Anda di halaman 1dari 500

Eko Santosa

Seni
TEATER
untuk
Sekolah Menengah Kejuruan
E
k
o

S
a
n
t
o
s
a

S
E
N
I

T
E
A
T
E
R

u
n
t
u
k

S
M
K
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp. 7.888,00
ISBN XXX-XXX-XXX-X
Buku ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan telah
dinyatakan layak sebagai buku teks pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2007 tanggal 5 Desember 2007 tentang
Penetapan Buku Teks Pelajaran yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digu-
nakan dalam Proses Pembelajaran.
i









































Eko Santosa,
Heru Subagiyo,
Harwi Mardianto, dkk.
SENI TEATER
Untuk SMK
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan menengah
Departemen Pendidikan Nasional
ii
Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional
Dilindungi Undang-undang






SENI TEATER
Untuk SMK


Penulis : Eko Santosa,
Heru Subagiyo,
Harwi Mardianto,
Nanang Arizona,
Nugraha Hari Sulistiyo.
Editor : Nur Sahid
Perancang Kulit :




Ukuran Buku :


















Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008


iii
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia Nya,
Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional, pada tahun 2008, telah melaksanakan penulisan pembelian
hak cipta buku teks pelajaran ini dari penulis untuk disebarluaskan kepada
masyarakat melalui website bagi siswa SMK.

Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK yang memenuhi
syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2008.

Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh penulis
yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen
Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para pendidik dan peserta
didik SMK di seluruh Indonesia.

Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen
Pendidikan Nasional tersebut, dapat diunduh (download), digandakan, dicetak,
dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun untuk penggandaan
yang bersifat komersial harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan ditayangkannya soft copy ini akan lebih
memudahkan bagi masyarakat untuk mengaksesnya sehingga peserta didik dan
pendidik di seluruh Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada di luar
negeri dapat memanfaatkan sumber belajar ini.

Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Selanjutnya, kepada
para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat
memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini masih
perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami
harapkan.




Jakarta,
Direktur Pembinaan SMK
iv
KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga buku teks SMK yang berjudul Seni Teater ini selesai kami susun.
Kelangkaan ketersediaan buku di lapangan yang mengupas seluk-beluk seni teater
membuat kami sangat bersemangat dalam mengerjakan penulisan buku ini. Terlebih
pada kepentingan pengembangan dan peningkatan pendidikan seni di sekolah kejuruan
yang pada nantinya menghasilkan individu tangguh yang siap menghadapi lapangan kerja
sesungguhnya.

Penahapan proses pembelajaran kemudian menjadi satu hal yang wajib
dipertimbangkan. Oleh karena itulah, buku ini dimulai dengan membahas seni teater
secara umum. Pengetahuan umum tentang apa sesungguhnya teater menjadi sangat
penting karena problematika pemahaman antara drama dan teater masih rancu. Drama
yang sedari dulu telah diajarkan sebagai karya sastra masih meninggalkan jejak yang
kuat sehingga model pembelajaran seni teater di sekolah masih bersifat analitik.
Ketergantungan kelas pada ketersediaan naskah drama menjadi beban tersendiri.
Akhirnya, proses pembelajaran hanya sekedar mempraktekkan naskah drama tersebut.

Sesungguhnya seni teater dapat berbicara lebih luas daripada drama.
Penggunaan kata teater dengan sendirinya telah mengarahkan kelas pada praktek
pementasan. Segala hal yang menyangkut dan dibutuhkan dalam pementasan
dibicarakan, termasuk di dalamnya adalah drama. Dengan demikian, kami sangat
berharap bahwa buku ini akan memberikan pencerahan bagi keberlangsungan kelas
teater di sekolah kejuruan, sehingga pada nantinya dapat melahirkan karya-karya teater
yang monumental, yang patut dikenang, dan memberikan kebanggaan tersendiri.

Akhir kata, tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Demi penyempurnaan
buku ini pada masa mendatang kami mengharap kritik dan saran yang bersifat konstruktif
dari para pembaca. Semoga buku ini bermanfaat bagi segenap pembaca, baik sebagai
bahan pengetahuan ataupun referensi untuk menentukan langkah berikutnya.

Hormat kami,


Penyusun
v
DAFTAR ISI

Kata Sambutan ... ii
Kata Pengantar .............................................................................. iii
Daftar Isi ......................................................................................... v
Daftar Gambar ................................................................................ xv
Glosarium ....................................................................................... xxiv
Sinopsis........................................................................................... xxx
Deskripsi Konsep Penulisan ........................................................... xxxii
Peta Kompetensi ............................................................................. xxxiv

BAB I PENGETAHUAN TEATER

1. Definisi Teater .................................................................. 1

2. Sejarah Singkat Teater ..................................................... 4
2.1. Teater Barat ..................................................................... 4
2.1.1 Asal Mula Teater ............................................................... 4
2.1.2 Teater Yunani Klasik ......................................................... 5
2.1.3 Teater Romawi Klasik ...................................................... 7
2.1.4 Teater Abad Pertengahan ................................................ 9
2.1.5 Renaissance ..................................................................... 11
2.1.6 Teater Zaman Elizabeth ................................................... 12
2.1.7 Teater Abad 17 di Spanyol dan Perancis ......................... 14
2.1.8 Teater Restorasi di Ingris .................................................. 16
2.1.9 Teater Abad 18 ..................................................................17
2.1.10 Teater Awal Abad ke-19 ....................................................19
2.1.11 Teater Abad 19 dan Realisme ...........................................20
2.1.12 Teater Abad 20 ..................................................................22
2.2 Teater Indonesia ................................................................23
2.2.1 Teater Tradisional ..............................................................23
2.2.1.1 Wayang ............................................................................. 24
2.2.1.2 Wayang Wong ...................................................................25
2.2.1.3 Makyong ........................................................................... 26
2.2.1.4. Randai .............................................................................. 27
2.2.1.5 Mamanda ......................................................................... 28
2.2.1.6 Lenong .............................................................................. 28
2.2.1.7 Longser ............................................................................. 29
2.2.1.8 Ubrug ................................................................................ 30
2.2.1.9 Ketoprak ........................................................................... 30
2.2.1.10 Ludruk ............................................................................. 31
2.2.1.11 Gambuh ............................................................................ 32
2.2.1.12 Arja ................................................................................... 33
2.2.2 Teater Modern .................................................................. 34
2.2.2.1 Teater Transisi .................................................................. 34
2.2.2.2 Teater Indonesia Tahun 1920-an ......................................35
2.2.2.3 Teater Indonesia Tahun 1940-an ......................................35
2.2.2.4 Teater Indonesia Tahun 1950-an ......................................38
2.2.2.5 Teater Indonesia Tahun 1970-an ......................................39
2.2.2.6 Teater Indonesia Tahun 1980-1990-an............................. 42
2.2.2.7 Teater Kontemporer Indonesia ........................................ 43

3. Unsur Pembentuk Teater .................................................. 44
3.1 Naskah Lakon ................................................................... 44
3.2 Sutradara .......................................................................... 44
vi
3.3 Pemain .............................................................................. 45
3.4 Penonton .......................................................................... 46
3.5 Tata Artistik ....................................................................... 47

4. Jenis Teater ...................................................................... 47
4.1 Teater Boneka .................................................................. 47
4.2 Drama Musikal .................................................................. 48
4.3 Teater Gerak ..................................................................... 49
4.4 Teater Dramatik ................................................................ 50
4.5 Teatrikalisasi Puisi ............................................................ 51

5. Gaya Pementasan ............................................................ 52
5.1 Presentasional .................................................................. 52
5.2 Representasional (Realisme)............................................ 53
5.3 Gaya Post-Realistic .......................................................... 55


BAB II LAKON

1. Tema ................................................................................ 61

2. Plot .................................................................................... 64
2.1 Jenis Plot .......................................................................... 66
2.1.1 Simple Plot ....................................................................... 66
2.1.2 Multi Plot .......................................................................... 67
2.2 Anatomi Plot ..................................................................... 67
2.2.1 Gimmick ............................................................................ 67
2.2.2 Fore Shadowing ............................................................... 69
2.2.3 Dramatic Irony .................................................................. 69
2.2.4 Flashback ......................................................................... 70
2.2.5 Suspen .............................................................................. 71
2.2.6 Surprise ............................................................................ 72
2.2.7 Gestus .............................................................................. 72

3. Seting ............................................................................... 73
3.1 Latar Tempat .................................................................... 73
3.2 Latar Waktu ...................................................................... 74
3.3 Latar Peristiwa ................................................................. 75
4. Struktur Dramatik .............................................................. 76
4.1 Piramida Freytag .............................................................. 76
4.2 Skema Hudson ................................................................. 79
4.3 Tensi Dramatik .................................................................. 80
4.4 Turning Point .................................................................... 82

5. Tipe Lakon ........................................................................ 83
5.1 Drama ............................................................................... 83
5.2 Tragedi .............................................................................. 84
5.3 Komedi .............................................................................. 86
5.4 Satir .................................................................................. 88
5.5 Melodrama ........................................................................ 89

6. Penokohan ....................................................................... 90
6.1 Peran ................................................................................ 90
6.2 Jenis Karakter ................................................................... 91

vii

BAB III PENYUTRADARAAN

1. Menentukan Lakon ........................................................... 97
1.1 Naskah Jadi ...................................................................... 97
1.2 Membuat Naskah Sendiri ................................................. 98

2. Analisis Lakon ................................................................... 99
2.1 Analisis Dasar ................................................................... 100
2.2 Interpretasi ....................................................................... 101
2.3 Konsep Pementasan ...................................................... 103

3. Memilih Pemain ............................................................... 105
3.1 Fisik ................................................................................. 105
3.2 Kecakapan ...................................................................... 106

4. Menentukan Bentuk dan Gaya Pementasan .................. 107
4.1 Menurut Penuturan Cerita ............................................... 107
4.1.1 Berdasar Naskah Lakon .................................................. 107
4.1.2 Improvisasi ...................................................................... 109
4.2 Menurut Bentuk Penyajian............................................... 111
4.2.1 Teater Gerak ................................................................... 111
4.2.2 Teater Boneka ................................................................ 112
4.2.3 Teater Dramatik .............................................................. 113
4.2.4 Drama Musikal ................................................................ 115
4.2.5 Teatrikalisasi Puisi ........................................................... 116
4.3 Menurut Gaya Penyajian ................................................. 117
4.3.1 Konvensional .................................................................... 117
4.3.2 Non Konvensional ............................................................ 119
5. Blocking ........................................................................... 120
5.1 Pembagian Area Panggung ............................................ 121
5.2 Komposisi ........................................................................ 123
5.2.1 Simetris ........................................................................... 123
5.2.2 Asimetris .......................................................................... 123
5.2.3 Keseimbangan ................................................................. 124
5.3. Fokus ............................................................................... 125
5.3.1 Prinsip Dasar ................................................................... 125
5.3.2 Teknik .............................................................................. 129
5.3.2.1 Memanfaatkan Area Panggung ....................................... 129
5.3.2.2 Memanfaatkan Tata Panggung ........................................ 132
5.3.2.3 Trianggulasi ...................................................................... 134
5.3.2.4 Individu dan Kelompok ..................................................... 136
5.3.2.5 Kelompok Besar ............................................................... 139
5.4 Mobilitas Pemain ............................................................. 142

6. Latihan-latihan ................................................................. 143
6.1 Membaca Teks................................................................. 143
6.2 Menghapal ....................................................................... 144
6.3 Merancang Blocking ........................................................ 145
6.4 Stop and Go .................................................................... 146
6.5 Top-tail ............................................................................ 147
6.6 Run-through..................................................................... 147
6.7 Latihan Teknik ................................................................. 147
6.8 Dress Rehearsal ............................................................. 149

viii

BAB IV PEMERANAN

1. Olah Tubuh ..................................................................... 151
1.1 Persiapan ........................................................................ 154
1.2 Pemanasan ..................................................................... 156
1.2.1 Pemanasan Jari dan Pergelangan Tangan...................... 156
1.2.2 Pemanasan Siku ............................................................. 157
1.2.3 Pemanasan Bahu ............................................................ 158
1.2.4 Pemanasan Leher ........................................................... 158
1.2.5 Pemanasan Batang Tubuh ............................................ 159
1.2.6 Pemanasan Tungkai Kaki dan Punggung....................... 160
1.2.7 Pemanasan Pergelangan Kaki, Tungkai, Punggung....... 162
1.3. Latihan Inti ...................................................................... 163
1.3.1 Ketahanan ...................................................................... 163
1.3.1.1 Otot Perut ...................................................................... 164
1.3.1.2 Otot Perut dan Pinggang ................................................ 165
1.3.1.3 Kaki, Lutut, dan Tangan ................................................. 166
1.3.1.4 Lengan, Bahu, dan Dada ............................................... 167
1.3.2 Kelenturan ....................................................................... 168
1.3.2.1 Cembung, Cekung, dan Datar Tulang Punggung ........... 168
1.3.2.2 Membulat, Mencekung, dan Melurus .............................. 169
1.3.2.3 Menggulung dan Melepas .............................................. 170
1.3.2.4 Ayunan Bandul Tubuh Atas ............................................. 171
1.3.3 Ketangkasan.................................................................... 172
1.3.3.1 Latihan Cermin ................................................................ 173
1.3.3.2 Latihan Kuda-Kuda .......................................................... 173
1.3.3.3 Menangkis Pukulan ......................................................... 174
1.3.3.4 Membalas Serangan Dengan Tebangan .......................... 175
1.3.3.5 Putaran Pergelangan Tangan Merusak Posisi Lawan...... 175
1.3.3.6 Pemakaian Satu Tangan ................................................. 176
1.3.3.7 Tangkisan Dengan Kombinasi Tendangan Kaki.............. 176
1.3.3.8 Gerak Memotong Lawan .................................................. 177
1.3.3.9 Pukulan Balasan Dari Luar .............................................. 178
1.3.3.10 Melutut Lawan ................................................................ 178
1.3.3.11 Pukulan Balasan ke Dalam ............................................. 179
1.3.3.12 Gerak Dorongan ke Samping .......................................... 179
1.3.3.13 Menangkis dan Menyerang Tendangan .......................... 180
1.3.3.14 Melumpuhkan Lawan Dengan Kaki ................................. 180
1.3.3.15 Bela Diri Terhadap Serangan Pisau ................................ 181
1.4 Pendinginan .................................................................... 183
1.5 Relaksasi .......................................................................... 186
1.5.1 Dhanurasana (Pose Busur) .............................................. 187
1.5.2 Garudasana (Pose Garuda).............................................. 188
1.5.3 Pavartasana (Pose Gunung) ........................................... 188
1.5.4 Sirshasana ( Rajanya Pose) ............................................. 189
1.5.5 Sarvangasana .................................................................. 190
1.5.6 Matyasana ( Pose Ikan) .................................................. 191
1.5.7 Salabhasana (Pose Belalang)......................................... 192
1.5.8 Bhujangasana ( Pose Cobra) .......................................... 193
1.5.9 Suryanamaskar ( Pose Hormat pada Cahaya) ................ 193

2. Olah Suara ....................................................................... 195
2.1 Persiapan ........................................................................ 196
2.2 Pemanasan ..................................................................... 197
ix
2.2.1 Senam Wajah .................................................................. 197
2.2.2 Senam Lidah ................................................................... 199
2.2.3 Senam Rahang Bawah .................................................... 200
2.2.4 Latihan Tenggorokan ....................................................... 201
2.2.5 Berbisik ............................................................................ 201
2.2.6 Bergumam ....................................................................... 202
2.2.7 Bersenandung ................................................................. 202
2.3 Latihan-latihan ................................................................ 202
2.3.1 Pernafasan ...................................................................... 202
2.3.1.1 Latihan Pernafasan Dasar................................................ 203
2.3.1.2 Latihan Pernafasan Perut ................................................. 204
2.3.1.3 Latihan Pernafasan Dada ............................................... 204
2.3.1.4 Latihan Pernafasan Diafragma ....................................... 205
2.3.2 Diksi ............................................................................... 206
2.3.2.1 Latihan Membedakan Huruf ............................................ 206
2.3.2.2 Latihan Kata ................................................................... 207
2.3.2.3 Latihan Kalimat ............................................................... 208
2.3.3 Artikulasi ........................................................................ 208
2.3.3.1 Latihan Huruf .................................................................. 209
2.3.3.2 Latihan Kata ................................................................... 209
2.3.3.3 Latihan Kalimat ............................................................... 210
2.3.4 Intonasi ........................................................................... 212
2.3.4.1 Jeda ................................................................................ 212
2.3.4.2 Tempo ............................................................................. 213
2.3.4.3 Timbre ............................................................................. 214
2.3.4.4 Nada ................................................................................ 214
2.3.5 Wicara .............................................................................. 216
2.4 Relaksasi .......................................................................... 219
2.4.1 Relaksasi Pada Olah Vokal .............................................. 219

3. Olah Rasa ...................................................................... 220
3.1 Konsentrasi .................................................................... 220
3.1.1 Konsentrasi Dengan Panca Indera .................................. 221
3.1.1.1 Indera Penglihat ................................................................ 221
3.1.1.2 Indera Pencium ................................................................ 221
3.1.1.3 Indera Pendengaran ........................................................ 222
3.1.1.4 Indera Pengecap ............................................................. 222
3.1.1.5 Indera Perasa Atau Peraba .............................................. 222
3.1.2 Latihan Konsentrasi Dengan Permainan ......................... 223
3.1.2.1 Hitung 20 ......................................................................... 223
3.1.2.2 Bebek, 2 Kaki, Kwek,....................................................... 223
3.1.2.3 Hitung Bilangan Prima ..................................................... 223
3.1.2.4 Boom ................................................................................ 224
3.2 Gesture ............................................................................ 224
3.2.1 Gesture Dengan Tangan .................................................. 225
3.2.2 Gesture Dengan Badan ................................................... 226
3.2.3 Gesture Dengan Kepala .................................................. 226
3.2.4 Gesture Dengan Kaki ...................................................... 227
3.2.5 Latihan-Latihan Gesture ................................................. 227
3.2.5.1 Latihan Gesture Dengan Pose ........................................ 227
3.2.5.2 Latihan Gesture Dengan Jalan ........................................ 227
3.2.5.3 Latihan Gesture Dengan Permainan ............................... 227
3.3 Imajinasi ........................................................................... 228
3.3.1 Latihan Imajinasi Dengan Asosiasi .................................. 229
3.3.2 Latihan Imajinasi Dengan Stimulus .................................. 229
x
3.3.3 Latihan Imajinasi Tanpa Stimulus ..................................... 230
3.3.4 Latihan Imajinasi Dengan Permainan ............................... 231
4. Teknik Dasar Pemeranan ................................................. 232
4.1 Teknik Muncul ................................................................ 233
4.1.1 Latihan Teknik Muncul .................................................... 233
4.2 Teknik Memberi Isi .......................................................... 234
4.2.1 Latihan-latihan Teknik Memberi Isi ................................. 235
4.3 Teknik Pengembangan ................................................... 236
4.3.1 Latihan-Latihan Teknik Pengembangan .......................... 236
4.4 Teknik Membina Puncak-Puncak ..................................... 238
4.4.1 Latihan-Latihan Teknik Membina Puncak ........................ 239
4.5 Teknik Timing .................................................................. 240
4.5.1 Latihan-Latihan Teknik Timing ........................................ 240
4.6 Teknik Menonjolkan ......................................................... 241
4.6.1 Latihan-Latihan Teknik Penonjolan ................................. 241
4.7 Teknik Pengulangan ....................................................... 243
4.7.1 Latihan-Latihan Teknik Pengulangan .............................. 243
4.8 Teknik Improvisasi ........................................................... 244
4.8.1 Latihan-Latihan Improvisasi ............................................. 244

5. Penghayatan Karakter .................................................... 246
5.1 Analisis Karakter .............................................................. 246
5.1.1 Segi Historis ..................................................................... 247
5.1.2 Segi Sosiologis ................................................................. 249
5.1.3 Segi Psikologis ................................................................. 250
5.1.4 Segi Fisiologis ................................................................... 252
5.1.5 Segi Moral ......................................................................... 253
5.2 Observasi .......................................................................... 254
5.3 Interpretasi ....................................................................... 255
5.4 Ingatan Emosi .................................................................. 256
5.4.1 Latihan-Latihan Ingatan Emosi ........................................ 258
5.5 Irama ................................................................................ 259
5.6 Pendekatan Karakter Peran.............................................. 260
5.6.1 Mengumpulkan Tindakan Pokok Peran ........................... 261
5.6.2 Mengumpulkan Sifat dan Watak Peran ........................... 261
5.6.3 Mencari Penonjolan Karakter .......................................... 262
5.6.4 Mencari Makna Dialog ..................................................... 262
5.6.5 Menciptakan Gerak Ekspresi ........................................... 263
5.6.6 Menentukan Timing .......................................................... 263
5.6.7 Mempertimbangkan Teknik Pengucapan ......................... 264
5.6.8 Merancang Garis Permainan ........................................... 264
5.6.9 Mengkompromikan Rancangan Peran ............................. 265
5.6.10 Menciptakan Bisnis Akting dan Blocking .......................... 265
5.6.11 Menghidupkan Peran dengan Imajinasi ........................... 266
5.6.12 Mengasah Faktor Ilham dan Imajinatif ............................. 266
5.7 Melaksanakan Pemeranan .............................................. 267
5.7.1 Pantomim ........................................................................ 267
5.7.2 Monolog .......................................................................... 269
5.7.3 Mendongeng ................................................................... 269
5.7.4 Memainkan Fragmen ...................................................... 270
5.7.5 Memainkan Drama Pendek ............................................ 271
5.7.6 Memainkan Drama Panjang ........................................... 271


BAB V TATA ARTISTIK
xi

1. Tata Rias ......................................................................... 273
1.1 Fungsi Tata Rias ............................................................. 273
1.1.1 Menyempurnakan Penampilan Wajah ............................ 273
1.1.2 Menggambarkan Karakter Tokoh ................................... 274
1.1.3 Memberi Efek Gerak Pada Ekspresi Pemain .................. 274
1.1.4 Menghadirkan Garis Wajah Sesuai Dengan Tokoh........ 274
1.1.5 Menambah Aspek Dramatik ............................................ 274
1.2 Jenis Tata Rias ................................................................ 275
1.2.1 Tata Rias Korektif ............................................................ 275
1.2.2 Tata Rias Fantasi ........................................................... 275
1.2.3 Tata Rias karakter ........................................................... 277
1.3 Bahan dan Peralatan Tata Rias ....................................... 278
1.3.1 Bahan Tata Rias .............................................................. 278
1.3.2 Peralatan Tata Rias ......................................................... 281
1.4 Praktek Tata Rias ............................................................ 284
1.4.1 Persiapan......................................................................... 284
1.4.1.1 Perencanaan ................................................................... 284
1.4.1.2 Persiapan Tempat ........................................................... 285
1.4.1.3 Persiapan Bahan dan Peralatan ..................................... 285
1.4.1.4 Persiapan Pemain ........................................................... 285
1.4.2 Desain ............................................................................. 286
1.4.3 Merias .............................................................................. 289
1.4.3.1 Tata Rias Korektif ............................................................ 289
1.4.3.2 Tata Rias Fantasi ............................................................. 299
1.4.3.3 Tata Rias Karakter ........................................................... 302

2. Tata Busana .................................................................... 310
2.1 Fungsi Tata Busana ........................................................ 310
2.1.1 Mencitrakan Keindahan Penampilan ............................... 311
2.1.2 Membedakan Satu Pemain Dengan Pemain Yang Lain... 311
2.1.3 Menggambarkan Karakter Tokoh ..................................... 312
2.1.4 Memberi Ruang Gerak Pemain ....................................... 313
2.1.5 Memberikan Efek Dramatik .............................................. 313
2.2 Jenis Tata Busana ........................................................... 314
2.2.1 Busana Sehari-hari .......................................................... 314
2.2.2 Busana Tradisional .......................................................... 314
2.2.3 Busana Sejarah ............................................................... 316
2.2.4 Busana Fantasi ................................................................ 316
2.3 Bahan dan Peralatan Tata busana .................................. 317
2.3.1 Bahan Tata Busana ......................................................... 317
2.3.1.1 Bahan Alami .................................................................... 318
2.3.1.2 Tekstil .............................................................................. 319
2.3.1.3 Busa ................................................................................ 319
2.3.1.4 Spon ................................................................................ 320
2.3.1.5 Kulit ................................................................................. 320
2.3.2 Peralatan Tata Busana .................................................... 321
2.4 Praktek Tata Busana ....................................................... 322
2.4.1 Menganalisis Naskah ...................................................... 323
2.4.2 Diskusi Dengan Sutradara dan Tim Artistik ..................... 323
2.4.3 Mengenal Tubuh Pemain ................................................ 324
2.4.4 Persiapan Pengadaan dan produksi ............................... 324
2.4.5 Persiapan Pementasan ................................................... 324
2.4.6 Desain ............................................................................. 324
2.4.6.1 Desain Ilustrasi ................................................................. 324
xii
2.4.6.2 Desain Produksi ............................................................... 326
2.4.7 Mengerjakan Busana ....................................................... 326
2.4.7.1 Teknik Draperi .................................................................. 326
2.4.7.2 Teknik Padu Padan .......................................................... 326
2.4.7.3 Teknik Produksi .............................................................. 326

3. Tata Cahaya .................................................................... 331
3.1 Fungsi Tata Cahaya ........................................................ 331
3.2 Peralatan Tata Cahaya .................................................... 334
3.2.1 Bohlam ............................................................................ 334
3.2.2 Reflektor dan Refleksi ..................................................... 335
3.2.3 Lensa ............................................................................... 340
3.2.4 Lampu (lantern) ................................................................ 341
3.2.4.1 Floodlight .......................................................................... 341
3.2.4.2 Scoop ............................................................................... 343
3.2.4.3 Fresnel ............................................................................. 344
3.2.4.4 Profile ............................................................................... 345
3.2.4.5 Pebble Convex ................................................................ 348
3.2.4.6 Follow Spot ...................................................................... 349
3.2.4.7 PAR.................................................................................. 350
3.2.4.8 Efek .................................................................................. 352
3.2.4.9 Practical ........................................................................... 352
3.2.5 Perlengkapan Pemasangan ............................................ 353
3.2.5.1 Bar dan Boom ................................................................. 353
3.2.5.2 Stand ............................................................................... 353
3.2.5.3 Clamp dan Bracket .......................................................... 354
3.2.6 Asesoris ........................................................................... 356
3.2.6.1 Filter ................................................................................ 356
3.2.6.2 Barndoor .......................................................................... 356
3.2.6.3 Iris .................................................................................... 357
3.2.6.4 Donut ................................................................................ 358
3.2.6.5 Gobo ................................................................................. 358
3.2.6.6 Snoot ................................................................................ 359
3.2.7 Dimmer dan Kontrol ......................................................... 360
3.3 Warna Cahaya .................................................................. 365
3.3.1 Pencampuran Warna ........................................................ 366
3.3.2 Refleksi Warna Cahaya .................................................... 368
3.4 Penyinaran ....................................................................... 371
3.4.1 Penyinaran Aktor ............................................................. 372
3.4.2 Penyinaran Area .............................................................. 373
3.5 Praktek Tata Cahaya ....................................................... 375
3.5.1 Mempelajari Naskah ........................................................ 376
3.5.2 Diskusi Dengan Sutradara .............................................. 377
3.5.3 Mempelajari Desain Tata Busana .................................... 378
3.5.4 Mempelajari Desain Tata Panggung ................................ 379
3.5.5 Memeriksa Panggung dan Perlengkapan ........................ 379
3.5.6 Menghadiri Latihan ........................................................... 379
3.5.7 Membuat Konsep ............................................................. 380
3.5.8 Plot Tata Cahaya .............................................................. 380
3.5.9 Gambar Desain Tata Cahaya ........................................... 383
3.5.10 Penataan dan Percobaan ................................................ 385
3.5.11 Pementasan ..................................................................... 386

4. Tata Panggung ................................................................. 387
4.1 Mempelajari Panggung ..................................................... 387
xiii
4.1.1 Jenis-jenis Panggung ....................................................... 387
4.1.1.1 Arena ................................................................................ 387
4.1.1.2 Proscenium ....................................................................... 389
4.1.1.3 Thrust ................................................................................391
4.1.2 Bagian-bagian Panggung ................................................. 392
4.2 Fungsi Tata Panggung ..................................................... 395
4.2.1 Suasana dan Semangat Lakon ........................................ 395
4.2.2 Periode Sejarah Lakon .................................................... 397
4.2.3 Lokasi Kejadian ................................................................ 398
4.2.4 Status dan Karakter Peran ............................................... 398
4.2.5 Musim .............................................................................. 399
4.3 Elemen Komposisi ........................................................... 399
4.3.1 Garis ................................................................................. 400
4.3.2 Bentuk .............................................................................. 400
4.3.3 Warna ............................................................................... 401
4.3.4 Cahaya ............................................................................. 403
4.4 Praktek Tata Panggung ................................................... 403
4.4.1 Mempelajari Naskah ......................................................... 403
4.4.2 Diskusi Dengan Sutradara ................................................ 404
4.4.3 Menghadiri Latihan ........................................................... 406
4.4.4 Mempelajari Panggung .................................................... 407
4.4.5 Membuat Gambar Rancangan ......................................... 408
4.4.6 Penyesuaian Akhir ........................................................... 410
4.4.7 Membuat Maket ............................................................... 412
4.4.8 Pengerjaan ...................................................................... 414

5. Tata Suara ....................................................................... 416
5.1 Teknik Penataan Suara ................................................... 417
5.1.1 Teknik Mikking ................................................................. 418
5.1.2 Teknik Balancing ............................................................. 418
5.1.3 Teknik Mixing .................................................................. 419
5.1.4 Teknik Reccording ........................................................... 419
5.2 Fungsi Tata Suara ............................................................ 419
5.3 Jenis Tata Suara ............................................................. 420
5.3.1 Live ................................................................................. 420
5.3.2 Rekaman .......................................................................... 421
5.3.2.1 Rekaman Basah .............................................................. 421
5.3.2.2 Rekaman Kering .............................................................. 422
5.4 Peralatan Tata Suara ...................................................... 422
5.4.1 Mikrofon ...................................................................... 422
5.4.1.1 Tipe Mikrofon .................................................................. 422
5.4.1.2 Karakteristik Mikrofon ... ................................................. 424
5.4.2 Audio Mixer ..................................................................... 426
5.4.3 Audio Player/Recorder .................................................... 430
5.4.4 Audio Equalizer ............................................................... 430
5.4.5 Expander/Compresor dan Limiter ................................... 431
5.4.6 Power Amplifier ............................................................... 431
5.4.7 Audio Speaker Monitor ..................................................... 431
5.5 Praktek Tata Suara .......................................................... 432
5.5.1 Persiapan ......................................................................... 432
5.5.2 Penataan ......................................................................... 432
5.5.3 Pengecekan ..................................................................... 437
5.6. Perawatan Peralatan Audio ............................................. 437


xiv
PENUTUP ....................................................................................... 438
Daftar Pustaka ................................................................................. 441
Lampiran

xv
DAFTAR GAMBAR

1. Peta Kedudukan Teater dan Drama, halaman 2.
2. Relief Mesir Kuno, halaman 4.
sumber, http://www.theaterhistory.com
3. Naskah Mesir Kuno, halaman 5.
sumber, http://www.theaterhistory.com
4. Amphitheater, halaman 6.
sumber, http://www.theaterhistory.com
5. Pertunjukan teater Yunani Kuno, halaman 7.
sumber; Wisnuwardhono, Dkk. Ed., Ensklopedi Anak edisi Bahasa Indonesia, PT. Gramedia
Majalah, Jakarta, 2002.
6. Panggung teater Romawi Kuno, halaman 8.
sumber, http://www.theaterhistory.com
7. Teater Abad Pertengahan, halaman 10.
sumber; Wisnuwardhono, Dkk. Ed., Ensklopedi Anak edisi Bahasa Indonesia, PT. Gramedia
Majalah, Jakarta, 2002.
8. Panggung teater renaissance, halaman 12.
sumber; Wisnuwardhono, Dkk. Ed., Ensklopedi Anak edisi Bahasa Indonesia, PT. Gramedia
Majalah, Jakarta, 2002.
9. Bentuk panggung teater Elizabethan, halaman 13.
sumber, http://www.theaterhistory.com
10. Pementasan teater Elizabethan, halaman 14.
sumber; Wisnuwardhono, Dkk. Ed., Ensklopedi Anak edisi Bahasa Indonesia, PT. Gramedia
Majalah, Jakarta, 2002.
11. Teater Zaman Emas Spanyol, halaman 15.
sumber, www.theaterhistory.com
12. Pertunjukan teater Restorasi, halaman 17.
sumber, http://www.theaterhistory.com
13. Panggung teater Abad 18, halaman 18.
sumber, http://content.answers.com
14. Pementasa teater Abad 19, halaman 19.
sumber, http://www.nytimes.com
15. Pementasan teater realisme, halaman 21.
sumber, http://max.mmlc.northwestern.edu
16. Pementasan teater abad 20, halaman 23.
sumber, http://www.austinchronicle.com
17. Pementasan wayang Kulit, halaman 24.
foto koleksi Studio Teater PPPPTK Seni dan Budaya
18. Pementasan wayang wong gaya Yogyakarta, halaman 26.
sumber, http://www.kultuuri.hel.fi
19. Penari dalam pertunjukan makyong, halaman 27.
sumber, http//:www.news.xinhua.net/travel
20. Pementasan randai dari Sumatera Barat, halaman 28.
sumber, http://upload.wikimedia.org
21. Pementasan lenong Betawi, halaman 29.
sumber, http://www.indonesiamedia.com

22. Pementasan longser, halaman 29.
sumber, http://www/anjabar.go.id
23. Kementasan ketoprak bergaya komedi, halaman 31.
sumber, http://artscl.wustl.edu
24. Pementasan ludruk dari Jawa Timur, halaman 32.
sumber, http://huck.blogspot.com
25. Pemain gambuh sedang beraksi, halaman 32.
sumber, http://baliwww.com
26. Para pemain arja, halaman 33.
sumber, http://baliwww.com
xvi
27. Salah satu pementasan Studiklub Teater Bandung, halaman 39.
sumber, http://argusbandung.blogspot.com
28. Proses latihan Bengkel Teater Rendra, halaman 40.
sumber, http://www.tembi.org
29. Pementasan Teater Koma pimpinan N. Riantiarno, halaman 41.
sumber, http://www.blontakpoer.blogspot.com
30. Pementasan Teater Gandrik, halaman 42.
sumber, http://www.sinarharapan .co.id
31. Salah satu pementasan teater Kontemporer, halaman 43.
foto koleksi Studio Teater PPPPTK Seni dan Budaya
32. Pementasan teater Boneka di Jepang, halaman 48.
sumber, http://www.nihon-zen.ch
33. Pementasan Drama Musikal, halaman 49.
sumber, http://www.nrk.no
34. Pertunjukan teater Gerak, halaman 50.
sumber, http://www.cacheeb.com
35. Gaya pementasan teater dramatik, halaman 51.
foto koleksi Studio Teater PPPPTK Seni dan Budaya
36. Gaya pementasan teater presentasional, halaman 52.
sumber, http://www.kbps.org
37. Gaya pementasan teater representaional, halaman 54.
sumber, http://www.theaterboy.typepad.com
38. Simbolisme, halaman 56.
sumber, http://www.ihousephilly.org
39. Pentas teater surealis, halaman 57.
sumber, http://www.cityguideny.com
40. Gaya pementasan teater epik, halaman 58.
sumber, http://www.rfdesigns.org
41. Pementasan teater absurd, halaman 59.
sumber, http://www.idiopathiridiculopathy.consortium.com
42. Piramida Freytag, halaman 77.
sumber: http://www.anglistik.uni-freiburg.de/intranet/
43. Skema Hudson, halaman 79.
sumber: Yapi Tambayong, Seni Akting, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000
44. Tensi Dramatik, halaman 81.
sumber, Adhy Asmara, Apresiasi Drama, 1983

45. The Turning Point, halaman 83.
sumber: Marsh Cassady, Characters in Action, Play Writing the Easy Way. Colorado:
Meriwether Publishing Ltd., 1997
46. Karakter teatrikal, halaman 93.
sumber: http://www.artlex.com
47. Karakter karikatural, halaman 94.
sumber: httP://www.imb.it
48. Contoh sketsa tata panggung, halaman 104.
49. Contoh sketsa tata busana, halaman 104.
50. Contoh sketsa tata rias, halaman 104.
51. Pembagian lima belas area panggung, halaman 121.
52. Pembagian sembilan area panggung, halaman 122.
53. Komposisi simetris, halaman 124.
54. Komposisi asimetris, halaman 124.
55. Komposisi yang seimbang, halaman124.
56. Komposisi tak seimbang, halaman 125.
57. Pose arah hadap pemain, halaman 126.
58. Gerak langkah pemain, halaman 127.
59. Pose menunjuk, halaman 127.
60. Cara memegang piranti, halaman 128.
xvii
61. Aktor saling kontak mata, halaman 129.
62. Pemain yang berada di tengah menjadi fokus, halaman 130.
63. Pemain yang berada di tengah tetap menjadi fokus meskipun jumlah pemain di sisi
kiri dan kanan lebih banyak, halaman 130.
64. Pemain yang berada lebih dekat dengan penonton menjadi fokus perhatian,
halaman 131.
65. Pemain yang mengambil jarak dari kelompok pemain akan menjadi fokus, halaman
131.
66. Pemain yang lebih tinggi dari pemain lain akan menjadi fokus, halaman 132.
67. Pemain yang berada pada level tingi tetap menjadi fokus meskipun pemain lain
mengambil jarak, halaman 132.
68. Pemain yang berdiri di tengah menjadi fokus, halaman 133.
69. Fokus dengan memanfaatkan bingkai, halaman 133.
70. Pemain yang berada di tengah bingkai menjadi fokus, halaman 134.
71. Variasi trianggulasi 1, halaman 135.
72. Variasi trianggulasi 2, halaman 135.
73. Variasi trianggulasi 3, halaman 135.
74. Fokus individu dan kelompok 1, halaman 136.
75. Fokus individu dan kelompok 2, halaman 136.
76. Fokus individu dari kelompok yang membentuk garis lurus, halaman 137.
77. Fokus individu dari kelompok yang membentuk komposisi setengah lingkaran,
halaman 137.
78. Fokus dengan membedakan pose dan level pemain 1, halaman 138
79. Fokus dengan membedakan pose dan level pemain 2, halaman 138
80. Teknik garis, halaman 139.
81. Teknik lingkaran 1, halaman 140.
82. Teknik lingkaran 2, halaman 140.
83. Teknik setengah lingkaran, halaman 141.
84. Teknik segitiga, halaman 141.
85. Rancangan blocking 1, halaman 145.
86. Rancangan blocking 2, halaman 145.
87. Rancangan blocking 3, halaman 146.
88. Rancangan blocking 4, halaman 146.
89. Tulang rangka manusia, halaman 152.
(sumber, Jean-Claude Corbell dan Ariane Archambault, The Visual Dictionary with
Definitions, PT Buana Ilmu Populer, Jakarta, 2007)
90. Pemanasan jari dan pergelangan tangan, halaman 157.
91. Pemanasan siku, halaman 157.
92. Pemanasan bahu, halaman 158.
93. Pemanasan leher, halaman 159.
94. Pemanasan batang tubuh, halaman 160.
95. Pemanasan tungkai kaki dan punggung, halaman 161.
96. Pemanasan tungkai dan punggung 2, halaman 161.
97. Pemanasan pergelangan kaki, tungkai, punggung, halaman 163.
98. Latihan otot perut, halaman 165.
99. Latihan otot perut dan pinggang, halaman 166.
100. Latihan kaki, lutut, tangan, halaman 167.
101. Latihan lengan, bahu dan dada, halaman 168.
102. Latihan cembung, cekung dan datar tulang punggung, halaman 169.
103. Latihan membulat, mencekung, dan melurus, halaman 170.
104. Latihan menggulung dan melepas, halaman 171.
105. Latihan ayunan bandul tubuh atas, halaman 172.
106. Latihan cermin, halaman 173.
107. Latihan kuda-kuda, halaman 174.
108. Latihan menangkis pukulan, halaman 175.
xviii
109. Latihan membalas serangan dengan tebangan, halaman 175.
110. Latihan putaran pergelangan tangan merusak posisi lawan, halaman 176.
111. Latihan pemakaian satu tangan, halaman 176.
112. Latihan tangkisan dengan kombinasi tendangan kaki, halaman 177.
113. Latihan gerak memotong lawan, halaman 177.
114. Latihan pukulan balasan dari luar, halaman 178.
115. Latihan melutut lawan, halaman 178.
116. Latihan pukulan balasan ke dalam, halaman 179.
117. Latihan gerak dorongan ke samping, halaman 179.
118. Latihan menangkis dan menyerang tendangan, halaman 180.
119. Latihan melumpuhkan lawan dengan kaki, halaman 181.
120. Latihan melumpuhkan serangan pisau, halaman 181.
121. Latihan melawan serangan pisau, halaman 182.
122. Latihan melumpuhkan serangan pisau, halaman 182
123. Pendinginan kaki dan sisi luar badan, halaman 183.
124. Pendinginan kaki dan tangan, halaman 184.
125. Pendinginan tangan dan sisi luar badan, halaman 184.
126. Pendinginan tangan, halaman 185.
127. Pendinginan leher, halaman 185.
128. Pendinginan lutut dan tumit, halaman 186.
129. Pendinginan dengan perafasan, halaman 186.
130. Pose busur, halaman 188.
131. Pose garuda, halaman 188.
132. Pose gunung, halaman 189.
133. Pose sirshasana, halaman 190.
134. Pose sarvangasana, halaman 191.
135. Pose ikan, halaman 192.
136. Pose belalang, halaman 192.
137. Pose cobra, halaman 193.
138. Pose suryanamaskar, halaman 195.
139. Senam wajah, halaman 199.
140. Senam lidah, halaman 200.
141. Senam rahang bawah, halaman 201.
142. Pose latihan pernafasan, halaman 204.
143. Tata rias opera Cina, halaman 275.
144. Desain tata rias kabuki, halaman 276.
Sumber: Kabuki, Masakatsu Gunji, Kodansha International Ltd., Otowa 1-chome, Bunkyo-ku,
Tokyo 112, and Kodansha America ,Inc.
145. Tata rias kabuki, halaman 276.
Sumber: Kabuki, Masakatsu Gunji, Kodansha International Ltd., Otawa 1-chome, Bunkyo-ku,
Tokyo 112, and Kodansha Internatipnal America, Inc.
146. Tata rias karakter, halaman 277.
Sumber; foto koleksi Elizabeth Cristin, Tugas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogyakarta.
147. Tata rias etnik, halaman 278.
Sumber, foto koleksi Jurusan Teater ISI Yogyakarta.
148. Lembar desain bagian depan, halaman 287
149. Lembar desain bagian belakang, halaman 288.
150. Bentuk wajah bulat, halaman 290.
151. Bentuk wajah panjang, halaman 291.
152. Bentuk wajah persegi, halaman 292
153. Bentuk wajah diamond, halaman 292.
154. Bentuk wajah segitiga, halaman 293.
155. Batang hidung besar, halaman 294.
156. Cuping hidung besar, halaman 294.
xix
157. Batang hidung kecil, halaman 295.
158. Batang hidung pendek, halaman 295.
159. Alis tajam, halaman 296.
160. Alis melengkung lembut, halaman 296.
161. Alis mendatar, halaman 297.
162. Ujung luar alis melengkung, halaman 297.
163. Ujung alis sedikit tajam, halaman 297.
164. Bibir tipis, halaman 298.
165. Bibir tebal, halaman 298.
166. Bibir pesimis, halaman 299.
167. Bibir kecil, halaman 299.
168. Pemasangan lateks, halaman 300.
sumber, foto koleksi Jurusan Teater ISI Yogyakarta.
169. Pemberian foundation, halaman 300.
Sumber, foto koleksi Jurusan Teater ISI Yogyakarta.
170. Hasil akhir pengubahan bentuk hidung, halaman 300.
sumber; foto koleksi Jurusan Teater ISI Yogyakarta.
171. Sketsa pada wajah, halaman 301.
172. Proses pembentukan, halaman 302.
173. Kerutan usia 50-an, halaman 304.
174. Kerutan usia 70-an, halaman 304.
175. Kerutan usia 90-an, halaman 304.
176. Garis kerut kening, halaman 305.
Sumber, foto koleksi Elizabeth Cristin, Tugas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogyakarta.
177. Bayangan pada mata, halaman 306.
sumber; foto koleksi Elizabeth Cristin, Tugas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogyakarta.
178. Pemberian shadow dan highlight, halaman 306.
Sumber, foto koleksi Elizabeth Cristin, Tugas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogyakarta.
179. Pemutihan rambut, halaman 307.
Sumber, foto koleksi Elizabeth Cristin, Tugas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogyakarta.
180. Wajah asli pemain, halaman 308.
sumber: foto koleksi Elizabeth Cristin, Tugas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogyakarta.
181. Proses penataan rias, halaman 309.
Sumber, foto koleksi Elizabeth Cristin, Tugas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogyakarta.
182. Hasil akhir tata rias pengubahan ras, halaman 309.
sumber; foto koleksi Elizabeth Cristin,Tugas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogyakarta
183. Busana mencitrakan keindahan penampilan, halaman 311.
184. Tata busana membedakan pemain satu dengan yang lain, halaman 312.
185. Busana menggambarkan karakter peran, halaman 312.
sumber, http://www.cartoonmodern.blogsome.com
186. Busana memberikan ruang gerak pemain, halaman 313.
187. Busana mampu memberikan efek dramatik, halaman 314.
sumber, http://www.dallasartsrevue.com

188. Busana tradisional suku Dayak, halaman 315.
sumber, http://www.kutaikartanegara.com
189. Busana tradisional etnis India, halaman 315.
sumber, http://www.nwfolklife.org
190. Cntoh busana sejarah, halaman 316.
xx
sumber, http://www.buysostumes.com
191. Busana fantasi, halaman 317.
sumber, http://www.atlanticballet.com
192. Busana berbahan alami, halaman 318.
sumber; I Made Bandem dan Fredrik Eugene deBoer, Kaja dan Kelod Tarian Bali dalam
Transisi, BP ISI, Yogyakarta, 2004.
193. Busana berbahan tekstil, halaman 319.
sumber, http://www.halinkasstyle-se.com
194. Busana berbahan kulit, halaman 320.
sumber, http://www.germes-online.com
195. Desain busana 1, halaman 325.
196. Desain busana realistik 2, halaman 325.
197. Sketsa tata busana, halman 325.
198. Pengecekan pelengkapan busana, halaman 328.
Sumber, foto koleksi Elizabeth Cristin, Tugas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogyakarta.
199. Pemaduan busana, halaman 329.
Sumber, foto koleksi Elizabeth Cristin, Tugas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogayakarta.
200. Kelengkapan busana, halaman 329.
sumber; foto koleksi Elizabeth Cristin,Tugas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogyakarta.
201. Pemasangan kelengkapan, halaman 330.
sumber; foto koleksi Elizabeth Cristin, Tugas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogyakarta.
202. Hasil akhir penataan busana, halaman 330.
sumber; foto koleksi Elizabeth Cristin, Tigas Akhir Penataan Artistik Jurusan Teater ISI
Yogyakarta
203. Interaksi fungsi tata cahaya, halaman 332.
204. Bohlam, halaman 334.
205. Aneka bentuk bohlam, halaman 335.
sumber, http://www.stagelighting.com
206. Reflektor elipsoidal, halaman 336.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
207. Reflektor spherical, halaman 337.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
208. Reflektor parabolic, halaman 337.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
209. Refleksi specular, halaman 338.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
210. Refleksi diffuse, halaman 338.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com

211. Refleksi Spread, halaman 339.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
212. Refleksi mixed, halaman 339.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
213. Lensa plano convex, halaman 340.
214. Lensa fresnel, halaman 340.
215. Lensa pebble convex, halaman 340.
216. Floodlight, halaman 341.
sumber, http://www.strandlighting.com
217. Cy-light, halaman 342.
sumber, http://www.strandlighting.com
218. Batten atau striplight, halaman 342.
sumber, http://www.altmanltg.com
219. Lampu scoop, halaman 343.
xxi
sumber, http://www.altmanltg.com
220. Bagan lampu fresnel, halaman 344.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
221. Berbagai macam lampu fresnel, halaman 345.
sumber, http://www.stagelightingstore.com
222. Bagan lampu ERS radial, halaman 346.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
223. Bagan lampu ERS axial, halaman 346.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
224. Berbagai lampu profile (ERS), halaman 347.
sumber, http://www.stagelightingstore.com
225. Bagan lampu profile, halaman 347.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
226. Bagan lampu profile zoom, halaman 348.
227. Lampu pebble convex, halaman 349.
sumber, http://www.strandlighting.com
228. Lampu followspot, halaman 349.
sumber, http://www/stagelighting.com
229. Berbagai ukuran lampu par, halaman 350.
sumber, http://www.mts.net
230. Lampu par dengan housing (can), halaman 351.
sumber, http://www.stagelighting.com
231. Beberapa jenis lampu efek, halaman 352.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
232. Stand untuk Follow Spot berbentuk T, halaman 353.
sumber, http://www.stagelightingstore.com
233. Aneka bentuk clamp, halaman 354.
sumber, http://www.atlmanltg.com
234. Boom arm model lama, halaman 355.
235. Clamp yang difungsikan sebagai boom arm, halaman 355.
sumber, http://www.atlmanltg.com
236. Filter, halaman 356.
sumber, http://www.stagelightingstore.com

237. Filter frame, halaman 357.
sumber, http://www.atlmanltg.com
238. Berbagai bentuk Barndoor, halaman 357.
sumber, http://www.atlmanltg.com
239. Iris, halaman 357.
sumber, http://www.atlmanltg.com
240. Donut , halaman 358.
sumber, http://www.atlmanltg.com
241. Salah satu motif gobo, halaman 359.
sumber, http://www.atlmanltg.com
242. Gobo holder, halaman 359.
sumber, http://www.atlmanltg.com
243. Snoot, halaman 359.
sumber, http://www.atlmanltg.com
244. Bagan instalasi dimmer, halaman 360.
245. Berbagai jenis dimmer rack, halaman 361.
sumber, http://www.stagelightingstore.com
246. Bagan dimmer dengan remote control, halaman 362.
247. Remote control manual dan computerize, halaman 362.
sumber, http://www.strandlighting.com
248. Bagan lever pada remote control, halaman 363.
249. Bagan preset, halaman 364.
250. Warna cahaya, halaman 365.
xxii
251. Additive mixing, halaman 366.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
252. Warna additive, halaman 366.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
253. Subtractive mixing, halaman 367.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
254. Warna subtractive, halaman 267.
sumber, http://www.stagelightingprimer.com
255. Cahaya putih yang menerpa permukaan berwarna merah akan memantulkan warna
merah, halaman 368.
256. Cahaya berwarna merah tidak akan memantulkan warna pada permukaan berwarna
merah, halaman 369.
257. Cahaya berwarna putih akan memantulkan warna kuning amber jika menerpa
permukaan yang berwarna sama, halaman 369.
258. Cahaya kuning amber akan memantulkan warna kuning amber jika menerpa
permukaan yang berwarna sama, halaman 370.
259. Cahaya berwarna merah akan memantulkan warna merah pada permukaan
berwarna kuning amber, halaman 370.
260. Cahaya berwarna biru tidak menghasilkan pantulan warna pada permukaan
berwarna kuning amber, halaman 371.
261. Penyinaran lampu dari arah depan, halaman 372.
262. Penyinaran lampu 45 derajat dari atas, halaman 373.
263. Penyinaran lampu dari atas, halaman 373.
264. Penyinaran lampu dari bawah, halaman 374.
265. Penyiinaran lampu dari samping, halaman 374.
266. Penyinaran lampu dari belakang atas, halaman 375.
267. Penyinaran aktor dengan lampu 45 derajat dari dua arah, halaman 376.
268. Penyinaran area, halaman 377.
269. Prosedur kerja penata cahaya, halaman 378.
270. Contoh plot tata cahaya, halaman 382.
271. Simbol-simbol lampu, halaman 383.
272. Contoh desain tata letak lampu, halaman 384.
273. Desain tata cahaya, halaman 385.
274. Denah Panggung Arena, halaman 388.
275. Berbagai macam model panggung teater arena, halaman 389.
276. Panggung proscenium, halaman 390.
277. Panggung Thrust, halaman 391.
278. Bagian Panggung 1, halaman 392.
sumber: Jean-Claude Corbell dan Ariane Archambault, The Visual Dictionary with
Definitions, PT Buana Ilmu Populer, Jakarta, 2007
279. Bagian Panggung 2, halaman 394.
sumber: Jean-Claude Corbell dan Ariane Archambault, The Visual Dictionary with
Definitions, PT Buana Ilmu Populer, Jakarta, 2007
280. Tata panggung yang cerah menggambarkan suasana gembira, halaman 396.
281. Tata panggung berwarna gelap menggambarkan suasana lakon yang dalam dan
berat, halaman 396.
sumber; www.sceneryfirst.com
282. Tata panggung dapat menggambarkan periode sejarah lakon, halaman 397.
sumber; http://www.lindsayfincher.com
283. Elemen garis menunjukkan bentuk benda, halaman 400.
284. Elemen bentuk mempertegas ruang, halaman 401.
285. Elemen warna menggambarkan suasana ruang, halaman 402.
286. Elemen cahaya, halaman 402.
287. Sketsa tata panggung yang menggambarkan rumah sederhana, halaman 404.
288. Sketsa Penyesuaian alternatif 1, halaman 405.
289. Sketsa Penyesuaian alternatif 2, halaman 406.
xxiii
290. Sketsa Penyesuaian alternatif 3 halaman 406.
291. Penempatan objek yang tidak efektif dan mengganggu, halaman 407.
292. Desain tata panggung 1, halaman 409.
293. Desain tata panggung 2, halaman 409.
294. Desain tata panggung 1 tampak depan atas, halaman 410.
295. Desain tata panggung 1 tampak kiri atas, halaman 410.
296. Desain tata panggung 1 tampak kanan atas, halaman 411.
297. Desain tata panggung 2 tampak depan atas, halaman 411.
298. Desain tata panggung 2 tampak kiri atas, halaman 412.
299. Desain tata panggung 2 tampak kanan atas, halaman 412.
300. Maket tata panggung 1, halaman 413.
301. Maket tata panggung 2, halaman 413.
302. Gelombang suara, halaman 416.
303. Frekuensi, halaman 417.
304. Amplitudo, halaman 417.
305. Teknik Mikking, halaman 418.
306. Proses suara, halaman 421.
307. Proses rekaman suara, halaman 421.
308. Ribbon Microphone, halaman 423.
309. Dynamic Microphone, halaman 423.
310. Condensor Microphone, halaman 424.
311. Pola Arah Omni Directional, halaman 425.
312. Pola Arah Bi Directional, halaman 425.
313. Pola Arah Uni Directional, halaman 426.
314. Audio Mixer, halaman 426.
315. Potensio Equalizer, halaman 427.
316. Panorama potensiometer, halaman 428.
317. Fader mixer, halaman 428.
318. Tombol Selector, halaman 429.
319. Audio Equaliser, halaman 430.
320. Audio Speaker, halaman 431.
321. Instalasi tata suara sistem mono, halaman 434.
322. Instalasi tata suara sistem stereo, halaman 434.
323. Instalasi tata suara sistem stereo dengan prosesor audio, halaman 435.
324. desain instalasi tata suara untuk musik ilustrasi, halaman 435.


DAFTAR TABEL

Tabel 1.
Perencanaan jadual latihan, halaman 143.
Tabel 2.
Perhitungan denyut nadi, halaman 155.
Tabel 3
Denyut nadi latihan sesuai umur, halaman 155.
Tabel 4.
Tabel intensitas cahaya, halaman 363.
Tabel 5.
Tabel tata cahaya, halaman 386.





xxiv
GLOSARIUM

Adegan : Bagian dari babak yang menggambarkan satu suasana dari beberapa
suasana dalam babak
Additive Mixing : Pencampuran warna pada objek yang disinari dari dua atau lebih
lampu yang berbeda
Akting : Tingkah laku yang dilakukan pemain sebagai wujud penghayatan
peran yang dimainkan
Aktor : orang yang melakukan akting
Amphiteater : Panggung pertunjukan jaman Yunani Kuno
Amplifikasi : Penguatan energi listrik setelah melalui rangkaian elektronik
Apron : Daerah yang terletak di depan layar atau persis di depan bingkai
proscenium
Arena : Salah satu bentuk panggung yang tidak dibatasi oleh konvensi
empat dinding imajiner
Artikulasi : Hubungan antara apa yang dikatakan dan bagaimana
mengatakanya, dan dipengaruhi oleh penguasaan organ produksi
suara
Aside : Dialog menyamping, atau suara hati dan pikiran tokoh
Atmosfir : Isitlah teater untuk menyebutkan suasana atau kondisi lingkungan
Audibility : Segala sesuatu yang berkaitan dengan pendengaran
Auditorium : Ruang tempat duduk penonton dalam panggung proscenium
Backdrop : Layar paling belakang. Kain yang dapat digulung atau diturun-
naikkan dan membentuk latar belakang panggung
Bahasa tubuh : Bahasa yang ditimbulkan oleh isyarat-isyarat dan ekspresi tubuh
Bar : Pipa bisa yang digunakan sebagai baris untuk pemasangan lampu
Barndoor : Sirip empat sisi yang diletakkan pada lampu dan digunakan untuk
mebatasi lebar sinar cahaya
Batten : (1) Lampu flood yang dirangkai dalam satu kompartemen (wadah).
(2) Perlengkapan panggung yang dapat digunakan untuk
mengaitkan sesuatu dan dapat dipindah-pindahkan
Beats : Satu kesatuan arti terkecil dari dialog
Belly to Belly : Dua lensa yang dipasang berhadapan dalam sebuah lampu dan
jaraknya bisa diatur
Bifocal : Lampu Bifocal adalah lampu profile standar yang ditambahi dengan
shutter tambahan
Blocking : Gerak dan perpindahan pemain dari satu area ke area lain di
panggung
Boom : Baris lampu yang dipasang secara vertikal
Border : Pembatas yang terbuat dari kain. Dapat dinaikkan dan diturunkan.
Fungsinya untuk memberikan batasan area permainan yang
digunakan
Bracket : Pengait untuk memasang lampu pada boom. Disebut pula sebagai
boom arm
Catwalk : Permukaan, papan atau jembatan yang dibuat di atas panggung
yang dapat menghubungkan sisi satu ke sisi lain
Clamp : Klem atau pengait untuk memasang lampu pada bar, disebut juga
sebagai C-clamp atau Hook Clamp
Control Balance : Pengaturan tingkat kekerasan suatu sumber suara terhadap sumber
suara yang lain
Control Desk : Disebut juga Remote Control, alat untuk mengatur tinggi rendahnya
intensitas cahaya dari jarak jauh
Cyc Light : Lampu flood yang dikhususkan untuk menerangi layar belakang
(siklorama)
Denotasi : Arti yang sebenarnya sesuai dengan arti yang terdapat dalam kamus
xxv
Dialog : Percakapan para pemain.
Diafragma : Sekat yang memisahkan antara rongga dada dan rongga perut
Diffuse : Jenis refleksi cahaya yang memiliki pantulan merata serta panjang
sinarnya sama
Diftong : Kombinasi dua huruf vokal dan diucapkan bersamaan
Diksi : Latihan mengeja kata dengan suara keras dan jelas
Dimmer ; Alat pengatur tinggi rendahnya intensitas cahaya
Distorsi : Hasil rekaman suara melebihi standar batas maksimal yang
ditentukan
Donut : Pelat metal yang digunakan untuk meningkatkan ketajaman lingkar
sinar cahaya yang dihasilkan oleh lampu spot
Drama : Salah satu jenis lakon serius dan berisi kisah kehidupan manusia
yang memiliki konflik yang rumit dan penuh daya emosi tetapi tidak
mengagungkan sifat tragedi
Dramatic Irony : Aksi seorang tokoh yang berkata atau bertindak sesuatu, dimana
tanpa disadari akan menimpa dirinya sendiri
Ekstensi : Menambah besarnya sudut antara dua bagian badan
Eksposisi : Penggambaran awal dari sebuah lakon, berisi tentang perkenalan
karakter, dan masalah yang akan digulirkan
Elastisitas : Tingkat kekenyalan suatu objek sehingga dengan mudah bisa
diterapkan atau digunakan
Ellipsoidal : Jenis reflektor yang memiliki bentuk elips
Emosi : Proses fisik dan psikis yang kompleks yang bisa muncul secara tiba-
tiba dan spontan atau diluar kesadaran
Ephemeral : Sifat pertunjukan yang bermula pada suatu malam dan berakhir
pada malam yang sama
ERS : Elliposoidal Reflector Spotlight. Lampu spot yang menggunakan
reflektor berbentuk elips disebut juga lampu profile atau leko
ERS Axial : Lampu ERS yang bohlamnya dipasang secara horisontal
ERS Radial : Lampu ERS yang bohlamnya dipasang miring 45 derajat
Farce : Seni pertunjukan yang menyerupai dagelan tetapi bukan dagelan
yang seperti di Indonesia
Filter : Palstik atau mika berwarna untuk mengubah warna lampu
Flashback : Kilas balik peristiwa lampau yang dikisahkan kembali pada saat ini
Flat Karakter : Karakter tokoh yang ditulis oleh penulis lakon secara datar dan
biasanya bersifat hitam putih
Fleksi (flexion) : Membengkokkan suatu sendi untuk mengurangi sudut antara dua
bagian badan
Fleksibelitas : Daya lentur suatu objek / tingkat kelenturan suatu objek
Flies : Disebut juga penutup. Bagian atas rumah panggung yang dapat
digunakan untuk menggantung set dekor serta menangani peralatan
tata cahaya
Floodligth : Jenis lampu yang sinar cahayanya menyebar serta tidak bisa diatur
fokusnya
Focal Point : Titik temu (pusat) pendar cahaya
FOH : Front Of House. Bagian depan baris kursi penonton dimana di
atasnya terdapat pipa baris lampu
Fokus : (1) Istilah dalam penyutradaraan untuk menonjolkan adegan atau
permainan aktor. (2) Istilah tata cahaya untuk area yang disinari
cahaya dengan tepat dan jelas
Follow Spot ; Jenis lampu spot yang dapat dikendalikan secara manual untuk
mengikuti arah gerak pemain
Fore Shadowing : Bayang-bayang yang mendahului sebuah peristiwa yang
sesungguhnya itu terjadi
xxvi
Foyer : Ruang tunggu penonton sebelum pertunjukan dimulai atau saat
istirahat
Frequency
Respon : Kemampuan dalam menangkap frekuensi pada batas maksimum
dan minimum
Fresnel : (1) Lensa yang mukanya bergerigi. (2) Jenis lampu yang
menggunakan lensa bergerigi
Gesture : sikap tubuh yang memiliki makna, bisa juga diartikan dengan gerak
tubuh sebagai isyarat
Gestus : Aksi atau ucapan tokoh utama yang beritikad tentang sesuatu
persoalan yang menimbulkan pertentangan atau konflik antar tokoh
Gimmick : Adegan awal dari sebuah lakon yang berfungsi sebagai pemikat minat
penonton untuk menyaksikan kelanjutan dari lakon tersebut
Globe : Panggung yang tempat duduk penontonnya berkeliling, digunakan
dalam pementasan teater jaman Elizabeth di Inggris
Gobo : Pelat metal yang dicetak membentuk pola atau motif tertentu dan
digunakan untuk membuat lukisan sinar cahaya
Groundrow : Lampu flood yang diletakkan di bawah untuk menerangi aktor atau
siklorama dari bawah
Imajinasi : Proses pembentukan gambaran-gambaran baru dalam pikiran,
dimana gambaran tersebut tidak pernah dialami sebelumnya atau
mungkin hanya sedikit yang dialaminya
Improvisasi : Gerakkan dan ucapan yang tidak terencana untuk menghidupkan
permainan.
Intonasi : Nada suara (dalam bahasa jawa disebut langgam), irama bicara,
atau alunan nada dalam melafalkan kata-kata, sehingga tidak datar
atau tidak monoton.
Insersio : Kearah mana otot itu berjalan atau arah jalannya otot yang bergerak.
Irama : Gelombang naik turun, longgar kencangnya gerakkan atau suara
yang berjalan dengan teratur
Iris : Piranti untuk memperbesar atau memperkecil diameter lingkaran
sinar cahaya yang dihasilkan oleh lampu
Jeda : Pemenggalan kalimat dengan maksud untuk memberi tekanan pada
kata.
Karakter : Gambaran tokoh peran yang diciptakan oleh penulis lakon melalui
keseluruhan ciri-ciri jiwa dan raga seorang peran
Karakter Teatrikal: Karakter tokoh yang tidak wajar, unik, dan lebih bersifat simbolis.
Kolokasi : Asosiasi kata dengan bahasa yang tidak formal, bahasa percakapan
sehari-hari pada suatu tempat dan masa tertentu.
Komedi : salah satu jenis lakon yang mengungkapkan cacat dan kelemahan
sifat manusia dengan cara yang lucu, sehingga para penonton bisa
lebih menghayati kenyataan hidupnya
Komedi Stamboel : Pertunjukan teater yang mendapat pengaruh dari Turki dan sangat
populer di Indonesia pada jaman sebelum kemerdekaan
Komunikan : Penerima komunikasi
Komunikator : Penyampai kamunikasi
Konflik : Ketegangan yang muncul dalam lakon akibat adanya karakter yang
bertentangan, baik dengan dirinya sendiri maupun yang ada di luar
dirinya.
Konotasi : Arti kata yang bukan sebenarnya dan lebih dipengaruhi oleh konteks
kata tersebut dalam kalimat.
Konsentrasi : Kesanggupan atau kemampuan yang diperlukan untuk mengerahkan
pikiran dan kekuatan batin yang ditujukan ke suatu sasaran tertentu
sehingga dapat menguasai diri dengan baik.
xxvii
Lakon : Penuangan ide cerita penulis menjadi alur cerita yang berisi
peristiwa yang saling mengait dan tokoh atau peran yang terlibat,
disebut juga naskah cerita
Lakon Satir : Salah satu jenis lakon yang mengemas kebodohan, perlakuan
kejam, kelemahan seseorang untuk mengecam, mengejek bahkan
menertawakan suatu keadaan dengan maksud membawa sebuah
perbaikan
Latar Peristiwa : Peristiwa yang melatari adegan itu terjadi dan bisa juga yang
melatari lakon itu terjadi
Latar Tempat : Tempat yang menjadi latar peristiwa lakon itu terjadi.
Latar Waktu : Waktu yang menjadi latar belakang peristiwa, adegan, dan babak itu
terjadi
Level : (1) Istilah pemeranan dan penyutradraan untuk mengatur tinggi
rendah pemain. (2) Isitilah tata suara untuk tingkat ukuran besar
kecilnya suara yang terdengar
Lever : Bilah yang dapat dinaikkan dan diturunkan yang terdapat pada
control desk
Ligamen : Jaringan ikat yang menghubungkan otot dengan tulang atau
pembungkus sendi.
Melodrama : Salah satu jenis lakon yang isinya mengupas suka duka kehidupan
dengan cara yang menimbulkan rasa haru kepada penonton
Membran : Selaput atau lapisan tipis yang sangat peka terhadap getaran
Metacarpal : Disebut juga dengan metatarsus atau ossa metatarsalia yaitu tulang
pertama dari jari
Mime : Pertunjukan teater yang menitikberatkan pada seni ekspresi wajah
pemain
Mimetic/mimesis : Peniruan atau meniru sesuatu yang ada
Mimik : Ekspresi gerak wajah untuk menunjukkan emosi yang dialami
pemain
Mixed : Jenis refleksi cahaya yang hasilnya bercampur antara relfeksi diffuse
dan specular
Monolog : Cakapan panjang seorang aktor yang diucapkan di hadapan aktor
lain
Noise : Gangguan suara yang tidak diinginkan dalam memproses suara atau
rekaman
Observasi : Kegiatan mengamati yang bertujuan menangkap atau merekam hal
apa saja yang terjadi dalam kehidupan
Orchestra Pit : Tempat para musisi orkestra bermain
Origio : Tempat otot timbul atau tempat asal otot yang terkuat
Pageant : Panggung kereta abad Pertengahan yang digunakan untuk
mementaskan teater secara berkeliling
Panoramic : Kesan suara yang terdengar pada telinga kiri atau telinga kanan
Pantomimik : Ekspresi gerak tubuh untuk menunjukkan emosi yang dialami
pemain
PAR : Parabolic Aluminized Reflector. Lampu yang menggunkan reflektor
parabola terangkai dalam satu unit dengan lensanya
Parafrase : Latihan untuk menyatakan kembali arti dialog dengan menggunakan
kata-kata kita sendiri, dengan tujuan untuk membuat jelas dialog
tersebut
PC : (1) Planno Convex, jenis lensa yang permukaannya halus. (2) Jenis
lampu yang menggunakan lensa tunggal baik lensa Planno Convex
atau Pebble Convex
Pebble Convex : Jenis lensa yang mukanya halus tapi bagian belakangnya bergerigi
Pemanasan : Serial dari latihan gerakan tubuh dimaksudkan untuk meningkatkan
sirkulasi dan meregangkan otot dengan cara progresif (bertahap).
xxviii
Pemeran : Seorang seniman yang menciptakan peran yang digariskan oleh
penulis naskah, sutradara, dan dirinya sendiri.
Penonton : Orang yang hadir untuk menyaksikan pertunjukan teater
Pernafasan : Peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke
dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida
Pita magnetic : Pita plastic yang dilapisi oleh serbuk magnet yang digunakan untuk
menyimpan getaran listrik
Planno Convex : Jenis lensa (lih. PC)
Plot : Biasa disebut dengan alur adalah kontruksi atau bagan atau skema
atau pola dari peristiwa-peristiwa dalam lakon, puisi atau prosa dan
selanjutnya bentuk peristiwa dan perwatakan itu menyebabkan
pembaca atau penonton tegang dan ingin tahu
Polarity : Kemampuan maksimum dalam menangkap sumber suara
Practical : Lampu sehari-hari atau lampu rumahan yang digunakan di atas
panggung
Preset : Pengaturan intensitas cahaya pada control desk disaat lampu dalam
keadaan mati (tidak dinyalakan)
Profile : Jenis lampu spot yang dapat ukuran dan bentuk sinarnya dapat
disesuaikan
Properti : Benda atau pakaian yang digunakan untuk mendukung dan
menguatkan akting pemeran.
Protagonis : Peran utama yang merupakan pusat atau sentral dari cerita
Proscenium : Bentuk panggung berbingkai
Proscenium Arc : Lengkung atau bingkai proscenium
Resonansi : Bergema atau bergaung
Rias Fantasi : Tata rias yang diterapkan untuk menggambarkan sifat atau karakter
yang imajinatif
Rias Karakter : Tata rias yang diterapkan untuk menegaskan gambaran karakter
tokoh peran
Rias Korektif : Tata rias yang diterapkan untuk memperbaiki kekurangan sehingga
pemain nampak cantik
Ritme : Tempo atau cepat lambatnya dialog akibat variasi penekanan kata-
kata yang penting.
Round Karakter : Karakter tokoh dalam lakon yang mengalami perubahan dan
perkembangan baik secara kepribadian maupun status sosialnya
Scoop ; Jenis lampu flood yang menggunakan reflektor ellipsoidal
Sendi : Hubugan yang terbentuk antara dua tulang.
Sendratari : Pertunjukan drama yang di tarikan atau gabungan seni drama dan
seni tari
Side Wing : Bagian kanan dan kiri panggung yang tersem bunyi dari penonton,
biasanya digunakan para aktor menunggu giliran sesaat sebelum
tampil
Skeneri : Dekorasi yang mendukung dan menguatkan suasana permainan
Skenario : Susunan lakon yang diperagakan oleh pemeran
Soliloki : Cakapan panjang aktor yang diucapkan seorang diri dan kepada diri
sendiri
Specular ; Jenis refleksi yang memantulkan cahaya seperti aslinya (efek
cermin)
Snoot : Disebut juga Top Hat, piranti yang digunakan untuk mengurangi
tumpahan cahaya
Spherical : Jenis reflektor yang memiliki bentuk setengah lingkaran
Spread : Jensi refleksi cahaya yang mengenai objek dengan intensitas lebih
tinggi garis cahayanya akan memendar dan direfleksikan lebih
panjang dari yang lain
xxix
Stand : Pipa untuk memasang lampu yang dapat berdiri sendiri
Struktur Dramatik : Rangkaian alur cerita yang saling bersinambung dari awal cerita
sampai akhir.
Suara Nasal : Suara yang dihasilkan oleh rongga hidung karena udara
beresonansi.
Suara Oral : Suara yang dihasilkan oleh mulut
Subtractive Mixing: Pencampuran warna cahaya yang dihasilkan dari dua filter berbeda
Surprise : Peristiwa yang terjadi diluar dugaan penonton sebelumnya dan
memancing perasaan dan pikiran penonton agar menimbulkan
dugaan-dugaan yang tidak pasti.
Sutradara : Orang yang mengatur dan memimpin dalam sebuah permainan.
Teknik Muncul : Suatu teknik seorang pemeran dalam memainkan peran untuk
pertama kali memasuki sebuah pentas lakon.
Teknik Timing : Teknik ketepatan waktu antara aksi tubuh dan aksi ucapan atau
ketepatan antara gerak tubuh dengan dialog yang diucapkan.
Tema : Ide dasar, gagasan atau pesan yang ada dalam naskah lakon dan ini
menentukan arah jalannya cerita.
Tempo : Cepat lambatnya suatu ucapan yang kita lakukan
Thrust : Bentuk panggung yang sepertiga bagiannya menjorok ke depan
Timbre : Warna suara yang memberi kesan pada kata-kata yang kita ucapkan
Tirai Besi : Satu tirai khsusus yang dibuat dari logam untuk memisahkan bagian
panggung dan kursi penonton. Digunakan bila terjadi kebakaran di
atas panggung, tirai ini diturunkan sehingga api tidak menjalar keluar
dan penonton bisa segera dievakuasi.
Tragedi : Salah satu jenis lakon yang meniru sebuah aksi yang sempurna dari
seorang tokoh besar dengan menggunakan bahasa yang
menyenangkan supaya para penonton merasa belas kasihan dan
ngeri sehingga penonton mengalami pencucian jiwa atau mencapai
katarsis
Trapezium : Tulang yang ada pada antara pergelangan tangan dan ibu jari
tangan
Trap Jungkit : Area permainan atau panggung yang biasanya bisa dibuka dan
ditutup untuk keluar-masuk pemain dari bawah panggung
.
Wicara : Cara kita berbicara dan cara mengucapkan sebuah dialog dalam
naskah lakon
Under : (tata suara) Hasil rekaman suara yang sangat lemah

