Anda di halaman 1dari 13

Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 39-51 Hal :39

ZONASI KERENTANAN GERAKAN TANAH DI KABUPATEN BREBES BAGIAN
SELATAN, PROVINSI JAWA TENGAH

Eka KADARSETIA
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi - Badan Geologi


Sari
Daerah Bantarkawung dan sekitarnya terletak di Kabupaten Brebes bagian selatan, Provinsi Jawa
Tengah merupakan salah satu daerah yang cukup rawan akan bencana gerakan tanah. Untuk mengurangi dan
mengantisipasi terjadinya bencana gerakan tanah di daerah ini diperlukan suatu penyelidikan berupa kajian
tentang potensi gerakan tanah dan dampaknya terhadap manusia, harta benda dan lingkungan. Hasil penyelidikan
dan kajian tersebut ditampilkan dalam bentuk Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah. Daerah yang diteliti secara
geografis terletak pada kordinat 108

55 sampai 109

05 Bujur Timur dan antara 7

10 sampai 7

25 Lintang
Selatan.
Gabungan antara tingkat pelapukan yang tinggi, pola struktur yang berkembang, topografi yang curam
ditambah dengan curah hujan yang tinggi telah menyebabkan sebagian wilayah ini menjadi sangat rentan akan
gerakan tanah. Berdasarkan parameter lapangan dan hasil laboratorium, maka daerah penelitian dapat
dikelompokan menjadi 4 (empat) daerah potensi kerentanan gerakan tanah , yaitu Zona Kerentanan Gerakan
Tanah Sangat Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah
dan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tnggi.


SUSCEPTIBILITY TO LANSLIDE ZONATION ON THE SOUTHERN PART OF BREBES
REGENCY, CENTRAL JAVA


Eka Kadarsetia
Center for Volcanology and Geological Hazard Mitigation Geological Agency


Abstract
Bantarkawung and surounding area located at the southern part of Brebes Regency, Central
Java, contain some high and medium potention of landslide. In order to minimize and anticipate the
impact, the land slide study had been carried out. The main result of the study is presented as
Susceptibility To Landslide Zone Map. Geographically the research area is between 108

55 until
109

05 East Longitude and 7

10 until 7

25 South Latitude.
The aspects of high grade weathering, structure pattern, steep topography and high intensity
of rain fall, caused Bantarkawung and surounding area contain some Zone of High Susceptibility To
Landslide. Based on field and laboratory data the area could be classified into zone of : Very Low
Landslide Potention, Low Landslide Potention, Medium Landslide Potention and High Landslide
Potention.









Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)


Hal :40 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 40-51

Pendahuluan
Mengingat bahwa beberapa tempat di daerah
Bantarkawung dan sekitarnya, Kabupaten
Brebes, Jawa Tengah merupakan daerah yang
mempunyai potensi gerakan tanah yang cukup
tinggi (Djadja dkk, 2009), maka diperlukan
suatu penyelidikan berupa kajian potensi
gerakan tanah. Daerah yang diteliti secara
geografis terletak pada kordinat 108

55 sampai
109

05 Bujur Timur dan antara 7

10 sampai
7

25 Lintang Selatan (Gambar 1).



109 110


Lokasi Penelitian

Gambar 1. Peta lokasi daerah penyelidikan.

Kegiatan ini berupa pengumpulan data
lapangan yang berhubungan dengan
potensi/kerentanan gerakan tanah dan
dampaknya terhadap lingkungan sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan penentuan
potensi/tingkat kerentanan gerakan tanah serta
kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan
sekitar berupa lahan pemukiman serta sarana-
prasarana yang terdapat di daerah ini.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dipergunakan sebagai data dasar untuk
melakukan penyelidikan analisis risiko bencana
gerakan tanah dan penyiapan tata ruang bagi
pembangunan wilayah.

Metoda Penelitian
Metoda penelitian yang digunakan dalam
penyelidikan ini adalah sebagai berikut :
a. Tahap Pendahuluan, yaitu mempelajari data
sekunder, meliputi : Peta topografi, Peta
Geologi, foto udara, peta tata guna lahan,
data curah hujan, dan laporan terdahulu.
b. Identifikasi lapangan dan kompilasi data
lainnya diantaranya meliputi :
Pengamatan kondisi geologi setempat
(batuan dan struktur); pengamatan
morfologi, pengamatan lokasi dan potensi
gerakan tanah; faktor-faktor penyebabnya;
pengamatan kondisi-kondisi lereng, lahan,
tatanan air dan lain-lain, pengukuran
lapangan/sketsa; pengambilan foto
lapangan; tata guna lahan; kondisi keairan,
pendataan pemukiman dan sarana-
prasarana; pengambilan contoh tanah;
analisis laboratorium
c. Analisis dan evaluasi
Analisa sebaran batuan dan kemiringan
lereng; Analisa kemantapan lereng
berdasarkan data hasil laboratorium;
Analisis hubungan gerakan tanah dengan
faktor pendukung terjadinya gerakan tanah;
U
7
0
8
0
Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 41-51 Hal :41

