Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikro organisme
Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Pada tahun 1886, Adolf
Weil pertama kali melaporkan penelitiannya tentang penyakit ini. Ia menemukan bahwa penyakit
ini menyerang manusia dengan gejala demam, ikterus, pembesaran hati dan limpa, serta
kerusakan ginjal. Leptospirosis sering luput dari diagnosis karena gejala klinis yang tidak
spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji labolatorium. Leptospirosis telah
muncul dibeberapa negara sehingga menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang
perlu diperhatikan.
Pada kasus kali ini, seorang pasien datang dengan gejala-gejala yang menunjukkan
bahwa pasien mengalami leptospirosis, tetapi kita harus memastikannya dengan prosedur yang
sudah ditentukan sebelumnya, yaitu dimulai dari anamnesis yang sesuai, lengkap, dan
menunjang, kemudian pemeriksaan fisik, dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang, kemudian
dari hasil pemeriksaan bisa ditentukan working dan differential diagnosis, setelah itu ditentukan
etiologi dan epidemiologi serta patofisiologi penyakit tersebut, sampai timbul gejala-
gejala/manifestasi kliniknya. Pasien datang tidak selalu dalam keadaan penyakit masih ringan,
maka perlu diketahui komplikasi yang mungkin terjadi. Setelah diketahui semua diatas, maka
perlu dilakukan penatalaksanaan, serta yang paling penting adalah di edukasikan ke pasien
mengenai pencegahan terjadinya penyakit ini yang berguna untuk kemudian hari. Yang terakhir
adalah penentuan prognosis pasien terhadap penyakit tertentu.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana cara melakukan anamnesis yang baik dan apa saja
pemeriksaan yang tepat untuk pasien. Dari pemeriksaan tersebut kita dapat mengetahui penyakit
pasien dan mempelajari proses kehidupan dan penularan penyakit pasien. Sehingga kita dapat
melakukan pencegahan dan pengobatan yang baik dan benar pada pasien, supaya sembuh.
2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anamnesis
Seorang dokter harus melakukan wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau
keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan
kesehatan. Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis
penyakit tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan
sehingga membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik
dan penunjang. Tehnik anamnesis yang baik disertai dengan empati merupakan seni tersendiri
dalam rangkaian pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam usaha untuk membuka saluran
komunikasi antara dokter dengan pasien. Empati mendorong keinginan pasien agar sembuh
karena rasa percaya kepada dokter. Penting diperhatikan bahwa fakta yang terungkap selama
anamnesis harus dirahasiakan meskipun di zaman yang modern ada beberapa bagian yang dapat
dikecualikan.
1
Buatlah catatan penting selama melakukan anamnesis sebelum dituliskan secara lebih
baik didalam status pasien. Status adalah catatan medik pasien yang memuat semua catatan
mengenai penyakit pasien dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis dapat langsung dilakukan
terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis)
bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Dalam melakukan anamnesis,
tanyakanlah hal-hal yang logik mengenai penyakit pasien, dengarkan dengan baik apa yang
dikatakan pasien, jangan memotong pembicaraan pasien bila tidak perlu. Selain melakukan
wawancara (verbal), maka selama anamnesis juga harus diperhatikan tingkah laku non verbal
yang secara tidak sadar ditunjukkan oleh pasien.
1
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem
dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan,
lingkungan). Pasien dengan sakit menahun, perlu dicatat pasang-surut kesehatannya, termasuk
obat-obatannya dan aktivitas sehari-harinya.
1
3

Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama
orang tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku
bangsa dan agama. Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien
pergi ke dokter yang ditambahkan keterangan waktu mulai keluhan itu dirasakan. Riwayat
perjalanan penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Setelah
semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara dan diagnosis diferensial.
Bila mungkin, singkirkan diagnosis diferensial, dengan menanyakan tanda-tanda positif dan
tanda-tanda negatif dari diagnosis yang paling mungkin. Riwayat penyakit dahulu bertujuan
untuk mengetahui kemungkinan hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan
penyakitnya sekarang.
1

Riwayat penyakit keluarga merupakan bagaian anamnesa yang penting untuk mencari
kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi. Riwayat pribadi meliputi data-
data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien
mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan dan
sebagainya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasan merokok, minum
alkohol, termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba). Pasien-pasien yang sering
melakukan perjalanan juga harus ditanyakan tujuan perjalanan yang telah dilakukan untuk
mencari kemungkinan tertular penyakit infeksi tertentu di tempat tujuan perjalanannya. Yang
tidak kalah pentingnya adalah anamnesis mengenai lingkungan tempat tinggalnya, termasuk
keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, tempat pembuangan sampah dan
sebagainya.
1
2.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau
pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi), dan
pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (auskultasi). Sikap sopan santun dan rasa
hormat terhadap tubuh dan pribadi pasien yang sedang diperiksa harus diperhatikan dengan baik
oleh pemeriksa.
1
4

