat reversibel dan mendapat diagnosis dini, prognosisnya baik.
E. Patogenesis Debu logam yang berukuran antara 5-10 mikron bila terhisap akan tertahan dan tertimbun pada saluran napas bagian atas; yang berukuran antara 3-5 mikron terta-han dan tertimbun pada saluran napas tengah. Partikel debu dengan ukuran 1-3 mikron disebut debu respirabel merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai dari bionkiolus terminalis sampai alveoli. Debu yang ukurannya kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap di alveoli, debu yang ukurannya an-tara 0,1-0,5 mikron berdifusi dengan gerak Brown keluar masuk alveoli; bila mem-bentur alveoli ia dapat tertimbun di situ.
F. Nilai Ambang Batas Batas debu respirabel adalah 5 mikron, tetapi debu dengan ukuran 5-10 mikron dengan kadar berbeda dapat masuk ke dalam alveoli. Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron akan dikeluarkan semuanya bila jumlahnya kurang dari 10 partikel per miimeter kubik udara. Bila jumlahnya 1.000 partikel per milimeter kubik udara, maka 10% dari jumlah itu akan ditimbun dalam paru.
G. Pencegahan 1. Subtitusi Pengantian/perubahan proses, yaitu mengganti abrasive blasting kering dengan blasting basah 2. Isolasi Isolasi yang dimaksud disini adalah mengisolir tempat atau ruangan-ruangan yang mengandung kosentrasi debu dari para pekerja atau tidak kontak langsung kosentrasi debu tersebut, cukup dilakukan dengan mengontrol dari luar atau tempat lain. 3. J aga J arak atau menggunakan pelindung (antara pekerja dg bahan kosentrasi de-bu) Pemagaran seluruh mesin Menutup titik- titik daerah penyebar debu dari ban berjalan/conveyors Memasang tirai pelindung proses operasi abrasive blasting
4. Ventilasi Industri Penerapan sistem ventilasi industri berkaitan dengan ; sistem pabrik, perbedaan pemakaian bahan baku, perbedaan proses, perbedaaan senyawa kimia karena penggunaan bahan kimia. Karena banyaknya variasi pencemar antara satu pabrik dengan pabrik lain maka banyak pula, berbagai macam ventilasi yang digunakan di industri antara lain, seperti ; ventilasi sistem pengenceran, ventilasi pengeluaran setempat, ventilasi sistem tertutup, ventilasi kenyamanan dan lain- lain sebagainya
BAB VI PENYAKIT INFEKSI DAN PARASIT
A. Definisi Penyakit infeksi dan parasit adalah suatu penyakit atau gangguan kesehatan yang disebkan oleh paparan terhadap miktroorganisme dan parasit infektif hidup serta produk toksiknya terjadi pada berbagai pekerjaan. Agen penyebab infektif dan parasit contohnya seperti virus (hepatitis virus, rabies, virus newcastle), riketsia dan klamidia (ornitosis, demam Q, riketsiosis), bakteri ( antraks leptuspirosis, tetanus, tuberkulosis, tularemia). Jamur (kandidiasis, histoplasmosis, kokidiomikosis), protozoa (liesmaniasis, malaria, tripanosomiasis), cacing (cacing tambang, cacing pita, skitosomiasis).
B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan Pekerjaan yang berisiko bagi pekerjanya untuk terserang penyakit infeksi dan parasit adalah pekerja pertanian, tempat kerja tertentu di negara beriklim panas dan belum maju, rumah sakit, laboratorium, klinik, ruang otopsi, pekerja yang berhubungan dengan penangananbinatang dan produk- prouknya, pekerja lapangan yang kemungkinan berkontak dengan tinja binatang.
C. Macam macam Penyakit Infeksi dan Parasit 1. Virus Penyakit yang disebabkan virus antara lain adalah hepatitis virus, penyakit virus Newcastle dan rabies. 2. Klamidia dan riketsia Contohnya adalah ornitosis, demam Q, dan riketsiosis.
3. Bakteri Penyakit yang disebabkan oleh bakteri misalnya antraks bruselosis, erisipeloid, leptospirosis, tetanus, tuberkulosis, tularemia dan sepsis luka. 4. Jamur Penyakit penyakit seperti kandidiasis, dermatofitosis kulit dan membran mukosa, kokidiomikosis dan histoplamosis. 5. Protozoa Penyakit yang disebebkan protozoa antara lain adalah leismaniasis, malaria dan tripanosomiasis. 6. Cacing Salah satu penyakit yang disebabkan oleh cacing adalah skitosomiasis.