xxx
SINOPSIS
Sejarah panjang seni teater dipercayai keberadaannya sejak manusia mulai melakukan
interaksi satu sama lain. Interaksi itu juga berlangsung bersamaan dengan tafsiran-
tafsiran terhadap alam semesta. Dengan demikian, pemaknaan-pemaknaan teater tidak
jauh berada dalam hubungan interaksi dan tafsiran-tafsiran antara manusia dan alam
semesta. Selain itu, sejarah seni teater pun diyakini berasal dari usaha-usaha perburuan
manusia primitif dalam mempertahankan kehidupan mereka. Pada perburuan ini, mereka
menirukan perilaku binatang buruannya. Setelah selesai melakukan perburuan, mereka
mengadakan ritual atau upacara-upacara sebagai bentuk rasa syukur mereka, dan
penghormatan terhadap Sang Pencipta semesta. Ada juga yang menyebutkan sejarah
teater dimulai dari Mesir pada 4000 SM dengan upacara pemujaan dewa Dionisus. Tata
cara upacara ini kemudian dibakukan serta difestivalkan pada suatu tempat untuk
dipertunjukkan serta dihadiri oleh manusia yang lain.
The Theatre berasal dari kata Yunani Kuno, Theatron yang berarti seeing place
atau tempat menyaksikan atau tempat dimana aktor mementaskan lakon dan orang-orang
menontonnya. Sedangkan istilah teater atau dalam bahasa Inggrisnya theatre mengacu
kepada aktivitas melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan, kelompok yang melakukan
kegiatan itu dan seni pertunjukan itu sendiri. Namun demikian, teater selalu dikaitkan
dengan kata drama yang berasal dari kata Yunani Kuno, Draomai yang berarti bertindak
atau berbuat dan Drame yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan
Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas
menengah atau dalam istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap satu
masalah yang punya arti penting tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika. Kata drama
juga dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno
(800-277 SM). Hubungan kata teater dan drama bersandingan sedemikian erat seiring
dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama lebih identik sebagai
teks atau naskah atau lakon atau karya sastra.
Terlepas dari sejarah dan asal kata yang melatarbelakanginya, seni teater
merupakan suatu karya seni yang rumit dan kompleks, sehingga sering disebut dengan
collective art atau synthetic art artinya teater merupakan sintesa dari berbagai disiplin seni
yang melibatkan berbagai macam keahlian dan keterampilan. Seni teater
menggabungkan unsur-unsur audio, visual, dan kinestetik (gerak) yang meliputi bunyi,
suara, musik, gerak serta seni rupa. Seni teater merupakan suatu kesatuan seni yang
diciptakan oleh penulis lakon, sutradara, pemain (pemeran), penata artistik, pekerja
teknik, dan diproduksi oleh sekelompok orang produksi. Sebagai seni kolektif, seni teater
dilakukan bersama-sama yang mengharuskan semuanya sejalan dan seirama serta perlu
harmonisasi dari keseluruhan tim.
Pertunjukan ini merupakan proses seseorang atau sekelompok manusia dalam
rangka mencapai tujuan artistik secara bersama. Dalam proses produksi artistik ini, ada
sekelompok orang yang mengkoordinasikan kegiatan (tim produksi). Kelompok ini yang
menggerakkan dan menyediakan fasilitas, teknik penggarapan, latihan-latihan, dan alat-
alat guna pencapaian ekspresi bersama. Hasil dari proses ini dapat dinikmati oleh
penyelenggara dan penonton. Bagi penyelenggara, hasil dari proses tersebut merupakan
suatu kepuasan tersendiri, sebagai ekspresi estetis, pengembangan profesi dan
penyaluran kreativitas, sedangkan bagi penonton, diharapkan dapat diperoleh
pengalaman batin atau perasaan atau juga bisa sebagai media pembelajaran.
Melihat permasalahan di dalam teater yang begitu kompleks, maka penulis
mencoba membuat sebuah paparan pengetahuan teater dari berbagai unsur. Paparan ini
dimulai dari Bab I Pengetahuan Teater yang berisi tentang definisi teater baik secara
keseluruhan maupun secara detail, sejarah singkat perkembangan teater baik sejarah
singkat teater Eropa maupun sejarah singkat teater Indonesia, dan unsur-unsur
xxxi
pembentuk teater. Bab ini sangat penting karena untuk mendasari pemikiran dan
pengetahuan tentang seni teater.
Bab II Lakon yang berisi tentang tipe-tipe lakon, tema, plot, struktur dramatik
lakon, setting, dan penokohan. Dalam bab ini pembahasan lebih banyak pada analisis
elemen lakon sebagai persiapan produksi seni teater. Sesederhana apa pun sebuah
naskah lakon, diperlukan sebagai pedoman pengembangan laku di atas pentas.
Pemilihan lakon yang akan disajikan dalam pementasan merupakan tugas yang sangat
penting. Tidak sembarang lakon akan sesuai dan baik jika dipentaskan. Sulitnya tugas ini
disebabkan oleh karena setiap kelompok teater memiliki ciri khas masing-masing. Sebuah
lakon yang dipentaskan dengan baik oleh satu kelompok teater, belum tentu akan
menjadi baik pula jika dipentaskan oleh kelompok lainnya.
Bab III Penyutradaraan yang berisi tentang penentuan lakon yang akan
dipentaskan, analisis lakon secara menyeluruh hingga sampai tahap konsep pementasan,
menentukan bentuk pementasan, memilih pemain, membuat rancangan blocking, serta
latihan-latihan hingga gladi bersih. Kerja penyutradaan dalam sebuah pementasan
merupakan kerja perancangan. Seorang sutradara harus bisa memberi motivasi dan
semangat kebersamaan dalam kelompok untuk menyatukan visi dan misi pementasan
antar mereka yang terlibat. Kerja penyutradaraan merupakan kegiatan perancangan
panggung dapat berupa penciptaan estetika panggung maupun ekspresi eksperimental.
Bab IV Pemeranan yang berisi tentang persiapan seorang pemeran dalam
sebuah pementasan seni teater. Persiapan tersebut meliputi persiapan olah tubuh, olah
suara, penghayatan karakter serta teknik-teknik pemeranan. Persiapan seorang pemeran
dianggap penting karena pemeran adalah seorang seniman yang mengekspresikan
dirinya sesuai dengan tuntutan baru dan harus memiliki kemampuan untuk menjadi orang
baru. Pemeran didefinisikan pula sebagai tulang punggung pementasan, karena dengan
pemeran yang baik, tepat, dan berpengalaman akan menghasilkan pementasan yang
bermutu. Pementasan bermutu adalah pementasan yang secara ideal mampu
menterjemahkan isi naskah. Walaupun di lain pihak masih ada sutradara yang akan
melatih dan mengarahkan pemeran sebelum pentas, tetapi setelah di atas panggung
tanggungjawab itu sepenuhnya milik pemeran.
Bab V Tata Artistik yang berisi tentang teori dan praktek tata artistik yang
meliputi; tata rias, tata busana, tata cahaya, tata panggung, dan tata suara. Sebagai
komponen pendukung pokok, keberadaan tata artistik dalam pementasan teater
sangatlah vital. Tanpa pengetahuan dasar artistik seorang sutradara atau pemain teater
tidak akan mampu menampilkan kemampuannya dengan baik. Persesuaian dengan tata
artistik yang menghasilkan wujud nyata keindahan tampilan di atas pentas adalah pilihan
wajib bagi para pelaku seni teater.
Bahasan yang penulis pilih dalam setiap bab merupakan pengetahuan dan
praktek mendasar proses penciptaan seni teater. Artinya, sebuah pertunjukan teater yang
berlangsung di atas panggung membutuhkan proses garap yang lama mulai dari
(penentuan) lakon, penyutradaraan, pemeranan, dan proses penataan artistik. Dalam
setiap tahapan proses ini melibatkan banyak orang (pendukung) dari berbagai bidang
sehingga dengan memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing maka kerja
penciptaan teater akan padu. Kualitas kerja setiap bidang akan menjadi harmonis jika
masing-masing dapat bekerja secara bersama dan bekerja bersama akan berhasil
dengan baik jika semua elemen memahami tugas dan tanggung jawabnya. Itulah inti dari
proes penciptaan seni teater, kerja sama.

****

xxxii
DESKRIPSI KONSEP PENULISAN
Penulisan buku Seni Teater pada umumnya bersifat konsep atau teori
dramaturgi yang lebih menekankan pada kerja analisis. Dalam satu bahasan, buku teater
tidak pernah berbicara secara menyeluruh sehingga seseorang yang ingin belajar tentang
seni teater harus mencari beberapa buku. Hal ini disebabkan karena memang bidang
dalam teater telah terkotak-kotak dan menjadi spesifik. Sebetulnya yang demikian ini tidak
menjadi masalah. Tetapi ketika capaian yang dinginkan masing-masing bidang berbeda
karena taste (rasa) dan pengalaman penulisnya memang berbeda - maka tujuan dasar
seni teater untuk mencipatkan satu kerja sama yang padu antarbidang dalam satu
keutuhan karya menjadi rancu. Tidak menjadi masalah ketika pembaca adalah seorang
yang telah memahami atau bergelut dalam bidang teater dalam kurun waktu yang lama.
Namun menjadi masalah besar ketika pembaca tersebut adalah orang awam yang ingin
belajar teater dari awal.
Beranjak dari pemikiran di atas maka penulisan buku ini dimulai dari
pengetahuan umum tentang seni teater. Pola penulisan pada pengetahuan umum
meliputi definisi dan sejarah teater baik di Barat maupun Indonesia. Bahasan ini akan
memberikan pemahaman tentang pengaruh teater barat ke Indonesia dan seni teater
Indonesia apa saja yang mendapat pengaruh darinya. Keterangan ini akan menepis
dikotomi teater modern dan tradisi yang masing-masing saling mempertahankan diri dan
sulit bekerja sama. Dengan memahami unsur-unsur dasar pembentuk teater dan jalinan
kerja di antaranya maka segala perbedaan yang terdapat dalam ragam jenis teater dapat
dikomunikasikan. Bila mungkin dipadukan untuk melahirkan satu karya baru yang
memiliki dasar atau referensi. Dengan demikian, pengetahuan umum seni teater sangat
diperlukan.
Selanjutnya pada bahasan berikut, konsep penulisan mengarah pada praktek
kerja bidang bahasan. Tidak serta merta tetapi kerangka pengetahuan dasar tetap
diberikan. Beranjak dari pengetahuan tersebut, kemudian tahapan-tahapan proses
dilakukan. Pokok bahasan dimulai dari unsur pokok pembentuk teater seperti lakon,
penyutradaraan, pemeranan. Kemudian setelahnya adalah unsur pendukung yang
terangkum dalam tata artistik.
Kedudukan lakon didahulukan karena dalam teater modern bahan dasar
komunikasi atau bahan utama karya seni teater adalah lakon atau naskah cerita. Tanpa
cerita maka teater tidak bisa diwujudkan. Detil elemen lakon dibahas untuk memberikan
gambaran yang jelas bagi pembaca sehingga proses analisa yang dikerjakan menjadi
lebih mudah. Bahkan dengan mempelajari elemen pembentuk lakon, pembaca dapat
merancang lakonnya sendiri. Proses penjelajahan lakon masih terus dilanjutkan pada
bahasan penyutradaraan. Pemahaman atas lakon yang akan dipentaskan adalah modal
utama seorang sutradara dalam menggarap pertunjukan teater.
Bahasan penyutradaraan mencakup teknik pengaturan pemain di atas
panggung. Semua digambarkan secara ringkas dengan bahasa yang mudah dan disertai
gambar. Semua pokok bahasan berikutnya dibuat dengan pola yang sama. Pendekatpan
praktis coba diungkap melalui tulisan ini sehingga setiap bidang dapat dipelajari dengan
mudah. Tugas berikutnya bagi pembaca setelah membaca buku ini adalah
mengkorelasikan unsur satu dengan unsur yang lain untuk disatukan dalam satu karya
seni teater.
Semua bidang bahasan dapat diterapkan untuk meningkatkan kompetensi
bersangkutan. Bahasan pemeranan membicarakan teknik-teknik keaktoran mulai dari
teknik dasar hingga pendalaman karakter. Satu hal yang sangat diperlukan oleh seorang
calon aktor. Demikia juga dengan bidang tata artistik yang membicarakan semua cabang
artistik sebagai unsur pendukung pertunjukan teater. Secara nyata di lapangan, kerja tata
artsitik terkadang memiliki kans yang lebih baik daripada bidang lain di teater.
Kemampuannya untuk memberikan jasa bagi sebuah pertunjukan atau entertaimen
membuat bidang tata artistik menarik untuk digeluti. Demikian pula dalam buku ini,
bahasan tata artistik coba dijelaskan secara menarik sehingga pembaca merasa
xxxiii
tertantang untuk lebih mendalami bidang tersebut. Intinya semua pokok bahasan dalam
buku ini ditulis dengan bahasa yang mudah serta menggunakan pendekatan yang
menarik. Tentu saja, hal-hal teknis dan praktis lebih banyak dibanding teori. Kerja teater
sesungguhnya adalah di studio dan panggung. Oleh karena itu, pembacaan buku menjadi
kurang berguna jika tidak diimbangi dengan aplikasi. Jadi, baca, belajar, dan kerja.
xxxiv
PETA KOMPETENSI












A.1. Melaksanakan dasar-dasar Dramaturgi
A.2. Melaksanakan dasar-dasar olah tubuh
A.3. Melaksanakan dasar-dasar olah suara
A.4. Melaksanakan dasar-dasar pemeranan
B.1. Melaksanakan dasar-dasar tata panggung
B.2. Melaksanakan dasar-dasar tata suara
B.3. Melaksanakan dasar-dasar tata cahaya
B.4. Melaksanakan dasar-dasar tata rias
B.5. Melaksanakan dasar-dasar tata busana
II.A.1. Melaksanakan analisis karakter
II.A.2. Memerankan karakter tokoh dalam drama pendek
II.B.1. Melaksanakan rancangan tata panggung
II.B.2. Melaksanakan rancangan tata suara
II.B.3. Melaksanakan rancangan tata cahaya
II.B.4. Melaksanakan rancangan tata rias
II.B.5. Melaksanakan rancangan tata Busana
III.A.1. Melaksanakan analisis lakon
III.A.2. Memerankan karakter tokoh dalam drama panjang
III.B.1. Merancang dan melaksanakan tata panggung
III.B.2. Merancang dan melaksanakan tata suara
III.B.3. Merancang dan melaksanakan tata cahaya
III.B.4. Merancang dan melaksanakan tata rias
III.B.5. Merancang dan melaksanakan tata busana

II.A1
II.B1
I.A1
I.B1
I.A2
I.B2
I.A3
I.B3
I.A4
I.B4

I.B5
I

II.B5

II.B4

II.B3
II.A2
II.B2
II
III III.A1
III.B1
III.A2
III.B2
III.B3 III.B4 III.B5

1
BAB I
PENGETAHUAN TEATER



1. Definisi Teater

Teater berasal dari kata Yunani, theatron (bahasa Inggris,
Seeing Place) yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam
perkembangannya, dalam pengertian lebih luas kata teater diartikan
sebagai segala hal yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dengan
demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan, misalnya
ketoprak, ludruk, wayang, wayang wong, sintren, janger, mamanda,
dagelan, sulap, akrobat, dan lain sebagainya. Teater dapat dikatakan
sebagai manifestasi dari aktivitas naluriah, seperti misalnya, anak-anak
bermain sebagai ayah dan ibu, bermain perang-perangan, dan lain
sebagainya. Selain itu, teater merupakan manifestasi pembentukan
strata sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual.
Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan, keduanya memiliki
unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis. Berdasarkan paparan di
atas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Tetapi
batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai berikut:
tidak ada teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka,
terungkap di layar maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton,
serta laku di dalamnya merupakan realitas fiktif, (Harymawan, 1993).
Dengan demikian teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas
pentas dan disaksikan oleh penonton.
Namun, teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal
dari kata Yunani Kuno draomai yang berarti bertindak atau berbuat dan
drame yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan
Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan
kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang
menggarap satu masalah yang punya arti penting tapi tidak bertujuan
mengagungkan tragika. Kata drama juga dianggap telah ada sejak era
Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno (800-277 SM).
Hubungan kata teater dan drama bersandingan sedemikian erat
seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama
lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra
(Bakdi Soemanto, 2001).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah teater
berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan drama berkaitan
dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater
adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas

2
panggung dan disaksikan oleh penonton. Jika drama adalah lakon dan
teater adalah pertunjukan maka drama merupakan bagian atau salah
satu unsur dari teater. Jika digambarkan maka peta kedudukan teater
dan drama adalah sebagai berikut.

Gb.1 Peta kedudukan teater dan drama
Dengan kata lain, secara khusus teater mengacu kepada aktivitas
melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan (to act) sehingga tindak-
tanduk pemain di atas pentas disebut acting. Istilah acting diambil dari
kata Yunani dran yang berarti, berbuat, berlaku, atau beraksi. Karena
aktivitas beraksi ini maka para pemain pria dalam teater disebut actor dan
pemain wanita disebut actress (Harymawan, 1993).
Meskipun istilah teater sekarang lebih umum digunakan tetapi
sebelum itu istilah drama lebih populer sehingga pertunjukan teater di
atas panggung disebut sebagai pentas drama. Hal ini menandakan
digunakannya naskah lakon yang biasa disebut sebagai karya sastra
drama dalam pertujukan teater. Di Indonesia, pada tahun 1920-an, belum
muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara atau tonil (dari bahasa
Belanda: Het Toneel). Istilah Sandiwara konon dikemukakan oleh Sri
Paduka Mangkunegoro VII dari Surakarta. Kata sandiwara berasal dari
bahasa Jawa sandi berarti rahasia, dan wara atau warah yang
berarti, pengajaran. Menurut Ki Hajar Dewantara sandiwara berarti
pengajaran yang dilakukan dengan perlambang (Harymawan, 1993).
Rombongan teater pada masa itu menggunakan nama Sandiwara,
sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman
Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih
sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal
setelah Zaman Kemerdekaan (Kasim Achmad, 2006).
Keterikatan antara teater dan drama sangat kuat. Teater tidak
mungkin dipentaskan tanpa lakon (drama). Oleh karena itu pula
dramaturgi menjadi bagian penting dari seni teater. Dramaturgi berasal
dari bahasa Inggris dramaturgy yang berarti seni atau tekhnik penulisan
drama dan penyajiannya dalam bentuk teater. Berdasar pengertian ini,

3
maka dramaturgi membahas proses penciptaan teater mulai dari
penulisan naskah hingga pementasannya. Harymawan (1993)
menyebutkan tahapan dasar untuk mempelajari dramaturgi yang disebut
dengan formula dramaturgi. Formula ini disebut dengan fromula 4 M yang
terdiri dari, menghayalkan, menuliskan, memainkan, dan menyaksikan.
M1 atau menghayal, dapat dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang karena menemukan sesuatu gagasan yang
merangsang daya cipta. Gagasan itu timbul karena perhatian ditujukan
pada suatu persitiwa baik yang disaksikan, didengar maupun dibaca dari
literatur tertentu. Bisa juga gagasan itu timbul karena perhatian ditujukan
pada kehidupan seseorang. Gagasan atau daya cipta tersebut kemudian
diwujudkan ke dalam besaran cerita yang pada akhirnya berkembang
menjadi sebuah lakon untuk dipentaskan.
M2 atau menulis, adalah proses seleksi atau pemilihan situasi
yang harus dihidupkan begi keseluruhan lakon oleh pengarang. Dalam
sebuah lakon, situasi merupakan kunci aksi. Setelah menemukan kunci
aksi ini, pengarang mulai mengatur dan menyusun kembali situasi dan
peristiwa menjadi pola lakon tertentu. Di sini seorang pengarang memiliki
kisah untuk diceritakan, kesan untuk digambarkan, suasana hati para
tokoh untuk diciptakan, dan semua unsur pembentuk lakon untuk
dikomunikasikan.
M3 atau memainkan, merupakan proses para aktor memainkan
kisah lakon di atas pentas. Tugas aktor dalam hal ini adalah
mengkomunikasikan ide serta gagasan pengarang secara hidup kepada
penonton. Proses ini melibatkan banyak orang yaitu, sutradara sebagai
penafsir pertama ide dan gagasan pengarang, aktor sebagai
komunitakor, penata artsitik sebagai orang yang mewujudkan ide dan
gagasan secara visual serta penonton sebagai komunikan.
M4 atau menyaksikan, merupakan proses penerimaan dan
penyerapan informasi atau pesan yang disajikan oleh para pemain di atas
pentas oleh para penonton. Pementasan teater dapat dikatakan berhasil
jika pesan yang hendak disampaikan dapat diterima dengan baik oleh
penonton. Penonton pergi menyaksikan pertunjukan dengan maksud
pertama untuk memperoleh kepuasan atas kebutuhan dan keinginannya
terhadap tontonan tersebut.
Formula dramaturgi seperti disebutkan di atas merupakan tahap
mendasar yang harus dipahami dan dilakukan oleh para pelaku teater.
Jika salah satu tahap dan unsur yang ada dalam setiap tahapan
diabaikan, maka pertunjukan yang digelar bisa dipastikan kurang
sempurna. Oleh karena itu, pemahaman dasar formula dramaturgi dapat
dijadikan acuan proses penciptaan karya seni teater.


4
2. Sejarah Singkat Teater
2.1 Teater Barat
2.1.1 Asal Mula Teater
Waktu dan tempat pertunjukan teater yang pertama kali dimulai
tidak diketahui. Adapun yang dapat diketahui hanyalah teori tentang asal
mulanya. Di antaranya teori tentang asal mula teater adalah sebagai
berikut.
Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita ditambahkan
pada upacara semacam itu yang akhirnya berkembang menjadi
pertunjukan teater. Meskipun upacara agama telah lama
ditinggalkan, tapi teater ini hidup terus hingga sekarang.
Berasal dari nyanyian untuk menghormati seorang pahlawan di
kuburannya. Dalam acara ini seseorang mengisahkan riwayat
hidup sang pahlawan yang lama kelamaan diperagakan dalam
bentuk teater.
Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita. Cerita itu
kemudian juga dibuat dalam bentuk teater (kisah perburuan,
kepahlawanan, perang, dan lain sebagainya).
Rendra dalam Seni Drama Untuk Remaja (1993), menyebutkan
bahwa naskah teater tertua di dunia yang pernah ditemukan ditulis
seorang pendeta Mesir, I Kher-nefert, di zaman peradaban Mesir Kuno
kira-kira 2000 tahun sebelum tarikh Masehi. Pada zaman itu peradaban
Mesir Kuno sudah maju. Mereka sudah bisa membuat piramida, sudah
mengerti irigasi, sudah bisa membuat kalender, sudah mengenal ilmu
bedah, dan juga sudah mengenal tulis menulis.

Gb.2 Relief Mesir kuno

5

I Kher-nefert menulis naskah tersebut untuk sebuah pertunjukan teater
ritual di kota Abydos, sehingga terkenal sebagai Naskah Abydos yang
menceritakan pertarungan antara dewa buruk dan dewa baik. Jalan cerita
naskah Abydos juga diketemukan tergambar dalam relief kuburan yang
lebih tua. Para ahli bisa memperkirakan bahwa jalan cerita itu sudah ada
dan dimainkan orang sejak tahun 5000 SM. Meskipun baru muncul
sebagai naskah tertulis di tahun 2000 SM. Dari hasil penelitian yang
dilakukan diketahui juga bahwa pertunjukan teater Abydos terdapat
unsur-unsur teater yang meliputi pemain, jalan cerita, naskah dialog,
topeng, tata busana, musik, nyanyian, tarian, selain itu juga properti
pemain seperti tombak, kapak, tameng, dan sejenisnya.

Gb.3 Naskah Mesir kuno

2.1.2 Teater Yunani Klasik
Tempat pertunjukan teater Yunani pertama yang permanen
dibangun sekitar 2300 tahun yang lalu. Teater ini dibangun tanpa atap
dalam bentuk setengah lingkaran dengan tempat duduk penonton
melengkung dan berundak-undak yang disebut amphitheater (Jakob
Soemardjo, 1984). Ribuan orang mengunjungi amphitheater untuk
menonton teater-teater, dan hadiah diberikan bagi teater terbaik. Naskah
lakon teater Yunani merupakan naskah lakon teater pertama yang
menciptakan dialog diantara para karakternya. Ciri-ciri khusus
pertunjukan teater pada masa Yunani Kuno adalah:
Pertunjukan dilakukan di amphitheater.
Sudah menggunakan naskah lakon.
Seluruh pemainnya pria bahkan peran wanitanya dimainkan
pria dan memakai topeng karena setiap pemain memerankan

6
lebih dari satu tokoh.
Cerita yang dimainkan adalah tragedi yang membuat
penonton tegang, takut, dan kasihan serta cerita komedi yang
lucu, kasar dan sering mengeritik tokoh terkenal pada waktu
itu.
Selain pemeran utama juga ada pemain khusus untuk
kelompok koor (penyanyi), penari, dan narator (pemain yang
menceritakan jalannya pertunjukan).

Gb.4 Amphitheater

Pengarang teater Yunani Klasik, yaitu
Aeschylus (525-SM). Dialah yang pertama kali mengenalkan
tokoh prontagonis dan antagonis sehingga mampu menghidupkan
peran. Karyanya yang terkenal adalah Trilogi Oresteia yang terdiri
dari Agamennon , The Libatian Beavers, dan The Furies.
Shopocles (496-406 SM) dengan karya yang terkenal adalah
Oedipus The King, Oedipus at Colonus, Antigone.
Euripides (484-406 SM) dengan karya-karyanya antara lain
Medea, Hyppolitus, The Troyan Woman, Cyclops.
Aristophanes (448-380 SM) penulis naskah drama komedi.
Dengan karyanya yang terkenal adalah Lysistrata, The Wasps,
The Clouds, The Frogs, The Birds.
Manander (349-291 SM.). Manander menghilangkan koor dan
menggantinya dengan berbagai watak. Misalnya watak orang tua
yang baik, budak yang licik, anak yang jujur, pelacur yang kurang
ajar, tentara yang sombong dan sebagainya. Karya Manander

7
juga berpengaruh kuat pada Zaman Romawi Klasik dan drama
komedi Zaman Renaissance dan Elisabethan.

Gb.5 Pertunjukan teater Yunani Kuno

Kebanyakan drama tragedi Yunani dibuat berdasarkan legenda.
Drama-drama ini sering membuat penonton merasa tegang, takut, dan
kasihan. Drama komedi bersifat lucu dan kasar serta sering mengolok-
olok tokoh-tokoh terkenal.

2.1.3 Teater Romawi Klasik
Setelah tahun 200 Sebelum Masehi kegiatan kesenian beralih dari
Yunani ke Roma, begitu juga Teater. Namun mutu teater Romawi tak
lebih baik daripada teater Yunani. Teater Romawi menjadi penting karena
pengaruhnya kelak pada Zaman Renaissance. Teater pertama kali
dipertunjukkan di kota Roma pada tahun 240 SM (Brockett, 1964).
Pertunjukan ini dikenalkan oleh Livius Andronicus, seniman Yunani.
Teater Romawi merupakan hasil adaptasi bentuk teater Yunani. Hampir
di setiap unsur panggungnya terdapat unsur pemanggungan teater
Yunani. Namun demikian teater Romawi pun memiliki kebaruan-kebaruan
dalam penggarapan dan penikmatan yang asli dimiliki oleh masyarakat
Romawi dengan ciri-ciri sebagi berikut.
Koor tidak lagi berfungsi mengisi setiap adegan.

8
Musik menjadi pelengkap seluruh adegan. Tidak hanya
menjadi tema cerita tetapi juga menjadi ilustrasi cerita.
Tema berkisar pada masalah hidup kesenjangan golongan
menengah.
Karakteristik tokoh tergantung kelas yaitu orang tua yang
bermasalah dengan anak-anaknya atau kekayaan, anak muda
yang melawan kekuasaan orang tua dan lain sebagainya.
Seluruh adegan terjadi di rumah, di jalan, dan di halaman.

Gb.6 Panggung teater Romawi Kuno

Bentuk-bentuk pertunjukan yang terkenal di Zaman Romawi klasik
adalah:
Tragedi. Satu-satunya bentuk tragedi yang terkenal dan berhasil
diselamatkan adalah karya Lucius Anneus Seneca (4 SM - 65 M) dengan
ciri-ciri sebagai berikut.
Plot cerita terdiri dari 5 babak dengan struktur cerita yang
terperinci jelas.
Adegan berlangsung dalam ketegangan tinggi.
Dialog ditulis dalam bentuk sajak.
Tema cerita seputar hubungan antara alam kemanusiaan dan
alam gaib.

9
Menggunakan teknik monolog, bisikan-bisikan pada beberapa
tokoh penting yang mengungkapkan isi hati.
Farce Pendek. Farce (pertunjukan jenaka) sejak abad 1 SM menjadi
bagian sastra dan menjadi bentuk drama yang terkenal. Bentuk
pertunjukan teater tertua pada Zaman Romawi Klasik ini ciri-cirinya
adalah sebagai berikut.
Selalu menggunakan tokoh yang sama dan sangat tipikal,
misalnya tokoh badut tolol yang bernama Maccus. Tokoh yang
serakah dan rakus bernama Bucco. Sedangkan Pappus
adalah tokoh yang tua dan mudah ditipu.
Plot cerita berupa tipuan-tipuan dan hasutan-hasutan yang
dilakukan para badut di mana musik dan tari menjadi unsur
penting dalam menjaga jalannya cerita.
Menggunakan latar suasana alam pedesaan.
Mime. Mime muncul di Zaman Yunani sekitar abad 5 SM dan kemudian
masuk Romawi sekitar tahun 212 SM dengan ciri-cirinya adalah:
Banyak terdapat adegan-adegan lucu, singkat, dan
improvisasi.
Tokoh wanita dimainkan oleh pemain wanita.
Para pemainnya tidak mengenakan topeng.
Cerita yang dibawakan bertema perzinahan, menentang
sakramen, dan upacara gereja.
Teater Romawi merosot setelah bentuk Republik diganti dengan
kekaisaran tahun 27 Sebelum Masehi dan lenyap setelah terjadi
penyerangan bangsa-bangsa Barbar serta munculnya kekuasaan gereja.
Pertunjukan teater terakhir di Roma terjadi tahun 533.

2.1.4 Teater Abad Pertengahan
Dalam tahun 1400-an dan 1500-an, banyak kota di Eropa
mementaskan drama untuk merayakan hari-hari besar umat Kristen.
Drama-drama dibuat berdasarkan cerita-cerita Alkitab dan dipertunjukkan
di atas kereta, yang disebut pageant, dan ditarik keliling kota. Bahkan kini
pertunjukan jalan dan prosesi penuh warna diselenggarakan di seluruh
dunia untuk merayakan berbagai hari besar keagamaan. Para pemain
drama pageant menggunakan tempat di bawah kereta untuk
menyembunyikan peralatan. Peralatan ini digunakan untuk efek tipuan,
seperti menurunkan seorang aktor dari atas ke panggung. Para pemain
pegeant memainkan satu adegan dari kisah dalam Alkitab, lalu berjalan
lagi. Pageant lain dari aktor-aktor lain untuk adegan berikutnya,

10
menggantikannya. Aktor-aktor pageant seringkali adalah para perajin
setempat yang memainkan adegan yag menunjukan keahlian mereka.
Orang berkerumun untuk menyaksikan drama pageant religius di Eropa.
drama ini populer karena pemainnya berbicara dalam bahasa sehari-hari,
bukan bahasa Latin yang merupakan bahasa resmi gereja-gereja Kristen
(Wisnuwardhono, 2002).

Gb.7 Teater abad Pertengahan

Ciri-ciri teater abad Pertengahan adalah sebagai berikut:
Drama dimainkan oleh aktor-aktor yang belajar di universitas
sehingga dikaitkan dengan masalah filsafat dan agama.
Aktor bermain di panggung di atas kereta yang bisa dibawa
berkeliling menyusuri jalanan.
Drama banyak disisipi cerita kepahlawanan yang dibumbui
cerita percintaan.
Drama dimainkan di tempat umum dengan memungut
bayaran.
Drama tidak memiliki nama pengarang.

11
2.1.5 Renaissance
Abad 17 memberi sumbangan yang sangat berarti bagi
kebudayaan Barat. Sejarah abad 15 dan 16 ditentukan oleh penemuan-
penemuan penting yaitu mesin, kompas, dan mesin cetak. Semangat
baru muncul untuk menyelidiki kebudayaan Yunani dan Romawi klasik.
Semangat ini disebut semangat Renaissance yang berasal dari kata
renaitre yang berarti kelahiran kembali manusia untuk mendapatkan
semangat hidup baru. Gerakan yang menyelidiki semangat ini disebut
gerakan humanisme.
Pusat-pusat aktivitas teater di Italia adalah istana-istana dan
akademi. Di gedung-gedung teater milik para bangsawan inilah
dipentaskan naskah-naskah yang meniru drama-drama klasik. Para aktor
kebanyakan pegawai-pegawai istana dan pertunjukan diselenggarakan
dalam pesta-pesta istana.
Ada tiga jenis drama yang dikembangkan, yaitu tragedi, komedi,
dan pastoral atau drama yang membawakan kisah-kisah percintaan
antara dewa-dewa dengan para gembala di daerah pedesaan. Namun
nilai seni ketiganya masih rendah. Drama dilangsungkan dengan
mengikuti struktur yang ada. Meskipun demikian gerakan mereka
memiliki arti penting karena Eropa menjadi mengenal drama yang jelas
struktur dan bentuknya.
Ciri-ciri teater Zaman Renaissance yakni sebagai berikut.
Naskah lakon yang dipertunjukkan meniru teater Zaman
Yunani klasik.
Cerita bertema mitologi atau kehidupan sehari-hari.
Tata busana dan seting yang dipergunakan sangat inovatif.
Pelaksanaan bentuk teater diatur oleh kerajaan maupun
universitas.
Menggunakan panggung proscenium yaitu bentuk panggung
yang memisahkan area panggung dengan penonton.
Pada zaman ini juga melahirkan satu bentuk teater yang disebut
commedia dellarte. Merupakan bentuk teater rakyat Italia yang
berkembang di luar lingkungan istana dan akademisi. Pada tahun 1575
bentuk ini sudah populer di Italia. Kemudian menyebar luas di Eropa dan
mempengaruhi semua bentuk komedi yang diciptakan pada tahun 1600.
Ciri khas commedia dell'arte adalah:
Para pemain dibebaskan berimprovisasi mengikuti jalannya
cerita dan dituntut memiliki pengetahuan luas yang dapat
mendukung permainan improvisasinya.
Menggunakan naskah lakon yang berisi garis besar cerita.

12
Cerita yang dimainkan bersumber pada cerita yang diceritakan
secara turun menurun.
Cerita terdiri dari tiga babak didahului prolog panjang. Plot
cerita berlangsung dalam suasana adegan lucu.
Peristiwa cerita berlangsung dan berpindah secara cepat .
Terdapat tiga tokoh yang selalu muncul, yaitu tokoh
penguasa, tokoh penggoda, dan tokoh pembantu.
Tempat pertunjukannya di lapangan kota dan panggung-
panggung sederhana.
Setting panggung sederhana, yaitu rumah, jalan, dan
lapangan.


Gb.8 Panggung teater Renaissance

2.1.6 Teater Zaman Elizabeth
Pada tahun 1576, selama pemerintahan Ratu Elizabeth I, gedung
teater besar dari kayu dibangun di London Inggris. Gedung ini dibangun
seperti lingkaran sehingga penonton bisa duduk dihampir seluruh sisi
panggung. Gedung teater ini sangat sukses sehingga banyak gedung
sejenis dibangun di sekitarnya. Salah satunya yang disebut Globe,

13
gedung teater ini bisa menampung 3.000 penonton. Penonton yang
mampu membeli tiket duduk di sisi-sisi panggung. Mereka yang tidak
mampu membeli tiket berdiri di sekitar panggung.

Gb.9 Bentuk panggung teater Elizabethan
Globe mementaskan drama-drama karya William Shakespeare,
penulis drama terkenal dari Inggris yang hidup dari tahun 1564 sampai
tahun 1616. Ia adalah seorang aktor dan penyair, selain penulis drama. Ia
biasanya menulis dalam bentuk puisi atau sajak. Beberapa ceritanya
berisi monolog panjang, yang disebut solilokui, dan menceritakan
gagasan-gagasan mereka kepada penonton. Ia menulis 37 (tiga puluh
tujuh) drama dengan berbagai tema, mulai dari pembunuhan dan perang
sampai cinta dan kecemburuan. Ciri-ciri teater Zaman Elizabeth adalah:
Pertunjukan dilaksanakan siang hari dan tidak mengenal waktu
istirahat.
Tempat adegan ditandai dengan ucapan dengan disampaikan
dalam dialog para tokoh.
Tokoh wanita dimainkan oleh pemain anak-anak laki-laki. Tidak
pemain wanita.

14
Penontonnya berbagai lapisan masyarakat dan diramaikan oleh
penjual makanan dan minuman.
Menggunakan naskah lakon.
Corak pertunjukannya merupakan perpaduan antara teater keliling
dengan teater sekolah dan akademi yang keklasik-klasikan.

Gb.10 Pementasan teater Elizabethan

2.1.7 Teater abad 17 di Spanyol dan Perancis
Drama-drama agama hanya berkembang di Spanyol Utara dan
Barat karena sebagian besar Spanyol dikuasai Islam. Ketika kekuasaan
Arab dapat diusir dari Spanyol kira-kira tahun 1400, maka drama
dijadikan salah satu media untuk menghistorikan kembali bekas jajahan
Arab. Teater berkembang sebagai media dakwah agama. Inilah
sebabnya drama agama berkembang di Spanyol. Gereja sangat
berperan dalam pengembangan drama. Pertunjukan yang berkembang
adalah Autos Sacramentales dengan ciri-ciri antara lain:

15
Tokoh-tokoh dalam cerita adalah tokoh simbolik, misalnya si
Dosa, Si Bijaksana dipertemukan dengan tokoh supranatural
dan manusia biasa dengan cerita berdasarkan kehidupan
sekuler maupun ajaran-ajaran gereja.
Dipertunjukkan di atas kereta kuda (dua tingkat) yang dinamai
carros. Kereta-kereta kuda tadi juga membawa setting.
Pertunjukan dilakukan oleh rombongan profesional yang
selalu berhubungan dengan gereja
Pertunjukannya selalu diselingi tarian dan pada saat istirahat
diisi dengan Farce pendek.
Unsur Farce berdampak masuknya sekularisme dalam drama
Autos dan berakibat gereja melarang Autos pada tahun 1765 karena
merajalelanya semangat Farce dan menyimpang dari ajaran-ajaran
agama.

Gb.11 Teater Zaman Emas Spanyol
Drama di luar gereja yaitu drama sekuler juga berkembang pesat.
Pada tahun 1579 telah berdiri gedung permanen di Madrid. Bentuk
gedung teater ini mirip dengan Elizabethan di Inggris. Pelopor drama
sekuler di Spanyol ialah Lope de Rueda (1510-1565). Ia dramawan, aktor
dan produsen yang mendirikan gedung teater permanen di Spanyol.
Tetapi profesionalisme dalam teater baru berkembang setelah
kematiannya tahun 1580-an.
Pada abad 17, teater di Perancis menjadi penerus teater abad
pertengahan, yaitu teater yang mementingkan pertunjukan dramatik,

16
bersifat seremonial dan ritual kemasyarakatan. Terdapat kecenderungan
menulis naskah yang menggabungkan drama-drama klasik dengan tema-
tema sosial yang dikaitkan dengan budaya pikir kaum terpelajar.
Dramawan Perancis bergerak lebih ekstrim dalam mengembangkan
bentuk baru tragedi klasik yang melampaui tragedi Yunani yang padat,
cermat, dan santun. Lahirlah Klasisme baru atau neo klasik yang
memiliki konvensi sebagai berikut.
Mengikuti dan memahami konsep pembuatan naskah klasik.
Menjaga kemurnian tipe drama.
Setia kepada kaidah klasik.
Berorientasi pada fungsi drama.
Menitikberatkan pada konsep tentang kebenaran dan moral
kebaikan.
Setia kepada keutuhan waktu, tempat, dan peristiwa.
Hanya mengakui dua bentuk drama yaitu tragedi dan komedi.
Konsep Neoklasik mengajarkan tentang kebenaran.

2.1.8 Teater Restorasi di Inggris
Zaman Restorasi adalah zaman kebangkitan kembali kegiatan
teater di Inggris setelah kaum Puritan yang berkuasa menutup kegiatan
teater. Segala bentuk teater dilarang. Namun setelah Charles II berkuasa
kembali, ia menghidupkan kembali teater. Adapun ciri-ciri teater pada
Zaman Restorasi adalah sebagai berikut.
Tema cerita bersifat umum dan penonton sudah
mengenalnya.
Tokoh wanita diperankan oleh pemain wanita.
Penonton tidak lagi semua lapisan masyarakat, tetapi hanya
kaum menengah dan kaum atasan.
Gedung teater mencontoh gaya Italia.
Pertunjukan diselenggarakan di gedung proscenium yang
diperluas dengan menambah area yang disebut apron,
sehingga terjadi komunikasi yang intim antara pemain dan
penonton.
Setting panggung bergambar perspektif dan lebih bercorak
umum, misalnya taman atau istana.

17

Gb.12 Pertunjukan teater Zaman Restorasi

2.1.9 Teater Abad 18
Pada abad ke 17, teater Italia memiliki struktur-struktur bangunan
dan panggung-panggung arsitektural. Panggung-panggung itu dihiasi
setting-setting perspektif yang dilukis. Letak panggung dipisahkan
dengan auditorium oleh lengkung prosenium. Di Inggris dan Spanyol,
tidak terdapat pemain wanita dalam pementasan teater mereka. Tradisi
tersebut berlangsung sampai kira-kira 1587. Di abad ke 17, perusahaan-
perusahaan seni peran Perancis dan Inggris mulai menambahkan wanita
ke dalam rombongan-rombongan pertunjukan mereka. Di Amerika, teater
kolonial baru mulai muncul. Mereka menggunakan sandiwara-sandiwara
dan aktor-aktor Inggris. Abad ke 18 adalah masa agung pertama teater
untuk kaum bangsawan.
Pada abad 18, teater di Perancis dimonopoli oleh pemerintah
dengan comedie francaise-nya. Secara tetap mereka mementaskan
komedi dan tragedi, sedangkan bentuk opera, drama pendek dan
burlesque dipentaskan oleh rombongan teater Italia Comedie Italienne
yang biasanya pentas di pasar-pasar malam. Sampai akhir abad 17
Perancis menjadi pusat kebudayaan Eropa. Drama Perancis yang
neoklasik menjadi model di seluruh Eropa. Kecenderungan neoklasik
menjalar ke seluruh Eropa.

18

Gb.13 Panggung teater abad 18

Selama abad 18 Italia berusaha mempertahankan bentuk
commedia dellarte. Penulis besarnya ialah Carlo Goldoni. Karya-
karyanya berupa komedi yang kebanyakan agak sentimental tetapi
tergolong bermutu. Penulis naskah yang lain adalah Carlo Gozzi. Ia tidak
meneruskan tradisi commedia dellarte tetapi menciptakan sendiri
komedi-komedi fantasi dengan adegan-adegan penuh improvisasi.
Commedia dellarte sendiri mulai merosot dan tidak populer di Italia pada
akhir abad 18. Sedang dalam tragedi, penulis Italia abad itu yang
menonjol hanya Vittorio Alfieri.
Teater di Jerman sudah berkembang pada Zaman Renaissance
(1500-1600) meskipun dalam bentuk yang belum sempurna. Inilah
sebabnya teater Jerman tak berbicara banyak di Eropa sampai tahun
1725. Teater Jerman dengan model comedie francaise, menciptakan
suatu organisasi teater paling baik di Eropa pada akhir abad 18. Sejak itu
gerakan teater Jerman berpaling dari ide neoklasik kepada aliran
romantik.

2.1.10 Teater Awal Abad ke 19
Drama Romantik berkembang antara tahun 1800-1850 karena
memudarnya gagasan neoklasik dan terjadinya peristiwa revolusi
Perancis. Revolusi Perancis - yang berhasil mengubah struktur dan pola
kehidupan rakyat Perancis - menghadirkan gerakan baru di dunia teater

19
yang mendorong terciptanya formula penulisan tema dan penokohan
dalam naskah lakon.

14. Pementasan teater abad 19

Ciri-ciri pertunjukan teater Romantik adalah:
Menggunakan naskah dengan struktur yang bersifat longgar
dengan karakter tokoh yang berubah-ubah di setiap episode.
Setiap bagian plot cerita memiliki episodenya sendiri (plot
episodik).
Inti cerita adalah masalah kebebasan memberontak pada
fakta dan aturan yang bersifat klasik.
Membawakan cerita kesejarahan yang memuat adegan
perang, pemberontakan, pembakaran istana, perang tanding
dan sebagainya.
Panggung dihiasi dengan gambar-gambar yang sangat indah.
Setting perspektif diganti dengan lukisan untuk layar sayap
panggung dan sayap belakang dan bentuk skeneri ditampilkan
bergantian.
Pada awal abad ke 19, sebuah pergerakan teater besar yang
dikenal dengan Romantik mulai berlangsung di Jerman. August Wilhelm
Schlegel adalah seorang penulis Roman Jerman yang menganggap
Shakespeare adalah salah satu dari pengarang naskah lakon terbesar
dan menerjemahkan 17 dari naskah lakonnya. Penggemar besar
Shakespeare lain adalah Ludwig Tiecky yang sangat berperan dalam
memperkenalkan karya-karya Shakespeare kepada orang-orang Jerman.
Salah satu lakon tragedinya adalah Kaiser Octaveous. Pengarang
Jerman lainnya di awal abad ke 19 antara lain, Henrich von Kleist yang

20
dikenal sebagai penulis lakon terbaik zaman itu, Christian Grabbe yang
menulis Don Juan dan Faust, Franz Grillparzer yang dipandang sebagai
penulis lakon serius pertama Austria, dan George Buchner yang menulis
Dantons Death dan Leoce & Lena.
Di Inggris, pergerakan Romantik dipicu oleh naskah lakon karya
Samuel Taylor Coleridge, Henry James Byron, Percy Bysshe Shelley,
dan John Keats. Dengan naskah lakon seperti, Remorse karya Coleridge,
Marino Fanceiro karya Byron, dan The Cinci karya Shelley. Inggris
menjadi berpengaruh kuat dalam mempopulerkan aliran Romantik. Di
Perancis, Victor Hugo menulis Hernani (tahun 1830). The Moor of Venice
adalah naskah lakon yang ditulis oleh Alfred de Vigny yang merupakan
adaptasi Othello. Alexandre Dumas menulis lakon Henri III and His Court
dan Christine . Alfred de Musset menulis lakon A Venician Night dan No
Trifling With Love.


2.1.11 Teater Abad 19 dan Realisme
Banyak perubahan terjadi di Eropa pada abad ke 19 karena
Revolusi Industri. Orang-orang berkelas pindah ke kota dan teater pun
mulai berubah. Bentuk-bentuk baru teater diciptakan untuk pekerja
industri seperti Vaudeville (aksi-aksi seperti rutinitas lagu dan tari),
Berlesque (karya-karya drama yang membuat subyek nampak
menggelikan), dan melodrama (melebih-lebihkan karakter dalam konflik
pahlawan versus penjahat). Sandiwara-sandiwara romantis dan
kebangkitan klasik dimainkan di gedung teater yang megah pada masa
itu. Amerika Serikat masih mengandalkan gaya teater dan lakon Eropa.
Pada tahun 1820, lilin-lilin dan lampu-lampu minyak digantikan oleh
lampu-lampu gas di gedung- gedung teater abad 19. Gedung Teater
Savoy di London (1881) yang mementaskan drama- drama Shakespeare
adalah gedung teater pertama yang panggungnya diterangi lampu
listrik.
Pada abad 19 di Inggris sebuah drama kloset atau naskah lakon
yang sepenuhnya tidak dapat dipentaskan bermunculan. Tercatat nama-
nama penulis drama kloset seperti Wordswoth, Coleridge, Byron, Shelley,
Swinburne, Browning, dan Tennyson. Baru pada akhir abad 19 teater di
Inggris juga menunjukkan tanda-tanda kehidupan dengan munculnya
Henry Arthur Jones, Sir Arthur Wing Pinero, dan Oscar Wilde. Juga
terlihat kebangkitan pergerakan teater independen yang menjadi perintis
pergerakan Teater Kecil yang nanti di abad ke 20 tersebar luas.
Misalnya Theatre Libre Paris, Die Freie Buhne Berlin, independent
Theater London dan Miss Hornimans Theater Manchester di mana
Ibsen, Strindberg, Bjornson, Yeats, Shaw, Hauptmann dan Synge mulai
dikenal masyarakat.


21

Gb.15 Pementasan teater realisme

Selama akhir abad 19 di Jerman muncul dua penulis lakon
kaliber internasional yaitu Hauptmann dan Sudermann. Seorang doktor
Viennese, Arthur Schnitzler, menjadi dikenal luas di luar tempat asalnya
Austria dengan naskah lakon yang ringan dan menyenangkan berjudul
Anatol. Di Perancis, Brieux menjadi perintis teater realistis dan klinis.
Belgia menghasilkan Maeterlinck. Di Paris, muncul lakon Cyrano de
Bergerac, karya Edmond Rostand. Sementara itu di Italia Giacosa
menulis lakon terbaiknya yang banyak dikenal, As the Leaves, dan
mengarang syair-syair untuk opera, La Boheme, Tosca, dan Madame
Butterfly. Verga menulis In the Porters Lodge, The Fox Hunt, dan
Cavalleria Rusticana, yang juga lebih dikenal melalui opera Muscagni.
Penulis lakon Italia abad 19 yang paling terkenal adalah Gabriel
dAnnunzio, Luigi Pirandello, dan Sem Benelli dengan lakon berjudul
Supper of Jokes yang dikenal di Inggris dan Amerika sebagai The Jest.
Bennelli dengan lakon Love of the Three Kings-nya dikenal di luar Italia
dalam bentuk opera. Di Spanyol Jose Echegaray menulis The World and
His Wife, Jose Benavente dengan karyanya Passion Flower dan Bonds of
Interest dipentaskan di Amerika, dan Sierra bersaudara dengan naskah
lakon Cradle Song menjadi penghubung abad ke 19 dan 20, seperti
halnya Shaw, Glasworthy, dan Barrie di Inggris, serta Lady Augusta
Gregory dan W.B. Yeats di Irlandia.
Sampai abad 19 teater di Amerika dikuasai oleh Stock Company
dengan sistem bintang. Sebuah rombongan drama lengkap dengan
peralatannya serta bintang-bintangnya mengadakan perjalanan keliling.
Dengan dibangunnya jaringan kereta api, Stock Company makin
berkembang (1870). Akibatnya seni teater tersebar luas di seluruh
Amerika. Maka muncullah teater-teater lokal. Stock company lenyap

22
sekitar tahun 1900. Sindikat teater berkuasa di Amerika dari tahun 1896-
1915. Realisme menguasai panggung-panggung teater Amerika pada
Abad 19. Usaha melukiskan kehidupan nyata secara teliti dan detail ini
dimulai dengan pementasan-pementasan naskah-naskah sejarah. Setting
dan kostum diusahakan sepersis mungkin dengan zaman cerita. Charles
Kenble dalam memproduksi King John tahun 1823 (naskah
Shakespeare) mengusahakan ketepatan sampai hal-hal yang detail.
Zaman Realisme yang lahir pada penghujung abad 19 dapat
dijadikan landas pacu lahirnya seni teater modern di Barat. Penanda
yang kuat adalah timbulnya gagasan untuk mementaskan lakon
kehidupan di atas pentas dan menyajikannya seolah peristiwa itu terjadi
secara nyata. Gagasan ini melahirkan konvensi baru dan mengubah
konvensi lama yang lebih menampilkan seni teater sebagai sebuah
pertunjukan yang memang dikhususkan untuk penonton. Tidak ada lagi
pamer keindahan bentuk akting dan puitika kata-kata dalam Realisme.
Semua ditampilkan apa adanya seperti sebuah kenyataan kehidupan.
Diiringi dengan perkembangan teknologi yang dapat digunakan
untuk mendukung artistik pentas, Realisme menjadi primadona di dunia
barat. Seni teater yang menghadirkan penggal kenyataan hidup di atas
pentas ini begitu membius penggemarnya. Para penonton dibuat
terhanyut dan larut dalam cerita-cerita yang dimainkan. Pesona semacam
ini membuat Realisme begitu berpengaruh dalam waktu yang cukup
lama.

2.1.12 Teater Abad 20
Teater telah berubah selama berabad-abad. Gedung-gedung
pertunjukan modern memiliki efek-efek khusus dan teknologi baru.
Orang datang ke gedung pertunjukan tidak hanya untuk menyaksikan
teater melainkan juga untuk menikmati musik, hiburan, pendidikan, dan
mempelajari hal-hal baru. Rancangan-rancangan panggung termasuk
pengaturan panggung arena, atau yang disebut saat ini, Teater di
Tengah-Tengah Gedung. Dewasa ini, beberapa cara untuk
mengekspresikan karakter-karakter berbeda dalam pertunjukan-
pertunjukan (di samping nada suara) dapat melalui musik, dekorasi, tata
cahaya, dan efek elektronik. Gaya-gaya pertunjukan realistis dan
eksperimental ditemukan dalam teater Amerika saat ini.


23

Gb.16 Pementasan teater abad 20

Seiring dengan perkembangan waktu, kualitas pertunjukan realis
oleh beberapa seniman dianggap semakin menurun dan membosankan.
Hal ini mendorong para pemikir teater untuk menemukan satu bentuk
ekspresi baru yang lepas dari konvensi yang sudah ada. Wilayah jelajah
artistik dibuka selebar-lebarnya untuk kemungkinan perkembangan
bentuk pementasan seni teater. Dengan semangat melawan pesona
realisme, para seniman mencari bentuk pertunjukannya sendiri. Pada
awal abad 20 inilah istilah teater eksperimental berkembang. Banyak
gaya baru yang lahir baik dari sudut pandang pengarang, sutradara, aktor
ataupun penata artistik. Tidak jarang usaha mereka berhasil dan mampu
memberikan pengaruh seperti gaya simbolisme, surealisme, epik, dan
absurd. Tetapi tidak jarang pula usaha mereka berhenti pada produksi
pertama. Lepas dari hal itu, usaha pencarian kaidah artistik yang
dilakukan oleh seniman teater modern patut diacungi jempol karena
usaha-usaha tersebut mengantarkan pada keberagaman bentuk ekspresi
dan makna keindahan.

2.2 Teater Indonesia
2.2.1 Teater Tradisional
Kasim Achmad dalam bukunya Mengenal Teater Tradisional di
Indonesia (2006) mengatakan, sejarah teater tradisional di Indonesia
dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda
bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk

24
mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari
suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara
kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut teater,
sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan
suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari
kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni
pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat
lingkungannya.
Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia
sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini
disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-
beda, tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan
tata-cara di mana teater tradisional lahir. Berikut ini disajikan beberapa
bentuk teater tradisional yang ada di daerah-daerah di Indonesia.


2.2.1.1 Wayang
Wayang merupakan suatu bentuk teater tradisional yang sangat
tua, dan dapat ditelusuri bagaimana asal muasalnya. Dalam menelusuri
sejak kapan ada pertunjukan wayang di Jawa, dapat kita temukan
berbagai prasasti pada Zaman Raja Jawa, antara lain pada masa Raja
Balitung. Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk
adanya pertunjukan Wayang seperti yang terdapat pada Prasasti Balitung
dengan tahun 907 Masehi. Prasasti tersebut mewartakan bahwa pada
saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang.


Gb.17 Pementasan wayang kulit

25

Petunjuk semacam itu juga ditemukan dalam sebuah kakawin
Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa, pada Zaman Raja Airlangga dalam
abad ke-11. Oleh karenanya pertunjukan wayang dianggap kesenian
tradisi yang sangat tua. Sedangkan bentuk wayang pada zaman itu
belum jelas tergambar model pementasannya.
Awal mula adanya wayang, yaitu saat Prabu Jayabaya bertakhta
di Mamonang pada tahun 930. Sang Prabu ingin mengabadikan wajah
para leluhurnya dalam bentuk gambar yang kemudian dinamakan
Wayang Purwa. Dalam gambaran itu diinginkan wajah para dewa dan
manusia Zaman Purba. Pada mulanya hanya digambar di dalam rontal
(daun tal). Orang sering menyebutnya daun lontar. Kemudian
berkembang menjadi wayang kulit sebagaimana dikenal sekarang.


2.2.1.2 Wayang Wong (wayang orang)
Wayang Wong dalam bahasa Indonesia artinya wayang orang,
yaitu pertunjukan wayang kulit, tetapi dimainkan oleh orang. Wayang
wong adalah bentuk teater tradisional Jawa yang berasal dari Wayang
Kulit yang dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan oleh orang,
lengkap dengan menari dan menyanyi, seperti pada umumnya teater
tradisional dan tidak memakai topeng. Pertunjukan wayang orang
terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada
juga pertunjukan wayang orang (terutama di Cirebon) tetapi tidak begitu
populer. Lahirnya Wayang Orang, dapat diduga dari keinginan para
seniman untuk keperluan pengembangan wujud bentuk Wayang Kulit
yang dapat dimainkan oleh orang. Wayang yang dipertunjukan dengan
orang sebagai wujud dari wayang kulit -hingga tidak muncul dalang yang
memainkan, tetapi dapat dilakukan oleh para pemainnya sendiri.
Sedangkan wujud pergelarannya berbentuk drama, tari dan musik.
Wayang orang dapat dikatakan masuk kelompok seni teater
tradisional, karena tokoh-tokoh dalam cerita dimainkan oleh para pelaku
(pemain). Sang Dalang bertindak sebagai pengatur laku dan tidak muncul
dalam pertunjukan. Di Madura, terdapat pertunjukan wayang orang yang
agak berbeda, karena masih menggunakan topeng dan menggunakan
dalang seperti pada wayang kulit. Sang dalang masih terlihat meskipun
tidak seperti dalam pertunjukan wayang kulit. Sang Dalang ditempatkan
dibalik layar penyekat dengan diberi lubang untuk mengikuti gerak
pemain di depan layar penyekat. Sang Dalang masih mendalang dalam
pengertian semua ucapan pemain dilakukan oleh Sang Dalang karena
para pemain memakai topeng. Para pemain di sini hanya menggerak-
gerakan badan atau tangan untuk mengimbangi ucapan yang dilakukan
oleh Sang Dalang. Para pemain harus pandai menari. Pertunjukan ini di
Madura dinamakan topeng dalang. Semua pemain topeng dalang
memakai topeng dan para pemain tidak mengucapkan dialog.


26

Gb.18 Pementasan wayang wong gaya Yogyakarta


2.2.1.3 Makyong
Makyong merupakan suatu jenis teater tradisional yang bersifat
kerakyatan. Makyong yang paling tua terdapat di pulau Mantang, salah
satu pulau di daerah Riau. Pada mulanya kesenian Makyong berupa
tarian joget atau ronggeng. Dalam perkembangannya kemudian
dimainkan dengan cerita-cerita rakyat, legenda dan juga cerita-cerita
kerajaan. Makyong juga digemari oleh para bangsawan dan sultan-
sultan, hingga sering dipentaskan di istana-istana.
Bentuk teater rakyat makyong tak ubahnya sebagai teater rakyat
umumnya, dipertunjukkan dengan menggunakan media ungkap tarian,
nyanyian, laku, dan dialog dengan membawa cerita-cerita rakyat yang
sangat populer di daerahnya. Cerita-cerita rakyat tersebut bersumber
pada sastra lisan Melayu. Daerah Riau merupakan sumber dari bahasa
Melayu Lama. Ada dugaan bahwa sumber dan akar Makyong berasal
dari daerah Riau, kemudian berkembang dengan baik di daerah lain.
Pementasan makyong selalu diawali dengan bunyi tabuhan yang
dipukul bertalu-talu sebagai tanda bahwa ada pertunjukan makyong dan
akan segera dimulai. Setelah penonton berkumpul, kemudian seorang

27
pawang (sesepuh dalam kelompok makyong) tampil ke tempat
pertunjukan melakukan persyaratan sebelum pertunjukan dimulai yang
dinamakan upacara buang bahasa atau upacara membuka tanah dan
berdoa untuk memohon agar pertunjukan dapat berjalan lancar.


Gb.19 Penari dalam pertunjukan makyong


2.2.1.4 Randai
Randai merupakan suatu bentuk teater tradisional yang bersifat
kerakyatan yang terdapat di daerah Minangkabau, Sumatera Barat.
Sampai saat ini, randai masih hidup dan bahkan berkembang serta masih
digemari oleh masyarakatnya, terutama di daerah pedesaan atau di
kampung-kampung. Teater tradisional di Minangkabau bertolak dari
sastra lisan. begitu juga Randai bertolak dari sastra lisan yang disebut
kaba (dapat diartikan sebagai cerita). Bakaba artinya bercerita.
Ada dua unsur pokok yang menjadi dasar Randai, yaitu.
Pertama, unsur penceritaan. Cerita yang disajikan adalah
kaba, dan disampaikan lewat gurindam, dendang dan lagu.
Sering diiringi oleh alat musik tradisional Minang, yaitu salung,
rebab, bansi, rebana atau yang lainnya, dan juga lewat dialog.
Kedua, unsur laku dan gerak, atau tari, yang dibawakan
melalui galombang. Gerak tari yang digunakan bertolak dari
gerak-gerak silat tradisi Minangkabau, dengan berbagai
variasinya dalam kaitannya dengan gaya silat di masing-
masing daerah.