Dokter akan melaksanakan pemeriksaan fisik yang komprehensif pada sebagian besar
pasien baru atau pasien yang masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik secara komprehensif
seorang dokter perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu keadaan umum pasien, pemeriksaan
tanda-tanda vital, pemeriksaan kulit, kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan,
pemeriksaan leher, punggung, thoraks atau dada, kelenjar limfe yang penting menentukan
diagnosis, jantung, abdomen, ekstremitas atas maupun bawah. Pada pemeriksaan keadaan
umum pasien, perhatikan tinggi badan, perawakan dan perkembangan seksualnya. Tanyakan
berat badan pasien. Perhatikan postur tubuh, aktivitas motorik, serta cara berjalannya; cara ber-
pakaian, kerapihan, serta kebersihan dirinya; dan setiap bau badan atau napasnya. Amati
ekspresi wajah pasien dan perhatikan tingkah laku, dan reaksi terhadap orang lain serta benda-
benda di lingkungannya. Dengarkan cara pasien berbicara dan perhatikan status kewaspadaan
atau tingkat kesadarannya.
2
Pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan fisik terutama adalah pemeriksaan tanda-
tanda vital. Pengkajian tanda vital meliputi pemeriksaan suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan
darah adalah tanggung jawab dasar keperawatan dan merupakan metode yang penting untuk
memantau fungsi tubuh yang vital. Pengukuran yang perlu dilakukan adalah pengukuran
tekanan darah, frekuensi denyut nadi, dan frekuensi respirasi. Jika ada indikasi, ukur juga suhu
tubuh. Tanda-tanda vital memberi gambaran tentang fungsi organ-organ spesifik terutama
jantung dan paru-paru dan juga seluruh sistem tubuh. Pekerja kesehatan mengobservasi tanda-
tanda vital untuk membentuk pengukuran dasar, mengamati kencederungan, mengidentifikasi
masalah fisiologis dan memantau respons klien terhadap terapi. Selama pengkajian fisik
lengkap, dokter akan mengukur semua tanda-tanda vital sekaligus, atau akan menggabungkan
tanda vital ke dalam langkah pengkajian yang berbeda. Karena hasil yang abnormal dapat
memberi tahu Anda tentang masalah yang mungkin timbul, Anda lebih baik melakukan
pengukuran semua tanda vital di bagian awal.
2,3
Nadi merupakan refleksi perifer dari kerja jantung dan penjalaran gelombang dari
proksimal (pangkal aorta) ke distal. Gelombang nadi tidak bersamaan dengan aliran darah tetapi
menjalar lebih cepat. Intensitas nadi berhubungan dengan karakteristik pembuluh darah dan
tekanan nadi. Kecepatan denyut nadi normal pada dewasa yang sehat berkisar dari 50-100
denyut/menit. Kecepatan pernapasan dan polanya dikendalikan oleh kemosensor-kemosensor
5

dan otak. Untuk orang normal, peningkatan konsentrasi karbondioksida dan ion hidrogen dalam
darah merangsang peningkatan ventilasi. Pemeriksa harus waspada bahwa, peningkatan
kecepatan pernapasan involunter sering terjadi bila subjek menyadari bahwa pernapasannya
sedang diamati. Untuk alasan ini, penghitungan kecepatan pernapasan dilakukan secara diam-
diam. Kecepatan pernapasan normal adalah 12-18x/menit pada orang dewasa. Sistem-sistem
enzim mamalia dan juga manusia bekerja dengan baik pada satu rentang suhu yang sempit. Oleh
karena itu suhu tubuh manusia berada pada keadaan yang cukup konstan. Suhu tubuh fisiologis
manusia rata-rata adalah 37
o
C. Tekanan darah diukur dalam torr, singkatan dari torricelli, satuan
tekanan yang sebelumnya dikenali sebagai milimeter air-raksa. Tekanan darah normal pada
kebanyakan orang dewasa sehat berkisar antara 90/50 dengan 140/90.
2
Pemeriksaan dilanjutkan dengan terhadap kepala, mata, telinga, hidung, dan
tenggorokan. Terutama pada kasus ini adalah pemeriksaan mata. Untuk mata adalah dengan
melakukan tes ketajaman visus dan pemeriksaan skrining lapang pandang. Perhatikan posisi dan
kelurusan kedua mata. Observasi kelopak mata dan inspeksi sklera serta konjungtiva tiap-tiap
mata. Dengan penyinaran yang arahnya menyilang dari samping, inspeksi tiap-tiap kornea, iris,
dan lensa.
2





