Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus
yang berulang namun reversibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat
keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang orang yang rentan terkena
asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan
hiperaktivitas bronkus yang khas.
PEMBAHASAN
Anamnesis
Yang dapat ditanyakan pada pasien adalah:
1

1. Gejala-gejalanya dapat mencakup batuk, mengi, kesulitan bernapas, dada terasa
tertekan.
2. Tanyakan tentang penyakit yang menyertai: rhinitis, sinusistis, polip nasal, dermatitis
atopik.
3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap asma antara lain: infeksi pernapasan atas
oleh virus, alergen, iritan, emosi, obat, zat aditif pada makanan, udara dingin, olag
raga. Esofagitis refluks merupakan presipitan yang lazim untuk asma terutama jika
gejala nocturnal lebih menonjol.
4. Usia saat awitan, perkembangan penyakit.
5. Penanganan, pengobatan, respons terhadap pengobatan sebelumnya.
6. Pengelolaan sekarang, mencakup rencana untuk terjadinya eksaserbasi.
7. Kunjungan ke bagian gawat darurat sebelumnya, perawatan di rumah sakit, intubasi,
perawatan di ICU.
8. Tidak masuk sekolah atau kerja.
9. Gejala-gejala nokturnal.
10. Pengaruh pada gaya hidup, pertumbuhan, sekolah, kerja.
11. Merokok, menjadi perokok pasif, terpapar akibat pekerjaan.
12. Riwayat keluarga menderita asma atau atopi.
Pemeriksaan fisik
Setelah penilaian umum keadaan pasien, pemeriksaan dada posterior dilakukan ketika
pasien masih duduk. Lengan pasien sebaiknya dilipat dan diletakkan di atas pangkuannya.
Bila pemeriksaan dada posterior sudah selesai, pasien diminta untuk berbaring dan
pemeriksaan dada anterior dimulai. Selama pemeriksaan, pemeriksa perlu berusaha
membayangkan daerah paru-paru di bawahnya.
2,3

Pemeriksaan dada anterior dan posterior mencakup:
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
4
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug. Sputum
eosinofil sangat karakteristik untuk asma
2. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
3. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
4. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Diagnosis Banding
1. Bronkitis Kronik
Adalah gangguan paru obstruktif yang ditandai produksi mukus berlebihan
disaluran napas bawah dan menyebabkan batuk kronis. Kondisi ini terjadi selama
setidaknya 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut. Mukus
yang berlebihan terjadi akibat perubahan patologis (hipertropi dan hiperplasia) sel-sel
penghasil mukus di bronkus. Selain itu, silia yang melapisis bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel penghasil mukus
dan sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
akumulasi mukus kental dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat perkembangan mikoorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Proses inflamasi terjadi yang menyebabkan
edema dan pembengkakan jaringan serta perubahan arsitektur di paru. Ventilasi,
terutama ekshalasi/ekspirasi, terhambat. Hiperkapnia (peningkatan karbon dioksida)
terjadi, karena ekspirasi memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya inflamasi.
Risiko utama berkembangnya bronkitis kronis adalah asap rokok. Komponen
asap rokok menstimulus perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia.
Komponen-komponen tersebut juga menstimulasi inflamasi kronis, yang merupakan
ciri khas bronkitis kronis.
Gambaran klinis, batuk yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk
dengan inhalasi iritan, udara dingin, atau infeksi. Produksi mukus dalam jumlah yang
sangat banyak, sesak napas dan dispnea. Pemeriksaan fungsi paru memperlihatkan
penurunan FEV1 dan kapasitas vital. Analisis gas darah memperlihatkan penurunan
oksigen arteri dan peningkatan karbon dioksida arteri.
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar
mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltrasi
sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Batuk kronik yang disertai peningkatan
sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronkiolus kecil sehingga bronkiolus
tersebut rusak dan dindingnya melebar.
5

2. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah penyakit inflamasi akut pada saluran nafas atas dan bawah
yang menimbulkan obstruksi saluran nafas kecil ( bronkiolus ). Bronkiolitis timbul
pada 2 tahun pertama bayi dengan insiden puncak pada umur 6 bulan. Penyakit ini
paling sering menyebabkan rawat inap bayi di rumah sakit. Pada dasarnya penyakit
ini menyerang semua umur, tapi karena ukuran saluran nafas orang dewasa lebih baik
dalam mengkompensasi edema mukosa, sehingga simptom pernafasan paling sering
tampak pada bayi.
5
Bronkiolitis sering terjadi pada bayi laki-laki antara umur tiga dan enam bulan
yang belum pernah disusui ibunya dan yang hidup pada daerah yang penuh sesak.
Sumber infeksi biasanya anggota keluarga dengan penyakit pernafasan yang minor.
Anak yang lebih tua dan orang dewasa mentoleransi edema bronkiolus lebih baik
daripada bayi dan tidak berkembang bronkiolitis kronis walaupun jalan nafas saluran
pernafasannya yang lebih kecil terinfeksi virus.
5
Bronkiolitis timbul akibat infeksi virus pada bronkiolus yang mengakibatkan
nekrosis epitel saluran nafas yang merupakan lesi awal bronkiolitis, kemudian timbul
proliferasi sel goblet yang menyebabkan produksi mukus meningkat sedangkan
regenerasi sel epitel saluran pernafasan adalah sel yang tidak bersilia sehingga tidak
dapat mengkompensasi sekresi mukus. Selain itu didapati infiltrasi limfosit dan
netrofil yang menyebabkan edema mukosa, namun tidak dijumpai kerusakan kolagen,
otot dan jaringan ikat. Kombinasi dari adanya debris-debris dan edema menimbulkan
penyempitan bahkan obstruksi total saluran nafas kecil. Proses ini pada akhirnya
mengakibatkan hiperinflasi, peningkatan resistensi saluran nafas, atelektase dan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang dapat berlanjut menjadi keadaan
hipoksemia. Pada gambaran radiologis dapat dijumpai berupa atelektase pada
beberapa bagian paru, sedangkan pada bagian lain dapat timbul distensi yang
berlebihan.
5
Mekanisme pernafasan pada bronkolitis menjadi abnormal, pernafasan berada
pada volume yang besar dan kapasitas residu fungsional paru meningkat. Compliance
dari paru sendiri menurun akibat pernafasan bayi pada tingkat volume tinggi dan
resistensi jalan udara dan kedua hal ini mengakibatkan peningkatan kerja nafas.
Penyembuhan dari bronkiolitis akut dimulai dari regenerasi epitel bronkiolar setelah
3-4 hari, akan tetapi, silia epitel belum muncul sampai kira-kira 15 hari. Gumpalan
mukus akan dibuang oleh makrofag.
5

2. Tuberkulosis
Gejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih dari 3
minggu), nyeri dada, dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam, menggigil, keringat
malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan. Seseorang yang
dicurigai menderita TB harus dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan fisik, tes tuberkulin
mantoux, foto toraks, dan pemeriksaan bakteriologi atau histologi.
Demam, biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-41
o
C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam influenza
ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan
ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberkulosis yang masuk.
Batuk/batuk darah, gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-
bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Sesak napas, pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah paru-paru.
Nyeri dada, gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya
Malaise, penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anorexsia, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.
6
Anataomi dan Fisiologi Saluran Pernapasan
Saluran penghantar udara yang membawa udara kedalam paru adalah hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus
dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring,
dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa
respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan berselgoblet. Permukaan epitel
diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu
yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan
partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan
mukus ke posterior didalam rongga hidung, dan ke superior didalam sistem pernapasan
bagian bawah menuju ke faring. Dari sini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar.
Lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah
dibawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan
sedemikian rupa sehingga udara yang mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu
mendekati suhu tubuh, dan kelembabanya mencapai 100%.
7
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari
rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungi oleh otot-otot dan mengandung pita suara.
Ruang berbentuk segitiga di antara pita suara (yaitu glotis) bermuara kedalam trakea dan
membentuk bagian antara saluran pernapasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah
antara saluran pernapasan atas dan bawah. Meskipun laring dianggap berhubungan dengan
fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan,
gerakan laring keatas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang berbentuk
daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk
kedalam esofagus. Jika benda asing masih mampu masuk melampaui glotis, fungsi batuk
yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran
pernapasan bagian bawah. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu
kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm (5 inci). Struktur trakea dan bronkus
dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial.
Permukaan posterior trakea agak pipih dibandingkan sekelilingnya karena cincin tulang
rawan di daerah itu tidak sempurna, dan letaknya tepat didepan esofagus. Akibatnya jika
suatu pipa endotrakea (ET) bulat yang kaku dengan balon yang digembungkan dimasukkan
selama ventilasi mekanik, dapat timbul erosi di posterior membran tersebut, dan membentuk
fistula trakeoesofageal. Erosi bagian anterior menembus cincin tulang rawan dapat juga
timbul tetapi tidak sering. Pembengkakkan dan kerusakan pita suara juga merupakan
komplikasi dari pemakaian pipa ET. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri
dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan
bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang.
7