D. Prognosis Agen penyakit tadi menginfeksi orang orng yang tidak kebal atau tidak resisten berkontak dengan suatu agen infektif. Ada beberapa agen penyakit yang dapat menembus kulit utuh seperti antraks, bruselosis, leptospirosis, sskitstosomiasis dan tularemia. Penyakit seperti erisipeloid, rabies, sepsis, tetanus dan hepatitis virus B hanya dapat menembus kulit yang rusak. Ada juga patogen protozoa yang masuk dalam tubuh dengan bantuan serangga, inhalasi percikan (droplet), spora atau debu tercemar bahkan makanan dan minuman tercemar.
E. Pencegahan Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit akibat infeksi dan parasit antara lain : 1. Pemeriksaan Kesehatan Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan ada 2 macam yaitu pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan dan pemeriksaan berkala. Pemeriksaan sebelum penempatan antara lain adalah pemeriksaan riwayat medis dan pemeriksaan fisik. Sedangkan pemeriksaan berkala yaitu pemeriksaan sama dengan pemeriksaan sebelum penempatan hanya saja dilakukan rutin setiap setahun sekali. Namun pada pekerja kesehatan dan laboratorium diperiksa 6 bulan sekali karena risiko terpapar dengan agen lebih sering. 2. Pengendalian Lingkungan Cara pencegahan melalui pengendalian lingkungan antara lain : penyemprotan insektisida, ikan pemangsa, imunisasi hewan (imunisasi pada sapi dan hewan domestik untuk mengurangi risiko bruselosis dan rabies), penekanan debu untuk mencegah antraks dan ornitosis dengan cara dibuatkan ventilasi pengeluaran udara karena enyakit penyakit tadi ditulrkan lewat udara. 3. Pendidikan kesehatan Pemberian penidikan kesehatan pada semua pekerja yang terpapar tentang sifat-sifat penyakit infeksi dan parasit di tempat kerja dan daerah mereka. 4. Vaksin Pemberian vaksin tetanus pada pekerjaan sektor pertanian, vaksin BCG, vaksin rabies, vaksin vaksin tifus, demam Q, dll. 5. Penggunaan APD Penggunaan APD yang wajib oleh pekerja harus diterapkan seperti pemakaian sarung tangan, krem pelindungdan pakaian pelindung khusus yang digunakan pelayanan kesehatan dan petugas laboratorium.
F. Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk bakteri, penyakit infeksi tidak akan muncul apabila bateri < 700 koloni/m 3 udara dan bebas dari kuman patogen. BAB VII PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA
A. Definisi Penyakit kulit akibat kerja merupakan kelainan kulit yang ditimbulkan akibat kontak dengan bahan-bahan yang berhubungan dengan pekerjaan, lingkungan dan tempat kerja.
B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan Presentasi dermatosis akibat kerja dari seluruh penyakit-penyakit akibat kerja sekitar 50%-60%, maka dari itu penyakit tersebut perlu mendapatkan penyakit yang cukup. Ciri dari dermatosis itu sendiri adalah kulit mengelupas, berwarna kemerahan disertai rasa gatal. Pekerjaan yang berisiko terkena dermatosis akibat kerja adalah seluruh jenis kawasan industri dapat berisiko terkena dermatosis tergantung pada kenbersihan individu pekerja, seperti; pekerja pertanian, pekerja produksi bahan bangunan, penyepuh elektrik, pekerja produksi plastik yang diisi gelas, tukang cat, pekerja pada industri rekayasa, petugas kesehatan, pedagang binatang, tukang daging, dll.
C. Macam macam Penyakit Kulit Akibat Kerja 1. Dermatitis Kontak Iritan Primer Jenis ini paling sering ditemukan. Seperti kebanyakan dermatosis lainnya, penyebabnya tidak mudah dikenali. 2. Dermatitis Kontak alergi Dermatitis kontak alergi baik akut maupun kronis mempunyai ciri-ciri klinis yang sama dengan ekzema bukan akibat kerja.
3. Jerawat Akibat Kerja (Acne) Hampir mirip dengan jenis jerawat pada umumnya, akan tetapi jerawat akibat kerja dapat ditemukan pada bagian yang kontak dengan agen. 4. Dermatitis Solaris Akut Sering ditemukan akibat zat-zat fotodinamik yang ditemukan dalam pekerjaan tersebut.