Gambar 1. Regio Abdomen pada Pemeriksaan Fisik.
3
Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan thoraks posterior dan paru-paru. Inspeksi dan
palpasi tulang belakang serta otot-otot punggung sebelah atas. Inspeksi, palpasi dan perkusi dada.
Tentukan ketinggian suara pekak diafragma pada perkusi setiap sisi dada. Dengarkan bunyi
6

12
pernapasan. Dilanjutkan dengan toraks anterior dan paru-paru. Lakukan inspeksi, palpasi, dan
perkusi pada dada. Dengarkan bunyi pernapasan juga. Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan
sistem kardiovaskular. Dengarkan bunyi jantung pada daerah apeks kordis dan margo sternalis
inferior dengan menggunakan stetoskop. Dengarkan bunyi jantung pada setiap daerah auskultatorik
dengan stetoskop membran. Dengarkan bunyi jantung pertama dan kedua, serta splitting
fisiologik bunyi jantung kedua dan kemungkinan murmur. Pemeriksaan yang cukup penting
untuk diagnosis pasien adalah pemeriksaan abdomen. Yang dilakukan dengan inspeksi,
auskultasi, dan perkusi pada abdomen. Palpasi abdomen dengan lembut, kemudian lakukan
palpasi yang dalam. Lakukan pemeriksaan hepar dan lien dengan perkusi dan kemudian palpasi.
Coba meraba kedua ginjal, dan lakukan pula palpasi aorta serta pulsasinya. Jika Anda
mencurigai adanya infeksi ginjal, lakukan perkusi di daerah posterior pada sudut kostovertebralis
(Gambar 1).
2

Kasus ini, dimana pasien mengeluh pada nyeri tekan betis, pemeriksaan penting juga
pada ekstremitas bawahnya. Observasi setiap gerakan yang abnormal. Pemeriksaan pada sendi
dan otot dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk mengetahui adanya pembengkakan,
perubahan warna, rasa panas, dan nyeri tekan.
2,3

2.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk konfirmasi penyakit leptospirosis atau
keberadaan Leptospira adalah dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, uji serologi, kultur,
dan juga pemeriksaan mikroskopik. Pada pemeriksaan laboratorium darah akan mendapatkan
hasil sebagai berikut:
1,4-5

1. Hemoglobin (Hb): Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan
makanan atau minuman. Selain itu, turniket yang terpasang harus kurang dari satu menit.
Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan berjumlah 3 sampai 5
ml dalam tabung tertutup lembayung. Kadar normal Hb adalah pria dewasa: 13.5-17 g/dl,
wanita dewasa: 12-15 g/dl, bayi baru lahir: 14-24 g/dl, bayi: 10-17 g/dl, anak: 11-16 g/dl.
2. Hematokrit (Ht): Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan
makanan atau minuman. Selain itu, turniket yang terpasang harus kurang dari dua menit.
Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan berjumlah 3 sampai 5
7

ml dalam tabung tertutup lembayung. Kadar normal Ht adalah pria dewasa: 40-54%,
wanita dewasa:36-46%, bayi baru lahir: 44-65%, usia 1 sampai 3 tahun: 29-40%, usia 4-
10 tahun: 31-43%.
3. Sel darah putih (Leukosit): Untuk mengkaji nilai sel darah putih adalah dari hitung darah
lengkap. Hal ini dilakukan untuk menentukan adanya infeksi. Jumlah normal sel darah
putih adalah dewasa: 4500-10000 l, bayi baru lahir: 9000-30000 l, usia 2 tahun: 6000-
17000 l, usia 10 tahun: 4500-13500 l.
4. Trombosit: Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan
makanan atau minuman. Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang
dikumpulkan berjumlah 3 sampai 5 ml dalam tabung tertutup lembayung. Jumlah normal
trombosit adalah dewasa: 150000-400000 l, prematur: 100000-300000 l, bayi baru
lahir: 150000-300000 l, bayi: 200000-475000 l.
5. Albumin dan globulin: Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada
asupan makanan atau minuman. Pengambilan darah vena sebanyak 5-7 ml ditampung
dalam tabung bertutup merah, cegah terjadinya hemolisis. Kadar normal albumin adalah
3.5-5.0 g/dl, kadar normal globulin adalah 1.5-3.5 g/dl.
6. Bilirubin total: Prosedur pengambilan sampelnya harus dengan status puasa kecuali
asupan air. Pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan 3 sampai 5 ml
dalam tabung bertutup merah. Kadar normal bilirubin total adalah dewasa: 0.1-1.2 mg/dl,
bayi baru lahir: 1-12 mg/dl, anak: 0.2-0.8 mg/dl.
7. Ureum: Prosedur pengambilan sampelnya dianjurkan puasa selama 8 jam sebelumnya.
Pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan 3 sampai 5 ml di tabung
bertutup merah, cegah terjadinya hemolisis. Kadar normal ureum adalah dewasa: 5-25
mg/dl, bayi: 5-15 mg/dl, anak 5-20 mg/dl, lansia: nilai ditemukan sedikit lebih tinggi
daripada dewasa.
8. Kreatinin: Prosedur pengambilan sampelnya pada malam sebelum uji dilakukan, pasien
tidak boleh mengonsumsi daging merah. Pengambilan darah lewat darah vena, darah
yang dikumpulkan 3 sampai 5 ml di tabung bertutup merah. Kadar normal kreatinin
adalah dewasa: 0.5-1.5 mg/dl (wanita kadarnya lebih rendah karena massa ototnya yang
lebih kecil), bayi baru lahir: 0.8-1.4 mg/dl, bayi: 0.7-1.7 mg/dl, anak (2-6 tahun): 0.3-0.6
mg/dl, anak yang lebih tua: 0.4-1.2 (kadar agak meningkat seiring bertambahnya usia,
8

