Anda di halaman 1dari 18

78

EFEKTIVITAS SPI RITUAL EMOTI ONAL FREEDOM TECHNI QUE


(SEFT) UNTUK MENURUNKAN PERILAKU
MEROKOK PADA MAHASISWA

Laila Komariah
Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan,
Jalan Kapas 9, Semaki, Yogyakarta 55164, Indonesia.
E-mail : el_qiew@yahoo.co.id



ABSTRACT

This study aims is to examine the effectiveness of Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) for reducing college smoking behavior. Subjects in this study
were students in one of universities in Yogyakarta. The subjects of the study were
22 people consisting of 10 people in Experimental Group and 12 people of
Control Group. Criteria for the subject is currently still smoking, willing to follow
SEFT and willingness to fill out the inform consent and not being in therapy or
other programs related to smoking. Spiritual Emotional Freedom Technique was
used as intervention model. This research used analysis Mann-Whitney Test and
Wicolxon Test with a pretest post test control group design. The results of this
study showed that there is a significant reduction of students smoking behavior
that are given SEFT. The conclusion of this study is SEFT intervention can
decrease students smoking behavior.

Keywords: college, smoking behavior, spiritual emotional freedom technique
(SEFT).


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa. Subjek
dalam penelitian ini adalah mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS)
di Yogyakarta. Subyek penelitian berjumlah 22 orang yang terdiri dari 10 orang
pada Kelompok Eksperimen dan 12 orang pada Kelompok Kontrol. Kriteria
subyek adalah mahasiswa angkatan 2009-2011 yang merokok, bersedia mengikuti
SEFT dengan mengisi lembar kesediaan dan tidak sedang mengikuti terapi atau
program lain yang berkaitan dengan merokok. Intervensi yang digunakan adalah
pelatihan Spiritual Emotional Freedom Technique. Penelitian ini menggunakan
79

analisis Uji Mann-Whitney dan Uji Wicolxondengan desain penelitian yang
digunakan adalah pretest post test control group design. Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan ada penurunan perilaku merokok yang signifikan pada mahasiwa
yang diberikan SEFT. Hal tersebut berdasarkan pada hasil analisis dengan uji
Wilcolxon pada Kelompok Eksperimen yang menunjukkan bahwa taraf
signifikansi yang diperoleh data (T) sebesar 0,025 (T<0,05). Kesimpulan dalam
penelitian ini adalah SEFT efektif untuk menurunkan perilaku merokok pada
mahasiswa. Hal tersebut berdasarkan taraf signifikansi yang diperoleh dari data
(U) sebesar 0,00 (U<0,05) yang diperoleh dari Uji Mann-Whitney gain score
pretest dan posttest skala perilaku merokok pada Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol.

Kata Kunci: mahasiswa, perilaku merokok, spiritual emotional freedom
technique (seft).



PENDAHULUAN
Perilaku merokok bila dilihat dari berbagai sudut pandang sangat
merugikan baik bagi individu yang bersangkutan maupun orang di sekelilingnya.
Ada beberapa riset yang mendukung pernyataan tersebut. Jika dilihat dari sisi
kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin,
CO (karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan
susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan
detak jantung bertambah cepat (Kendal dan Hammen dalam Komalasari dan
Helmi, 2000), bronkitis kronis, emfisema, kanker paru-paru, larink, mulut, faring,
esofagus, kandung kemih, penyempitan pembuluh nadi (Amstrong dalam Susanna
dkk, 2003).
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kebiasaan merokok
merupakan penyebab utama yang meruntuhkan kesehatan manusia dan
menyebabkan kematian dini. Data statistik menggambarkan bahwa 90% yang
disebabkan karena penyakit jantung koroner dan 75% yang disebabkan karena
penyakit emphysema, semua itu dipacu karena kebiasaan merokok. Selain itu
bahaya bagi ibu hamil yang merokok adalah mampu membuat anak yang
dilahirkannya mengalami BBLR (Berat Badan Lahir Rendah < 2500 gr), kematian
prenatal, dan SIDS (Sudden Infant Death Syndrome), kelahiran prematur, dan juga
rentan terhadap keguguran (Husaini, 2006).
Dampak buruk rokok tidak hanya sebatas pada perokok saja tetapi juga
pada orang di sekitarnya. Perokok pasif dapat meningkatkan risiko kanker,
penyakit jantung, dan paru. Pada anak dapat menimbulkan kematian mendadak.Di
Amerika Serikat sekitar 4000 orang perokok pasif meninggal setiap tahun karena
kanker paru. Amstrong (Susanna dkk., 2003) mengatakan bahwa asap rokok dapat
menyebabkan iritasi mata dan saluran hidung bagi orang yang berada di
sekitarnya. Pengaruh lingkungan asap tembakau dan kebiasaan ibu hamil merokok
dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada anaknya bahkan sebelum anak
80