Evaluasi kejadian tanah longsor dan upaya
penanggulangannya; Evaluasi sebaran
lokasi/zona yang berpotensi longsor;
Kemungkinan dampak terhadap
pemukiman dan sarana-prasaran;
Interpretasi dan analisis serta penyusunan
peta potensi gerakan tanah.

Geologi
Menurut Darsoatmodjo, dkk (2008)
Secara morfologi daerah penelitian bervariasi
dari pedataran hingga perbukitan yang terjal
dan sangat terjal dengan kemiringan lereng 25
- 45. Berdasarkan pengamatan di lapangan,
geomorfologi daerah penyelidikan dapat
dibedakan menjadi : Satuan Morfologi
Pedataran, Satuan Morfologi Perbukitan
Berelief Sedang, Satuan Morfologi Perbukitan
Berelief Kasar dan Satuan Morfologi
Perbukitan Berelief Sangat Kasar.
Kastowo dan Suwarna (1996), dalam Peta
Geologi Lembar Majenang membagi formasi
batuan di daerah penyelidikan dari tua ke muda
sebagai berikut: Formasi Rambatan (Tmr),
Formasi Pemali (Tmp), Formasi Batugamping
Kalibiuk (Tmpk), Formasi Halang (Tmph),
Formasi Tapak (Tpt), Formasi Kaliglagah
(Tpg), Formasi Lempung Kalibiuk (Tpb),
Formasi Gintung (Qpg), Formasi Linggopodo
(Qpl), Endapan Lahar (Qls), Gunungapi Muda
(Qpm) dan Aluvium (Qa). Deskripsi Lengkap
dari masing-masing satuan dapat dilihat pada
Gambar 2. Geologi struktur yang berkembang
di daerah penyelidikan terutama terdiri dari
sesar naik dan sesar normal. Arah umum dari
sesar naik adalah baratlaut tenggara,
sedangkan sesar normal berarah timurlaut
baratdaya. Dalam Peta Geologi (Kastowo dan
Suwarna, 1996) setidaknya terdapat 5 buah
sesar naik dan, sebuah sesar normal dan 2 sesar
diperkirakan berarah baratlaut tenggara
(Gambar 2).

Curah Hujan
Pada tahun 2008, Kabupaten Brebes
mengalami jumlah rata-rata curah hujan 2.063
mm, sedangkan jumlah rata-rata hari hujan 82
hari. Curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan
Paguyangan sebesar 3.158 mm, sedangkan
jumlah hari hujan terbanyak adalah 153 hari
terjadi di Kecamatan Bumiayu (Tabel 1).

Tabel 1. Banyaknya Hari Hujan (hh) dan Curah Hujan (mm) di Kabupaten Brebes dan Beberapa Tempat
Pengukuran (Sumber: Kab. Brebes Dalam Angka 2008).

Bulan
Bantar-kawung
hh/mm
Bumiayu
hh/mm
Tonjong
hh/mm
Larangan
hh/mm
Ketanggungan
hh/mm
Jan 13/142 18/205 18/175 18/288 17/377
Feb 17/497 15/262 25/251 16/350 13/323
Mar 23/394 27/338 20/392 14/180 15/352
April 15/133 19/273 7/61 14/308 13/285
Mei 5/17 6/29 6/25 5/49 4/40
Juni 3/2 5/22 2/19 3/37 2/25
Juli - - - 0 0
Agst 0 4/1 4/2 3/41 2/26
Sept 4/7 0 0 0 0
Okt 19/263 20/514 20/479 8/159 6/141
Nop 24/304 17/403 16/249 12/212 10/236
Des 14/290 22/133 14/157 18/447 13/343
RATA2 11/171 13/182 10/150 8/172 7/178
Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)


Hal :42 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 42-51



Gambar 2. Peta Geologi Daerah Bantarkawung dan Sekitarnya, Jawa Tengah (Kastowo dan Suwarna, 1996).