D. Prognosis Penyakit kulit akibat kerja untuk jenis-jenis di atas dapat ditangani dengan terapi farmakologis jika diagnosis ditegakkan secara cepat dan dini.
E. Patogenesis Pekerja yang terpapar agen fisik, kimia maupun biologik dan berkontak langsung akan berisiko terken dermatitis kontak iritan, akne, dan diinduksi radiasi bervariasi sesuai derajat paparannya dan dapat menyembuh jika agen penyebab dijauhkan. Orangorang dengan atopi (ekzema dan penyakit kulit alergi lain dan penyakit alergi pada orang lain), penyakit kronik lain termasuk hiperhidrosis, akan lebih rentan daripada yang lain.
F. Pencegahan Pencegahan dermatosis akibat kerja dapat dilakukan antara lain sebagai berikut : 1. Penilaian bahan-bahan yang akan digunakan di perusahaan 2. Mengganti bahan-bahan yang berbahaya dengan tidak berbahaya 3. Pendidikan 4. Hygine personal dan perusahaan - Kontak kulit dengan agen penyebab hendaknya dibatasi dengan pengendalian teknologi - Eliminasi kontak kulit dengan bahan penyebab - Penyediaan fasilitas dasar seperti APD 5. Alat Pelindung Diri (APD) Penggunaan diharuskan selama jam kerja. APD berupa pakaian pelindung seperti apron, sarung tangan, topeng wajah. 6. Pemeriksaan pra kerja
BAB VIII PENYAKIT AKIBAT UDARA MAMPAT
A. Definisi Penyakit udara mampat adalah penyakit yang disebabkan adanya udara pada tekanan yang lebih tinggi daripada tekanan permukaan laut di tempat kerja.
B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan Beberapa pekerja yang kemungkinan besar terpapar udara mampat antara lain pekerja dalam terowongan udara mampat dan operasi caisson, dan yang berisiko paling besar adalah para penyelam.
C. Macam macam Penyakit Akibat Udara Mampat 1. Barotrauma telinga tengah dan sinus Merupakan masalah kesehatan dimana tuba eustakius tersumbat karena berbagai alasan sehingga tekanan udara dalam telinga tengah tidak dapat seimbang dengan tekanan udara di sekitar tubuh, akibatnya gendag telinga dapat rusak atau ruptur. 2. Paru-paru meletus dengan embolisme udara otak Terjadi jika ada sumbatan trakea atau suatu segmen bronkiopolmonardan bila tekanan alveolus meninggi sampai 10,8 kPa (80 mmHg) diatas tekanan intrapleura, paru-paru dapat meletus. 3. Sakit dekompresi Ada dua jenis sakit dekompresi, yaitu : a. Tipe I Gejala hanya nyeri biasa pada otot dan tandon esemik (dekat persendian)
b. Tipe II Terjadi trauma pada medula spinalis dan otal, gangguan telinga tengah, gangguan paru dan syok sakit dekompresi. 4. Osteonekrosis disbarik Tanda radiografik paling dini pada penyakit ini tampak setelah 3-4 bulan setelah suatu dekompresi yang kurang baik, suatu episode dekompresi yang tidak tepat dapat mencetuskan kerusakan satu atau lebih sendi.
D. Prognosis Ada dua efek yang disebabkan oleh adanya udara yang mampat yaitu efek mekanis dan efek fisiologis. Penyebab utamanya adalah adanya perbedaan tekanan antara kedua sisi membran timpani dan adanya pembentukan gelembunggelembung nitrogen dalam darah. Pada tekanan atmosfer normal, 12 ml nitrogen larut dalam 1 liter darah. Pada tekanan 196 kPa, kadar nitrogen dalam darah adalah sekitar 22 m/liter, dan pada 390 kPa sekitar 39 ml/liter. Jika tekanan atmosfer terlalu cepat, nitrogen yang terlalrut dalam darah akan membentuk gelembung dalam darah dan jaringan, hal itu menyebabkan terganggunya sirkulasi dan jaringan setempat.
E. Pencegahan Satu satunya pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mematuhi praktek kerja dekompresi yang dianjurkan. Penyakit akibat udara mampat di tempat kerja pada pekerja dibatasi tekanan maksimum 330 kPa di tempat kerja.