dilahirkan. Bayi yang lahir dari wanita yang merokok selama hamil dan bayi yang
hidup di lingkungan asap rokok mempunyai resiko kematian yang sama.
Walaupun bahaya rokok sudah banyak diketahui, namun jumlah para
perokok tidak berkurang. Data yang dikeluarkan WHO pada tahun 2008,
Indonesia berada pada urutan ketiga dari 10 negara perokok terbesar di dunia
dengan klasifikasi perokok anak/remaja Indonesia 13,5% dan 34% perokok
dewasa (Nusantaraku, 2009). Merokok juga diprediksi akan menjadi kebiasaan
yang paling berbahaya bagi kesehatan karena akan membunuh lebih dari 6,4 juta
orang setiap tahunnya mulai tahun 2015 dan dapat meningkatkan penyebaran
penyakit seperti kanker dan serangan jantung yang persentasenya 50% lebih tinggi
daripada serangan HIV/AIDS (Pujiyono, 2010).
Laventhal dan Cleary (Mc Gee, 2005) mengatakan bahwa perilaku
merokok pada remaja umumnya semakin lama akan semakin meningkat sesuai
dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi
dan intensitas merokok, dan sering mengakibatkan perokok mengalami
ketergantungan nikotin.
Smet (1994) menyatakan bahwa individu pertama kali merokok pada usia
berkisar antara 11-13 tahun dan pada umumnya merokok pada usia sebelum 18
tahun. Brigham (Mubarok, 2009) mengatakan pada awalnya saat pertama kali
merokok, gejala-gejala yang mungkin terjadi adalah batuk-batuk, lidah terasa
getir, perut terasa mual, dan kepala pusing. Hal ini disebabkan adanya nikotin
yang bersifat adiktif, sehingga jika dihentikan secara tiba-tiba akan menimbulkan
stres. Kandel (Baker, 2004) juga menyatakan bahwa pengaruh nikotin dalam
rokok dapat membuat seseorang menjadi pecandu atau ketergantungan pada
rokok.
Ada berbagai alasan yang membuat seseorang merokok. Rosemary (2011)
mengatakan bahwa selain faktor adiktif dalam rokok, kebiasaan merokok di
kalangan mahasiswa dipicu oleh kondisi lingkungan yang mayoritas adalah
perokok. Kebiasaan merokok yang turun-menurun ditambah kurangnya
pemahaman akan bahaya rokok bagi kesehatan menjustifikasi perilaku merokok
mahasiswa. Pendapat lain dikemukakan oleh Smet (1994) mengatakan bahwa
seseorang merokok karena faktor-faktor socio cultural seperti kebiasaan budaya,
kelas sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan.
Menurut Oskamp dkk. (Smet, 1994) individu mulai merokok dikarenakan
pengaruh lingkungan sosial seperti teman-teman, orang tua, dan media. Pendapat
tersebut didukung oleh Lewin (Komalasari dan Helmi, 2000) yang menyatakan
bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya,
perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dalam diri, juga disebabkan
faktor lingkungan. Laventhal (Smet, 1994) juga mengungkapkan data bahwa
merokok tahap awal dilakukan dengan teman-teman (46%), seorang anggota
keluarga bukan orang tua (23%), dan orang tua (14%).
Komalasari dan Helmi (2000) menjelaskan bahwa ada empat prediktor
yang dijadikan alat ukur bantu perilaku merokok, yaitu :
1. Intensitas merokok
Intensitas merokok adalah seberapa sering individu melakukan aktivitas
merokok.
81

2. Tempat merokok
Tempat merokok adalahtempat individu melakukan aktivitas merokoknya
(rumah, sekolah, jalan, dan lain-lain). Mutadin (2002) mengatakan bahwa
tipe perokok berdasarkan tempat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik.
b. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi seperti kamar tidur
dan toilet.
3. Waktu merokok
Waktu merokok adalah kapan (pada momen apa saja) individu melakukan
aktivitas merokoknya.
4.Fungsi merokok
Fungsi merokok yaitu seberapa penting aktivitas merokok bagi seorang
perokok dalam kehidupan sehari-hari dan makna merokok itu sendiri bagi
individu yang bersangkutan.
Sudah seharusnya upaya menghentikan kebiasaan merokok menjadi tugas
dan tanggung jawab dari segenap lapisan masyarakat (Tandra, 2003). Hasil survey
yang dilakukan oleh Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3)
menyatakan bahwa dari 375 responden, 66,2% pernah mencoba berhenti merokok
tetapi mereka gagal. Kegagalan ini ada berbagai macam; 42,9% tidak tahu
caranya; 25,7% sulit berkonsentrasi, dan 2,9% terikat oleh sponsor rokok
(Fawzani dan Triratnawati, 2005).
Jacken (Syafiie dkk., 2008) mengatakan bahwa ada dua metode
menghentikan kecanduan terhadap rokok yang selama ini dikembangkan para ahli
dalam dunia rokok. yaitu :
1. Metode yang mengandalkan perubahan perilaku.
Metode yang mengandalkan perubahan perilaku yang dimaksud adalah
bahwa perokok berhenti merokok tanpa bantuan obat-obatan. Metode
tersebut diantaranya adalah :
a. Metode cold turkey
Metode ini adalah metode yang paling sederhana dan paling mudah
dimengerti tetapi juga paling banyak terjadi kegagalan.Caranya adalah
dengan berhenti merokok. Perokok cukup menentukan kapan akan
berhenti merokok (Jacken dalam Syafiie dkk., 2008).
b. Cognitive behavioral therapy
Inti dari pendekatan ini ialah pengetahuan atau kesadaran akan
perilaku menjadi dasar untuk merubah perilaku ke arah yang
diinginkan. Perokok hanya akan merubah perilaku buruk merokok jika
tahu bahwa merokok itu buruk. Berdasar pengetahuan tersebut,
perokok tersebut berusaha merubah perilaku dari suka merokok.
(Jacken dalam Syafiie dkk., 2008).
c. Aversive Conditioning
Teknik ini sangat unik, yaitu memasangkan (pairing) sebuah stimulus
atau masukan yang negatif (bisa perilaku atau pikiran) dengan
perilaku yang ingin dirubah merokok (Jacken dalam Syafiie dkk.,
2008).
2. Metode yang mengandalkan terapi obat-obatan.
82