Hasil Penelitian
Beberapa lokasi gerakan tanah yang
diamati di lapangan diantaranya :
1. Longsor di Kota Bumiayu, berada di tebing
Sungai Kali Erang dengan ketinggian
sekitar 7 meter, dinding hampir tegak, satu
rumah hancur. Batuan berupa endapan
aluvial. Morfologi berelief sedang,
termasuk kedalam Formasi Kaliglagah
(Tpg) yang ditumpangi oleh endapan
aluvial. Tebal tanah penutup 1 sampai 2
meter. Termasuk Zona Kerentanan Gerakan
Tanah Menengah - Rendah.
2. Di Desa Bantarkawung, terjadi longsor di
sekitar jembatan Sungai Cilakar, tinggi
tebing sekitar 10 meter, dinding hampir
tegak, berupa kebun dan sedikit
pemukiman. Batuannya berupa batupasir
berlapis yang kurang kompak. Secara
geologi termasuk kedalam Formaso Pemali
(Tmp) dan Formasi Halang (Tmph).
Morfologi berupa Perbukitan Berelief
Sedang Kasar. Termasuk Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Menengah.
3. Longsoran di Desa Jipang, pada tebing
sungai dengan kemiringan yang curam, arah
longsoran relatif ke utara. Berupa Morfologi
PETA GEOLOGI DAERAH BANTARKAWUNG DAN SEKITARNYA, JAWA
TENGAH
Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 43-51 Hal :43

Perbukitan Berelief Sedang sampai Kasar.
Vegetasi berupa ladang dan pohon-pohon
pinus. Batuan berupa batupasir atau tuf
berwarna kuning termasuk kedalam
Formasi Pemali (Tmp). Termasuk Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Menengah.
4. Logsoran di Desa Cigareng, Kecamatan
Salem, tinggi tebing 7 meter, kemiringan
tebing dari 30 sampai 90. Batuan berupa
breksi vulkanik, berlapis, terdapat alterasi,
warna umum merah tua dan sebagian
berwarna putih yang merupakan tanda-
tanda alterasi. Tataguna lahan berupa
pemukiman dan ladang campuran. Secara
morfologi termasuk kedalam Perbukitan
Berelief Kasar sampai Sangat Kasar.
Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Menengah sampai Tinggi.
5. Longsor di Desa Maronggeng, Kecamatan
Bantarkawung. Merupaka longsoran besar,
dengan lebar sekitar 150 meter dan panjang
sekitar 200 meter, mengikuti alur sungai.
Secara geologi termasuk Formasi Halang
(Tmph) dan Formasi Rambatan (Tmr).
Secara morfologi termasuk ke dalam
Perbukitan Berelief Sangat Kasar. Tataguna
lahan berupa pemukiman, jalan dan kebun
campuran. Longsoran ini menyebabkan
terputusnya jalan beraspal di daerah
Maronggeng. Termasuk Zona Kerentanan
Gerakan Tanah Tinggi.
6. Longsor di daerah Babakan Ciputih,
dinding longsoran hampir tegak, berada di
tebing sungai. Tinggi 30 meter, lebar
longsoran sekitar 20 meter. Batuan berupa
batupasir bersisipan batulempung, dan juga
sisipan lava. Berdasarkan Peta Geologi
Regional termasuk ke dalam Formasi
Halang (Tmph). Longsoran ini
menyebabkan terputusnya jalan antara
Ciputih dengan Kadumanis (daerah
Gandoang). Morfologi berupa Perbukitan
Berelif Kasar sampai Sangat Kasar.
Vegetasi berupa kebun, pohon-pohon kayu,
serta di sekitarnya terdapat pemukiman.
Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Tinggi.
7. Nangka gede Bentar. Terdapat gawir
dengan ketinggian sekitar 3 meter dan
panjang sekitar 100 meter. Batuan vulkanik
berwarna merah dan berlapis, termasuk ke
dalam Formasi Linggopodo (Qpl).
Morfologi berupa Perbukitan berelief
sedang. Tataguna lahan berupa pemukiman,
sawah serta pepohonan. Termasuk Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Menengah.
8. Desa Pengarasan. Lonsoran-longsoran di
Gunung Panongan, tebing logsoran 5
sampai 10 meter, memanjang, setempat-
setempat sepanjang sekitar 500 meter.
Merupakan Morfologi Perbukitan Berelief
Kasar. Secara geologi termasuk ke dalam
Formasi Kaliglagah (Tpg). Vegetasi berupa
hutan.
Dalam penelitian ini dilakukan
pengambilan contoh tanah/batuan yang
dilakukan pada 10 (sepuluh) lokasi (Tabel 2)
yang terletak di wilayah Bantarkawung dan
sekitarnya (Kadarsetia, dkk, 2010). Contoh
tanah atau lapukan batuan yang diambil pada
lokasi tersebut diperlukan untuk analissis
kemantapan lereng. Pengambilan conto
tanah/batuan ini dilakukan pada lokasi-lokasi
yang belum pernah mengalami gerakan tanah,
dimaksudkan untuk mengetahui kemantapan
lereng di daerah tersebut.