Bronkus utama kanan dan kiri tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan
lebih lebar dibandingkan bronkus utama kiri dan merupakan kelanjutan dari trakea yang
arahnya hampir vertikal. Sebaliknya bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit
dibandingkan dengan bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan trakea dengan sudut
yang lebih tajam. Bentuk anatomik yang khusus ini mempunyai keterlibatan klinis yang
penting. Satu pipa ET yang dipasang untuk menjamin patensi jalan udara akan mudah
meluncur kebawah, ke bronkus utama kanan, jika pipa tidak bertahan dengan baik pada mulut
atau hidung. Jika terjadi demikian udara tidak dapat memasuki paru kiri dan akan
menyebabkan kolaps paru (atelektasis). Namun demikian, arah bronkus kanan yang hampir
vertikal tersebut memudahkan masuknya kateter untuk melakukan pengisapan yang dalam.
Selain itu, benda asing yang terhirup lebih sering tersangkut pada percabangan bronkus kanan
karena arahnya vertikal.
7
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang
ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki
garis tengah kurang lebih 1mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke
bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah sebagai penghantar udara ketempat pertukaran gas paru.
7
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru,
yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, (2) duktus
alveolaris, (3) sakus alveolaris terminalis, yaitu struktur akhir paru. Asinus atau kadang-
kadang disebut lobulus primer memiliki garis tengah kira-kira 0,5-1,0 cm. Terdapat sekitar 23
kali percabangan mulai dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis. Alveolus (dalam
kelompok sakus alveolaris menyerupai anggur, yang membentuk sakus terminalis)
dipisahkan dari alveolus didekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada
dinding ini dinamakan pori-pori kohn. Lubang ini memungkinkan hubungan atau aliran udara
antar sakus alveolaris terminalis. Alveolus hanya mempunyai satu lapis sel yang diameternya
lebih kecil dibandingkan dengan diameter sel darah merah. Dalam setiap paru terdapat sekitar
300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas lapangan tenis.
7









Gambar 1. Anatomi saluran pernapasan.
7
Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
7

a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Genetik diturunkan dalam keluarga dan berhubungan dengan atopi. Penelitian genetic
menunjukkan adanya hubungan reseptor IgE afinitas tinggi dan gen sitokin T-helper (Th
2
)
(kromosom 5)
b. Faktor presipitasi
Alergen
Seperti serbuk sari yang dihirup, debu, makanan, obat-obatan,
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Epidemiologi
Asma adalah penyebab tunggal terpenting untuk morbiditas penyakit pernapasan dan
menyebabkan 2000 kematian/tahun. Prevalensinya, sekarang sekitar 10-15%, semakin
meningkat di masyarakat Barat. Insidensi mengi tertinggi pada anak-anak (satu dari tiga anak
mengalami mengi dan satu dari tujuh anak sekolah terdiagnosis asma).
8