1) Nicotine replacement therapy
2) Pemberian obat-obatan bukan nikotin.
3) Metode akupuntur.
4) Metode Hipnotis
Untuk menghentikan kebiasaan merokok, hipnotis digunakan karena
mampu merubah perilaku orang secara setengah sadar tetapi sukarela. Artinya,
jika pada saat trancedia diberi intervensi oleh penghipnotis bahwa merokok itu
buruk dan dia harus berhenti, maka pada saat dia sadar kembali, besar
kemungkinan dia akan berhenti, sekalipun dia tidak tahu siapa yang menyuruhnya
berhenti merokok (Jacken dalam Syafiie dkk., 2008).
SEFT dapat dijadikan salah satu alternatif untuk menghentikan perilaku
merokok seseorang. Dalam sebuah video di youtube yang diunggah pada tanggal
14 Agustus 2008 seseorang bisa berhenti merokok dalam waktu kurang dari lima
menit dengan menggunakan SEFT. Video lainnya yang pernah disiarkan oleh
Metro TV dan diunggah ke youtube pada tanggal 6 November 2008
memberitakan sekitar 1429 siswa se-Jakarta menolak menghisap rokok setelah
diberikan terapi SEFT.
Zainuddin (2009) mengatakan bahwa SEFT adalah salah satu varian dari
satu cabang ilmu baru yaitu energy psychology.SEFT merupakan penggabungan
antara spiritual power dan energy psychology. Efek dari penggabungan antara
spiritual dan energy psychology ini dinamakan amplifiying effect (efek
pelipatgandaan).



Gambar 1. Diagram SEFT (Zainuddin, 2009)


Feinsten (2009) mengatakan bahwa energy psychology (EP) adalah hasil
klinis yang mempunyai kecepatan, jarak, dan ketahanan yang tidak biasa.
Feinstein (2009) juga menjelaskan bahwa kontroversi terkait kelayakan EP
sebagai sebuah treatment terjadi di kalangan psikolog. Bagi sebagian yang
mendukung EP mengatakan bahwa EP merupakan sebuah terobosan besar
sedangkan yang menolak mengatakan bahwa EP adalah sesuatu yang mustahil
dan tidak adanya data yang mendukung.
Feinstein (2009) juga menjelaskan bahwa kontroversi yang terjadi di
kalangan psikolog adalah karena kebanyakan aliran psikoterapi meyakini bahwa
penyebab gangguan psikologis atau hambatan emosi karena adanya ingatan (sadar
ataupun bawah sadar) akan trauma masa lalu. Pengalaman traumatis tersebut yang
menyebabkan individu mengalami berbagai gangguan seperti phobia dan Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD). Berbeda dengan psikoterapi konvensional, EP
berasusmsi bahwa memang beberapa ingatan masalau dapat membangkitkan
Spiritual
Power
Energy
Psychology
The
Amplifying
Effect
83

emosi negative namun ini tidak berjalan secara langsung melainkan ada proses
antara yaitu terjadinya gangguan sistem eergi tubuh.
Norcross dkk. (2006) mengatakan bahwa kebanyakan psikolog tidak
melihat EP sebagai sebuah pengobatan yang layak. Meskipun bukti empiris EP
semakin banyak dan mencapai batas apa yang disebut oleh komunitas psikologi
klinis (APA) sebagai sebuah treatment yang dapat digunakan untuk kondisi
tertentu, namun keberhasilan tersebut belum diakui secara ilmiah (Feinstein,
2008).
Kelayakan EP sebagai alat pengobatan terus diupayakan oleh para terapis
atau praktisi, Fenstein (2009) mengungkapkan bahwa laporan klinis dari treatment
ini adalah:
a. Variasi jumlah, urutan, dan pemilihan titik akupuntur tidak mempengaruhi
hasil.
b. Metode yang bervariasi dalam melakukan stimulus titik akupuntur
hasilnya tetap sama efektif.
c. Titik akupuntur tradisional lebih efektif daripada titik palsu.

Zainuddin (2009) menjelaskan teknik-teknik yang mendasari SEFT adalah
sebagai berikut :
a. Emotional Freedom Technique (EFT)
Hainsworth (2008) mengatakan bahwa EFT diperkenalkan pada tahun
1995 oleh Gary Craig. EFT adalah metode sederhana yang menekankan fokus
pada masalah dalam diri individu disertai dengan menekan secara lembut pada
titik akupuntur (tapping) di wajah , tubuh bagian atas dan tangan. EFT dapat
membantu berbagai masalah emosi dan fisik, diantaranya adalah fobia, gangguan
fisik dan seksual, stress dan kecemasan, trauma, alergi, sakit kepala, migrain,
kecanduan, kepercayaan diri, dan insomnia.
Hainsworth (2008) menjelaskan bahwa banyak saluran energi yang berjalan
dalam tubuh seseorang. Energi tersebut sangat penting perannya bagi kesehatan
seseorang. Energi tersebut mengalir dalam 12 jalur energi yang disebut energy
meridian. Jika aliran energi ini terhambat atau kacau maka timbullah gangguan
emosi atau penyakit fisik.
Proses penyembuhan dalam EFT tidak perlu mengungkap peristiwa atau emosi
masa lalu. Individu hanya perlu menekankan apa yang dialami pada saat ini dan
mengikuti penyebab timbulnya perasaan negatif tersebut. Individu tidak harus
mengalami kembali emosi lama, hanya perlu fokus untuk menyembuhkan emosi-
emosi negatif tersebut (Hainsworth, 2008).
Adapun langkah langkah yang dilakukan dalam EFT adalah sebagai
berikut :
1) Estimate Severity
Hainsworth (2008) mengatakan bahwa ada baiknya terlebih dahulu subjek
menentukan nilai seberapa tinggi intensitas emosi / rasa sakit yang dialami
sekarang dengan menggunakan skala 0-10 (0 = tidak terasa, 10 = intensitas
maksimum). Nilai subjektif tersebut (0-10) yang menjadi tolok ukur kemajuan
setelah SEFT diterapkan.
2) The Set Up
84