Tabel. 2. Daftar lokasi pengambilan contoh tanah/batuan untuk analisa kemantapan lereng Daerah
Bantarkawung dan sekitarnya.
Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)


Hal :44 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 44-51


No
Uru
t
No.
Lokas
i

Koordin
at
Kampung Kedalaman
Test Pit
(cm)
Tanah/
batuan
Tata Guna
Lahan
BT
o
LS
o

1. BR-
01
108 57
42
07 12
47
Kalinusu 150 cm Lanau

Hutan kayu
dan bambu
2. BR-
02
108 52
16
07 12
21
Terlaya 150 cm Lempung Lempung
pasiran
3. BR-
03
108 54
23
07 10
32
Sindang
Wangi
150 cm Lempung
lanauan
Ladang,
semak,pohon
4 BR-
04
108 50
00
0709
30
Ciputih 150 cm Pasir Pohon,
ladang
5. BR-
05
108 48
15
07 08
00
Pasirr
Panjang
150 cm Lempung
pasiran
Ladang,
pemukiman
6. BR-
06
10859
03
0710
08
Penga-
rasan
150 cm Pasir Ladang dan
pemukiman
7. BR-
07
108 54
16
07 09
01
Kemuning 150 cm Lempung
lanauan
Ladang,
pohon
8. BR-
08
10850
30
07 13
24
Tambang
Serang
150 cm Lempung
lanauan
Ladang
9 BR-
09
10849
00
0710
47
Gunung
Larang
150 cm Lempung Ladang
10 BR-
10
10858
31
0709
34
Gardu 150 cm Lempung Ladang,
pemukiman


Beberapa sifat fisik contoh tanah/batuan berdasarkan hasil laboratorium dan kondisi lapangan
disekitarnya :

Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 45-51 Hal :45

Tabel 3. Sudut lereng kritis pada tiap lokasi contoh tanah / batuan untuk jenis gerakan tanah translasi
di Daerah Bantarkawung dan Sekitarnya, Kabupaten Brebes.

Sudut Lereng Kritis
Batuan/tanah
(Tanpa
Fs = 1,2
Gempa )



(Dengan
Fs =1,2
Gempa)

Rh =0,1 Rh =0,5 Rh=0,9 Rh= 0,1 Rh=0,5 Rh=0,9

1. BR-01 = Lanau
(Kalinusu)

2.BR-02 =
Lempung pasiran
(Terlaya)

3.BR-03 = Lempung
pasiran
(Sindangwangi)

4. BR-04 = Pasir
lanauan
(Ciputih)

5. BR-05 =Lempung
lanauan
(Pasirpanjang)

6. BR-06 =Pasir
(Pengarasan)

7, CPG 7 =
Lempung lanauan
(Kemuning)

8. CPG 8 =
Lempung lanauan
(Tambakserang)

9.CPG 9 = Lempung
(Gununglarang)

10. KA 10 =
Lempung (Gardu)


23
o




21
o




21
o




22
o




16
o




24
o



20
o


19
o




17
o




20
o



21
o




19
o




20
o




20
o




15
o




23
o



18
o


18
o




16
o




18
o



19
o




17
o




19
o




18
o




11
o




21
o



17
o


17
o




15
o




16
o


2
o




1
o




2
o




0
o




0
o




12
o
?


0
o


0
o




0
o




0
o



1
o




0
o




1
o




0
o




0
o




11
o
?


0
o


0
o




0
o




0
o



0
o




0
o




0
o




0
o




0
o




10
o
?


0
o


0
o




0
o




0
o


Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)


Hal :46 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 46-51

GRAFIK FAKTOR KEAMANAN PADA TANAH PELAPUKAN
BATUAN DI DAERAH DS.PASIRPANJANG (BR-05)
TANPA GEMPA
0,00
0,30
0,60
0,90
1,20
1,50
1,80
2,10
2,40
2,70
3,00
15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
KEMIRINGANLERENG()
F
A
K
T
O
R
K
E
A
M
A
N
A
Kering Setengah J enuh J enuh
Berat Isi = 1,536 ton/m3
Kohesi : 2,65 ton/ m
Sudut Geser Dalam = 2,51
Tebal tanah = 1,5 meter
GRAFIK FAKTOR KEAMANAN PADA TANAH PELAPUKAN
BATUAN DI DAERAH DS. PASIRPANJANG (BR-05)
DENGAN GEMPA
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
KEMIRINGANLERENG()
F
A
K
T
O
R
K
E
A
M
A
N
A
Kering Setengah J enuh J enuh
Berat Isi = I,536 ton/m3
Kohesi : 2,65 ton/ m
Sudut Geser Dalam = 2,51"
Tebal tanah = 1,5 meter


Gambar 3. Grafik faktor keamanan pada tanah pelapukan batuan pada lokasi contoh BR-05 di Desa
Pasirpanjang tanpa gempa (kiri) dan dengan gempa (kanan).