akibat pertambahan massa otot), lansia: kadarnya berkurang akibat penurunan massa otot
dan penurunan produksi kreatinin.
Bakteri Leptospira terlalu halus untuk dapat dilihat dengan mikroskop lapangan terang,
tetapi dapat dilihat jelas dengan mikroskop lapangan gelap atau mikroskop fase kontras.
Pemeriksaan lapangan gelap atau sediaan darah tebal yang diwarnai dengan Giemsa sesekali
menunjukkan Leptospira di dalam darah segar yang berasal dari infeksi dini. Pemeriksaan
lapangan gelap dari urin yang disentrifugasi dapat memberikan hasil pemeriksaan positif.
Pemeriksaan kultur dilakukan dengan mengambil spesimen dari darah atau CSS segera pada
awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil spesimen pada fase
leptospiremia serta belum diberi antibiotik. Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu onset
penyakit. Jenis uji serologi dapat dilihat pada Tabel 1. Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya
leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), silver
stain atau fluroscent antibody stain.
1,6

Tabel 1. Tabel Jenis Uji Serologi pada Leptospirosis.
3
Microscopic
Agglutination Test (MAT)
Microscopic Slide
Agglutination Test (MSAT)
Uji carik celup:
Lepto dip-stick.
Leto Tek Lateral Flow.
Aglutinasi lateks kering/Lepto Tek Dry-
Dot.
Indirect Flourescent Antibody Test
(IFAT)
Indirect Haemagglutination Test (IHA)
Uji aglutinasi lateks
Complement Fixation Test (CFT)
Enzyme-linked Immunosorbant Assay
(ELISA)
Microcapsule Agglutination Test
Patoc-slide Agglutination Test (PSAT)
Sensitized Erythrocyte Lysis Test (SEL)
Counter Immune Electrophoresis (CIE)


2.4 Working Diagnosis
Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke poliklinik karena panas tinggi menggigil
9

sejak 4 hari yang lalu, panas terus menerus terutama siang sampai malam hari. Nyeri tekan pada
betis pasien sejak 5 hari sebelumnya. Daerah tempat tinggalnya banjir 1 minggu yang lalu.
Penyakit leptospirosis tidak memiliki tanda khas, sehingga penyakit ini sering luput dari
diagnosa, karena gejala klinis yang ditunjukkan pada pasien bisa merupakan gejala penyakit lain.
Tetapi berdasarkan pada masa inkubasi 2-26 hari dengan gambaran klinis yang sering terjadi
seperti demam, menggigil, conjungtivitis, hepatomegali, mialgia, dan lain-lain. Dan cara masuk
Leptospira ke dalam tubuh manusia melalui kulit, menuju darah dan menyebar, serta setelah
memasuki fase imun, akan timbul sakit pada otot-otot terutama otot betis. Maka bisa kita bilang
ini merupakan penyakit leptospirosis, walaupun memang perlu diadakan pemastian diagnosa ini
melalui pemeriksaan laboratorium untuk darah, CSS (Cairan Serebro Spinalis), dan sebagainya.
1

2.5 Differential Diagnosis
1. Malaria.
Merupakan penyakit yang muncul pada daerah tropis yang membahayakan nyawa yang
disebabkan oleh infeksi protozoa bernama Plasmodium yang ditransmisikan oleh nyamuk
Anopheles sp. betina. Persamaan malaria dan leptospirosis adalah timbulnya demam
dengan menggigil. Tetapi malaria memiliki masa periodisitas demamnya pada siang hari,
sedangkan pasien tidak demam pada siang hari. Malaria juga memiliki manifestasi klinik
berupa ikterus yang juga dimiliki leptospirosis tetapi kasus ikterus pada malaria hanya
50%.
4
2. DBD/Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue yang termasuk genus Flavivirus dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan
deatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok. Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada tes laboratorium penderita DBD, akan
ditemukan leukosit normal ataupun menurun, mulai hari ketiga dapat ditemui limfositosis
10

relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LBP) >15% dari
jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit pada umumnya
terdapat trombositopenia pada hari ke-3 sampai 8. Terjadi kebocoran plasma dibuktikan
dengan peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari
ke-3 demam. Pada albumin, dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
Ureum dan kreatinin bisa juga terdeteksi bila terjadi kerusakan fungsi ginjal. Meskipun
kemiripan DBD dan Leptospirosis cukup tinggi, tetapi dari pemeriksaan laboratorium,
jumlah hematokrit pada DBD meningkat sedangkan pada leptospirosis kurang juga
dengan jumlah trombosit pada DBD berkurang, sedangkan pada leptospirosis tetap, juga
untuk memastikan bisa dilakukan kultur atau uji mikroskopik.
1
3. Hepatitis A.
Hepatitis adalah penyakit infeksi hati yang disebabkan oleh HAV. Penularannya terjadi
secara fekal-oral melalui air atau makanan yang terkontaminasi. Manifestasi klinik yang
diberikan hepatitis memang tidak begitu berbeda satu dengan yang lain, dengan gejala
demam rendah diikuti mialgia ringan, dan juga terdapat ikterus dengan hepatomegali
ditemukan hampir disemua pasien. Sedangkan pada leptospirosis, masa inkubasi hanya 2-
26 hari, demam tinggi, mialgia berat sehingga membedakan dari gejala pada pasien.
4
2.6 Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh genus Leptospira, famili treponematacae, suatu
mikroorganisme Spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel, dengan
panjang 5 - 15 m, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1 - 0,2 m (Gambar 2). Salah
satu ujung organisme sering membengkok, membentuk suatu kait. Terdapat gerak rotasi aktif,
tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini demikian halus sehingga dalam
mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan
pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat
dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap
(darkfield microscope). Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh
dan mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk membuat kultur yang positif.
Dengan medium Fletchers dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat aerob.
1

11






Gambar 2. Leptospira.
1
Secara sederhana, genus Leptospira terdiri atas dua spesies : Leptospira interrogans yang
patogen dan Leptospira biflexa yang non patogen. Tujuh spesies dari leptospira patogen
sekarang ini telah diketahui dasar ikatan DNA-nya, namun lebih praktis dalam klinik dan
epidemiologi menggunakan klasifikasi yang didasarkan atas perbedaan serologis. Spesies L.
interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar
menurut komposisi antigennya. Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung
dalam 23 serogrup. Beberapa serovar L. interrogans yang dapat menginfeksi manusia di
antaranya adalah: L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pomona, L. grippothyphosa, L.
javanica, L. celledoni, L. ballum, L. pyrogenes, L. automnalis, L. hebdomadis, L. batavjae, L.
tarassovi, L. panama, L. andamana, L. shermani, L. ranarum, L. bufonis, L. copenhageni, L.
australis, L. cynopteri dan lain-lain. Menurut beberapa peneliti, yang tersering menginfeksi
manusia adalah L. icterohaemorrhagiae dengan reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir
anjing, dan L. pomona dengan reservoir sapi dan babi.
1

2.7 Epidemiologi
Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, disemua benua kecuali benua Antartika, namun
terbanyak didapati didaerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan seperti
anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti tikus,
tupai, musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira
hidup di dalam ginjal/air kemihnya. Tikus merupakan vektor yang utama dari L.
icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan
menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan
12

secara terus menerus dan ikut mengalir dalam filtrat urine. Penyakit ini bersifat musiman, di
daerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur
karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira, sedangkan
didaerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.
1
Manusia biasanya merupakan hospes akhir, penularan antar manusia sangat langka.
Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki dewasa muda. Kontak tidak langsung dengan hewan
terinfeksi, melalui air atau tanah yang tercemar urin terinfeksi, merupakan sebab yang lebih
sering terjadi pada manusia, bila dibandingkan dengan kontak langsung. Bakteri Leptospira telah
diisolasi dari sekitar 160 spesies mamalia di daerah beriklim sedang. Pada manusia, penyakit
leptospirosis pernah timbul pada bayi yang mendapat ASI dari ibu yang terjangkit Leptospira.
6
International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara dengan
insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas. Di Indonesia
Leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada kejadian banjir besar
di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus leptospirosis dengan 20 kematian.
Salah satu kendala dalam menangani leptospirosis berupa kesulitan dalam melakukan diagnostik
awal. Sementara dengan pemeriksaan sederhana memakai mikroskop biasa dapat dideteksi
adanya gerakan leptospira dalam urine. Diagnostik pasti ditegakkan dengan ditemukannya
leptospira pada darah atau urine atau ditemukannya hasil serologi positip. Untuk dapat
berkembang biaknya leptospira memerlukan lingkungan optimal serta tergantung pada suhu
yang lembab, hangat, PH air/tanah yang netral, dimana kondisi ini ditemukan sepanjang tahun
di daerah tropis. Lingkungan yang lembap dengan pH netral memberikan keadaan yang sesuai
bagi bakteri Leptospira untuk bertahan hidup di luar tubuh hospes. Tanah yang tercemar urin
mungkin masih infektif selama 14 hari.
1,6
Penyakit leptospirosis pada dasarnya merupakan infeksi pada hewan. Infeksi yang terjadi
pada manusia terjadi secara kebetulan, setelah kontak dengan air atau bahan lain yang tercemar
kotoran hospes hewan. Hewan ini mengeluarkan bakteri Leptospira di dalam urin dan feses,
selama penyakitnya aktif maupun pada fase pembawa (carrier) yang asimtomatik. Bakteri
13