Hainsworth (2008) mengatakan bahwa semua individu memiliki aspek
bawah sadar yang tidak siap untuk menyembuhkan karena menganggap jauh
lebih aman dengan keadaan dirinya yang sekarang. The set up dirancang untuk
membantu individu agar siap untuk sembuh.
Cara melakukan set up adalah dengan mengucapkan kalimat set up seperti
Meskipun saya ingin merokok ketika minum kopi padahal saya juga ingin
berhenti merokok, saya benar benar menerima dan mencintai diri saya sendir .
Kalimat tersebut diucapkan sebanyak tiga kali sambil menekan pada titik karate
chop yaiti pada samping telapak tangan (Hainsworth, 2008).
3) Tapping
Pada bagian tapping yang dilakukan adalah dengan menekan atau
mengetuk 5-7 kali ketukan pada titik-titik di bagian tubuh tertentu sambil
mengucapkan permasalahn yang sedang dialami subjek. Adapun titik-titik
tersebut adalah pada bagian top of head (bagian atas kepala), end of eyebrow
(titik permulaan alis mata), side of eye (titik permulaan alis mata), under eye (2
cm di bawah mata), under nose (di bawah hidung), chin (antara dagu dan bagian
bawah bibir), collarbone (pada ujung tempat bertemu tulang dada dan tulang
rusuk pertama), under arm, (untuk laki-laki terletak di bawah ketiak sejajar
dengan putting susu dan wanita terletak di perbatasan antara tulang dada dan
bagian bawah payudara), gamut (di bagian antara perpanjangan tulang jari manis
dan tulang jari kelingking), karate point (di samping telapak tangan)
(Hainsworth, 2008).
Hainsworth (2008) juga menjelaskan bahwa ketika subjek menekan pada
titik-titik tertentu dalam tubuh yang telah disebutkan di atas, sadarilah bahwa
setiap kenangan atau emosi atau pikiran atau perasaan dalam tubuh yang muncul
ke permukaan akan menuntun subjek pada permasalahan atau apa yang harus
diucapkan pada putaran tapping selanjutnya.
4) Continuation
Pada tahap conntinuation individu memperkirakan kembali berapa tinggi
intensitas emosi / rasa sakit yang dialami. Jika sudah turun namun belum nol
maka melakukan langkah-langkah EFT kembali mulai langkah pertama hingga
ketiga. Akan tetapi, kalimat yang diucapkan ketika melakukan set up
disesuaikan menjadi seperti contoh berikut ini : Meskipun saya masih ingin
merokok ketika minum kopi, padahal saya juga ingin berhenti merokok, saya
benar-benar mencintai dan menerima diri saya sendiri". Individu juga dipastikan
untuk memasukkan setiap kenangan, pikiran, emosi atau perasaan dalam
tubuhnya yang muncul saat melakukan EFT berikutnya (Hainsworth, 2008).
5) Nine Gamut Prosedure
Hainsworth (2008) mengatakan bahwa nine gamut procedure adalah
proses keseluruhan dari sembilan bagian dari bentuk panjang EFT yang pada
awalnya diajarkan namun tidak banyak digunakan pada saat sekarang. Tetapi
proses ini bisa sangat kuat dalam menghilangkan semua link dalam otak
seseorang untuk menghilangkan peristiwa traumatis. Hainsworth (2008) juga
mengatakan bahwa beberapa praktisi percaya bahwa melakukan proses ini
sangat penting untuk menghilangkan trauma.
85

Hainsworth (2008) mengatakan 9 langkah yang dilakukan dalam nine
gamut procedure sambil menekan pada titik gamut dan tuning adalah sebagai
berikut:
a) Menutup mata
b) Membuka mata
c) Menggerakkan mata dengan keras ke kanan bawah
d) Menggerakkan mata dengan keras ke kanan bawah
e) Memutar bola mata searah jarum jam
f) Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam
g) Bergumam dengan berirama selama 2 detik
h) Menghitung dari 1 sampai 5
i) Bergumam dan bersenandung lagi selama 2 detik

b. Self Hypnotherapy (Ericksonian)
Sarafino (1990) menyebutkan bahwa hypnosis merupakan salah satu
teknik yang sudah digunakan sudah digunakan beberapa dokter sejak lama untuk
menghilangkan rasa sakit (analgesik) dalam pembedahan. Ketika dalam kondisis
terhipnosis perhatian seseorang terhadap dirinya (termasuk tubuh) berkurang,
bahkan hilang sama sekali.
Masih menurut Sarafino (1990) menjelaskan bahwa meditasi dapat
dipandang sebagai suatu bentuk self hypnosis karena pada saat meditasi
seseorang dipuatkan pada objek meditasi (benda, napas, mantra / doa) sehigga
semakin lama seseorang semakin tidak merasakan rangsangan yang ada di
sekitarnya, termasuk rangsang sakit.
Zainuddin (2009) mengatakan bahwa dalam SEFT yang digunakan adalah
ericksonian hypnotherap. Subjek menghipnosis diri sendiri untuk menghapus
program-program bawah sadar yang menjadi akar penyebab dari emosi negatif
yang dialami.
c. Meditation and Relaxation
Smith (Subandi, 2003) mengatakan bahwa istilah meditasi mengacu pada
sekelompok latihan untuk membatasi pikiran dan perhatian. Sementara itu, Walsh
(Subandi, 2003) mengungkapkan bahwa meditasi merupakan teknik atau metode
latihan yang digunakan untuk melatih perhatian supaya dapat meningkatkan taraf
kesadaran yang selanjutnya dapat dapat membawa proses-proses mental dapat
terkontrol secara sadar.
Zainuddin (2009) mengatakan bahwa walapun terdapat berbagai jenis dan
pendapat mengenai meditasi, tapi jenis meditasi yang paling banyak dipraktikan
adalah yang membawa subjek pada kondisi tenang dan relaks, merasakan nafas,
menyadari kehadiran Tuhan dalam diri, serta mengarahkan untuk kembali pada
diri sejati (fitrah). Saat melakukan SEFT, subjek dianjurkan melakukannya dalam
kondisi meditative (yakin, khsyuk, ikhlas, pasrah, dan syukur). Jika demikian,
efek SEFT akan terasa lebih efektif.
d. Provocative Therapy
Farrelly (2002) mengatakan bahwa bahasa terapi konvensional yang
penggunaannya tidak hanya menekankan pada kehebatan kata-kata yang
disampaikan kapada klien tetapi lebih menekankan pada kemampuan terapis
86