BAB IX PENYAKIT AKIBAT GETARAN
A. Definisi Getaran merupakan efek suatu sumber yang memakai satuan ukuran hertz (Depkes, 2003:21). Getaran (vibrasi adalah suatu faktor fisik yang menjalar ke tubuh manusia, mulai dari tangan sampai keseluruh tubuh turut bergetar (oscilation) akibat getaran peralatan mekanis yang dipergunakan dalam tempat kerja (Emil Salim, 2002:253). Penyakit akibat getaran merupakan berbagai penyakit yang muncul dikarenakan gejala-gejala yang muncul sebagai akibat dari lamanya getaran yang diterima di lingkungan kerja.
B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan Ada 2 jenis getaran, yaitu getaran seluruh tubuh (Whole Body Vibration) adalah suatu getaran yangterjadi karena adanya kontak antara tubuh (seluruh tubuh) dengan permukaan yang bergetar. Biasanya frekuensi getaran antara 5-20 Hz, contohnya : pengemudi traktor (kontak tubuh dengan tempat duduk traktor), bus, helikopter, atu bahkan kapal. Kedua, getaran pada bagian tubuh tertentu (Partial Body Vibration) adalah getaran yang terjadi pada bagian-bagian tubuh tertentu seperti tangan/ kaki yang kontak dengan permukaan yang sedang bergetar. Biasanya frekuensinya antara 20-500 Hz dan frekuensi paling bahaya adalah 128 Hz, contohnya : pekerja memakai gergaji listrik, supir bajaj, operator gergaki rantai, tukang potong rumput, gerinda, penempa palu.
C. Alat Pengukur Getaran 1. Vibration meter Vibration meter biasanya bentuknya kecil dan ringan sehingga mudah dibawa dan dioperasikan dengan battery serta dapat mengambil data getaran pada suatu mesin dengan cepat. Pada umumnya terdiri dari sebuah probe, kabel dan meter untuk menampilkan harga getaran. Alat ini juga dilengkapidengan switch selector untuk memilih parameter getaran yang akan diukur. 2. Vibration analyzer Alat ini mempunyai kemampuan untuk mengukur amplitude dan frekuensi getaran yang akan dianalisa. Karena biasanya sebuah mesin mempunyai lebih dari satu frekuensi getaran yang ditimbulkan, frekuensi getaran yang timbul tersebut akan sesuai dengan kerusakan yang terjadi pada mesin tersebut. Alat ini juga memberikan informasi mengenai data spektrum dari getaran yang terjadi, yaitu data amplitudo terhadap frekuensinya, data ini sangat berguna untuk analisa kerusakan suatu mesin. Dalam pengoperasiannya vibrationanalyzer ini membutuhkan seorang operator yang sedikit mengerti mengenaianalisa vibrasi. 3. Shock Pulse Meter Shock pulse meter adalah alat yang khusus untuk memonitoringkondisi antifriction bearing yang biasanya sulit dideteksi dengan metode analisa getaran yang konvensional. Prinsip kerja dari shock pulse meter iniadalah mengukur gelombang kejut akibat terjadi gaya impact pada suatu benda, intensitas gelombang kejut itulah yang mengindikasikan besarn yakerusakan dari bearing tersebut. Pada sistem SPM ini biasanya memakaitranduser piezo-electric yang telah dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai frekwensi resonansi sekitar 32 KHz. Dengan menggunakan probetersebut maka SPM ini dapat mengurangi pengaruh getaran terhadap pengukuran besarnya impact yang terjadi. 4. Osciloskop Osciloskop adalah salah satu peralatan yang berguna untuk melengkapi data getaran yang akan dianalisa. Sebuah osciloskop dapat memberikan sebuah informasi mengenai bentuk gelombang dari getaran suatu mesin.
D. Macam macam Penyakit Akibat Tekanan Udara 1. Angioneurosis jari-jari tangan Gejala nonspesifik pertama adalah akroparestesia pada tangan dan perasaan kebal di jari-jari tangan pada waktu kerja atau sebentar sesudahnya. Pada stadium ini, selain gangguan kepekaan terhadap getaran, tidak ditemukan perubahan objektif lainnya. Pada fase berikutnya, terdapat kepucatan kepucatan paroksimal pada ujung-ujung jari. 2. Gangguan tulang, sendi, dan otot Patologi osteoartikular sering kali terbatas pada tulang-tulang karpal (khususnya lunata dan navikularis), sendi radioulnaris dan sendi siku. Biasanya berupa atrosis sendi karpal, radioulnaris dan siku, serta pseudokista. 3. Neuropati Kerusakan saraf yang disebabkan getaran yang meliputi persyaratan otonom perifer (pada angioneurosis). Beberapa ahli mengemukakan efek-efek pada syaraf umumnya sekunder dari iskemik berulang (pada angioneurosis), atau suatu faktor tambahan seringkali neuropati kompresif, misalnya perubahan osteoartikuler di sekitar batang saraf tersebut (Darmanto Djojodibroto, 1995:139).