28

Gb.20 Pementasan randai dari Sumatera Barat


2.2.1.5 Mamanda
Daerah Kalimantan Selatan mempunyai cukup banyak jenis
kesenian antara lain yang paling populer adalah Mamanda, yang
merupakan teater tradisional yang bersifat kerakyatan, yang orang sering
menyebutnya sebagai teater rakyat. Pada tahun 1897 datang ke
Banjarmasin suatu rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka yang lebih
dikenal dengan Komidi Indra Bangsawan. Pengaruh Komidi Bangsawan
ini sangat besar terhadap perkembangan teater tradisional di Kalimantan
Selatan. Sebelum Mamanda lahir, telah ada suatu bentuk teater rakyat
yang dinamakan Bada Moeloek, atau dari kata Ba Abdoel Moeloek.
Nama teater tersebut berasal dari judul cerita yaitu Abdoel Moeloek
karangan Saleha.


2.2.1.6 Lenong
Lenong merupakan teater rakyat Betawi. Apa yang disebut teater
tradisional yang ada pada saat ini, sudah sangat berbeda dan jauh
berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat lingkungannya,
dibandingkan dengan lenong di zaman dahulu. Kata daerah Betawi, dan
bukan Jakarta, menunjukan bahwa yang dibicarakan adalah teater masa
lampau. Pada saat itu, di Jakarta, yang masih bernama Betawi (orang
Belanda menyebutnya: Batavia) terdapat empat jenis teater tradisional
yang disebut topeng Betawi, lenong, topeng blantek, dan jipeng atau
jinong. Pada kenyataannya keempat teater rakyat tersebut banyak
persamaannya. Perbedaan umumnya hanya pada cerita yang
dihidangkan dan musik pengiringnya.

29


Gb.21 Pementasan lenong Betawi


2.2.1.7 Longser
Longser merupakan jenis teater tradisional yang bersifat
kerakyatan dan terdapat di Jawa Barat, termasuk kelompok etnik Sunda.
Ada beberapa jenis teater rakyat di daerah etnik Sunda serupa dengan
longser, yaitu banjet. Ada lagi di daerah (terutama, di Banten), yang
dinamakan ubrug.


Gb.22 Pementasan longser

30
Ada pendapat yang mengatakan bahwa longser berasal dari kata
melong (melihat) dan seredet (tergugah). Artinya barang siapa melihat
(menonton) pertunjukan, hatinya akan tergugah. Pertunjukan longser
sama dengan pertunjukan kesenian rakyat yang lain, yang bersifat
hiburan sederhana, sesuai dengan sifat kerakyatan, gembira dan jenaka.
Sebelum longser lahir, ada beberapa kesenian yang sejenis dengan
Longser, yaitu lengger. Ada lagi yang serupa, dengan penekanan pada
tari, disebut ogel atau doger.


2.2.1.8 Ubrug
Ubrug merupakan teater tradisional bersifat kerakyatan yang
terdapat di daerah Banten. Ubrug menggunakan bahasa daerah Sunda,
campur Jawa dan Melayu, serupa dengan topeng banjet yang terdapat di
daerah Karawang. Ubrug dapat dipentaskan di mana saja, seperti halnya
teater rakyat lainnya. Dipentaskan bukan saja untuk hiburan, tetapi juga
untuk memeriahkan suatu hajatan, atau meramaikan suatu perayaan.
Untuk apa saja, yang dilakukan masyarakat, ubrug dapat diundang
tampil.
Cerita-cerita yang dipentaskan terutama cerita rakyat, sesekali
dongeng atau cerita sejarah Beberapa cerita yang sering dimainkan ialah
Dalem Boncel, Jejaka Pecak, Si Pitung atau Si Jampang (pahlawan
rakyat setempat, seperti juga di Betawi). Gaya penyajian cerita umumnya
dilakukan seperti pada teater rakyat, menggunakan gaya humor
(banyolan), dan sangat karikatural sehingga selalu mencuri perhatian
para penonton.


2.2.1.9 Ketoprak
Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer, terutama
di daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah. Namun di Jawa Timur
pun dapat ditemukan ketoprak. Di daerah-daerah tersebut ketoprak
merupakan kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan mereka dan
mengalahkan kesenian rakyat lainnya seperti srandul dan emprak.
Pada mulanya ketoprak merupakan permainan orang-orang desa
yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan
purnama, yang disebut gejogan. Dalam perkembangannya menjadi
suatu bentuk teater rakyat yang lengkap. Ketoprak merupakan salah satu
bentuk teater rakyat yang sangat memperhatikan bahasa yang
digunakan. Bahasa sangat memperoleh perhatian, meskipun yang
digunakan bahasa Jawa, namun harus diperhitungkan masalah unggah-
ungguh bahasa. Dalam bahasa Jawa terdapat tingkat-tingkat bahasa
yang digunakan, yaitu:
Bahasa Jawa biasa (sehari-hari)
Bahasa Jawa kromo (untuk yang lebih tinggi)
Bahasa Jawa kromo inggil (yaitu untuk tingkat yang tertinggi)

31
Menggunakan bahasa dalam ketoprak, yang diperhatikan bukan saja
penggunaan tingkat-tingkat bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa.
Karena itu muncul yang disebut bahasa ketoprak, bahasa Jawa dengan
bahasa yang halus dan spesifik.


Gb.23 Pementasan ketoprak bergaya komedi


2.2.1.10 Ludruk
Ludruk merupakan teater tradisional yang bersifat kerakyatan di
daerah Jawa Timur, berasal dari daerah Jombang. Bahasa yang
digunakan adalah bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran. Dalam
perkembangannya ludruk menyebar ke daerah-daerah sebelah barat
seperti karesidenan Madiun, Kediri, dan sampai ke Jawa Tengah. Ciri-ciri
bahasa dialek Jawa Timuran tetap terbawa meskipun semakin ke barat
makin luntur menjadi bahasa Jawa setempat. Peralatan musik daerah
yang digunakan, ialah kendang, cimplung, jidor dan gambang dan sering
ditambah tergantung pada kemampuan grup yang memainkan ludruk
tersebut. Dan lagu-lagu (gending) yang digunakan, yaitu Parianyar,
Beskalan, Kaloagan, Jula-juli, Samirah, Junian.
Pemain ludruk semuanya adalah pria. Untuk peran wanitapun
dimainkan oleh pria. Hal ini merupakan ciri khusus ludruk. Padahal
sebenarnya hampir seluruh teater rakyat di berbagai tempat, pemainnya
selalu pria (randai, dulmuluk, mamanda, ketoprak), karena pada zaman
itu wanita tidak diperkenankan muncul di depan umum.

32

Gb.24 Pentas ludruk dari Jawa Timur


2.2.1.11 Gambuh
Gambuh merupakan teater tradisional yang paling tua di Bali dan
diperkirakan berasal dari abad ke-16. Bahasa yang dipergunakan adalah
bahasa Bali kuno dan terasa sangat sukar dipahami oleh orang Bali
sekarang. Tariannya pun terasa sangat sulit karena merupakan tarian
klasik yang bermutu tinggi. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau
gambuh merupakan sumber dari tari-tarian Bali yang ada. Sejarah
gambuh telah dikenal sejak abad ke-14 di Zaman Majapahit dan
kemudian masuk ke Bali pada akhir Zaman Majapahit. Di Bali, gambuh
dipelihara di istana raja-raja.


Gb.25 Pemain gambuh sedang beraksi

33
Kebanyakan lakon yang dimainkan gambuh diambil dari struktur
cerita Panji yang diadopsi ke dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang
dimainkan di antaranya adalah Damarwulan, Ronggolawe, dan Tantri.
Peran-peran utama menggunakan dialog berbahasa Kawi, sedangkan
para punakawan berbahasa Bali. Sering pula para punakawan
menerjemahkan bahasa Kawi ke dalam bahasa Bali biasa.
Suling dalam gambuh yang suaranya sangat rendah, dimainkan
dengan teknik pengaturan nafas yang sangat sukar, mendapat tempat
yang khusus dalam gamelan yang mengiringi gambuh, yang sering
disebut gamelan pegambuhan. Gambuh mengandung kesamaan
dengan opera pada teater Barat karena unsur musik dan menyanyi
mendominasi pertunjukan. Oleh karena itu para penari harus dapat
menyanyi. Pusat kendali gamelan dilakukan oleh juru tandak, yang duduk
di tengah gamelan dan berfungsi sebagai penghubung antara penari dan
musik. Selain dua atau empat suling, melodi pegambuhan dimainkan
dengan rebab bersama seruling. Peran yang paling penting dalam
gamelan adalah pemain kendang lanang atau disebut juga kendang
pemimpin. Dia memberi aba-aba pada penari dan penabuh.


2.2.1.12 Arja
Arja merupakan jenis teater tradisional yang bersifat kerakyatan,
dan terdapat di Bali. Seperti bentuk teater tradisi Bali lainnya, arja
merupakan bentuk teater yang penekanannya pada tari dan nyanyi.
Semacam gending yang terdapat di daerah Jawa Barat (Sunda), dengan
porsi yang lebih banyak diberikan pada bentuk nyanyian (tembang).
Apabila ditelusuri, arja bersumber dari gambuh yang disederhanakan
unsur-unsur tarinya, karena ditekankan pada tembangnya. Tembang
(nyanyian) yang digunakan memakai bahasa Jawa Tengahan dan
bahasa Bali halus yang disusun dalam tembang macapat.


Gb.26 Para pemain arja

34

2.2.2 Teater Modern
2.2.2.1 Teater Transisi
Teater transisi adalah penamaan atas kelompok teater pada
periode saat teater tradisional mulai mengalami perubahan karena
pengaruh budaya lain. Kelompok teater yang masih tergolong kelompok
teater tradisional dengan model garapan memasukkan unsur-unsur teknik
teater Barat, dinamakan teater bangsawan. Perubahan tersebut terletak
pada cerita yang sudah mulai ditulis, meskipun masih dalam wujud cerita
ringkas atau outline story (garis besar cerita per adegan). Cara penyajian
cerita dengan menggunakan panggung dan dekorasi. Mulai
memperhitungkan teknik yang mendukung pertunjukan.
Pada periode transisi inilah teater tradisional berkenalan dengan
teater non-tradisi. Selain pengaruh dari teater bangsawan, teater
tradisional berkenalan juga dengan teater Barat yang dipentaskan oleh
orang-orang Belanda di Indonesia sekitar tahun 1805 yang kemudian
berkembang hingga di Betawi (Batavia) dan mengawali berdirinya
gedung Schouwburg pada tahun 1821 (Sekarang Gedung Kesenian
Jakarta).
Perkenalan masyarakat Indonesia pada teater non-tradisi dimulai
sejak Agust Mahieu mendirikan Komedie Stamboel di Surabaya pada
tahun 1891, yang pementasannya secara teknik telah banyak mengikuti
budaya dan teater Barat (Eropa), yang pada saat itu masih belum
menggunakan naskah drama/lakon. Dilihat dari segi sastra, mulai
mengenal sastra lakon dengan diperkenalkannya lakon yang pertama
yang ditulis oleh orang Belanda F.Wiggers yang berjudul Lelakon Raden
Beij Soerio Retno, pada tahun 1901. Kemudian disusul oleh Lauw Giok
Lan lewat Karina Adinda, Lelakon Komedia Hindia Timoer (1913), dan
lain-lainnya, yang menggunakan bahasa Melayu Rendah.
Setelah Komedie Stamboel didirikan muncul kelompok sandiwara
seperti Sandiwara Dardanella (The Malay Opera Dardanella) yang
didirikan Willy Klimanoff alias A. Pedro pada tanggal 21 Juni 1926.
Kemudian lahirlah kelompok sandiwara lain, seperti Opera Stambul,
Komidi Bangsawan, Indra Bangsawan, Sandiwara Orion, Opera Abdoel
Moeloek, Sandiwara Tjahaja Timoer, dan lain sebagainya. Pada masa
teater transisi belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara.
Karenanya rombongan teater pada masa itu menggunakan nama
sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai
pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah
sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia
baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan.





35
2.2.2.2 Teater Indonesia tahun 1920-an
Teater pada masa kesusasteraaan angkatan Pujangga Baru
kurang berarti jika dilihat dari konteks sejarah teater modern Indonesia
tetapi cukup penting dilihat dari sudut kesusastraan. Naskah-naskah
drama tersebut belum mencapai bentuk sebagai drama karena masih
menekankan unsur sastra dan sulit untuk dipentaskan. Drama-drama
Pujangga Baru ditulis sebagai ungkapan ketertekanan kaum intelektual
dimasa itu karena penindasan pemerintahan Belanda yang amat keras
terhadap kaum pergerakan sekitar tahun 1930-an. Bentuk sastra drama
yang pertamakali menggunakan bahasa Indonesia dan disusun dengan
model dialog antar tokoh dan berbentuk sajak adalah Bebasari (artinya
kebebasan yang sesungguhnya atau inti kebebasan) karya Rustam
Efendi (1926). Lakon Bebasari merupakan sastra drama yang menjadi
pelopor semangat kebangsaan. Lakon ini menceritakan perjuangan tokoh
utama Bujangga, yang membebaskan puteri Bebasari dari niat jahat
Rahwana. Penulis lakon lainnya, yaitu Sanusi Pane menulis Kertajaya
(1932) dan Sandyakalaning Majapahit (1933) Muhammad Yamin menulis
Ken Arok dan Ken Dedes (1934). Armiijn Pane mengolah roman Swasta
Setahun di Bedahulu karangan I Gusti Nyoman Panji Tisna menjadi
naskah drama. Nur Sutan Iskandar menyadur karangan Molliere, dengan
judul Si Bachil. Imam Supardi menulis drama dengan judul Keris Mpu
Gandring. Dr. Satiman Wirjosandjojo menulis drama berjudul Nyai
Blorong. Mr. Singgih menulis drama berjudul Hantu. Lakon-lakon ini
ditulis berdasarkan tema kebangsaan, persoalan, dan harapan serta misi
mewujudkan Indonesia sebagai negara merdeka. Penulis-penulis ini
adalah cendekiawan Indonesia, menulis dengan menggunakan bahasa
Indonesia dan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan Presiden
pertama Indonesia, Ir Soekarno, pada tahun 1927 menulis dan
menyutradarai teater di Bengkulu (saat di pengasingan). Beberapa lakon
yang ditulisnya antara lain, Rainbow, Krukut Bikutbi, dan Dr. Setan.

2.2.2.3 Teater Indonesia tahun 1940-an
Semua unsur kesenian dan kebudayaan pada kurun waktu
penjajahan Jepang dikonsentrasikan untuk mendukung pemerintahan
totaliter Jepang. Segala daya kreasi seni secara sistematis di arahkan
untuk menyukseskan pemerintahan totaliter Jepang. Namun demikian,
dalam situasi yang sulit dan gawat serupa itu, dua orang tokoh, yaitu
Anjar Asmara dan Kamajaya masih sempat berpikir bahwa perlu didirikan
Pusat Kesenian Indonesia yang bertujuan menciptakan pembaharuan
kesenian yang selaras dengan perkembangan zaman sebagai upaya
untuk melahirkan kreasi kreasi baru dalam wujud kesenian nasional
Indonesia. Maka pada tanggal 6 oktober 1942, di rumah Bung Karno
dibentuklah Badan Pusat Kesenian Indonesia dengan pengurus sebagai
berikut, Sanusi Pane (Ketua), Mr. Sumanang (Sekretaris), dan sebagai

36
anggota antara lain, Armijn Pane, Sutan Takdir Alisjabana, dan Kama
Jaya. Badan Pusat Kesenian Indonesia bermaksud menciptakan
kesenian Indonesia baru, di antaranya dengan jalan memperbaiki dan
menyesuaikan kesenian daerah menuju kesenian Indonesia baru.
Langkah-langkah yang telah diambil oleh Badan Pusat Kesenian
Indonesia untuk mewujudkan cita-cita kemajuan kesenian Indonesia,
ternyata mengalami hambatan yang datangnya dari barisan propaganda
Jepang, yaitu Sendenbu yang membentuk badan perfilman dengan
nama Djawa Eiga Kosy, yang dipimpin oleh orang Jepang S. Oya.
Intensitas kerja Djawa Eiga Kosya yang ingin menghambat langkah
Badan Pusat Kesenian Indonesia nampak ketika mereka membuka
sekolah tonil dan drama Putra Asia, Ratu Asia, Pendekar Asia, yang
kesemuanya merupakan corong propaganda Jepang.
Dalam masa pendudukan Jepang kelompok rombongan
sandiwara yang mula-mula berkembang adalah rombongan sandiwara
profesional. Dalam kurun waktu ini semua bentuk seni hiburan yang
berbau Belanda lenyap karena pemerintah penjajahan Jepang anti
budaya Barat. Rombongan sandiwara keliling komersial, seperti misalnya
Bintang Surabaya, Dewi Mada, Mis Ribut, Mis Tjitjih, Tjahaya Asia,
Warna Sari, Mata Hari, Pancawarna, dan lain-lain kembali berkembang
dengan mementaskan cerita dalam bahasa Indonesia, Jawa, maupun
Sunda. Rombongan sandiwara Bintang Surabaya tampil dengan aktor
dan aktris kenamaan, antara lain Astaman, Tan Ceng Bok (Si Item), Ali
Yugo, Fifi Young, Dahlia, dan sebagainya. Pengarang Nyoo Cheong
Seng, yang dikenal dengan nama samarannya Mon Siour Damour ini
dalam rombongan sandiwara Bintang Surabaya menulis lakon antara
lain, Kris Bali, Bengawan Solo, Air Mata Ibu (sudah difilmkan), Sija, R.A
Murdiati, dan Merah Delima. Rombongan Sandiwara Bintang Surabaya
menyuguhkan pementasan-pementasan dramanya dengan cara lama
seperti pada masa Dardanella, Komedi Bangsawan, dan Bolero, yaitu di
antara satu dan lain babak diselingi oleh tarian-tarian, nyanyian, dan
lawak. Secara istimewa selingannya kemudian ditambah dengan mode
show, dengan peragawati gadis-gadis Indo Belanda yang cantik-cantik .
Menyusul kemudian muncul rombongan sandiwara Dewi Mada,
dengan bintang-bintang eks Bolero, yaitu Dewi Mada dengan suaminya
Ferry Kok, yang sekaligus sebagai pemimpinnya. Rombongan sandiwara
Dewi Mada lebih mengutamakan tari-tarian dalam pementasan teater
mereka karena Dewi Mada adalah penari terkenal sejak masa
rombongan sandiwara Bolero. Cerita yang dipentaskan antara lain, Ida
Ayu, Ni Parini, dan Rencong Aceh.
Hingga tahun 1943 rombongan sandiwara hanya dikelola
pengusaha Cina atau dibiayai Sendenbu karena bisnis pertunjukan itu
masih asing bagi para pengusaha Indonesia. Baru kemudian Muchsin
sebagai pengusaha besar tertarik dan membiayai rombongan sandiwara

37
Warna Sari. Keistimewaan rombongan sandiwara Warna Sari adalah
penampilan musiknya yang mewah yang dipimpin oleh Garsia, seorang
keturunan Filipina, yang terkenal sebagi Raja Drum. Garsia
menempatkan deretan drumnya yang berbagai ukuran itu memenuhi
lebih dari separuh panggung. Ia menabuh drum-drum tersebut sambil
meloncat ke kanan ke kiri sehingga menarik minat penonton. cerita-
cerita yang dipentaskan antara lain, Panggilan Tanah Air, Bulan
Punama, Kusumahadi, Kembang Kaca, Dewi Rani, dan lain sebagainya.
Rombongan sandiwara terkenal lainnya adalah rombongan
sandiwara Sunda Mis Tjitjih, yaitu rombongan sandiwara yang digemari
rakyat jelata. Dalam perjalanannya, rombongan sandiwara ini terpaksa
berlindung di bawah barisan propaganda Jepang dan berganti nama
menjadi rombongan sandiwara Tjahaya Asia yang mementaskan cerita-
cerita baru untuk kepentingan propaganda Jepang.
Anjar Asmara, Ratna Asmara, dan Kama Jaya pada tanggal 6
April 1943, mendirikan rombongan sandiwara angkatan muda Matahari.
Hanya kalangan terpelajar yang menyukai pertunjukan Matahari yang
menampilakan hiburan berupa tari-tarian pada awal pertunjukan baru
kemudian dihidangkan lakon sandiwara dari awal hingga akhir. Bentuk
penyajian semacam ini di anggap kaku oleh penonton umum yang lebih
suka unsur hiburan disajikan sebagai selingan babak satu dengan babak
lain sehingga akhirnya dengan terpaksa rombongan sandiwara tersebut
mengikuti selera penonton. Lakon-lakon yang ditulis Anjar Asmara antara
lain, Musim Bunga di Slabintana, Nusa Penida, Pancaroba, Si Bongkok,
Guna-guna, dan Jauh di Mata. Kama Jaya menulis lakon antara lain,
Solo di Waktu Malam, Kupu-kupu, Sang Pek Engtay, Potong Padi. Dari
semua lakon tersebut ada yang sudah di filmkan yaitu, Solo di Waktu
Malam dan Nusa Penida.
Pertumbuhan sandiwara profesional tidak luput dari perhatian
Sendenbu. Jepang menugaskan Dr. Huyung (Hei Natsu Eitaroo), ahli
seni drama atas nama Sendenbu memprakarsai berdirinya POSD
(Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa) yang beranggotakan semua
rombongan sandiwara profesional. Sendenbu menyiapkan naskah lakon
yang harus dimainkan oleh setiap rombongan sandiwara karangan
penulis lakon Indonesia dan Jepang, Kotot Sukardi menulis lakon, Amat
Heiho, Pecah Sebagai Ratna, Bende Mataram, Benteng Ngawi. Hei
Natsu Eitaroo menulis Hantu, lakon Nora karya Henrik Ibsen
diterjemahkan dan judulnya diganti dengan Jinak-jinak Merpati oleh
Armijn Pane. Lakon Ibu Prajurit ditulis oleh Natsusaki Tani. Oleh karena
ada sensor Sendenbu maka lakon harus ditulis lengkap berikut dialognya.
Para pemain tidak boleh menambah atau melebih-lebihkan dari apa yang
sudah ditulis dalam naskah. Sensor Sendenbu malah menjadi titik awal
dikenalkannya naskah dalam setiap pementasan sandiwara.

38
Menjelang akhir pendudukan Jepang muncul rombongan
sandiwara yang melahirkan karya ssatra yang berarti, yaitu Penggemar
Maya (1944) pimpinan Usmar Ismail, dan D. Djajakusuma dengan
dukungan Suryo Sumanto, Rosihan Anwar, dan Abu Hanifah dengan
para anggota cendekiawan muda, nasionalis dan para profesional
(dokter, apoteker, dan lain-lain). Kelompok ini berprinsip menegakkan
nasionalisme, humanisme dan agama. Pada saat inilah pengembangan
ke arah pencapaian teater nasional dilakukan. Teater tidak hanya
sebagai hiburan tetapi juga untuk ekspresi kebudayaan berdasarkan
kesadaran nasional dengan cita-cita menuju humanisme dan religiositas
dan memandang teater sebagai seni serius dan ilmu pengetahuan.
Bahwa teori teater perlu dipelajari secara serius. Kelak, Penggemar
Maya menjadi pemicu berdirinya Akademi Teater Nasional Indonesia di
Jakarta.

2.2.2.4 Teater Indonesia Tahun 1950-an
Setelah perang kemerdekaan, peluang terbuka bagi seniman
untuk merenungkan perjuangan dalam perang kemerdekaan, juga
sebaliknya, mereka merenungkan peristiwa perang kemerdekaan,
kekecewaan, penderitaan, keberanian dan nilai kemanusiaan,
pengkhianatan, kemunafikan, kepahlawanan dan tindakan pengecut,
keiklasan sendiri dan pengorbanan, dan lain-lain. Peristiwa perang
secara khas dilukiskan dalam lakon Fajar Sidik (Emil Sanossa, 1955),
Kapten Syaf (Aoh Kartahadimaja, 1951), Pertahanan Akhir (Sitor
Situmorang, 1954), Titik-titik Hitam (Nasyah Jamin, 1956) Sekelumit
Nyanyian Sunda (Nasyah Jamin, 1959). Sementara ada lakon yang
bercerita tentang kekecewaan paska perang, seperti korupsi,
oportunisme politis, erosi ideologi, kemiskinan, Islam dan Komunisme,
melalaikan penderitaan korban perang, dan lain-lain. Tema itu terungkap
dalam lakon-lakon seperti Awal dan Mira (1952), Sayang Ada Orang Lain
(1953) karya Utuy Tatang Sontani, bahkan lakon adaptasi, Pakaian dan
Kepalsuan oleh Akhdiat Kartamiharja (1956) berdasarkan The Man In
Grey Suit karya Averchenko dan Hanya Satu Kali (1956), berdasarkan
Justice karya John Galsworthy. Utuy Tatang Sontani dipandang sebagai
tonggak penting menandai awal dari maraknya drama realis di Indonesia
dengan lakon-lakonnya yang sering menyiratkan dengan kuat alienasi
sebagai ciri kehidupan moderen. Lakon Awal dan Mira (1952) tidak
hanya terkenal di Indonesia, melainkan sampai ke Malaysia.
Realisme konvensional dan naturalisme tampaknya menjadi
pilihan generasi yang terbiasa dengan teater barat dan dipengaruhi oleh
idiom Hendrik Ibsen dan Anton Chekhov. Kedua seniman teater Barat
dengan idiom realisme konvensional ini menjadi tonggak didirikannya
Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) pada tahun 1955 oleh Usmar
Ismail dan Asrul Sani. ATNI menggalakkan dan memapankan realisme

39
dengan mementaskan lakon-lakon terjemahan dari Barat, seperti karya-
karya Moliere, Gogol, dan Chekov. Sedangkan metode pementasan dan
pemeranan yang dikembangkan oleh ATNI adalah Stanislavskian.
Menurut Brandon (1997), ATNI inilah akademi teater modern yang
pertama di Asia Tenggara. Alumni Akademi Teater Nasional yang
menjadi aktor dan sutradara antara lain, Teguh Karya, Wahyu Sihombing,
Tatiek Malyati, Pramana Padmadarmaya, Galib Husein, dan Kasim
Achmad. Di Yogyakarta tahun 1955 Harymawan dan Sri Murtono
mendirikan Akademi Seni Drama dan Film Indonesia (ASDRAFI).
Himpunan Seni Budaya Surakarta (HBS) didirikan di Surakarta.

2.2.2.5 Teater Indonesia Tahun 1970-an
Jim lim mendirikan Studiklub Teater Bandung dan mulai
mengadakan eksperimen dengan menggabungkan unsur-unsur teater
etnis seperti gamelan, tari topeng Cirebon, longser, dan dagelan dengan
teater Barat. Pada akhir 1950-an JIm Lim mulai dikenal oleh para aktor
terbaik dan para sutradara realisme konvensional. Karya
penyutradaraanya, yaitu Awal dan Mira (Utuy T. Sontani) dan Paman
Vanya (Anton Chekhov). Bermain dengan akting realistis dalam lakon
The Glass Menagerie (Tennesse William, 1962), The Bespoke Overcoat
(Wolf mankowitz ). Pada tahun 1960, Jim Lim menyutradari Bung Besar,
(Misbach Yusa Biran) dengan gaya longser, teater rakyat Sunda.

Gb.27 Salah satu pementasan Studiklub Teater Bandung

40
Tahun 1962 Jim Lim menggabungkan unsur wayang kulit dan
musik dalam karya penyutradaraannya yang berjudul Pangeran Geusan
Ulun (Saini KM., 1961). Mengadaptasi lakon Hamlet dan diubah judulnya
menjadi Jaka Tumbal (1963/1964). Menyutradarai dengan gaya realistis
tetapi isinya absurditas pada lakon Caligula (Albert Camus, 1945),
Badak-badak (Ionesco, 1960), dan Biduanita Botak (Ionesco, 1950).
Pada tahun 1967 Jim Lim belajar teater dan menetap di Paris. Suyatna
Anirun, salah satu aktor dan juga teman Jim Lim, melanjutkan apa yang
sudah dilakukan Jim Lim yaitu mencampurkan unsur-unsur teater Barat
dengan teater etnis.
Peristiwa penting dalam usaha membebaskan teater dari batasan
realisme konvensional terjadi pada tahun 1967, Ketika Rendra kembali ke
Indonesia. Rendra mendirikan Bengkel Teater Yogya yang kemudian
menciptakan pertunjukan pendek improvisatoris yang tidak berdasarkan
naskah jadi (wellmade play) seperti dalam drama-drama realisme. Akan
tetapi, pertunjukan bermula dari improvisasi dan eksplorasi bahasa tubuh
dan bebunyian mulut tertentu atas suatu tema yang diistilahkan dengan
teater mini kata (menggunakan kata seminimal mungkin). Pertunjukannya
misalnya, Bib Bop dan Rambate Rate Rata (1967,1968).

Gb.28 Proses latihan Bengkel Teater Rendra

Didirikannya pusat kesenian Taman Ismail Marzuki oleh Ali
Sadikin, gubernur DKI jakarta tahun1970, menjadi pemicu meningkatnya
aktivitas, dan kreativitas berteater tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di
kota besar seperti Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Padang,
Palembang, Ujung Pandang, dan lain-lain. Taman Ismail Marzuki
menerbitkan 67 (enam puluh tujuh) judul lakon yang ditulis oleh 17 (tujuh

41
belas) pengarang sandiwara, menyelenggarakan festival pertunjukan
secara teratur, juga lokakarya dan diskusi teater secara umum atau
khusus. Tidak hanya Stanislavsky tetapi nama-nama seperti Brecht,
Artaud dan Grotowsky juga diperbincangkan.
Di Surabaya muncul bentuk pertunjukan teater yang mengacu
teater epik (Brecht) dengan idiom teater rakyat (kentrung dan ludruk)
melalui Basuki Rahmat, Akhudiat, Luthfi Rahman, Hasyim Amir (Bengkel
Muda Surabaya, Teater Lektur, Teater Mlarat Malang). Di Yogyakarta
Azwar AN mendirikan teater Alam. Mohammad Diponegoro dan Syubah
Asa mendirikan Teater Muslim. Di Padang ada Wisran Hadi dengan
teater Padang. Di Makasar, Rahman Arge dan Aspar Patturusi
mendirikan Teater Makasar. Lalu Teater Nasional Medan didirikan oleh
Djohan A Nasution dan Burhan Piliang.
Tokoh-tokoh teater yang muncul tahun 1970-an lainnya adalah,
Teguh Karya (Teater Populer), D. Djajakusuma, Wahyu Sihombing,
Pramana Padmodarmaya (Teater Lembaga), Ikranegara (Teater Saja),
Danarto (Teater Tanpa Penonton), Adi Kurdi (Teater Hitam Putih). Arifin
C. Noor (Teater Kecil) dengan gaya pementasan yang kaya irama dari
blocking, musik, vokal, tata cahaya, kostum dan verbalisme naskah. Putu
Wijaya (teater Mandiri) dengan ciri penampilan menggunakan kostum
yang meriah dan vokal keras. Menampilkan manusia sebagai gerombolan
dan aksi. Fokus tidak terletak pada aktor tetapi gerombolan yang
menciptakan situasi dan aksi sehingga lebih dikenal sebagai teater teror.
N. Riantiarno (Teater Koma) dengan ciri pertunjukan yang
mengutamakan tata artistik glamor.

Gb.29 Pementasan Teater Koma pimpinan N. Riantiarno

42
2.2.2.6 Teater Indonesia Tahun 1980 1990-an
Tahun 1980-1990-an situasi politik Indonesia kian seragam
melalui pembentukan lembaga-lembaga tunggal di tingkat nasional.
Ditiadakannya kehidupan politik kampus sebagai akibat peristiwa Malari
1974. Dewan-dewan Mahasiswa ditiadakan. Dalam latar situasi seperti itu
lahir beberapa kelompok teater yang sebagian merupakan produk
festival teater. Di Jakarta dikenal dengan Festival Teater Jakarta
(sebelumnya disebut Festival Teater Remaja). Beberapa jenis festival di
Yogyakarta, di antaranya Festival Seni Pertunjukan Rakyat yang
diselenggarakan Departemen Penerangan Republik Indonesia (1983). Di
Surabaya ada Festival Drama Lima Kota yang digagas oleh Luthfi
Rahman, Kholiq Dimyati dan Mukid F.
Pada saat itu lahirlah kelompok-kelompok teater baru di berbagai
kota di Indonesia. Di Yogyakarta muncul Teater Dynasti, Teater Jeprik,
Teater Tikar, Teater Shima, dan Teater Gandrik. Teater Gandrik
menonjol dengan warna teater yang mengacu kepada roh teater
tradisional kerakyatan dan menyusun berita-berita yang aktual di
masyarakat menjadi bangunan cerita. Lakon yang dipentaskan antra lain,
Pasar Seret, Meh, Kontrang- kantring, Dhemit, Upeti, Sinden, dan Orde
Tabung.

Gb.30 Pementasan teater Gandrik

Di Solo (Surakarta) muncul Teater Gapit yang menggunakan
bahasa Jawa dan latar cerita yang meniru lingkungan kehidupan rakyat
pinggiran. Salah satu lakonnya berjudul Tuk. Di samping Gapit, di Solo
ada juga Teater Gidag-gidig. Di Bandung muncul Teater Bel, Teater Re-
publik, dan Teater Payung Hitam. Di Tegal lahir teater RSPD. Festival
Drama Lima Kota Surabaya memunculkan Teater Pavita, Teater Ragil,
Teater Api, Teater Rajawali, Teater Institut, Teater Tobong, Teater Nol,

43
Sanggar Suroboyo. Di Semarang muncul Teater Lingkar. Di Medan
muncul Teater Que dan di Palembang muncul Teater Potlot.
Dari Festival Teater Jakarta muncul kelompok teater seperti,
Teater Sae yang berbeda sikap dalam menghadapi naskah yaitu
posisinya sejajar dengan cara-cara pencapaian idiom akting melalui
eksplorasi latihan. Ada pula Teater Luka, Teater Kubur, Teater Bandar
Jakarta, Teater Kanvas, Teater Tetas selain teater Studio Oncor, dan
Teater Kami yang lahir di luar produk festival (Afrizal Malna,1999).
Aktivitas teater terjadi juga di kampus-kampus perguruan tinggi.
Salah satu teater kampus yang menonjol adalah teater Gadjah Mada dari
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Jurusan teater dibuka di
Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada tahun 1985. ISI menjadi
satu-satunya perguruan tinggi seni yang memiliki program Strata 1 untuk
bidang seni teater pada saat itu. Aktivitas teater kampus mampu
menghidupkan dan membuka kemungkinan baru gagasan-gagasan
artistik.

2.2.2.7 Teater Kontemporer Indonesia

Gb.31 Salah satu pementasan teater kontemporer
Teater Kontemporer Indonesia mengalami perkembangan yang
sangat membanggakan. Sejak munculnya eksponen 70 dalam seni
teater, kemungkinan ekspresi artistik dikembangkan dengan gaya khas
masing-masing seniman. Gerakan ini terus berkembang sejak tahun 80-
an sampai saat ini. Konsep dan gaya baru saling bermunculan. Meksipun
seni teater konvensional tidak pernah mati tetapi teater eksperimental
terus juga tumbuh. Semangat kolaboratif yang terkandung dalam seni
teater dimanfaatkan secara optimal dengan menggandeng beragam

44
unsur pertunjukan yang lain. Dengan demikian, wilayah jelajah ekspresi
menjadi semakin luas dan kemungkinan bentuk garap semakin banyak.

3. Unsur Pembentuk Teater
Dalam khasanah teater dewasa ini dapat disimpulkan unsur utama
teater adalah naskah lakon, sutradara, pemain, dan penonton. Tanpa
keempat unsur tersebut pertunjukan teater tidak bisa diwujudkan. Untuk
mendukung unsur pokok tersebut diperlukan unsur tata artistik yang
memberikan keindahan dan mempertegas makna lakon yang
dipentaskan

3.1 Naskah Lakon
Salah satu ciri teater modern adalah digunakannya naskah lakon
yang merupakan bentuk tertulis dari cerita drama yang baru akan
menjadi karya teater setelah divisualisasikan kedalam pementasan.
Naskah Lakon pada dasarnya adalah karya sastra dengan media bahasa
kata. Mementaskan drama berdasarkan naskah drama berarti
memindahkan karya seni dari media bahasa kata ke media bahasa
pentas. Dalam visualisasi tersebut karya sastra kemudian berubah
esensinya menjadi karya teater. Pada saat transformasi inilah karya
sastra bersinggungan dengan komponen-komponen teater, yaitu
sutradara, pemain, dan tata artistik.
Naskah lakon sebagaimana karya sastra lain, pada dasarnya
mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema, plot, setting, dan tokoh. Akan
tetapi, naskah lakon yang khusus dipersiapkan untuk dipentaskan
mempunyai struktur lain yang spesifik. Struktur ini pertama kali di
rumuskan oleh Aristoteles yang membagi menjadi lima bagian besar,
yaitu eksposisi (pemaparan), komplikasi, klimaks, anti klimaks atau
resolusi, dan konklusi (catastrope). Kelima bagian tersebut pada
perkembangan kemudian tidak diterapkan secara kaku, tetapi lebih
bersifat fungsionalistik.

3.2 Sutradara
Di Indonesia penanggung jawab proses transformasi naskah
lakon ke bentuk pemanggungan adalah sutradara yang merupakan
pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater. Baik buruknya pementasan
teater sangat ditentukan oleh kerja sutradara, meskipun unsurunsur
lainnya juga berperan tetapi masih berada di bawah kewenangan
sutradara.

45
Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab terhadap
kelangsungan proses terciptanya pementasan juga harus bertanggung
jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam tugasnya
seorang sutradara dibantu oleh stafnya dalam menyelesaikan tugas
tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung jawab utama.
Untuk itu sutradara dituntut mempunyai pengetahuan yang luas agar
mampu mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan
dapat mengatasi kendala teknis yang timbul dalam proses penciptaan.
Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai
pedoman yang pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yang timbul.
Menurut Harymawan (1993) Ada beberapa tipe sutradara dalam
menjalankan penyutradaraanya, yaitu:
Sutradara konseptor. Ia menentukan pokok penafsiran dan
menyarankan konsep penafsiranya kepada pemain. Pemain
dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi juga
terikat kepada pokok penafsiran tsb.
Sutradara diktator. Ia mengharapkan pemain dicetak seperti
dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua arah ia
mendambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk
menjadi robot robot yang tetap buta tuli.
Sutradara koordinator. Ia menempatkan diri sebagai pengarah
atau polisi lalulintas yang mengkoordinasikan pemain dengan
konsep pokok penafsirannya.
Sutradara paternalis. Ia bertindak sebagai guru atau suhu yang
mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin para
anggotanya.Teater disamakan dengan padepokan, sehingga
pemain adalah cantrik yang harus setia kepada sutradara.

3.3 Pemain
Untuk mentransformasikan naskah di atas panggung dibutuhkan
pemain yang mampu menghidupkan tokoh dalam naskah lakon menjadi
sosok yang nyata. Pemain adalah alat untuk memeragakan tokoh. tetapi
bukan sekedar alat yang harus tunduk kepada naskah. Pemain
mempunyai wewenang membuat refleksi dari naskah melalui dirinya.
Agar bisa merefleksikan tokoh menjadi sesuatu yang hidup, pemain
dituntut menguasai aspek-aspek pemeranan yang dilatihkan secara
khusus, yaitu jasmani (tubuh/fisik), rohani (jiwa/emosi), dan intelektual.
Memindahkan naskah lakon ke dalam panggung melalui media pemain
tidak sesederhana mengucapkan kata - kata yang ada dalam naskah
lakon atau sekedar memperagakan keinginan penulis melainkan proses
pemindahan mempunyai karekterisasi tersendiri, yaitu harus
menghidupkan bahasa kata (tulis) menjadi bahasa pentas (lisan).

46

3.4 Penonton
Tujuan terakhir suatu pementasan lakon adalah penonton.
Respon penonton atas lakon akan menjadi suatu respons melingkar,
antara penonton dengan pementasan. Banyak sutradara yang kurang
memperhatikan penonton dan menganggapnya sebagai kelompok
konsumsi yang bisa menerima begitu saja apa yang disuguhkan
sehingga jika terjadi suatu kegagalan dalam pementasan penonton
dianggap sebagai penyebabnya karena mereka tidak mengerti atau
kurang terdidik untuk memahami sebuah pementasan.
Kelompok penonton pada sebuah pementasan adalah suatu
komposisi organisme kemanusiaan yang peka. Mereka pergi menonton
karena ingin memperoleh kepuasan, kebutuhan, dan cita-cita. Alasan
lainnya untuk tertawa, untuk menangis, dan untuk digetarkan hatinya,
karena terharu akibat dari hasrat ingin menonton. Penonton
meninggalkan rumah, antri karcis dan membayar biaya masuk dan lain-
lain karena teater adalah dunia ilusi dan imajinasi. Membebaskan pola
rutin kehidupan selama waktu dibuka hingga ditutupnya tirai untuk
memuaskan hasrat jiwa khayalannya.
Eksistensi teater tidak mengenal batas kedudukan manusia.
Secara ilmiah, manusia memiliki kekuatan menguasai sikap dan
tindakannya. Tindakannya pergi ke teater disebabkan oleh keinginan dan
kebutuhan berhubungan dengan sesama. Sehingga menempuh jalan
sebagai berikut :
Bertemu dengan orang lain yang menonton teater. Teater
merupakan suatu lembaga sosial.
Memproyeksikan diri dengan peranan-peranan yang
melakonkan hidup dan kehidupan di atas pentas secara
khayali. Teater adalah salah satu cara proses interaksi sosial
Dalam memandang suatu karya seni penonton hendaklah mampu
memelihara adanya suatu objektivitas artistik. Ini bisa tercapai dengan
menentukan jarak estetik (aestetic distance) sehubungan dengan karya
seni yang dihayatinya. Pemisahan yang dimaksud, antara penonton dan
yang ditonton, pada seni teater diusahakan dengan jalan:
Menciptakan penataan yang tepat atas auditorium dan pentas.
Adanya batas artistik proscenium sebagai bingkai gambar.
Pentas yang terang dan auditorium yang gelap.
Semua itu akan membantu kedudukan penonton sehingga
memungkinkan untuk melakukan perenungan.


47

3.5 Tata Artistik
Tata artistik merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari
teater. Pertunjukan teater menjadi tidak utuh tanpa adanya tata artistik
yang mendukungnya. Unsur artistik disini meliputi tata panggung , tata
busana, tata cahaya, tata rias, tata suara, tata musik yang dapat
membantu pementasan menjadi sempurna sebagai pertunjukan. Unsur-
unsur artistik menjadi lebih berarti apabila sutradara dan penata artistik
mampu memberi makna kepada bagian-bagian tersebut sehingga unsur-
unsur tersebut tidak hanya sebagai bagian yang menempel atau
mendukung, tetapi lebih dari itu merupakan kesatuan yang utuh dari
sebuah pementasan.
Tata panggung adalah pengaturan pemandangan di panggung
selama pementasan berlangsung. Tujuannya tidak sekedar supaya
permainan bisa dilihat penonton tetapi juga menghidupkan pemeranan
dan suasana panggung.
Tata cahaya atau lampu adalah pengaturan pencahayaan di
daerah sekitar panggung yang fungsinya untuk menghidupkan permainan
dan dan suasana lakon yang dibawakan, sehingga menimbulkan
suasana istimewa.
Tata musik adalah pengaturan musik yang mengiringi
pementasan teater yang berguna untuk memberi penekanan pada
suasana permainan dan mengiringi pergantian babak dan adegan.
Tata suara adalah pengaturan keluaran suara yang dihasilkan dari
berbagai macam sumber bunyi seperti; suara aktor, efek suasana, dan
musik. Tata suara diperlukan untuk menghasilkan harmoni.
Tata rias dan tata busana adalah pengaturan rias dan busana
yang dikenakan pemain. Gunanya untuk menonjolkan watak peran yang
dimainkan, dan bentuk fisik pemain bisa terlihat jelas penonton.

4 Jenis Teater
4.1 Teater Boneka
Pertunjukan boneka telah dilakukan sejak Zaman Kuno. Sisa
peninggalannya ditemukan di makam-makam India Kuno, Mesir, dan
Yunani. Boneka sering dipakai untuk menceritakan legenda atau kisah-
kisah religius. Berbagai jenis boneka dimainkan dengan cara yang
berbeda. Boneka tangan dipakai di tangan sementara boneka tongkat
digerakkan dengan tongkat yang dipegang dari bawah. Marionette, atau
boneka tali, digerakkan dengan cara menggerakkan kayu silang tempat
tali boneka diikatkan.

48

Dalam pertunjukan wayang kulit, wayang dimainkan di belakang
layar tipis dan sinar lampu menciptakan bayangan wayang di layar.
Penonton wanita duduk di depan layar, menonton bayangan tersebut.
Penonton pria duduk di belakang layar dan menonton wayang secara
langsung.


Gb.32 Pementasan teater boneka di Jepang
Boneka Bunraku dari Jepang mampu melakukan banyak sekali
gerakan sehingga diperlukan tiga dalang untuk menggerakkannya.
Dalang berpakaian hitam dan duduk persis di depan penonton. Dalang
utama mengendalikan kepala dan lengan kanan. Para pencerita
bernyanyi dan melantunkan kisahnya.

4.2 Drama Musikal
Merupakan pertunjukan teater yang menggabungkan seni
menyanyi, menari, dan akting. Drama musikal mengedepankan unsur
musik, nyanyi, dan gerak daripada dialog para pemainnya. Di panggung
Broadway jenis pertunjukan ini sangat terkenal dan biasa disebut dengan
pertunjukan kabaret. Kemampuan aktor tidak hanya pada penghayatan
karakter melalui baris kalimat yang diucapkan tetapi juga melalui lagu dan
gerak tari. Disebut drama musikal karena memang latar belakangnya

49
adalah karya musik yang bercerita seperti The Cats karya Andrew Lloyd
Webber yang fenomenal. Dari karya musik bercerita tersebut kemudian
dikombinasi dengan gerak tari, alunan lagu, dan tata pentas.

Gb.33 Pementasan drama musikal

Selain kabaret, opera dapat digolongkan dalam drama musikal.
Dalam opera dialog para tokoh dinyanyikan dengan iringan musik
orkestra dan lagu yang dinyanyikan disebut seriosa. Di sinilah letak
perbedaan dasar antara Kabaret dan opera. Dalam drama musikal
kabaret, jenis musik dan lagu bisa saja bebas tetapi dalam opera
biasanya adalah musik simponi (orkestra) dan seriosa. Tokoh-tokoh
utama opera menyanyi untuk menceritakan kisah dan perasaan mereka
kepada penonton. Biasanya juga berupa paduan suara. Opera bermula di
Italia pada awal tahun 1600-an. Opera dipentaskan di gedung opera. Di
dalam gedung opera, para musisi duduk di area yang disebut orchestra
pit di bawah dan di depan panggung.

4.3 Teater Gerak
Teater gerak merupakan pertunjukan teater yang unsur utamanya
adalah gerak dan ekspresi wajah serta tubuh pemainnya. Penggunaan
dialog sangat dibatasi atau bahkan dihilangkan seperti dalam pertunjukan
pantomim klasik. Teater gerak, tidak dapat diketahui dengan pasti
kelahirannya tetapi ekspresi bebas seniman teater terutama dalam hal
gerak menemui puncaknya dalam masa commedia delArte di Italia.
Dalam masa ini pemain teater dapat bebas bergerak sesuka hati (untuk
karakter tertentu) bahkan lepas dari karakter tokoh dasarnya untuk
memancing perhatian penonton. Dari kebebasan ekspresi gerak inilah

50
gagasan mementaskan pertunjukan dengan berbasis gerak secara
mandiri muncul.

Gb.34 Pertunjukan teater gerak

Teater gerak yang paling populer dan bertahan sampai saat ini
adalah pantomim. Sebagai pertunjukan yang sunyi (karena tidak
menggunakan suara), pantomim mencoba mengungkapkan ekspresinya
melalui tingkah polah gerak dan mimik para pemainnya. Makna pesan
sebuah lakon yang hendak disampaikan semua ditampilkan dalam
bentuk gerak. Tokoh pantomim yang terkenal adalah Etienne Decroux
dan Marcel Marceau, keduanya dari Perancis.

4.4 Teater Dramatik
Istilah dramatik digunakan untuk menyebut pertunjukan teater
yang berdasar pada dramatika lakon yang dipentaskan. Dalam teater
dramatik, perubahan karakter secara psikologis sangat diperhatikan dan
situasi cerita serta latar belakang kejadian dibuat sedetil mungkin.
Rangkaian cerita dalam teater dramatik mengikuti alur plot dengan ketat.
Mencoba menarik minat dan rasa penonton terhadap situasi cerita yang
disajikan. Menonjolkan laku aksi pemain dan melengkapinya dengan
sensasi sehingga penonton tergugah. Satu peristiwa berkaitan dengan
peristiwa lain hingga membentuk keseluruhan lakon. Karakter yang
disajikan di atas pentas adalah karakter manusia yang sudah jadi, dalam

51
artian tidak ada lagi proses perkembangan karakter tokoh secara
improvisatoris (Richard Fredman, Ian Reade: 1996). Dengan segala
konvensi yang ada di dalamnya, teater dramatik mencoba menyajikan
cerita seperti halnya kejadian nyata.

Gb.35 Gaya pementasan teater dramatik

4.5 Teatrikalisasi Puisi
Pertunjukan teater yang dibuat berdasarkan karya sastra puisi.
Karya puisi yang biasanya hanya dibacakan dicoba untuk diperankan di
atas pentas. Karena bahan dasarnya adalah puisi maka teatrikalisasi
puisi lebih mengedepankan estetika puitik di atas pentas. Gaya akting
para pemain biasanya teatrikal. Tata panggung dan blocking dirancang
sedemikian rupa untuk menegaskan makna puisi yang dimaksud.
Teatrikalisasi puisi memberikan wilayah kreatif bagi sang seniman karena
mencoba menerjemahkan makna puisi ke dalam tampilan laku aksi dan
tata artistik di atas pentas.




52
5. Gaya Pementasan
Gaya dapat didefinisikan sebagai corak ragam penampilan sebuah
pertunjukan yang merupakan wujud ekspresi dari:
Cara pribadi sang pengarang lakon dalam menerjemahkan cerita
kehidupan di atas pentas
Konvensi atau aturan-aturan pementasan yang berlaku pada
masa lakon ditulis.
Konsep dasar sutradara dalam mementaskan lakon yang dipilih
untuk menegaskan makna tertentu.
Gaya penampilan pertunjukan teater secara mendasar dibagi ke dalam
tiga gaya besar, yaitu presentasional, representasional (realisme), dan
post-realistic (Mar Mc Tigue, 1992).

5.1 Presentasional
Hampir semua teater klasik menggunakan gaya ini dalam
pementasannya. Gaya Presentasional memiliki ciri khas, pertunjukan
dipersembahkan khusus kepada penonton. Bentuk-bentuk teater awal
selalu menggunakan gaya ini karena memang sajian pertunjukan mereka
benar-benar dipersembahkan kepada penonton. Yang termasuk dalam
gaya ini adalah.
Teater Klasik Yunani dan Romawi
Teater Timur (Oriental) termasuk teater tradisional Indonesia
Teater abad pertengahan
Commedia dellarte, teater abad 18


Gb. 36 Gaya pementasan teater presentasional


53
Unsur-unsur gaya presentasional adalah sebagai berikut.
Para pemain bermain langsung di hadapan penonton. Artinya,
karya seni pemeranan yang ditampilkan oleh para aktor di atas
pentas benar-benar disajikan kepada khalayak penonton
sehingga bentuk ekspresi wajah, gerak, wicara sengaja
diperlihatkan lebih kepada penonton daripada antarpemain.
Gerak para pemain diperbesar (grand style), menggunakan
wicara menyamping (aside), dan banyak melakukan soliloki
(wicara seorang diri).
Menggunakan bahasa puitis dalam dialog dan wicara.
Beberapa lakon yang biasa dan dapat dipentaskan dengan gaya
presentasional, di antaranya adalah.
Romeo and Juliet, Piramus dan Thisbi, Raja Lear, Machbeth
(William Shakespeare)
Akal Bulus Scapin, Tartuff, Tabib Gadungan (Moliere)
Oidipus (Sopokles)
Epos dan Roman Sejarah yang biasa dipentaskan dalam teater
tradisonal Indonesia


5.2 Representasional (realisme)
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada
abad 19, bersama itu pula teknik tata lampu dan tata panggung maju
pesat sehingga para seniman teater berusaha dengan keras untuk
mewujudkan gambaran kehidupan di atas pentas. Perwujudan dari usaha
ini melahirkan gaya yang disebut representasional atau biasa disebut
realisme. Gaya ini berusaha menampilkan kehidupan secara nyata di
atas pentas sehingga apa yang disaksikan oleh penonton seolah-olah
bukanlah sebuah pentas teater tetapi potongan cerita kehidupan yang
sesungguhnya. Para pemain beraksi seolah-olah tidak ada penonton
yang menyaksikan. Tata artistik diusahakan benar-benar menyerupai
situasi sesungguhnya di mana lakon itu berlangsung.
Gaya realisme sangat mempesona karena berbeda sekali dengan
gaya presentasional. Para penonton tak jarang ikut hanyut dalam laku
cerita sehingga mereka merasakan bahwa apa yang terjadi di atas
pentas adalah kejadian sesungguhnya. Unsur-unsur gaya
representasional adalah sebagai berikut.
Aktor saling bermain di antara mereka, beranggapan seolah-olah
penonton tidak ada sehingga mereka benar-benar memainkan
sebuah cerita seolah-olah sebuah kenyataan.
Menciptakan dinding keempat (the fourth wall) sebagai pembatas
imajiner antara penonton dan pemain.
Konvensi seperti wicara menyamping (aside) dan soliloki sangat
dibatasi.
Menggunakan bahasa sehari-hari.

54


Gb.37 Gaya pementasan teater representasional

Beberapa lakon yang biasa dan dapat dipentaskan dengan gaya
representasional, di antaranya adalah:
Kebun Cherry, Burung Manyar, Penagih Hutang, Pinangan
(Anton Chekov)
Hedda Gabbler, Hantu-hantu, Musuh Masyarakat (Henrik Ibsen)
Senja Dengan Dua Kelelawar, Penggali Intan, Penggali Kapur
(Kirdjomuljo)
Titik-titik Hitam (Nasjah Djamin)
Tiang Debu, Malam Jahanam (Motinggo Boesje)
Dalam perkembangannya gaya representasional atau realisme ini
melahirkan gaya-gaya baru yang masih berada dalam ruang lingkupnya
yaitu; naturalisme, realisme selektif, dan realisme sugestif (Mary
McTigue, 1992).
Naturalisme merupakan sub gaya realisme yang paling ekstrim.
Gaya ini menghendaki sajian pertunjukan yang benar-benar mirip dengan
kenyataan. Setiap detil dan struktur tata panggung harus benar-benar
mirip seperti aslinya sehingga panggung merupakan potret kehidupan
sesungguhnya. Naturalisme, selain menuntut pendekatan ilmiah, juga
percaya bahwa kondisi manusia amat ditentukan oleh faktor lingkungan
dan keturunan. Dalam prakteknya kaum naturalisme banyak
mengungkapkan kemerosotan dan kebobrokan masyarakat golongan
bawah. Drama-drama mereka penuh dengan kebusukan manusia dan
hal-hal yang tidak menyenangkan dalam kehidupan. Panggung harus

55
menggambarkan kenyataan sebenarnya yang mereka ambil dari
kehidupan nyata.
Tokoh naturalisme yang sangat penting ialah Emile Zola. Ia berkata
bahwa Bukan drama, tetapi kehidupan yang harus disajikan pada
penonton. Sebagai gerakan teater, naturalisme hanya hidup sampai
tahun 1900 setelah itu hanya realisme yang semakin berpengaruh seiring
dengan perkembangan teknologi terutama kelistrikan yang dapat
digunakan untuk menunjang teknik pemanggungan.
Realisme selektif, merupakan cabang gaya realisme yang memilih
atau menyeleksi detil tertentu dan digabungkan dengan unsur-unsur
simbolik dalam menyajikan keseluruhan tata ruang yang ada di atas
pentas. Misalnya, dinding, pintu, dan jendela dibuat seperti aslinya, tetapi
atap rumah hanya dtampilkan dalam bentuk kerangka. Sedangkan dalam
realisme sugestif menggunakan bagian-bagian dari bangunan atau ruang
yang dipilih dan ditampilkan secara mendetil untuk memberikan
gambaran sugestif bentuk keseluruhannya. Misalnya, satu tiang
ditampilkan untuk memberikan gambaran ruang istana dengan bantuan
tata lampu yang mendukung, selebihnya adalah imajinasi.

5.3 Gaya Post-Realistic
Dalam abad 20, seniman seni teater melakukan banyak usaha untuk
membebaskan seni teater dari batasan-batasan konvensi tertentu
(presentasional dan representasional) dan berusaha memperluas
cakrawala kreativitas baik dari sisi penulisan lakon maupun
penyutradaraan. Gaya ini membawa semangat untuk melawan atau
mengubah gaya realisme yang telah menjadi konvensi pada masa itu.
Setiap seniman memiliki caranya tersendiri dalam mengungkapkan rasa,
gagasan, dan kreasi artistiknya. Banyak percobaan dilakukan sehingga
pada masa tahun 1950-1970 di Eropa dan Amerika gaya ini dikenal
sebagai gaya teater eksperimen. Meskipun pada saat ini banyak teater
yang hadir dengan gaya realisme tetapi kecenderungan untuk melahirkan
gaya baru masih saja lahir dari tangan-tangan kreatif pekerja seni teater.
Banyak gaya yang dapat digolongkan dalam post-realistic, beberapa di
antaranya sangat berpengaruh dan banyak di antaranya yang tidak
mampu bertahan lama. Unsur-unsur gaya post-realistic di antaranya,
adalah.
Mengkombinasikan antara unsur presentasional dan repre-
sentasional.
Menghilangkan dinding keempat (the fourth wall), dan terkadang
berbicara langsung atau kontak dengan penonton.
Bahasa formal, sehari-hari, puitis digabungkan dengan beberapa
idiom baru atau dengan bahasa slank.



56



Beberapa gaya post-realistic yang berpengaruh adalah:
Simbolisme, sebuah gaya yang menggunakan simbol-simbol untuk
mengungkapkan makna lakon atau ekspresi dan emosi tertentu.
Meskipun pada awalnya gaya ini muncul tahun 1180 di Perancis,
namun baru memegang peranan berarti pada tahun 1900.
Simbolisme tidak terlalu mempercayai kelima panca indera dan
pemikiran rasional untuk memahami kenyataan. Intuisi dipercayai
untuk memahami kenyataan karena kenyataan tak dapat dipahami
secara logis, maka kebenaran itu juga tidak mungkin diungkapkan
secara logis pula. Kenyataan yang hanya dapat dipahami melalui
intuisi itu harus diungkapkan dalam bentuk simbol-simbol. Untuk
keperluan tersebut gaya ini mencoba mensintesiskan beberapa
cabang seni dalam pertunjukan seperti seni rupa (lukisan), musik, tata
lampu, seni tari, dan unsur seni visual lain. Simbolisme sering juga
disebut sebagai teater multi media.

Gb.38 Simbolisme

Teatrikalisme, mencoba menarik perhatian penonton secara
langsung dan menyadarkan mereka bahwa yang mereka tonton
adalah pertunjukan teater dan bukan penggal cerita kehidupan seperti

57
dalam gaya realisme. Sengaja menghapus dinding keempat,
menggunakan properti imajiner atau tata dekorasi yang berganti-ganti
di hadapan penonton.

Surealisme, sebuah gaya yang mendapat pengaruh dari
berkembangnya teori psikologi Sigmund Freud dalam usahanya untuk
mengekspresikan dunia bawah sadar manusia melalui simbol-simbol
mimpi, penyimpangan watak atau kejiwaan manusia, dan asosiasi
bebas gagasan. Gaya ini begitu menarik karena penonton seolah
dibawa ke alam lain atau dunia mimpi yang terkadang muskil, tetapi
hampir bisa dirasakan dan pernah dialami oleh semua orang.


Gb.39 Pentas teater surealis

Ekspresionisme, istilah ini diambil dari gerakan seni rupa pada akhir
abad 19 yang dipelopori oleh pelukis Van Gogh dan Gauguin. Namun
gerakan itu kemudian meluas pada bentuk-bentuk seni yang lain
termasuk teater. Ekspresionisme sudah ada dalam teater jauh
sebelum masa itu, hanya masih merupakan salah satu elemen saja
dalam teater. Sebagai suatu gerakan teater, ia baru muncul tahun
1910 di Jerman. Sukses pertama teater ekspresionisme dicapai oleh
Walter Hasenclever pada tahun 1914 dengan dramanya Sang Anak.
Adapun puncak gerakan ini terjadi sekitar tahun 1918 (pada saat
Perang Dunia I) dan mulai merosot tahun 1925. Meskipun mula-mula
ekspresionisme berkembang di Eropa, terutama selama Perang
Dunia I (1914-1918), namun pengaruhnya menjangkau ke luar Eropa
dan dalam masa yang lebih kemudian. Beberapa dramawan Amerika
yang terpengaruh oleh gerakan ekspresionisme adalah Elmer Rice,

58
Eugene Oneill, Marc Connelly, dan George Kaufman. Pengaruh ini
terutama nampak dalam tata panggung dan elemen visual yang lebih
bebas diatasnya, adegan mimpi dalam lokal realistis, misalnya adalah
salah satu bentuk kebebasan itu. Jadi teknik dramatik dan
pendekatan-pendekatannya dalam pemanggungan merupakan
pengaruh besar ekspresionisme dalam teater abad 20.


Gb.40 Gaya pementasan teater epik

Teater Epik, disebut juga sebagai teater pembelajaran. Gaya ini
menolak gaya realisme, empati, dan ilusi dalam usahanya
mengajarkan teori atau pernyataan sosio-politis melalui penggunaan
narasi, proyeksi, slogan, lagu, dan bahkan terkadang melalui kontak
langsung dengan penonton. Gaya ini sering juga disebut teater
observasi. Tokoh yang terkenal dalam gaya ini adalah Bertold
Brecht. Teater epik digunakan oleh Brecht untuk melawan apa yang
lazim disebut sebagai teater dramatik. Teater dramatik yang
konvensional ini dianggapnya sebagai sebuah pertunjukan yang
membuat penonton terpaku pasif. Sebab semua kejadian disuguhkan
dalam bentuk masa kini seolah-olah masyarakat dan waktu tidak
pernah berubah. Dengan demikian ada kesan bahwa kondisi sosial
tak bisa berubah. Brecht berusaha membuat penontonnya ikut aktif
berpartisipasi dan merupakan bagian vital dari peristiwa teater.

Absurdisme, gaya yang menyajikan satu lakon yang seolah tidak
memiliki kaitan rasional antara peristiwa satu dengan yang lain,
antara percakapan satu dengan yang lain. Unsur-unsur Surealisme
dan Simbolisme digunakan bersamaan dengan irrasionalitas untuk
memberikan sugesti ketidakbermaknaan hidup manusia serta

59
kepelikan komunikasi antarsesama. Drama-drama yang kini disebut
absurd, pada mulanya dinamai eksistensialisme. Persoalan
eksistensialisme adalah mencari arti eksistensi atau ada. Apa
akibat arti itu bagi kehidupan sehari-hari? Pencarian makna ada ini
berpusat pada diri pribadi sang manusia dan keberadaannya di dunia.
Dua tokoh eksistensialis yang terkemuka adalah Jean Paul Sartre
(1905) dan Albert Camus (1913-1960). Para dramawan setelah Sartre
dan Camus lebih banyak menekankan bentuk absurditas dunia itu
sendiri. Objek absurd itu mereka tuangkan dalam bentuk teater yang
absurd pula. Tokoh-tokoh Teater Absurd di antaranya, adalah Samuel
Beckett, Jean Genet, Harold Pinter, Edward Albee, dan Eugene
Ionesco.


Gb.41 Pementasan teater absurd

60
BAB II
LAKON

Teater memiliki sekurang-kurangnya empat unsur penting dalam
setiap pementasan, yaitu pertama, lakon atau cerita yang ditampilkan,
bisa berwujud sebuah naskah atau skenario tertulis, skenario tak tertulis
(dalam teater kerakyatan). Kedua, pemain adalah orang yang
membawakan lakon tersebut. Ketiga, sutradara sebagai penata
pertunjukan di panggung. Keempat, penonton adalah sekelompok orang
yang menyerahkan sebagian dari kemerdekaannya untuk menjadi bagian
dari tokoh yang tampil dalam suatu lakon dan menikmatinya.
Lakon ditulis oleh seorang penulis naskah lakon berdasarkan apa
yang dilihat, apa yang dialami, dan apa yang dibaca atau diceritakan
kepadanya oleh orang lain. Penulis kemudian menyusun rangkaian
kejadian, semakin lama semakin rumit, sehingga pada puncaknya masuk
ke dalam penyelesaian cerita. Penting sekali bahwa dalam menyusun
kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa seorang penulis haruslah
bersabar untuk melangkah dari satu kejadian ke kejadian lain dalam
suatu perkembangan yang logis, tetapi semakin lama semakin gawat
sehingga akhirnya ia sampai ke puncak yang disebut klimaks.
Dalam lakon akan dijumpai dua hal yang sangat penting, yaitu
pertama, konflik. Kedua, tokoh atau peran yang terlibat dalam kejadian-
kejadian dalam lakon. Peristiwa atau kejadian dibuat oleh penulis naskah
sebagai kerangka besar yang mendasari terjadinya suatu lakon. Peristiwa
lakon tersebut menuntun seseorang untuk mengikuti laku kejadian mulai
dari pemaparan, konlfik hingga penyelesaian. Konflik dalam lakon
merupakan inti cerita. Tidaklah menarik sebuah cerita disajikan di atas
panggung tanpa adanya konflik. Konflik dalam lakon bisa rumit bisa juga
sederhana. Gagasan utama atau pesan lakon termaktub dalam konflik
yang merupakan pertentangan antara satu pihak terhadap pihak lain
mengenai sesuatu hal. Jalinan cerita menuju konflik dan cara
penyelesainnya inilah yang menjadikan lakon menarik.
Tidak ada acuan yang pasti terhadap konflik dalam lakon yang
dapat membuat cerita menjadi menarik. Terkadang konflik yang kecil dan
sederhana jika diselesaikan secara cerdas akan membuat penonton
takjub. Sementara, konflik yang berat, berliku, dan bercabang-cabang jika
tidak disajikan secara baik justru akan membosankan dan membuat laku
lakon menjadi lamban. Jadi, kalau ada anggapan bahwa semakin rumit
konflik lakon semakin menarik adalah anggapan yang salah, karena
peristiwa yang mengarahkan cerita kepada konflik membutuhkan tokoh
sebagai pelaku. Tokoh adalah orang yang menghidupkan kejadian atau
peristiwa yang dibuat oleh penulis naskah. Jadi dalam lakon ada dua hal
penting yang diciptakan oleh seorang penulis lakon, yaitu konflik dan
tokoh yang terlibat dalam kejadian.