Patogenesis
Istilah asma berasal dari kata yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan
napas pendek. Istilah ini hanya ditunjukan untuk keadaan-keadaan yang menunjukan respons
abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan
napas yang meluas. Perubahan patologis yang menyebabkan obstruksi jalan napas terjadi
pada bronkus ukuran sedang dan bronkiolus berdiameter 1mm. Penyempitan jalan napas
disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa, dan hipersekresi mukus yang kental.
7
Asma dapat dibagi dalam tiga kategori :
7
Asma ekstrinsik, atau alergik, ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa, dan
disebabkan oleh alergen yang diketahui. Bentuk ini biasanya dimulai pada masa
kanak-kanak dengan keluarga yang mempunyai riwayat penyakit atopik termasuk
ekzema, dermatitis, dan asma. Asma alergik disebabkan oleh kepekaan individu
terhadap alergen (biasanya protein) dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus
binatang, spora jamur, debu, serat kain, atau yang lebih jarang, terhadap makanan
seperti susu atau coklat. Pajanan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah
yang sangat kecil, dapat mengakibatkan serangan asma.
Asma intrinsik atau idiopatik, ditandai dengan sering tidak ditemukannya faktor-
faktor pencetus yang jelas. Faktor nonspesifik seperti flu biasa, latihan fisik atau
emosi dapat memicu serangan asma. Asma intrinsik lebih sering timbul sesudah usia
40 tahun, dan serangan timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan
trakeobronkial. Makin lama serangan makin sering dan makin hebat, sehingga
akhirnya keadaan ini berlanjut menjadi bronkitis kronik dan emfisema.
Asma campuran, yang terdiri dari komponen-komponen asma ekstrinsik dan intrinsik.
Sebagian besar pasien asma intrinsik akan berlanjut menjadi bentuk campuran dan
anak yang menderita asma ekstrinsik sering sembuh sempurna saat dewasa muda.
Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul
dispnea. Pasien merasa seperti dicekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh
mengerahkan tenaga untuk bernapas. Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi.
Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk
memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus,
yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada ekspirasi .
Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi
progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma
sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat
berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum
berwarna keputih-putihan.
7

Penilaian Derajat Serangan Asma
1. Berdasarkan Frekuensi
Asma episodik jarang. Golongan ini merupakan 7075% dari populasi asma anak.
Biasanya terdapat pada anak umur 36 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh
infeksi virus saluran napas atas. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun.
Lamanya serangan paling lama hanya beberapa hari saja dan jarang merupakan
serangan yang berat. Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari.
Mengi dapat berlangsung sekitar 34 hari dan batuknya dapat berlangsung 1014 hari.
Waktu remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan. Manifestasi alergi lainnya
misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak biasanya baik. Di luar
serangan tidak ditemukan kelainan lain.
2
Asma episodik sering. Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada
dua pertiga golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada
permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur
56 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua
menghubungkannya dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan
stress. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa
hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling banyak pada umur 813
tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan asma
kronik atau persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada malam hari dengan
batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur.
2

Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika waktu
serangan lebih dari 12 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay fever
dan eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan ini jarang ditemukan
gangguan pertumbuhan.
Asma kronik atau persisten. Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur
6 bulan, 75% sebelum umur 3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada
2 tahun pertama dan pada 50% sisanya serangan episodik. Pada umur 56 tahun akan
lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu
terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat dan
memerlukan perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya
pada umur 814 tahun.
2
Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma persisten atau
sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa muda. Pada
pemeriksaan fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti dada burung (pigeon
chest), dada tong (barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison. Pada golongan ini dapat
terjadi gangguan pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisiknya
sangat berkurang, sering tidak dapat melakukan kegiatan olahraga dan kegiatan biasa
lainnya. Sebagian kecil ada juga yang mengalami gangguan psikososial.
2
2. Berdasarkan beratnya serangan
Asma Ringan, anak dengan asma ringan mengalami berbagai frekuensi eksaserbasi
(kekambuhan), sampai dua kali seminggu, dengan penurunan angka aliran ekspirasi
puncak tidak lebih dari 20% dan berespons terhadap pengobatan bronkodilator dalam
24-28 jam. Biasanya, diantara eksaserbasi pada asma yang sangat ringan yang setiap
gejalanya kurang dari 2 minggu tidak diperlukan pengobatan, jika pada dasarnya anak
bebas dari gejala penyumbatan jalan napas. Anak dengan asma ringan mempunyai
tingkat kehadiran disekolah yang baik, dan tidurnya tidak atau sedikit terganggu oleh
asma. Penderita ini tidak menderita hiperinflasi dada, pada dasarnya roentgenogram
dadanya normal. Uji fungsi paru dapat menunjukan penyumbatan jalan napas ringan
yang reversibel, dengan sedikit atau tanpa penambahan volume paru.
9
Asma sedang, anak dengan asma sedang mempunyai gejala yang lebih sering
daripada mereka yang menderita asma ringan dan seringkali menderita batuk dan
mengi ringan diantara serangan yang lebih berat. Absensi sekolah mungkin terganggu,
toleransi terhadap olahraga akan berkurang karena batuk dan mengi, dan
kemungkinan tidur anak pada malam hari kurang, terutama selama eksaserbasi. Anak
demikian biasanya akan memerlukan terapi bronkodilator yang terus-menerus
daripada yang intermiten (sebentar-sebentar) untuk mencapai pengendalian yang
memuaskan terhadap gejala-gejala; atau meneruskan pengobatan dengan kromolin,
nedokromil, atau kortikosteroid hirupan untuk mengurangi hiperesponsivitas bronkial.
Hiperinflasi kemungkinan terbukti secara klinik dan roetgenografis. Tanda-tanda
penyumbatan jalan napas pada uji fisiologis lebih mencolok daripada kelompok
ringan; volume paru mungkin bertambah.
9
Asma berat, anak dengan asma berat menderita mengi harian yang jelas dan
kumatnya lebih sering dan lebih berat, mereka memerlukan rawat inap berulang, yang
pada asma ringan dan sedang jarang diperlukan. Anak yang terkena asma berat dapat
kehilangan jumlah hari sekolah yang cukup lama, tidurnya sering terganggu oleh
asma dan mempunyai toleransi terhadap olahraga yang jelek. Mereka menderita
deformitas dada sebagai akibat hiperinflasi kronis yang terbukti pada roentgenogram.
Obat-obatan bronkodilator akan diperluakan terus-menerus, dan regimen dapat
mencakup pemberian kortikosteroid sistemik atau aerosol yang teratur. Uji fisiologis
akan menunjukan penyumbatan jalan napas lebih berat dari pada asma ringan dan
sedang, reversibilitas dalam responsnya terhadap bronkodilator aerosol lebih sedikit,
dan gangguan volume paru lebih berat.
9