Leptospira tetap hidup pada air tergenang selama beberapa minggu. Ketika orang meminum air
tersebut, berenang atau mandi di dalamnya, atau mengonsumsi makanan yang tercemar, maka
dapat timbul infeksi pada orang tersebut. Orang yang sering berkontak dengan air yang tercemar
oleh tikus (misalnya pekerja tambang, pekerja saluran pembuangan limbah rumah tangga,
petani, nelayan) mempunyai risiko terbesar untuk terinfeksi. Anak-anak lebih sering
mendapatkan infeksi melalui anjing, bila dibandingkan dengan orang dewasa.
6

2.8 Patofisiologi
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air atau tanah, lumpur yang telah
terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika
terjadi luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang
terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini,
bahkan air yang deraspun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan
binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di
laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang
utuh juga dapat menularkan leprospira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat
penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja
tambang, pekerja di rumah potong hewan atau orang-orang yang mengadakan perkemahan di
hutan, dokter hewan.
1
Infeksi pada manusia biasanya terjadi melalui kulit atau selaput lendir atau air minum
atau makanan yang terkontaminasi dengan Leptospira. Selaput mukosa dan kulit yang terluka
merupakan tempat masuk yang paling mungkin bagi Leptospira patogenik. Setelah masuknya
bakteri ini, kemudian memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke
jaringan tubuh, termasuk cairan serebrospinal dan mata, tetapi tidak menimbulkan lesi pada
tempat masuk. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga
infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik, bakterimia terjadi selama fase
leptospiremik akut, hospes bereaksi terhadap antibodi yang bersifat leptospirisid bisa berada
bersama komplemen.
1,6
Leptospira secara cepat dieliminasi dari semua jaringan tubuh hospes, kecuali pada otak,
mata, dan ginjal. Leptospira yang bertahan hidup pada otak dan mata boleh dikatakan tidak
14

memperbanyak diri sama sekali; akan tetapi, pada ginjal, bakteri ini berkembang biak di dalam
tubuli kontortus dan dikeluarkan ke dalam urin (fase leptospirurik). Leptospira mungkin
bertahan di dalam hospes selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, dan pada rodensia,
bakteri ini dapat dikeluarkan ke dalam urin sepanjang hidup hewan tersebut. Urin pada fase
leptospirurik merupakan media penularan penyakit ini. Bagaimana mekanisme bakteri
Leptospira menyebabkan penyakit sebenarnya masih belum terpecahkan. Leptospira dapat
dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari
darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya
dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu. Tiga
mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung, faktor
inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.
1,6
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul
terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan
antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi
histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang
nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur
organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit dan sel plasma.
Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi
hepatoselular dengan retensi bilier. Selain di ginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan
mata. Leptospira dapat masuk kedalam cairan serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini
akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi
sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati,
otot, dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ ginjal berupa interstitial nefritis dengan
infiltarsi sel mononuklear merupakan bentuk lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa
gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan
nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis, dan invasi langsung mikroorganisme
juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
1
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan
proliferasi sel Kuppfer dengan kolestatis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan
15

leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim. Pada organ
jantung, patologi epikardium, endokardium, dan miokardium dapat terlibat Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa intersitital edema dengan infiltrasi sel mononuklear
dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal
pada miokardium dan endokarditis. Pada otot rangka, terjadi perubahan- perubahan berupa lokal
nekrotis, vakuolisasi, dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan
invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot. Leptospira dapat
masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan bertahan beberapa bulan
walaupun antibodi yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis. Pada sistem
pembuluh darah terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan
menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa, permukaan serosa
dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.
1
Pada susunan saraf pusat, Leptospira mudah masuk ke dalam cairan serebrospinal (CSS)
dan dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon
antibodi, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh
mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel
mononuklear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptik, biasanya paling
sering disebabkan oleh L. canicola. Leptospirosis berat disebut sebagai Weils disease yang
ditandai dengan ikterus, biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran,
dan demam tipe kontinua. Penyakit Weil ini biasanya terdapat pada 1-6 % kasus dengan
leptospirosis. Penyebab Weils disease adalah serotipe icterohaemorragica pernah juga
dilaporkan oleh serotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa
gangguan renal, hepatik atau disfungsi vaskular.
1
2.9 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada leptospirosis berkaitan dengan penyakit febril/dengan gejala demam
umum dan tidak cukup khas untuk menegakkan diagnosis. Akibatnya, leptospirosis pada
awalnya seringkali salah didiagnosis sebagai meningitis atau hepatitis. Secara khas penyakit ini
bersifat bifasik, dengan fase leptospiremik yang diikuti fase leptospirurik/imun. Tiga sistem
16