E. Prognosis Prognosis dari penyakit akibat getaran akibat getaran adalah buruk. Hal tersebut dikarenakan jenis gangguan akibat getaran adalah neuropati yang terjadi akibat kerusakan saraf terutama persyarafan perifer (ulnaris, medianus, radialis) atau trauma saraf yang sulit untuk kembali seperti sedia kala. Untuk jenis angioneurosis dan gangguang tulang-sendi-otot memiliki prognosis yang baik apabila segera dilakukan tindakan pengendalian secepatnya.
F. Patogenesis Gangguan yang disebabkan oleh getaran dapat muncul setelah lama waktu yang berbeda-beda sejak awal diperolehnya paparan. Angioneurosis biasanya muncul setelah beberapa tahun paparan berat. Perubahan angka yang timbul tidak lebih awal dari 10 tahun atau lebih paparan. Untuk neuropati, kerusakan saraf disebabkan getaran yang meliputi persyaratan otonom perifer (pada angioneurosis). Beberapa ahli mengemukakan efek-efek pada syaraf umumnya sekunder dari iskemik berulang (pada angioneurosis), atau suatu faktor tambahan seringkali neuropati kompresif, misalnya perubahan osteoartikuler di sekitar batang saraf tersebut
G. Pencegahan 1. Pengendalian Administratif a. Merotasi jam kerja Apabila terdapat 3 orang pekeja, maka dengan mengacu pada NAB yang ada, paparan getaran tidak sepenuhnya mengenai salah seorang, akan tetapi bergantian dari A, B, dan kemudian C. ABC ABC ABC
b. Mengurangi jam kerja, sehingga sesuai dengan NAB yang berlaku Nilai ambang batas getaran untuk pemajanan lengan dan tangan : Jumlah waktu per hari kerja Nilai percepatan pada frekuensi dominan m/det 2 gram 4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0,4 2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61 1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81 kurang dari 1 jam 12 1,22
Tabel 9.1. NAB Getaran untuk pajanan lengan dan tangan
2. Pengendalian medis a. Pemijitan b. Perendaman di arir panas c. Meniup udara panas ke tangan d. Menggerakkan tangan secara berputar
3. Pengendalian dari Individu Pekerja Pemakaian APD seperti sarung tangan yang telah dilengkapi peredam getar (busa). BAB X PENYAKIT AKIBAT DEBU MINERAL
A. Definisi Penyakit akibat debu logam keras merupakan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh pencemaran debu mineral seperti SiO2, SiO3, Arang batu, dll yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap sehingga menimbulkan gangguan kesehatan.
B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan Ketika bernafas udara yang mengandung debu masuk kedalam paru- paru, tidak semua debu dapat menimbun didalam jaringan paru-paru, karena tergantung dari besar ukuran tersebut. Debu-debu yang berukuran 510 mikron akan ditahan oleh jalan nafas bagian atas, sedangkan yang berukuran 35 mikron ditahan dibagian tengah jalan nafas. Partikel-partikel yang berukuran 13 mikron akan ditempatkan langsung di permukaan jaringan dalam paru-paru. Pneumokoniosis adalah sekumpulan penyakit yang disebabkan oleh penimbunan debu-debu di dalam jaringan paru-paru. Biasanya berupa debu mineral, tergantung dari jenis debu mineral yang ditimbun, nama penyakitnya pun berbeda-beda, tergantung dari derajat dan banyaknya debu yang ditimbum didalam paru-paru. Factor yang mempermudah penyebaran penyakit infeksi ini antara lain lingkungan kerja yang padat dengan tenaga kerja, gizi buruk, serta tingginya angka kesakitan penyebab tuberkolusis di masyarakat. Paparan terhadap 12 mg kuarsa/ m 3 dapat menyebabkan penyakit baru terdeteksi dalam 515 tahun. Pekerja yang sering terkena penyakit ini umumnya yang bekerja di perusahaan yang menghasilkan batu-batu untuk bangunan seperti granit, keramik, tambang timah putih, tambang besi, tambang batu bara, dan lain lain. C. Macam macam Penyakit Akibat Debu Mineral 1. Pneumokoniosis Penyakit terjadi akibat penumpukan debu batubara di paru dan men- imbulkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Penyakit ini terjadi bila paparan cukup lama, biasanya setelah pekerja terpapar lebih daii 10 tahun. Berdasarkan gambaran foto toraks dibedakan atas bentuk simple dan com-plicated. Simple Coal Workers Pneumoconiosis (Simple CWP) terjadi kare-na inhalasi debu batubara saja. Gejalanya hampir tidak ada; bila paparan tidak berlanjut maka penyakti ini tidak akan memburuk. Penyakit ini dapat berkembang menjadi bentuk complicated. 