Pembahasan
Analisa kemantapan lereng dengan
menggunakan ilmu mekanika tanah/batuan
yang dilengkapi oleh data laboratorium
mekanika tanah. Perhitungan kemantapan
lereng ini diperlukan untuk mengetahui kondisi
kestabilan lereng dan menentukan besarnya
sudut lereng maksimum atau lereng kritis,
sehingga diketahui tingkat kerentanan gerakan
tanahnya. Cara analisa kemantapan lereng telah
banyak dikenal, yang secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
Analisis pengamatan visual ;
membandingkan kesetabilan lereng yang
ada berdasarkan pengalaman
Analisis komputasi dengan menggunakan
metoda : Fellenius, Bishop dan Janbu
Analisis dengan menggunakan grafik,
dengan cara : Cousin, Janbu, Duncan, Hock
& Bray (Wahyudin, dkk, 2007).
Analisis kemantapan lereng dilakukan
untuk mendapatkan besarnya nilai faktor
keamanan (Fs) untuk masing-masing tanah
pelapukan dari tiap satuan batuan. Dari analisis
ini diperoleh sudut kritis tiap jenis tanah
pelapukan dengan sudut lereng tertentu.Dari
data gerakan tanah yang pernah terjadi di
daerah penyelidikan umumnya dari jenis
gerakan tanah translasi, maka dalam melakukan
analisis digunakan metoda Fellenius (1955;
Wahyudin, dkk, 2007)) yang dikembangkan
dalam bentuk program Fellenius untuk gerakan
tanah translasi sehingga didapatkan nilai
faktor keamanan yang sesuai dengan tipe
gerakan tanah yang paling banyak terdapat di
daerah penyelidikan. Parameter atau sifat fisik
tanah yang digunakan untuk analisa didapat
dari pengujian contoh tanah yang diambil di
lapangan dan dianalisa di laboratorium
mekanika tanah dan batuan , untuk
mendapatkan harga : Berat isi = ; Kohesi =
c ; Sudut geser dalam = Dalam melakukan
analisis kemantapan lereng, tinggi muka air
tanah dari bidang lincir (Rh) diasumsikan
sebagai berikut : untuk lapisan tanah kering Rh
= 0, 10 ; setengah jenuh Rh = 0,50 dan jenuh
Rh = 0,90. Analisis dilakukan pada model
kemiringan lereng 0
o
sampai 80
o
yang hasilnya
adalah nilai faktor keamanan (Fs) tanpa gempa,
dan nilai faktor keamanan (Fs) dengan gempa,
kemudian dibuat grafik yang menunjukan
lereng dalam keadaan kering (Rh = 0,1),
setengah jenuh (Rh = 0,50), serta jenuh (Rh =
0,90), dengan nilai koefisen gempa maksimum
0,20 g (gravitasi).
Dari grafik grafik tersebut diatas
dapat diketahui sudut kemiringan lereng kritis
untuk masing-masing jenis tanah pelapukan
Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 47-51 Hal :47