organ yang paling sering terkena adalah susunan saraf pusat, ginjal, dan hati.
6
Leptospirosis
mempunyai dua fase penyakit yang khas, yaitu:
1. Fase Leptospiremia
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Fase leptospiraemia ini
ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan serebrospinal, berlangsung secara
tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat
terutama pada paha, betis dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan
hiperestesi (peningkatan sensitivitas dengan menstimulus reseptor) kulit, demam tinggi yang
disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada
sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat,
bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva
suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk makular, makulopapular
atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase
ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal,
penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah
onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam
selama 1 -3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase
imun.
1,6
2. Fase Imun (fase leptospirurik)
Fase imun ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang
mencapai suhu 40 C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang
menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahan berupa
epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat
pada fase ikterik, purpura, ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi
perdarahan yang paling sering. Conjunctiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus
merupakan tanda patognomosis untuk leptospirosis. Terjadinya meningitis merupakan tanda
pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan tanda meningitis. Tanda- tanda meningeal dapat
menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini
leptospira dapat dijumpai dalam urin.
1,6

17

Tabel 2. Manifestasi pada Leptospirosis.
1
Waktu Terjadinya Bentuk Gejala yang Muncul
Sering Demam, menggigil, mialgia, meningismus (kaku leher,
photophobia, sakit kepala), conjunctival suffusion, mual, muntah,
nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali,
Jarang Pneumonitis, perdarahan, diare, oedem, splenomegali, gagal
ginjal, hematemesis, asites, miokarditis.

2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan
dehidrsi, hipotensi, perdarahan, dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Gangguan
fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik seiring membaiknya keadaan pasien.
Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari
setelah onset cukup efektif. Adapun beberapa antibiotik yang dapat digunakan dapat dilihat
melalui tabel berikut:


Tabel.2. Pengobatan pada leptospirosis
1

Indikasi Regimen Dosis
Leptospirosis ringan doksisiklin 2 x 100 mg
Ampisilin 4 x 500-750 mg
Amoksisilin 4 x 500 mg
Leptospirosis sedang /berat Penisilin G 1,5juta unit / 6jam (i.v)
Ampisilin 1 gr / 6jam (i.v)
18

Amoksisilin 1gr / 6jam (i.v)
Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/minggu

Pada kasus ringan masih diberikan melalui oral, sedangkan dalam kasus berat diberikan
melalui intravena. Sampai saat ini, penisilin masih merupakan antibiotik pilihan utama. Perlu
diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika masih berada dalam darah (fase leptospiremia).
Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul.
Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal
ginjal secara umum. Kalau terjadi uremia berat, sebaiknya dilakukan dialisis.
1
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita leptospirosis adalah gagal ginjal berupa
anuria pada penyakit Weil namun berlangsung singkat. Selain gagal ginjal, bisa terjadi
miokarditis yang biasanya timbul dan diketahui dengan aritmia sebagai tanda adanya
miokarditis. ARDS atau Acute Respiratory Distress Syndrome yang ditandai dengan radang pada
sel parenkim paru-paru dewasa yang mengakibatkan ketidak seimbangan pertukaran udara
sehingga terjadi hipoksemia serta DIC atau Disseminated Intravascular Coagulation berupa
pembekuan darah kecil yang patologis, sehingga pembekuan darah normal terganggu, misalnya
pada pengambilan darah, atau pada luka pasca-operasi. Pembekuan kecil ini juga mengganggu
peredaran darah ke organ, antara lain ginjal yang bisa membawa ke kelainan fungsi ginjal.
Kedua komplikasi ini memiliki progresi yang cepat dan tiba-tiba yang kemudian akan membawa
pasien untuk menderita Multisystem Organ Failure, yang menyebabkan kematian. Kebanyakan
kematian terjadi sekitar 14 hari.
4
Selain yang disebutkan diatas, komplikasi lain yang mungkin adalah terjadinya uveitis
kronik dan relaps/kekambuhan. Uveitis sendiri adalah peradangan pada lapisan tengah mata
yang terdiri dari iris, korpus siliaris/ciliary body, dan koroidea. Peradangan ini pada leptospirosis
kemungkinan terjadi karena manifestasi klinik Leptospira yang berada di ruang anterior mata
yang berhubungan langsung dengan iris dan mungkin menyebar ke korpus siliaris dan
koroideanya.
4
19