supaya klien mampu memeriksa kembali asumsinya sendiri terhadap
permasalahan yang di hadapinya dan menjadikannya sebagai sesuatu yang dapat
menyembuhkan dan membuatnya berubah.
f. Logotherapy
Southwick dkk. (2006) mengatakan bahwa secara bahasa logotherapy
adalah penyembuhan melalui makna. Logotherapy adalah psikoterapi yang
memusatkan pada kebermaknaan yang berasal dari filsafat eksistensial dan
didasarkan pada pengalaman hidup penggagas psikoterapi tersebut yaitu Viktor
Frankl.
g. Powerfull Prayer
Barth (2004) menyatakan bahwa terdapat bukti ilmiah yang mengatakan
bahwa doa dan spiritualitas berpengaruh terhadap kesehatan. Pernyataan tersebut
didukung dengan penelitian Koenig (2004) yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara agama, spiritualitas, dan kesehatan baik mental maupun fisisk.
Zainuddin (2009) menjelaskan bahwa dalam SEFT, 90% menekankan
pada unsur spiritualitas. Subjek dibawa pada keyakinan bahwa kesembuhan
berasal dari Tuhan sehingga subjek dapat ikhlas dan pasrah terhadap masalah
ataupun sakit yang sedang dialaminya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik yang
mendasari SEFT adalah seluruh teknik yang terdapat dalam EFT, ditambahkan
dengan Logotherapy, Self Hypnosis (Ericsonian), Transcendental Relaxation &
Meditation, Sedona Methode, Provocative Therapy, dan Powerfull Prayer.
Zainuddin (2009) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan ketika melakukan SEFT agar hasilnya efektif :
a. Testing
Sebelum menerapkan SEFT, terlebih dahulu subjek menentukan nilai
seberapa tinggi intensitas emosi/rasa sakit yang dialami sekarang dengan
menggunakan skala 0-10 (0 = tidak terasa, 10 = intensitas maksimum). Nilai
subjektif tersebut (0-10) yang menjadi tolok ukur kemajuan setelah SEFT
diterapkan.
b. Aspects
Ketika melakukan SEFT, subjek dibantu untuk memikirkan dan
membayangkan masalah yang dialaminya. Memikirkan dan membayangkan
aspek yang membuat subjek ingin merokok, sudah dapat menimbulkan
gangguan energi yang hampir sama ketika subjek sedang merokok.
Efektivitas SEFT yang diterapkan pada saat membayangkan aspek tersebut
cenderung bertahan.
d. Be Spesific
Semakin spesifik mengenali akar masalah dari gangguan emosi, pikiran, dan
perilaku yang dialami maka semakin efektif hasilnya.
Zainuddin (2000) menjelaskan langkah-langkah bagaimana melakukan
SEFT :
a. The Set-Up.
The Se-Up bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh terarahkan
dengan tepat.Langkah ini dilakukan unuk menetralisir psychological
reversal atau perlawanan psikologis (biasanya berupa pikiran negatif
87

spontan atau keyakinan bawah sadar negatif, seperti kesulitan untuk
melepaskan diri dari kecanduan merokok).Cara menetralisir psychological
reversal tersebut adalah dengan melakukan the set-up words. Dalam bahasa
religius, the set-up words adalah doa kepasrahan kepada Allah SWT.
Contoh the set-up wordsadalah Ya Allah walaupun saya ingin sekali
merokok padahal saya ingin bisa berhenti merokok.,saya ikhlas menerima
masalah saya ini. Saya pasrahkan padamu kesembuhan saya dari kecanduan
rokok.
b. The Tune In
Cara melakukan tune-in adalah dengan memikirkan sesuatu atau peristiwa
spesifik tertentu yang dapat membangktkan emosi negatif yang akan
dihilangkan atau situasi dimana seseorang sangat ingin merokok. Tujuannya
adalah untuk secara spesifik menetralisir emosi negatif atau sakit fisik yang
dirasakan. Untuk membantu terjadinya tune-in adalah dengan terus
memikirkan sesuatu yang membangkitkan respon emosi negatif tersebut
sekaligus mengulang-ngulang kata pengingat yang mewakili emosi yang
dirasakan. Dalam hal ini, kata pengingatnya adalah kecanduan rokok. Cara
lain untuk melakukan tune-in adalah dengan mengganti kata pengingatnya
dengan kalimat saya ikhlas, saya pasrah pada-Mu ya Allah. Tune-in tetap
dilakukan sampai semua teknik SEFT dilakukan hingga akhir.
c. The Tapping
Tapping adalah mengetuk ringandengan dua ujung jari pada titik-titik
tertentu di tubuh sebanyak tujuh kali ketukan sambil terus melakukan tune-
in.
d. Nine Gamut Procedure
Nine gamut procedure adalah sembilan gerakan untuk merangsang
otak.Setiap gerakan dimaksudkan untuk merangsang bagian otak tertentu.
Sembilan gerakan tersebut adalah :
1) Menutup mata
2) Membuka mata
3)Mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah
4) Mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah
5) Memutar bola mata searah jarum jam
6) Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam
7) Bergumam dengan berirama selama dua detik
8) Menghitung satu, dua, tiga, empat, dan, lima
9) Bergumam lagi seperti langkah ke-7
e. The Tapping Again
Setelah menyelesaikan nine gamut procedure, langkah terakhir adalah
mengulang lagi the tapping dan diakhiri dengan mengambil nafas panjang
kemudian menghembuskannya.
Walaupun beberapa fakta telah membuktikan keberhasilan SEFT dalam
membantu banyak orang untuk berhenti merokok namun belum ada penelitian
yang mengkaji secara ilmiah terkait efektivitas terapi tersebut. Oleh karena itu,
peneliti tertarik meneliti efektivitas SEFT sehingga efektivitas SEFT tidak hanya
dibuktikan secara empiris namun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
88