batuan dengan asumsi faktor keamanan Fs =
1,2 (Tabel 3). Sebagai contoh diilustrasikan
pada gambar 3.
Potensi kerentanan gerakan tanah
menggambarkan kecenderungan suatu lereng
alam untuk terkena gerakan tanah. Dalam
menentukan potensi kerentanan gerakan tanah
di daerah penyelidikan digunakan data hasil
pengamatan lapangan meliputi: struktur, jenis
batuan, geomorfologi, topografi, kemiringan
lereng, geohidrologi, tata guna lahan dan curah
hujan serta hasil analisis kemantapan lereng
dengan menghitung faktor keamanan pada
masing-masing tanah pelapukan batuan. Selain
itu data kejadian tanah longsor serta adanya
gawir longsoran lama dan peta Zonasi
Kerentanan Tanah regional, juga merupakan
parameter dalam menentukan tingkat
kerawanan terhadap tanah longsor. Evaluasi
Kerentanan Gerakan Tanah dilakukan untuk
mengetahui:
1. Kestabilan lereng, antara lain dengan
analisa kemantapan lereng untuk
menentukan tingkat potensi kerentanan
gerakan tanah. Analisa kemantapan
lereng ini tidak lepas dari sifat mekanis
tanah, kelerengan dan muka air tanah
juga tergantung pada jenis gerakan
tanah yang terjadi atau diperkirakan
akan terjadi.
2. Lokasi/zona yang berpotensi tinggi
mengalami gerakan tanah sehingga
dapat diantisipasi upaya
penanggulangan secepat mungkin
sebelum terjadi bencana gerakan tanah.
3. Kemungkinan dampak longsoran
terhadap lingkungan sekitar berupa
pemukiman serta sarana-prasarana yang
ada di daerah itu sehingga dapat
diantisipasi sedini mungkin agar tidak
menimbulkan korban jiwa dan kerugian
harta benda bila terjadi bencana
gerakan tanah.
Akibat dari tingkat pelapukan yang
tinggi pada batuan-batuan Tersier dan
berkembangnya struktur, menyebabkan
stabilitas lereng pada zona yang dilaluinya,
sehingga menyebabkan batuan/ tanah menjadi
labil dengan kerentanan gerakan tanah. Selain
itu zona-zona sesar juga berperan sebagai
tempat meresapnya air hujan kedalam
tanah/batuan, hingga air mencapai lapisan
kedap. Curah hujan yang sangat tinggi
mengakibatkan tanah/ batuan menjadi jenuh air,
sehingga terjadilah longsoran pada beberapa
titik dalam waktu yang relatif bersamaan,
terutama pada daerah-daerah yang memiliki
kemiringan lereng cukup curam (lebih dari
15

). Faktor tata guna lahan juga cukup


berperan terhadap terjadinya gerakan tanah,
pemotongan lereng menjadi hampir tegak
tentu saja sangat memicu longsor, seperti di
pinggir jalan atau di areal pemukiman. Daerah-
daerah dengan kemiringan lereng lebih dari 15

sebaiknya ditanami tanaman-tanaman keras,
guna mengurangi resiko terjadinya gerakan
tanah, karena vegetasi berfungsi sebagai
pengikat tanah dan penyerap air. Berdasarkan
hasil analisis laboratorium didapatkan harga
rata-rata besaran kemiringan lereng dalam
hubungannya dengan potensi terjadinya gerakan
tanah di daerah penelitian.

Tabel 4. Hubungan Antara Kemiringan Lereng
Dengan Potensi Gerakan Tanah Translasi Untuk
Daerah Bantarkawung dan Sekitarnya, Pada
Kondisi Tanah/ Batuan Jenuh Air (Rh = 0,9) Tanpa
Gempa Berdasarkan Hasil Analisis Laboratorium.

Kemiringan
Lereng ()
Potensi Gerakan
Tanah
0
1 5
6 15
15 <
Sangat Rendah
Rendah
Menengah
Tinggi

Berdasarkan beberapa parameter tersebut di
atas, daerah penyelidikan dapat dikelompokan
menjadi 4 (empat) daerah potensi gerakan tanah
(lampiran), yaitu :
Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)


Hal :48 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 48-51



Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat
Rendah
Pada Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Sangat Rendah jarang atau hampir tidak pernah
terjadi gerakan tanah, baik gerakan tanah lama
maupun gerakan tanah baru, kecuali pada
daerah tidak luas pada tebing sungai. Yang
termasuk kedalam zona ini adalah daerah
pedataran sepanjang aliran sungai besar/ utama
yang mengalir ke utara (daerah Pengarasan) dan
selatan (daerah Kalilangkap). Luas daerah ini
kurang dari 5% dari seluruh luas daerah
penyelidikan. Batuan penyusunnya adalah
berupa endapan aluvial (Qa).




Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah
Termasuk kedalam zona ini adalah
daerah yang mempunyai tingkat kerentanan
sangat rendah untuk terjadi gerakan tanah. Pada
zona ini gerakan tanah jarang terjadi kecuali
jika mengalami gangguan pada lerengnya.
Namun, jika terdapat gerakan tanah lama
umumnya lereng telah mantap kembali. Zona
ini berupa daerah-daerah yang relatif jauh dari
aliran sungai dan lembah dengan morfologi
pedataran, perbukitan berelief halus sampai
sedang. Luas dari Zona Kerentanan Gerakan
Tanah Rendah di daerah penyelidikan adalah
sekitar 25 %.
Batuan penyusun umumnya berupa
batuan vulkanik dari Formasi Kaliglagah (Tpg)
Salem
Pengarasan
KECAMATAN
BANTARKAWUNG
Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 49-51 Hal :49