2. Silikosis a. Silikosis Akut Penyakit dapat timbul dalam beberapa minggu, bila seseorang terpapar silika dengan konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu gejala sesaic napas yang progesif, demam, batuk dan penurunan be-rat badan setelah paparan silika konsentrasi tingi dalam waktu relatif singkat. Lama paparan berkisar antara beberapa minggu sampai 4 atau 5 tahun. Kelainan faal paru yang timbul adalah restriksi berat dan hipoksemi disertai penurunan kapasitas di fusi. Pada foto toraks tampak fibrosis interstisial difus, fibrosis kemuclian berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan bawah membentuk djffuse ground glass appearance mirip edema paru. b. Silikosis Kronik Kelainan pada penyakit ini mirip dengan pneumokoniosis pekerja tambang batubara, yaitu terdapat nodul yang biasanya dominan di lobus atas. Bentuk silikosis kronik paling sering ditemukan, terjadi setelah paparan 20 sampai 45 tahun oleh kadar debu yang relatif rendah
c. Silikosis Terakselerasi Bentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya perjalanan pen-yakit lebih cepat dari biasanya, menjadi fibrosis masif, sering terjadi infeksi mikobakterium tipikal atau atipik. Setelah paparan 10 tahun sering terjadi hipoksemi yang berakhir dengan gagal napas. 7. Asbestosis Penyakit ini terjadi akibat inhalasi debu asbes, menimbulkan penumokoniosis yang ditandai oleh fibrosis paru. Paparan dapat terjadi di daerah industri dan tambang, juga bisa timbul pada daerah sekitar pabrik atau tambang yang udaranya terpolusi oleh debu asbes. Pekerja yang dapat terkena asbestosis adalah yang bekerja di tambang, penggilingan, transportasi, pedagang, pekerja kapal dan pekerja penghancur asbes. 8. Anthrakosilikosis Merupakan pneumokominosis yang disebabkan oleh silika bebas bersama debu arang batu. Penyakit ini mungkin ditemukan pada tambang batu bara atau karyawan industri yang menggunakan bahan batu bara jenis lain. Gejala penyakit ini berupa sesak nafas, bronchitis chronis batuk dengan dahak hitam (Melanophtys).
D. Prognosis Prognosis buruk karena meskipun perjalanan penyakit cenderung melambat setelah berhentinya paparan, akan tetapi gejala-gejala meningkat saat terjadi koalesensi bayangan.
E. Patogenesis Debu mineral yang dihirup waktu bernafas dan ditimbun dalam paru paru biasanya didapat dengan masa inkubasi 2-4 tahun. Gejala penyakit ini dapat dibedakan pada tingkat ringan sedang dan berat. Pada tingkat Ringan ditandai dengan batuk kering, pengembangan paru-paru. Pada lansia didapat hyper resonansi karena emphysema. Pada tingkat sedang terjadi sesak nafas tidak jarang bronchial, ronchi terdapat basis paru paru. Pada tingkat berat terjadi sesak napas mengakibatkan cacat total, hypertofi jantung kanan, kegagalan jantung kanan.
F. Pencegahan 1. Subsituasi Baik sekali jika dapat dilaksanakan misalnya dalam proses sandblasting yaitu proses meratakan permukaan logam dengan debu pasir yang disemprotkan dengan tekanan tinggi diganti dengan bubuk alumina. 2. Mengurangi kadar silika bebas didalam mangan Caranya adalah dengan ventilasi umum dan lokal. Ventilasi umum antara lain dengan mengalirkan udara keruang kerja dengan membuka pintu dan jendela, cara ventilasi lokal atau pompa keluar setempat dimaksudkan untuk menghisap debu dari ruang kerja keluar. 3. Dianjurkan cara cara kerja ynag memungkinkan berkurangnya debu udara, misalnya dengan pengeboran basah/ wet drilling. 4. Cara terakhir adalah perlindungan diri para pekerja dengan masker standar.