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Fakultas Bimbingan Konseling Universitas PGRI
Yogyakarta. Fakultas tersebut dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti laboratorium
BK, ruang laboratorium bahasa, masjid kampus, dan laboratorium komputer. Univesitas
PGRI Yogyakarta beralamatkan di jalan PGRI I, Sonosewu No. 117 Yogyakarta 55182.
Adapun sesuai dengan latar belakang permasalahan, maka yang menjadi subjek penelitian
adalah mahasiswa BK angkatan 2009-2011, dimana jumlah keseluruhannya saat ini dapat
dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Jumlah Keseluruhan Mahasiswa Per Kelas Fakultas BK Universitas
PGRI Yogyakarta Angkatan Tahun 2009-2011

Angkatan Kelas Jumlah
2011
A1 38
A2 40
A3 36
A4 43
2010
A5 42
A6 38
A7 39
A8 41
A9 39
2009
A10 42
A11 39
Total 437


Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa. Demi tercapainya
efektivitas pemberian SEFT maka jumlah subjek dibatasi 20 orang yang terbagi
secara random ke dalam Kelompok Eksperimen (KE) dan Kelompok Kontrol
(KK). KE berjumlah 10 orang dan KK berjumlah 10 orang. KE diberi SEFT
sedang KK tidak. Adapun kriteria subjek penelitian adalah sebagai berikut :
1. Tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Bimbingan Konseling (BK)
Universitas PGRI Yogyakarta.
2. Mahasiswa angkatan 2009 2011 yang merokok.
3. Bersedia mengikuti SEFT dengan mengisi lembar kesediaan.
4. Subjek tidak sedang mengikuti terapi atau program lain yang berkaitan
dengan merokok. Alasan peneliti menetapkan kriteria tersebut untuk
menghindari bias dalam penelitian.
Pretest dilaksanakan pada hari Sabtu, 31 Maret 2012 dari pukul 16.00-
17.00 BBWI. Prosedur pelaksanaannya, pertama-tama peneliti mengumpulkan 25
subjek penelitian di ruang kelas nomor 7 (tujuh) Fakultas BK Universitas PGRI
Yogyakarta. Selanjutnya peneliti dan satu asisten menyajikan skala perilaku
merokok kepada 25 orang subjek.
Berdasarkan hasil pengisian skala perilaku merokok, diperoleh data pretest
25 subjek yang digunakan untuk dua tujuan, yaitu sebagai skor pretest yang akan
dianalisis dan sebagai poses screening. Oleh karena itu data pretest pada proses
89

screening dibuat kategorisasi tingkat perilaku merokok berdasarkan norma
empirik dari data pretest.




Grafik 1. Kategorisasi Tingkat Perilaku Merokok Mahasiswa BK
Universitas PGRI Yogyakarta Angkatan Tahun 2009-2011



Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dapat dilihat bahwa dari 25 subjek
penelitian terdapat 3 (tiga) orang yang memiliki tingkat perilaku merokok dengan
kategori tinggi, 18 orang dengan kategori normal, 3 (tiga) orang dengan kategori
rendah, dan 1 (satu) orang dengan kategori sangat rendah. Selanjutnya peneliti
membagi 25 subjek tersebut ke dalam dua kelompok yaitu Kelompok Eksperimen
(KE) dan Kelompok Kontrol (KK). KE merupakan kelompok yang diberi
perlakuan berupa pemberian Spiritual emotional Freedom Technique (SEFT)
sedangkan KK adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan apapun. Pembagian
kelompok tersebut menggunakan teknik matching. Dua puluh lima subjek
penelitian pada masing-masing kelompok dipisah berdasarkan tingkat perilaku
merokoknya, yakni tinggi, normal, rendah dan sangat rendah. Setelah itu barulah
peneliti melakukan teknik matching dengan membagi setiap kategori ke dalam KE
dan KK. Hasilnya adalah KE memiliki 13 subjek dan KK 12 subjek. Hasil
matching subjek dapat dilihat pada tabel di bawah ini:










0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Sangat Rendah Rendah Normal Tinggi Sangat Tinggi
90

Tabel 2. Hasil Matching Skor Pretest Subjek Penelitian

Kategori Skor
Jumlah Subjek
Total Kelompok
Eksperimen
Kelompok
Kontrol
Tinggi 69,5 73 2 1 3
Normal/Sedang 54 69 9 9 18
Rendah 41,5 53,5 1 2 3
Sangat Rendah 41 1 0 1
Total 13 12 25