dengan tingkat pelapukan yang rendah dan
tidak begitu terpengaruh aktifitas sesar. Batuan-
batuan yang berumur Kuarter seperti Formasi
Gintung (Qpg), Formasi Linggopodo (Qpl),
Endapan Lahar (Qls) dan Endapan Gunungapi
Muda (Qpm) tidak mengalami pensesaran dan
pelapukan yang cukup lanjut. Sehingga pada
daerah-daerah yang disusun oleh formasi-
formasi batuan tersebut cukup stabil dan
memiliki potensi gerakan tanah rendah. Tata
guna lahan umumnya berupa pemukiman
peladangan, tegalan, kebun campuran dan
pesawahan. Zona ini berselang seling dengan
Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah
dan juga terkadang muncul Zona Kerentanan
Gerakan Tanah Tinggi.
Daerah-daerah yang termasuk ke dalam
zona ini adalah daerah di bagian tenggara
daerah penyelidikan seperti : Desa Bumiayu,
Desa Kalijurang, Desa Galuh timur, sebagian
Desa Kalinusu, Desa Bantarwaru dan Desa
Bangbayanghilir. Di bagian timurlaut adalah
daerah Kurungsawah, Kutamedal dan Kosambi.
Di utara adalah daerah Jemasih dan Muncang.
Di bagian barat dan baratlaut adalah daerah-
daerah Salem, Bentarsari, Ciputih, Ganggawang
dan Cogreg.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah
Yang termasuk zona ini adalah
merupakan daerah yang secara umum
mempunyai kerentanan menengah untuk terjadi
gerakan tanah. Gerakan tanah dapat terjadi
terutama di daerah yang berbatasan dengan
lembah sungai, gawir, tebing pemotongan jalan
dan pada lereng yang mengalami gangguan.
Gerakan tanah lama masih mungkin dapat aktif
kembali terutama oleh curah hujan yang tinggi.
Secara morfologi berupa perbukitan berelief
halus sampai berelief kasar sampai sangat terjal
tergantung pada kondisi sifat fisik dan
keteknikan batuan serta tanah pelapukan
pembentuk lereng. Zona ini umumnya berada di
daerah-daerah aliran sungai dan lembah.
Secara umum di daerah ini dapat terjadi
gerakan tanah terutama bila dipicu oleh faktor
faktor seperti terjadinya pemotongan lereng dan
penggundulan hutan/lahan tanaman dan sering
terjadi pada tebing sungai dan peralihan
litologi. Gerakan tanah di daerah ini bisa juga
terjadi pada zona lemah seperti sesar, daerah
berlereng terjal dan tebing sungai akibat erosi
lateral dan juga bila terjadi gempa bumi. Batuan
penyusun daerah ini umumnya berupa batuan
Tersier seperti Formasi Rambatan (Tmr),
Formasi Pemali, Formasi Kalibiuk (Tmpk),
Formasi Halang (Tmph), Formasi Tapak (Tpt),
Formasi Kaliglagah (Tpg) dan Formasi
Kalibiuk (Tpb). Batuannya bervariasi mulai dari
batupasir, batulanau, batulempung, napal,
batuan vulkanik dan batugamping.
Batulempung ini sangat berperan aktif dalam
terjadinya longsor baik karena kondisinya yang
kurang mantap ataupun terkadang bertindak
sebagai bidang gelincir. Daerah ini juga
terkadang terpengaruh oleh aktifitas sesar
sehingga batuan menjadi lunak, melapuk dan
kestabilan lereng menjadi berkurang. Secara
morfologi umumnya terdapat pada morfologi
berelief sedang sampai sangat kasar. Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Menegah ini
tersebar hampir merata di seluruh daerah
penyelidikan, berselang seling dengan Zona
Kerentan Gerakan Tanah Rendah dan Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi. Perselingan
ini terutama dikontrol oleh faktor morfologi,
litologi dan struktur yang berkembang. Batuan-
batuan Tersier yang tidak terlalu terpengaruh
oleh struktur apalagi dengan relief yang tidak
terlalu kasar memiliki kecenderungan untuk
memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah
menegah. Luas dari zona ini sekitar 50% dari
seluruh daerah penyelidikan.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi
Yang termasuk kedalam zona ini
merupakan daerah yang secara umum
mempunyai kerentanan tinggi untuk terjadi
gerakan tanah. Gerakan tanah sering terjadi
pada zona ini seperti yang terjadi di G.
Linggapada daerah Prupuk, Tegal. Atau di
daerah Maronggeng dan lain-lain. Pada daerah
ini gerakan tanah dapat terjadi sewaktu-waktu
meliputi beberapa lokasi gawir longsoran lama
seperti longsoran, nendatan dan retakan yang
dapat aktif kembali akibat curah hujan yang
tinggi atau parameter pemicu lainnya. Bisa juga
berupa gerakan tanah muncul pada titik yang
baru apabila terjadi pergerakan sesar aktif
ataupun pengaruh eksternal berupa intensitas
Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)