61
Penulis lakon dalam menciptakan kejadian yang bertolak dari
suatu cerita mungkin tidak akan mengalami kesulitan. Akan tetapi,
mencipta seorang tokoh yang logis dengan latar belakang masa lampau,
hari ini, cita-cita, dan pandangannya bukan suatu hal yang gampang.
Seorang tokoh yang tidak masuk akal biasanya tidak akan dimengerti
atau dirasakan oleh penonton karena tokoh itu terlalu jauh dari realitas
kehidupan. Seorang penulis dapat menciptakan tokoh dengan
menggunakan kaidah Aristoteles, bahwa realitas adalah prinsip kreatif.
Maka menciptakan kembali prinsip kreatif yang lebih sempurna dari yang
ada atau dengan kata lain menciptakan manusia sebagaimana
seharusnya bukan sebagaimana adanya adalah suatu kreativitas yang
tidak menyimpang dari realitas itu sendiri. Hal ini biasanya digunakan
oleh penulis lakon dalam mencipta tokoh-tokoh yang karikatural, yang
aneh tetapi masuk akal.
Naskah lakon atau biasa disebut skenario adalah hal pertama
yang berperan sebelum sampai ke tangan sutradara dan para pemeran.
Naskah lakon merupakan penuangan ide cerita ke dalam alur cerita dan
susunan lakon. Seorang penulis lakon dalam proses berkarya biasanya
bertolak dari sebuah tema. Tema itu kemudian disusun dan
dikembangkan menjadi sebuah cerita yang terdiri dari peristiwa-peristiwa
yang memiliki alur yang jelas dan tokoh-tokoh yang berkarakter.
Meskipun sebuah naskah lakon bisa ditulis sekehendak penulis, tetapi
harus memperhitungkan atau berpegang pada asas kesatuan (unity).
Aristoteles (384-322 SM) menggariskan tiga asas kesatuan dalam
teater, yaitu asas kesatuan waktu, tempat, dan lakon. Seni teater adalah
seni ephemeral artinya pertunjukan bermula pada suatu malam dan
berakhir pada malam yang sama. Karena peristiwa-peristiwa yang
ditampilkan di atas pentas menggambarkan kejadian-kejadian yang
berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan selesai dalam waktu
yang singkat maka harus jelas karakteristiknya, bagian awal, bagian
tengah, dan bagian akhir.


1. Tema
Tema ada yang menyebutnya sebagai premis, root idea, thought,
aim, central idea, goal, driving force dan sebagainya. Seorang penulis
terkadang mengemukakan tema dengan jelas tetapi ada juga yang
secara tersirat. Akan tetapi, tema harus dirumuskan dengan jelas, karena
tema merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh seorang penulis
lakon. Ketika tema tidak terumuskan dengan jelas maka lakon tersebut
akan kabur dan tidak jelas apa yang hendak disampaikan.
Pengarang atau penulis lakon menciptakan sebuah lakon bukan
hanya sekedar mencipta, tetapi juga menyampaikan suatu pesan tentang
persoalan kehidupan manusia. Pesan itu bisa mengenai kehidupan
lahiriah maupun batiniah. Keunggulan dari seorang pengarang ialah, dia
mempunyai kepekaan terhadap lingkungan sekelilingnya, dan dari

62
lingkungan tersebut dia menyerap segala persoalan yang menjadi ide-ide
dalam penulisan lakonnya. Pengarang adalah seorang warga masyarakat
yang tentunya mempunyai pendapat tentang masalah-masalah politik
dan sosial yang penting serta mengikuti isu-isu zamannya (Rene Wellek
dan Austin Warren, 1989). Ide-ide, pesan atau pandangan terhadap
persoalan yang ada dijadikan ide sentral atau tema dalam menulis
naskah lakonnya.
Tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh
pengarang atau penulis melalui karangannya (Gorys Keraf, 1994). Tema
bisa juga disebut muatan intelektual dalam sebuah permainan, ini
mungkin bisa diuraikan sebagai keseluruhan pernyataan dalam sebuah
permainan: topik, ide utama atau pesan, mungkin juga sebuah keadaan
(Robert Cohen, 1983). Adhy Asmara (1983) menyebut tema sebagai
premis yaitu rumusan intisari cerita sebagai landasan ideal dalam
menentukan arah tujuan cerita. Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan
bahwa tema adalah ide dasar, gagasan atau pesan yang ada dalam
naskah lakon dan ini menentukan arah jalannya cerita.
Tema dalam naskah lakon ada yang secara jelas dikemukakan
dan ada yang samar-samar atau tersirat. Tema sebuah lakon bisa
tunggal dan bisa juga lebih dari satu. Tema dapat diketahui dengan dua
cara :
Apa yang diucapkan tokoh-tokohnya melalui dialog-dialog yang
disampaikan.
Apa yang dilakukan tokoh-tokohnya.
Dengan berpedoman dua hal tersebut analisis tema lakon dapat
dikerjakan. Misalnya, lakon Raja Lear karya William Shakespeare
terjemahan Trisno Sumardjo.
Dialog yang disampaikan tokoh dapat dijadikan acuan untuk
menganalisis tema lakon. Masing-masing tokoh mengucapkan kalimat
dialognya. Dari dialog tersebut dapat diketahui perihal atau soalan yang
dibahas. Dengan merangkai setiap persoalan melalui dialog para
tokohnya maka gambaran tema akan didapatkan. Detil tema selalu dapat
ditemukan dari baris-baris kalimat dialog tokoh cerita. Semua analisis
lakon dikerjakan dengan mencermati kalimat dialog tersebut serta
hubungan antara kalimat satu dengan yang lain. Jika hanya membaca
cerita secara keseluruhan tanpa meninjau kalimat dialog dengan teliti
maka hasil akhir dari analisis yang dilakukan belum tentu benar. Kadang-
kadang, dialog kecil memiliki arti yang luas dan sanggup mempengaruhi
tema cerita. Misalnya, dalam kalimat dialog Raja Lear dapat ditarik satu
simpulan bahwa meskipun sebagai raja ia disegani oleh anak-anaknya,
tetapi karena sikapnya yang keras maka ia juga dibenci. Perhatikan
kutipan dialog di bawah ini.



63
LEAR : .. kendalikan lidahmu sedikit; nanti
kuhambat untungmu.

LEAR : . Sekarang kulempar tiap kewajiban
orang tua, tiap pertalian keluarga dan darah; mulai
kini sampai selamanya kaulah asing bagiku dan
bagi hatiku.

KENT : Silakan. Bunuhlah tabib tuan, supaya hama jahat
berupah. Batalkan anugerah tuan; kalau tidak,
rangkung saya berteriak meyerukan tuanlah
lalim

RAJA PERANCIS : Cordelia jelita, ternyata paling kaya meski miskin;
terpillih meski, meski dibuang; tercinta meski
dihina................

CORDELIA : Andaikan bukan seorang ayah, namun uban ini
sudah menuntut belas-kasih. Ah wajah benginikah
dipaksa menempuh pergolakan badai? Dan
melawan guntur bercakra garang, petir dahsyat
yang pesat,, cepat menyambar-nyabar? Bagai
prajurit yang terbuang, berjaga dengan topi tipis
ini? Anjing musuhku pun, walau menggigit aku, di
malam begitu takkan kuusir untuk dari tempat
berdiang.

Melalui laku atau aksi tokoh dalam lakon yang biasanya
diterangkan (dituliskan) dalam arahan lakon gambaran tema semakin
jelas. Laku aksi memberikan penegasan kalimat dialog. Dalam lakon Raja
Lear, laku tokoh dapat memberikan penjelasan sebagai berikut.
Raja Lear membagi kerajaan pada ketiga anaknya sesuai
dengan pujian yang disampaikan anaknya.
Raja Lear murka pada Cordelia karena tidak memujinya.
Raja Lear marah-marah ketika tidak dilayani hidupnya pada
anak yang semula disayangi.
Raja Lear marah-marah dan mengusir bawahannya ketika ada
yang menentang.
Anak-anak Raja Lear yang disayangi berubah memusuhi orang
tuanya sehingga Raja Lear sakit.
Dari kutipan dialog dan laku serta perbuatan tokoh dalam lakon Raja Lear
di atas bisa ditarik sebuah kejelasan bahwa Raja Lear adalah orang yang
gila hormat, tidak bijaksana, lalim, dan harus dipuji. Atas sikapnya itu
Raja Lear menuai hasil, yaitu kehancuran diri dan keluarganya.




64
2. Plot
Plot (ada yang menyebutnya sebagai alur) dalam pertunjukan
teater mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini berhubungan
dengan pola pengadeganan dalam permainan teater, dan merupakan
dasar struktur irama keseluruhan permainan. Plot dapat dibagi
berdasarkan babak dan adegan atau berlangsung terus tanpa
pembagian. Plot merupakan jalannya peristiwa dalam lakon yang terus
bergulir hinga lakon tersebut selesai. Jadi plot merupakan susunan
peristiwa lakon yang terjadi di atas panggung.
Plot menurut Panuti Sudjiman dalam bukunya Kamus Istilah
Sastra (1984) memberi batasan adalah jalinan peristiwa di dalam karya
sastra (termasuk naskah drama atau lakon) untuk mencapai efek-efek
tertentu. Pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu)
dan oleh hubungan kausal (sebab-akibat). Plot atau alur adalah
rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang
menggerakkan jalan cerita melalui perumitan (penggawatan atau
komplikasi) ke arah klimaks penyelesaian. Menurut J.A. Cuddon dalam
Dictionary of Literaray Terms (1977), plot atau alur adalah kontruksi atau
bagan atau skema atau pola dari peristiwa-peristiwa dalam lakon, puisi
atau prosa dan selanjutnya bentuk peristiwa dan perwatakan itu
menyebabkan pembaca atau penonton tegang dan ingin tahu. Plot atau
alur menurut Hubert C. Heffner, Samuel Selden dan Hunton D. Sellman
dalam Modern Theatre Practice (1963), ialah seluruh persiapan dalam
permainan. Jadi plot berfungsi sebagi pengatur seluruh bagian
permainan, pengawas utama dimana seorang penulis naskah dapat
menentukan bagaimana cara mengatur lima bagian yang lain, yaitu
karakter, tema, diksi, musik, dan spektakel. Plot juga berfungsi sebagai
bagian dasar yang membangun dalam sebuah teater dan keseluruhan
perintah dari seluruh laku maupun semua bagian dari kenyataan teater
serta bagian paling penting dan bagian yang utama dalam drama atau
teater.
Pembagian plot dalam lakon klasik atau konvensional biasanya
sudah jelas yaitu, bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Seorang
penulis seringkali meletakkan berbagai informasi penting pada bagian
awal lakon, misalnya tempat lakon tersebut terjadi, waktu kejadiannya,
pelaku-pelakunya, dan bagaimana peristiwa itu terjadi. Pada bagian
tengah biasanya berisi tentang kejadian-kejadian yang bersangkut paut
dengan masalah pokok yang telah disodorkan kepada penonton dan
membutuhkan jawaban. Bagian akhir berisi tentang satu persatu
pertanyaan penonton terjawab atau sebuah lakon telah mencapai klimaks
besar.
Pembagian plot terkadang menggunakan tipe sebab akibat yang
dibagi dalam lima pembagian. Bagian-bagian itu antara lain.
Eksposisi adalah saat memperkenalkan dan membeberkan
materi-materi yang relevan atau memberi informasi pada

65
penonton tentang masalah yang dialami atau konflik yang terjadi
dalam diri karakter-karakter yang ada di lakon.
Aksi Pendorong adalah saat memperkenalkan sumber konflik di
antara karakter-karakter atau di dalam diri seorang karakter.
Krisis adalah penjelasan yang terperinci dari perjuangan
karakter-karakter atau satu karakter untuk mengatasi konflik.
Klimaks adalah proses identifikasi atau proses pengusiran dari
rasa tertekan melalui perbuatan yang mungkin saja sifatnya
jahat, atau argumentative atau kejenakaan atau melalui cara-cara
lain.
Resolusi adalah proses penempatan kembali kepada suasana
baru. Bagian ini merupakan kejadian akhir dari lakon dan
terkadang memberikan jawaban atas segala persoalan dan
konflik-konflik yang terjadi.

Contoh : Plot dari lakon Raja Lear karangan William Shakespeare
terjemahan Trisno Sumardjo adalah sebagai berikut.

Raja Lear hendak membagi kerajaan menjadi tiga bagian dengan
syarat anak-anaknya harus mengungkapkan rasa cintanya.
Anaknya yang ketiga yaitu Cordelia tidak mengungkapkan rasa
cintanya tetapi jujur akhirnya tidak mendapatkan bagian dan
dipersunting oleh raja Perancis.
Raja Lear tidak diterima oleh anak-anaknya dan murka serta
pergi ke luar kerajaan mengembara ditemani oleh badut.
Sementara dalam kerajaan mulai ada intrik antara adipati-adipati
dan kemungkinan terjadi perang.
Raja Lear yang terusir dari kerajaan sampai di padang tandus
dan murka mengutuk anak-anaknya yang semula sangat
disayangi dan mendapat bagian kerajaan. Raja Lear sangat
terguncang batinnya dan mulai gila.
Raja Lear semakin gila dan nasibnya sangat menyedihkan.
Sementara adipati-adipati sudah mulai peperangan. Anak-
anaknya sudah saling membunuh dan Raja Lear menjadi
tawanan menantunya sendiri.
Raja Lear sudah tidak bisa menahan kesedihannya karena
melihat ketiga anaknya mati, dan akhirnya ikut meninggal juga.
Semua intrik mulai terbongkar dan selesai

Plot dari lakon Hamlet karya William Shakespeare adalah sebagai
berikut.

Hamlet menuruti semua perintah Jisim dan bersumpah akan
menuruti kehendak Jisim yang merupakan banyangan roh
bapaknya.

66
Kemudian Hamlet berhasil mengelabuhi Claudius dengan
menggunakan Polonius, Rosen Crantz, Guildernstern bahkan
Opelia pacarnya untuk memata-matai niatnya yang sebenarnya,
dia menggunakan pertunjukan teater sebagai tempat pengakuan
Raja.
Pementasan dalam pertunjukan itu memang berhasil
mengungkap pengakuan Raja sehingga Hamlet mendapat
kesempatan untuk membunuhnya pada saat Raja sedang berdoa
tetapi Hamlet tidak mau melaksanakannya.
Hamlet menemukan tempat yang tepat untuk membunuh Raja
yaitu, dibalik tirai dikamar ibunya. Hamlet tidak sadar bahwa sang
Raja sedang berdoa ditempat lain sehingga yang terbunuh
dikamar ibunya adalah Polonius.
Karena membunuh Polonius, Hamlet dianggap gila dan dibuang
ke Inggris.
Setelah pulang dari Inggris Hamlet berduel dengan Laertes dan
terakhir membunuh Claudius.
Di akhir cerita, semua tokoh yang ada dalam lakon mati.


2.1 Jenis Plot
Ketika kita menonton atau melihat atau membaca sebuah lakon
fiksi maka emosi kita akan terpengaruh dengan apa yang kita tonton, lihat,
atau baca tersebut. Emosi ini timbul karena terpengaruh oleh jalinan
peristiwa-peristiwa dan jalannya cerita yang ditulis oleh penulis. Jalinan
peristiwa dan jalannya cerita inilah yang dimaksud dengan plot. Plot lakon
banyak sekali ragamnya tergantung dari penulis lakon mempermainkan
emosi kita. Secara sederhana plot dapat dibagi menjadi dua yaitu simple
plot (plot yang sederhana) dan multi plot (plot yang lebih dari satu)

2.1.1 Simple Plot
Simple plot atau plot lakon yang sederhana adalah lakon yang
memiliki satu alur cerita dan satu konflik yang bergerak dari awal sampai
akhir. Simple plot ini terdiri dari plot linear dan linear-circular. Plot linear
adalah alur cerita mulai dari awal sampai akhir cerita bergerak lurus
sedangkan linear-circular adalah alur cerita mulai dari awal sampai akhir
bergerak lurus secara melingkar sehingga awal dan akhir cerita akan
bertemu dalam satu titik. Alur linear ini masih bisa dibagi-bagi lagi sesuai
dengan sifat emosi yang terkandung dari plot linear ini, terdiri dari alur
menanjak atau rising plot, alur menurun atau falling plot, alur maju atau
progressive plot, alur mundur atau regressive plot, alur lurus atau straight
plot, dan alur melingkar atau circular plot.
Alur menanjak atau rising plot adalah alur dengan emosi lakon
mulai dari tingkat emosi yang paling rendah menuju tingkat emosi lakon
yang paling tinggi. Alur ini adalah alur cerita paling umum pada alur

67
lakon. Alur menurun atau falling plot adalah alur dengan emosi lakon
mulai dari tingkat emosi yang paling tinggi menuju tingkat emosi lakon
yang paling rendah. Alur ini merupakan kebalikan dari alur menanjak atau
rising plot. Alur maju atau progresive plot adalah alur cerita yang dimulai
dari pemaparan peristiwa lakon sampai menuju inti peristiwa lakon.
Jalinan jalan cerita dalam lakon bergerak mulai dari awal sampai akhir
tanpa ada kilas balik. Alur mundur atau regresive plot adalah alur cerita
yang dimulai dari inti cerita kemudian dipaparkan bagaimana sampai
terjadi peristiwa tersebut. Alur ini merupakan kebalikan dari progressive
plot. Contoh lakon dengan alur mundur adalah Opera Primadona karya
Nano Riantiarno yang dimainkan oleh Teater Koma. Alur lurus atau
straight plot hampir sama dengan alur maju.


2.1.2 Multi Plot
Multi plot adalah lakon yang memiliki satu alur utama dengan
beberapa sub plot yang saling bersambungan. Multi plot ini terdiri dari
dua tipe yaitu alur episode atau episodic plot dan alur terpusat atau
concentric plot. Alur episode atau episodic plot adalah plot cerita yang
terdiri dari bagian perbagian secara mandiri, di mana setiap episode
memiliki alur cerita sendiri. Setiap episode dalam lakon tersebut
sebenarnya tidak ada hubungan sebab akibat dalam rangkaian cerita,
tema, tokoh. Tetapi pada akhir cerita alur cerita yang terdiri dari episode-
episode ini akan bertemu. Contoh lakon dengan alur episode atau
episodic plot adalah lakon Panembahan Reso karya W.S. Rendra, Raja
Lear karya William Shakespeare dan lain-lain.
Concentric plot adalah cerita lakon yang memiliki beberapa plot
yang berdiri sendiri, dimana pada akhir cerita semua tokoh yang terlibat
dalam cerita yang terpisah tadi akhirnya menyatu guna menyelesaikan
cerita. Plot-plot yang ada dalam cerita tersebut memiliki permasalah yang
harus diselesaikan.


2.2 Anatomi Plot
Menurut Rikrik El Saptaria (2006), plot atau alur cerita merupakan
rangkaian peristiwa yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan
hukum sebab akibat. Plot disusun oleh pengarang dengan tujuan untuk
mengungkapkan buah pikirannya yang secara khas. Pengungkapan ini
lewat jalinan peristiwa yang baik sehingga menciptakan dan mampu
menggerakkan alur cerita itu sendiri. Dengan demikian plot memiliki
anatomi atau bagian-bagian yang menyusun plot tersebut yang disebut
dengan anatomi plot, yakni:

2.2.1 Gimmick
Gimmick adalah adegan awal dari sebuah lakon yang berfungsi
sebagai pemikat minat penonton untuk menyaksikan kelanjutan dari

68
lakon tersebut. Sesuai dengan fungsinya, gimmick biasanya berisi teka-
teki agar penonton penasaran dan menimbulkan rasa ingin tahu
kelanjutan dari adegan tersebut. Maka dari itu gimmick biasanya dikemas
semenarik mungkin. Adegan yang terdapat dalam gimmick merupakan
benang merah dari keseluruhan lakon.
Misalnya, gimmick yang terdapat pada lakon Raja Lear karya
Willliam Shakespeare terjemahan Trisno sumardjo. Adegan yang
disajikan dalam kutipan di bawah ini merupakan awal dari peristiwa-
peristiwa dalam lakon Raja Lear. Bagaimana nantinya Raja Lear
membagi kerajaannya sampai dia terusir dan menderita. Bagaimana
nantinya Edmund memfitnah kakaknya (putra Gloucester yang sah)
sendiri sampai Edgar menjadi buronan. Jika adegan ini dikemas dengan
menarik maka penonton akan penasaran untuk mengetahui bagaimana
kelanjutan dari teka-teki ini.


Sebuah balairung di istana Raja Lear.
Masuk Kent, Gloouscester dan Edmund

KENT : Kusangka baginda lebih menyayangi Adipati
Albany daripada Adipati Cornwall

GLOUCESTER : Kami selalu beranggapan begitu; tapi kini pada
pembagian kerajaan, tak kentara tumenggung
yang mana paling diihargai baginda; sebab
semuannya adil benar timbangannya, hingga
dengan secermat-cermatnya pun kedua pihak tak
sanggup memilih bagian masing-masing.

KENT : Ini putra tuan, bukan?

GLOUCESTER : Asuhannya menjadi tanggunganku. Sering aku
malu mengakui dia, namun kini menjadi biasa.

KENT : Saya tak mengerti

GLOUCESTER : Ibu si anak lebih mengerti tuan dan itu
menyebabkan dia berbadan dua. Ia mempunyai
anak untuk ayunannya, sebelum punya suami
untuk ranjangnya. Tuan bisa mencium
kesalahannya?

KENT : Tak kuharap kesalahan itu batal, sebab kulihat
buahnya baik

GLOUCESTER : Aku juga punya anak lelaki yang sah, tuan, kira-
kira setahun lebih tua dari ini, tapi tak lebih
kuhargai......


69

2.2.2 Fore Shadowing
Fore shadowing adalah bayang-bayang yang mendahului sebuah
peristiwa yang sesungguhnya itu terjadi. Bisa berupa ucapan atau
ramalan seorang tokoh tentang nasib yang akan diderita oleh tokoh lain.
Misalnya, fore shadowing yang terdapat pada lakon Raja Lear karya
William Shakespeare terjemahan Trisno Sumardjo adalah sebagai
berikut.

EDMUND : Itulah kegilaan paling hebat di dunia ini: bila kita
merana dalam kebahagian sering karena mual
pada perbuatan sendiri yang kita salahkan atas
bencana kita ialah matahari, bulan bintang; seolah
kita jadi penjahat karena kodrat, gila karena
paksaan falak; menjadi durjana, mencuri dan
berkhianat karena suasana alam; mabuk, dusta
dan berjinah karena terpaksa tunduk pada
pengaruh suatu planet; dan segala kejahatan kita
karena paksaan dewata

Dalam penggalan naskah lakon di atas diperlihatkan bagaimana tokoh
Edmund yang menjelasakan tentang persitiwa yang sedang terjadi dan di
alami. Peristiwa yang baginya tidak baik dan menentang kebajikan ini
menghasilkan satu ramalan akan akibat-akibat yang bakal terjadi ke
depan. Satu peristiwa yang menjadi sebab dan memunculkan sebuah
akibat di kemudian hari telah dibicarakan sebelumnya oleh Edmund.
kutipan di bawah memberikan penjelasan tersebut.

EDMUND : Percayalah, akibat-akibat yang disebut itu malang
sekali telah terjadi benar-benar; misalnya kejadian
tak fitri antara anak dan orangtuanya,
persahabatan lama yang putus, sengketa dalam
Negara, ancaman dan hasutan terhadap para raja
dan bangsawan, kecurigaan yang tidak beralasan,
pembuangan kawan-kawan, tentara kucar-kacir,
perkawinan retak dan entah apa lagi.

Dalam perjalanan lakon, ramalan dan pikiran yang diucapkan oleh
Edmund ini benar-benar terjadi.


2.2.3 Dramatic Irony
Dramatic irony adalah aksi seorang tokoh yang berkata atau
bertindak sesuatu, dan tanpa disadari akan menimpa dirinya sendiri.
Dalam lakon banyak dijumpai tokoh-tokoh ini, dan biasanya tidak disadari
oleh tokoh tersebut. Misalnya, lakon Oidipus karya Sophocles dimana
Oidipus mencari penyebab bencana yang melanda kerajaannya. Oidipus
memerintahkan untuk menangkap penyebab bencana tersebut dan harus

70
diusir dari kerajaannya. Padahal yang menjadi penyebab tersebut adalah
dirinya sendiri yang membunuh bapaknya dan mengawini ibunya sendiri.
Ucapannya tersebut harus dibuktikan yaitu dengan mengusir dirinya
sendiri dari kerajaan.

Contoh dramatic irony yang ada pada lakon Raja Lear karya William
Shakespeare terjemahan Trisno Sumardjo adalah sebagai berikut.

EDGAR : Agaknya ada penjahat memfitnah aku.

EDMUND : Itulah kukhawatirkan. Jangan lupa, jauhidia
senantiasa. Sampai amarahnya berkurang
nyalanya; datanglah ke kamarku,akan kuatur
hingga dapat kaudengar apa yang dikatakan ayah
kita. Pergilah, ini kunciku. Dan bila keluar,
bawalah senjata.

EDGAR : Senjata?

EDMUND : Nasihatku ini untuk kebaikan kanda; aku boleh
disebut penjahat, kalau tak ada niat orang
menjatuhkan engkau. Kusampaikan padamu apa
yang kulihat dan kudengar; itupun samar-samar,
belum kugambarkan kekejiannya. Pergilah kini

Dalam dialog di atas sebenarnya yang memfitnah dan ingin
mencelakakan Edgar adalah Edmund sendiri, tetapi dengan tipu daya
yang memikat rancangan ini seolah-olah sebuah nasehat. Dramatic irony
ini berfungsi untuk mengaduk-aduk emosi penonton dan seolah-olah
membodohkan tokoh yang menjadi korban dramatic irony. Dalam
dramatik ironi sebenarnya penonton sudah mengetahuinya, tetapi
bagaimana cara yang dilakukan untuk melaksanakannya yang
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran penonton. Dengan
timbulnya tanda tanya ini penonton akan merasa penasaran. Rasa
penasaran inilah yang sebenarnya menjadi tujuan dalam rangkaian
adegan yang sedang berlangsung.


2.2.4 Flashback
Flashback adalah kilas balik peristiwa lampau yang dikisahkan
kembali pada saat ini. Kilas balik ini berfungsi untuk mengingatkan
kembali ingatan penonton pada peristiwa yang telah lampau tetapi masih
dalam satu rangkaian peristiwa lakon. Kilas balik biasanya diceritakan
melalui dialog peran, tetapi kilas balik pada film biasanya berupa nukilan-
nukilan gambar.


71
Misalnya, flashback yang terdapat pada lakon Antigone karya
Sophocles terjemahan Rendra dapat dilihat pada kutipan berikut.

ANTIGONE : Larangan Creon tidak pada tempatnya. Ia
saudaraku. Aku akan menguburnya.

ISMENE : Ya, Dewa! Apakah sudah kamu lupa: betapa
Ayahanda ditindas, dihina dan meninggal dunia?
Betapa ia bertanya dan mengungkapkan dosanya,
kemudian menusuk kedua matanya sendiri
sehingga buta! Dan lalu Jocasta, yang menjadi
istri Namun juga ibunya sendiri itu, mati
menggantung diri! Selanjutnya, kedua saudara
kita, bertengkar, berperang dan saling
berbunuhan. Dan kini, kamu dan aku, tinggal
sendiri. Betapa sempurnanya kemalangan kita,
apabila akhirnya kita berdua binasa kerna
melanggar undang-undang kepala negara.
Antigone, ingatlah, bukankah kita ini wanita? Apa
daya melawan pria? Di dalam keadaan gawat dan
darurat, pria terkuatlah yang mengatasi suasana.
Kita mesti patuh pada perintahnya, betapa pun
keras kedengarnnya. maka sementara
memohon pengertian lepada yang wafat,
menyesal karena harus menahan diri dalam
berbuat, aku akan menyesuaikan diriku dengan
perintah pihak atasan. Apa guna mempertaruhkan
nyawa secara sia-sia?

Seperti diketahui bahwa lakon Oidipus merupakan lakon trilogi (lakon
yang terdiri dari tiga seri atau periode). Dari dialog Ismene di atas
penonton akan mengetahui bagaimana kejadian atau peristiwa yang
menimpa keluarga Oidipus mulai dari lakon Oidipus Sang Raja, Oidipus
di Kolonus, sampai dengan Antigone. Dengan penceritaan latar belakang
peristiwa ini maka penonton bisa merunut perjalanan keluarga Oidipus.


2.2.5 Suspen
Suspen berisi dugaan, dan prasangka yang dibangun dari
rangkaian ketegangan yang mengundang pertanyaan dan keingintahuan
penonton. Suspen akan menumbuhkan dan memelihara keingintahuan
penonton dari awal sampai akhir cerita. Suspen ini biasanya diciptakan
dan dijaga oleh penulis lakon dari awal sampai akhir cerita, supaya
penonton bertanya-tanya apa akibat yang ditimbulkan dari peristiwa
sebelumnya ke peristiwa selanjutnya. Dengan menimbulkan pertanyaan-
pertanyaan ini penonton akan betah mengikuti cerita sampai selesai.
Suspen ini biasanya dibangun melalui dialog-dialog serta laku
para peran yang ada dalam naskah lakon. Kalau pemeran atau sutradara

72
tidak cermat dalam menganalisisnya maka kemungkinan suspen terlewati
dan tidak tergarap dengan baik. Hal ini akan menyebabkan kualitas
pertunjukan dinilai tidak terlalu bagus, karena semuanya sudah bisa
ditebak oleh penonton. Kalau cerita itu bisa ditebak oleh penonton maka
perhatian penonton akan berkurang dan menganggap pertunjukan
tersebut tidak menyuguhkan sesuatu untuk dipikirkan.


2.2.6 Surprise
Surprise adalah suatu peristiwa yang terjadi diluar dugaan
penonton sebelumnya dan memancing perasaan dan pikiran penonton
agar menimbulkan dugaan-dugaan yang tidak pasti. Namun peristiwa
yang diharapkan tersebut, pada akhirnya mengarah ke sesuatu yang
tidak disangka-sangka sebelumnya. Misalnya, dalam lakon Raja Lear
karya William Shakespeare, penonton akan mengira bahwa kedua putri
Raja Lear yang diberi kerajaan akan membahagiakan ayahnya,
sedangkan putri yang diusir akan membencinya. Dalam perjalanan cerita,
kedua putri yang disangka akan membahagiakan malah membencinya
sedangkan putri yang diusir malah mengasihinya.
Surprise dalam lakon di atas memang diperlukan karena dianggap
mampu menegaskan pesan lakon yang akan disampaikan kepada
penonton. Penulis mencoba memberi gambaran-gambaran yang samar
pada sebuah lakon dan gambaran tersebut akan diduga oleh penonton.
Dugaan ini akan menimbulkan rasa ingin tahu, dan rasa ingin tahu ini
yang memikat perhatian penonton untuk menyaksikan cerita tersebut
sampai selesai dengan harapan akan menemukan dan mencocokan
jawaban yang sudah dibayangkan. Keahlian penulis untuk memberi
jawaban inilah yang ditunggu oleh penonton, apakah sesuai dengan
dugaanya atau malah berbeda.


2.2.7 Gestus
Gestus adalah aksi atau ucapan tokoh utama yang beritikad
tentang sesuatu persoalan yang menimbulkan pertentangan atau konflik
antartokoh. Gambaran tentang gestus yang terdapat pada lakon Raja
Lear adalah ketika raja Lear membagi kerajaannya, ini menimbulkan
konflik antara ketiga putrinya. Kemudian ketika Edmund ingin
menyingkirkan Edgar yang dianggap sebagai anak yang sah dan akan
mewarisi semua kekayaan Gloucester, maka Edmund membuat suatu
aksi yang menimbulkan permusuhan antara Edgar dan Gloucester.
Dalam lakon terkadang dijumpai aksi-aksi yang seperti ini dan akan
menimbulkan suatu rasa simpati penonton kepada korbannya.





73
3. Setting
Membicarakan tentang setting dalam mengkaji lakon tidak ada
kaitan langsung dengan tata teknik pentas, karena memang bukan
persoalan scenery yang hendak dibahas. Pertanyaan untuk setting atau
latar cerita adalah kapan dan dimana persitiwa terjadi. Pertanyaan tidak
serta merta dijawab secara global tetapi harus lebih mendetil untuk
mengetahui secara pasti waktu dan tempat kejadiannya.
Analisis setting lakon ini merupakan suatu usaha untuk menjawab
sebuah pertanyaan apakah peristiwa terjadi di luar ruang atau di dalam
ruang? Apakah terjadi pada waktu malam, pagi hari, atau sore hari? Jika
terjadi dalam ruang lalu di mana letak ruang itu, di dalam gedung atau di
dalam rumah? Jam berapa kira-kira terjadi? Tanggal, bulan, dan tahun
berapa? Apakah waktu kejadiannya berkaitan dengan waktu kejadian
peristiwa di adegan lain, atau sudah lain hari? Pertanyaan-pertanyaan
seputar waktu dan tempat kejadian ini akan memberikan gambaran
peristiwa lakon yang komplit (David Groote, 1997).

3.1 Latar Tempat
Latar tempat adalah tempat yang menjadi latar peristiwa lakon itu
terjadi. Peristiwa dalam lakon adalah peristiwa fiktif yang menjadi hasil
rekaan penulis lakon. Menurut Aristoteles peristiwa dalam lakon adalah
mimesis atau tiruan dari kehidupan manusia keseharian. Seperti
diketahui bahwa sifat dari naskah lakon bisa berdiri sendiri sebagai bahan
bacaan sastra, tetapi bisa sebagai bahan dasar dari pertunjukan. Sebagai
bahan bacaan sastra, interpretasi tempat kejadian peristiwa ini terletak
pada keterangan yang diberikan oleh penulis naskah lakon dan dalam
imajinasi pembaca. Sedangkan sebagai bahan dasar pertunjukan, tempat
peristiwa ini harus dikomunikasikan atau diceritakan oleh para pemeran
sebagai komunikator kepada penonton.
Analisis ini perlu dilakukan guna memberi suatu gambaran pada
penonton tentang tempat peristiwa itu terjadi. Analisis ini juga sangat
penting dilakukan karena berhubungan dengan tata teknik pentas.
Gambaran tempat peristiwa dalam lakon kadang sudah diberikan oleh
penulis lakon, tetapi kadang tidak diberikan oleh penulis lakon. Analisis
latar tempat dapat dilakukan dengan mencermati dialog-dialog peran
yang sedang berlangsung dalam satu adegan, babak atau dalam
keseluruhan lakon tersebut. Misalnya, analisis latar tempat pada adegan
Antigone dan Ismene dalam lakon Antigone karya Sophocles terjemahan
Rendra.

ANTIGONE : Ismene, saudariku! Beginilah warisan Oidipus
kepada kita. Dewa telah melimpahkan unggun
penderitaan kepada kita duka demi duka, dari
terhina, - dan kita ditambah pula dengan peraturan
raja yang . Apakah kamu sudah tahu? Atau

74
barangkali kamu belum sadar bahwa ada musuh
menyusun rencana.

ISMENE : Tak ada warta, buruk atau baik, sampai ke
telingaku, Antigone, sejak kedua saudara kita
wafat, tak ada kudengar apa-apa. Ah, ya, sejak
mundurnya tentara argos semalam, tak ada berita
tentang jenasah kedua saudara kita yang telah
gugur bersama.

ANTIGONE : Itu sudah kuduga. Itulah sebabnya aku tarik kamu
kemari, ke luar istana, supaya bisa lebih bebas
bicara.


Dari dialog ini kita bisa mengetahui bahwa tempat adegan ini
dilakukan di luar istana Raja Creon penganti Raja Oidipus. Kalau dikaji
dan analisis selanjutnya adalah di mana letak istana Raja Creon? Istana
raja Creon terletak di wilayah Thebes, dan merupakan bagian dari
Yunani. Dengan mengetahui tempat kejadian peristiwa, seorang
sutradara dan penata pentas bisa merancang tata teknik pentasnya.


3.2 Latar Waktu
Latar waktu adalah waktu yang menjadi latar belakang peristiwa,
adegan, dan babak itu terjadi. Latar waktu terkadang sudah diberikan
atau sudah diberi rambu-rambu oleh penulis lakon, tetapi banyak latar
waktu ini tidak diberikan oleh penulis lakon. Tugas seorang sutradara dan
pemeran ketika menghadapi sebuah naskah lakon adalah
menginterprestasi latar waktu dalam lakon tersebut. Dengan
menggetahui latar waktu yang terjadi pada maka semua pihak akan bisa
mengerjakan lakon tersebut. Misalnya, penata artistik akan menata
perabot dan mendekorasi pementasan sesuai dengan latar waktu.
Analisis latar waktu perlu dilakukan baik oleh seorang sutradara
maupun oleh pemeran. Analisis latar waktu yang dilakukan oleh
sutradara biasanya berhubungan dengan tata teknik pentas, sedangkan
yang dilakukan oleh pemeran biasanya berhubungan dengan akting dan
bisnis akting. Latar waktu dalam naskah lakon bisa menunjukkan waktu
dalam arti yang sebenarnya (siang, malam, pagi, sore), waktu yang
menunjukkan sebuah musim (musim hujan, musim kemarau, musim
dingin dan lain-lain), dan waktu yang menunjukkan suatu zaman atau
abad (Zaman Klasik, Zaman Romantik, zaman perang dan lain-lain).
Analisis latar waktu bisa dilakukan dengan mencermati dialog-dialog yang
disampaikan oleh tokoh dalam adegan atau babak yang sedang
berlangsung. Misalnya, analisis latar waktu pada babak tiga adegan II
dalam lakon Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno
Sumardjo dapat dilihat pada kutipan berikut.

75

KENT : Astaga! Tuan di sini? Makluk yang cinta malam pun
Tak suka malam begini; kemurkaan langit.
Malam ini bahkan menakutkan kaum perampok,
Hingga lebih suka tinggal di pondok; seumur hidup
Tak saya ingat pernah mendengar kilat menyambar,
Guntur berdegar dahsyat. Hujan badai meraung
Dan mengaung semacam ini; manusia tak
betah. Dilanda kegerian begini

LEAR : Dewa-dewa agung
Yang mengganas atas kepala kita hendaknya
Bersua tandingan. Maka celakalah si papa
Yang dalam batinnya menyimpan dosa,
belum terhukum
Di pengadilan. Sembunyilah, tangan berdarah,
Penyumpah palsu dan penjinah munafik
Yang mengaku suci; gentar dan gugurlah si penjahat
Yang haus darah, berkudung kedok indah.
Dan dosa terpendam hendaknya membedah
selubungnya,
Memohon ampun pada para hakim yang dahsyat ini.
Dosaku sedikit dan banyak kuderita karena
Dosa insan.

Dari dialog dalam penggalan naskah lakon di atas, dapat diketahui bahwa
babak tiga adegan II dari lakon Raja Lear terjadi pada waktu malam dan
dan cuaca alam sedang hujan dan badai sedang keras-kerasnya.
Dengan mengetahui latar waktu dan suasana yang terjadi pada satu
adegan atau babak maka akan lebih mudah dalam mengekspresikannya,
dan memainkan adegan tersebut.


3.3 Latar Peristiwa
Latar peristiwa adalah peristiwa yang melatari adegan itu terjadi
dan bisa juga yang melatari lakon itu terjadi. Latar peristiwa ini bisa
sebagai realita bisa juga fiktif yang menjadi imajinasi penulis lakon. Latar
peristiwa yang nyata digunakan oleh penulis lakon untuk menggambar
peristiwa yang terjadi secara nyata pada waktu itu sebagai dasar dari
lakonnya. Misalnya, lakon Raja Lear, mungkin saja William Shakespeare
terinspirasi oleh bencana yang melanda Inggris pada waktu itu, yaitu
seolah-olah terjadi kiamat karena lakon ini dialegorikan sebagai kiamat
kecil. Lakon-lakon dengan latar peristiwa yang riil juga terjadi pada lakon-
lakon di Indonesia pada tahun 1950 sampai tahun 1970. Lakon pada
waktu itu mengambil latar peristiwa pada Zaman Perang Revolusi di
Indonesia.
Latar peristiwa pada adegan atau lakon adalah peristiwa yang
mendahului adegan atau lakon tersebut, atau yang mengakibatkan

76
adegan atau lakon itu terjadi. Misalnya, adegan awal pada lakon
Antigone karya Sophocles terjadi karena adanya peperangan yang
sedang berlangsung dan memakan korban saudara Antigone, dan
adanya aturan yang ditetapkan raja bahwa jenasah saudara Antigone
tidak boleh dikebumikan secara wajar karena dianggap sebagai
pengkhianat.

ANTIGONE : Ismene, saudariku! Beginilah warisan Oidipus
kepada kita. Dewa telah melimpahkan unggun
penderitaan kepada kita duka demi duka, dari
terhina, - dan kita ditambah pula dengan peraturan
raja yang . Apakah kamu sudah tahu? Atau
barangkali kamu belum sadar bahwa ada musuh
menyusun rencana.

ISMENE : Tak ada warta, buruk atau baik, sampai ke
telingaku, Antigone, sejak kedua saudara kita
wafat, tak ada kudengar apa-apa. Ah, ya, sejak
mundurnya tentara argos semalam, tak ada berita
tentang jenasah kedua saudara kita yang telah
gugur bersama.



4. Struktur Dramatik
Struktur dramatik sebetulnya merupakan bagian dari plot karena
di dalamnya merupakan satu kesatuan peristiwa yang terdiri dari bagian-
bagian yang memuat unsru-unsur plot. Rangkaian ini memiliki atau
membentuk struktur dan saling bersinambung dari awal cerita sampai
akhir. Fungsi dari struktur dramatik ini adalah sebagai perangkat untuk
lebih dapat mengungkapkan pikiran pengarang dan melibatkan pikiran
serta perasaan penonton ke dalam laku cerita. Teori dramatik Aristotelian
memiliki elemen-elemen pembentuk struktur yang terdiri dari eksposisi
(Introduction), komplikasi, klimaks, resolusi (falling action), dan
kesimpulan (denoument).


4.1 Piramida Freytag
Gustav Freytag (1863), menggambarkan struktur dramatiknya
mengikuti elemen-elemen tersebut dan menempatkannya dalam adegan-
adegan lakon sesuai laku dramatik yang dikandungnya. Struktur Freytag
ini dikenal dengan sebutan piramida Freytag atau Freytags pyramid
(Setfanie Lethbridge dan Jarmila Mildorf, tanpa tahun) . Dalam gambar di
atas dijelaskan bahwa alur lakon dari awal sampai akhir melalui bagian-
bagian tertentu yang dapat dijelaskan sebagai berikut.


77

Gb.42 Piramida Freytag

Exposition
Eksposisi adalah Penggambaran awal dari sebuah lakon. Berisi
tentang perkenalan karakter, masalah yang akan digulirkan.
Penonton diberi informasi atas masalah yang dialami atau
konflik yang terjadi dalam karakter yang ada dalam naskah
lakon. Misalnya: lakon Raja Lear Karya William Shakespeare,
dimulai dari kebijakan raja Lear terhadap pembagian kerajaan,
memperkenalkan siapa Edmund. Dari dua tokoh inilah lakon
Raja Lear terpusat, yaitu Raja Lear mendapatkan konflik dari
anak-anaknya dan Edmund mendapatkan konflik dari keinginan
menguasai wilayah Gloucester.

Complication ( rising Action)
Mulai terjadi kerumitan atau komplikasi yang diwujudkan
menjadi jalinan peristiwa. Di sini sudah mulai dijelaskan laku
karakter untuk mengatasi konflik dan tidak mudah untuk
mengatasinya sehinga timbul frustasi, amukan, ketakutan,
kemarahan. Konflik ini semakin rumit dan membuat karakter-
karakter yang memiliki konflik semakin tertekan serta berusaha
untuk keluar dari konflik tersebut. Misalnya, Raja Lear mulai

78
mendapatkan konflik karena diusir oleh Gonerill dan Regan dan
keluar dari istananya untuk hidup mengembara. Dalam
pengembaraan ini Raja Lear mengalami amukan, frustasi,
kemarahan, keinginan untuk balas dendam dan lain-lain.

Climax
Klimak adalah puncak dari laku lakon dan titik kulminasi
mencapai titik. Pada titik ini semua permasalahan akan terurai
dan mendapatkan penjelasan melalui laku karakter maupun
lewat dialog yang disampaikan oleh peran. Misalnya, Raja Lear
mengucapkan dialog, O, raung, raung, raung, raung! O,
Kamu manusia batu, kalau kupunya lidah dan matamu, aku
melolong sampai retak kubah langit, - Selama-lamanya dia mati
bagai bumi.............. pada titik inilah semua terbongkar
permasalahan-permasalahan yang menjadi konflik dari
keseluruhan lakon. Semua putri Raja Lear mati, Edmund
menemui kematiannya, karena untuk menguasai kerajaan dia
berkomplot dengan Gonerill dan Regan yang dijanjikan akan
dinikahi. Dengan terbongkarnya semua masalah yang
melingkupi keseleruhan lakon diharapkan penonton akan
mengalami katarsis atau proses membersihkan emosi dan
memberikan cahaya murni pada jiwa penonton.

Reversal (falling action )
Reversal adalah penurunan emosi lakon. Penurunan ini tidak
saja berlaku bagi emosi lakon tapi juga untuk menurunkan
emosi penonton. Dari awal emosi penonton sudah diajak naik
dan dipermainkan. Falling Action ini juga berfungsi untuk
memberi persiapan waktu pada penonton untuk merenungkan
apa yang telah ditonton. Titik ini biasanya ditandai oleh semakin
lambatnya emosi permainan, dan volume suara pemeran lebih
bersifat menenangkan. Misalnya pada lakon Raja Lear diwakili
oleh dialog antara Raja Lear dengan Kent, bagaimana Kent
menenangkan gejolah emosi Raja Lear karena kematian
Cordelia anak yang sangat disayangi tetapi diusir dari kerajaan
tetapi masing sangat sayang pada orang tuanya.

Denouement
Denoument adalah penyelesaian dari lakon tersebut, baik
berakhir dengan bahagia maupun menderita. Pada lakon Raja
Lear hal ini diselesaikan dengan kematian Raja Lear. Kemudian
lakon tersebut disimpulkan oleh Edgar lewat dialognya Orang
tunduk pada beban zaman serba berat; lidah tunduk pada rasa,
bukan pada adat. Yang tertua paling berat bebannya; kita yang
muda tak akan berpengalaman sebanyak mereka.


79

4.2 Skema Hudson
Menurut Hudson (Wiliiam Henry Hudson) seperti yang dikutip oleh
Yapi Tambayong dalam buku Dasar-dasar Dramaturgi (1982), plot
dramatik tersusun menurut apa yang dinamakan dengan garis laku. Garis
laku tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.


Gb.43 Skema Hudson


Garis laku lakon dalam skema ini juga melalaui bagian-bagian tertentu
yang dapat dijabarkan sebagai berikut.

Eksposisi
Saat memperkenalkan dan membeberkan materi-materi yang
relevan dalam lakon tersebut. Materi-materi ini termasuk
karakter-karakter yang ada, dimana terjadinya peristiwa
tersebut, peristiwa apa yang sedang dihadapi oleh karakter-
karakter yang ada dan lain-lain.

Insiden Permulaan
Mulai teridentifikasi insiden-insiden yang memicu konflik, baik
yang dimunculkan oleh tokoh utama maupun tokoh pembantu.
Misalnya dalam lakon Raja Lear, insiden ini dimulai dari
kejujuran dan ketulusan Cordelia dalam memuji Raja Lear,
kemudian insiden fitnah yang dilakukan oleh Edmund kepada
Edgar. Insiden-insiden ini akan menggerakkan plot dalam lakon.



80
Pertumbuhan Laku
Pada bagian ini merupakan tindak lanjut dari insiden-insiden
yang teridentifikasi tersebut. Konflik-konflik yang terjadi antara
karakter-karakter semakin menanjak, dan semakin mengalami
komplikasi yang ruwet. Jalan keluar dari konflik tersebut terasa
samar-samar dan tak menentu.

Krisis atau Titik Balik
Krisis adalah keadaan dimana lakon berhenti pada satu titik
yang sangat menegangkan atau menggelikan sehingga emosi
penonton tidak bisa apa-apa. Bagi Hudson, klimaks adalah
tangga yang menunjukkan laku yang menanjak ke titik balik, dan
bukan titik balik itu sendiri. Sedangkan titik balik sudah
menunjukan suatu peleraian dimana emosi lakon maupun emosi
penonton sudah mulai menurun.

Penyelesaian atau Penurunan Laku
Penyelesaian atau denoument yaitu bagian lakon yang
merupakan tingkat penurunan emosi dan jalan keluar dari konflik
tersebut sudah menemukan jalan keluarnya.

Catastroph
Semua konflik yang terjadi dalam sebuah lakon bisa diakhiri,
baik itu akhir sesuatu yang membahagiakan maupun akhir
sesuatu yang menyedihkan. Dalam lakon Raja Lear, cerita
diakhir dengan sesuatu yang menyedihkan yaitu suasana
kematian ketiga putri dan Raja Lear sendiri. Dengan kematian
tokoh-tokoh ini suasana lakon dapat dikembalikan pada
keadaan yang semula.


4.3 Tensi Dramatik
Brander Mathews, seperti dikutip oleh Adhy Asmara dalam buku
Apresiasi Drama (1983), menekankan pentingnya tensi dramatik.
Perjalanan cerita satu lakon memiliki penekanan atau tegangan (tensi)
sendiri dalam masing-masing bagiannya. Tegangan ini mengacu pada
persoalan yang sedang dibicarakan atau dihadapi. Dengan mengatur nilai
tegangan pada bagian-bagian lakon secara tepat maka efek dramatika
yang dihasilkan akan semakin baik. Pengaturan tensi dramatik yang baik
akan menghindarkan lakon dari situasi yang monoton dan menjemukan.
lTitik berat penekanan tegangan pada masing-masing bagian akan
memberikan petunjuk laku yang jelas bagi aktor sehingga mereka tidak
kehilangan intensitas dalam bermain dan dapat mengatur irama aksi.


81

Gb.44 Tensi Dramatik


Eksposisi
Bagian awal atau pembukaan dari sebuah cerita yang
memberikan gambaran, penjelasan dan keterangan-keterangan
mengenai tokoh, masalah, waktu, dan tempat. Hal ini harus
dijelaskan atau digambarkan kepada penonton agar penonton
mengerti. Nilai tegangan dramatik pada bagian ini masih
berjalan wajar-wajar saja. Tegangan menandakan kenaikan
tetapi dalam batas wajar karena tujuannya adalah pengenalan
seluruh tokoh dalam cerita dan kunci pembuka awalan
persoalan.


Penanjakan
Sebuah peristiwa atau aksi tokoh yang membangun penanjakan
menuju konflik. Pada bagian ini, penekanan tegangan dramatik
mulai dilakukan. Cerita sudah mau mengarah pada konflik
sehingga emosi para tokoh pun harus mulai menyesuaikan.
Penekanan tegangan ini terus berlanjut sampai menjelang
komplikasi.

Komplikasi
Penggawatan yang merupakan kelanjutan dari penanjakan.
Pada bagian ini salah seorang tokoh mulai mengambil prakarsa
untuk mencapai tujuan tertentu atau melawan satu keadaan

82
yang menimpanya. Pada tahap komplikasi ini kesadaran akan
adanya persoalan dan kehendak untuk bangkit melawan mulai
dibangun. Penekanan tegangan dramatik mulai terasa karena
seluruh tokoh berada dalam situasi yang tegang.

Klimaks
Nilai tertinggi dalam perhitungan tensi dramatik dimana
penanjakan yang dibangun sejak awal mengalami puncaknya.
Semua tokoh yang berlawanan bertemu di sini.

Resolusi
Mempertemukan masalah-masalah yang diusung oleh para
tokoh dengan tujuan untuk mendapatkan solusi atau
pemecahan. Tensi dramatik mulai diturunkan. Semua pemain
mulai mendapatkan titik terang dari segenap persoalan yang
dihadapi.

Konklusi
Tahap akhir dari peristiwa lakon biasanya para tokoh
mendapatkan jawaban atas masalahnya. Pada tahap ini
peristiwa lakon diakhiri. Meskipun begitu nilai tensi tidak
kemudian nol tetapi paling tidak berada lebih tinggi dari bagian
eksposisi karena pengaruh emosi atau tensi yang diperagakan
pada bagian komplikasi dan klimaks.


4.4 Turning Point
Model struktur dramatik dari Marsh Cassady (1995) menekankan
pentingnya turning atau changing point (titik balik perubahan) yang
mengarahkan konflik menuju klimaks. Titik balik ini menjadi bidang kajian
yang sangat penting bagi sutradara berkaitan dengan laku karakter
tokohnya sehingga puncak konflik menjadi jelas, tajam, dan memikat.
Gambar di bawah ini memperlihatkan posisi titik balik perubahan
yang menuntun kepada klimaks. Titik ini menjadi bagian yang paling
krusial dari keseluruhan laku karena padanya letak kejelasan konflik dari
lakon berada. Inti pesan atau premis yang terkandung dalam
permasalahan akan menampakkan dramatikanya dengan menggarap
bagian ini sebaik mungkin. Tiga titik penting yang merupakan nafas dari
lakon menurut struktur ini adalah konflik awal saat persoalan dimulai, titik
balik perubahan saat perlawanan terhadap konflik dimulai, dan klimaks
saat konflik antarpihak yang berseteru memuncak hingga menghasilkan
sebuah penyelesaian atau resolusi.


83

Gb.45 Turning Point

Titik A adalah permulaan konflik atau awal cerita saat persoalan
mulai diungkapkan. Selanjutnya konflik mulai memanas dan cerita berada
dalam ketegangan atau penanjakan yang digambarkan sebagai garis B.
Garis ini menuntun pada satu keadaan yang dapat dijadikan patokan
sebagai titik balik perubahan yang digambarkan debagai titik C. Pada titik
ini terjadi perubahan arah laku lakon saat pihak yang sebelumnya
dikalahkan atau pihak yang lemah mulai mengambil sikap atau sadar
untuk melawan. Dengan demikian, tegangan menjadi berubah sama
sekali. Ketika pada titik A dan garis B pihak yang dimenangkan tidak
mendapatkan saingan maka pada titik C kondisi ini berubah. Hal ini terus
berlanjut hingga sampai pada titik D yang menggambarkan klimakas dari
persoalan. Tegangan semakin menurun karena persoalan mulai
mendapatkan titik terang dan pihak yang akhirnya menang telah
ditentukan. Keadaan ini digambarkan sebagai garis E yang disebut
dengan bagian resolusi.


5. Tipe Lakon

5.1 Drama
Drama berasal dari kata Yunani Kuno, draomai yang berarti
bertindak atau berbuat (mengacu pada salah satu jenis pertunjukan) dan
drame yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan
Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan

84
kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang
menggarap satu masalah yang punya arti penting tapi tidak bertujuan
mengagungkan tragika atau kematian (Bakdi Soemanto, 2001). William
Froug (1993) mendefinisikan drama sebagai lakon serius yang memiliki
segala rangkaian peristiwa yang nampak hidup, mengandung emosi,
konflik, daya tarik memikat serta akhir yang mencolok dan tidak diakhiri
oleh kematian tokoh utamanya.
Drama juga bisa diartikan sebagai suatu kualitas komunikasi,
situasi, aksi dan segala apa saja yang terlihat dalam pentas baik secara
objektif maupun secara subjektif, nyata atau khayalan yang menimbulkan
kehebatan, keterenyuhan dan ketegangan perasaan para pendengar
atau penonton. Bisa juga diartikan sebagai suatu bentuk cerita konflik
sikap dan sifat manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada
pentas dengan menggunakan percakapan dan gerak dihadapan
pendengar maupun penonton.
Dengan mengacu pada definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
drama adalah salah satu jenis lakon serius dan berisi kisah kehidupan
manusia yang memiliki konflik yang rumit dan penuh daya emosi tetapi
tidak mengagungkan sifat tragedi. Contoh lakon-lakon drama adalah
Hedda Gabler, Musuh Masyarakat, Brand, Boneka Mainan, Tiang-Tiang
Masyarakat, Hantu-Hantu (Henrik Ibsen), Domba-domba Revolusi (B.
Sularto), Titik-titik Hitam (Nasjah Djamin).


5.2 Tragedi
Tragedi berasal dari kata tragoidia (bahasa Yunani), tragedy
(bahasa Ingggris), tragedie (bahasa Perancis) yaitu penggabungan kata
tragos yang berarti kambing dan kata aeidein yang berarti nyanyian.
Jadi tragedi adalah nyanyian yang dinyanyikan untuk mengiringi kambing
sebelum dibaringkan di atas altar untuk dikorbankan. Pengorbanan
kambing dilakukan pada saat upacara untuk menghormati dewa
Dionysos yang dianggap sebagai dewa kesuburan. Bisa juga kata
tersebut berarti untuk menyebut kostum kambing yang dikenakan oleh
aktor ketika memainkan lakon satir.
Lakon tragedi menurut Aristoteles adalah lakon yang meniru
sebuah aksi yang sempurna dari seorang tokoh besar dengan
menggunakan bahasa yang menyenangkan supaya para penonton
merasa belas kasihan dan ngeri, sehingga penonton mengalami
pencucian jiwa atau mencapai katarsis. Kalau dikaji lebih lanjut tentang
definisi tragedi menurut Aristoteles ini adalah sebagai berikut. Lakon
tragedi memerlukan aksi yang sempurna. Dengan aksi yang sempurna
diharapkan mempunyai daya pikat yang tinggi, padat, kompleks, dan
sublim. Dengan aksi yang sempurna diharapkan penonton mencapai
katarsis (penyucian jiwa). Tokoh yang besar diharapkan mampu
menghadirkan efek tragis yang besar. Jadi lakon tragedi sebenarnya
bukan lakon yang bercerita duka cita dan kesedihan tetapi lakon yang

85
bertujuan untuk mengoncang jjiwa penonton sehingga lemas, tergetar,
merasa ngeri tetapi sekaligus juga merasa belas kasihan. Pendeknya
penonton merasa menyadari betapa kecil dan rapuhnya jiwa manusia di
depan kedahsyatan suratan takdir (Rendra, 1993).
Tujuan utama lakon tragedi ini adalah membuat kita mengalami
pengalaman emosi melalui identifikasi para tokoh dan untuk menguatkan
kembali kepercayaan pada diri sendiri sebagai bagian dari manusia.
Tokoh dalam lakon tragedi ini biasanya tokoh terpandang, raja, kesatria,
atau tokoh yang memiliki pengaruh di masyarakat sehingga identifikasi
penonton terhadap tokoh tersebut merasa betul-betul kasihan. Tokoh
utama dalam lakon tragedi di akhir cerita biasanya mengalami
kesengsaraan dan kematian yang tragis. Jalan yang ditempuh biasanya
sangat berat, sulit dan membuatnya menderita, tetapi sikap ini justru
membuatnya tampak mulia dan berkeprimanusiaan. Sebenarnya bukan
masalah kematian tokoh utama yang menjadi penting pada lakon tragedi
tetapi tentang apa yang dikatakan dalam lakon tentang kehidupanlah
yang penting.
Lakon-lakon tragedi Yunani Kuno mengajak manusia untuk
merenungkan hakikat kehidupan dipandang dari sisi yang menyedihkan
karena kehidupan pada prinsipnya selalu kalah dengan takdir ilahi. Dalam
lakon tragedi tokoh utama menghadapi konsekuensi yang tidak bisa
ditolak, tetapi mereka yakin bahwa kehidupan ini bisa ditaklukkan dan
dikalahkan meskipun pada akhirnya juga kalah dengan takdir. Lakon
tragedi seperti roman yang mengungkapkan pencarian manusia
terhadap rahasia kehidupan abadi dan pertahanan terhadap kekuatan
jahat untuk mendapatkan identitas sekaligus semangat hidup, meskipun
untuk mendapatkannya melalui berbagai pengorbanan. Misalnya lakon
Oedipus karya Sophocles menceritakan kedukaan manusia yang tidak
berdaya dihadapan takdir dewa bahwa Oedipus akan mengawini ibunya
dan membunuh bapaknya serta menjalani kehidupannya dengan
kesengsaraan.
Menurut Aristoteles ada enam elemen yang ada dalam lakon
tragedi sebagai berikut.
Plot adalah susunan kejadian atau insiden. Lakon tragedi
adalah imitasi perbuatan manusia, dan perbuatan ini akan
menghasilkan aksi-aksi atau insiden yang membuat tragedi
ada.
Watak atau karakter adalah ciri khas tokoh yang terlibat dalam
kejadian atau insiden. Melalui watak atau karakter inilah
penonton mengidentifikasikan dirinya dalam lakon tragedi.
Pikiran-pikiran merupakan kemampuan untuk mengekspresikan
apa yang perlu dan cocok untuk situasi. Dalam lakon harus ada
pembicaraan-pembicaraan yang mengandung pemikiran-
pemikiran yang masuk akan dan universal.
Diksi adalah gaya atau cara dalam menyusun dan
menampilkan kata-kata sebagai upaya untuk mengekspresikan

86
maksud penulis lakon. Dalam lakon tragedi kata-kata disusun
dan diucapkan dengan cara puitis.
Musik, dalam lakon tragedi fungsi musik adalah untuk
memberikan rasa kesenangan dan mengarahkan emosi-emosi
penonton.
Spektakel (mise en scene) elemen ini merupakan elemen non
personal tetapi lebih pada elemen pendukung pementasan dari
lakon tragedi. Elemen ini berfungsi untuk mengarahkan emosi
penonton pada suasana tragis.

Para penulis lakon tragedi adalah sebagai berikut.
Sophocles : Oedipus Sang Raja, Oedipus di Kolonus,
Antigone (trilogi Oedipus)
Aeschylus : Agamemnon, The Llibatian Beavers, The
Furies (trilogi Oresteia)
Euripides : Medea, Hyppolitus, Ion and Electra, The
Troyan Woman, Cyclops
Shakespeare : Hamlet, Macbeth, Romeo and Juliet, Antony
and Cleopatra, King Lear, Julius Caesar,
Othello
Henrik Ibsen : Mrs. Alving, A Dolls House
Arthur Miller : The Crucible, All My Sons, Death of a
Salesman
Seneca : Phaedra


5.3 Komedi
Komedi berasal dari kata comoedia (bahasa Latin), commedia
(bahasa Italia) berarti lakon yang berakhir dengan kebahagiaan. Lakon
komedi seperti halnya lakon tragedi merupakan bagian dari upacara
penghormatan terhadap dewa Pallus. Upacara penghormatan ini
dilakukan dengan cara melakukan arak-arakan dan memakai kostum
setengah manusia dan setengah kambing. Arak-arakan ini menyanyi dan
melontarkan kata-kata kasar untuk memancing tertawaan penonton.
Menurut Aristoteles lakon komedi merupakan tiruan dari tingkah laku
manusia biasa atau rakyat jelata. Tingkah laku yang lebih merupakan
perwujudan keburukan manusia ketika menjalankan kehidupan sehingga
mampu menumbuhkan tertawaan dan cemoohan sampai terjadi katarsis
atau penyucian jiwa (Yudiaryani, 2002).
Penciptaan lakon komedi bertitik tolak dari perasaan manusia
yang memiliki kekuatan, namun manusia tidak sadar bahwa dirinya
memiliki daya hidup yang dikelilingi alam semesta. Manusia harus
mempertahankan kekuatan dan vitalitas secara utuh terus menerus
bahkan harus menumbuhkembangkan untuk mengatasi perubahan alam,
politik, budaya maupun ekonomi (Yudiaryani, 2002). Perasaan lemah
dalam diri manusia akan mengakibatkan tidak bisa bertahan terhadap

87
segala perubahan dan tantangan. Untuk menguatkan perasaan itu
manusia membutuhkan semacam cermin diri agar tidak ditertawakan oleh
yang lain.
Lakon komedi adalah lakon yang mengungkapkan cacat dan
kelemahan sifat manusia dengan cara yang lucu, sehingga para
penonton bisa lebih menghayati kenyataan hidupnya. Jadi lakon komedi
bukan hanya sekedar lawakan kosong tetapi harus mampu membukakan
mata penonton kepada kenyataan kehidupan sehari-hari yang lebih
dalam (Rendra, 1983). Tokoh dalam lakon komedi ini biasanya adalah
orang-orang yang lemah, tertindas, bodoh, dan lugu sehingga identifikasi
penonton terhadap tokoh tersebut bisa ditertawakan dan dicemoohkan.
Peristiwa mentertawakan tokoh yang dilihat ini sebenarnya
mentertawakan kelemahan dan kekurangan yang ada dalam dirinya.
Perkembangan lakon komedi bisa dikategorikan dalam berbagai
tipe lakon komedi berdasarkan pada sumber humornya, metode
penyampaiannya dan bagaimana lakon komedi itu disampaikan. Berikut
ini adalah tipe lakon komedi berdasarkan alirannya.
Black Comedy (komedi gelap) adalah lakon komedi yang
merujuk pada hal-hal yang meresahkan, misalnya kematian,
teror, pemerkosaan, dan perang. Beberapa aliran komedi ini
hampir mirip dengan film horor.
Character Comedy (komedi karakter) adalah lakon komedi yang
mengambil humor dari sebuah pribadi yang dicipakan atau
dibuat oleh pemeran. Beberapa lakon komedi ini berasal dari
hal-hal yang klise.
Improvisational Comedy (komedi improvisasi) adalah lakon
komedi yang tidak terencana dalam pementasannya.
Observational Comedy (komedi pengamatan) adalah lakon
komedi yang bersumber pada lelucon hidup keseharian dan
melebih-lebihkan hal yang sepele menjadi hal yang sangat
penting atau mengamati kebodohan, kekonyolan yang ada
dalam masyarakat dan berharap itu diterima sebagai sesuatu
yang wajar.
Physical Comedy (komedi fisik) adalah lakon komedi yang
hampir mirip dengan slaptis, dagelan atau lelucon yang kasar.
Komedi lebih mengutamakan pergerakan fisik atau gestur.
Lakon komedi sering terpengaruh oleh badut.
Prop Comedy (komedi dengan peralatan) adalah lakon komedi
ini mengandalkan peralatan yang tidak masuk akal.
Surreal Comedy (komedi surealis) adalah lakon komedi yang
berdasarkan pada hal-hal yang ganjil, situasi yang absur, dan
logika yang tidak mungkin.
Topical Comedy (komedi topik/satir) adalah lakon komedi yang
mengandalkan pada berita utama dan skandal-skandal yang
terpenting dan terpilih. Durasi waktu pementasan komedi ini

88
sangat cepat tetapi komedi ini sangat populer. Misalnya
talkshow tengah malam.
Wit atau Word Play (komedi intelektual) adalah lakon komedi
yang berdasarkan pada kepintaran, dan kecerdasan. Komedi ini
seringkali memanipulasi kehalusan bahasa sebagai bahan
leluconnya.

Para penulis lakon komedi adalah sebagai berikut.
Aristophanes : The Archanians, The Knights, Lysistrata,
The Wasps, The Clouds, The Frogs, The
Birds
Manander : Dyscolus, Aspis, Georgo, Dis exapaton,
Epitrepontes, Colax, misumenos,
Perikeiromene, Samia, Sicyonios, Heros,
Theophoroumene, Kitharistes, Phasma,
Orge
Shakespeare : A Midsummer Nights Dream, The Comedy
Of Errors


5.4 Satir
Satir berasal dari kata satura (bahasa Latin), satyros (bahasa
Yunani), satire (bahasa Inggris) yang berarti sindiran. Lakon satir adalah
lakon yang mengemas kebodohan, perlakuan kejam, kelemahan
seseorang untuk mengecam, mengejek bahkan menertawakan suatu
keadaan dengan maksud membawa sebuah perbaikan. Tujuan drama
satir tidak hanya semata-mata sebagai humor biasa, tetapi lebih sebagai
sebuah kritik terhadap seseorang, atau kelompok masyarakat dengan
cara yang sangat cerdik. Lakon satir hampir sama dengan komedi tetapi
ejekan dan sindiran dalam satir lebih agresif dan terselubung. Sasaran
dari lakon satir adalah orang, ide, sebuah institusi atau lembaga maupun
masalah sosial yang menyimpang.
Lakon satir sudah dimainkan sejak abad ke-5 sebelum masehi di
teater Atena. Lakon satir awalnya digunakan untuk melengkapi lakon
tragedi Yunani pada waktu upacara penghormatan dewa Dionysos,
pertunjukannya berupa adegan yang singkat dan bersifat menyenangkan
penonton. Tetapi perkembangan lakon satir mengalami kemunduran dan
lama kelamaan menghilang dari teater Yunani.
Penulis lakon satir yang paling terkenal adalah Euripides yang
menulis lakon The Cyclops yang menceritakan pertemuan Odysseus
dengan makluk Cyclops. Sebelum Euripides, ada penulis lakon satir yang
mendahuluinya yaitu Sophocles yang menulis lakon The Trackers yang
menceritakan keinginan Apollo untuk menyembuhkan sekawanan ternak
miliknya yang dicuri oleh Hermes. Para penulis satir pada jaman Yunani
biasanya mengambil sasaran dewa sebagai bahan ejekan, karena pada
waktu itu dewa memiliki kelebihan dan senang memainkan manusia.