Setelah melakukan proses matching, peneliti melaksankan pemberian
perlakuan pada kelompok eksperimen, pemberian perlakuan dilaksanakan pada
hari Minggu, 1 April 2012 dari pukul 07.00-17.00 BBWI dan bertempat di Masjid
Sela, Masjid Kampus Universitas PGRI Yogyakarta. Perlakuan yang diberikan
adalah pemberian SEFT oleh terapis yang sudah mengikuti pelatihan SEFT dan
telah berpengalaman memberikan SEFT. Terapis memberikan SEFT kepada
subjek secara satu persatu. Terapis memperkirakan bahwa setiap subjek
membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk diberikan SEFT sehingga peneliti
mengundang tiap subjek dengan waktu yang berbeda, yaitu selang waktu 45
menit. Hal tersebut dilakukan agar subjek tidak menunggu lama ketika akan
diberikan SEFT.
Proses pemberian SEFT untuk menurunkan perilaku merokok yang
dilakukan terapis kepada subjek adalah sebagai berikut: Pertama, subjek diminta
untuk menghisap rokok dan merasakan nikmatnya merokok. Kedua, terapis
menanyakan kepada subjek seberapa tinggi kenikmatan yang dirasakan subjek
saat merokok jika diberi skala 0-10 (0 = tidak merasakan kenikmatan merokok, 10
= nilai maksimum dari kenikmatan yang dirasakan subjek saat merokok). Ketiga,
terapis melakukan interview terhadap subjek untuk mengetahui faktor-faktor
yang membuat subjek ingin sekali merokok. Keempat, terapis memberikan SEFT
kepada subjek sampai subjek tidak merasakan nikmatnya merokok dan tidak ada
keinginan untuk merokok lagi. Peserta yang hadir pada saat itu berjumlah 10
orang, 3 (tiga) orang lainnya tidak hadir dan tidak memberikan keterangan atas
ketidakhadiran sehingga peneliti hanya mengikutkan 10 orang subjek tersebut
untuk dapat mengikuti posttest.
Posttest dilaksanakan pada hari Senin, 2 April 2012 pada pukul 16.00
17.00 BBWI di ruang kelas nomor 7 (tujuh) Fakultas BK Universitas PGRI
Yogyakarta. Peserta yang hadir berjumlah 22 orang yang terdiri dari 10 orang dari
Kelompok Eksperimen dan 12 orang dari Kelompok Kontrol. Peneliti
memberikan skala perilaku merokok kepada 22 subjek tersebut (KE dan KK).
Selanjutnya data dari hasil posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
dianalisis dengan menggunakan SPPS 16.0 for Windows. Pada hari Minggu, 28
April 2012 pada pukul 08.00 17.00 BBWI, Subjek pada Kelompok Kontrol
diberikan SEFT untuk menurunkan perilaku merokok.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode kuantitatif dan kualitatif. Rancangan penelitian menggunakan metode
91

eksperimen yaitu dengan pretest post test control group design (Cook & Campbel,
1979) dimana kelompok yang digunakan yaitu Kelompok Kontrol dan Kelompok
Eksperimen yang diberikan pretest dan post test. Kelompok yang diberi perlakuan
hanya kelompok eksperimen.
Metode observasi adalah pengamatan atau pencatatan secara sistematis
terhadap fenomena-fenomena kegiatan yang sedang berlangsung atau tidak
berlangsung. Observasi dilakukan guna memperoleh data pelengkap yang
bertujuan untuk melihat motivasi dan konsentrasi subjek ketika diberikan SEFT.
Data kuantitatif diperoleh peneliti dari pengukuran skala perilaku
merokok. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah T-test
dengan data berskala interval yang perhitungannya dibantu dengan memakai
program SPSS (Statistical Product and Service Solution) for Windows release
16.0.. Analisa data dengan teknik ini digunakan untuk data pretest dan posttest
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Data kualitatif diperoleh peneliti
dari hasil wawancara dan observasi yang digunakan untuk melengkapi data
kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

SEFT efektif untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa. Hal
tersebut terlihat dari hasil uji Mann-Whitney gain score pretest dan posttest skala
perilaku merokok pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol yang
menyebutkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh dari data (U) sebesar 0,00
dengan kaidah uji beda = 5% (0,05). Berdasarkan hasil tersebut, nilai U lebih
sedikit daripada nilai = 0,05 (U<0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan gain
score pretest dan posttest skala perilaku merokok yang signifikan antara
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.
Berdasarkan uji Wilcolxon disimpulkan juga bahwa ada penurunan
perilaku merokok pada Kelompok Eksperimen sesudah diberikan SEFT. Hal
tersebut dapat diketahui dari hasil uji Wilcolxon pada Kelompok Eksperimen
bahwa taraf signifikansi yang diperoleh data (T) sebesar 0,025 dengan kaidah uji
beda = 5% (0,05). Berdasarkan hasil tersebut, nilai T lebih sedikit daripada nilai
= 0,05 (T<0,05) yang berarti ada perbedaan skor skala perilaku merokok yang
signifikan antara skor skala perilaku merokok pada pretest dan posttest pada
Kelompok Eksperimen. Sedangkan pada Kelompok Kontrol yang tidak diberikan
perlakuan, hasil uji Wilcolxon menyatakan bahwa taraf signifikansi yang
diperoleh data (T) sebesar 0,079 dengan kaidah uji beda = 5% (0,05).
Berdasarkan hasil tersebut, nilai T lebih besar daripada nilai = 0,05 (T>0,05)
yang berarti tidak ada perbedaan skor skala perilaku merokok yang signifikan
antara skor skala perilaku merokok pada pretest dan posttest pada Kelompok
Kontrol.
Meskipun berdasarkan hasil uji analisis Mann-Whitney dan uji Wilcolxon
menyebutkan bahwa hipotesis terbukti, namun penelitian ini mempunyai
kelemahan yaitu pada alat ukur. Alat ukur yang berupa skala perilaku merokok
dirasa kurang tepat untuk mengukur perilaku merokok subjek sehingga pada
92

penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan alat ukur yang lebih tepat agar
pengukuran terhadap efektivitas SEFT lebih jelas terlihat.
Hasil wawancara terhadap sepuluh subjek memperlihatkan bahwa sebelum
diberikan SEFT, subjek sering merokok terutama ketika setelah makan dan
berkumpul bersama teman-teman yang merokok. Ada pula yang merokok
dikarenakan ingin melepaskan ketegangan dan rasa jenuh. Hal tersebut selaras
dengan yang diungkapkan Aritonang (Sari dkk., 2008) jika ditinjau dari faktor
sosial, sebagian besar perokok menyatakan bahwa merokok dikarenakan pengaruh
orang-orang di sekitarnya seperti orang tua dan teman.


KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) efektif untuk menurunkan
perilaku merokok pada mahasiswa. Mahasiswa yang diberikan SEFT
mengalami penurunan skala perilaku merokok dibandingkan mahasiswa
yang tidak diberikan SEFT.
2. Hasil observasi menunjukkan bahwa subjek yang mengalami penurunan
perilaku merokok setelah diberikan SEFT adalah subjek yang terlihat
sungguh-sungguh dan terlihat konsentrasi ketika melakukan SEFT dan
mempunyai keinginan besar untuk berhenti merokok. Berdasarkan
wawancara, subjek menceritakan bahwa setelah diberikan SEFT, rokok
menjadi terasa pahit di lidah dan tidak ada keinginan dalam diri subjek
untuk merokok lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Baker, B.T., dkk. 2004. School-related stresss and Psychosomatic symptoms
among Norwegian adolescents : Annual Review of Psychology.
http://www.proquest.com/. 14 April 2011.

Cook & Campbel. 1979. Quasi Experimentation: Design and Analysis issues for
Field Setting. Boston : Houghto Mifflin.

Farrelly, F. 2002. Provocative Therapy. Paper presented at the Intensive Training
Cource Tagungshause Lowen. Germany. October 26-29.

Fawzani, N. & Triratnawati, A. 2005. Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3
Perokok Berat). Jurnal Kesehatan. 1 : 15-22.

93

Fenstein. 2009. Controversies in Energy Psychology. Journal Energy Psychology:
Theory, Research, Treatment. 1 : 45-56.

Hainsworth. 2008. You Can Heal with EFT. www.selfheal4me.com. 8Juli 2012

Husaini, A. 2006. Tobat Merokok Rahasia dan Cara Empatik Berhenti Merokok.
Depok : Pustaka Iiman.

Koenig, H. G. 2004. Religion, Spirituality, and Medicine : Research Findings and
Implications for Clinical Practice. Southern Medical Journal. 12 : 97.

Komalasari, D. & Helmi, A.F. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok
Pada Remaja. Jurnal Psikologi, 28: 37-47.

Kompas. 2011. Bebas Kecanduan Rokok dalam 15 Menit, Mau?. Kompas 2
Agustus 2011.
http://griyaterapisehatmadiun.wordpress.com/2011/08/02/bebas-
kecanduan-rokok-dalam-15-menit-mau/. 17 Agustus 2011.

Kompas. 2008. Stop Rokok dengan Terapi SEFT. 31 Mei 2008.
http://www1.kompas.com/lipsus052009/herculesread/2008/05/31/1555432
1/stop.rokok.dengan.terapi.seft. 22 Juli 2012.

Mc Gee, dkk. 2005. Is Cigarette Smoking Associated with Suicidal Ideation
Among Young People. The American Journal of Psychology.
http://www.proquest.com/. 14 April 2011.

Mubarok. 2009. Remaja dan Perilaku Merokok. http://id.shvoong.com/medicine-
and-health/1928293-remaja-dan-perilaku-merokok/. 13 Agustus 2011.

Mutadin, Z. 2002. Remaja & Rokok. http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp.
13 Aguatus 2011.

Nusantaraku. 2009. 10 Negara dengan Jumlah Perokok Terbesar di Dunia.
http://nusantaranews.wordpress.com/2009/05/31/10-negara-jumlah-
perokok-terbesar-di-dunia/. 14 April 2011.

Norcross, J. C., Koocher, G. P., & Garofalo, G. P. 2006. Discredited
psychological treatments and tests: A Delphi poll. Professional
Psychology: Research and Practice. 37 : 515-522.
94


Pujiyono, Y. 2010. Ngefams di dalam Gedung, PNS, dan Anggota dewan Cuekin
Pegrub. http://bataviase.co.id/node/261458. 14 April 2011.

Rosemary, R. 2011. Antara Motivasi dan Tantangan Berhenti Merokok (Studi
Kasus Mahasiswa di Banda aceh). Aceh Development International
Conference. Malaysia. Maret 2011.

Sarafino, E. P. 1990. Health Psychology, Biopsychososial interaction. Newyork:
John Wiley & Son.

Sari, A.T.O., Neila R. & Mirza E. 2008. Empati dan Perilaku Merokok di Tempat
Umum. Jurnal Psikologi. 1-15.

SEFT- Stop Merokok Metro TV-Rekor MURI. Diunduh dari
http://www.youtube.com/watch?v=c-oFwoYSmAc&feature=related. 13
Agustus 2011.

SEFT untuk Berhenti Merokok Kurang dari 5 Menit. Diunduh dari
http://www.youtube.com/watch?v=be_3Q-hDY3I. 13 Agustus 2011.

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo.

Southwick, Gilmartin, Mcdonough & Morrissey. Logotherapy as an Adjunctive
Treatment for Chronic Combat-reladed PTSD : A Meaning-
basedIntervention. American Journal of Psychotherapy. 2 : 60.

Subandi, M. A. 2003. Latihan Meditasi untuk Psikoterapi dalam Psikoterapi
Pendekatan Konvensional dan Kontemporer. Subandi (editor). Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.

Susanna, D., Budi H. & Hendra F. 2003. Penentuan Kadar Nikotin dalam Asap
Rokok. Jurnal Kesehatan. 7: 47-49.

Syafiie, R.M., Frieda N.R.H., dan Y.F.L. Kahija. 2008. Stop Smoking! Studi
Kualitatif Terhadap Pengalaman Mantan pecandu Rokok dalam
Menghentikan Kebiasaannya.


95

Tandra, H. 2003. Merokok & Kesehatan. Dalam Kompas 30 Juni 2003.
http://www.domeclinic.com/lifestyle/merokok-a-kesehatan.pdf. 13
Agustus 2011.

Zainuddin, A. F. 2009. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) for
Healing + Success + Happiness + Greatness. Jakarta : Afzan Publishing.

Zainuddin, A. F. 2005. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT). Jakarta :
Afzan Publishing.

Zainuddin, A. F. 2000. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT). Jakarta :
Afzan Publishing.

Anda mungkin juga menyukai