Hal :50 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 50-51

hujan yang naik, erosi, pemotongan lereng,
perubahan tataguna lahan ataupun
penggundulan hutan. Vegetasi sebagian besar
berupa ladang, hutan, sebagian pemukiman dan
lahan pesawahan. Tebing yang terjal dengan
kemiringan lebih dari 15 yang berada pada
batuan Tersier. Tata guna lahan pada zona ini
berupa hutan, pohon-pohon, semak belukar.
Kadang berupa ladang, sawah dan pemukiman.
Daerah ini umumnya berupa zona-zona
sesar dan daerah perbukitan berelief kasar
sampai sangat kasar, juga lembah-lembah yang
curam. Sifat fisik tanah lapukan batuan berupa
lempung pasiran yang lunak, sarang, mudah
hancur dan luruh bila terkena air karena telah
melewati batas kejenuhan. Penyebaran zona ini
di daerah penelitian sekitar 20%, tersebar
setempat-setempat di bagian barat dan tengah
daerah penyelidikan, dan sedikit di bagian
timurlaut seperti di daerah prupuk dan
pengarasan. Zona ini umumnya berupa batuan-
batuan Tersier yang terkontrol kuat oleh
struktur sesar, dengan relief dari kasar sampai
sangat kasar.





Foto 1 . Gerakan tanah yang terjadi di daerah
Marongge (kiri) dan di daerah Gandoang (kanan)







Foto 2. Gerakan tanah yang terjadi di daerah Kelos
(kiri) dan di daerah Kemuning (kanan).









Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Brebes Bagian Selatan, Provinsi Jawa Tengah (Eka Kadarsetia)

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 51-51 Hal :51

Kesimpulan

Berdasarkan beberapa parameter yang
digunakan, maka daerah penyelidikan dapat
dikelompokan menjadi 4 (empat) zona
kerentanan gerakan tanah, yaitu Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah,
Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah, Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Menengah dan
Zona kerentanan Gerakan Tanah Tinggi.
Sebagian besar daerah penelitian berupa Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Rendah dan Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Menengah, dan
sebagian kecil berupa Zona Kerentanan
Gerakan Tanah Tinggi.
Formasi-formasi batuan yang berumur
Tersier terutama yang dikontrol oleh struktur
(zona sesar) dengan yang terjal dengan
kemiringan lebih dari 15 memiliki
kecenderungan yang relatif tinggi akan
terjadinya gerakan tanah. Sesar mengakibatkan
terbentuknya gawir-gawir yang curam, kondisi
batuan yang tersesarkan umumnya menjadi
lunak dan lapuk sehingga menjadi lebih rentan
untuk terjadinya longsor. Zona sesar juga
merupakan zona resapan air, sehingga batuan
menjadi jenuh akan air yang dapat memicu
terjadinya gerakan tanah.
Curah hujan yang tinggi dalam tahun-tahun
terakhir menyebabkan tanah/batuan menjadi
jenuh air, yang mengakibatkan terganggunya
kestabilan lereng dan memicu terjadinya
longsor di beberapa tempat.


Daftar Pustaka

Darsoatmodjo, A, Sumaryono, Iskak, M., Praja,
N.K., Suparman dan Rahmat,
2008. Laporan Penanganan
Pasca Bencana Gerakan Tanah
di Kecamatan Bantarkawung,
Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi. Tidak di
Publikasikan.

Djadja, Rahman dan Suranta, 2009, Peta Zona
Kerentanan Gerakan Tanah
Jawa Bagian Tengah. Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi. Badan
Geologi.

Kabupater Brebes Dalam Angka, 2008.

Kadarsetia, E, dkk, 2010. Evaluasi Potensi
Gerakan Tanah Daerah
Bantarkawung dan Sekitarnya,
Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa
Tengah. Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi. Badan
Geologi.

Kastowo, dan N. Suwarna,1996, Peta Geologi
Lembar Majenang, Jawa, Skala 1
: 100.000, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi
Bandung, edisi ke2.

Wahyudin, dkk, 2007. Evaluasi Potensi
Gerakan Tanah Daerah
Bantarkalong dan Sekitarnya,
Kabupaten Sukabumi, Provinsi
Jawa Barat. Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi.
Badan Geologi.

Anda mungkin juga menyukai