G. Nilai Ambang Batas Menurut WHO 1996 ukuran debu partikel yang membahayakn adalah berukuran 0,1 5 atau 10 mikron. Depkes mengisaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron. 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas 3-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah 1-3 mikron sampai dipermukaan alveoli 0,5-0,1 mikron hinggap dipermukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan vibrosis paru 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli.
BAB XI PENYAKIT AKIBAT RADIASI IONISASI
A. Definisi Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Radiasi ionisasi adalah radiasi yang mampu menimbulkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Penyakit akibat radiasi ionisasi merupakan penyakit yang terjadi akibat paparan dari radiasi ionisasi yang berlangsung singkat dengan dosis tinggi ataupu pajanan dalam waktu lama dengan dosis pajanan yang sedikit yang menimbulkan berbagai macam kumpulan gangguan kesehatan.
B. Ruang Lingkup Faktor Risiko dan Jenis Pekerjaan Menurut sifatnya radiasi pengion dibagi menjadi radiasi ionisasi langsung dan ionisasi tidak langsung. Radiasi pengion yang dimaksud disini adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (), partikel beta (), sinar gamma (), sinar-X, partikel neutron. Radiasi ionisasi akibat kerja dapat terjadi karena adanya hubungan manusia dengan radiasi di tempat kerja, seperti penyinaran di bidang medis, jatuhan radioaktif, radiasi yang diperoleh pekerja radiasi di fasilitas nuklir, radiasi yang berasal dari kegiatan di bidang industri ( radiografi, logging, pabrik lampu, dsb).
Bahan Kimia Interaksi Senyawa Nitroso (MNU, DEN, 4NQO) Supraaditif Promotor tumor (TPA) Supraaditif Rokok/Tembakau Supraaditif Vitamin Subaditif Makanan/Lemak Subaditif dan Supraaditif Arsenik Supraaditif
Tabel 11.1. Sejumlah agen penting yang berinteraksi dengan radiasi pengion dalam radiasi
C. Macam macam Penyakit Akibat Radiasi Ionisasi 1. Sindrom sumsum tulang (hematopoietik) Sindrom sumsum tulang (hematopoietik) jika terpapar 18..................rad (2.55 Gy) di dalam tubuh. Apabila pasien tidak diterapi dapat terjadi kematian selama 1530 hari. Kegagalan fungsi sumsum tulang dapat menyebabkan infeksi, defisiensi imun dan diathesis hemoragika. Fungsi sel pada saluran gastrointestinal juga mengalami kerusakan. Muntah, diare, hilangnya cairan dan gangguan barier mukosa sampai terjadinya infeksi merupakan kontribut kematian. 2. Sindrom gastrointestinal Sindrom gastrointestinal jika terpapar 19.................... rad (512 Gy) di dalam tubuh. Apabila pasien tidak diterapi dapat terjadi kematian selama 310 hari. Gejalanya dapat berupa mual hebat, muntah dan diare, yang menyebabkan dehidrasi berat. 3. Sindrom cerebrovaskular Sindroma otak terjadi jika dosis total radiasi sangat tinggi (20...............Gy) dan selalu berakibat fatal. Gejala awal berupa mual dan muntah, lalu diikuti oleh lelah, ngantuk dan kadang koma. Gejala ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya peradangan otak. 4. Gangguan ginjal Fungsi ginjal bisa menurun dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun setelah penderita menerima dosis radiasi yang sangat tinggi; juga bisa terjadi anemia dan tekanan darah tinggi. 5. Tumor ganas 6. Amenore 7. Gangguan gairah seksual 8. Katarak 9. Berkurangnya jumlah sel darah 10. Kelumpuhan 11. Atrofi (pengecilan otot) 12. Mutasi gen 13. Gangguan jantung
D. Prognosis Prognosis dari penyakit akibat radiasi ionisasi untuk jenis efek genetik atau non-somatik seperti atrofi, dan mutasi gen adalah buruk karena proses medis yang dilakukan belum tentu mampu menyembuhkan penyakit. Tapi ada juga yang memiliki prognosis baik untuk jenis penyakit akibat radiasi ionisasi yaitu yang memiliki efek segera-somatik berupa sindrom-sindrom tertentu seperti sindrom gastrointestinal dan juga epilasi serta penurunan sel darah memiliki prognosis baik karen efek segera-somatik ini dapat dirasakan oleh individu pekerja dan dapat diamati dalam waktu singfkat sehingga akan lebih cepat dalam melakukan tindakan medis yang diperlukan.