Manifestasi klinik
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas
bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan.
Gejala-gejala asma antara lain:
5

1. Dispnea yang bermakna.
2. Batuk, terutama di malam hari.
3. Pernapasan yang dangkal dan cepat.
4. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar hanya
saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.
5. Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan
kondisi, napas cuping hidung.
6. Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat udara yang cukup.
7. Udara terperangkap karena obstruksi aliran udara, terutama terlihat selama ekspirasi
pada pasien asma. Kondisi ini terlihat denganmemanjangnya waktu ekspirasi.
8. Di antara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi, dalam
pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat bahkan di antara serangan pada
pasien yang memiliki asma persisten.
Penatalaksanaan
Tujuan terapi asma adalah:
2
1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.
2. Mencegah kekambuhan.
3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise.
5. Menghindari efek samping obat asma.
6. Mencegah obstruksi jalan napas yang ireversibel.

Tabel 1. Pengobatan asma jangka panjang berdasarkan berat penyakit.
2

Derajat Asma Obat Pengontrol (Harian) Obat Pelega
Asma Persisten Tidak perlu Bronkodilator aksi
singkat, yaitu inhalasi
agonis 2 bila perlu.
Intensitas pengobatan
tergantung berat
eksaserbasi.
Inhalasi agonis 2 atau
kromolin dipakai
sebelum aktivitas atau
pajanan alergen.
Asma Persisten Ringan Inhalasi kortikosteroid
200-500 g/ kromolin/
nedokromil atau teofilin
lepas lambat.
Bila perlu ditingkatkan
sampai 800 g atau
ditambahkan
bronkodilator aksi lama
Inhalasi agonis 2 aksi
singkat bila perlu dan
tidak melebihi 3-4 kali
sehari.
terutama untuk
mengontrol asma malam.
Dapat diberikan agonis 2
aksi lama inhalasi atau
oral atau teofilin kepas
lambat.
Asma Persisten Sedang Inhalasi kortikosteroid
800-2000 g
Bronkodilator aksi lama
terutama untuk
mengontrol asma malam,
berupa agonis 2 aksi
lama inhalasi atau oral
teofilin lepas lambat.
Inhalasi agonis 2 aksi
singkat bila perlu dan
tidak melebihi 3-4 kali
sehari.
Asma Persisten Berat Inhalasi ortikosteroid
800-2000 g atau lebih.
Bronkodilator aksi lama,
berupa agonis 2 inhalasi
atau oral atau teofilin
lepas lambat.
Kortikosteroid oral jangka
panjang