89

5.5 Melodrama
Melodrama adalah lakon yang isinya mengupas suka duka
kehidupan dengan cara yang menimbulkan rasa haru kepada penonton.
Menurut Herman J. Waluyo (2001) melodrama adalah lakon yang sangat
sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan
mengharukan perasaan penonton. Pementasan lakon-lakon melodrama
sangat berbeda dengan jenis-jenis lakon lainnya, pementasannya seolah-
olah dilebih-lebihkan sehingga kurang menyakinkan penonton. Tokoh-
tokoh dalam melodrama adalah tokoh biasa dan tidak ternama (berbeda
dengan tokoh dalam lakon tragedi yang harus menggunakan tokoh yang
besar), serta bersifat steriotipe. Jadi kalau tokoh tersebut jahat maka
seterusnya tokoh tersebut jahat dan tidak ada sisi baiknya, sedangkan
kalau tokoh tersebut adalah tokoh pahlawan maka tokoh tersebut menjadi
tokoh pujaan yang luput dari kekurangan dan kesalahan serta luput dari
tindak kejahatan. Tokoh hero dalam lakon melodrama selalu
memenangkan peperangan.
Jenis drama ini berkembang pada permulaan abad kesembilan
belas. Istilah melodrama berasal dari bagian sebuah opera yang
menggambarkan suasana sedih atau romantis dengan iringan musik
(melos diturunkan dari kata melody atau lagu). Kesan suasana inilah
yang kemudian berkembang menjadi jenis drama tersendiri. Ciri-ciri
melodrama sebagai berikut.
Berpegang kepada keadilan moralitas yang keras; yang baik
akan mendapatkan ganjaran pahala, dan yang jahat akan
mendapat hukuman.
Membangkitkan simpati dan keharuan penonton dengan
memperlihatkan penderitaan tokoh baik, dan sebaliknya
membangkitkan rasa benci dan marah kepada tokoh jahat.
Cerita dalam melodrama diramu dengan unsur-unsur
ketegangan (suspense).
Plot dijalin dengan kejadian-kejadian yang mendadak dan di luar
dugaan, kejadian-kejadian yang tokoh utama-nya selalu nyaris
lolos dari bahaya besar.
Karakter tetap yang selalu muncul dalam melodrama adalah
pahlawan (lelaki atau wanita), tokoh lucu (komik), dan penjahat.
Dalam pementasannya selalu diiringi musik seperti layaknya
seni film sekarang. Kata melodrama sendiri berasal dari kata
melo (melodi) dan drama. Musik dalam lakon jenis ini berfungsi
untuk membangun suasana dan membangkitkan emosi
penonton.
Tema-tema melodrama berkisar tentang dengan sejarah, dan
peristiwa rumahtangga.



90
6. Penokohan
Penokohan merupakan usaha untuk membedakan peran satu
dengan peran yang lain. Perbedaan-perbedaan peran ini diharapkan
akan diidentifikasi oleh penonton. Jika proses identifikasi ini berhasil,
maka perasaan penonton akan merasa terwakili oleh perasaan peran
yang diidentifikasi tersebut. Suatu misal kita mengidentifisasi satu peran,
berbarti kita telah mengadopsi pikiran-pikiran dan perasaan peran
tersebut menjadi perasaan dan pikiran kita.
Penokohan atau perwatakan dalam sebuah lakon memegang
peranan yang sangat penting. Bahkan Lajos Egri berpendapat bahwa
berperwatakanlah yang paling utama dalam lakon. Tanpa perwatakan
tidak akan ada cerita, tanpa perwatakan tidak bakal ada plot. Padahal
ketidaksamaan watak akan melahirkan pergeseran, tabrakan
kepentingan, konflik yang akhirnya melahirkan cerita (A. Adjib Hamzah,
1985).

6.1 Peran
Peran merupakan sarana utama dalam sebuah lakon, sebab
dengan adanya peran maka timbul konflik. Konflik dapat dikembangkan
oleh penulis lakon melalui ucapan dan tingkah laku peran. Dalam teater,
peran dapat dibagi-bagi sesuai dengan motivasi-motivasi yang diberikan
oleh penulis lakon. Motivasi-motivasi peran inilah yang dapat melahirkan
suatu perbuatan peran. Peran-peran tersebut adalah sebagai berikut.

Protagonis
Protagonis adalah peran utama yang merupakan pusat atau
sentral dari cerita. Keberadaan peran adalah untuk mengatasi
persoalan-persoalan yang muncul ketika mencapai suatu cita-
cita. Persoalan ini bisa dari tokoh lain, bisa dari alam, bisa juga
karena kekurangan dirinya sendiri. Peran ini juga menentukan
jalannya cerita. Contoh tokoh protagonis pada lakon Raja Lear
karya William Shakespeare terjemahan Trisno Sumardjo adalah
tokoh Raja Lear itu sendiri.

Antagonis
Antagonis adalah peran lawan, karena dia seringkali menjadi
musuh yang menyebabkan konflik itu terjadi. Tokoh protagonis
dan antagonis harus memungkinkan menjalin pertikaian, dan
pertikaian itu harus berkembang mencapai klimaks. Tokoh
antagonis harus memiliki watak yang kuat dan kontradiktif
terhadap tokoh protagonis. Contoh tokoh antagonis pada lakon
Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno
Sumardjo adalah tokoh Gonerill dan tokoh Regan. Kedua tokoh
inilah yang menentang perkembangan, keinginan, dan cita-cita
Raja Lear.

91

Deutragonis
Deutragonis adalah tokoh lain yang berada di pihak tokoh
protagonis. Peran ini ikut mendukung menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh tokoh protaganis. Contoh,
peran Tumenggung Kent, Edgar, Cordelia dalam lakon Raja
Lear karya William Shakespeare.

Tritagonis
Tritagonis adalah peran penengah yang bertugas menjadi
pendamai atau pengantara protagonis dan antagonis. Contoh,
tokoh Bangsawan pada lakon Raja Lear karya Willliam
Sahkespeare. Dia adalah pengawal dari Cordelia.

Foil
Foil adalah peran yang tidak secara langsung terlibat dalam
konflik yang terjadi tetapi ia diperlukan guna menyelesaikan
cerita. Biasanya dia berpihak pada tokoh antagonis. Contoh,
tokoh Perwira, Oswald, Curan dalam lakon Raja Lear karya
William Shakespeare.

Utility
Utility adalah peran pembantu atau sebagai tokoh pelengkap
untuk mendukung rangkaian cerita dan kesinambungan
dramatik. Biasanya tokoh ini mewakili jiwa penulis. Contoh:
tokoh Badut dalam lakon Raja Lear karya William Shakespeare.


6.2 Jenis Karakter
Karakter adalah jenis peran yang akan dimainkan, sedangkan
penokohan adalah proses kerja untuk memainkan peran yang ada dalam
naskah lakon. Penokohan ini biasanya didahului dengan menganalisis
peran tersebut sehingga bisa dimainkan. Menurut Rikrik El Saptaria
(2006), jenis karakter dalam teater ada empat macam, yaitu flat
character, round charakter, teatrikal, dan karikatural.

Flat Character (perwatakan dasar)
Flat character atau karakter datar adalah karakter tokoh yang
ditulis oleh penulis lakon secara datar dan biasanya bersifat
hitam putih. Karakter tokoh dalam lakon mengacu pada pribadi
manusia yang berkembang sesuai dengan perkembangan
lingkungan. Ketika masih kecil dia bereksplorasi dengan dirinya
sendiri untuk mengetahui perkembangan dirinya, dan ketika
sudah dewasa maka pribadinya berkembang melalui hubungan
dengan lingkungan sosial. Jadi perkembangan karakter
seharusnya mengacu pada pribadi manusia, yang merupakan

92
akumulasi dari pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi
yang dilakukannya dan terus berkembang.
Penulis lakon adalah orang yang memiliki dunia sendiri
yaitu dunia fiktif, sehingga ketika mencipta sebuah karakter dia
bebas menentukan suatu perkembangan karakter. Flat
character ini ditulis dengan tidak mengalami perkembangan
emosi maupun derajat status sosial dalam sebuah lakon. Flat
character biasanya ada pada karakter tokoh yang tidak terlalu
penting atau karakter tokoh pembantu, tetapi diperlukan dalam
sebuah lakon. Misalnya tokoh Oswald, tokoh Badut dalam
lakon Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno
Sumardjo. Tokoh Oswald ini dari awal cerita sampai akhir cerita
tetap sebagai pembantu atau abdi Gonerill, sama dengan tokoh
Badut dalam lakon ini tidak berkembang, baik secara emosi,
pribadi, maupun secara status sosialnya.

Round Character (perwatakan bulat)
Karakter tokoh yang ditulis oleh penulis secara sempurna,
karakteristiknya kaya dengan pesan-pesan dramatik. Round
karakter adalah karakter tokoh dalam lakon yang mengalami
perubahan dan perkembangan baik secara kepribadian
maupun status sosialnya. Perkembangan dan perubahan ini
mengacu pada perkembangan pribadi orang dalam kehidupan
sehari-hari. Perkembangan inilah yang menjadikan karakter ini
menarik dan mampu untuk mengerakkan jalan cerita. Karakter
ini biasanya terdapat karakter tokoh utama baik tokoh
protagonis maupun tokoh antagonis.
Misalnya perkembangan karakter tokoh Raja Lear pada
lakon Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno
sumardjo, awalnya Raja Lear berniat turun tahta dengan cara
membagi-bagi wilayah kerajaan tetapi masih tetap ingin
kemegahan, kenyamanan, dan masih ingin dihormati. Tetapi
keinginan dihalangi oleh ulah putri-putrinya, sehingga
mengalami frustasi dan menjadi gila. Terus dalam kegilaanya
Raja Lear mencari cara untuk balas dendam kepada putri-
putrinya yang telah menghalanginya. Kegilaan ini semakin
menjadi-jadi sampai dengan pertemuannya dengan Gloucester
di akhir babak ke empat dan dia membayangkan menyelusup
ke dalam puri putri-putri serta membunuhnya. Sampai pada
akhir cerita, Raja Lear bertemu dengan putrinya yang sudah
diusir serta tidak diakui sebagai anak yang mampu merubah
pribadinya dari pribadi yang gila menjadi pribadi yang penuh
kasih sayang.
Perubahan karakter inilah yang menjalankan lakon
menjadi menarik. Misalnya lakon Raja Lear Karya William
Shakespeare, awalnya karakter Raja Lear hanya memikirkan

93
dirinya sendiri, terus mengalami penderitaan dan menjadi orang
baru diakhir cerita merefleksikan perubahan karakter.
Perubahan ini dikemas dan dimainkan menjadi sesuatu yang
menarik sehingga penonton tidak mengalami kejenuhan.


Gb.46 Karakter teatrikal

Teatrikal
Teatrikal adalah karakter tokoh yang tidak wajar, unik, dan lebih
bersifat simbolis seperti nampak pada gambar 14 di atas.
Karakter-karakter teatrikal jarang dijumpai pada lakon-lakon
realis, tetapi sangat banyak dijumpai pada lakon-lakon klasik
dan non realis. Karakter ini hanya simbol dari psikologi
masyarakat, suasana, keadaan jaman dan lain-lain yang tidak
bersifat manusiawi tetapi dilakukan oleh manusia. Misalnya
karakter yang diciptakan oleh Putu Wijaya pada lakon-lakonnya
yang bergaya post-realistic, seperti tokoh A, D, C, Si Gembrot,
Si Tua, Kawan, Pemimpin (lakon LOS) dan lain-lain.


94

Gb.47 Karakter karikatural


Karikatural
Karikatural adalah karakter tokoh yang tidak wajar, satiris, dan
cenderung menyindir seperti diperlihatkan dalam gambar 15 di
atas. Karakter ini segaja diciptakan oleh penulis lakon sebagai
penyeimbang antara kesedihan dan kelucuan, antara
ketegangan dengan keriangan suasana. Sifat karikatural ini
bisa berupa dialog-dialog yang diucapkan oleh karakter tokoh,
bisa juga dengan tingkah laku, bahkan perpaduan antara
ucapan dengan tingkah laku. Misalnya, karakter Badut pada
lakon Raja Lear karya Willilam Shakespeare terjemahan Trisno
Sumardjo, kalau dianalisis dialognya menunjukkan betapa
sangat satir dan dapat mengimbangi ketegangan suasana yang
diciptakan oleh Raja Lear.

BADUT : Bakal kau alami, anakmu yang lain itu berbuat
layak, sebab meskipun dia serupa kakaknya,
seperti apel hutan serupa dengan apel biasa,
namun aku tahu apa yang kutahu.

LEAR : Apa yang kau tahu, bocah?

BADUT : Seleranya sama, seperti apel sama rasanya
dengan apel. Bisa menjawa, mengana hidung
orang ada di tengah-tengah mukanya?


95
LEAR : Tidak.
BADUT : Yaitu supaya ada mata di kanan-kiriinya, jadi
manusia dapat melihat apa yang tak mampu
diciumnya.

LEAR : Aku berbuat salah terhadap dia

BADUT : Tahu, bagaimana kerang membikin kulitnya?

LEAR : Tidak

BADUT : Aku pun tidak, tapi kutahu mengapa keong punya
rumah.

LEAR : Ya?

BADUT : Yakni guna menyimpan kepalanya; tidak untuk
diberikan pada anak-anaknya,hingga tanduknya
tak berkerudung.

LEAR : Hendak kulupakan watakku padahal ayahnya
sebaik itu Kudaku siap?

Dari dialog yang dilakukan oleh Raja Lear dengan Badut ini bisa
dianalisis bahwa suasana yang diciptakan oleh Raja Lear
cenderung pada suasana kemarahan karena telah diusir oleh
anaknya, sedangkan dialog yang disampaikan oleh Badut
cenderung lucu dan ceria meskipun berisi tentang olok-olok dan
nasehat kepada Raja Lear.


96
BAB III
PENYUTRADARAAN

Pada mulanya pementasan teater tidak mengenal sutradara.
Pementasan teater muncul dari sekumpulan pemain yang memiliki
gagasan untuk mementaskan sebuah cerita. Kemudian mereka berlatih
dan memainkkannya di hadapan penonton. Sejalan dengan kebutuhan
akan pementasan teater yang semakin meningkat, maka para aktor
memerlukan peremajaan pemain. Para aktor yang telah memiliki banyak
pengalaman mengajarkan pengetahuannya kepada aktor muda. Proses
mengajar dijadikan tonggak awal lahirnya sutradara. Dalam terminologi
Yunani sutradara (director) disebut didaskalos yang berarti guru dan pada
abad pertengahan di seluruh Eropa istilah yang digunakan untuk seorang
sutradara dapat diartikan sebagai master.
Istilah sutradara seperti yang dipahami dewasa ini baru muncul
pada jaman Geroge II. Seorang bangsawan (duke) dari Saxe-Meiningen
yang memimpin sebuah grup teater dan menyelenggarakan pementasan
keliling Eropa pada akhir tahun 1870-1880. Dengan banyaknya jumlah
pentas yang harus dilakukan, maka kehadiran seorang sutradara yang
mampu mengatur dan mengharmonisasikan keseluruhan unsur artistik
pementasan dibutuhkan. Meskipun demikian, produksi pementasan
teater Saxe-Meiningen masih mengutamakan kerja bersama antarpemain
yang dengan giat berlatih untuk meningkatkan kemampuan berakting
mereka (Robert Cohen, 1994).
Model penyutradaraan seperti yang dilakukan oleh George II
diteruskan pada masa lahir dan berkembangnya gaya realisme. Andre
Antoine di Perancis dengan Teater Libre serta Stansilavsky di Rusia
adalah dua sutradara berbakat yang mulai menekankan idealisme dalam
setiap produksinya. Max Reinhart mengembangkan penyutradaraan
dengan mengorganisasi proses latihan para aktor dalam waktu yang
panjang. Gordon Craig merupakan seorang sutradara yang menanamkan
gagasannya untuk para aktor sehingga ia menjadikan sutradara sebagai
pemegang kendali penuh sebuah pertunjukan teater (Herman J. Waluyo,
2001). Berhasil tidaknya sebuah pertunjukan teater mencapai takaran
artistik yang diinginkan sangat tergantung kepiawaian sutradara. Dengan
demikian sutradara menjadi salah satu elemen pokok dalam teater
modern.
Oleh karena kedudukannya yang tinggi, maka seorang sutradara
harus mengerti dengan baik hal-hal yang berhubungan dengan
pementasan. Oleh karena itu, kerja sutradara dimulai sejak
merencanakan sebuah pementasan, yaitu menentukan lakon. Setelah itu
tugas berikutnya adalah menganalisis lakon, menentukan pemain,
menentukan bentuk dan gaya pementasan, memahami dan mengatur
blocking serta melakukan serangkaian latihan dengan para pemain dan

97
seluruh pekerja artistik hingga karya teater benar-benar siap untuk
dipentaskan.

1. Menentukan Lakon
Proses atau tahap pertama yang harus dilakukan oleh sutradara
adalah menentukan lakon yang akan dimainkan. Sutradara bisa memilih
lakon yang sudah tersedia (naskah jadi) karya orang lain atau membuat
naskah lakon sendiri.

1.1 Naskah Jadi
Mementaskan teater dengan naskah yang sudah tersedia memiliki
kerumitan tersendiri terutama pada saat hendak memilih naskah yang
akan dipentaskan. Nskah tersebut harus memenuhi kreteria yang
diinginkan serta sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Ada
beberapa pertimbangan yang dapat dilakukan oleh sutradara dalam
memilih naskah, seperti tertulis di bawah ini.
Sutradara menyukai naskah yang dipilih. Jika sutradara
memilih naskah yang akan ditampilkan dalam keadaan
terpaksa maka bisa dipastikan hasil pementasan menjadi
kurang baik. Naskah yang tidak dikehendaki akan membawa
pengaruh dan masalah tersendiri bagi sutradara dalam
mengerjakannya, seperti analisis yang kurang detil, pemilihan
pemain yang asal-asalan, keseluruhan kerja menjadi tidak
optimal.
Sutradara merasa mampu mementaskan naskah yang telah
dipilih. Mampu mementaskan sebuah naskah tentunya tidak
hanya berkaitan dengan kecakapan sutradara, tetapi juga
dengan unsur pendukung yang lain. Semua sumber daya
dimiliki seperti pemain, penata artsitik, dan pendanaan
menjadi pertimbangan dalam memilih naskah yang akan
dipentaskan.
Sutradara wajib mempertimbangkan sisi pendanaan secara
khusus. Beberapa naskah yang baik terkadang memiliki
konsekuensi logis dengan pendanaan. Misalnya, naskah yang
dipilih memoiliki latar cerita di rumah mewah dengan segala
perabot yang indah. Hal ini membawa dampak tersendiri
dalam bidang pendanaan. Jika sutradara merasa mampu
mengusahakan pendanaan secara optimal untuk mewujudkan
tuntutan artistik lakon, maka naskah tersebut bisa dipilih. Jika
tidak, sutradara harus mampu melakukan adaptasi sehingga
pendanaan bisa dikurangi tanpa mengurangi nilai artistik
lakon.
Sutradara mampu menemukan pemain yang tepat. Naskah
lakon yang baik tidak ada gunanya jika dimainkan oleh aktor
yang kurang baik. Oleh karena itu, sutradara harus mampu

98
mengukur kualitas sumber daya pemain yang dimiliki dalam
menentukan naskah yang akan dipentaskan.
Sutradara mampu tetap mementaskan naskah yang dipilih.
Tidak ada gunanya berlatih naskah lakon tertentu dalam waktu
lama jika di tengah proses tiba-tiba hal itu terhenti karena
alasan tertentu. Sutradara dengan segenap kemampuannya
harus mampu meyakinkan pemain dan mengusahakan
pertunjukan agar tetap digelar sehingga proses yang telah
dilakukan tidak menjadi sia-sia.


1.2 Membuat Naskah Sendiri
Membuat naskah lakon sendiri tidak menguntungkan karena akan
memperpanjang proses pengerjaan. Akan tetapi berkenaan dengan
sumber daya yang dimiliki, membuat naskah sendiri dapat menjadi pilihan
yang tepat. Untuk itu, sutradara harus mampu membuat naskah yang
sesuai dengan kualitas sumber daya yang ada. Naskah semacam ini
bersifat situasional, tetapi semua orang yang terlibat menjadi senang
karena dapat mengerjakannya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Beberapa langkah di bawah ini dapat dijadikan acuan untuk menulis
naskah lakon.
Menentukan tema. Tema adalah gagasan dasar cerita atau pesan
yang akan disampaikan oleh pengarang kepada penonton. Tema,
akan menuntun laku cerita dari awal sampai akhir. Misalnya tema
yang dipilih adalah kebaikan akan mengalahkan kejahatan,
maka dalam cerita hal tersebut harus dimunculkan melalui aksi
tokoh-tokohnya sehingga penonton dapat menangkap maksud
dari cerita bahwa sehebat apapun kejahatan pasti akan
dikalahkan oleh kebaikan.
Menentukan persoalan. Persoalan atau konflik adalah inti dari
cerita teater. Tidak ada cerita teater tanpa konflik. Oleh karena itu
pangkal persoalan atau titik awal konflik perlu dibuat dan
disesuaikan dengan tema yang dikehendaki. Misalnya dengan
tema kebaikan akan mengalahkan kejahatan, pangkal persoalan
yang dibicarakan adalah sikap licik seseorang yang selalu
memfitnah orang lain demi kepentingannya sendiri. Persoalan ini
kemudian diikembangkan dalam cerita yang hendak dituliskan.
Membuat sinopsis (ringkasan cerita). Gambaran cerita secara
global dari awal sampai akhir hendaknya dituliskan. Sinopsis
digunakan pemandu proses penulisan naskah sehingga alur dan
persoalan tidak melebar. Dengan adanya sinopsis maka
penulisan lakon menjadi terarah dan tidak mengada-ada.
Menentukan kerangka cerita. Kerangka cerita akan membingkai
jalannya cerita dari awal sampai akhir. Kerangka ini membagi
jalannya cerita mulai dari pemaparan, konflik, klimaks sampai
penyelesaian. Dengan membuat kerangka cerita maka penulis

99
akan memiliki batasan yang jelas sehingga cerita tidak bertele-
tele. William Froug (1993) misalnya, membuat kerangka cerita
(skenario) dengan empat bagian, yaitu pembukaan, bagian awal,
tengah, dan akhir. Pada bagian pembukaan memaparkan sketsa
singkat tokoh-tokoh cerita. Bagian awal adalah bagian
pengenalan secara lebih rinci masing-masing tokoh dan titik
konflik awal muncul. Bagian tengah adalah konflik yang
meruncing hingga sampai klimaks. Pada bagian akhir, titik balik
cerita dimulai dan konflik diselesaikan. Riantiarno (2003),
sutradara sekaligus penulis naskah Teater Koma, menentukan
kerangka lakon dalam tiga bagian, yaitu pembuka yang berisi
pengantar cerita atau sebab awal, isi yang berisi pemaparan,
konflik hingga klimaks, dan penutup yang merupakan simpulan
cerita atau akibat.
Menentukan protagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang
membawa laku keseluruhan cerita. Dengan menentukan tokoh
protagonis secara mendetil, maka tokoh lainnya mudah
ditemukan. Misalnya, dalam persoalan tentang kelicikan, maka
tokoh protagonis dapat diwujudkan sebagi orang yang rajin,
semangat dalam bekerja, senang membantu orang lain,
berkecukupan, dermawan, serta jujur. Semakin detil sifat atau
karakter protagonis, maka semakin jelas pula karakter tokoh
antagonis. Dengan menulis lawan dari sifat protagonis maka
karakter antagonis dengan sendirinya terbentuk. Jika tokoh
protagonis dan antagonis sudah ditemukan, maka tokoh lain baik
yang berada di pihak protagonis atau antagonis akan mudah
diciptakan.
Menentukan cara penyelesaian. Mengakhiri sebuah persoalan
yang dimunculkan tidaklah mudah. Dalam beberapa lakon ada
cerita yang diakhiri dengan baik tetapi ada yang diakhiri secara
tergesa-gesa, bahkan ada yang bingung mengakhirinya. Akhir
cerita yang mengesankan selalu akan dinanti oleh penonton. Oleh
karena itu tentukan akhir cerita dengan baik, logis, dan tidak
tergesa-gesa.
Menulis. Setelah semua hal disiapkan maka proses berikutnya
adalah menulis. Mencari dan mengembangkan gagasan memang
tidak mudah, tetapi lebih tidak mudah lagi memindahkan gagasan
dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, gunakan dan manfaatkan
waktu sebaik mungkin.


2. Analisis Lakon
Menganalisis lakon adalah salah satu tugas utama sutradara.
Lakon yang telah ditentukan harus segera dipelajari sehingga gambaran

100
lengkap cerita didapatkan. Dengan analisis yang baik, sutradara akan
lebih mudah menerjemahkan kehendak pengarang dalam pertunjukan.


2.1 Analisis Dasar
Analisis dasar adalah telaah unsur-unsur pokok yang membentuk
lakon. Dalam proses analisis ini, sutradara memepelajari seluruh isi lakon
dan menangkap gambaran lengkap lakon seperti apa yang tertulis. Jadi,
dalam tahap ini sutradara hanya membaca kehendak pengarang melalui
lakonnya. Unsur-unsur pokok yang harus dianalisis oleh sutradara adalah
senagai berikut.
Pesan Lakon. Merupakan bahan komunikasi utama yang
hendak disampaikan kepada penonton. Berhasil atau tidaknya
sebuah pertunjukan teater diukur dari sampai tidaknya pesan
lakon kepada penonton. Oleh karena itu, sutradara wajib
menemukan pesan utama dari lakon yang telah ditentukan.
Apa yang hendak disampaikan oleh pengarang melalui
naskah lakon disebut pesan. Romeo and Juliet karya
Shakespeare mengandung pesan bahwa seseorang yang
telah menemukan cinta sejati tidak takut terhadap risiko
apapun termasuk mati. Pesan ini ingin disampaikan oleh
pengarang dengan akhir yang tragis dimana tokoh Romeo dan
Juliet akhirnya mati bersama. Dinamika percintaan Romeo
dan Juliet yang berakhir dengan kematian inilah yang harus
ditekankan oleh sutradara kepada penonton.
Konflik dan Penyelesaian. Penting mengetahui dasar
persoalan (konflik) dalam sebuah lakon karena hal tersebut
akan membawa laku aksi para tokohnya. Di bagian mana
konflik itu muncul dan bagaimana aksi dan reaksi para
tokohnya, pada bagian mana konflik itu memuncak, dan pada
akhirnya bagaimana konflik itu diselesaikan. Semua ini akan
memberi sudut pandang bagi sutradara dalam melihat,
menilai, dan memahami konflik lakon. Selain itu sudut
pandang pengarang dalam menyelesaikan konflik dapat
menegaskan pesan yang hendak disampaikan.
Karakter Tokoh. Analisis karakter tokoh sangat penting dan
harus dilakukan secara mendetil agar sutradara mendapatkan
gambaran watak sejelas-jelasnya. Karena tidak banyak
arahan dan keterangan yang dituliskan mengenai karakter
tokoh dalam sebuah lakon, maka sutradara harus
menggalinya melalui kalimat-kalimat dialog. Perjalanan
sebuah karakter terkadang tidak mengalami perubahan yang
berarti tetapi beberapa tokoh dalam lakon (biasanya
protagonis dan antagonis) bisa saja mengalami perubahan.
Oleh karena itu analisis karakter ini harus dilakukan dengan

101
teliti dan hati-hati sehingga setiap perubahan karakter yang
dialami oleh tokoh tidak lepas dari pengamatan sutradara.
Latar Cerita. Gambaran tempat kejadian, peristiwa, dan waktu
kejadian harus diungkapkan dengan jelas karena hal ini
berkaitan dengan tata artistik. Untuk mewujudkan keadaan
peristiwa seperti dikehendaki lakon di atas panggung maka
informasi yang jelas mengenai latar cerita harus didapatkan.
Misalnya, gambaran tempat kejadian persitiwa adalah di
sebuah gedung maka harus dijelaskan apakah terjadi di
sebuah gedung megah, sederhana atau mewah. Apakah
gedung tersebut merupakan gedung pertemuan, dewan kota,
museum, atau gedung pertunjukan. Di gedung tersebut cerita
terjadi di ruang aula, teras gedung, dapur umum, atau di salah
satu ruang khusus. Arsitektur gedung itu apakah
menggunakan arsitektur kolonial, gaya spanyol, atau ciri khas
daerah tertentu. Intinya informasi sekecil apapun harus
didapatkan. Hal ini berlaku juga untuk latar peristiwa dan
waktu. Semua informasi dikumpulkan dan diseleksi untuk
kemudian diwujudkan dalam pementasan. Dengan demikian
penonton akan mendapatkan gambaran yang jelas latar cerita
yang dimainkan.


2.2 Interpretasi
Setelah menganalisis lakon dan mendapatkan informasi lengkap
mengenai lakon, maka sutradara perlu melakukan tafsir atau interpretasi.
Berdasarkan hasil analisis, sutradara memberi sentuhan dan atau
penyesuaian artistik terhadap lakon yang akan dipentaskan. Proses ini
bisa disebut sebagai proses asimilasi (perpaduan) antara gagasan
sutradara dan pengarang. Seorang sutradara sebetulnya boleh tidak
melakukan interpretasi terhadap lakon, artinya, ia hanya sekedar
melakukan apa yang dikehendaki oleh lakon apa adanya sesuai dengan
hasil analisis. Akan tetapi sangat mungkin seorang sutradara memiliki
gagasan astistik tertentu yang akan ditampilkan dalam pementasan
setelah menganalisa sebuah lakon. Proses interpretasi biasanya
menyangkut unsur latar, pesan, dan penokohan.
Latar. Adaptasi terhadap tempat kejadian peristiwa sering
dilakukan oleh sutradara. Secara teknis hal ini berkaitan
dengan sumber daya yang dimiliki. Misalnya, dalam lakon
mengehendaki tempat kejadian di sebuah apartemen yang
mewah, tetapi karena ketersediaan sumber daya yang kurang
memadahi maka bentuk penampilan apartemen mewah
disesuaikan. Secara artistik, sutradara dapat menafsirkan
tempat kejadian secara simbolis. Misalnya, apartemen mewah
disimbolkan sebagai pusat kekuasaan maka tata
panggungnya disesuaikan dengan simbolisasi tersebut. Ketika

102
adaptasi ini dilakukan maka unsur-unsur lain pun seperti tata
rias dan busana akan ikut terkait dan mengalamu
penyesuaian. Penyesuaian inipun berkaitan langsung dengan
latar waktu dan peristiwa. Jika apartemen disimbolkan sebagai
pusat kekuasaan maka peristiwa yang terjadi di dalamnya juga
harus mengikuti simbolisasi ini sedangkan latar waktunya bisa
ditarik ke masa lalu atau masa kini seperti yang dikehendaki
oleh sutradara. Oleh karena itulah pentas teater dengan lakon-
lakon yang sudah berusia lama seperti Oedipus, Antigone,
Romeo and Juliet masih aktual dipentaskan sekarang ini.
Pesan. Hal yang paling menarik mengenai penyampaian
pesan kepada penonton adalah caranya. Cara menyampaikan
pesan antara sutradara satu dengan yang lain bisa berbeda
meskipun lakon yang dipentaskan sama. Cara menyampaikan
pesan ini menjadi titik tafsir lakon yang penting karena pesan
inilah inti dari keseluruhan lakon. Untuk menekankan pesan
yang dimaksud ada sutradara yang memberi penonjolan pada
tata artistik, misalnya warna-warna yang digunakan di atas
panggung. Ada juga sutradara yang menonjolkan laku aksi
aktor di atas pentas sehingga adegan dibuat dan dikerjakan
secara detil. Masing-masing cara penonjolan pesan ini
mempengaruhi unsur-unsur lain dalam pementasan. Dengan
demikian sutradara harus benar-benar memikirkan cara
menyampaikan pesan lakon dengan mempertimbangkan
unsur-unsur lakon dan sumber daya yang dimiliki.
Penokohan. Tafsir ulang terhadap tokoh lakon paling sering
dilakukan. Hal ini biasanya berkaitan dengan isu atau topik
yang sedang hangat terjadi di masyarakat. Tafsir ulang tokoh
tidak hanya sekedar mengubah nama dan menyesuaikan
bentuk penampilan fisik, tetapi juga mental, emosi, dan
keseluruhan watak tokoh. Misalnya, sebuah lakon yang tokoh-
tokohnya memiliki latar belakang budaya Eropa hendak
diadaptasi ke dalam budaya Indonesia. Banyak hal yang harus
dilakukan selain mengganti nama dan penampilan fisik, yaitu
cara berbicara, gaya berjalan, tata krama, pandangan hidup,
takaran emosi dan cara berpikir. Semuanya memliki
keterkaitan. Misalnya, dalam budaya Eropa orang bepikir
secara bebas sementara orang Indonesia cenderung
mempertimbangkan hal-hali lain (tata krama, pranata sosial) di
luar hal utama yang dipikirkan. Hal ini mempengaruhi hasil
pemikiran dan cara mengungkapkan hasil pikiran tersebut.
Dengan demikian cara pandang sutradara terhadap
keseluruhan lakon pun harus diubah atau mengalami
penyesuaian.



103
2.3 Konsep Pementasan
Hasil akhir dari analisis naskah adalah konsep pementasan.
Dalam konsep ini sutradara menjelaskan secara lengkap mengenai cara
menyampaikan pesan yang berkaitah dengan pendekatan gaya
pementasan dan pendekatan pemeranan serta memberikan gambaran
global tata artistik.
Pendekatan gaya pementasan. Seniman teater dunia telah
banyak berusaha melahirkan gaya pementasan. Dewasa ini
hampir tidak bisa ditemukan gaya pementasan murni yang
dihasilkan seorang sutradara atau pemikir teater. Setiap
kelahiran gaya baru memiliki keterkaitan atau perlawanan
terhadap gaya tertentu (baca bagian sejarah teater). Oleh
karena itu, hal yang paling bisa adalah mendekatkan gaya
pementasan dengan gaya tertentu yang sudah ada. Istilah
pendekatan di sini digunakan dalam arti sutradara tidak hanya
sekedar melaksanakan sebuah gaya secara wantah (utuh)
tetapi ada pengembangan atau penyesuaian di dalamnya.
Untuk itu, sutradara harus memahami gaya-gaya pementasan.
Dengan demikian pendekatan yang dilakukan tidak salah
sasaran. Konvensi atau aturan main sebuah pertunjukan
diungkapkan dalam poin ini, misalnya, karena menggunakan
pendekatan gaya presentasional, maka bahasa dialog
antaraktor menggunakan bahasa yang puitis. Gerak laku aktor
distilisasi atau diperindah. Aktor boleh berbicara secara
langsung kepada penonton.
Pendekatan pemeranan. Setelah menetapkan pendekatan
gaya, maka metode pemeranan yang dilakukan perlu
dituliskan. Hal ini sangat berguna bagi aktor. Metode akting
berkaitan dengan pencapaian aktor (standar) sesuai dengan
pendekatan gaya pementasannya. Misalnya, penggunaan
bahasa puitis dengan sendirinya membuat aktor harus mau
memahami dan melakukan latihan teknik-teknik membaca
puisi agar dalam pengucapan dialog tidak seperti percakapan
sehari-hari. Hal ini mempengaruhi bentuk dan gaya
penampilan aktor dalam beraksi. Sutradara harus membuat
metode tertentu dalam sesi latihan pemeranan untuk
mencapai apa yang dinginkan.
Gambaran tata artistik. Secara umum, sutradara harus
menuliskan gambaran (pandangan) tata artistiknya. Meski
tidak secara mendetil, tetapi gambaran tata artisitk berguna
bagi para desainer untuk mewujudkannya dalam desain. Jika
sutradara mampu, maka ia bisa memberikan gambaran tata
artistik melalui sketsa. Jika tidak, maka ia cukup
menuliskannya. Di bawah ini contoh sketsa tata artistik.


104

Gb.48 Contoh sketsa tata panggung

Gambar 48 menunjukkan keinginan sutradara untuk menghadirkan
rumah sederhana di lingkungan yang tandus (berbatu) di atas pentas.


Gb.49 Contoh sketsa tata busana Gb.50 Contoh sketsa tata rias

105
Gambar 49 menunjukkan keinginan sutradara untuk mengkombinasikan
tata busana pelaut dan perompak. Topi dan sepatu yang dikenakan
mengambil bentuk dari busana pelaut sementara jaket dan belati
mengambil dari busana perompak. Dalam gambar 50 sutradara
menginginkan tata rias dan rambut yang natural. Tidak banyak modifikasi.


3. Memilih Pemain
Menentukan pemain yang tepat tidaklah mudah. Dalam sebuah
grup atau sanggar, sutradara sudah mengetahui karakter pemain-
pemainnya (anggota). Akan tetapi, dalam sebuah grup teater sekolah
yang pemainnya selalu berganti atau kelompok teater kecil yang
membutuhkan banyak pemain lain sutradara harus jeli memilih sesuai
kualifikasi yang dinginkan. Grup teater tradisional biasanya memilih
pemain sesuai dengan penampilan fisik dengan ciri fisik tokoh lakon,
misalnya dalam wayang orang atau ketoprak. Akan tetapi, dalam teater
modern, memilih pemain biasanya berdasar kecapakan pemain tersebut.

3.1 Fisik
Penampilan fisik seorang pemain dapat dijadikan dasar
menentukan peran. Biasanya, dalam lakon yang gambaran tokohnya
sudah melekat di masyarakat, misalnya tokoh-tokoh dalam lakon
pewayangan, penentuan pemain berdasar ciri fisik ini menjadi acuan
utama.
Ciri Wajah. Berkaitan langsung dengan penampilan mimik
aktor. Meskipun kekurangan wajah bisa ditutupi dengan tata
rias, tetapi ciri wajah pemain harus diusahakan semirip
mungkin dengan ciri wajah tokoh dalam lakon. Hal ini
dianggap dapat mampu melahirkan ekspresi wajah yang
natural. Misalnya, dalam cerita Kabayan, maka pemain harus
memiliki ciri wajah yang tampak tolol.
Ukuran Tubuh. Dalam kasus tertentu, ukuran tubuh
merupakan harga mati bagi sebuah peran. Misalnya, dalam
wayang wong, tokoh Bagong memiliki ukuran tubuh tambun
(gemuk), maka pemain yang dipilih pun harus memiliki tubuh
gemuk. Tidak masuk akal jika Bagong tampil dengan tubuh
kurus.
Tinggi Tubuh. Hal ini juga sama dengan ukuran tubuh. Tokoh
Werkudara (Bima) harus diperankan oleh orang yang bertubuh
tinggi besar. Sutradara akan diprotes oleh penonton jika
menampilkan Bima bertubuh kurus dan pendek, karena tidak
sesuai dengan karakter dan akan menyalahi laku lakon secara
keseluruhan.
Ciri Tertentu. Ciri fisik dapat pula dijadikan acuan untuk
menentukan pemain. Misalnya, dalam ketoprak, seorang yang

106
tinggi tapi bungkuk dianggap tepat memainkan peran pendeta.
Seorang yang memiliki kumis, janggut, dan brewok tebal
cocok diberi peran sebagai warok atau jagoan.


3.2 Kecakapan
Menentukan pemain berdasar kecapakan biasanya dilakukan
melalui audisi. Meskipun dalam khasanah teater modern, sutradara dapat
menilai kecakapan pemain melalui portofolio tetapi proses audisi tetap
penting untuk menilai kecakapan aktor secara langsung.
Tubuh. Kesiapan tubuh seorang pemain merupakan faktor
utama. Tidak ada gunanya seorang aktor bermain dengan
baik jika fisiknya lemah. Dalam sebuah produksi yang
membutuhkan latihan rutin dan intens dalam kurun waktu yang
lama ketahanan tubuh yang lemah sangatlah tidak
menguntungkan. Untuk menilai kesiapan tubuh pemain, maka
latihan katahanan tubuh dapat diujikan.
Wicara. Kemampuan dasar wicara merupakan syarat utama
yang lain. Dalam teater yang menggunakan ekspresi bahasa
verbal kejelasan ucapan adalah kunci ketersampaian pesan
dialog. Oleh karena itu pemain harus memiliki kemampuan
wicara yang baik. Penilaian yang dapat dilakukan adalah
penguasan, diksi, intonasi, dan pelafalan yang baik. Dengan
memberikan teks bacaan tertentu, calon aktor dapat dinilai
kemampuan dasar wicaranya.
Penghayatan. Menghayati sebuah peran berarti mampu
menerjemahkan laku aksi karakter peran dalam bahasa verbal
dan ekspresi tubuh secara bersamaan. Untuk menilai hal ini,
sutradara dapat memberikan penggalan adegan atau dialog
karakter untuk diujikan. Calon aktor, harus mampu
menyajikannya dengan penuh penghayatan. Untuk menguji
lebih mendalam sutrdara juga dapat memberikan penggalan
dialog karakter lain dengan muatan emosi yang berbeda.
Kecakapan lain. Kemampuan lain selain bermain peran
terkadang dibutuhkan. Misalnya, seorang calon aktor yang
memiliki kemampuan menari, menyanyi atau bermain musik
memiliki nilai lebih. Mungkin dalam sebuah produksi ia tidak
memenuhi kriteria sebagai pemain utama, tetapi bisa dipilih
sebagai seorang penari latar dalam adegan tertentu. Untuk itu,
portofolio sangat penting bagi seorang aktor profesional.
Catatan prestasi dan kemampuan yang dimiliki hendaknya
ditulis dalam portofolio sehingga bisa menjadi pertimbangan
sutradara.




107

4. Menentukan Bentuk dan Gaya Pementasan
Bentuk dan gaya pementasan membingkai keseluruhan
penampilan pementasan. Penting bagi sutradara untuk menentukan
dengan tepat bentuk dan gaya pementasan. Bentuk dan gaya yang dipilih
secara serampangan akan mempengaruhi kualitas penampilan. Kehati-
hatian dalam memilih bentuk dan gaya bukan saja karena tingkat
kesulitan tertentu, tetapi latar belakang pengetahuan dan kemampuan
sutradara sangat menentukan. Di bawah ini akan dibahas bentuk dan
gaya pementasan menurut penuturan cerita, bentuk penyajian, dan gaya
penyajian. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan serta
membutuhkan kecakapan sutradara dalam bidang tertentu untuk
melaksanakannya.


4.1 Menurut Penuturan Cerita
Ada dua jenis pertunjukan teater menurut penuturan ceritanya,
yaitu berdasar naskah lakon dan improvisasi. Teater tradisional biasanya
memilih imporivisasi karena semua pemain telah memahami dengan baik
cerita yang akan dilakonkan dan karakter tokoh yang akan diperankan.
Sebaliknya, teater modern menggunakan naskah lakon sebagai sumber
penuturan. Meskipun beberapa kelompok teater modern tertentu
memperbolehkan improvisasi (biasanya lakon komedi situasi) tetapi
sumber utama dialognya diambil dari naskah lakon.

4.1.1 Berdasar Naskah Lakon
Mementaskan teater berdasarkan naskah lakon menjadi ciri
umum teater modern. Hal ini memiliki kelebihan tersendiri, di antaranya
adalah sebagai berikut.
Durasi waktu dapat ditentukan dengan pasti. Karena dialog
peran sudah ditentukan dan tidak boleh ditambah atau
dikurangi maka durasi pementasan dapat ditentukan. Dari
serangkaian latihan yang dikerjakan secara rutin dan kontinyu
ditambah dengan unsur artistik dan teknis maka lamanya
pertunjukan teater berdasar naskah dapat ditetapkan. Bahkan
dalam produksi teater profesional yang semuanya dirancang
dengan baik, lamanya adegan, perpindahan antaradegan, dan
tanda keluar-masuk ilustrasi musik atau pencahayaan
ditentukan waktunya sehingga setiap detik sangat berharga
dan menentukan berhasil tidaknya pertunjukan tersebut.
Arahan dialog sudah ada. Sutradara tidak perlu menambah
atau mengurangi dialog yang sudah tertulis dalam lakon
kecuali punya keinginan mengadaptasinya. Tugas aktor
adalah menghapalkan dialog tersebut dan mengucapkannya
dalam pementasan. Dalam lakon terkadang arahan emosi

108
berkaitan dengan dialog juga dituliskan sehingga sutrdara
lebih mudah dalam memantau emosi tokoh yang diperankan
aktor.
Arahan laku permainan dapat ditemukan dalam naskah.
Dengan mempelajari naskah, arahan laku permainan dari awal
sampai akhir dapat ditemukan. Dengan demikian, sutradara
mudah dalam membuat perencanaan blocking.
Konflik dan penyelesaian tidak bekembang. Karena tidak ada
impovisasi, maka konflik dan penyelesaian lakon pasti.
Fokus permasalahan telah ditentukan. Sutradara menjadi
mudah menentukan penekanan permasalahan lakon.
Pengembangan yang dilakukan hanyalah persoalan sudut
pandang.
Gambaran bentuk latar kejadian dapat ditemukan dalam
naskah. Lakon telah menyediakan gambaran lengkap laku
perisitiwa melalui dialog tokoh-tokohnya. Gambaran ini sangat
penting bagi sutradara untuk mewujudkannya di atas pentas.
Kalaupun hendak melakukan adaptasi atau penyesuaian,
sutradara telah mendapatkan gambarannya.
Di samping kelebihan tersebut di atas, pementasan teater berdasar
naskah lakon juga memiliki kekurangan dan problem tersendiri.
Jika sumber daya yang dimiliki tidak sesuai dengan kehendak
lakon harus dilakukan adaptasi. Hal ini perlu dilakukan. Jika
memaksakan kehendak harus sesuai dengan gagasan lakon,
maka kerja sutradara akan semakin keras. Tergantung dari
kekurangan sumber daya yang dimiliki. Jika sumber daya
manusia (aktor) yang kurang, maka sutradara memerlukan
waktu ekstra untuk membimbing para aktornya. Jika sumber
dana yang kurang maka tim poruduksi harus berusaha keras
untuk memenuhi tuntutan tersebut. Jika hendak menyesuaikan
dengan ketersediaan sumber daya, maka adaptasi lakon
harus dilakukan. Sutradara perlu meluangkan waktu untuk
melakukannya.
Kreativitas aktor terbatas. Dengan ditentukannya arah laku
maka kreativitas aktor di atas panggung menjadi terbatas.
Meskipun secara artistik tidak masalah, tetapi karya teater
menjadi karya sutradara. Aktor tidak memiliki kebebasan
penuh selain menerjemahkan konsep artistik sutradara.
Tidak memungkinkan pengembangan cerita. Cerita yang telah
dituliskan oleh pengarang harus ditaati. Setuju atau tidak
setuju terhadap cerita, konflik, dan penyelesaian konflik,
sutradara harus mengikutinya. Jika sutradara hendak
mengembangkan cerita, konflik dan mengubah cara
penyelesaian, ia harus mendapatkan ijin dari penulis naskah
lakon. Jika ia tetap melakukannya, maka sutradara telah

109
melanggar kode etik dan hak karya artistik. Jika naskah lakon
tersebut telah dipublikasikan dalam bentuk buku dan memiliki
hak cipta maka sutradara bisa dituntut di muka hukum.

4.1.2 Improvisasi
Mementaskah teater secara improvisasi memiliki keunikan
tersendiri. Sutradara hanya menyediakan gambaran cerita selanjutnya
aktor yang mengembangkannya dalam permainan. Beberapa kelebihan
pentas teater improvisasi adalah;
Kreativitas sutradara dan aktor dapat dikembangkan seoptimal
mungkin. Sutradara dapat mengembangkan cerita dengan
bebas dan aktor dapat mengembangkan kemungkinan gaya
permainan dengan bebas pula. Dalam proses latihan
terkadang sutradara mendapat inspirasi dari laku aksi pemain
demikian pula sebaliknya. Dengan berkembangnya cerita
maka aktor mendapatkan arahan laku lain yang bisa
dicobakan.
Arahan laku terbuka. Oleh karena tidak ada petunjuk arah laku
yang jelas, maka aktor dapat mengembangkannya. Terkadang
hal ini dapat menimbulkan efek artistik yang alami dan
menarik.
Konflik dan sudut pandang penyelesaian bisa dikembangkan.
Sifat teater improvisasi yang terbuka memungkinkan
pengembangan konflik dan penyelesaian. Dalam teater
tradisional, mereka biasanya menerima pesan tertentu dari
penyelenggara. Pesan ini dengan luwes dapat diselipkan
dalam lakon. Terkadang untuk menyampaikan pesan titipan
tersebut konflik minor baru dimunculkan. Setelah konflik ini
diselesaikan dengan cara yang khas dan lucu maka cerita
kembali ke konflik semula.
Memungkinkan percampuran bentuk gaya. Dalam teater
improvisasi gaya pementasan juga terbuka. Misalnya, dalam
pertunjukan ketoprak sebuah adegan dilakukan mengikuti
kaidah gaya presentasional (adegan Istana), tetapi di adegan
lain menggunakan gaya realis (adegan dagelan).
Pencampuran gaya ini dimaksudkan untuk memenuhi selera
penonton.
Cerita bisa disesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki.
Salah satu kelebihan utama teater improvisasi adalah cerita
dan pemeran dapat dibuat berdasarkan sumber daya yang
dimiliki. Jika banyak pemain yang bisa melucu maka cerita
komedi akan efektif, tetapi jika jumlah pemain yang memiliki
kemampuan laga banyak, maka cerita penuh aksi dapat
dijadikan pilihan. Kemampuan sumber daya ini bisa dijadikan
strategi untuk membuat pertunjukan menarik dan memiliki ciri
khas tertentu.

110


Di balik semua kelebihan di atas, teater improvisasi juga memiliki
kekurangan yang patut diperhatikan oleh sutradara.
Durasi waktu tidak tertentu. Oleh karena cerita bisa
dikembangkan, maka durasi pementasan bisa berubah-ubah.
Semua tergantung dari improvisasi aktor di atas pentas.
Sutradara bisa memotong sebuah adegan yang berjalan
cukup lama dengan membunyikan tanda agar musik
dimainkan dan adegan segera diselesaikan. Kekurangan dari
pemotongan adegan ini adalah jika inti dialog (persoalan)
belum sempat terucapkan maka inti dialog harus diucapkan
pada adegan berikutnya.
Improvisasi dialog tidak berimbang. Dalam sebuah grup teater,
kemampuan setiap aktor pasti tidak sama. Oleh karena itu,
jika sutradara tidak jeli memahami hal ini, bisa jadi ia
memasangkan aktor yang memilliki kemampuan tak
berimbang dalam improvisasi. Akibatnya, dalam adegan
tersebut aktor yang satu terlalu aktif dan yang lain pasif. Jika
hal ini terjadi cukup lama, maka akan membosankan.
Kualitas dialog tidak dapat distandarkan. Karena tidak ada
arahan dialog yang baku, maka kualitas dialog tidak bisa
distandarkan. Bagi aktor yang memiliki kemampuan sastra
memadai tidak jadi masalah, tetapi bagi aktor yang kualitas
sastranya pas-pasan hal ini menjadi masalah besar. Untuk itu,
meskipun improvisasi, latihan adegan tetap harus sering
dilakukan.
Kemungkinan aktor melakukan kesalahan lebih besar. Sifat
akting adalah aksi dan reaksi. Jika seorang aktor beraksi,
maka aktor lawan mainnya harus bereaksi. Karena arahan
laku yang terbuka maka reaksi ucapan sering dilakukan
spontan dan belum tentu benar. Di samping itu, kesalahan
ucap atau penyampaian informasi tertentu bisa saja salah
karena memang tidak dicatat dan hanya diingat garis
besarnya saja.
Sutradara tidak bisa sepenuhnya mengendalikan jalannya
pementasan. Jika pementasan sudah berjalan, maka
panggung sepenuhnya adalah milik aktor. Sutradara tidak bisa
lagi mengendalikan jalannya pertunjukan. Aktor mengambil
peran penuh. Karena sifatnya yang serba terbuka, aktor bisa
mengembangkan cerita dan gaya permainan di atas pentas
dan sutradara tidak bisa lagi mengarahkan secara langung.
Jika dalam teater berbasis naskah, lakon sebagai pengendali
cerita maka dalam teater imrpovisasi aktor harus mampu
mengendalikan jalannya cerita.


111


4.2 Menurut Bentuk Penyajian
Banyaknya pilihan bentuk penyajian pementasan teater membuat
sutradara harus jeli dalam menentukannya. Jika tidak, sutradara akan
kerepotan sendiri. Oleh karena setiap bentuk penyajian memiliki
kekhasan dan membutuhkan prasyarat tertentu yang harus dipenuhi,
maka sutradara wajib mempelajari dan memahami langkah-langkah
dalam melaksanakannya.

4.2.1 Teater Gerak
Teater gerak lebih banyak membutuhkan ekspresi gerak tubuh
dan mimik muka daripada wicara. Pesan yang tidak disampaikan secara
verbal membutuhkan keahlian tersendiri untuk mengelolanya. Di bawah
ini beberapa langkah yang bisa diambil oleh sutradara dalam menggarap
teater gerak
Sutradara mampu mengeksplorasi dan menciptakan gerak.
Simbol dan makna yang disampaikan melalui gerak harus
dikerjakan dengan teliti. Jika tidak, maka maknanya akan
kabur. Sutrdara harus mampu mengeksplorasi dan
menciptakan gerak sesuai dengan makna pesan yang hendak
disampaikan.
Memahami komposisi dan koreografi. Karena bekerja dengan
gerak, maka teori komposisi dan koreografi dasar wajib dimiliki
oleh sutradara. Penataan gerak tidak bisa dikerjakan dengan
serampangan, harus mempertimbangkan makna pesan,
suasana, dan terutama musik ilustrasinya. Untuk mendukung
rangkaian gerak yang telah diciptakan, pengaturan pemain
perlu dilakukan. Meskipun rangkaian gerak yang dihasilkan
sangat indah, tetapi jika komposisi (tata letak) pemainnya tidak
berubah akan melahirkan kejenuhan.
Mewujudkan bahasa dalam simbol gerak. Mengubah bahasa
dalam simbol gerak tidaklah mudah. Apalagi jika sudah
menyangkut makna. Oleh karena itu, sutradara harus bisa
mewujudkan bahasa verbal dalam simbol gerak.
Mewujudkan ekspresi melalui mimik para aktor. Ekspresi
emosi atau karakter peran harus bisa diwujudkan melalui
mimik para aktor. Oleh karena keterbatasan bahasa verbal
dalam pertunjukan teater gerak, maka ekspresi mimik menjadi
sangat penting.
Mengerti musik ilustrasi. Meskipun tidak bisa memainkan
musik, sutradara teater gerak harus mengerti kaidah musik
ilustrasi. Kapan musik mengikuti gerak pemain, kapan pemain
harus menyesuaikan dengan alunan musik, kapan musik hadir
sebagai latar suasana, dan perbedaannya harus dimengerti
oleh sutradara.

112
Jika pemain dalam jumlah banyak, maka pengaturan blocking
harus lebih teliti. Jumlah pemain yang banyak menimbulkan
persoalan tersendiri, terutama menyangkut komposisi. Jika
tidak pintar mengelola, maka banyaknya jumlah pemain justru
akan memenuhi panggung dan membuat suasana menjadi
sesak. Menempatkan pemain dalam posisi dan gerak yang
tepat akan membuat pertunjukan semakin menarik. Jika
jumlah pemain banyak dan harus bergerak secara serempak,
maka dianjurkan untuk mengkreasi gerak sederhana yang
mudah dilakukan. Jika gerak terlalu sulit, maka irama rampak
gerak yang diharapkan bisa kacau.
Jika pemain sedikit maka motif gerak harus lebih variatif.
Jumlah pemain bisa disiasati dengan menambah
perbendaharaan gerak. Motif gerak yang kaya akan membuat
tampilan menjadi variatif dan menyegarkan.


4.2.2 Teater Boneka
Teater boneka memiliki karakter yang khas tergantung jenis
boneka yang dimainkan. Kewajiban sutradara tidak hanya mengatur
pemain manusia, tetapi juga mengatur permainan boneka. Di bawah ini
beberapa langkah yang bisa dikerjakan oleh sutradara yang hendak
mementaskan teater boneka.
Mampu memainkan boneka dengan baik. Banyak jenis
boneka dan masing-masing membutuhkan teknik khusus
dalam memperagakannya. Boneka dua dimensi seperti
wayang kulit memiliki teknik memainkan berbeda dengan
boneka tiga dimensi seperti wayang golek. Boneka wayang
golek memiliki teknik permainan yang berbeda dengan boneka
marionette yang dimainkan dengan tali. Sutradara harus bisa
memainkan boneka tersebut.
Mampu mengisi suara sesuai dengan karakter boneka.
Mengisi suara sesuai karakter boneka menjadi prasyarat
utama. Karakter suara harus bisa tampil secara konsisten dari
awal hingga akhir pertunjukan. Biasanya seorang pemain
boneka bisa membuat beberapa karakter suara yang berbeda.
Mampu menghidupkan ekspresi boneka yang dimainkan.
Memainkan boneka bisa saja dipelajari, tetapi memberikan
ekspresi hidup adalah hal yang lain. Ekspresi selalu
menyangkut penghayatan dan konsentrasi. Karena peran
diperagakan oleh boneka, maka karakter boneka harus benar-
benar melekat sehingga pengendali boneka seolah-olah bisa
memberikan nafas hidup di dalamnya. Boneka yang
dimainkan dengan hidup akan menarik dan tampak nyata.
Jika pemain boneka banyak maka harus mampu mengatur
adegan agar pergerakan boneka tidak saling mengganggu.

113
Jika lakon yang dimainkan membutuhkan banyak peran, maka
pengaturan adegan harus dikerjakan dengan teliti. Tempat
pertunjukan teater boneka yang terbatas harus disesuaikan
dengan jumlah boneka yang tampil. Selain itu, seorang
pengendali biasanya hanya bisa mengendalikan maksimal dua
boneka, maka penampilan boneka yang terlalu banyak juga
akan merepotkan para pengendalinya.
Jika pemain sedikit harus memiliki kemampuan mengisi suara
dengan karakter yang berbeda. Jumlah pengendali boneka
yang sedikit tidak masalah asal setiap orang mampu
menciptakan beberapa karakter suara. Yang terpenting dan
perlu dicatat adalah setiap boneka mempunyai karakter
suaranya sendiri.
Mampu membangun kerjasama antarpemain boneka. Dalam
teater boneka kerjasama antarpemain tidak hanya
menyangkut emosi, tetapi juga menyangkut hal-hal teknis.
Keluar masuknya boneka di atas pentas berkaitan langsung
dengan pengendali bonekanya. Oleh karena itu, pengaturan
adegan boneka disesuaikan dengan kemampuan pengendali.
Jika tidak ada kerjasama yang baik antarpemain (pengendali
boneka), maka pergantian adegan bisa semrawut sehingga
para pemain kewalahan.


4.2.3 Teater Dramatik
Mementaskan teater dramatik membutuhkan kerja keras
sutradara terutama terkait dengan akting pemeran. Oleh karena tuntutan
pertunjukan teater dramatik yang mensyaratkan laku aksi seperti kisah
nyata, maka sutradara harus benar-benar jeli dalam menilai setiap aksi
para aktor. Demikian juga dengan suasana kejadian, semua harus
tampak natural, tidak dibuat-buat. Beberapa langkah yang dapat
dikerjakan oleh sutradara dalam menggarap teater dramatik adalah
sebagai berikut.
Memahami tensi dramatik (dinamika lakon). Laku lakon dari
awal sampai akhir mengalami dinamika atau ketegangan yang
turun naik. Sutradara harus memahami bobot tegangan (tensi)
dramatik dalam setiap adegan yang ada pada lakon. Jika pada
bagian awal konflik tegangan terlalu tinggi, maka aktor akan
kesulitan meninggikan tegangan pada saat klimaks. Hasil
akhirnya adalah anti klimaks di mana pada adegan yang
seharusnya memiliki tensi tinggi justru melemah karena energi
para aktornya telah habis. Untuk menghindari hal tersebut
sutradara harus benar-benar teliti dalam mengukur tegangan
dramatik adegan per adegan dalam lakon. Jika dianalogikan
dengan nilai 1 sampai dengan 10, maka sutradara harus
menetapkan tegangan optimal dan minimal. Angka tertinggi

114
dari deret tegangan yang harus dicapai oleh aktor adalah 8
atau 9, sehingga ketika dalam adegan tertentu membutuhkan
tegangan yang lebih aktor masih bisa mengejarnya. Intinya,
bijaksanalah dalam menentukan tegangan dramatik adegan
dan buatlah klimaks yang mengesankan dan penyelesaian
yang dramatis.
Memahami sisi kejiwaan karakter peran. Hal yang paling sulit
dilakukan oleh sutradara adalah membongkar kejiwaan
karakter peran dan mewujudkannya dalam laku aktor di atas
pentas. Sisi kejiwaan yang menyangkut perasaan karakter
peran harus dapat ditampilkan senatural mungkin sehingga
penonton menganggap hal itu benar-benar nyata terjadi. Di
sinilah letak kesulitannya, aktor diharuskan berakting tetapi
seolah-olah ia tidak berakting melainkan melakukan
kenyataan hidup. Jika sutradara tidak memahami kejiwaan
karakter peran dengan baik maka penilaiannya terhadap
kualitas penghayatan aktor pun kurang baik. Jika demikian,
maka efek dramatik yang diharapkan dari aksi aktor menjadi
gagal.
Mampu meningkatkan kualitas pemeranan aktor untuk
menghayati peran secara optimal. Berkaitan dengan karakter
peran, sutradara harus dapat menentukan metode yang tepat
agar para aktornya dapat memahami, menghayati dan
memerankan karakter dengan baik. Banyak sutradara yang
mengadakan semacam pemusatan latihan dalam kurun waktu
yang cukup lama dengan tujuan agar para aktornya berada
dalam suasana lakon yang akan dipentaskan.
Mampu menghadirkan laku cerita seperti sebuah kenyataan
hidup. Langkah pamungkas yang dapat dijadikan patokan
adalah menghadirkan pentas seperti sebuah kenyataan hidup.
Membuat penonton terkesima dengan pertunjukan tidaklah
mudah. Dalam teater dramatik, jika melakonkan cerita yang
sedih ukuran keberhasilannya adalah membuat penonton ikut
terhanyut sedih. Demikian pula dengan cerita suka-ria, maka
penonton harus dibawa dalam suasana yang suka-ria. Untuk
mencapai hasil maksimal maka kejelian sutradara dalam
mengamati dan menangani keseluruhan unsur pertunjukan
sangat dibutuhkan. Kejanggalan-kejanggalan kecil yang dirasa
kurang masuk akal oleh penonton akan mengurangi kualitas
dramatika lakon yang dihadirkan. Teater dramatik adalah
teater yang mencoba meniru peristiwa kehidupan secara total
dan sempurna. Jadi, hindarilah kesalahan atau hal yang tidak
lumrah dan berada di luar jangkauan nalar penonton.




115
4.2.4 Drama Musikal
Kemampuan multi harus dimiliki oleh seorang sutradara jika
hendak mementaskan drama musikal. Bahasa ungkap yang beragam
antara bahasa verbal, lagu, gerak, dan musikal harus dirangkai secara
harmonis untuk mencapai hasil maksimal. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan sutradara dalam drama musikal adalah sebagai berikut.
Mengerti karya musik dramatik. Sutradara tidak harus bisa
memainkan musik, tetapi memahami karya musik merupakan
keharusan dalam drama musikal. Peranan musik sangat
doniman dalam drama musikal bahkan musik bisa hadir
secara mandiri untuk menceritakan sesuatu. Artinya, musik itu
sendiri sudah bercerita sehingga pemain atau penari yang
berada di atas panggung hanyalah pelengkap gambaran
peristiwa. Pada adegan lain, peran musik bisa menjadi
pengiring lagu yang bercerita, pengiring gerak, dan ilustrasi
suasana kejadian. Kepiawaian sutradara dalam menentukan
kegunaan karya musik yang satu dengan yang lain benar-
benar dibutuhkan. Jika karya drama musikal tersebut berawal
dari karya musik murni (musik yang bercerita) seperti The
Cats karya Andrew Lloyd Webber, maka sutradara harus
benar-benar piawai dalam mengolah visualisasinya di atas
pentas.
Mengerti lagu dan nyanyian. Peranan dialog verbal yang
digubah dalam bentuk lagu dan diucapkan melalui nyanyian
adalah satu hal yang membutuhkan perhatian tersendiri.
Ketepatan nada dalam nyanyian serta ekspresi wajah ketika
menyanyi juga tidak boleh luput dari pengamatan. Banyak
penyanyi yang memiliki suara baik tetapi ekspresinya datar,
demikian pula sebaliknya. Sutradara harus mampu
memecahkan masalah dasar tersebut. Lagu dan nyanyian
harus bisa ditampilkan secara baik dan harmonis.
Mampu membuat gerak dan ekspresi berdasar karya musik.
Pada adegan dimana musik bercerita secara mandiri maka
sutradara harus mampu memvisualisasikan cerita tersebut di
atas pentas. Memilih pelaku yang tepat dan membuat
komposisi atau koreografi berdasar karya musik yang ada.
Ekspresi cerita melalui nada-nada musik harus benar-benar
bisa divisualisasikan dengan tepat.
Mampu membuat gerak, komposisi, dan koreografi. Dalam
satu adegan saat cerita diungkapkan melalui gerak, maka
sutradara harus mampu menciptkan koreografinya. Dalam hal
ini musik bertindak sebagai pengiring. Makna cerita
sepenuhnya dituangkan dalam wujud gerak. Dituntut
kepiawaian sutradara dalam memilih dan merangkai motif
gerak. Meskipun sutradara bekerja dengan seorang
koreografer, tetapi makna dan atau simbolisasi cerita harus

116
benar-benar bisa diwujudkan dalam gerak tarian yang
dilakukan. Koreografer bisa saja mencipta gerak, tetapi pada
akhirnya sutradara yang memutuskan.