Kelainan yang spesifik dapat terjadi pada ginjal, hati, jantung, otot rangka, mata, pembuluh darah
dan sistim saraf pusat. Kelainan tersebut adalah :
Pada ginjal : interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa adanya gangguan fungsi ginjal. Nekrosis akut dapat
menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Peran nefrotokson, reaksi imunologis, iskema ginjal,
hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
ginjal.
1,7
Pada Hati : hati akan menunjukan nekrosis sentilobuler fokal dengan limfosit fokal fan
proliferasi sel Kupfer dengan kolestasis. Pada kasus yang diotopsi, Leptospira akan ditemukan
diantara sel-sel parenkim.
1,7
Pada Jantung : epikardium, endokardium dan miokardium dapat mengalami kelainan.
Miokardium dapat fokal atau difus intersitial edema dengan infiltrasi sel monokuler dan plasma.
Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi pendarahan fokal pada
miokardium dan endokarditis.
1,7

Pada Otot Rangka : dapat terjadi nekrotis lokal, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot
yang terjadi disebabkan oleh invasi langsung oleh Leptospira. Antigen Leptospira dapat
ditemukan juga pada jaringan otot.
1,7

Pada Mata : pada fase leptospiremia, leptospira dapat masuk kedalam mata dan dapat bertahan
selama beberapa bulan walaupun antobodi yang terbentuk sangan tinggi. Hal ini akan
menyebabkan. Uveitis.
1,7

Pada Pembuluh Darah : akan terjadi vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan. Perdarahan
yang sering ditemukan adalah perdarahan pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera
dan perdarahan pada bawah kulit.
1,7

Pada Susunan saraf pusat : leptospira yang masuk kedalam cairan cerebrospinalis akan
menyebabkan terjadinya respon imunologi yang akan memicu terjadinya penebalan meninges.
Menginitis yang terjadi biasanya aseptik dan disebabkan oleh Leptospira interrogans var.
canicola.
1,7

20

Weil disease merupakan Leptospirosis berat yang ditandai dengan adanya ikterus yang biasanya
disertai dengan pendarahan anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam kontinua.
1,7


2.13 Prognosis
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian
5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Juga kematian sangat
jarang terjadi bila tidak disebabkan karena perdarahan masif, dan gagal ginjal akut atau kadang-
kadang gagal jantung.
1,4
2.14 Pencegahan
Pencegahan leptospirosis khususnya di daerah tropis sangat sulit. Banyaknya hospes
perantara dan jenis serotipe sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang mempunyai resiko tinggi
untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat
melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih
binatang reservoar. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk
mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang mempunyai resiko tinggi dan terpapar
dalam waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika di hutan Panama selama 3 minggu,
ternyata dapat mengurangi serangan leptospirasis dari 4-2% menjadi 0,2%, dan efektifitas
pencegahan hingga 95%.
1
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoar sudah lama direkomendasikan,
tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih memerlukan penelitian lebih
lanjut.
1







21

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme
Leptorspira interrogans. Mudahnya manusia terinfeksi Leptospira dikarenakan begitu banyak
cara masuk bakteri tersebut, dan juga begitu banyak reservoir yang ada. Itulah sebabnya
pencegahan perlu dilakukan bagi orang-orang yang kiranya akan lebih mudah terinfeksi, dengan
pemberian antibiotik untuk kekebalan tubuhnya, atau dengan pakaian khusus yang melindungi
dari terkena bakteri ini. Juga demikian dengan binatang penyebarnya juga harus diberi vaksin
agar tidak menyebabkan banyak manusia disekitar yang terinfeksi. Melihat pentingnya
pengetahuan tentang penyakit, baik patologinya, gambaran klinisnya, komplikasinya, dan
pengobatannya, membuat pembelajaran klinik menjadi begitu penting dikuasai dan dipelajari
oleh seorang dokter yang akan berguna bagi pasiennya nanti.
Manusia dapat terinfeksi secara insidental. Gejala klinis yang terjadi dapat berupa gejala
ringan sampai berat bahkan dapat menyebabkan kematian apabila terlambat diberi pengobatan.
Diagnosis yang tepat dan penatalaksanaan yang dilakukan sedini mungkin dapat mencegah
penyakit ini menjadi berat. Pencegahan dini bagi orang-orang yang sering terekspose dengan
Leptospira akan dapat melindungi orang-orang tersebut dari Leptospirosis.

Anda mungkin juga menyukai