Yang termasuk obat antiasma adalah:
1. Bronkodilator.
a. Agonis 2
Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan feneterol
memiliki lama kerja 4-6 jam, sedangkan 2 long-acting bekerja lebih dari 12 jam,
seperti salmeterol, formoterol, bambuterol, dan lain-lain. Banyak aerosol dan
inhalasi memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh lebih
kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.
b. Metilxantin.
Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengan
konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan dengan
pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.
c. Antikolinergik.
Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsic dari saluran napas.
2. Antiinflamasi.
Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan napas dan mempunyai efek supresi dan
profilaksis.
a. Kortikosteroid.
b. Natrium kromolin (sodium cromoglycate) merupakan antiinflamasi nonsteroid.

Terapi awal yaitu:
1. Oksigen 4-6 liter/menit.
2. Agonis 2 ( Salbutamol 5 mg atau Feneterol 2,5 mg atau Terbutalin 10 mg) inhalasi
nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian
agonis 2 dapat secara subkutan atau iv dengan dosis Salbutamol 0,25 mg atau
Terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan diberikan perlahan.
3. Aminovilin bolus iv 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg iv jika tidak ada respon segera pasien
sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

Respon terhadap terapi awal baik, jika didapatkan keadaan berikut:
Respons menetap selama 60 menit setelah pengobatan.
Pemeriksaan fisik normal.
Arus puncak ekspirasi (APE) > 70%
Jika respons tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka pasien sebaiknya dirawat di
rumah sakit.

Terapi asma kronik adalah sebagai berikut:
1. Asma ringan: agonis 2 inhalasi bila perlu atau agonis 2 oral sebelum exercise atau
terpapar alergen.
2. Asma sedang: antiinflamasi setiap hari dan agonis 2 inhalasi bila perlu.
3. Asma berat: steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis 2 long
acting, steroid oral selang sehari atau dosis tunggal harian dan agonis 2 inhalasi
sesuai kebutuhan.
Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang
mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi pada beberapa
individu. Pada kasus ini, kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan
meningkat, kebutuhan oksigen juga meningkat. Karena individu yang mengalami serangan
asma tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup
memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk berinspirasi dan
berekspirasi melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental.
Situasi ini dapat menyebabkan pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan
ventilasi. Apabila individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan
kematian.
5

Prognosis
Sejalan dengan bertambahnya usia anak, sebagian besar anak akan mengalami
perbaikan. Pada anak-anak prasekolah yang mengalami mengi hanya pada saat pilek,
mungkin gejala akan menghilang setelah usia 5-8 tahun. Secara umum, semakin berat suatu
asma maka perbaikan akan tercapai pada usia yang lebih tua. Asma mungkin berulang pada
masa dewasa, dan remaja sebaiknya tidak merokok dan menghindari alergen potensial di
tempat bekerja.
PENUTUP
Kesimpulan
Penatalaksanaan penderita asma akut berat dan status asmatikus harus dilakukan
dengan cepat, tepat, dan akurat karena keadaan ini selalu dapat mengancam jiwa penderita.
Untuk dapat melakukan penanganan yang baik diperlukan pengetahuan dan
kemampuan yang cukup dalam mengenal gejala dan tanda serangan penyakit, memberikan
pengobtan awal, merawat penderita di ruangan serta pengobatan lepas rawat, yang semuanya
itu bertujuan untuk dapat mencegah kematian, mengembalikan keadaan klinis dan fungsi paru
ke tingkat yang lebih baik dan mencegah kekambuhan dini penderita.
Daftar Pustaka
1. Grabber MA, Toth PP, Robert L. Buku saku kedokteran keluarga. Edisi ke-3. Jakarta:
EGC; 2006.h.151-2.
2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2000.h.456-62.
3. Swartz MH. Bukua ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 1995.h.161-75.
4. Bakta IM, Suastika IK. Gawat darurat di bisang penyakit dalam. Jakarta: EGC;
1999.h.43-51.
5. Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.566-71.
6. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009,
Jil.3.ed 5. hal 2234
7. Solomon WR. Asma bronkial. Price Sylvia A,Lorraine MW. Patofisiologi konsep
klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006, vol.2;
ed.6. hal 736-38;83-85
8. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga;2005.h.178-80.
9. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatri. Jakarta: EGC;2010. hal 787-88

Anda mungkin juga menyukai