4.2.5 Teatrikalisasi Puisi
Menciptakan karya teater berdasarkan puisi yang bercerita
membutuhkan keahlian tersendiri. Sifat puisi berbeda dengan lakon
(sastra drama), maka sutradara harus mampu meramu bait-bait pusisi ke
dalam bentuk teatrikal. Beberapa hal di bawah ini dapat dijadikan acuan
sutradara yang hendak mementaskan teatrikalisasi puisi.
Memahami karya sastra dalam bentuk puisi. Sutradara harus
memahami karya sastra dalam bentuk puisi. Lebih mudah jika
puisi tersebut sudah terjalin menjadi satu cerita. Jika karya
puisi masih terpisah-pisah - bisa dengan satu pencipta atau
lebih sutradara harus dapat menjalinnya menjadi sebuah
cerita yang memenuhi syarat untuk diangkat dalam bentuk
teater. Syarat cerita teater adalah adanya konflik. Jika ada
konflik, maka secara otomatis harus ada penyebab dan
penyelesaiannya. Puisi yang sudah dirangkai sesuai dengan
prasyarat ini bisa diangkat ke dalam bentuk teater. Yang perlu
diingat adalah kesatuan tema dan gaya puisi. Kalau gaya
masing-masing puisi berbeda, maka rangkaian yang
dihasilkan hanya merupakan sekumpulan puisi sehingga
bentuk pementasannya menjadi kumpulan sketsa.
Memahami teknik membaca puisi. Teknik membaca puisi
berbeda dengan teknik wicara dalam teater. Ada kaidah-
kaidah tertentu yang harus dipahami oleh sutradara, misalnya
pemenggalan kata, irama pengucapan, dan penekanan
makna. Jika teknik membaca dipahami dan dikuasai dengan
baik, maka sutradara akan dapat melatihkannya ke aktor.
Selain itu, kemungkinan bentuk pengembangan (gaya
pengucapan) akan terbuka lebih lebar dan terarah.
Mewujudkan makna puisi dalam gerak, ekspresi, dan laku
aktor. Teatrikalisasi puisi bisa ditampilkan dengan
menambahkan komposisi gerak. Hal ini bertujuan untuk
menegaskan gambaran makna puisi yang disampaikan. Bagi
aktor yang mengucapkan baris-baris puisi, maka tugas
sutradara adalah mengatur keselarasan gerak, ekspresi, dan
pengucapan kalimat puisi tersebut. Ketiga unsur ini harus
saling mendukung dan menguatkan. Sementara, pemain lain
yang memberikan latar gerak, komposisi dan irama geraknya
diatur untuk mendukung pemain utama. Semua mengacu
pada harmonisasi.
Mengubah puisi dalam bentuk koreografi atau nyanyian. Untuk
menambah daya tarik terkadang bait-bait puisi diubah dalam

117
bentuk gerak atau diubah menjadi lagu. Kemampuan
sutradara untuk menemukan alternatif media ungkap puisi
sangat diperlukan. Bentuk gerak dan nyanyian hanyalah salah
satunya. Jika sutradara menemukan bentuk ungkap lain, maka
hal tersebut harus diterapkan dengan baik demi mendukung
harmonisasi. Banyaknya ragam media ungkap puisi membuat
pertunjukan menjadi kaya.
Menghadirkan musik ilustrasi yang tepat. Musik pengiring
merupakan unsur yang penting dalam teatrikalisasi puisi.
Dalam pementasan pembacaan puisi, seniman biasanya
menambahkan musik pengiring. Usaha yang cukup berhasil ini
membawa puisi ke dalam dimensi yang lebih dalam dan itu
membawa pengaruh kuat dalam pementasan. Usaha ini
kemudian dilestarikan para seniman sehingga dalam pentas
baca puisi, kehadiran musik pengiring menjadi penting. Tanpa
musik pengiring, pertunjukan teatrikalisasi puisi menjadi
hambar. Dengan alasan ini, maka sutradara harus mampu
memilih jenis karya musik yang tepat untuk mengiringi setiap
adegan. Sutradara diharapkan bekerjasama dengan penata
musik, tetapi arahan utama atau gagasan pengadeganan
tetap ada pada sutradara. Penata musik hanya
menerjemahkan kehendak sutradara ke dalam komposisinya.
Selanjutnya sutradara memberi penilaian baik (tepat) tidaknya
komposisi tersebut dalam adegan.


4.3 Menurut Gaya Penyajian
Sejak sejarah kelahirannya, teater telah memunculkan berbagai
macam gaya pementasan. Para seniman teater tidak pernah berhenti
menggali visualisasi artistik pementasan. Beberapa gaya pementasan
yang dilahirkan ada yang bertahan hingga saat ini dan banyak yang tidak
lama bertahan. Gaya pementasan yang bertahan biasanya memiliki daya
tarik yang kuat dan membuat seniman lain ikut melakukannya. Jika gaya
tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang lama oleh seniman berbeda
dalam berbagai produksi, maka ciri-ciri dari gaya tersebut berubah
menjadi konvensi (pakem). Pertunjukan teater yang menjalankan
konvensi tertentu dengan ketat disebut sebagai teater konvensional.
Untuk membedakan, pertunjukan teater dengan gaya lain yang masih
membuka kemungkinan pengembangan dan belum menetapkan
konvensi disebut sebagai teater non konvensional.


4.3.1 Konvensional
Mementaskan teater konvensional membutuhkan kecermatan dan
kedisiplinan dalam menerapkan konvensi. Mentaati konvensi terkadang
tidak mudah karena kemungkinan bentuk pengembangannya menjadi

118
sangat terbatas. Jika tidak hati-hati gagasan baru untuk pengembangan
justru bertolak belakang dari konvensi yang ada. Banyak polemik lahir
mengenai ketaatan konvensi, terutama dalam teater tradisional. Hal ini
biasanya berkaitan dengan penyebutan nama dan prasyarat yang
mengikutinya. Misalnya, untuk menyebut pertunjukan teater yang
bernama ludruk maka aturan-aturan pertunjukan ludruk harus dipenuhi.
Di bawah ini adalah langkah-langkah yang bisa diterapkan sutradara
yang ingin mementaskan teater konvensional.
Memilih jenis teater konvensional. Banyak sekali jenis teater
konvensional, terutama di Indonesia. Setiap teater tradisional
bisa disebut sebagai teater konvensional. Ludruk, randai,
ketoprak, longser, lenong, wayang wong, semua dapat
digolongkan ke dalam teater konvensional. Di Asia terdapat
noh, kyogen, bunraku (Jepang), sandiwara bangsawan, mak
yong (Malaysia), lakhon (Thailand, Myanmar). Di Barat, semua
teater sejak belum lahirnya realisme disebut teater
konvensional. Bahkan dewasa ini realisme dan beberapa
gaya teater modern lain yang ciri-cirinya sudah melembaga
bisa disebut sebagai teater konvensional. Sutradara harus
memilih jenis teater konvensional yang hendak dipentaskan
sesuai dengan kemampuannya.
Memahami konvensi. Untuk mementaskan teater ini sutradara
harus memahami dengan baik konvensi (pakem) yang ada.
Meskipun konvensi tersebut bersifat normatif tetapi
pemberlakuannya ketat apalagi jika jenis teater tersebut telah
digolongkan sebagai teater klasik. Setiap jenis teater
konvensional memiliki aturan yang berbeda. Misalnya, aturan
pertunjukan ludruk berbeda dengan randai, ketoprak, wayang
wong, longser, dan lain sebagainya. Meskipun terdapat
beberapa unsur kesamaan tetapi ciri khas masing-masing
jenis teater tersebut berbeda. Hal ini berlaku juga untuk teater
di Barat, jenis teater konvensional yang ada misalnya gaya
presentasional (klasik) dan represantisonal (realis) memliki
konvensi yang sangat berbeda. Sutradara harus benar-benar
memahami konvensi jenis teater konvensional yang dipilih.
Dapat menjalankan konvensi dengan konsisten. Karena
konvensi ini harus dilakukan, maka sutradara harus mau dan
mampu menjalankannya secara konsisten. Misalnya, dalam
sebuah konvensi pemain harus menari ketika keluar-masuk
panggung maka sutradara diharuskan mentaatinya. Jika ada
pemain yang tidak bisa menari, maka ia harus melatihnya atau
memanggilkan pelatih untuk mengajari menari. Jika sutradara
putus asa dan memperbolehkan para pemain tidak menari
ketika keluar-masuk panggung, maka ia telah menyalahi
konvensi dan bisa jadi menuai kritikan tajam dari para
pengamat dan pelaku teater konvensional.

119
Mampu bekerja dengan semua unsur dalam mewujudkan
konvensi. Konvensi sebuah pertunjukan terkadang tidak hanya
menyangkut laku pemain, tetapi juga unsur pendukung lain,
misalnya tata busana dan musik. Misalnya, dalam wayang
wong, tata rias-busana pewayangan (meniru tokoh wayang
dalam wayang kulit) serta gamelan merupakan keharusan.
Oleh karena itu sutradara harus mampu bekerja dengan
semua unsur yang menjadi prasyarat sebuah konvensi.
Biasanya dalam hal ini sutradara mengangkat beberapa
penasehat untuk memberikan arahan dalam bidang-bidang
yang tidak dikuasai (secara langsung) dengan baik oleh
sutradara. Menjaga konvensi sebuah pertunjukan sangat
berarti bagi pelestarian sebuah tradisi.


4.3.2 Non Konvensional
Teater non konvensional memiliki kemungkinan yang sangat
terbuka bagi pengembangan artistik dan sudut pandang. Eksperimentasi
sangat dimungkinkan. Pencobaan model penyajian, bentuk
pemanggungan, laku lakon sampai bentuk dan gaya akting dapat
dikerjakan. Akan tetapi, semua harus disikapi dengan kreativitas artistik
yang positif. Di bawah ini beberapa hal yang dapat diperhatikan oleh
sutradara yang hendak menyajikan pementasan teater non konvensional.
Memahami dasar-dasar penciptaan teater. Dasar penciptaan
teater baik secara teori dan praktik harus dikuasai oleh
sutradara. Dasar penciptaan selanjutnya dapat dijadikan
pijakan untuk melahirkan kreasi artistik yang baru.
Pengetahuan yang perlu dipahami oleh sutradara adalah
sejarah teater sampai munculnya kreasi-kreasi penciptaan
dalam teater. Hal ini penting karena kreativitas teater bisa
dilahirkan dari berbagai rangsang dan imajinasi. Proses kreatif
seniman terkadang melahirkan kehendak kreatif bagi seniman
yang lain. Oleh karena itu, mempelajari proses penciptaan
teater dari para tokoh teater adalah wajib. Banyak pekerja
teater pemula yang merasa telah melahirkan gagasan kreatif
baru dan memplubikasikan karya tersebut secara luas, tetapi
ketika ditelaah lebih teliti karya yang dikerjakannya adalah
pengulangan dari karya yang pernah dikerjakan oleh seniman
sebelumnya. Keadaan ini sering terjadi karena faktor distribusi
informasi yang tidak baik dan sang pelaku tidak mau
meningkatkan pengetahuannya.
Kreatif. Sifat kreatif harus dimiliki oleh sutradara. Tawaran-
tawaran kreatif harus mampu dilahirkan jika ingin menyajikan
bentuk pementasan yang baru dan menarik perhatian.
Inovatif. Jiwa inovasi atau mampu menciptakan yang belum
ada dan mengembangkan yang sudah ada wajib dimiliki.

120
Melihat persoalan dari berbagai sudut pandang adalah cara
yang paling mudah untuk menjelaskan proses inovasi. Dengan
melihat persoalan dari beragam sudut pandang, maka
peluang-peluang kreasi yang belum tersentuh dapat digali.
Stanislawsky melakukan inovasi hebat dalam hal metode
pemeranan demi mencapai tujuan artistik gaya realisme.
Grotowski melalui berbagai usahanya menyajikan pertunjukan
dalam bentuk panggung yang kreatif dan provokatif sehingga
menarik minat penonton. Inovasi terbuka lebar bagi yang mau
membuka pikiran.
Merancang dan menjelaskan konsep pertunjukan secara
menyeluruh. Gagasan dasar yang dimiliki harus dijelaskan
dalam sebuah konsep sehingga semua yang terlibat di
dalamnya memahami. Dalam rancangan konsep, semua
pertanyaan yang timbul harus bisa dijawab. Misalnya, dalam
sebuah pertunjukan, sutradara menghendaki semua
pemainnya melakukan gaya akrobatik dalam berakting, maka
segala hal yang melatari lahirnya gagasan tersebut serta
tujuan dari pentas itu harus dijelaskan dengan jelas. Apa yang
akan dicapai oleh sutradara secara artsitik, apa yang akan
ditawarkan kepada penonton melalui bentuk pertunjukan
tersebut. Semua harus mampu dijelaskan sutradara sehingga
karya yang dihasilkan memiliki konsep yang kuat dan tidak
hanya sekedar lain dari yang lain.
Mewujudkan konsep melalui aktor dan seluruh unsur
pendukung. Setelah menjelaskan dalam tataran wacana,
sutradara harus mampu mewujudkannya melalui para aktor
dan unsur pendukung artistik yang lain. Misalnya, untuk
memenuhi tuntutan aksi akrobatik, sutradara memanggil
pelatih sirkus dan melatih para aktor melakukan berbagai jenis
akrobat. Tata panggung dibuat sedemikian rupa sehingga
mendukung aksi akrobat yang dilakukan. Tata busana pun
harus dirancang dengan baik agar tidak mengganggu aksi
yang dilakukan. Semua unsur harus mendapatkan perhatian,
termasuk penataan adegan, pola dialog, blocking, ilustrasi
musik, dan lain sebagainya. Semuanya harus diatur,
diarahkan, dan dijalin dengan memperhatikan harmonisasi.
Banyak pertunjukan yang mencoba menawarkan sesuatu
yang baru, tetapi masih bersifat tambal sulam dan unsur-
unsurnya tidak menyatu.


5. Blocking
Sutradara diwajibkan memahami cara mengatur pemain di atas
pentas. Bukan hanya akting tetapi juga blocking. Secara mendasar
blocking adalah gerakan fisik atau proses penataan (pembentukan) sikap

121
tubuh seluruh aktor di atas panggung. Blocking dapat diartikan sebagai
aturan berpindah tempat dari titik (area) satu ke titik (area) yang lainnya
bagi aktor di atas panggung. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka
perlu diperhatikan agar blocking yang dibuat tidak terlalu rumit, sehingga
lalulintas aktor di atas panggung berjalan dengan lancar. Jika blocking
dibuat terlalu rumit, maka perpindahan dari satu aksi menuju aksi yang
lain menjadi kabur. Yang terpenting dalam hal ini adalah fokus atau
penekanan bagian yang akan ditampilkan. Fungsi blocking secara
mendasar adalah sebagai berikut.
Menerjemahkan naskah lakon ke dalam sikap tubuh aktor
sehingga penonton dapat melihat dan mengerti.
Memberikan pondasi yang praktis bagi aktor untuk
membangun karakter dalam pertunjukan.
Menciptakan lukisan panggung yang baik.
Dengan blocking yang tepat, kalimat yang diucapkan oleh aktor menjadi
lebih mudah dipahami oleh penonton. Di samping itu, blocking dapat
mempertegas isi kalimat tersebut. Jika blocking dikerjakan dengan baik,
maka karakter tokoh yang dimainkan oleh para aktor akan tampak lebih
hidup.


5.1 Pembagian Area Panggung


Gb.51 Pembagian lima belas area panggung

Akn = Atas Kanan, AknT = Atas Kanan Tengah, AT = Atas Tengah, AkrT = Atas Kiri
Tengah, Akr = Atas Kiri, Kn = Kanan, TKn = Tengah Kanan, T = Tengah, TKr = Tengah
Kiri, Kr = Kiri, BKn = Bawah Kanan, BKnT = Bawah Kanan Tengah, BT = Bawah
Tengah, BKrT = Bawah Kiri Tengah, BKr = Bawah Kiri



122
Untuk membuat atau merencanakan blocking bagi para pemain,
perlu diketahui terlebih dahulu pembagian area panggung. Panggung
pertunjukan secara kompleks dibagi dalam lima belas area, yaitu tengah,
tengah kanan, tengah kiri, kanan, kiri, bawah tengah, bawah kanan
tengah, bawah kiri tengah, bawah kanan, bawah kiri, atas tengah, atas
kanan tengah, atas kiri tengah, atas kanan, dan atas kiri. Pembagian
panggung dalam lima belas area ini biasanya digunakan untuk panggung
yang berukuran besar.
Letak kanan dan kiri atau atas dan bawah ditentukan berdasar
pada arah hadap aktor ke penonton. Kanan adalah kanan pemain dan
bukan kanan penonton dan kiri adalah kiri pemain. Atas adalah jarak
terjauh dari penonton, sedangkan bawah adalah jarak terdekat dengan
penonton, sedangkan kanan adalah posisi kanan arah hadap aktor atau
sisi kiri penonton.
Secara sederhana dan umum panggung dibagi sembilan area,
yaitu tengah, tengah kanan, tengah kiri, bawah tengah, bawah kanan,
bawah kiri, atas tengah, atas kanan, dan atas kiri. Panggung yang tidak
terlalu luas jika dibagi menjadi lima belas area, maka luas masing-masing
area akan terlalu sempit sehingga tidak memungkinkan sebuah
pergerakan yang leluasa baik untuk pemain maupun perabot. Pembagian
sembilan area juga memudahkan sutradara dalam memberikan arah
gerak kepada para aktornya.


Gb.52 Pembagian sembilan area panggung

AKn = Atas Kanan, AT = Atas Tengah, AKr = Atas Kiri, TKn = Tengah Kanan,
T = Tengah, TKr = Tengah Kiri, BKn = Bawah Kanan, BT = Bawah Tengah,
BKr = Bawah Kiri


123
5.2 Komposisi
Komposisi dapat diartikan sebagai pengaturan atau penyusunan
pemain di atas pentas. Sekilas komposisi mirip dengan blocking.
Bedanya, blocking memiliki arti yang lebih luas karena setiap gerak, arah
laku, perpindahan pemain serta perubahan posisi pemain dapat disebut
blocking. Sedangkan komposisi, lebih mengatur posisi, pose, dan tinggi-
rendah pemain dalam keadaan diam (statis). Pengaturan posisi pemain
seperti ini dilakukan agar semua pemain di atas pentas dapat dilihat
dengan jelas oleh penonton. Ada dua ragam komposisi pemain, yaitu
komposisi simetris dan komposisi asimetris yang ditata dengan
mempertimbangkan keseimbangan.


5.2.1 Simetris
Komposisi simetris adalah komposisi yang membagi pemain
dalam dua bagian dan menempatkan bagian-bagian tersebut dalam
posisi yang benar-benar sama dan seimbang. Jika digambarkan
komposisi ini mirip cermin. Bagian yang satu merupakan cerminan bagian
yang lain. Di bawah ini adalah contoh komposisi simetris.



Gb.53 Komposisi simteris



5.2.2 Asimetris
Komposisi asimetris tidak membagi pemain dalam dua bagian
yang sama persis, tetapi membagi pemain dalam dua bagian atau lebih
dengan tujuan memberi penonjolan (penekanan) bagian tertentu. Di
bawah ini contoh komposisi asimetris.


124

Gb.54 Komposisi asimetris


5.2.3 Keseimbangan
Dalam menata komposisi pemain di atas pentas hal yang paling
penting untuk diperhatikan adalah keseimbangan. Keseimbangan adalah
pengaturan atau pengelompokan aktor di atas pentas yang ditata
sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan ketimpangan. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi ruang dan menghindari komposisi aktor yang
berat sebelah. Jika salah satu ruang dibiarkan kosong sementara ruang
yang lain terisi penuh, maka hal ini akan menimbulkan pemandangan
yang kurang menarik dan jika hal ini berlangsung lama, maka penonton
akan menjadi jenuh.


Gb.55 Komposisi yang seimbang

Gambar di atas memperlihatkan komposisi yang seimbang,
meskipun jumlah pemain di sisi kanan dan kiri berbeda. Jumlah pemain
yang banyak diimbangi dengan pemain tunggal yang mengambil jarak
dengan memanfaatkan area lain yang kosong.

125
Gambar di bawah memperlihatkan ketidakseimbangan komposisi
karena posisi atau kedudukan pemain berat sebelah sehingga areal
panggung yang lain nampak kosong. Komposisi seperti ini jika
berlangsung dalam waktu yang cukup lama akan memberikan gambaran
yang jelek dan membuat mata penonton lelah.


Gb.56 Komposisi tak seimbang



5.3 Fokus
Dalam mengatur blocking, hal yang paling utama untuk
diperhatikan sutradara adalah perhatian penonton. Setiap aktivitas,
karakter, perubahan ekspresi dan aksi di atas pentas harus dapat
ditangkap mata penonton dengan jelas. Oleh karena itu, pengaturan
blocking harus mempertimbangkan pusat perhatian (fokus) penonton. Hal
ini dapat dikerjakan dengan menempatkan pemain dalam posisi dan
situasi tertentu sehingga ia lebih menonjol atau lebih kuat dari yang
lainnya.


5.3.1 Prinsip Dasar
Pada dasarnya fokus adalah membuat pemain menjadi terlihat
jelas oleh mata penonton. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dasar di bawah
ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam menempatkan posisi dan
mengatur pose pemain.
Kurangilah menempatkan pemain dalam posisi menghadap
lurus ke arah penonton atau menyamping penuh. Usahakan
pemain menghadap diagonal (kurang lebih 45 derajat) ke arah
penonton. Menghadap lurus ke arah penonton akan
memberikan efek datar dan kurang memberikan dimensi
kepada pemain, sedangkan menyamping penuh akan
menyembunyikan bagian tubuh yang lain. Dengan menghadap
secara diagonal, maka dimensi dan keutuhan tubuh pemain

126
akan dilihat dengan jelas oleh mata penonton. Gambar di
bawah memperlihatkan pemain dengan pose menyamping,
diagonal, dan ke depan. Jika diperhatikan dengan seksama,
pemain dengan pose diagonal lebih memiliki dimensi
dibandingkan pemain dengan pose yang lain.

Gb.57 Pose arah hadap pemain

Jika pemain hendak melangkah, maka awali dan akhiri
langkah tersebut dengan kaki panggung atas (yang jauh dari
mata penonton). Jika melangkah dengan kaki panggung
bawah (yang dekat dari mata penonton), maka kaki yang jauh
akan tertutup dan wajah pemain secara otomatis akan
menjauh dari mata penonton. Hal ini menjadikan gerak pemain
kurang terlihat dengan jelas. Gambar di bawah
memperlihatkan pemain yang melangkah menggunakan kaki
panggung bawah dan kaki panggung atas. Pemain yang
melangkah dengan kaki panggung atas tampak lebih luwes
dan memberi keluasan pandangan bagi penonton


127

Gb.58 Gerak langkah pemain

Gb.59 Pose menunjuk

128
Gunakan lengan atau tangan panggung atas (yang jauh dari
mata penonton) untuk menunjuk ke arah panggung atas dan
gunakan lengan atau tangan panggung bawah (yang dekat
dengan mata penonton) untuk menunjuk ke panggung bawah.
Jika yang dilakukan sebaliknya, maka gerakan lengan dan
tangan akan menutupi bagian tubuh lain. Gambar di atas
memperlihatkan pemain yang menunjuk dengan lengan
panggung atas nampak lebih serasi dan memberi keluasan
pandangan.

Jangan pernah memegang benda atau piranti tangan di depan
wajah ketika sedang berbicara, karena hal ini akan menutupi
suara dan pandangan penonton. Gambar di bawah
memperlihatkan betapa mengganggunya memegang piranti
(telepon) dengan menutupi muka. Jika tangan yang digunakan
adalah tangan yang tidak menganggu pandangan penonton,
maka gerak laku aktor dalam menggunakan telepon akan
kelihatan. Hal ini mempertegas laku aksi yang sedang
dikerjakan.

Gb.60 Cara memegang piranti

Usahakan agar para aktor saling menatap (berkontak mata)
pada saat mengawali dan mengakhiri dialog (percakapan).
Selebihnya, usahakan untuk berbicara kepada penonton atau
kepada aktor lain yang berada di atas panggung. Membagi
arah pandangan ini sangat penting untuk menegaskan dan
memberi kejelasan ekspresi karakter kepada penonton.

129
Perhatikan gambar aktor yang melakukan kontak mata ketika
berbicara di bawah ini.


Gb.61 Aktor saling kontak mata


5.3.2 Teknik
Marsh Cassady (1997) menyebutkan beberapa teknik untuk
menciptakan fokus pemain di atas panggung, di antaranya dengan
memanfaatkan area panggung, memanfaatkan tata panggung,
trianggulasi, individu dan kelompok, serta kelompok besar.

5.3.2.1 Memanfaatkan Area Panggung
Dalam tata panggung, suatu area memiliki kekuatan berbeda
dibanding area yang lain. Kekuatan dalam makna blocking di sini adalah,
area yang lebih mudah mendapat perhatian mata penonton. Semua area
panggung kelihatan sama jika dalam keadaan kosong, tetapi setelah para
aktor hadir di dalamnya, maka segera perhatian penonton akan tertuju ke
area tertentu yang lebih kuat dibanding area lain. Secara umum, area
tengah, area terdekat dengan penonton, serta jarak area, dapat
dimanfaatkan untuk menciptakan fokus.
Area tengah, secara natural lebih kuat jika dibandingkan
dengan area di sisi kiri atau kanan. Pemain yang berada di
tengah secara otomatis menjadi pusat perhatian penonton
sementara pemain yang berada di sisi kanan dan kirinya seolah-
olah hadir sebagai penyeimbang. Gambar 62 menunjukkan
bahwa pemain yang berada di tengah menjadi pusat perhatian.
Gambar 63 juga menunjukkan hal yang sama, meskipun jumlah
pemain di sisi kanan dan kiri lebih banyak tetapi tetap saja
pemain yang berada di tengah menjadi pusat perhatian.

130


Gb.62 Pemain yang berada di tengah menjadi fokus


Gb.63 Pemain yang berada di tengah tetap menjadi fokus meskipun jumlah
pemain di sisi kiri dan kanan lebih banyak

Area terdekat dengan penonton lebih memiliki kekuatan
dibanding dengan area yang jauh dari mata penonton. Gambar
64 di bawah ini memperlihatkan bahwa secara otomatis
perhatian penonton akan mengarah pada pemain yang berada
lebih dekat daripada yang berdiri di area yang jauh. Mata
penonton secara otomatis akan menangkap objek yang lebih
dekat dan jelas. Hal ini memberikan jawaban mengapa dalam
pertunjukan teater tradisional pemain yang berbicara dan
hendak melontarkan pernyataan penting selalu mendekat ke
arah penonton. Mereka ingin menjadi pusat perhatian.


131

Gb.64 Pemain yang berada lebih dekat dengan penonton menjadi fokus
perhatian

Jarak area satu dengan yang lain jika dimanfaatkan dengan
baik dapat menciptakan fokus. Dengan analogi yang lebih
terang akan lebih mudah terlihat, maka jarak antararea dapat
digunakan untuk memberi penonjolan pada pemain tertentu.
Dalam gambar 65 di bawah diperlihatkan bahwa seorang
pemain yang menjaga jarak dari sekelompok pemain akan lebih
mudah dan enak dilihat.


Gb.65 Pemain yang mengambil jarak dari sekelompok pemain akan menjadi
fokus




132
5.3.2.2 Memanfaatkan Tata Panggung
Tata panggung, sesederhana apapun dapat dimanfaatkan untuk
menciptakan fokus. Dengan sedikit kejelian, tata dekorasi pentas
menghasilkan ruang yang dapat dimaknai secara khusus untuk
kepentingan fokus pemain.
Dengan memanfaatkan posisi tinggi rendah pemain menurut
tatanan set dekor yang ada, fokus dapat diciptakan. Posisi
pemain yang berdiri di ketinggian biasanya lebih kuat jika
dibanding dengan pemain yang ada di bawah. Tetapi jika ada
dua pemain yang sama tingginya, maka pemain yang berada di
bawah justru akan menjadi fokus karena kedudukan tinggi dua
pemain akan saling menghapuskan kekuatan satu sama lain.


Gb.66 Pemain yang lebih tinggi dari pemain lain menjadi fokus


Gb.67 Pemain yang berada pada level tinggi tetap menjadi fokus meskipun
pemain lain mengambil jarak


133
Dalam gambar 66 pemain yang berdiri paling tinggi di antara
sekumpulan pemain mencuri perhatian dan menjadi fokus.
Meskipun posisi pemain disebar tetap saja pemain yang berdiri
paling tinggi menjadi pusat perhatian (Gb.67). Sementara dalam
gambar 68, pemain yang berdiri paling rendah justru menjadi
pusat perhatian karena pemain yang berdiri tinggi di kanan dan
kiri justru saling menghapuskan fokus.


Gb.68 Pemain yang berdiri di tengah menjadi fokus

Tata dekorasi pentas sering menggunakan bingkai dalam wujud
jendela, pintu atau bingkai yang lain. Selain sebagai penguat
artistik pementasan, bingkai dapat dimanfaatkan untuk
menciptakan fokus.


Gb.69 Fokus dengan memanfaatkan bingkai

134


Gb.70 Pemain yang berada di tengah bingkai menjadi fokus

Pemain yang berada di dalam bingkai lebih memiliki kekuatan
dibanding dengan yang berada di luar bingkai. Dalam dua gambar
di atas (Gb.69 dan Gb.70) diperlihatkan bahwa posisi pemain
yang beradar di dalam bingkai lebih menarik perhatian dibanding
yang lainnya.


5.3.2.3 Trianggulasi
Untuk menciptakan fokus yang mudah dan natural adalah
menempatkan pemain dalam posisi segitiga. Setiap pemain akan mudah
terlihat oleh penonton dan mereka dapat melihat satu sama lain sehingga
perubahan gerak dan karakter akan lebih cepat ditangkap. Selain itu
posisi segitiga memudahkan perpindahan pemain dari titik satu ke titik
yang lain tanpa menghilangkan fokus. Penempatan pemain dengan
berdasar pada bentuk segitiga ini disebut trianggulasi. Banyak kreasi
segitiga yang bisa diwujudkan baik dengan jumlah pemain sedikit
ataupun banyak. Gambar di bawah ini (Gb.71, 72 dan Gb. 73)
memperlihatkan variasi fokus trianggulasi dengan jumlah pemain minimal
3 orang.


135

Gb.71 Variasi triangulasi 1


Gb.72 Variasi trianggulasi 2


Gb.73 Variasi trianggulasi 3

136

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa pergeseran posisi satu
pemain dan pemain yang lain menghasilkan bocking yang tidak saling
menutupi. Semua dapat ditangkap dengan jelas oleh penonton. Pada
posisi ini fokus bisa berganti-ganti tergantung dari arah gerak dan laku
aksi yang diperagakan oleh pemain di atas pentas.

5.3.2.4 Individu dan Kelompok
Fokus juga dapat diciptakan dengan memisahkan satu orang
pemain dari sekelompok pemain yang ada. Penonton akan lebih tertarik
untuk melihat satu orang daripada sejumlah orang dalam sebuah
kelompok yang biasanya memiliki gestur, pose, dan aktivitas yang sama.
Gambar 74 dan 75 memperlihatkan penataan individu yang berjarak
dengan kelompok.


Gb.74 Fokus individu dari kelompok 1


Gb.75 Fokus individu dari kelompok 2

137

Gb.76 Fokus individu dari kelompok yang membentuk komposisi garis lurus

Gambar 76 memperlihatkan pemisahan individu dan kelompok,
dimana kelompok membentuk garis lurus. Sedangkan dalam gambar 77
kelompok membentuk setengah lingkaran sehingga energi dan perhatian
yang diberikan kepada individu menjadi lebih besar.


Gb.77 Fokus individu dari kelompok yang membentuk komposisi setengah
lingkaran

Selain memisahkan individu dari sekelompok pemain, fokus antara
individu dan kelompok dapat diciptakan dengan membedakan posisi.

138
Seorang pemain yang posisinya berbeda dari sekelompok pemain secara
otomatis akan lebih menarik perhatian penonton. Seseorang yang
jongkok di antara beberapa orang yang berdiri pasti memliki daya tarik
yang lebih kuat untuk dilihat, demikian juga sebaliknya.


Gb.78 Fokus dengan membedakan pose dan level pemain 1


Gb.79 Fokus dengan membedakan pose dan level pemain 2

Gambar 78 dan 79 memperlihatkan bahwa perhatian penonton akan
terarah pada pemaian yang berbeda di antara yang lain. Pembedaan
pose dan level ini tentu saja harus diikuti pembedaan laku aksi dalam
lakon. Misalnya, pemain yang mengambil pose berbeda adalah pimpinan
kelompok sehingga ia memiliki peran yang lebih besar daripada yang
lainnya.



139
5.3.2.5 Kelompok Besar
Menempatkan pemain dalam kelompok besar membutuhkan
teknik tersendiri karena dalam sebuah blocking kelompok tidak ada
individu yang lebih menonjol dari yang lain. Artinya, fokus atau perhatian
penonton ditujukan kepada sekelompok pemain. Untuk itu ada empat
teknik dasar yang bisa diterapkan, yaitu garis, lingkaran, setengah
lingkaran, dan segitiga.

Gb.80 Teknik garis

Penempatan pemain dengan teknik garis seperti gambar di atas
(Gb. 80) menguntungkan pemain, karena semua berada dalam posisi
sejajar sehingga tidak ada pemain yang lebih mononjol. Teknik ini dapat
diterapkan dengan membentuk satu atau lebih dari satu garis dengan
kombinasi tinggi rendah pemain. Dalam adegan chorus atau paduan
suara, penempatan kelompok dengan teknik garis sering digunakan.
Penempatan pemain dengan teknik lingkaran seperti gambar 81
sangat tidak menguntungkan karena sebagin pemain yang berdiri di
belakang tidak dapat dilihat oleh penonton. Meski demikian, teknik ini
seringkali digunakan dengan mengkombinasikan gerak kelompok.
Artinya, jika semua pemain dalam keadaan diam dalam waktu yang lama,
teknik lingkaran kurang menguntungkan tetapi jika semua pemain
bergerak bersama sehingga posisi antarpemain saling berpindah maka
teknik ini memiliki kekuatan fokus yang besar.



140

Gb.81 Teknik lingkaran 1



Gb. 82 Teknik lingkaran 2

Dalam bentuk lingkaran posisi pemain dapat dimodifikasi seperti
gambar 82. Pemain yang berada di depan mengambil posisi lebih rendah
dari pemain yang ada di belakang sehingga semua pemain dapat terlihat.
Hal ini menguntungkan karena posisi pemain dapat bertahan lama
meskipun dalam kondisi statis.

141
Bentuk setengah lingkaran, memliki keuntungan seperti teknik
garis (Gb. 83). Semua pemain terlihat. Tetapi bentuk ini secara
dimensional lebih menguntungkan tetapi untuk ruang pentas yang kecil
kurang menguntungkan. Bentuk setengah lingkaran membutuhkan
tempat yang lebih luas untuk memberi ruang kosong di tengah. Posisi ini
sering juga digunakan untuk chorus.


Gb.83 Teknik setengah lingkaran


Gb.84 Teknik segitiga


142
Penempatan kelompok pemain dengan teknik segitiga lebih
memiliki kemungkinan kreativitas. Dengan mengkombinasikan bentuk
segitiga masing-masing kelompok pemain dapat ditempatkan secara
proporsional sehingga tidak saling menutupi. Seperti dalam gambar 84,
semua pemain dapat dilihat oleh penonton sehingga penonjolan pemain
sangat tergantung dari aksi dan aktifitas peran yang dimainkan.


5.4 Mobilitas Pemain
Selain mengatur dan menempatkan posisi pemain di atas pentas,
blocking juga mengatur mobilitas atau perpindahan pemain dari titik satu
ke titik yang lain. Jika perpindahan para pemain tidak diatur dengan baik
maka lalulintas pemain akan menjadi semrawut sehingga fokus
pertunjukan menjadi kabur yang akibatnya makna lakon tidak sampai.
Untuk menghindari hal tersebut perlu diatur mobilitas pemain dengan
pertimbangan peristiwa, fokus, dinamika lakon, dan pengaturan arah
gerak.
Peristiwa memberikan gambaran watak kejadian yang ada di
atas panggung. Watak kejadian ini bisa digunakan sebagai
acuan untuk mengatur mobilitas pemain. Misalnya, dalam
peristiwa duka, perpindahan pemain dari titik satu ke titik
dilakukan dengan tenang. Pergerakan antarpemain dibatasi.
Sebaliknya dalam peristiwa kekacauan, perpindahan para
pemain dapat dilangsungkan dengan cepat.
Fokus yang telah ditetapkan pada pemain tertentu dalam
situasi tertentu harus didukung oleh mobilitas pemain lainnya.
Artinya, gerak, posisi, dan ekspresi pemain lain harus
menguatkan gerak, posisi, dan ekspresi pemain yang menjadi
fokus. Jika intensitas gerak semua pemain sama, maka fokus
tidak akan tercipta dan makna adegan yang dimaksudkan
melalui laku aksi pemain yang menjadi fokus menjadi kabur.
Hal ini mempengaruhi dinamika lakon secara keseluruhan.
Dinamika lakon mempengaruhi pergerakan pemain di atas
pentas. Perubahan situasi dalam jalinan peristiwa lakon harus
dibarengi dengan perubahan laku aksi setiap pemain yang
terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, mobilitas pemain perlu
diatur dan disesuaikan dengan dinamika laku lakon di atas
pentas.
Pengaturan arah gerak ditetapkan untuk mengatur pergerakan
dan perpindahan pemain secara teknis. Dengan mengatur
arah gerak setiap pemain, laku aksi menjadi kelihatan kaku
dan mekanis tetapi perpindahan pemain menjadi teratur
sehingga setiap laku aksi dapat ditangkap oleh mata
penonton.
Pengaturan mobilitas pemain seperti tersebut di atas merupakan hal
penting yang harus dipahami oleh sutradara. Tidak ada artinya seorang

143
pemain bermain dengan sangat baik jika pola gerak dan perpindahan
pemain lain tidak mendukung. Dalam teater, semua pemain, semua
peran memegang kedudukan yang sama karena saling mendukung untuk
menciptakan harmoni lakon. Oleh karena itu, mobilitas semua pemain
yang terlibat dalam pertunjukan harus diatur dengan baik sehingga
makna lakon yang hendak disampaikan dapat diterima dengan baik oleh
penonton dan pertunjukan berjalan menarik.


6. Latihan-latihan
Sutradara membimbing para aktor selama proses latihan. Untuk
mendapatkan hasil terbaik sutradara harus mampu mengatur para aktor
mulai dari proses membaca naskah lakon hingga sampai materi pentas
benar-benar siap untuk ditampilkan. Kunci utama dari serangkaian latihan
adalah kerjasama antara sutradara dan aktor serta kerjasama antaraktor.
Sutradara perlu menetapkan target yang harus dicapai oleh aktor melalui
tahapan latihan yang dilakukan. Oleh karena itu, penjadwalan latihan
perlu dibuat.


Tabel.1 Perencanaan jadwal latihan

Dengan melaksanakan latihan sesuai jadwal maka aktor dituntut
kedisiplinan untuk memenuhi target capaian. Jadwal ini juga bisa
digunakan sebagai acuan kerja penata artistik sehingga ketika sesi
latihan teknik dilangsungkan pekerjaan mereka telah siap.


6.1 Membaca Teks
Tahap awal latihan teater adalah membaca. Sutradara
membacakan naskah lakon secara keseluruhan kepada aktor kemudian
menjelaskan maksud dari lakon tersebut. Pada sesi ini aktor boleh
bertanya kepada sutradara hingga semua menjadi jelas dan aktor

144
memahami maksud sutradara berkenaan dengan isi lakon. Setelah itu
para aktor membaca lakon secara bersama sesuai dengan karakter yang
akan diperankan.
Karakter tokoh yang ada dalam naskah lakon tidak tampak hidup
jika tidak dibaca dengan pemahaman. Yang dimaksud dengan
pemahaman di sini adalah mengerti. Langkah pertama dalam
pemahaman adalah menangkap apa maksud dari dialog karakter
tersebut. Apa merupakan kata kunci pertama dalam menghayati
karakter. Banyak aktor yang hanya mempelajari baris kalimatnya sendiri
dan secara instan mulai memutuskan, Bagaimana saya harus
melakukan dialog ini, bagaimana saya harus mengatakannya?. Tidak
seorangpun aktor dapat menjawab bagaimana sebelum tahu apa
maksud dari lakon tersebut.
Menjelaskan detil maksud lakon yang tertuang dalam dialog
karakter para tokohnya adalah tugas bersama aktor dan sutradara. Jika
aktor kesulitan memahami maksud dialog maka kewajiban sutradara
untuk menjelaskannya. Beberapa teknik membaca seperti di bawah ini
dapat dilakukan untuk mendapatkan maksud lakon secara detil;
Membaca keseluruhan lakon dengan pelan dan cermat
Membaca per suku kata dengan pelan dan teliti
Membaca per kata dengan pelan dan teliti
Membaca teks sebagai teks (tanpa mencoba mencari makna
kalimat) dengan pelan
Membaca dengan memperhatikan tanda baca dengan pelan
dan teliti
Mencari hubungan antara satu kata dengan kata lain, satu
kalimat dengan kalimat yang lain
Membaca dengan pemahaman
Menambah waktu khusus untuk membaca naskah secara
mandiri


6.2 Menghapal
Kerja menghapal dimulai sesegera mungkin setelah mendapatkan
naskah. Tidak perlu membayangkan blocking dalam menghapal teks.
Latihan baris-baris dialog yang ada dalam teks lakon bisa dilakukan
setiap hari. Semakin cepat dan tepat dalam menghapal maka proses
kerja berikutnya menjadi semakin mudah. Dalam satu proses latihan
sutradara berhak menetapkan target hapalan untuk para aktornya. Target
sutradara ini akan memacu para aktor untuk segera menghapal baris-
baris dialog yang menjadi tanggungjawabnya. Untuk memudahkan kerja
menghapal beberapa teknik di bawah ini dapat dilakukan:
Membaca dialog secara keseluruhan dan diulang-ulang
Membaca bagian per bagian secara berulang-ulang

145
Membaca satu baris dialog kemudian langsung dihapalkan
setelahnya diikuti baris dialog selanjutnya
Menemukan kata kunci atau kata yang mudah diingat antara
dialog satu dengan yang lain
Menggunakan tape recorder untuk merekam pembacaan
dialog


6.3. Merancang Blocking
Lalu lintas perpindahan gerak pemain di atas pentas harus diatur
sedemikian rupa agar tidak terjadi kekacauan. Sutradara perlu menata
blocking pemain untuk memberikan kejelasan gerak, arah gerak, serta
penekanan-penekanan terhadap tokoh atau situasi tertentu. Rancangan
gambar blocking biasanya hanya melukiskan garis besar perpindahan
posisi pemain dari titik satu ke titik yang lain. Perpindahan ini akan
mempengaruhi posisi aktor yang lain. Gambar 85, 86, 87, dan 88
memperlihatkan bagaimana cara sutradara menggambarkan blocking
pemain.


Gb.85 Rancangan blocking 1


Gb.86 Rancangan blocking 2

146

Gb.87 Rancangan blocking 3


Gb.88 Rancangan blocking 4


6.4 Stop and Go
Stop and Go adalah proses latihan menghapal secara
keseluruhan atau per bagian. Di tengah proses, sutradara menghentikan
sebentar (stop) dan memberikan penjelasan atau arahan kemudian para
pemain mengulangi lagi adegan yang sama (go) sesuai arahan
sutradara. Teknik ini sangat baik dilakukan agar pemain tidak kehilangan
detil karakter yang diperankan (penghayatan peran). Sutradara dituntut
ketelitiannya dalam proses ini karena perubahan atau pembenahan yang
dilakukan akan mempengaruhi adegan berikutnya. Beberapa hal yang
bisa dibenahi dalam proses latihan stop and go:
Penghayatan karakter baik melalui wicara ataupun ekspresi
Blocking pemain bersesuaian dengan properti atau pemain
lain
Aksi dan reaksi di antara pemain
Teknik timming baik dalam aksi individu atau kelompok
Keselarasan adegan

147
6.5 Top-tail
Proses latihan top-tail dilakukan untuk menghapal rancangan
blocking yang telah ditetapkan oleh sutradara. Selain itu juga digunakan
untuk mengingat kunci akhir satu dialog dan awal dialog berikutnya atau
yang biasa disebut cue (kyu). Para aktor mempraktekkan blocking yang
ditetapkan oleh sutradara dengan mengucapkan baris awal dialog (top)
sebagai tanda mula dan mengucapkan baris akhir dialog (tail) sebagai
tanda berubahnya blocking. Latihan ini dilakukan berulang-ulang hingga
para aktor memahami desain blocking yang telah ditentukan. Proses top-
tail penting dilakukan terutama untuk menyesuaikan tempat permainan,
dari studio latihan ke panggung atau dari panggung satu ke panggung
lain. Perubahan ukuran tempat latihan atau panggung pementasan akan
mempengaruhi blocking. Oleh karena itu, setiap berada di tempat yang
baru perlu proses adaptasi dengan latihan top-tail.


6.6 Run-through
Run-through adalah latihan hapalan naskah lakon secara
keseluruhan. Para aktor berlatih memainkan peran dari awal sampai akhir
cerita tanpa menggunakan naskah (lepas naskah). Dalam run-through
sutradara tidak menghentikan proses latihan yang sedang dilakukan.
Arahan atau kritik diberikan setelah latihan berakhir. Run-through tahap
pertama dapat dilakukan per bagian atau per babak yang disebut sebagai
run-thorugh kasar. Tahap berikutnya dilakukan secara menyeluruh.
Dalam latihan ini yang dipentingkan adalah hapalan dialog dan blocking
yang disesuaikan dengan ekspresi dan emosi karakter peran. Hal-hal
yang perlu diperhatikan oleh sutradara dalam proses ini adalah.
Ketepatan dialog
Irama
Penghayatan peran
Hubungan antara karakter satu dengan yang lain
Perpindahan adegan atau babak berkaitan dengan dinamika
lakon
Tensi dramatik
Blocking pemain
Kerjasama antarpemain
Ketersampaian pesan


6.7 Latihan Teknik
Latihan teknik merupakan proses pengenalan aktor dengan tata
panggung, busana, suara, cahaya dan piranti (property) lainnya. Latihan
teknik biasanya dilakukan pada hari-hari terakhir menjelang pertunjukan.
Hal ini dapat merusak keseluruhan rancangan pertunjukan dan membuat
kerja menjadi sia-sia. Para aktor yang sudah sekian lama berlatih peran

148
jika dibebani dengan hal-hal teknis menjelang pementasan akan
mempengaruhi karakter peran. Akibat yang paling fatal adalah karakter
yang telah lama dilatihkan justru tidak bisa ditemukan karena beban
teknis. Oleh karena itu, lakukan latihan teknik secara khusus paling tidak
seminggu sebelum pementasan dilakukan.
Pertama adalah piranti tangan (hand props). Segala hal yang
disentuh atau digunakan oleh aktor harus segera mungkin
dilatihkan agar menjadi kebiasaan. Misalnya, seorang aktor
harus menggunakan tongkat untuk berjalan, maka segera
mungkin ia berlatih dengan tongkat tersebut agar biasa
berjalan dengan tongkat, sehingga perannya nampak wajar
dan tidak dibuat-buat. Hal ini berlaku untuk piranti tangan lain,
seperti pedang, belati, tas jinjing, pipa cangklong, dan lain
sebagainya.
Kedua adalah tata panggung. Meskipun tidak komplet, tetapi
latihan dengan tata panggung atau set dekorasi perlu
dilakukan secara mendalam. Terutama dengan benda-benda
yang akan digunakan atau disentuh oleh aktor, misalnya kursi,
meja, pintu, vas bunga, lukisan dinding, dan lain sebagainya.
Jika dalam proses latihan benda-benda tersebut belum bisa
dihadirkan, maka bisa diganti dengan benda lain yang
menyerupai.
Ketiga adalah tata busana. Latihan dengan busana ini sangat
bermanfaat bagi para aktor. Berlatih dengan tata busana
idealnya dilakukan lebih awal, agar aktor memiliki waktu yang
cukup untuk membiasakan diri dengan busana tersebut.
Semakin sering aktor mengenakan busana pentas, maka ia
akan merasa mengenakan pakaiannya sendiri. Hal ini sangat
mempengaruhi laku peran, karena busana dapat memberikan
kesan berbeda bagi pemakainya. Kesan yang diharapkan
muncul melalui tata busana akan tampak jika aktor telah
terbiasa mengenakannya.
Keempat adalah tata lampu. Jika piranti tangan, tata
panggung, dan tata busana telah dipenuhi, maka berikutnya
adalah penyesuaian dengan tata lampu. Lampu memiliki
karakter khusus karena cahaya yang dihasilkan dapat
memberikan dimensi dan menambah hidup suasana. Oleh
karena itu, penataan cahaya tidak bisa dibarengkan dengan
latihan akting. Tata lampu menyesuaikan dengan warna set,
busana, segala piranti yang ada di panggung, dan suasana
yang dikehendai oleh sutradara. Setelah semuanya terpasang,
barulah latihan akting dengan tata lampu bisa dilaksanakan.
Dalam latihan ini, lampu menyesuaikan blocking dan fokus
yang dikehendaki. Untuk mencapai hasil maksimal, latihan
dengan tata lampu perlu dilakukan berulang-ulang.

149
Kelima adalah tata rias. Tata rias harus menyesuaikan tata
lampu. Intensitas dan warna cahaya dapat mempengaruhi tata
rias. Oleh karena itu, latihan dengan tata rias dilakukan
setelah penataan lampu, karena mengubah atau
menyesuaikan tata rias lebih mudah daripada mengubah tata
lampu.
Terakhir adalah tata suara. Biasanya, aktor tidak
menggunakan mikrofon. Mereka berbicara langung kepada
penonton. Tetapi dalam beberapa kasus tata suara untuk
pemain diperlukan, misalnya ada pemain yang menyanyi dan
menggunakan wireless mic di atas panggung, maka
pengaturan sound system perlu disesuaikan, demikian juga
dengan ilustrasi musik atau efek yang ingin dihasilkan melalui
sound system. Proses penataan sound sytem membutuhkan
waktu tersendiri dan tidak berkaitan langsung dengan latihan
akting.
Selain bersama dengan para aktor, akan lebih baik jika disediakan waktu
khusus bagi para teknisi atau unsur tata artistik untuk melakukan latihan
secara mandiri. Latihan ini merupakan latihan teknik dalam arti
sesungguhnya dimana para kru memasang, mengatur, dan
mengujicobakan piranti teknik sebelum benar-benar digunakan. Penataan
panggung dan lampu hendaknya mendapatkan waktu khusus karena
keduanya membutuhkan waktu penataan dan penyesuaian yang lebih
lama dibanding unsur tata artistik yang lain.


6.8 Dress Rehearsal
Setelah semua persyaratan untuk pementasan dipenuhi, maka
dress rehearsal atau latihan secara lengkap dan menyeluruh dapat
dilakukan. Alasan utama untuk menyelenggarakan dress rehearsal
adalah memberikan nuansa pementasan yang sesungguhnya kepada
para aktor dan seluruh kru pendukung teknik. Dengan demikian, semua
bisa mempelajari segala kekurangan dan mengetahui hal-hal yang perlu
disesuaikan dan diperbaiki.
Umumnya proses ini dilakukan dua atau bahkan tiga kali. Tahap
pertama dan yang kedua biasanya disebut dengan istilah gladi kotor.
Pada tahap ini, komentar, kritik, dan saran dapat diberikan baik dari
sutradara atau pengamat yang dihadirkan. Seluruh pemain dan kru masih
memiliki waktu untuk memperbaikinya. Akan tetapi, pada pelaksanaan
tahap akhir atau yang biasa disebut gladi bersih, pembenahan secara
teknis sudah tidak bisa lagi dikerjakan, melainkan hal-hal kecil yang
berkaitan dengan pemahaman serta semangat kebersamaan para
pemain dan kru bisa diperkuat.
Sutradara wajib memberikan catatan lisan atau tertulis kepada
seluruh pemain dan kru setelah melaksanakan dress rehearsal. Catatan
tersebut berfungsi sebagai:

150
Bentuk dari dukungan dan edukasi. Nasehat atau semangat
yang diberikan sutradara akan mempengaruhi sikap para
pemain dan kru sehingga persoalan yang ada bisa dihadapi
bersama.
Pengingat bahwa masalah bisa saja terjadi. Akan tetapi,
dengan saling memahami antara satu dengan yang lain, hal
itu bisa diatasi. Misalnya, dalam dress rehearsal kru panggung
salah menempatkan kursi, maka pemain bisa segera
mengatasi masalah tersebut secara improvisasi tanpa
mengganggu konsentrasi aktingya. Masalah ini selanjutnya
menjadi catatan kru agar tidak terulang lagi.
Penghargaan terhadap jerih payah kerja yang telah dilakukan.
Dalam hal ini sutradara diperkenankan memuji hasil kerja
seluruh pendukung sehingga semangat kerja akan menjadi
lebih baik dan kualitas kerja menjadi lebih sempurna.
Setelah melakukan dress rehearsal, maka seluruh pendukung
diperbolehkan untuk istirahat dan menyipakan diri untuk menghadapi
pentas yang sesungguhnya. Hal ini penting untuk mengembalikan energi
dan menenangkan pikiran. Tekanan kerja yang terlalu berat justru tidak
akan menghasilkan produk yang maksimal. Apalagi produk tersebut
adalah teater yang berkaitan langsung dengan sisi psikologis manusia.


151
BAB IV
PEMERANAN


1. Olah Tubuh
Pemeran atau aktor adalah salah satu elemen pokok dalam
pertunjukan teater. Sebelum memainkan karakter, pemeran harus
menguasai tubunhya. Oleh karena itu, seorang pemeran harus ikhlas
belajar demi pencapaian kualitas tubuh agar enak ditonton. Proses
belajar penguasaan tubuh memerlukan waktu yang panjang dan secara
kontinu serta tidak bisa dilakukan secara terburu-buru. Pemeran harus
bersabar dan tidak boleh ada rasa jenuh dalam melakasanakannya.
Penampilan fisik pemeran dalam pentas berhubungan dengan
penampilan watak, sikap, gesture, dan umur peran yang digambarkan.
Hal ini juga sangat berhubungan dengan penampilan laku fisik yang
digariskan pengarang, sutradara, dan tuntutan peran. Tampilan fisik
seorang pemeran adalah tanggungjawab pribadi pemeran.
Seorang pemeran adalah seorang seniman yang memainkan
peran yang digariskan oleh penulis naskah dan sutradara. Untuk
mewujudkan laku peran di atas pentas, pemeran harus mengetahui,
memahami, dan memfungsikan dengan baik alat dan sarana yang akan
dipergunakan. Alat dan sarana tersebut adalah tubuh dan jiwanya sendiri.
Tidak ubahnya seorang pelukis yang memahami fungsi dan manfaat dari
kuas, palet, pensil, cat, kanvas, dan figura. Begitu juga dengan seorang
pemeran, dia harus tahu betul cara berjalan yang gagah, jalannya orang
yang sudah sangat tua, cara membungkuk, cara menengok, cara
melambai, bagaimana posisi punggungnya, dan lain-lain. Oleh karena
tubuh pemeran sangat dominan di atas pentas, maka penguasaan tubuh
menjadi kewajiban.
Tubuh manusia terdiri dari tulang, urat, dan otot-otot sebagai
penghubungnya. Tulang manusia terdiri dari ratusan jenis, mulai tulang
tengkorak, tulang leher, tulang badan, tulang tangan, tulang pinggul, dan
tulang kaki. Bagian yang paling penting dari tubuh manusia adalah tulang
belakang atau tulang punggung. Tulang punggung terdiri dari dua puluh
empat buah ruas asli dan sembilan buah ruas palsu (semu). Ruas asli
dipisahkan satu dengan yang lain melalui tulang rawan (cartilago) yang
berbentuk piringan dan berfungsi untuk memudahkan gerakan tulang
satu dengan yang lain. Sedangkan 9 buah ruas palsu menyatu dalam
satu kesatuan sehingga tidak memungkinkan untuk menimbulkan gerak.
Tulang punggung juga berfungsi sebagai tangkai dari jalinan urat saraf.
Pusat saraf terdiri dari otak dan jaringan urat saraf tulang
belakang. Tulang yang berhubungan langsung dengan tulang belakang
adalah tulang belikat (Scapula), dan tulang pinggul (Coxae). Cara
berbaring, duduk, berdiri, berjalan, berlari, melompat, dan jatuh sangat
dipengaruhi oleh tulang belakang. Elastisitas atau kelenturan tulang

152
belakang berfungsi sebagai peredam goncangan atau shock breaker
tubuh.
Dalam pemeranan, posisi tulang belakang dapat menyampaikan
pesan atau gambaran pada penonton berbagai kondisi yang dialami.
Gambaran ketika sedang tegang atau tenang, letih atau segar, tua atau
muda sangat dipengaruhi oleh posisi tulang belakang. Tulang belakang
juga membantu keberlangsungan perubahan sikap tubuh dan bunyi
suara. Secara anatomis bagian-bagian tulang terdiri dari beberapa
bagian, yaitu:
Kelompok tulang kepala atau tengkorak (cranium).
Tujuh buah ruas tulang tengkuk atau leher (vertebra
cervicalis).
Dua belas buah ruas tulang belakang atau punggung (vertebra
horacalis).
Lima buah ruas tulang pinggang (vertebra lubalis).
Lima buah ruas yang bersatu tulang kelangkang (os sacrum).
Empat buah ruas yang bersatu tulang ekor (os coccygis).
Kelompok tulang tangan(extremitas superior).
Kelompok tulang kaki (extremitas inferior).
Kelompok tulang dada.


Gb.89 Tulang rangka manusia


153
Rangkaian yang dihubungkan dengan tulang belakang adalah
pengikat bahu (gelang bahu) yang terdiri dari dua buah tulang selangka
dan dua buah tulang belikat (bagian atas), rongga dada, dan gelang
panggul atau biasa disebut pinggul (bagian bawah). Tulang punggung
atau tulang belakang sangat mempengaruhi pembentukan seluruh tubuh.
Apabila tulang punggung ditegangkan, maka koordinasi dan aliran gerak
tubuh terhalang (terganggu).
Gerak tubuh manusia juga dipengaruhi sendi-sendi tubuh yang
ada. Sendi adalah hubungan yang terbentuk antara dua tulang. Sendi
dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu sendi fibrus, sendi tulang
rawan, dan sendi sinovil. Sendi fibrus adalah sendi yang tidak dapat
bergerak, maka tidak mungkin terjadi pergerakan antara tulang-
tulangnya. Contoh sendi ini adalah sendi tulang pipih tengkorak.
Sendi tulang rawan yaitu sendi dengan sedikit gerakan dan
persendiannya dipisahkan oleh tulang rawan. Contoh sendi ini adalah
sendi yang terdapat pada simfilis dan pubis, untuk mempersatukan
tulang pubis. Sedangkan sendi sinovil atau diartroses adalah sendi yang
dapat bergerak bebas.
Sendi sinovil dibagi menjadi enam jenis, yaitu sendi datar, sendi
putar, sendi engsel, sendi condiloid, sendi poros, dan sendi pelana. Sendi
datar atau geser adalah sendi yang memiliki dua permukaan datar dari
tulang dan saling meluncur antara satu tulang dengan yang lain. Contoh
sendi sinovil adalah sendi carpus dan sendi tarsus. Sendi putar, yaitu
sendi yang memiliki ujung bulat tepat masuk ke dalam rongga cawan
atau mangkuk tulang lainnya yang dapat bergerak ke segala jurusan.
Contoh sendi bahu, sendi pinggul. Sendi engsel yaitu sendi yang memiliki
satu permukaan yang diterima oleh tulang lainnya sedemikian rupa
sehingga hanya memberi kemungkinan gerakan dalam satu bidang saja.
Contoh sendi siku. Sendi Condiloid yaitu sendi yang mirip dengan sendi
engsel tetapi dapat bergerak dalam dua bidang, ke belakang dan ke
depan, ke samping dan ke tengah tetapi tidak rotasi. Contoh sendi
pergelangan tangan. Sendi poros atau putar yaitu sendi yang hanya
mungkin melakukan putaran seperti pada gerakan kepala. Sendi Pelana
yaitu sendi yang timbal balik menerima. Contoh antara trapezium dan
tulang metacarpal pertama dari ibu jari yang memberi kebebasan
bergerak.
Latihan olah tubuh melatih kesadaran tubuh dan cara
mendayagunakan tubuh. Olah tubuh dilakukan dalam tiga tahap, yaitu
latihan pemanasan, latihan inti, dan latihan pendinginan. Latihan
pemanasan (warm-up), yaitu serial latihan gerakan tubuh untuk
meningkatkan sirkulasi dan meregangkan otot dengan cara bertahap.
Latihan inti, yaitu serial pokok dari inti gerakan yang akan dilatihkan.
Latihan pendinginan atau peredaan (warm-down), yaitu serial pendek
gerakan tubuh untuk mengembalikan kesegaran tubuh setelah menjalani
latihan inti.


154


1.1 Persiapan
Sebelum melakukan latihan harus memperhatikan denyut nadi.
Mengetahui denyut nadi sebelum latihan fisik dianjurkan karena
berhubungan dengan kerja jantung. Cara untuk menghitung denyut nadi,
yaitu dengan menghitung denyut nadi yang ada di leher atau denyut nadi
yang ada di pergelangan tangan dalam. Penghitungan denyut nadi yang
ada dipergelangan tangan lebih dianjurkan untuk menghasilkan
perhitungan yang tepat. Cara penghitungan denyut nada yang ada di
pergelangan tangan, yaitu dengan meletakkan jari tengah di atas
pergelangan tangan dalam segaris dengan ibu jari atau jari jempol.
Selama menghitung denyut nadi mata selalu melihat jam (jam tangan
maupun jam dinding yang ada di dalam ruangan). Penghitungan
dilakukan selama enam detik dan hasilnya dikalikan sepuluh, atau
penghitungan dilakukan selama sepuluh detik dan hasilnya dikalikan
enam. Untuk memudahkan perhitungan dan perkaliannya dapat
menggunakan tabel perhitungan perhitungan denyut nadi di bawah ini.


Tabel.2 Perhitungan denyut nadi


155
Perhitungan denyut nadi tersebut juga harus disesuaikan dengan umur
peserta latihan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan dan ketahanan
kerja jantung dalam memompakan darah ke seluruh tubuh. Perhitungan
denyut nadi ini disebut dengan perhitungan denyut nadi sesuai umur
peserta latihan. Untuk mengetahui denyut nadi maksimal yang dapat
diacapai adalah dengan mengurangi angka 220 dengan jumlah umur.
Setelah mengetahui denyut nadi maksimal terkait umur, maka perlu
diketahui rentang denyut nadi yang diperbolehkan untuk melakukan
latihan olah tubuh. Di bawah ini adalah rentang denyut nadi yang
diperbolehkan untuk melakukan latihan olah tubuh sesuai dengan umur
peserta.


Tabel.3 Denyut nadi latihan sesuai umur

Dalam mempersiapkan latihan olah tubuh dapat dimulai dengan
pemeriksaan denyut nadi. Apabila denyut nadi kurang dari 100 denyut
per menit maka sebaiknya melakukan jalan cepat atau loncat-loncat
selama lima menit sampai mencapai denyut nadi 100 denyut per menit
yang merupakan batas terendah denyut nadi yang aman untuk
melakukan latihan. Setelah mencapai denyut nadi latihan, maka latihan
olah tubuh siap dilaksanakan dengan latihan pemanasan.


156

1.2 Pemanasan
Peregangan atau pemanasan (warm-up) yaitu serial dari gerakan
tubuh untuk meningkatkan sirkulasi dan meregangkan otot dengan cara
bertahap. Pedoman sebelum melakukan pemanasan dan latihan tubuh
adalah sebagai berikut.
a. Cobalah untuk selalu konsentrasi dan santai, jangan menahan
nafas, dan bernafaslah secara normal.
b. Mulailah dengan tingkat hitungan yang sedikit kemudian
meningkat kehitungan yang banyak sesuai dengan tahapan.
Misalnya dalam satu seri latihan dimulai dengan 8 hitungan
kemudian pada tahap berikutnya ditingkatkan 2 x 8 hitungan
sampai banyak hitungan.
c. Konsentrasi pada latihan, jangan biarkan pikiran yang lain
memecah konsentrasi. Rasakan setiap pergerakan otot dan
tulang-tulang kita selama latihan.
d. Lakukanlah pemanasan ini dengan cara yang halus dan
jangan melakukan latihan-latihan dengan gerakan yang
disentak-sentak.
e. Usahakan latihan- secara berurut, bisa dimulai dari bagian
bawah tubuh menuju ke atas, bisa juga dimulai dari atas
menuju ke bagian bawah tubuh.

1.2.1 Pemanasan Jari dan Pergelangan Tangan
a. Patutkan jari-jari tangan satu sama yang lain, putar telapak
tangan menjauhi tubuh, luruskan lengan-lengan dan
regangkan selama 8 hitungan.
b. Tekan telapak tangan bersamaan dan regangkan pergelangan
tangan, pertahankan selama 8 hitungan.
c. Tekan punggung tangan bersamaan dan regangkan
pergelangan tangan, pertahankan selama 8 hitungan.



157

Gb.90 Pemanasan jari dan pergelangan tangan

1.2.2 Pemanasan Siku
a. Fleksi siku dengan cara tangan kiri memegang pergelangan
tangan kanan dan melipat tangan kanan sampai jari tangan
kanan menyentuh pundak, pertahankan sampai 8 hitungan.
Lakukan bergantian dengan tangan kanan yang memegang
pergelangan tangan kiri.
b. Ekstensi siku dengan cara menjulurkan tangan kanan ke
depan lurus dan tangan kiri menyangga siku tangan kanan,
pertahankan selama 8 hitungan. Lakukan bergantian dengan
tangan kiri.



Gb.91 Pemanasan siku





158
1.2.3 Pemanasan Bahu
a. Silangkan lengan-lengan di depan tubuh dan genggamlah
bahu-bahu yang berlawanan, pertahankan selama 8 hitungan.
b. Letakkan siku kanan di belakang kepala dan gunakan tangan
kiri untuk membuat topangan regangan, pertahankan selama
8 hitungan.
c. Letakkan siku kiri di belakang kepala dan gunakan tangan
kanan untuk membuat topangan regangan, pertahankan
selama 8 hitungan.
d. Letakkan satu tangan di atas kepala dan di belakang
punggung. Cobalah untuk mempertemukan jari-jari tangan,
buatlah regangan dan tahan selama 8 hitungan dan lakukan
bergantian.



Gb.92 Pemanasan bahu

1.2.4 Pemanasan Leher
a. Letakkan kepala di atas bahu kiri dan tahan selama 8
hitungan.
b. Letakkan kepala di atas bahu kanan dan tahan selama 8
hitungan.
c. Putar dagu atau tengok ke bahu kiri dan tahan selama 8
hitungan.
d. Putar dagu atau tengok ke bahu kanan dan tahan selama 8
hitungan.
e. Tarik kepala sejauh mungkin ke depan dan letakkan dagu di
atas dada dan tahan selama 8 hitungan.

159
f. Tarik kepala sejauh mungkin ke belakang, sentuhkan
belakang kepala ke bahu dan tahan selama 8 hitungan.




Gb.93 Pemanasan leher

1.2.5 Pemanasan Batang Tubuh
a. Kedua tangan di pinggang dan bengkokkan badan ke samping
kanan, tahan selama 8 hitungan.
b. Kedua tangan di pinggang dan bengkokkan badan ke samping
kiri, tahan selama 8 hitungan.
c. Kedua tangan di pinggang dan bengkokkan badan ke
belakang, tahan selama 8 hitungan.
d. Kedua tangan di pinggang dan bengkokkan ke depan, tahan
selama 8 hitungan.


160




Gb.94 Pemanasan batang tubuh


1.2.6 Pemanasan Tungkai Kaki dan Punggung
a. Berdiri mengangkang sejauh + 80 100 Cm, capailah tungkai
kaki kanan, tahan selama 8 hitungan.
b. Berdiri mengangkang sejauh + 80 100 Cm, capailah tungkai
kaki kiri, tahan selama 8 hitungan.
c. Berdiri mengangkang sejauh + 80 100 Cm, capailah bagian
tengah dengan membungkukan badan ke depan, tahan
selama 8 hitungan.



161

Gb.95 Pemanasan tungkai kaki dan punggung 1


d. Kedudukan jongkok dengan bertumpu pada ujung telapak
kaki, telapak tangan menempel alas dan tangan lurus di sisi
luar kanan dan kiri tubuh, tahan selama 8 hitungan.
e. Kedudukan duduk, telapak kaki menapak sempurna pada
alas, dan telapak tangan menempel atau menyentuh pada
alas, tahan selama 8 hitungan.
f. Telapak kaki menapak sempurna pada alas, badan
membungkuk, jari tangan memegang erat pergelangan kaki
dan kepala mencium lutut, tahan selama 8 hitungan.