E. Patogenesis 1. Sindroma neurovaskular Terjadi setelah pemberian radiasi dengan dosis > 20 Gy dan biasanya mengakibatkan kematian yang cepat dalam beberapa jam hingga hari akibat disfungsi sistem kardiovaskular dan sistem syaraf tubuh. 2. Sindroma gastrointestinal Terjadi setelah pemberian radiasi dengan dosis antara 8 - 12 Gy dan pada tikus dengan dosis di atas rentang tersebut dapat mengakibatkan kematian setelah 1 minggu pemberian radiasi. Hal ini terjadi akibat terjadi kerusakan mukosa traktus gastrointestinalis yang disebabkan oleh hilangnya barrier dan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan. 3. Sindroma hematopoetik Terjadi setelah pemberian dosis antara 2 - 8 Gy pada manusia (3 - 10 Gy pada tikus) sehingga mengakibatkan kematian sel-sel prekusor di sumsum tulang. Sindroma ini dapat menyebabkan kematian pada tikus (pada dosis yang lebih tinggi) setelah 12 - 30 hari pemberian radiasi.
F. Pencegahan 1. Individu pekerja yang memiliki pekerjaan yang berisiko terkena pajanan dari radiasi ionisasi seharusnya selalu mengguanakan alat pelindung diri ketika menggunakan alat-alat yang memiliki risiko terjadi proses ionisasi dan selalu meningkatkan kesadaran dalam bekerja. 2. Proteksi radiasi bertujuan untuk meminimalkan risiko dari radiografi yang digunakan untuk pemeriksaan diagnostik. Teknik pengawasan keselamatan radiasi dalam masyarakat umumnya selalu berdasarkan pada konsep dosis ambang. Setiap dosis seberapa kecilnya akan menyebabkan terjadinya proses kelainan, tanpa memperhatikan panjangnya waktu pemberian dosis. Karena tidak adanya dosis ambang ini, maka masalah utama dalam pengawasan keselamatan radiasi adalah dalam batas dosis tertentu sehingga efek yang akan ditimbulkannya masih dapat diterima baik olehmasyarakat. Oleh karena itu, setiap kemungkinan penerimaan dosis oleh pekerja radiasi maupun anggota masyarakat bukan pekerja radiasi harus diusahakan serendah mungkin. 3. Melakukan prosedur kerja dengan zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya, karena sebagian besar radiografer adalah petugas proteksi radiasi (PPR) maka bertugas untuk melakukan upaya-upaya tindakan proteksi radiasi dalam rangka meningkatkan kesehatan dan keselamatankerja bagi pekerja radiasi, pasien dan lingkungan. Evaluasi tindakan proteksi radiasi yang telah dilakukan merupakan salah satu kemampuan dari petugas proteksi radiasi termasuk pengujian terhadap efektifitas dan efisiensi tindakan proteksi sehingga radiografer mampu membuat suatu sistem tindakan proteksi radiasi yang lebih baik. Kelainan Kejadian terakhir/10 6
Tabel 11.2. Perkiraan Efek Genetik dengan dosis 10 mSv per generasi DAFTAR PUSTAKA
Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2007. Modul Ringkas Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi. Bandung: Pusat Teknologi uklir Bahan dan Radiometri Bidang Keselamatan dan Kesehatan. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Tatalaksana Penyakit akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga. Kementrian Sumber Daya dan Energi Australia. 2009. Pencemaran Udara, Kebisingan, dan GetaranPraktik Kerja Unggulan Program pembangunan Berkelanjutan untuk Industri Pertambangan. Australia: Departemen Sumber daya, Energi, dan Pariwisata Pemerintah Australia. Koesyanto, Herry. 2014. Penyakit Akibat Kerja. Semarang: Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang. Oktaviani A. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Iritan pada Karyawan Pabrik Pengolahan Aki Bekas di Lingkungan Industri Kecil (LIK) Semarang. Semarang: Skripsi Universitas Diponegoro. Swamardika, I.B. Alit. 2009. Pengaruh Radiasi Gelombang Elektromagnetik terhadap Kesehatan Manusia (Suatu Kajian Pustaka). Teknologi Elektro Vol. 8 No.1 Januari - Juni 2009. Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Udayana.