Gb.96 Pemanasan tungkai dan punggung 2




162
1.2.7 Pemanasan Pergelangan Kaki, Tungkai, Punggung

a. Fleksikan pergelangan kaki kanan, gunakan kedua tangan
untuk memberikan tekanan regangan, tahan selama 8
hitungan.
b. Ekstensikan pergelangan kaki kanan, gunakan kedua tangan
untuk melemaskan, tahan selama 8 hitungan.
c. Fleksikan pergelangan kaki kiri, gunakan kedua tangan untuk
memberikan tekanan regangan, tahan selama 8 hitungan.
d. Ekstensikan pergelangan kaki kiri, gunakan kedua tangan
untuk melemaskan, tahan selama 8 hitungan.
e. Fleksikan lutut tungkai kanan, gunakan kedua tangan untuk
menarik lutut ke dada, dan tahan selama 8 hitungan.
f. Ekstensikan lutut tungkai kanan, gunakan kedua tangan untuk
menjauhkan lutut dari dada, dan tahan selama 8 hitungan.
g. Fleksikan lutut tungkai kiri, gunakan kedua tangan untuk
menarik lutut ke dada, dan tahan selama 8 hitungan.
h. Ekstensikan lutut tungkai kiri, gunakan kedua tangan untuk
menjauhkan lutut dari dada, dan tahan selama 8 hitungan.





163


Gb.97 Pemanasan pergelangan kaki, tungkai, punggung

Variasi: dalam latihan pemanasan ini bisa juga dilakukan dengan
cara bergerak membentuk angka 8 (delapan) dengan anggota
badan kita. Angka delapan adalah angka yang tidak punya awal
dan akhir, maka sangat baik untuk latihan pemanasan. Latihan ini
merupakan latihan pemanasan secara ritmis. Teknis latihan ini
adalah sebagai berikut:
Buatlah angka 8 (delapan) dengan anggota badan kita mulai
dari kepala sampai jari kita. Misalnya membuat angka 8
dengan kepala, berarti kita sedang melaksanakan latihan
pemanasan bagian leher. Membuat angka 8 dengan tangan,
berarti kita sedang melakukan latihan pemanasan pada
bagian siku dan bahu kita, dan seterusnya.

1.3 Latihan Inti
Latihan Olah tubuh inti yaitu serial pokok dari gerakan yang akan
dilatih sesuai dengan tujuan membentuk ketahanan tubuh, kelenturan
tubuh, dan ketangkasan fisik.

1.3.1 Ketahanan
Ketahanan adalah toleransi suatu otot terhadap stress dimana
suatu otot dapat mempertahankan penampilannya pada beban kerja
tertentu. Latihan ini bertujuan untuk mengembangkan kekuatan bagi
respon otot. Dalam latihan olah tubuh ketahanan ini difokuskan pada
kekuatan otot perut, tangan, dan kaki.


164
Pedoman dalam melakukan latihan olah tubuh ketahanan adalah sebagai
berikut.
a. Coba untuk konsentrasi dan konsekuen dalam latihan ini.
b. Ajaklah teman sebagai patner ataupun sebagai pengawas
dalam latihan.
c. Untuk latihan gerak tertentu, pergunakan matras sebagai
pelindung maupun sebagai alas latihan.
d. Lakukan dengan rileks dan jangan terburu-buru. Prinsip dari
dasar dari latihan ini adalah pengulangan-pengulangan secara
rutin.

1.3.1.1 Otot Perut
a. Posisi telungkup dan naikkan badan bagian atas, lakukan 8
hitungan
b. Posisi telungkup dan naikkan badan bagian bawah, lakukan 8
hitungan
c. Posisi terlentang dan lakukan kayang dengan topangan bahu
dan kepala
d. Posisi terlentang dan lakukan kayang dengan topangan kaki
dan tangan, lakukan 8 hitungan
e. Posisi terlentang dan lakukan kayang dengan topangan kaki
dan tangan, angkat salah satu kaki, lakukan 8 hitungan secara
bergantian.




165

Gb.98 Latihan otot perut

1.3.1.2 Otot Perut dan Pinggang
a. Posisi terlentang dan lakukan sit-up, lakukan 8 hitungan
b. Posisi terlentang dan angkat kaki tegak lurus, tangan terbuka
di samping badan, turun kaki ke samping kanan dan kiri
bergantian, lakukan 8 hitungan.
c. Posisi terlentang dan cium lutut dalam-dalam, lakukan 8
hitungan
d. Posisi terlentang dan cium lutut dalam-dalam dengan tungkai
diangkat melampaui kepala, lakukan 8 hitungan
e. Posisi terlentang dan tungkai diangkat terbuka melampaui
kepala, lakukan 8 hitungan.




166

Gb.99 Latihan otot perut dan pinggang

1.3.1.3 Kaki, Lutut, dan Tangan
a. Posisi duduk satu kaki diangkat tahan 2 detik, lakukan 8
hitungan dan kaki bergantian.
b. Posisi duduk, kaki dan tangan dibuka dan ditutup, lakukan 8
hitungan dan bergantian.
c. Posisi terlentang, kaki dan tangan dibuka dan ditutup, lakukan
8 hitungan dan bergantian.
d. Posisi berdiri pada lutut, badan tegap dan condongkan ke
belakang tahan 2 detik dan kembali tegap, lakukan 8 hitungan.
e. Posisi tidur miring topang badan dengan satu tangan, angkat
dan turunkan badan, lakukan 8 hitungan dan bergantian.






167






Gb.100 Latihan kaki, lutut, dan tangan


1.3.1.4 Lengan, Bahu, dan Dada
a. Push up dengan kaki rapat di lantai 8 hitungan
b. Push up dengan kaki terbuka di lantai 8 hitungan
c. Push up kedua lengan lurus ke atas dan kedua tungkai kaki
jinjit.
d. Push up kedua lengan lurus ke atas dan salah satu kaki
ditekuk turun naik 8 hitungan



168

Gb.101 Latihan lengan, bahu, dan Dada

1.3.2 Kelenturan
Kelenturan adalah kelemah-lembutan atau kekenyalan dari otot
dan kemampuannya untuk meregang cukup jauh agar memungkinkan
persendian dapat beraksi dengan lengkap dalam jarak normal dan dari
gerakan ini tidak menyebabkan cedera. Kelenturan tubuh manusia sangat
dipengaruhi oleh kelenturan tulang punggung, kaki dan tangan. Latihan
ini difokuskan pada latihan tulang punggung, kaki, dan tangan.
Pedoman dalam melakukan latihan olah tubuh kelenturan ini
adalah sebagai berikut.
a. Lakukan latihan ini dalam tempo yang lambat pada tahap
permulaan, dan yang terpenting adalah dapat merasakan
pergerakan ruas demi ruas tulang punggung. Setelah dapat
merasakan dengan betul tingkatkan kecepatannya dan secara
bertahap melambat kembali sampai diam.
b. Latihan ini tidak ada patokan waktu dan hitungan, tetapi lebih
pada pencapaian hasil.
c. Latihlah setiap sesi latihan dengan benar, jangan terburu-buru
pindah ke sesi selanjutnya.
d. Bila anda melakukan gerakan menunduk, usahakan kepala
lebih dahulu merendah. Sedangkan kalau gerakan menaik
usahakan gerakkan itu berawal dari bagian dasar tulang
punggung.

1.3.2.1 Cembung, Cekung, dan Datar Tulang Punggung
a. Posisi rukuk tangan di lutut dan bungkukkan punggung.
Bengkokkan tulang ekor anda turun dan ke dalam, bulatkan
tulang punggung dibagian dada dan bahu serta turunkan
kepala dan leher. Bentuklah punggung anda ke dalam posisi
secembung-cembungnya.
b. Angkat bagian tulang ekor, kosongkan tulang punggung
bagian dada dan bahu, dan tegakkan leher serta kepala anda.
Bentuklah punggung ke dalam posisi secekung-cekungnya.
c. Turunkan pinggul, luruskan tulang punggung bagian dada dan
bahu sehingga membentuk garis lurus dan tulang ekor.

169
Turunkan leher secukupnya agar berada dalam satu garis
lurus dengan tulang punggung di bagian bahu.





Gb.102 Latihan cembung, cekung, dan datar tulang punggung


1.3.2.2 Membulat, Mencekung, dan Melurus
a. Berdiri dengan dua kaki saling berjauhan + 30 cm.
Bengkokkan kaki pelan-pelan dan letakkan tangan di atas
lutut. Tundukkan kepala, lengkungkan seluruh tulang
punggung dan turunkan bagian ekor sehingga posisi tulang
punggung membulat.
b. Posisi badan masih sama, naikkan bagian ekor, kosongkan
bagian tengah tulang punggung, dan tegakkan kepala.
c. Ulangi gerakan di atas secara bergantian dari tempo yang
lambat sampai cepat kemudian melambat lagi.
d. Ulurkan ruas demi ruas tulang punggung sehingga terasa
tulang punggung tegak dan lurus.
e. Pinggul harus kembali pada posisi awal, leher harus berada
dalam satu garis lurus dengan ekor dan tulang punggung.
Arahkan pandangan mata lurus ke depan. Rasakan posisi
telapak kaki dan lutut serta rasakan kemampuan berdiri tubuh
anda mulai dari bawah hingga ke atas.


170


Gb.103 Latihan membulat, mencekung, dan melurus


1.3.2.3 Menggulung dan Melepas
a. Berdiri dengan kedua kaki direnggangkan, turunkan pinggul
dan merendahlah sampai jongkok dengan bertumpukan
kekuatan daya dukung lutut.
b. Bungkukkan tubuh bagian atas, tarik tulang ekor masuk ke
arah dalam lalu pelan-pelan duduklah dilantai.
c. Luruskan kedua kaki dan gerakkan tulang punggung ke
belakang sehingga seluruh punggung terletak di lantai dengan
tenang.
d. Gulung seluruh tulang punggung ke depan mulai dari kepala,
leher, tulang punggung, dan ekor sehingga membungkuk di
atas kaki dan regangkan ke depan.
e. Pelan-pelan berdiri sampai tegak dan mulai jalan dalam gaya
lamban.
f. Ulangi latihan ini sampai dapat merasakan fungsi ruas-ruas
tulang belakang.


171




Gb.104 Latihan menggulung dan melepas

1.3.2.4 Ayunan Bandul Tubuh Atas
a. Berdiri dengan posisi melangkah dan angkatlah kedua lengan
tinggi di atas kepala.
b. Bengkokkan tubuh bagian atas yang lurus itu sehingga
membentuk sudut yang tepat dengan kaki anda. Pertahankan
posisi dan rasakan ketegangan yang terjadi.

172
c. Lutut-lutut dibengkokkan sedikit, biarkan tubuh bagian atas
terjatuh memberat dari bagian tengah tulang punggung dan
kemudian hayunkan mendekati dan menjauhi kaki.
d. Lengan-lengan harus mengikuti tubuh bagian atas dan ikut
terayun maju dan mundur. Jangan naikkan tubuh bagian atas.
Ayunan ini akan mampu menaikkan tulang punggung hanya
sejauh sudut membengkoknya yang tepat dari ayunan itu
bermula.
e. Panjang ayunan harus tetap sama dan harus mampu
membulat dan meluruskan tulang punggung. Membulat, ketika
batang tubuh bagian atas menjauh, dan melurus, ketika tulang
punggung mengayun ke depan dan menjauh kalau kedua
lengan berada di belakang. Membulat lagi ketika batang tubuh
bagian atas jatuh lagi, dan melurus, ketika tulang punggung
mengayun ke luar dan menjauh lagi ketika kedua lengan
berada di depan.



Gb.105 Latihan ayunan bandul tubuh atas

1.3.3 Ketangkasan
Ketangkasan merupakan suatu bentuk latihan olah tubuh yang
difokuskan pada keterampilan, kecepatan, dan kegesitan. Ketangkasan
sebenarnya hasil pertumbuhan alami dari latihan kelenturan dan
ketahanan. Latihan ketangkasan banyak ragamnya, misalnya latihan bela
diri, senam alat, dan permainan alat (tombak, pedang, toya, kipas, pisau,
tali/rantai ). Latihan ini akan difokuskan pada konsentrasi gerak dan
latihan bela diri, baik dengan tangan kosong maupun dengan pisau.

173
Pedoman sebelum melakukan latihan olah tubuh ketangkasan ini
adalah sebagai berikut.
a. Menemukan pasangan berlatih untuk melatih teknik-teknik
yang ada dengan penuh ketelitian dan kesabaran, sehingga
posisi-posisi dan gerak yang dilaksanakan benar-benar tepat.
b. Latihlah pada tiap-tiap teknik dalam suatu rangkaian gerak
mulai dari gerak lambat menuju gerak yang cepat
c. Teknik yang dilatih harus dilakukan dari kanan maupun dari
kiri, sehingga benar-benar dapat dikuasai dari semua sudut.
d. Lakukan pergantian posisi antara penyerang dan yang
diserang.
e. Lakukan dengan tangan dan kaki yang sebaliknya.


1.3.3.1 Latihan Cermin
a. Berpasangan dan berhadapan serta ditentukan siapa sebagai
cermin dan siapa yang bercermin.
b. Latihan dimulai dari gerak sederhana dan lambat, semakin
lama semakin bervariasi dan cepat.
c. Lakukan pergantian, antara cermin dan yang bercermin.



Gb.106 Latihan cermin

1.3.3.2 Latihan Kuda-Kuda
a. Lompat terus jongkok dan lakukan sebanyak 8 kali
b. Lompat terus mengangkang dan lakukan sebanyak 8 kali.



174

Gb.107 Latihan kuda-Kuda


1.3.3.3 Menangkis Pukulan
a. Berhadapan posisi kuda-kuda dan lawan menyerang dari
samping dengan tangan kanan, tangkis ke arah luar dengan
tangan kiri pada pengelangan tangan lawan, kaki kiri maju dan
tangan kanan memukul pada wajah lawan.
b. Lakukan dengan tangan yang sebaliknya.
c. Lawan memukul dengan tangan kiri, ditangkis dengan jari-jari
tangan kanan dan langsung menangkapnya pada pergelangan
tangannya. Majukan kaki kanan untuk memperpendek jarak
lawan dan siapkan tangan kanan untuk memukul muka lawan
dengan punggung kepalan tangan.






175


Gb.108 Latihan menangkis pukulan


1.3.3.4 Membalas Serangan Dengan Tebangan
a. Dorongan yang dilakukan oleh tangan kiri lawan, ditangkap
dengan tangan kanan kita, terus tekan ke bawah dan diiringi
dengan tebangan memakai sisi tangan kiri pada leher atau
tulang pipi.


Gb.109 Latihan membalas serangan dengan tebangan

1.3.3.5 Putaran Pergelangan Tangan Merusak Posisi Lawan
a. Lawan melakukan pukulan memakai tangan kiri, tangkis
dengan cepat menggunakan tangan kanan ke arah luar.
b. Kaki kiri maju sambil memukul dengan tangan kiri, lawan
melangkah mundur dengan kaki kiri sambil menangkis
pergelangan tangan ke arah keluar. Dengan cepat
pergelangan tangan kiri lawan ditangkap dan diturunkan.
c. Kaki kanan maju menyamping kiri ke arah lawan sambil
mendorong dagu ke atas.


176


Gb.110 Latihan putaran pergelangan tangan merusak posisi lawan


1.3.3.6 Pemakaian Satu Tangan
a. Lawan memukul dengan tangan kiri, tangkis ke arah luar
dengan tangan kanan. Selesai menangkis, tangan kanan
langsung memukul ke arah dagu lawan.



Gb.111 Latihan pemakaian satu tangan


1.3.3.7 Tangkisan Dengan Kombinasi Tendangan Kaki
a. Lawan menyerang dengan tangan kanan, tangkap dan tarik
dengan tangan kiri serta lepaskan, selanjutnya tangan kiri
mendorong pada dada lawan sehingga terlontar mundur.
b. Tarik kaki kanan mendekat ke kaki kiri, selanjutnya kaki kiri
diangkat untuk melakukan tendangan samping pada lawan.


177


Gb.112 Latihan tangkisan dengan kombinasi tendangan kaki

1.3.3.8 Gerak Memotong Lawan
a. Lawan melakukan gerakan mendorong dengan tangan kiri,
tangkis dengan bagian sisi luar tangan kiri.
b. Serang dengan tangan kiri mengepal, lawan mundur dan
menangkis dengan tangan kanan. Melangkahlah maju tepat di
depan lawan sambil menarik tangan kanan lawan dan
pukullah dagu dari bawah.



Gb.113 Latihan Gerak Memotong Lawan

178

1.3.3.9 Pukulan Balasan Dari Luar
a. Lawan memukul dengan tangan kanan, mengelaklah ke kanan
lawan sambil menangkis dan menangkap pergelangan tangan
lawan dengan tangan kiri, terus menarik searah serangan
lawan.
b. Ketika menarik tangan tersebut, lakukan pukulan pada rusuk
atau mata lawan dengan tangan kiri.



Gb.114 Latihan pukulan balasan dari luar

1.3.3.10 Melutut Lawan
a. Lawan mendorong, menghindarlah ke samping sambil
menangkis pergelangan tangan, balaslah bagian tubuh lawan
dengan lutut kaki kanan.


Gb.115 Latihan melutut lawan


179
1.3.3.11 Pukulan Balasan ke Dalam
a. Lawan memukul dengan tangan kanan, tangkis dengan
tangan kiri dengan posisi tubuh menyamping.
b. Berbaliklah arah sambil melakukan pukulan memutar dengan
tangan kanan ke arah perut lawan.



Gb.116 Latihan pukulan balasan ke dalam



1.3.3.12 Gerak Dorongan ke Samping
a. Lawan menyerang dengan tangan kiri, tangkis dan tangkap
pergelangan tangan lawan dan menghindarlah ke kiri lawan.
b. Tangan kanan mendorong bahu lawan dan kaki kanan
mendorong kaki kiri lawan dengan kuat.





Gb.117 Latihan gerak dorongan ke samping




180
1.3.3.13 Menangkis dan Menyerang Tendangan
a. Lawan menyerang dengan tangan kanan dan melangkah
maju, tangkis dengan tangan kanan dan kaki kiri mundur.
b. Lawan melanjutkan serangan dengan tangan kiri dari arah
bawah, tanpa mengubah posisi, tangkis dengan tangan kanan
ke arah bawah. Setelah menangkis, ambil posisi jongkok,
sambar dan angkat kaki kanan lawan dengan tangan kiri.
c. Pada saat posisi lawan goyah, tendang dada lawan dengan
kaki kanan.



Gb.118 Latihan menangkis dan menyerang tendangan

1.3.3.14 Melumpuhkan Lawan Dengan Kaki
a. Lawan menyerang dengan pukulan tangan kanan,
menghindarlah ke samping dan kaki kanan langsung di
belakang kaki lawan yang maju, sedangkan tangan kanan di
dada lawan serta tangan kiri menempel pada siku lawan.
b. Tangan kanan mendorong dada lawan searah dengan arah
hadap. Ganjalkan kaki ke kaki kanan lawan.


181

Gb.119 Latihan melumpuhkan lawan dengan kaki

1.3.3.15 Bela Diri Terhadap Serangan Pisau
a. Lawan menusuk dengan pisau di tangan kanan. Bersikaplah
dengan tenang dan menghindar ke samping sambil
menangkis pergelangan tangan lawan dengan tangan kanan,
lanjutkan dengan tendangan kaki kanan pada tangan.





Gb.120 Latihan melumpuhkan serangan pisau
b. Lawan menusuk dengan pisau di tangan kanan,
menghindarlah ke samping kanan sambil menangkap
punggung tangan lawan dengan tangan kiri. Gerak selanjutnya
adalah memelintir tangan lawan dengan bantuan tangan
kanan. Setelah terpelintir, tendanglah dada lawan.


182




Gb.121 Latihan melawan serangan pisau

c. Lawan menyerang dengan pisau dari atas, menghindarlah ke
kiri disertai tangkapan tangan lawan dengan tangan kanan
sedangkan tangan kiri menyambar baju lawan dan kaki kanan
menendang kaki kiri lawan. Pada saat lawan jatuh, tekanlah
dengan lutut kaki kanan.



Gb.122 Latihan melumpuhkan serangan pisau


183
1.4 Pendinginan
Pendinginan atau peredaan (warm-down) yaitu serial pendek
gerakan latihan yang bertujuan untuk menyegarkan kembali kondisi
tubuh. Pengenduran otot-otot dilakukan untuk memperbaiki kelenturan
tubuh yang menegang akibat latihan inti.

Sasaran dari latihan ini adalah sebagai berikut.
a. Mengakhiri setiap latihan dalam suasana yang
menyenangkan.
b. Menetapkan suatu serial gerakan dengan maksud untuk
mempertahankan penambahan sirkulasi yang ringan,
meregangkan otot-otot dan melancarkan peredaran darah,
serta menstabilkan pernafasan.
c. Memperbaiki kesadaran diri dari kebutuhan-kebutuhan otot-
otot.

Program latihan pendinginan atau peredaan itu adalah sebagai berikut.

a. Berdiri tegak, kaki dibuka + 60 cm, badan condong ke kiri, kaki
kanan lurus dan kaki kiri agak ditekuk ke bawah, tangan kanan
lurus ke atas di samping kepala dan tangan kiri ditempelkan
pada paha kaki kiri, tahan sampai 8 hitungan. Ganti badan
condong ke kanan.



Gb.123 Pendinginan kaki dan sisi luar badan


b. Posisi berdiri masih sama tetapi badan tegak di tengah dan
kedua lengan direntangkan ke kiri dan ke kanan lurus bahu,
kaki agak ditekuk ke bawah dan lakukan gerakan mengeper
ke atas dan bawah, lakukan selama 8 hitungan.


184

Gb.124 Pendinginan kaki dan tangan

c. Posisi berdiri masih sama, kedua tangan lurus ke atas kepala
dan condongkan badan ke kiri, tahan sampai 8 hitungan. Ganti
badan condong ke kanan dengan hitungan yang sama.



Gb.125 Pendinginan tangan dan sisi luar badan

d. Posisi berdiri masih sama, silangkan tangan kanan sejajar
bahu di depan dada ke arah kiri dan tangan kiri membantu
peregangan tepat pada siku, tahan sampai 8 hitungan. Ganti
tangan kiri sejajar bahu di depan dada ke arah kanan dan
tangan kanan membantu peregangan tepat pada siku, tahan
sampai 8 hitungan.


185


Gb.126 Pendinginan tangan

e. Posisi berdiri masih sama, tangan kanan lurus ke atas di
samping kepala dan tangan kiri menekan kepala kearah kiri,
tahan sampai 8 hitungan. Ganti tangan kiri lurus dan tangan
kanan menekan kepala ke arah kanan dengan hitungan yang
sama.





Gb.127 Pendinginan leher


186
f. Posisi berdiri masih sama, langkahkan kaki kanan ke kanan,
lutut kanan ditekuk serong kanan, kaki kiri bertumpu pada
tumit, badan condong ke kanan, kedua telapak tangan
menempel di atas kedua paha dan ayunkan ke bawah sampai
8 hitungan. Ganti dengan kaki kiri langkahkan ke kiri, lutut kiri
ditekuk serong kiri, kaki kanan bertumpu pada tumit, badan
condong ke kiri, kedua telapak tangan menempel di atas
kedua paha dan ayunkan ke bawah sampai 8 hitungan.



Gb.128 Pendinginan lutut dan tumit


g. Posisi berdiri masih sama, tangan di samping badan, mulai
tangan diangkat lurus ke atas kepala sambil menghirup napas
dalam 4 hitungan dan menurunkan tangan sambil
menghembuskan napas dalam 4 hitungan. Lakukan gerakan
ini 4 kali dan gerakan yang terakhir dibarengi dengan menutup
kaki.



Gb.129 Pendinginan dengan pernafasan


1.5 Relaksasi
Relaksasi adalah memposisikan tubuh dalam kondisi yang rileks,
tanpa tegangan. Akan tetapi, meskipun tubuh rileks bukan berarti berada
dalam keadaan pasif (tanpa bergerak). Relaksasi melepaskan kekangan
yang ada dalam tubuh melalui gerakan-gerakan lembut yang teratur.
Keteraturan gerak seirama dengan nafas sehingga ketegangan otot-toto

187
tubuh kembali mengendur. Relaksasi merupakan hal yang penting bagi
semua pemeran. Oto-otot tubuh yang menegang membawa dampak
yang kurang baik bagi emosi sehingga mempengaruhi konsentrasi.
Pemeran pemula biasanya sulit bersikap rileks. Hal ini disebabkan
ketidaksiapan fisik dan semosi saat berada di hadapan penonton.
Dengan kata lain, dalam keadaan rileks, aktor akan menunggu dengan
tenang dan sadar dalam mengambil tempat dan melakukan akting. Untuk
mencapai relaksasi atau mencapai kondisi kontrol mental maupun fisik
diatas panggung, konsentrasi adalah tujuan utama.
Ada bermacam-macam bentuk relaksasi, lakukan relaksasi yang
sesuai dengan keadaan pikiran. Relaksasi bisa dilakukan dengan cara
tai-chi, yoga. Pada sub bab ini akan dibahas relaksasi dalam bentuk
yoga. Yoga sebenarnya adalah seni daya tubuh yang dilakukan melalui
perpaduan antara pernafasan, pose tubuh dan konsentrasi sehingga jiwa
atau pikiran kita menjadi relaks. Pose tubuh dalam yoga disebut dengan
asana. Dasar-dasar dari yoga yang perlu diperhatikan, adalah cinta kasih,
kejujuran, kesederhanaan, kesucian, dan tidak gila hormat. Yoga selain
sebagai relaksasi juga dipercaya bisa menyembuhkan penyakit.

Pedoman melakukan relaksasi adalah sebagai berikut.
a. Konsentrasi pada nafas, bila perlu rasakan perjalanan udara
mulai dari hidung, tenggorokan, dan paru-paru.
b. Santai dan kendorkan semua pikiran, otot-otot, dan jangan
ada yang mengganggu atau terjadi ketegangan.
c. Gunakan nafas segitiga, yaitu menghirup, menahan, dan
menghembuskan nafas dengan hitungan yang sama.
d. Pilihlah pose-pose yang sesuai dengan kemampuan, jangan
memaksakan suatu pose tetapi tidak merasa nyaman.
Pose-pose yoga yang dapat digunakan untuk latihan relaksasi ini adalah
sebagai berikut.


1.5.1 Dhanurasana (Pose Busur)
a. Posisi badan telungkup kaki dilipat ke atas, nafas biasa.
b. Tangan menarik kaki yang dilipat tadi sehingga posisi badan
seperti busur, goyang-goyangkan pada perut.
c. Ketika menarik dan mengoyangkan badan, nafas ditahan.
d. Pergunakanlah nafas segitiga, yaitu ketika menarik, menahan,
dan menghembuskan nafas hitungannya sama. Misalnya
menarik nafas dengan 10 hitungan, berarti menahan dan
menghembuskan 10 hitungan dan seterusnya.



188



Gb.130 Pose busur

1.5.2 Garudasana (Pose Garuda)
a. Posisi duduk kaki dilipat saling menumpuk, tarik nafas diiringi
dengan dengan posisi tangan membentang lurus di kanan dan
kiri tubuh.
b. Tahan nafas, terus menarik tangan dalam posisi menyembah
sambil menghembuskan nafas. Lakukan paling sedikit 8 kali.



Gb.131 Pose garuda

1.5.3 Pavartasana (Pose Gunung)
a. Posisi duduk kaki dilipat saling menumpuk, tangan diangkat
lurus di atas kepala. Ketika mengangkat tangan diiringi
dengan menarik nafas.
b. Condongkan badan ke kanan sambil menahan nafas.

189
c. Posisi tubuh lurus kembali dan menurunkan tangan sambil
menghembuskan nafas.
d. Ulangi lagi posisi dan gerak tersebut tetapi sekarang badan
condong ke kiri. Lakukan secara bergantian sebanyak 8 kali
ke kanan dan kiri.





Gb.132 Pose gunung


1.5.4 Sirshasana (Rajanya Pose)
a. Posisi duduk dengan kaki sebagai alas, tarik nafas, dan tahan.
b. Posisi sujud dengan tangan membentuk segi tiga di samping
kepala, pelan-pelan angkat badan dan kaki ke atas sampai
lurus.
c. Posisi terbalik (kepala di bawah dan kaki di atas) hembuskan
nafas. Pada posisi ini kita bernafas segi tiga yaitu tarik, tahan,
hembuskan.
d. Pada awalnya lakukan hanya beberapa menit tetapi semakin
sering dilakukan, hitungan waktunya semakin ditambah.
e. Kalau belum ada keseimbangan minta bantuan teman untuk
memegangi kaki.


190






Gb.133 Pose sirshasana



1.5.5 Sarvangasana
a. Posisi tidur terlentang dengan tangan di samping badan, terus
angkat kaki ke atas sambil menghirup udara.
b. Posisi berdiri pada pundak dan leher. Nafas ditahan dan
hembuskan. Pernafasan menggunakan pernafasan segitiga.
c. Lakukan yoga ini mulai dari waktu yang pendek sampai waktu
yang panjang.


191




Gb.134 Pose sarvangasana


1.5.6 Matyasana (Pose Ikan)
a. Posisi duduk dengan kaki dilipat saling menumpuk, tangan di
samping badan, diteruskan merebahkan diri dengan kaki
masih saling terkait.
b. Tangan yang di samping badan terus mengangkat pinggang
agar kedudukan dada lebih tinggi. Tangan setelah
mengangkat kemudian dipakai sebagai alas kepala.
c. Lakukan dengan pernafasan segitiga sebanyak 10 15 kali
pernafasan.



192




Gb.135 Pose ikan

1.5.7 Salabhasana (Pose Belalang)
a. Posisi tubuh telungkup rata dengan lantai, kedua tangan
santai di samping badan dan menghirup nafas.
b. Angkat kaki kanan ke atas dan nafas ditahan. Ketika kaki
diturunkan maka nafas dihembuskan
c. Lakukan dengan kaki secara bergantian.





Gb.136 Pose belalang

193


1.5.8 Bhujangasana (Pose Cobra)
a. Posisi tubuh telungkup rata dengan lantai, tangan dilipat di
samping badan.
b. Tangan mendorong dada dan kepala tegak. Dorongan ini
diusahakan sampai tangan tegak lurus. Ketika tangan
mendorong kita menghirup nafas terus ditahan. Ketika tangan
diturunkan kita menghembuskan nafas.
c. Lakukan sampai 10 15 kali nafas.


Gb.137 Pose cobra

1.5.9 Suryanamaskar (Pose Hormat pada Cahaya)
a. Posisi berdiri, tangan posisi menyembah di dada, dan
menghirup nafas panjang.
b. Tangan dibuka dan ayunkan ke belakang sambil menahan
nafas.
c. Tangan diayunkan ke depan sampai menyentuh lantai sambil
menghembuskan nafas.
d. Posisi jongkok dan kaki kiri ditarik ke belakang sedangkan
kedua tangan menahan berat tubuh sambil menghirup nafas
panjang.
e. Posisi push-up sambil menahan nafas.
f. Posisi push-up yang diturunkan hanya pada tangan sambil
menghembuskan nafas.
g. Posisi tubuh diteruskan dengan pose kobra sambil menarik
nafas panjang.
h. Pose kobra dan menarik pinggul ke atas sehingga tangan dan
kaki dalam keadaan lurus sambil menahan nafas.
i. Kaki kanan dimajukan sampai tertekuk turun sambil
menghembuskan nafas.
j. Bangkit sampai seperti posisi ketiga sambil menghirup nafas.
k. Posisi bangkit dan tangan diangkat ke atas sampai belakang
sambil menahan nafas.
l. Posisi berdiri dan menurunkan tangan sammbil
menghembuskan nafas. Lakukan latihan sebanyak 8 kali.


194






195

Gb.138 Pose suryanamaskar


2. OLAH SUARA
Suara adalah unsur penting dalam kegiatan seni teater yang
menyangkut segi auditif atau sesuatu yang berhubungan dengan
pendengaran. Dalam kenyataannya, suara dan bunyi itu sama, yaitu hasil
getaran udara yang datang dan menyentuh selaput gendang telinga.
Akan tetapi, dalam konvensi dunia teater kedua istilah tersebut
dibedakan. Suara merupakan produk manusia untuk membentuk kata-
kata, sedangkan bunyi merupakan produk benda-benda.
Suara dihasilkan oleh proses mengencang dan mengendornya
pita suara sehingga udara yang lewat berubah menjadi bunyi. Dalam
kegiatan teater, suara mempunyai peranan penting, karena digunakan
sebagai bahan komunikasi yang berwujud dialog. Dialog merupakan
salah satu daya tarik dalam membina konflik-konflik dramatik. Kegiatan
mengucapkan dialog ini menjadi sifat teater yang khas.
Suara adalah lambang komunikasi yang dijadikan media untuk
mengungkapkan rasa dan buah pikiran. Unsur dasar bahasa lisan adalah
suara. Prosesnya, suara dijadikan kata dan kata-kata disusun menjadi
frasa serta kalimat yang semuanya dimanfaatkan dengan aturan tertentu
yang disebut gramatika atau paramasastra.
Pemilihan kata-kata memiliki peranan dalam aturan yang dikenal
dengan istilah diksi. Selanjutnya, suara tidak hanya dilontarkan begitu
saja tetapi dilihat dari keras lembutnya, tinggi rendahnya, dan cepat
lambatnya sesuai dengan situasi dan kondisi emosi. Itulah yang disebut
intonasi. Suara merupakan unsur yang harus diperhatikan oleh
seseorang yang akan mempelajari teater.
Kata-kata yang membawa informasi yang bermakna. Makna kata-
kata dipengaruhi oleh nada. Misalnya, kalimat, Yah, memang, kamu
sekarang sudah hebat..... . Maka, nada suara yang terlontarkan,
menunjukkan maksud memuji atau sebenarnya ingin mengatakan, kamu
belum bisa apa-apa. Banyak lagi contoh yang menunjukkan tentang
makna suara. Misalnya, dalam situasi tertentu tidak mampu
mengungkapkan maksud yang sebenarnya, sehingga secara tidak sadar
mengungkapkan sesuatu yang sebenarnya tidak dikehendaki. Maksud
tersembunyi seperti itu disebut subtext.

196
Seorang pemeran dalam pementasan teater menggunakan dua
bahasa, yaitu bahasa tubuh dan bahasa verbal yang berupa dialog.
Bahasa tubuh bisa berdiri sendiri, dalam arti tidak dibarengi dengan
bahasa verbal. Akan tetapi, bisa juga bahasa tubuh sebagai penguat
bahasa verbal.
Dialog yang diucapkan oleh seorang pemeran mempunyai
peranan yang sangat penting dalam pementasan naskah drama atau teks
lakon. Hal ini disebabkan karena dalam dialog banyak terdapat nilai-nilai
yang bermakna. Jika lontaran dialog tidak sesuai sebagaimana
mestinya, maka nilai yang terkandung tidak dapat dikomunikasikan
kepada penonton. Hal ini merupakan kesalahan fatal bagi seorang
pemeran.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh seorang pemeran
tentang fungsi ucapan, yaitu sebagai berikut.
a. Ucapan yang dilontarkan oleh pemeran bertujuan untuk
menyalurkan kata dari teks lakon kepada penonton.
b. Memberi arti khusus pada kata-kata tertentu melalui modulasi
suara.
c. Memuat informasi tentang sifat dan perasaan peran, misalnya:
umur. kedudukan sosial, kekuatan, kegembiraan, putus asa,
marah, dan sebagainya.
d. Mengendalikan perasaan penonton seperti yang dilakukan
oleh musik.
e. Melengkapi variasi.
Ketika pemeran mengucapkan dialog harus mempertimbangkan
pikiran-pikiran penulis. Jika pemeran melontarkan dialognya hanya
sekedar hasil hafalan saja, maka dia mencabut makna yang ada dalam
kata-kata. Ekspresi yang disampaikan melalui nada suara membentuk
satu pemaknaan berkaitan dengan kalimat dialog. Proses pengucapan
dialog mempengaruhi ketersampaian pesan yang hendak dikomunika-
sikan kepada penonton.


2.1 Persiapan
Sebelum melakukan latihan olah suara sebaiknya mempelajari
organ produksi suara. Organ produksi suara pada manusia terbagi
menjadi tiga, yaitu organ pernafasan, resonator, dan organ pembentuk
kata. Organ pernafasan terdiri dari hidung, tekak atau faring, pangkal
tenggorokan atau laring, batang tenggorokan atau trakea, cabang
tenggorokan atau bronkus, paru-paru, serta pita suara. Resonator terdiri
dari: rongga hidung, rongga mulat, dan rongga dada. Sedangkan organ
pembentuk kata terdiri lidah, bibir, langit-langit mulut, dan gigi.
Hidung atau nasal adalah saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang, dipisahkan oleh sekat dan di dalamnya terdapat
bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, kotoran-kotoran

197
yang masuk dalam rongga hidung. Fungsi dari hidung adalah bekerja
sebagai saluran keluar masuknya udara. Tekak atau faring adalah tempat
persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Letak tekak
terdapat di bawah dasar tengkorak di belakang rongga hidung dan mulut
pada bagian depan ruas tulang leher. Pangkal tenggorokan atau laring
adalah saluran udara dan bertindak sebagai pembentukkan suara,
terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebrata servikalis
dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Batang tenggorokan atau
trakea adalah merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh enam
belas sampai dengan dua puluh cincin tulang rawan dan berbentuk kuku
kuda atau huruf C. Trakea diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar
dan hanya bergerak ke arah luar. Fungsi bulu getar ini adalah
mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara.
Cabang tenggorokan atau bronkus adalah lanjutan dari trakea yang terdiri
dari dua buah cabang yang menuju paru-paru. Paru-paru adalah organ
tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung dan
berjumlah kurang lebih 700.000.000 (tujuh ratus juta) gelembung di paru-
paru kanan dan kiri.

2.2 Pemanasan
Setelah mengetahui macam-macam, letak, dan fungsi dari organ
produksi suara, maka latihan pemanasan siap dilakukan. Fungsi
pemanasan ini adalah mengendorkan otot-otot organ produksi suara.
Latihan pemanasan olah suara diawali dengan senam wajah, senam
lidah, dan senam rahang. Pedoman latihan olah suara adalah sebagai
berikut.
a. Konsentrasi dan sadar pada pekerjaan. Kesadaran ini akan
memicu kepada ingatan kita.
b. Santai dan lakukan pengulangan-pengulangan dalam latihan
ini karena otot-otot organ tubuh kita bukan suatu hal yang
mekanis tetapi lebih bersifat ritmis.
c. Hindari keteganggan dan lakukan segala sesuatu dengan
wajar secara alami.
d. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, jangan lakukan
latihan secara terburu-buru. Beri kesempatan otot-otot dan
persendian untuk menyesuaikan khendak kita.
e. Lakukan semua latihan ini dimulai dari tempo lambat sampai
dengan tempo cepat.

2.2.1 Senam Wajah
a. Dahi dikerutkan ke atas, tahan, dan lepaskan. Lakukan
latihan ini 8 kali.
b. Arahkan otot-otot wajah ke kanan, tahan, dan lepaskan.
Lakukan latihan ini 8 kali.
c. Arahkan otot-otot wajah ke kiri, tahan, dan lepaskan. Lakukan
latihan ini 8 kali.

198
d. Arahkan otot-otot wajah ke bawah, tahan, dan lepaskan.
Lakukan latihan ini 8 kali.
e. Buka mulut selebar mungkin, tahan, dan lepaskan. Lakukan
latihan ini 8 kali.
f. Bibir dikatupkan dan arahkan ke depan sejauh mungkin,
tahan, dan lepaskan. Lakukan latihan ini 8 kali.
g. Bibir dikatubkan dan arahkan ke kanan sejauh mungkin,
tahan, dan lepaskan. Lakukan latihan ini 8 kali.
h. Bibir di katupkan dan arahkan ke kiri sejauh mungkin, tahan,
dan lepaskan. Lakukan latihan ini 8 kali.
i. Bibir ditarik ke belakang sejauh mungkin sampai kita meringis,
tahan, dan lepaskan. Lakukan latihan ini 8 kali.
j. Bibir dikatupkan dan putar searah jarum jam, lakukan 8
hitungan, terus kearah sebaliknya, 8 kali.
k. Ucapkan u...o...o...o...a... ( huruf o diucapkan seperti pada
kata soto), kemudian diucapkan dengan sebaliknya. Posisi
lidah tetap datar pada mulut, tenggorokan tetap terbuka lebar
dan rahang rileks.
l. Ucapkan me...mo...me...mo...me...mo...me...mo...me (me
diucapkan seperti pada kata medan).






199






Gb.139 Senam wajah


2.2.2 Senam Lidah
a. Lidah dijulurkan sejauh mungkin, tahan dan tarik sedalam
mungkin, lakukan 8 kali.
b. Lidah dijulurkan dan arahkan ke kanan dan ke kiri secara
bergantian, lakukan 8 kali.
c. Lidah dijulurkan dan putar searah jarum jam terus
kebalikannya, lakukan 8 kali.
d. Bibir dikatupkan, rahang diturunkan dan lidah diputar di dalam
mulut searah jarum jam terus kebalikannya. Lakukan 8 kali.
e. Lidah ditahan di gigi seri, terus hentakkan. Lakukan 8 kali.
f. Membunyikan errrrr................, errrrrrr................ berulang -
ulang. Latihan ini berfungsi untuk melemaskan lidah.
g. ucapkan dengan cepat: fud...fud...fud...fud...fud...dah
fud...fud...fud...fud...fud...dah. lakukan latihan ini sesering
mungkin.


200






Gb.140 Senam lidah


2.2.3 Senam Rahang Bawah
a. Gerakkan rahang bawah dengan cara membuka dan
menutup, lakukan 2 x 8 hitungan.
b. Gerakkan rahang bawah ke kiri dan kanan secara bergantian,
lakukan 2 x 8 hitungan.
c. Gerakkan rahang bawah ke depan dan ke belakang secara
bergantian. Lakukan 2 x 8 hitungan.
d. Gerakkan rahang bawah melingkar sesuai dengan arah jarum
jam dan ke arah sebaliknya, lakukan 8 hitunngan searah jarum
jam dan 8 hitungan kearah sebaliknya.
e. Ucapkan dengan riang, ceria, gembira dan rileks:
da....da....da.... da..... da..... da.... kemudian
la....la.....la....la.....la.....la.... Latihan ini bisa dengan huruf
konsonan yang lain yang digabung dengan huruf vokal a.


201






Gb.141 Senam rahang bawah


2.2.4 Latihan Tenggorokan
a. Ucapkan lo...la...le...la...lo...- lo...la...le...la...lo...-
lo...la...le...la...lo... Lakukan latihan ini dengan santai, semakin
lama semakin keras teatpi tenggorokan jangan teggang.
b. Nyanyikan dengan tenggorokan tetap terbuka
la...la...la...la...laf... la...la...la...la...los... la...la...la...la...lof...

2.2.5 Berbisik
a. Lafalkan huruf vokal (a...i...u...e...o...) tanpa mengeluarkan
suara. Dalam latihan ini yang diutamakan adalah kontraksi
otot-otot bibir, wajah dan rahang.
b. Lafalkan huruf c... d... l... n... r... s... t... tanpa mengeluarkan
suara. Latihan ini juga berfuungsi untuk melenturkan lidah.
c. Lafalkan huruf konsonan dengan tanpa mengeluarkan suara.

202
d. Lafalkan kata dan kalimat pendek tanpa mengeluarkan suara.
Latihan ini diutamakan pengejaan tiap suku kata, baik dalam
kata maupun dalam kalimat.

2.2.6 Bergumam
Fungsi bergumam adalah sebagai pemanasan organ produksi
suara. Tahap latihan berguman adalah sebagai berikut.

a. Tarik nafas, tahan, dan hembuskan dengan cara bergumam.,
Fokus gumaman ini pada rongga dada. Rasakan getaran pada
rongga dada pada waktu kita bergumam. Lakukan latihan ini 8
kali.
b. Tarik nafas, tahan, dan hembuskan dengan cara bergumam.,
Fokus gumaman ini pada batang tenggorokan atau trakea.
Rasakan getaran pada batang tenggorokan pada waktu kita
bergumam. Lakukan latihan ini 8 kali.
c. Tarik nafas, tahan, dan hembuskan dengan cara bergumam,
fokus gumaman ini pada rongga hidung atau nasal. Rasakan
getaran pada rongga hidung pada waktu kita bergumam,
biasanya ujung hidung akan terasa gatal. Lakukan latihan ini 8
kali.

2.2.7 Bersenandung
Fungsi latihan bersenandung adalah untuk pemanasan organ
produksi suara sekaligus untuk melatih penguasaan melodi.

a. Tarik nafas, tahan, dan hembuskan sambil bersenandung.
Lakukan latihan ini mulai dari nada rendah sampai nada yang
tinggi. Misalnya dengan suku kata NA disenandungkan sesuai
dengan tangga nada (do, re, mi, fa, sol, la, si, do). Lakukan 8
kali pengulangan.
b. Tarik nafas, tahan, dan hembuskan sambil bersenandung
dengan tidak sesuai tangga nada.


2.3 Latihan-latihan
2.3.1 Pernafasan
Pernafasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang
mengandung karbondioksida. Proses menghirup udara disebut inspirasi
dan proses menghembuskan udara ini disebut ekspirasi. Fungsi
pernafasan secara fisiologi adalah mengambil oksigen yang kemudian
dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk pembakaran serta
mengeluarkan karbondioksida sisa pembakaran, kemudian dibawa oleh
darah ke paru-paru untuk dibuang. Di dalam seni teater, pernafasan
berhubungan dengan produksi suara.

203
Terbentuknya suara merupakan hasil kerja sama antara rongga
mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir. Proses terbentuknya suara
adalah sebagai berikut: antara kedua pita suara dimasuki aliran udara,
maka tulang rawan gondok dan tulang rawan bentuk beker diputar.
Akibatnya, pita suara menjadi kencang dan mengendor. Dengan
demikian sela udara menjadi sempit atau luas. Pergerakan ini dibantu
oleh otot-otot laring, kemudian udara dari paru-paru dihembuskan dan
menggetarkan pita suara. Getaran diteruskan melalui udara yang keluar
dan masuk.
Penguasaan suara dalam pemeranan pada dasarnya adalah
penguasaan organ produksi suara, serta penguasaan diri secara utuh.
Kedudukan suara sebagai salah satu alat ekspresi dan totalitas diri
seorang pemeran. Pengertian penguasaan diri secara utuh menuntut
suatu keseimbangan seluruh aspek, baik yang menyangkut kegiatan
indrawi, perasaan, atau pikiran. Sebelum latihan olah suara, perlu
dilakukan latihan pernafasan sebagai berikut.

2.3.1.1 Latihan Pernafasan Dasar
a. Posisi berdiri dan tarik nafas, tahan, hembuskan. Latihlah
nafas segi tiga dengan santai dan lakukan 8 kali pengulangan.
b. Posisi masih berdiri dan lakukan nafas segi tiga dengan
menaikan tangan sampai sebatas bahu dan menurunkannya.
Pada saat menaikan tangan kita menarik nafas dan pada saat
tangan diturunkan nafas dihembuskan. Ketika
menghembuskan nafas lakukan dengan cara mendesis,
lakukan 8 kali.
c. Posisi masih berdiri, tangan di samping badan, terus tangan
diangkat sambil menghirup nafas panjang sampai tangan
tegak lurus ke atas, tahan, hembuskan nafas sambil berdesis
dibarengi dengan menurunkan tangan sampai telapak tangan
menyentuh lantai lakukan 8 kali.





204


Gb.142 Pose latihan pernafasan


2.3.1.2 Latihan Pernafasan Perut
Ciri dari pernafasan perut adalah pada waktu menghirup udara,
rongga perut mengembang untuk memberi ruang yang leluasa bagi paru-
paru dalam menyimpan udara. Pernafasan ini juga ditandai dengan naik
turunnya sekat diafragma yang terdapat di antara rongga dada dan
rongga perut.

a. Posisi berdiri tegak dan tarik nafas panjang sambil
mengembangkan perut sampai optimal, tahan, hembuskan.
Lakukan latihan ini 8 kali pengulangan.
b. Posisi berdiri tegak dan tarik nafas panjang sambil
mengembangkan perut sampai optimal, tahan, dan
hembuskan sambil berdesis. Lakukan latihan ini 8 kali
pengulangan.
c. Posisi berdiri tegak dan tarik nafas panjang sambil
mengembangkan perut sampai optimal, tahan, dan
hembuskan sambil membunyikan huruf vokal. Lakukan latihan
ini 8 kali pengulangan.
d. Posisi berdiri tegak dan tarik nafas panjang sambil
mengembangkan perut secara optimal dan hembuskan.
Latihan ini dilakuan secara cepat antara menarik dan
menghembuskan.
e. Variasi latihan pernafasan perut ini bisa dilakukan dengan
cara duduk maupun berbaring santai.
f. Ketika menghirup nafas, rasakan dan hayati perjalanan udara
seolah-olah mulai dari hidung ke paru-paru. Demikian pula
sebaliknya ketika menghembuskan nafas.

2.3.1.3 Latihan Pernafasan Dada
Ciri dari pernafasan dada adalah pada waktu kita menghirup
udara rangka dada mengembang untuk memberikan ruang leluasa bagi
paru-paru dalam menyimpan udara. Latihlah sampai nafas dada ini
terkuasai.


205
a. Posisi berdiri tegak dan tarik nafas panjang sambil
mengembangkan dada secara optimal, tahan, hembuskan.
Lakukan latihan ini 8 kali pengulangan.
b. Posisi berdiri tegak dan tarik nafas panjang sambil
mengembangkan dada secara optimal, tahan, dan hembuskan
sambil berdesis. Lakukan latihan ini 8 kali pengulangan.
c. Posisi berdiri tegak dan tarik nafas panjang sambil
mengembangkan dada secara optimal, tahan, dan hembuskan
sambil membunyikan huruf vokal. Lakukan latihan ini 8 kali
pengulangan.
d. Posisi berdiri tegak dan tarik nafas panjang sambil
mengembangkan dada secara optimal dan hembuskan.
Latihan ini dilakuan secara cepat antara menarik dan
menghembuskan.
e. Variasi latihan pernafasan dada ini bisa dilakukan dengan cara
duduk maupun berbaring santai.
f. Ketika menghirup nafas, rasakan dan hayati perjalanan udara
seolah-olah mulai dari hidung ke paru-paru. Demikian pula
sebaliknya ketika menghembuskan nafas.


2.3.1.4 Latihan Pernafasan Diafragma
Fokus nafas diarahkan pada sekat antara rongga dada dan
rongga perut yang disebut dengan sekat diafragma. Ciri dari pernafasan
diafragma adalah otot-otot sekat diafragma akan mengembang dan
mendatar ketika menghirup udara dan mencekung ketika
menghembuskan nafas. Sekat diafragma terletak persis di bawah rongga
dada dan di atas perut. Latihlah sampai nafas diafragma ini terkuasai.

a. Posisi berdiri tegak dan tarik nafas panjang sambil
mengembangkan sekat diafragma secara optimal, tahan,
hembuskan. Lakukan latihan ini 8 kali pengulangan.
b. Posisi berdiri tegak dan tarik nafas panjang sambil
mengembangkan sekat diafragma secara optimal, tahan, dan
hembuskan sambil berdesis. Lakukan latihan ini 8 kali
pengulangan.
c. Posisi berdiri tegak dan tarik nafas panjang sambil
mengembangkan sekat diafragma secara optimal, tahan, dan
hembuskan sambil membunyikan huruf vokal. Lakukan latihan
ini 8 kali pengulangan.
d. Posisi berdiri tegak dan tarik nafas panjang sambil
mengembangkan sekat diafragma secara optimal dan
hembuskan. Latihan ini dilakuan secara cepat antara menarik
dan menghembuskan.
e. Variasi latihan pernafasan diafragma ini bisa dilakukan dengan
cara duduk maupun berbaring santai.

206
f. Ketika menghirup nafas, rasakan dan hayati perjalanan udara
seolah-olah mulai dari hidung ke paru-paru. Demikian pula
sebaliknya ketika menghembuskan nafas.

2.3.2 Diksi
Diksi berasal dari kata dictionary (kamus), yaitu pemilihan kata
untuk mengekspresikan ide-ide yang tepat dan selaras. Diksi dapat
diartikan, kata-kata sebagai satu kesatuan arti. Dalam pelatihan ini, diksi
(diction) dimaksudkan sebagai latihan mengeja atau berbicara dengan
keras dan jelas. Latihan diksi berfungsi untuk memberi kejelasan kata
yang diucapkan. Banyak pemeran yang menyangka bahwa untuk dapat
didengar hanya perlu berbicara keras, padahal yang dibutuhkan tidak
sekedar itu, tetapi pengucapan yang jelas. Dalam bahasa Indonesia huruf
yang hampir sama pengucapannya adalah huruf p dengan b, t dengan d,
dan k dengan g. Latihan diksi dimulai dari membedakan huruf , kemudian
diaplikasikan pada kata dan kalimat.

2.3.2.1. Latihan Membedakan Huruf

a. Membedakan huruf P dan B, latihlah sesuai dengan ketukan.
p.......... p.......... p.......... p..........
pp........ pp........ pp........ pp........
ppp...... ppp...... ppp...... ppp......
pppp.....pppp.....pppp.....pppp....
ppppp.. ppppp.. ppppp.. ppppp..
b.......... b.......... b.......... b..........
bb........ bb........ bb........ bb........
bbb...... bbb...... bbb...... bbb......
bbbb.....bbbb.....bbbb.....bbbb....
bbbbb.. bbbbb.. bbbbb.. bbbbb..


b. Membedakan huruf T dan D, latihlah sesuai dengan ketukan.
t.......... t.......... t.......... t............
tt..... ... tt......... tt......... tt...........
ttt........ ttt........ ttt........ ttt..........
tttt........tttt........tttt........tttt.........
ttttt...... ttttt...... ttttt...... ttttt........
d.......... d.......... d.......... d..........
dd........ dd........ dd........ dd........
ddd...... ddd...... ddd...... ddd......
dddd.....dddd.....dddd.....dddd....
ddddd.. ddddd.. ddddd.. ddddd..




207
c. Membedakan huruf K dan G, latihlah sesuai dengan ketukan.
k.......... k.......... k.......... k..........
kk........ kk........ kk........ kk........
kkk...... kkk....... kkk...... kkk......
kkkk.....kkkk......kkkk.....kkkk......
kkkkk.. kkkkk .. kkkkk .. kkkkk ..
g.......... g.......... g.......... g..........
gg........ gg........ gg........ gg........
ggg...... ggg...... ggg...... ggg......
gggg.....gggg.....gggg.....gggg....
ggggg.. ggggg.. ggggg.. ggggg..


d. Kombinasikan latihan huruf-huruf tersebut.
p.......... b.......... p.......... b..........
pb........ pb........ bp........ bp........
pbp...... pbp...... pbp...... pbp......
pbbp.....pbbp.....pbbp.....pbbp....
ppbpp.. ppbpp.. ppbpp.. ppbpp..
t........... d.......... t........... b..........
dt......... td......... dt......... td.........
tdt....... dtd........ tdt....... dtd........
dttd.......tddt.......dttd.......tddt......
ddtdd.... ttdtt..... ddtdd.... ttdtt.....
k.......... g.......... k.......... g..........
kg........ gk........ kg........ gk........
kgk...... gkg...... kgk...... gkg......
gkkg.....kggk.....gkkg.....kggk.....
ggkgg.. kkgkk.. ggkgg.. kkgkk..


2.3.2.2 Latihan Kata
a. Latihan ini dilakukan dengan cara menggabungkan huruf-
huruf tersebut di atas dengan huruf vokal. Misalnya pa dengan
ba atau ta dengan da, ki dengan gi dan seterusnya.
b. Latihan diteruskan sudah dalam bentuk kata, misalnya:
- Apabila
- Perpustakaan
- Begitu
- Kudengar
- Menyambut
- Luput
- Dan seterusnya, serta cari kata yang dalam suku
katanya terdapat huruf-huruf seperti di atas.



208
2.3.2.3 Latihan Kalimat
a. Latihan ini dilakukan dengan cara mengeja dengan benar.
bacalah dengan pelan-pelan dan rasakan gerak organ
produksi suara yang terlibat serta rasakan posisi organ
tersebut.

Kakek : Tengah malam nanti, apabila angin mendayu dan bulan
luput dari mata. Akan datang sebuah kereta kencana
untuk menyambut kita berdua. Waktu itu aku sedang
mencari-cari buku harianku di kamar perpustakaan, lalu
kudengar suara itu isinya kurang lebih begitu tapi aku
tak tahu bagaimana persisnya.

( dikutip dari naskah Kereta Kencana karya Eugene Ionesco
terjemahan W.S. Rendra )
b. Setelah itu baca sekali lagi dan rekam untuk membedakan
hasilnya, perhatikan huruf-huruf yang digaris bawahi dan
dicetak tebal.

Kakek : Tengah malam nanti, apabila angin mendayu dan bulan
luput dari mata. Akan datang sebuah kereta kencana
untuk menyambut kita berdua. Waktu itu aku sedang
mencari-cari buku harianku di kamar perpustakaan, lalu
kudengar suara itu isinya kurang lebih begitu tapi aku
tak tahu bagaimana persisnya.

( dikutip dari naskah Kereta Kencana karya Eugene Ionesco
terjemahan W.S. Rendra )


2.3.3 Artikulasi
Artikulasi adalah hubungan antar otot, hubungan antara yang
dikatakan dan cara mengatakanya. Artikulasi adalah satu ekspresi suara
yang kompleks. Ekspresi suara dalam teater bersumber dari wicara tokoh
atau dialog antartokoh. Dialog yang ditulis oleh penulis naskah seperti
sebuah partitur musik yang penuh dengan irama, bunyi-bunyian, tanda-
tanda yang dinamis, yang semuanya dibutuhkan untuk karakter peran.
Dalam latihan artikulasi yang perlu diperhatikan adalah bunyi
suara yang keluar dari organ produksi suara. Bunyi suara meliputi bunyi
suara nasal (di rongga hidung), dan bunyi suara oral (di rongga mulut).
Bunyi nasal muncul ketika langit-langit lembut di rongga mulut diangkat
dan diturunkan, dan membuka jalan untuk aliran udara lewat menuju
rongga hidung. Di dalam tongga hidung udara beresonansi menghasilkan
bunyi. Bunyi nasal meliputi huruf m, n, ny, dan ng.
Bunyi suara dibagi menjadi dua, yaitu bunyi suara vokal dan bunyi
suara konsonan. Bunyi vokal atau huruf hidup diproduksi dari bentuk
mulut yang terbuka, misalnya a, i, u, e, o, dan diftong (kombinasi dua

209
huruf hidup, misalnya au, ia, ai, ua dan lain-lain). Bunyi konsonan
diproduksi ketika aliran nafas dirintangi atau tertahan di mulut.
Bunyi konsonan dipengaruhi posisi dimana aliran udara dirintangi
dan seberapa besar rintangannya. Misalnya, gutural yaitu bagian
belakang lidah menyentuh bagian belakang mulut akan menghasilkan
bunyi yang berisik dan tidak jelas. Palatal belakang, yaitu bagian
belakang lidah diangkat dan bersentuhan dengan langit-langit lembut
akan menghasilkan huruf seperti g. Palatal tengah, yaitu bagian tengah
lidah diangkat dan bersentuhan dengan langit-langit keras akan
menghasilkan bunyi k. Dental, yaitu lidah digunakan bersama dengan
bagian gusi belakang gigi depan di atas dan menghasilkan bunyi t.
Labial, yaitu bibir bagian bawah bersatu dengan gigi bagian atas untuk
membuat bunyi huruf f atau bibir dengan bibir bersatu untuk membuat
bunyi huruf b.
Resonansi konsonan lebih kecil tetapi lebih tajam dibandingkan
dengan bunyi resonasi huruf hidup. Konsonan berarti, berbunyi dengan.
Hal ini mengindikasikan bahwa bunyi konsonan tidak bisa menciptakan
satu suku kata tetapi harus dikombinasikan dengan huruf hidup atau
vokal.

2.3.3.1 Latihan Huruf
a. Lafalkan huruf-huruf konsonan dan rasakan organ produksi
suara mana saja yang terpengaruh serta bagaimana posisi
dari organ produksi suara tersebut. Lakukan latihan ini 8 kali
ulangan.
b. Lafalkan huruf-huruf vokal, dan rasakan organ produksi suara
mana saja yang terpengaruh serta bagaimana posisi dari
organ produksi suara tersebut. Lakukan latihan ini 8 kali
ulangan.
c. Lafalkan huruf-huruf nasal, dan rasakan organ produksi suara
mana saja yang terpengaruh serta bagaimana posisi dari
organ produksi suara tersebut. Lakukan latihan ini 8 kali
ulangan.
d. Lafalkan huruf-huruf diftong, dan rasakan organ produksi
suara mana saja yang terpengaruh serta bagaimana posisi
dari organ produksi suara tersebut. Lakukan latihan ini 8 kali
ulangan.

2.3.3.2 Latihan Kata
a. Lafalkan kata ini, dari tempo lambat ke tempo yang cepat.
buru... babi... rubu... bara... babu... baru... raba... rusa...
rubah. Lakukan latihan ini sesering mungkin untuk
melemas organ produksi suara serta cari kemungkinan-
kemungkinan kata yang lain

210
burubabibarurusarubah... burubabibarurusarubah....
Lakukan latihan ini sesering mungkin dan cari
kemungkinan-kemungkinan yang lain.

b. Lafalkan kata-kata yang berakhiran huruf mati (konsonan).
kecenderungan pemeran kurang jelas dalam mengucapkan
kata-kata yang berakhiran huruf konsonan, misalnya
Badan, sering terdengar sebagai bada
Tegas, sering terdengar sebagai tega
Gatal, sering terdengar sebagai gata
Geram, sering terdengar sebagai gera


c. Lafalkan kata-kata yang berawal dan atau berakhir dengan
bunyi nasal.
Nyanyi........ ngambek....... ngungsi....... nyiram..........
nyuci..... nyulam
Makan......... malam.......... nasi........ nangis.........
masak........ makar....... uang.........sayang....... lakukan
latihan ini sesering mungkin dan cari kemungkinan-
kemungkinan kata yang lain.
Makanmalamnasinangis......masakmakaruangsayang.......
lakukan latihan ini sesering mungkin dan cari
kemungkinan-kemungkinan kata yang lain.

d. Lafalkan kata-kata yang mengandung huruf diftong.
Tua.....dia.....engkau.......wahai......dua......siang......
saing....... lakukan latihan ini sesering mungkin dan cari
kemungkinan-kemungkinan kata yang lain.
Tuadiaengkauwahaiduasiangsaing.......Tuadiaengkauwa....
........ haiduasiangsaing...... lakukan latihan ini sesering
mungkin dan cari kemungkinan-kemungkinan kata yang
lain.


2.3.3.3 Latihan Kalimat
a. Baca monolog dalam kutipan naskah ini secara pelan-pelan,
perhatikan bunyi konsonan, bunyi nasal dan bunyi vokal serta
bunyi diftongnya.

Nenek : Aku tahu, aku juga mendengarnya. Engkau dua orang
tua yang selalu bergandengan tangan dan bercinta,
sementara siang dan malam berkejaran dua abad
lamanya.

211
Wahai...............wahai.... dengarlah aku memanggilmu,
datanglah berdua bagai dua ekor burung dara. Akan
kukirimkan kereta kencana untuk menjemput kau
berdua. Bila bulan telah luput dari mata angin. Musim
gugur menampari pepohonan dan daun-daunan yang
berpusing.
Wahai........... wahai........... di tengah malam di hari ini
akan kukirimkan kereta kencana. Kereta kencana
sepuluh kuda satu warna.

( dikutip dari naskah Kereta Kencana karya Eugene Ionesco
terjemahan W.S. Rendra )


b. Coba latih sekali lagi dengan fokus pada huruf diftong dan
ucapkan dengan lambat untuk mengeksplorasi dan
merasakan ayunan dari satu huruf ke huruf hidup lainnya, dan
rasakan organ produksi suara yang menimbulkan dan dimana
letaknya.

Nenek : Aku tahu, aku juga mendengarnya. Engkau dua orang
tua yang selalu bergandengan tangan dan bercinta,
sementara siang dan malam berkejaran dua abad
lamanya.
Wahai...............wahai....... dengarlah aku memanggilmu,
datanglah berdua bagai dua ekor burung dara. Akan
kukirimkan kereta kencana untuk menjemput kau
berdua. Bila bulan telah luput dari mata angin. Musim
gugur menampari pepohonan dan daun-daunan yang
berpusing.
Wahai........... wahai........... di tengah malam di hari ini
akan kukirimkan kereta kencana. Kereta kencana
sepuluh kuda satu warna.

( dikutip dari naskah Kereta Kencana karya Eugene Ionesco
terjemahan W.S. Rendra)


c. Coba latihan sekali lagi dengan fokus pada huruf konsonan g,
k, t, f, b, bunyi nasal (m, n, ng), c, dan j, dan rasakan organ
produksi suara yang menimbulkan dan dimana letaknya.
Bedakan betul huruf-huruf tersebut dan rekam untuk
mendengarkan ketidaktepatan pengucapan huruf-huruf yang
dilatih tersebut.

Nenek : Aku tahu, aku juga mendengarnya. Engkau dua orang
tua yang selalu bergandengan tangan dan bercinta,
sementara siang dan malam berkejaran dua abad
lamanya.

212
Wahai...............wahai....... dengarlah aku memanggilmu,
datanglah berdua bagai dua ekor burung dara. Akan
kukirimkan kereta kencana untuk menjemput kau
berdua. Bila bulan telah luput dari mata angin. Musim
gugur menampari pepohonan dan daun-daunan yang
berpusing.
Wahai........... wahai........... di tengah malam di hari ini
akan kukirimkan kereta kencana. Kereta kencana
sepuluh kuda satu warna.

( dikutip dari naskah Kereta Kencana karya Eugene Ionesco
terjemahan W.S. Rendra )



2.3.4 Intonasi
Intonasi (intonation) adalah nada suara, irama bicara, atau alunan
nada dalam melafalkan kata-kata, sehingga tidak datar atau tidak
monoton. Intonasi menentukan ada tidaknya antusiasme dan emosi
dalam berbicara. Fungsi intonasi adalah membuat pembicaraan menjadi
menarik, tidak membosankan, dan kalimat yang diucapkan lebih
mempunyai makna. Intonasi berperan dalam pembentukan makna kata,
bahkan bisa mengubah makna suatu kata.
Seorang pemeran harus menguasai intonasi dalam suara, karena
dengan suara ia akan menyampaikan pesan-pesan yang terkandung
dalam naskah lakon. Maka dari itu, latihan penguasaan penggunaan
intonasi suara menjadi hal yang sangat penting bagi seorang pemeran.
Kekurangan-kekurangan atau hambatan terhadap intonasi suara akan
merugikan. Intonasi dapat dilatih melalui jeda, tempo, timbre, dan nada.

2.3.4.1 Jeda
Jeda adalah pemenggalan kalimat dengan maksud untuk
memberi tekanan pada kata dan berfungsi untuk memunculkan rasa ingin
tahu lawan bicara, maupun penonton. Syarat penggunaan jeda adalah
harus ada yang ditonjolkan atau dikesankan kepada lawan bicara
maupun kepada penonton, baik penonjolan pada kata maupun nada
bicara. Terlalu banyak penggunaan jeda akan berakibat terlalu banyak
penonjolan. Jadi dalam penggunaan jeda kita harus hemat dan selektif.

Latihan Penggunaan Jeda.

a. Baca kutipan dialog berikut tanpa penggunaan jeda dan
rasakan efeknya.

LEAR : Kau kenal aku, sobat?
KENT : Tidak, tuan; tapi ada sifat tuan yang saya inginkan
sebagai majikan saya
LEAR : Yaitu?

213
KENT : Kewibawaan.

( dikutip dari naskah Raja Lear karya Willilam Shakespeare
terjemahan Trisno Sumardjo )

b. Baca sekali lagi dan gunakan jeda pada bagian yang diberi
keterangan.

LEAR : Kau kenal aku, sobat?
KENT : Tidak, tuan; tapi ada sifat tuan yang saya inginkan
sebagai majikan saya
LEAR : Yaitu?
KENT : (diberi jeda tiga hitungan) Kewibawaan.

( dikutip dari naskah Raja Lear karya Willilam Shakespeare
terjemahan Trisno Sumardjo )


2.3.4.2. Tempo
Tempo adalah cepat lambatnya suatu ucapan. Fungsi tempo
adalah untuk menekankan suatu kata yang kita harapkan masuk ke alam
bawah sadar penonton maupun lawan bicara. Tempo dalam teater tidak
seperti dalam musik yang bisa dihitung atau diberi tanda tertentu,
misalnya empat perempat, tiga perempat, dua pertiga. Tempo dalam
dialog adalah tempo yang tepat yaitu tempo yang tumbuh dari dalam jiwa
pemeran yang diciptakan berdasarkan kebutuhan penggambaran situasi
perasaan dan kejiwaan peran.

Latihan Penggunaan Tempo
a. Bacalah kutipan dialog berikut secara datar tanpa penggunaan
tempo. Rasakan kejanggalannya. Apakah pengucapan kalimat
tersebut memiliki makna?

EDMUND : Ingat-ingatlah, karena apa kau mungkin menyakitkan
hatinya; dan kuminta padamu, jangan dekati dia,
sampai sedikit waktu lagi akan padam api
kegusarannya yang kini bergolak dalam dirinya; tak
dapat diredakan, juga tidak, andaikata orang
menganiayamu.

( dikutip dari naskah Raja Lear karya Willilam Shakespeare
terjemahan Trisno Sumardjo )


b. Baca sekali lagi dan gunakan tempo yang tepat. Misalnya,
kata atau kalimat yang digaris bawahi. Baca dengan tempo
yang lambat dan ditekan. Rasakan perbedaannya dengan
cara pemabacaan pada bagian a.

214

EDMUND : Ingat-ingatlah, karena apa kau mungkin menyakitkan
hatinya; dan kuminta padamu, jangan dekati dia,
sampai sedikit waktu lagi akan padam api
kegusarannya yang kini bergolak dalam dirinya; tak
dapat diredakan, juga tidak, andaikata orang
menganiayamu.

( dikutip dari naskah Raja Lear karya Willilam Shakespeare
terjemahan Trisno Sumardjo )


Latihan membaca di atas mengisyaratkan maksud dialog tersebut, yaitu
Edmund melarang lawan bicaranya untuk tidak mendekati seseorang
yang telah gusar padanya. Meskipun, kalau dibaca semuanya tersirat
bahwa Edmund mempunyai tujuan khusus.


2.3.4.3 Timbre
Timbre adalah warna suara yang memberi kesan pada kata-kata
yang diucapkan. Untuk memunculkan timbre ini dilakukan dengan cara
memperberat atau memperingan tekanan suara kita. Penggunaan timbre
dalam suara adalah untuk memperbesar gema suara kita. Semakin
bergema dan berat suara, kesan yang ditangkap oleh penonton adalah
suatu kewibawaan. Semakin kecil gema dan ringan suara, kesan yang
ditangkap adalah suara yang tidak berwibawa.

Contoh: lafalkan kalimat berikut pergilah..... dan jangan melihat
ke belakang lagi. Ucapkan kalimat tersebut dengan suara yang
bergema dan berat. Kemudian ucapkan kalimat tersebut dengan
ringan dan tidak bergema. Suruh teman anda untuk memberi
penilaian dan merasakan kesan yang ditimbulkan oleh kata
tersebut.


2.3.4.4 Nada
Nada adalah tinggi rendahnya suara. Nada sangat berpengaruh
pada makna kata yang disampaikan kepada komunikan. Kata yang
diucapkan bisa berubah makna ketika nada yang digunakan tidak tepat.
Misalnya kata pergi, ketika nada yang digunakan pada kata tersebut
tidak benar bisa bermakna tanya, menyuruh, mengusir, atau makna yang
lain sesuai dengan nadanya.

Latihan penggunaan Nada
a. Bacalah dialog di bawah ini pelan-pelan dengan cara yang
monoton, tahan keinginan untuk membaca dengan

215
menggunakan nada. Beri tanda di mana ingin membaca
dengan menggunakan nada.

Nenek : Jangan begitu! Ayolah! Bangkit dari lantai.
Kakek : Aku orang hina, tempatku di tanah.
Nenek : Tidak. Yang ditanah cuma cacing, pahlawanku selalu
berdiri di atas kedua kaki. Engkau pahlawan Perancis,
engkau pernah berjuang dan berperang untuk Perancis,
engkau pernah mendapatkan Legion dhonour, engkau
harus berdiri.
Kakek : Hidupku hampa dan sia-sia.
Nenek : Putra Perancis berdirilah!

( dikutip dari naskah Kereta Kencana karya Eugene Ionesco
terjemahan W.S. Rendra )


b. Bacalah sesuai tanda nada (dalam latihan ini, tanda yang
digunakan adalah: (nada mendatar), (nada menurun), dan
(nada meninggi) yang ada dan rekam untuk membetulkan
kalau ada ketidaktepatan supaya mudah untuk
memperbaikinya.



Nenek : Jangan begitu! Ayolah! Bangkit dari lantai.

Kakek : Aku orang hina, tempatku di tanah.

Nenek : Tidak. Yang ditanah cuma cacing, pahlawanku

selalu berdiri di atas kedua kaki. Engkau pahlawan

Perancis, engkau pernah berjuang dan berperang

untuk Perancis, engkau pernah mendapatkan

Legion dhonour, engkau harus berdiri.

Kakek : Hidupku hampa dan sia-sia.

Nenek : Putra Perancis berdirilah!

( dikutip dari naskah Kereta Kencana karya Eugene Ionesco
terjemahan W.S. Rendra )






216
2.3.5. Wicara
Wicara adalah cara berbicara dan cara mengucapkan sebuah
dialog dalam naskah lakon. Penggunaan diksi, artikulasi dan intonasi,
diaplikasikan dalam wicara. Oleh karena suara adalah kendaraan
imajinasi pemeran, maka wicara harus dilakukan dengan memperhatikan
teknik olah suara. Dengan demikian, penonton menjadi jelas menangkap
makna kalimat yang diucapkan. Dengan mengolah suara dan cara
berbicara, maka peran yang dimainkan akan hidup dan memiliki ciri khas.
Rendra dalam bukunya Tentang Bermain Drama (1982) memberi
catatan tentang teknik ucapan. Teknik ini sangat bagus untuk melatih
cara mengucapkan dialog. Untuk mengecek bagaimana kualitas wicara,
bisa dilakukan dengan cara melipat salah satu daun telinga dan
menekankan pada kepala kemudian berbicara. Suara yang terdengar
melewati getaran tulang kepala itu mendekati gambaran suara yang
nyata. Cara ini membuat pemain terpisah dengan suaranya, sehingga
bisa meneliti suara yang diucapkan.
Cara yang kedua adalah dengan menggiatkan bibir atas, bibir
bawah, dan lidah. Seorang calon pemeran terkadang malas untuk
menggerakkan bibirnya karena kebiasaan dalam berbicara sehari-hari.
Untuk itu, seorang calon pemeran harus rajin melatih bibir dan lidahnya
supaya lebih aktif. Caranya dengan membaca sambil berbisik. Jika
seseorang tahu apa yang dibaca dengan berbisik, berarti bibir dan
lidahnya sudah aktif. Cara ini dapat digunakan untuk melatih artikulasi.
Artikulasi yang baik apabila mampu mengartikulasikan huruf hidup dan
huruf mati dengan sempurna. Suara huruf hidup memberikan keindahan
pada bunyinya sedang suara huruf mati memberikan kejelasan pada
ucapan.
Cara yang ketiga adalah dengan menghindari kebiasaan bersuara
melewati hidung. Suara yang melewati hidung tidak mendatangkan
wibawa dan terkesan lucu dan menjemukan. Hidung adalah organ
produksi suara dengan ruang resonansi yang kecil. Dengan ruang
tersebut suara tidak cukup mendapatkan ruang gema. Suara yang tidak
bergema adalah suara yang kehilangan kewibawaannya.
Cara yang keempat adalah menerapkan diksi dan intonasi dalam
wicara. Penerapan diksi dan intonasi ini membuat kualitas bicara tidak
menjemukan karena memunculkan irama. Selain itu juga akan
memunculkan makna dalam kata-kata. Dengan bermaknannya kata yang
diucapkan, maka proses komunikasi akan berjalan dengan lancar. Kalau
diksi dan intonasinya lemah akan memunculkan kesalahan komunikasi.
Dalam naskah lakon, perjalanan cerita diungkap melalui tokohnya.
Dari segenap pembicaraan ini dapat digali karakter dari masing-masing
tokoh. Ada empat jenis pembicaraan dalam naskah lakon, yaitu dialog,
monolog, solilokui, dan aside. Dialog adalah pembicaraan yang terjadi
antara tokoh satu dengan yang lain. Dari hasil pembicaraan ini maka
dapat diketahui sikap, perilaku, gaya, dan karakter yang terlibat. Dengan

217
dialog, cerita, alur, dan tangga dramatik akan bergulir. Perhatikan kutipan
naskah di bawah ini.

Nenek : Jangan begitu! Ayolah! Bangkit dari lantai.
Kakek : Aku orang hina, tempatku di tanah.
Nenek : Tidak. Yang ditanah cuma cacing, pahlawanku selalu
berdiri di atas kedua kaki. Engkau pahlawan Perancis,
engkau pernah berjuang dan berperang untuk
Perancis, engkau pernah mendapatkan Legion
dhonour, engkau harus berdiri.
Kakek : Hidupku hampa dan sia-sia.
Nenek : Putra Perancis berdirilah!

( dikutip dari naskah Kereta Kencana karya Eugene Ionesco
terjemahan W.S. Rendra )

Monolog adalah pembicaraan panjang seorang tokoh di hadapan
tokoh lain, dan hanya ia sendiri yang berbicara. Dalam monolog, tokoh
bisa mengungkapkan pendapatnya mengenai persoalan yang dihadapi,
sikapnya dalam menerima persoalan atau pandangan-pandangan
hidupnya. Monolog mampu mengungkap karakter tokoh. Di bawah ini
adalah contoh sebuah monolog.

Edmund : Itulah kegilaan paling hebat di dunia ini: bila kita
merana dalam kebahagiaan sering karena mual
pada perbuatan sendiri yang kita salahkan atas
bencana kita ialah matahari, bulan, bintang; seolah
kita jadi penjahat karena kodrat, gila karena paksaan
falak; menjadidurjana, mencuri dan berkhianat karena
suasanaalam; mabuk, dusta dan berjinah karena
terpaksa tunduk pada pengaruh sesuatu planit; dan
segala kejahatan kita karena paksaan dewata. Ayahku
bertemu dengan ibuku di bawah ekor naga dan lahirku
di bawah beruang bersar, akibatnya aku menjadi kasar
dan mesum. Uh! Aku punmenjadi seperti sekarang ini,
karena bintang yang bersinar pada saat kelahiranku
itu bintang yang paling suci! Edgar

Masuk Edgar
Itu dia datang sekonyong-konyong seperti malapetaka
dari sandiwara kuno. Perananku adalah kemurungan
jahat, dengan keluh seperti Tom dari rumah gila O,
gerhana itu meramalkan perceraian! Fa,Sol, La, Mi.

( dikutip dari naskah Raja Lear karya Willliam Shakespeare
terjemahan Trisno Sumardjo )


218
Jenis wicara lain yang menampilkan tokoh berbicara sendiri
adalah solilokui. Perbedaanya, dalam solilokui tokoh hanya tampil
sendirian di atas panggung sehingga ia bisa dengan bebas
mengungkapkan isi hatinya, rahasia-rahasia hidupnya, harapan-
harapannya, dan bahkan rencana jahatnya. Solilokui memang
menghadirkan karakter tokoh secara detil dan personal sehingga
sebagian besar wataknya dapat ditemukan. Di bawah ini contoh solilokui.

ADEGAN II
Sebuah bangsal dalam puri Gloucester.
Masuk Edmund dengan surat di tangannya

EDMUND : Alam, engkaulah dewaku, pada hukummulah
Aku tunduk. Mengapa mau dirongrong adat kolot,
Dan sabar saja kalau menurut istiadat.
Aku tak dapat warisan, hanya karena lahirku
Dua belas atau empat belas bulan kemudian
Dari kakakku? Mengapa anak haram?
Padahal sosok tubuhku sama padatnya, otakkua
Sama sehatnya, dan ujudku
Sama tulennya dengan anak orang terhormat!
Mengapa
Aku dicap sebagai haram? Anak jadah? Haram?
Padahal akulah buah curian,
Kokoh, bergelora, lebih dari
Buah ranjang lemah, lesu, usang,
Gerombolan makluk pesolek, dibenihkan
Antara bangun dan tidur Nah, Edgar yang sah,
tanahmu
Mesti kumiliki! Edmun anak haram ini,
Membagi cinta ayah kita bersama
Anak yang sah. Kata hebat itu: yang sah!
Nah, anak yang sah, jika surat ini berhasil
Dan maksud tercapai, maka Edmund yang haram
Akan mengatasi yang sah. Aku tumbuh. Aku subur.
O, dewata, bantulah kaum yang haram!
Masuk Gloucester

( diambil dari naskah Raja Lear karya Willilam Shakespeare
terjemahan Trisno Sumardjo )

Jenis wicara yang unik dan dapat dijadikan pedoman untuk
mengungkap karakter tokoh adalah aside. Aside secara harafiah dapat
diartikan sebagai wicara menyamping. Pembicaraan dilakukan begitu
saja oleh sang tokoh dalam menanggapi sebuah persoalan secara
spontan baik kepada dirinya sendiri, kepada penonton, atau dibisikkan
kepada karakter lain. Aside dapat dilakukan oleh seorang tokoh atau
beberapa tokoh sekaligus dalam waktu yang terbatas. Dari aside dapat

219
diketahui karakter tokoh dari sudut pandangnya sendiri dalam
menanggapi persoalan secara spontan dan jujur. Di bawah ini contoh
aside.

EDGAR : Saya jauh, tuan; salam.

Gloucester melompat dan jatuh

Mungkinkah khayalan merampas mutu hidup, kalau
hidup itu sendiri membiarkan dirinya dirampok? Kalau
ia tiba di tempat yang disangkanya, maka inilah
sangkanya yang terakhir. Hidupkah atau ati dia?
hai tuan, kawan! Tak dengar.
(Ke samping)
Betulkah ia mati? O, dia hidup. bagaimana, tuan?

EDGAR : (ke samping) Pikiran sehat dan kacau berbauran,
berakal dalam gilanya

( dikutip dari naskah Raja Lear karya Willilam shakespeare
terjemahan Trisno Sumardjo )


2.4 Relaksasi
Relaksasi pada olah suara sebenarnya hampir sama dengan
relaksasi pada oleh tubuh, yaitu berfungsi melepaskan semua kekangan
dan memfokuskan energi pada hal-hal yang telah dilatihkan. Relaksasi
juga berfungsi memfokuskan peran yang akan dimainkan. Kunci dari
relaksasi, adalah pertama senantiasa sadar terhadap aspek-aspek fisik
dan mental. Kedua, adalah senantiasa menjaga ketenangan diri. Kalau
kedua hal tersebut bisa dilaksanakan maka ketegangan otot-otot produksi
suara akan bisa dikuasai dan ini sangat mendukung teknik permainan.

Pedoman melakukan relaksasi ini adalah sebagai berikut.
a. Konsentrasi pada nafas, bila perlu rasakan perjalanan udara
yang dihirup mulai dari hidung, tenggorokan, dan paru-paru.
b. Santai dan kendorkan semua pikiran, otot-otot, dan jangan
ada yang mengganggu atau keteganggan otot-otot produksi
suara.
c. Gunakan nafas segitiga yaitu menghirup, menahan, dan
menghembuskan nafas dengan hitungan yang sama.

2.4.1 Relaksasi Pada Olah Vokal
a. Posisi tubuh membungkuk dan goyang ke kiri dan kanan.
Setelah itu perlahan-lahan rentang ke atas seraya menghirup
udara. Rasakan setiap buku tulang punggung anda seakan
terlepas dari kungkungannya. Lakukan latihan 8 kali.

220
b. Posisi tubuh dibukukan kembali sambil membuang nafas,
goyang-goyangkan atau ayun-ayunkan tangan ke depan dan
kebelakang. Ketika mengayunkan tangan dibarengi dengan
melepas dan menghirup uadara dengan cepat. Lakukan
latihan 8 kali.
c. Posisi perlahan berdiri tegak dan rentangkan kedua belah
lengan ke atas, rileks dari mulai ujung jari-jari anda sampai ke
pergelangan tangan, bahu, punggung, pinggul, terus sampai
anda bungkuk kembali, lutut rileks, pada akhir hembusan
nafas.
d. Posisi berdiri dan tarik nafas panjang (gunakan nafas segitiga)
tahan dan hembuskan. Rasakan bahu dan rongga dada anda
rileks. Lakukan latihan ini 8 kali.
e. Tarik nafas panjang. Hembuskan nafas seraya meneriakkan
huruf-huruf hidup: a, e, i, o, u. Buka mulut lebar-lebar. Lakukan
latihan ini 8 dan setiap kali lebih cepat dari sebelumnya.
f. Tarik nafas panjang dan ucapkan abjad sebanyak kali dalam
satu nafas. Lakukan latihan ini 8 kali dan setiap kali lebih
cepat.
g. Terakhir lakukan pemijatan pada muka, mula-mula pada
daerah dahi, terus ke daerah pelipis, daerah pipi, daerah
rahang, dan terakhirke dareah hidung dan bibir.


3. OLAH RASA
Pemeran teater membutuhkan kepekaan rasa. Dalam
menghayatai karakter peran, semua emosi tokoh yang diperankan harus
mampu diwujudkan. Oleh karena itu, latihan-latihan yang mendukung
kepekaan rasa perlu dilakukan. Terlebih dalam konteks aksi dan reaksi.
Seorang pemeran tidak hanya memikirkan ekspresi karakter tokoh yang
diperankan saja, tetapi juga harus memberikan respon terhadap ekspresi
tokoh lain.
Banyak pemeran yang hanya mementingkan ekspresi yang
diperankan sehingga dalam benaknya hanya melakukan aksi. Padahal
akting adalah kerja aksi dan reaksi. Seorang pemeran yang hanya
melakukan aksi berarti baru mengerjakan separuh dari tugasnya. Tugas
yang lain adalah memberikan reaksi (Mary Mc Tigue, 1992). Dengan
demikian, latihan olah rasa tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan
kepekaan rasa dalam diri sendiri, tetapi juga perasaan terhadap karakter
lawan main. Latihan olah rasa dimulai dari konsentrasi, mempelajari
gesture, dan imajinasi.

3.1 Konsentrasi
Pengertian konsentrasi secara harfiah adalah pemusatan pikiran
atau perhatian. Makin menarik pusat perhatian, makin tinggi
kesanggupan memusatkan perhatian. Pusat perhatian seorang pemeran

221
adalah sukma atau jiwa peran atau karakter yang akan dimainkan.
Segala sesuatu yang mengalihkan perhatian seorang pemeran,
cenderung dapat merusak proses pemeranan. Maka, konsentrasi menjadi
sesuatu hal yang penting untuk pemeran.
Tujuan dari konsentrasi ini adalah untuk mencapai kondisi kontrol
mental maupun fisik di atas panggung. Ada korelasi yang sangat dekat
antara pikiran dan tubuh. Seorang pemeran harus dapat mengontrol
tubuhnya setiap saat. Langkah awal yang perlu diperhatikan adalah
mengasah kesadaran dan mampu menggunakan tubuhnya dengan
efisien. Dengan konsentrasi pemeran akan dapat mengubah dirinya
menjadi orang lain, yaitu peran yang dimainkan.
Dunia teater adalah dunia imajiner atau dunia rekaan. Dunia tidak
nyata yang diciptakan seorang penulis lakon dan diwujudkan oleh pekerja
teater. Dunia ini harus diwujudkan menjadi sesuatu yang seolah-olah
nyata dan dapat dinikmati serta menyakinkan penonton. Kekuatan
pemeran untuk mewujudkan dunia rekaan ini hanya bias dilakukan
dengan kekuatan daya konsentrasi. Misalnya seorang pemeran melihat
sesuatu yang menjijikan (meskipun sesuatu itu tidak ada di atas pentas)
maka ia harus menyakinkan kepada penonton bahwa sesuatu yang
dilihat benar-benar menjijikkan. Kalau pemeran dengan tingkat
konsentrasi yang rendah maka dia tidak akan dapat menyakinkan
penonton.

3.1.1 Konsentrasi dengan Panca Indera
Latihan konsentrasi bisa dilakukan dengan melatih lima indra
yang ada pada tubuh. Latihan ini dimaksudkan untuk mendapatkan
pengalaman tentang berbagai suasana yang kemudian disimpan dalam
ingatan sebagai sumber ilham.

3.1.1.1 Indera Penglihat
a. Amati sebuah benda secara intensif, dan deskripsikan hasil
pengamatan kepada peserta lain.
b. Lakukan dengan suasana yang santai dan presentasikan
sesuai dengan gaya.
c. Latihan diteruskan dengan mengamati sekumpulan benda.
d. Deskripsikan hasil pengamatan tersebut termasuk yang
menjadi ciri khas dari objek pengamatan anda.
e. Dalam latihan ini diusahakan dilakukan dengan pengamatan
yang sangat jeli dan dalam suasana santai.

3.1.1.2 Indera Pencium
a. Konsentrasi pada bau yang paling menyengat dan dekat
dengan tubuh kita (latihan diusahakan betul-betul membaui
bukan menghayalkan atau berimajinasi tentang bau).
b. Kalau sudah mendapatkan bau tersebut, kemudian simpan
dalam ingatan kita. Latihan dilanjutkan dengan menambahkan

222
jarak dari sumber bau. Kemudian dipresentasikan sesuai
dengan gaya dan cara masing-masing.
c. Latihan indera penciuman juga bisa dilakukan menbedakan
bermacan-macam bau.

3.1.1.3 Indera Pendengaran
a. konsentrasi pada sumber suara yang paling lemah dan dekat
(latihan ini benar-benar mendengar bukan mengkhayal atau
berimajinasi).
b. Kalau sudah mendengar bunyi tersebut, kemudian simpan
dalam ingatan. Latihan dilanjutkan dengan menambah jarak
dari sumber bunyi. Pada sesi terakhir presentasikan kepada
yang lain sesuai dengan gaya dan cara masing-masing.
c. Latihan mendengar ini bisa dilakukan dengan membedakan
bermacam-macam bunyi dan dari sumber apa bunyi tersebut.
Misalnya berasal dari logam, kayu, batu, membran dan lain-
lain.

3.1.1.4 Indera Pengecap
a. Latihan menggunakan stimulus berbagai macam rasa, coba
rasakan berbagai macam rasa yang ada dan ukur kadar rasa
tersebut. Kalau rasa itu asin, rasakan rasa asin tersebut dan
sampai seberapa kadar rasa tersebut.
b. Latihan dititikberatkan pada sensasi tentang rasa individu
bukan tentang rasa kolektif, karena kadar tentang rasa bersifat
sangat individual.
c. Simpan pengalaman tentang rasa tersebut dan jadikan
pengalaman batin, karena dengan konsentrasi dan dibarengi
dengan ingatan batin akan dapat diekspresikan tentang rasa
tersebut meskipun tanpa ada yang dikecap.

3.1.1.5 Indera Perasa Atau Peraba
a. Latihan difokuskan pada pembedaan rasa yang tersentuh oleh
kulit. Latihan bisa dilakukan dengan cara membedakan rasa
kasar dan halus, panas dan dingin, keras dan lembek dan lain-
lain.
b. Ambil sebuah benda dan raba permukaan benda tersebut dari
beberapa sisi, bedakan antar permukaan tersebut. Rasakan
betul perbedaan permukaan benda tersebut, kemudian
diskripsikan dengan cara dan gaya masing-masing.
c. Jalanlah pada berbagai macam permukaan jalan, konsentrasi
pada telapak kaki dan bedakan permukaan jalan tersebut,
simpan ingatan ini sebagai pengalaman batin.
d. Lakukan latihan ini dengan santai dan jangan tergesa-gesa.
Ingat, latihan ini tetap terfokus pada daya konsentrasi. Ketika
melaksanakan latihan jangan berfikir yang macam-macam.

223

3.1.2 Latihan Konsentrasi Dengan Permainan
3.1.2.1 Hitung 20
Semua peserta dalam lingkaran. Cobalah menghitung 1 sampai
20. siapa saja boleh memulai dengan menyebut angka 1,
kemudian yang lain meneruskan secara acak (siapa saja boleh
melanjutkan) menyebutkan 2 dan begitu seterusnya. Jika ada
dua peserta menyebutkan angka berbarengan maka permainan
dimulai dari awal lagi.

CATATAN: sebuah permainan yang baik untuk konsentrasi serta
mengontrol emosi.

3.1.2.2 Bebek, 2 Kaki, Kwek,.....
Peserta duduk melingkar. Salah seorang peserta memulai dengan
mengucapkan satu bebek dua kaki wek, peserta berikutnya
mengucapkan dua bebek empat kaki kwek, peserta selanjutnya
mengucapkan tiga bebek enam kaki kwek kwek kwek, demikian
seterusnya sampai semua peserta medapatkan gilirannya. Jika
terjadi kesalahan, maka permainan dimulai dari awal. Permainan
bisa dilakukan dengan bantuan instruktur untuk menunjuk peserta
berikutnya.

CATATAN: Untuk membuat variasi dan meningkatkan
konsentrasi jenis binatang bisa diganti dengan yang memiliki 4, 6,
atau delapan kaki dengan aturan yang sama.


3.1.2.3 Hitung Bilangan Prima
Latihan ini dilakukan secara kelompok besar. Langkah pertama
menjelaskan aturan main yaitu semua peserta berhitung mulai
dari satu sampai tak terbatas. Setiap peserta yang berhitung dan
mendapat giliran pada bilang prima, peserta tersebut tidak
menyebutkan angka tetapi langsung teriak PRIMA terus
dilanjutkan berhitung lagi. Misalnya 1, 2, prima, 4, prima, 6, prima
dan seterusnya.
Latihan akan diulang mulai dari satu lagi, apabila ada peserta
yang lupa menyebutkan bilang prima itu dengan angka tersebut
bukan dengan teriak prima.

CATATAN: Latihan ini bisa dimulai dari siapa saja dan tidak harus
yang mulai menyebutkan angka satu pada orang yang sama.
Latihan ini dilakukan secara berurutan baik searah jarum jam
maupun kebalikannya.



224
3.1.2.4 Boom
Latihan ini juga dilakukan secara kelompok besar. Aturan
permainannya ialah setiap peserta yang mendapat giliran angka 3
dan kelipatan tiga harus berteriak BOOM. Latihan dimulai dari
berhitung mulai dari 1 sampai tak terbatas. Misalnya 1, 2, boom,
4, 5, boom, 7, 8, boom, 10, 11, boom, boom dan seterus. Latihan
akan diulang mulai dari satu lagi apabila ada peserta yang lupa.

CATATAN: Latihlah sampai angka tertinggi yang bisa dicapai
dalam latihan tersebut. Semakin tinggi angka yang dicapai maka
tingkat konsentrasi dari peserta latihan tersebut semakin baik.

3.2 Gesture
Gesture adalah sikap atau pose tubuh pemeran yang
mengandung makna. Latihan gesture dapat digunakan untuk mempelajari
dan melahirkan bahasa tubuh. Ada juga yang mengatakan bahwa
gesture adalah bentuk komunikasi non verbal yang diciptakan oleh
bagian-bagian tubuh yang dapat dikombinasikan dengan bahasa verbal.
Bahasa tubuh dilakukan oleh seseorang terkadang tanpa disadari dan
keluar mendahului bahasa verbal. Bahasa ini mendukung dan
berpengaruh dalam proses komunikasi. Jika berlawanan dengan bahasa
verbal akan mengurangi kekuatan komunikasi, sedangkan kalau selaras
dengan bahasa verbal akan menguatkan proses komunikasi. Seorang
pemeran harus memahami bahasa tubuh, baik bahasa tubuh budaya
sendiri maupun bahasa tubuh budaya lainnya.
Pemakaian gesture ini mengajak seseorang untuk menampilkan
variasi bahasa atau bermacam-macam cara mengungkapkan perasaan
dan pemikiran. Akan tetapi, gesture tidak dapat menggantikan bahasa
verbal sepenuhnya. Sedang beberapa orang menggunakan gesture
sebagai tambahan dalam kata-kata ketika melakukan proses komunikasi.
Manfaat mempelajari dan melatih gesture adalah mengerti apa
yang tidak terkatakan dan yang ada dalam pikiran lawan bicara. Selain
itu, dengan mempelajari bahasa tubuh, akan diketahui tanda kebohongan
atau tanda-tanda kebosanan pada proses komunikasi yang sedang
berlangsung. Bahasa tubuh semacam respon atau impuls dalam batin
seseorang yang keluar tanpa disadari. Sebagai seorang pemeran,
gesture harus disadari dan diciptakan sebagai penguat komunikasi
dengan bahasa verbal.
Sifat bahasa tubuh adalah tidak universal. Misalnya, orang India,
mengangguk tandanya tidak setuju sedangkan mengeleng artinya setuju.
Hal ini berlawanan dengan bangsa-bangsa lain. Tangan mengacung
dengan jari telunjuk dan jempol membentuk lingkaran, bagi orang
perancis artinya nol, bagi orang Yunani berarti penghinaan, tetapi bagi
orang Amerika artinya bagus. Jadi bahasa tubuh harus dipahami oleh
pemeran sebagai pendukung bahasa verbal.

225
Macam-macam gesture yang dapat dipahami orang lain adalah
gesture dengan tangan, gesture dengan badan, gesture dengan kepala
dan wajah, dan gesture dengan kaki. Bahasa tubuh atau gesture dengan
tangan adalah bahasa tubuh yang tercipta oleh posisi maupun gerak
kedua tangan. Bahasa tubuh yang tercipta oleh kedua tangan merupakan
bahasa tubuh yang paling banyak jenisnya. Bahasa tubuh dengan tubuh
adalah bahasa tubuh yang tercipta oleh pose atau sikap tubuh
seseorang. Bahasa tubuh dengan kepala dan wajah adalah bahasa tubuh
yang tercipta oleh posisi kepala maupun ekspresi wajah. Sedangkan
bahasa tubuh dengan kaki adalah bahasa tubuh yang tercipta oleh posisi
dan bagaimana meletakkan kaki.

3.2.1 Gesture Dengan Tangan
a. Tangan membentuk Piramid menandakan sikap percaya diri,
dan punya pendapat yang dinyakini kebenarannya.
b. Menggaruk belakang kepala atau leher menandakan kesan
bohong atau ragu. Kesan ini akan lebih kuat jika dibarengi
dengan memalingkan muka dari lawan bicara kita.
c. Meletakkan tangan seperti bertopang dagu menandakan
kondisi seseorang sedang menganalisis atau menimbang
pembicaraan orang lain. Hindari meletakkan tangan seperti
saat mendengarkan lawan bicara kalau itu tidak mendukung
suasana permainan.
d. Menjulurkan tangan kepada lawan bicara dengan telapak
tangan di atas, menandakan kesan jujur dan terus terang.
Saat mengatakan suatu fakta atau menanggapi tuduhan yang
tidak benar, lakukan hal ini dengan disertai senyuman datar.
e. Touch atau menyentuh, menandakan orang mulai merasa
akrab. Gesture ini bisa dimanfaatkan untuk mempercepat
keakraban dengan memberikan sentuhan berupa jabat tangan
di awal pertemuan. Sentuhan akan dianggap netral bila
dilakukan di punggung tangan dan dilakukan sealami mungkin
serta tidak kelihatan bernafsu. Jika sentuhan dilakukan di lain
tempat (leher, kepala, bahu, sepanjang lengan) menandakan
suatu keintiman. Hal ini hanya boleh dilakukan bila keadaan
dan suasana yang inggin diciptakan memang benar-benar
suasana intim.
f. Memukul anggota badan menandakan sedang lupa sesuatu.
Misalnya, memukul kepala, dahi, atau paha.
g. Penguasaan gerakan tangan yang sesuai dengan perkataan
menandakan pembicara adalah orang berfikir visual. Manfaat
dari penguasaan tanganini adalah untuk meningkatkan impresi
kata-kata serta pembicaraan lebih mudah untuk diingat.
h. Gesture dengan tangan merupakan gesture yang paling
banyak yang dapat diciptakan. Apalagi kalau dikombinasikan
dengan jari-jari. Misalnya, gerakan tangan dengan jari-jari

226
yang dikepal menandakan ingin memukul, acungan ibu jari ke
atas menandakan baik. Akan tetapi, kalau ke bawah
menandakan meremehkan dan masih banyak lagi sesuai
dengan budaya masing-masing.

3.2.2 Gesture Dengan Badan
a. Posisi badan terbuka menandakan seseorang merasa terbuka
dan percaya diri. Jika posisi ini dibarengi dengan
menyilangkan kaki (kalau duduk), memasukkan tangan ke
dalam saku atau ditaruh di belakang badan, dan memeluk
barang secara defensif, maka berarti seseorang sedang
tertutup dan sedang tidak ingin diganggu.
b. Forward Lean atau tubuh condong ke depan ke arah lawan
bicara menandakan kita tertarik dengan materi pembicaraan
yang sedang berlangsung. Selain itu, posisi ini membuat
lawan bicara merasa nyaman. Gesture ini bisa dilakukan
dengan mencondongkan badan menghadap lawan bicara atau
kalau kdi samping lawan bicara, berarti bisa dilakukan dengan
agak memiringkan badan ke arah lawan bicara.
c. Gesture ini termasuk jarak berdiri dalam berkomunikasi atau
personal space. Gesture dengan jarak berdiri ini ada
bermacam-macam dan harus menyesuaikan dengan budaya
komunikasi tersebut. Misalnya, orang Amerika, Eropa,
Australia, personal spacenya minimal dua meter jadi lebih
berjarak tetapi bagi orang-orang Timur tengah dan Asia
personal space-nya lebih dekat dan tidak terlalu berjarak untuk
menandakan keakraban.

3.2.3 Gesture Dengan Kepala
a. Gesture senyum menandakan perasaan seseorang sedang
senang hati, nyaman, dan setuju dengan komunikasi tersebut.
Penggunaan senyum ini adalah senyum lebih dahulu berarti
merangsang orang untuk cocok dengan kita, gabungan
senyum dengan anggukan kepala menandakan persetujuan.
b. Gesture anggukan kepala menandakan persetujuan, afirmasi,
akrab, dan suka.
c. Gesture dengan kontak mata menandakan keterbukaan dan
adanya keterusterangan. Manfaat gesture ini adalah
meningkatkan kepercayaan lawan bicara pada kita dengan
cara selalu bertatapan dengan mata lawan bicara secara
hangat. Kontak mata ini harus dilakukan di daerah sekitar area
mata dan hidung. Jangan memainkan mata atau tatapan mata
di daerah erotis, karena akan bermakna lain.




227
3.2.4 Gesture Dengan Kaki
a. Posisi berdiri dengan arah telapak kaki terbuka menandakan
keterbukaan dengan ide-ide dari orang lain. Sebaliknya, kalau
arah telapak tertutup dan dibarengi dengan posisi tangan
dilipat di dada menandakan sikap tertutup terhadap ide-ide
dari luar.
b. Posisi duduk dan mengangkat satu kaki dan kedua tangan di
belakang kepala menandakan seseorang merasa dominan,
menantang, dan seolah-olah berkuasa.

3.2.5 Latihan-Latihan Gesture
3.2.5.1 Latihan Gesture Dengan Pose
a. Latihlah gesture-gesture di atas. Proses latihan ini yang
penting adalah kesadaran rasa, meskipun gesture biasanya
muncul tanpa suatu kesadaran.
b. Untuk kepentingan pemeran, gesture yang muncul tanpa
kesadaran ini penggunaannya harus disadari untuk
pencapaian nilai artistik. Misalnya, bagaimana cara
menyentuh, berjabat tangan, berdiri, duduk, menoleh,
menatap, tersenyum dan lain-lain. Lakukan latihan ini dengan
santai dan jangan terburu-buru serta lakukan gerakan-gerakan
ini betul-betul bermakna.

3.2.5.2 Latihan Gesture Dengan Jalan
a. Latihlah bermacam-macam cara berjalan. Usahakan cara
berjalan tersebut bermakna. Misalnya, berjalan dengan
terburu-buru, berjalan dengan penuh wibawa, berjalan
dengan kesakitan, berjalan dengan kebingungan, dan lain-lain.
b. Ketika latihan ini dilakukan, minta pertimbangan dari guru
pembimbing atau teman latihan. Cara berjalan seseorang
akan mencerminkan tingkat emosi dan mengandung makna
tertentu.

3.2.5.3 Latihan Gesture Dengan Permainan
a. Jabat Tangan
Semua peserta bergerak bebas mengitari ruangan.
Pembimbing memerintahkan untuk saling berjabat tangan
dengan setiap orang yang ditemui (berpapasan). Satu pemain
berpapasan dengan yang lain, kemudian saling berjabat
tangan, terus berjalan lagi, demikian seterusnya. Kemudian
pembimbing memberikan panduan agar para pemain berjabat
tangan dengan cara yang spesifik dengan berbagai
kemungkinan.
Berjabat tangan dengan seorang sahabat yang sudah
lama tak jumpa.
Berjabat tangan dengan orang yang dicurigai

228
Berjabat tangan dengan pejabat tinggi negara atau bos
besar
Berjabat tangan dengan bekas pacar
Berjabat tangan dengan orang yang memegang rahasia
pribadi kita
Berjabat tangan dengan orang yang dibenci
Berjabat tangan dengan orang yang mulutnya bau, dsb.

b. Saling Curiga
Latihan ini menuntut perserta untuk berperan, meskipun peran
yang dimainkan adalah diri sendiri. Setiap manusia pasti
mempunyai rasa curiga dalam dirinya. Rasa curiga inilah yang
coba diperankan. Latihan ini juga bisa dikembangkan dengan
rasa mencintai, rasa membenci, rasa mengasihani sesama.
Proses latihannya sama dengan proses latihan saling curiga.
Latihan ini dimulai dari satu orang. Bayangkan seseorang
mencurigai anda.
Masuk satu orang lain, dan saling mencurigai. Setiap
orang menyembunyikan perasaan tak percaya, gelisah,
khawatir, dan curiga.
Masuk beberapa orang. Setiap orang saling mencurigai
sesama yang terlibat dalam latihan ini.
Pertahankan bayangan akan kecurigaan ini. Biarkan
perasaan dan gerakan semakin menjadi-jadi, biarkan
gerak terus berkembang.
Ekspresikan kecurigaan kepada sesama. Saling curiga
tetapi tidak ada kontak badan. Kecurigaan ini kemudian
berkembang menjadi saling benci dan marah. Kebencian
dan kemarahan tidak hanya pada seseorang tetapi kepada
seluruh peserta lain bahkan pada dirinya sendiri.


3.3 Imajinasi
Imajinasi adalah proses pembentukan gambaran-gambaran baru
dalam pikiran, dimana gambaran tersebut tidak pernah dialami
sebelumnya. Belajar imajinasi dapat menggunakan fungsi jika atau
dalam istilah metode pemeranan Stanislavski disebut magic-if. Latihan
imajinasi bagi pemeran berfungsi mengidentifikasi peran yang akan
dimainkan. Selain itu, seorang pemeran juga harus berimajinasi tentang
pengalaman hidup peran yang akan dimainkan.

Hal-hal yang perlu diketahui ketika berlatih imajinasi.
Imajinasi menciptakan hal-hal yang mungkin ada atau
mungkin terjadi, sedangkan fantasi membuat hal-hal yang
tidak ada, tidak pernah ada, dan tidak akan pernah ada.

229
Imajinasi tidak bisa dipaksa, tetapi harus dibujuk untuk bisa
digunakan. Imajinasi tidak akan muncul jika direnungkan
tanpa suatu objek yang menarik. Objek berfungsi untuk
menstimulasi atau merangsang pikiran. Baik hal yang logis
maupun yang tidak logis. Dengan berpikir, maka akan terjadi
proses imajinasi.
Imajinasi tidak akan muncul dengan pikiran yang pasif, tetapi
harus dengan pikiran yang aktif. Melatih imajinasi sama
dengan memperkerjakan pikiran-pikiran untuk terus berpikir.
Pikiran bisa disuruh untuk mempertanyakan segala sesuatu.
Dengan stimulus pertanyaan-pertanyaan atau menggunakan
stimulus seandainya, maka akan memunculkan gambaran
pengandaiannya.
Belajar imajinasi harus menggunakan plot yang logis, dan
jangan menggambarkan suatu objek yang tidak pasti
(perkiraan).
Untuk membangkitkan imajinasi peran gunakan pertanyaan;
siapa, dimana, dan apa. Misalnya, siapakah Hamlet itu?,
maka pikiran dipaksa untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Usaha menjawab pertanyaan itu akan membawa pikiran untuk
mengimajinasikan sosok Hamlet.

3.3.1 Latihan Imajinasi Dengan Asosiasi
a. Malapropism merupakan tahap awal dari latihan asosiasi,
guna memancing ide atau imajinasi peserta berdasarkan
benda yang dilihat. Latihan dimulai dengan berjalan pelan
mengelilingi ruangan. Tunjuklah sembarang benda yang ada
di ruang itu dan sebutlah dengan nama yang berlainan.
Misalnya pembimbing menunjuk sebuah poster dan
menyebutnya dengan kertas.

Catatan: latihan ini sangat bermanfaat bagi peserta yang
sama sekali tidak bisa berimajinasi atau berasosiasi. Pada
tahap pertama peserta boleh dengan bebas mengganti nama
benda yang ditunjuk tetapi pada akhirnya peserta akan
dengan sendirinya menemukan asosiasi dari benda tersebut,
karena sangat sulit pikiran manusia untuk lepas dari asoiasi.

3.3.2 Latihan Imajinasi Dengan Stimulus
a. Latihan ini menggunakan benda untuk stimulus imajinasi.
Masing-masing peserta memegang sebuah sebuah benda,
dan benda tersebut diimajinasikan sebagai apa saja. Dalam
latihan gunakan stimulus seandainya. Misalnya, sebuah bola,
maka imajinasikan seandainya bola tersebut ingin memakan
anda, atau bola tersebut mengajak anda untuk berdansa dan
sebagainya.

230
b. Ajaklah teman anda dalam latihan imajinasi ini, seandainya
teman anda itu adalah sebuah tanah liat, atau sebatang kayu,
buatlah sebuah patung dari teman anda tersebut. Lakukanlah
secara bergantian.

3.3.3 Latihan Imajinasi Tanpa Stimulus
a. Tiada Tempat Berlindung
Ambil suatu posisi di tempat yang berbeda dalam sebuah
ruangan. Semuanya membayangkan tidak punya tempat
untuk berlindung. Rasakan akan kedatangan bahaya yang
mengancam jiwa dan tidak ada tempat untuk berlindung.
Mulailah bergerak dengan menyambar, berlari, kadang-
kadang berhenti membeku. Biarkan ekspresi merasakan
ketakutan tersebut. Kadang anda berkelompok, kadang anda
sendiri dan usahakan agar bayangan dan perasaan itu
tersebut menjadi jelas. Rasakan intensitas tersebut tumbuh
dan berkembang ke berbagai arah.

b. Jembatan Tali
Latihan akan berhasil jika betul-betul menghayati dan seolah-
olah merasakan serta dihadapkan pada kejadian yang
menuntut seperti melewati jembatan tali. Latihan ini selain
menuntut berimajinasi juga menuntut kepekaan.
Bayangkan seutas tali yang direntangkan tinggi di atas
lantai, kemudian berdiri di atas panggung dan siap untuk
mencoba melintasi tali itu. Jangan terburu-buru bila belum
siap, tunggu sampai mendapatkan gambaran yang jelas
tentang jembatan tali tersebut. Jika sudah siap, mulailah
perjalanan tersebut. Untuk pertama kali mungkin menemukan
kesulitan, tetapi jangan berhenti. Harus tetap dicoba dan coba
dengan berbagai cara. Jangan tergesa dan tetaplah
berkonsentrasi pada perasaan yang dirasakan. Ketika sudah
siap biarkan perasaan yang membuat bergerak. Kalau dalam
bayangan merasa kesulitan, ekspresikan kesulitan tersebut.

Catatan. Jika pengalaman ini dicoba dengan hati-hati,
sehingga tidak menjadi sebuah kegiatan yang mekanik,
kebanyakan orang akan bisa merasakan keterlibatan yang
mendalam.

c. Karet Elastis
Latihan ini bisa dilakukan secara sendiri maupun secara
kelompok. Posisi tubuh yang enak. Bayangkan sebuah karet
elastis yang agak tipis. Peganglah masing-masing ujungnya
dengan tangan. Sekarang mulai menarik karet itu ke berbagai
arah, tetapi upayakan posisi karet tersebut dekat tubuh.

231
Cobalah dengan berbagai cara untuk menarik dan
melepaskan karet tersebut. Berikan cukup waktu untuk
penjagaan ini. Ketika menarik karet tersebut usahakan se-
ekspresif mungkin. Kemudian mulailah menarik dengan posisi
yang menjauh dari badan dan masuk dalam ruang. Tarik karet
tersebut ke berbagai arah secara ekspresif. Teruskan
menjajagi sendiri gerakan ini ke berbagai arah. Sekarang
bayangkan karet elastis yang sangat kuat, coba untuk
menariknya ke segala arah. Biarkan gerakkan itu membuat
gerakan jongkok dan berdiri, namun tidak usah tergesa-gesa.
Biarkan gerakkan itu berkembang sendiri.

Catatan. Karet elastis adalah benda kongkrit, dan menariknya
adalah sebuah pengalaman biasa. Penekanan kegiatan ini
adalah pada kesadaran dan penghayatan terhadap gerakan
menarik. Ini adalah sebuah aktivitas gerak arahan sendiri.
Latihan sederhana ini akan memberikan pengalaman kepada
peserta untuk terlibat dalam situasi permainan. Melakukan
gerakan hingga berjongkok dan berdiri membutuhkan
penghayatan yang cukup.

3.3.4. Latihan Imajinasi Dengan Permainan
a. Voly Nama
Permainan voly dengan nama sebagai bola. Pemain di bagi
dalam grup, masing-masing grup terdiri dari 3 atau 6 orang.
Dua grup kemudian dipertandingkan. Permaian voly ini
dilakukan dengan pantomim dan bolanya adalah nama (aturan
seperti permainan voly sungguhan). Grup pertama melakukan
service dengan menyebut salah satu nama dari grup lawan,
nama yang dsebut kemudian mengoper bola dengan
menyebut nama rekannya, nama rekan yang disebut
kemudian melakukan smash dengan menyebut salah satu
nama lawan, nama lawan yang disebut menerima bola dan
mengoperkan dengan menyebut nama kawannya, demikian
seterusnya. Permainan ini akan menarik jika temponya
dipercepat.

b. Mencari Selamat
Permainan dilakukan secara kelompok misalnya lima atau
enam orang. Tentukan dulu aba-aba yang digunakan, banjir,
petir, hujan, panas, dan badai. Properti yang digunakan
adalah level, kipas tangan dan payung, jumlahnya kurang satu
dari jumlah peserta. Latihan dimulai dengan peserta berjalan
dengan santai, dalam satu waktu pembimbing meneriakkan
aba-aba yang telah disepakati. Misalnya, pembimbing
berteriak hujan, maka peserta berebut mencari payung dan

232
memakainya. Bagi peserta yang tidak kebagian payung berarti
dia akan kehujanan dan kedinginan. Bila pembimbing
berteriak banjir, maka semua peserta berusaha
menyelamatkan diri menuju ke tempat yang lebih tinggi yaitu
level yang ada. Bagi peserta yang tidak kebagian level maka
dia akan terbawa oleh banjir dan harus berenang, dan
sebagainya.



4. TEKNIK DASAR PEMERANAN
Teknik dasar pemeran adalah teknik mendayagunakan peralatan
ekspresi pemeran. Fungsi teknik dasar adalah untuk meningkatkan
keluwesan dan ketahanan tubuh, serta keterampilan gerak, dan reaksi.
Latihan teknik dasar pemeranan ini merupakan landasan kuat untuk
bangunan penciptaan peran. Latihan harus dilakukan terus menerus,
diresapi, dan dikuasai sampai menjadi hal yang bukan teknis. Suatu saat,
kalau diperlukan kemampuan teknik muncul secara spontan, seakan-
akan merupakan gambaran peran dan bukan hasil paksaan pemeran.
Seorang pemeran bekerja di teater dengan dasar ekspresi diri
untuk menghidupkan karakter peran. Dalam usaha untuk menghidupkan
ekspresi itu, maka pemeran berusaha menciptakan sistem reaksi yang
beragam yang dapat memenuhi tuntutan teknis pementasan. Latihan-
latihan yang dilakukan bisa berupa latihan non-teknis dan latihan yang
bersifat teknis. Latihan non-teknis adalah latihan penguasaan tubuh dan
jiwa pemeran itu sendiri seperti relaksasi, konsentrasi, kepekaan,
kreativitas yang terpusat pada pikirannya. Sedangkan latihan yang
bersifat teknis adalah latihan yang terfokus pada latihan penguasaan
peran yang akan dimainkan.
Latihan teknik ini penting dilakukan oleh pemeran, karena dalam
menjalankan tugasnya ia harus terampil menggunakan segala aspek
yang diperlukan saat memainkan karakter. Semakin terampil ia
memainkan karakter, maka penonton semakin mengerti dan mau
menerima permainan itu. Latihan teknik ini harus dipelajari dan dikuasai,
tetapi ketika teknik-teknik ini sudah terkuasai maka harus lebur menjadi
milik pribadi pemeran. Teknik-teknik itu harus menjadi sesuatu yang
spontan ketika digunakan.
Latihan teknik bermain ada dua macam yaitu latihan teknik yang
bersifat individu dan latihan teknik yang bersifat umum. Teknik yang
bersifat individual diciptakan oleh seorang pemeran dalam menghadapi
peran yang akan dimainkan. Misalnya, teknik Yoyok Aryo (Alm.), Jim
Carey, Butet Kertarajasa, Arifin C. Noor, Putu Wijaya, dan lain-lain.
Teknik ini sangat unik, karena timbul dari pribadi-pribadi seniman. Orang
lain bisa mempelajari teknik yang bersifat individual ini, tetapi kebanyakan
akan terjebak dengan peniruan. Teknik latihan yang bersifat umum ini
bisa dipelajari dan digunakan secara umum. Bila digunakan akan

233
menghasilkan sesuatu yang umum tetapi ini juga penting dipelajari calon
pemeran. Latihan teknik bermain yang digunakan disini adalah latihan
teknik yang bersifat umum yang diajarkan oleh W.S. Rendra, latihan-
latihan ini terdiri dari teknik muncul, teknik memberi isi, teknik
pengembangan, teknik membina puncak-puncak, teknik timing, teknik
penonjolan, teknik pengulangan, dan teknik improvisasi.


4.1 Teknik Muncul
Teknik muncul (the technique of entrance) menurut Rendra dalam
buku Tentang Bermain Drama (1982), adalah suatu teknik seorang
pemeran dalam memainkan peran untuk pertama kali memasuki sebuah
pentas lakon. Pemunculan pemeran ini bisa di awal pementasan, pada
suatu babak lakon, pada adegan lakon. Pemunculan pemeran ini harus
memberikan gambaran secara keseluruhan terhadap peran yang
dimainkan. Gambaran itu bisa berupa suasana batin, tingkat emosi,
tingkat intelektual, maupun segi fisik dari peran yang dibawakan.
Gambaran inilah yang akan mempengaruhi kesan, penilaian, dan
identifikasi penonton terhadap peran. Tanpa penggambaran peran yang
jelas, penonton akan kesulitan untuk mengidentifikasi peran tersebut.
Pemunculan pemeran untuk pertama kali ketika memasuki
sebuah pentas lakon harus memberikan hal-hal sebagai berikut.
a. Memberi gambaran fisik karakter yang dimainkan.
b. Menunjukan tingkat emosi karakter yang dimainkan
c. Kesinambungan hubungannya dengan jalan cerita yang
sedang berjalan
d. Memberikan atau mencerminkan kerja sama yang baik di
antara sesama pemeran
e. Memberikan suasana baru atau perubahan suasana dan
perkembangan emosi dalam suatu adegan yang sedang
berjalan (Suyatna Anirun, 1989).

4.1.1 Latihan Teknik Muncul
a. Latihan Muncul Dengan Penggambaran
Lakukan latihan muncul dengan menggambarkan usia
karakter
Lakukan latihan muncul dengan menggambarkan
kecacatan karakter yang dimainkan, baik cacat fisik
maupun cacat psikis.
Lakukan latihan muncul dengan menggambarkan status
sosial karakter

b. Latihan Muncul Dengan Sikap Rasa
Lakukan latihan muncul dengan rasa kegembiraan,
kesedihan, kecapekan, kemarahan, kecurigaan, dan lain-
lain.

234
Lakukan latihan muncul dengan ketergesa-gesaan,
kepanikan, santai, keseriusan dan lain-lain.

c. Latihan Muncul Dengan Menyambung Emosi
Lakukan latihan secara kelompok. Lakukan improvisasi
secara bergantian sebagai sumber atau stimulus.
Misalnya, A sedang marah, kemudian dilanjutkan
pemunculan B dengan marah-marah juga, dan seterusnya.

d. Latihan Dengan Game
Emosi Berlanjut
Sebuah adegan sederhana dimainkan, minimal oleh dua
orang. Di tengah adegan cerita dihentikan oleh
pembimbing. Kemudian cerita dilanjutkan dengan
perubahan karakter dan emosi pemain sesuai permintaan
audiens (partisipan lain). Jadi, audiens menentukan
perubahan karakter dan emosi pemain secara mendadak
begitu adegan dihentikan oleh pembimbing, sehingga para
pemain dituntut kreativitas, imajinasi, dan penangan
masalah dengan cepat sesuai permintaan.

Catatan: Latihan ini bagus untuk teknik muncul ketika
suasana pementasan sudah terbentuk, sehingga emosi
adegan tersebut tidak mulai dari nol lagi.


4.2 Teknik Memberi Isi
Teknik memberi isi adalah teknik untuk memberi isi pengucapan
dialog-dialog untuk menonjolkan emosi dan pikiran-pikiran yang
terkandung dalam dialog tersebut. Menurut Rendra (1982), teknik
memberi isi adalah cara untuk menonjolkan emosi dan pikiran di balik
kalimat-kalimat yang diucapkan dan di balik perbuatan-perbuatan yang
dilakukan di dalam sandiwara. Teknik ini bisa dilakukan dengan tiga cara,
yaitu.
a. Dengan tekanan dinamik adalah memberi tekanan ucapan
pada salah satu kata pada kalimat. Fungsi dari tekanan ini
adalah untuk membedakan antara kata yang dianggap penting
dengan kata-kata yang kurang penting. Tekanan dinamik ini
berguna untuk menjelaskan isi pikiran dari kata dan kalimat
yang kita ucapkan.
b. Dengan tekanan nada adalah pengucapan kalimat atau kata
dengan menggunakan nada atau melodi. Kalimat atau kata
yang kita ucapkan dengan bernada akan mencerminkan
perasaan kita ketika mengucapkan kata katau kalimat
tersebut.

235
c. Dengan tekanan tempo adalah memberi tekanan terhadap
kata dengan cara memperlambat pengucapan kata tersebut.
Tekanan ini efeknya hampir sama dengan tekanan dinamik
yaitu untuk menjelaskan isi pikiran dari kata yang diberi
tekanan.

4.2.1 Latihan-latihan Teknik Memberi Isi
a. Latihan Mengucapkan Kata Dengan Perasaan
Pilih dan ucapkan kata apa saja sesuai dengan pilihan
peserta, misalnya Saya lapar. Ucapkan kata tersebut
dengan perasaan sedih, malu, manja, marah, gembira dan
lain-lain. Latihan dapat dilanjut dengan mengucapkan
kata-kata yang lain.
Bacalah kalimat berikut Aku mau pergi merantau. Ketika
mengucapkan pilih salah satu kata yang ditekan. Misalnya;
AKU mau pergi merantau. Teruskan latihan ini dengan
mengganti pada salah satu kata yang lain.

b. Latihan Mengeja Kata
Bacalah dengan cara dieja sesuai dengan suku kata atau
sesuai dengan tanda-tanda yang ditetapkan. Setelah
selesai, baca kembali dan rekam untuk mengetahui
perbedaan hasilnya.

Kakek : Te-ngah ma-lam nan-ti, apa-bi-la a-ngin men-da-yu
dan bu-lan lu-put da-ri ma-ta. A-kan da-tang se-
buah ke-re-ta ken-ca-na un-tuk me-nyam-but ki-ta
ber-dua. Wak-tu i-tu a-ku se-dang men-ca-ri-ca-ri
bu-ku ha-ri-an-ku di ka-mar per-pus-ta-ka-an, la-lu
ku-de-ngar sua-ra i-tu isi-nya ku-rang le-bih be-gi-
tu ta-pi a-ku tak ta-hu ba-gai-ma-na per-sis-nya

(dikutip dari naskah Kereta Kencana karya Eugene Ionesco
terjemahan W.S. Rendra)



c. Latihan Mengeja Kalimat
Bacalah dengan cara dieja sesuai dengan kalimat, setelah
selesai baca kembali dan rekam untuk mengetahui
perbedaan hasilnya.

Kakek : Tengah malam nanti, apabila angin mendayu dan
bulan luput dari mata. Akan datang sebuah kereta
kencana untuk menyambut kita berdua. Waktu itu
aku sedang mencari-cari buku harianku di kamar
perpustakaan, lalu kudengar suara itu isinya

236
kurang lebih begitu tapi aku tak tahu bagaimana
persisnya

(dikutip dari naskah Kereta Kencana karya Eugene Ionesco
terjemahan W.S. Rendra)


4.3 Teknik Pengembangan
Teknik pengembangan hampir sama dengan teknik memberi isi
tetapi metode yang berbeda. Teknik memberi isi dapat dilakukan dengan
cara penekanan pada pengisian perasaan dan pikiran pada kalimat,
sedangkan teknik pengembangan lebih menekankan pada
pengembangan suasana cerita, perasaan dan pikiran dari peran yang
ada dalam lakon tersebut.
Teknik pengembangan bisa dilakukan dengan teknik
pengembangan pengucapan dan teknik pengembangan jasmani. Teknik
pengembangan pengucapan dilakukan dengan menaikkan volume suara,
menaikkan tinggi nada suara, menaikkan kecepatan tempo suara, dan
menurunkan volume suara, nada suara, dan kecepatan tempo suara.
Teknik pengembangan jasmani bisa dilakukan dengan menaikkan tingkat
posisi jasmani, berpaling, berpindah tempat, melakukan gerak anggota
badan, dan ekspresi muka.

4.3.1 Latihan-Latihan Teknik Pengembangan
a. Latihan Dengan Kata
Cari pasangan untuk latihan ini. Gunakan metode cermin.
Sebelumnya, tentukan dulu siapa yang menjadi cermin
dan siapa yang bercermin. Pilih satu kata kemudian
ucapkan pada cermin dan cermin menirukan kata tersebut
dengan lebih keras dari ucapan yang bercermin. Lakukan
latihan secara bergantian dan setiap kata yang bercermin
lebih keras, maka cermin yang menirukan harus lebih
keras di atas yang bercermin.
Latihan masih dengan metode cermin, tetapi sekarang
kebalikannya yaitu setiap yang bercermin mengucapkan
kata. Cermin harus menirukan dengan volume yang lebih
rendah dan diberi tekanan. Lakukan latihan ini bergantian.
Latihan masih sama yaitu berpasangan dan menggunakan
metode cermin. Sekarang bukan pada kerasnya volume
suara tetapi menggunakan nada dasar. Misalnya yang
bercermin mengucapkan dengan nada dasar do, berarti
cermin yang menirukan menggunakan nada dasar re dan
seterusnya. Lakukan latihan ini secara bergantian dan
kebalikannya, misalnya yang bercermin mengucapkan
dengan nada dasar sol berarti yang menjadi cermin
menirukan dengan nada dasar fa.

237
Latihan dilanjutkan dengan menggunakan tempo ucapan,
misalnya yang bercermin mengucapkan kata dengan
cepat maka cermin harus menirukan dengan lebih cepat
lagi. Lakukan juga latihan kebalikan dengan tempo ini,
yaitu kalau yang bercermin dengan tempo cepat maka
yang menjadi cermin menirukan dengan tempo lambat,
kalau yang bercermin dengan tempo lambat maka yang
menjadi cermin harus dengan dieja.

b. Latihan Dengan Kalimat
Latihan ini masih sama dengan metode cermin, buat
sebuah kalimat sederhana. Kalimat tersebut diucapkan
yang bercermin, kemudian cermin menirukan kalimat
tersebut lebih keras. Lakukan latihan ini secara
kebalikannya.
Latihan dilanjutkan dengan menggunakan nada, yang
bercermin mengucapkan kalimat dengan nada do dan
cermin menirukan dengan nada re dan seterusnya.
Lakukan latihan ini secara kebalikannya, kalau yang
bercermin dengan si maka cermin menirukan dengan
nada la dan seterusnya.

c. Latihan Dengan Pose Tubuh
Latihan ini dilakukan secara berkelompok maksimal empat
orang. Buat sebuah pose tubuh yang sederhana, misalnya
orang pertama dengan kepala tunduk maka ketiga orang
lainnya membuat pose yang berbeda (berpaling,
tengadah, muka diangkat sejajar). Orang pertama dengan
pose berdiri, maka ketiga orang lainnya bisa duduk, sujud,
tidur) dan lain-lain.

Lingkaran Suara
Semua berada dalam lingkaran. Seseorang memulai
permainan dengan membuat gesture dan suara yang
ditujukan kepada orang disebelahnya. Orang yang
disebelah segera menirukan gesture dan suara tersebut
dan kemudian segera membuat gesture dan suara baru
yang sangat berbeda dan ditujuan untuk orang di
sebelahnya. Demikian seterusnya sampai semua orang
mendapatkan giliran.
Para partisipan diharapkan tidak menyiapkan,
merencanakan atau menyusun lebih dulu gesture dan
suara yang akan ditunjukkan, semua dimulai secara
spontan dan bebas.


238
Variasi:
Permainan dapat dikembangkan dengan melempar
gesture dan suara secara acak kepada partisipan lain.
Cobalah permainan ini dengan tidak mencontoh dulu
suara dan gesture yang dilakukan oleh partisipan sebelah
tetapi cobalah untuk membuat gesture dan suara dengan
cepat secara berurutan.

d. Latihan Dengan Level Tubuh
Latihan ini dilakukan secara berpasangan dan
menggunakan metode cermin tetapi terbalik. Misalnya,
yang bercermin melakukan pose duduk maka cermin
menirukan dengan pose berdiri atau sujud, dan
sebagainya.
Buatlah kelompok dengan anggota tiga orang. Permainan
ini membutuhkan properti satu kursi atau kotak level.
Permainan diawali dengan membuat aturan yaitu bila satu
orang duduk di kursi atau kotal level maka yang lain harus
berdiri dan tidur. Buat sebuah obrolan dan lakukan leveling
seperti di atas. Kalau yang satu duduk maka yang lain
berdiri dan tidur. Selama latihan obrolan tidak berhenti dan
pergantian level tetap berjalan. Lakukan latihan dengan
tempo lambat sampai cepat untuk pergantian levelnya.

Catatan: latihan ini bagus untuk membina kesadaran antar
pemeran dan dan berfungsi untuk mengembangkan
sebuah cerita.

4.4 Teknik Membina Puncak-Puncak
Teknik membina puncak-puncak adalah teknik yang dilakukan
oleh pemeran terhadap jalannya pementasan lakon. Teknik ini dilakukan
oleh pemeran untuk menuju klimaks permainan. Teknik ini bisa dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
a. Menahan intensitas emosi, yaitu dengan cara melakukan
tahap demi tahap penggunaan emosi pemeran pada suatu
pementasan lakon. Misalnya ketika A marah, maka
kemarahan itu bisa dilakukan mulai dari kemarahan yang
paling rendah sampai pada puncak kemarahan tingkat yang
paling tinggi. Kalau kemarahan itu pada awalnya sudah
dimulai dari tingkat yang tinggi maka ketika sampai pada
puncaknya sudah tidak bisa marah lagi.
b. Menahan reaksi terhadap perkembangan alur yaitu
menyesuaikan tingkat emosi yang terdapat pada alur yang
sedang dimainkan. Misalnya, si A memainkan peran yang
sangat ketakutan, dan ketakutan itu harus muncul pada
klimaks. Maka reaksi ketakutan tersebut harus disesuaikan

239
dengan adegan-adegan yang sedang berlangsung sampai
pada puncak ketakutan pada klimaks.
c. Gabungan, yaitu memadukan antara gerakan dan suara.
Apabila pemeran menggunakan suara yang keras maka harus
diimbangi dengan gerakan-gerakan yang ditahan, begitu juga
sebaliknya apabila pemeran menggunakan gerakan-gerakan
yang cepat maka suaranya yang ditahan. Apabila sudah
sampai puncak semuanya digabung antara gerakan dan
suara.
d. Kerjasama antara pemain, yaitu suatu kerjasama yang
ditempuh oleh pemeran di panggung untuk membina puncak
permainan. Usaha bisa dilakukan dengan cara kebalikan.
Misalnya, A berbicara dengan intensitas tinggi maka B harus
bicara dengan tempo yang lambat dengan penuh tekanan, A
banyak bergerak atau berpindah-pindah maka B tidak terlalu
banyak bergerak hanya mengawasi perpindahan A. Baru
pada puncaknya antara A dan B bersama mencapai puncak
suara dan gerakan.
e. Penempatan pemain yaitu dengan cara memindah-mindahkan
di atas pentas. Secara teknis pemeran yang berada di
panggung bagian belakang akan lebih kuat dibanding dengan
pemeran yang berada di panggung bagian depan ketika
pemeran itu berhadap-hadapan. Teknik ini berhubungan
dengan penyutradaraan maka penggunaan teknik ini harus
bekerja sama dengan sutradara.

4.4.1 Latihan-Latihan Teknik Membina Puncak
a. Berbicara Dengan Tangga Nada
Buat sebuah kelompok terdiri dari tiga orang dan lakukan
percakapan. Satu orang berbicara dengan nada dasar do,
maka kedua orang lainnya berbicara dengan nada di
atasnya.
Lakukan latihan di atas dengan cara kebalikannya, yaitu
semakin menurun.

b. Bergerak Dengan Level
Lakukan latihan dengan cara bergerak dan berbicara. Satu
orang bergerak dengan cepat, tetapi berbicara dengan
tempo yang lambat. Satu orang berbicara cepat, tetapi
bergerak dengan lambat. Sedangkan yang satu
mengawasi perkembangan dua orang tersebut dan
menghentikan dengan satu gerakkan dan suara.
Hal yang perlu diperhatikan dari latihan ini adalah
bagaimana kita bisa menahan dan mengontrol
perkembangan cerita dan kita harus menghentikannya.


240
4.5 Teknik Timing
Teknik timing adalah teknik ketepatan waktu antara aksi tubuh
dan aksi ucapan atau ketepatan antara gerak tubuh dengan dialog yang
diucapkan. Selain itu teknik ini juga bisa digunakan untuk menjelaskan
alasan sebuah aksi pemeran. Teknik ini harus dilatih terus menerus,
sehingga tidak menjadi sebuah teknik tetapi lebih menjadi sebuah ilham
atau intuisi dalam diri pemeran. Teknik ini kalau tidak dilakukan dengan
tepat akan dapat merusak permainan kelompok, sebab ada kemungkinan
terjadi tabrakan dialog antar pemeran.
Teknik timing bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu gerakan
dilakukan sebelum kata-kata diucapkan, gerakkan dilakukan bersamaan
kata-kata diucapkan, gerakkan dilakukan sesudah kata-kata diucapkan.

4.5.1. Latihan-Latihan Teknik Timing
a. Latihan Bergerak Kemudian Berbicara
Buat sebuah kalimat pendek, misalnya aku sangat lelah
hari ini. Latihan dilakukan dengan dengan bergerak dulu
ke kursi dan duduk baru ucapkan kalimat tersebut.
Lakukan latihan ini dengan kalimat-kalimat yang lain
dengan model yang sama, yaitu bergerak dulu kemudian
berbicara.

b. Latihan Berbicara Kemudian Bergerak
Lakukan latihan yang di atas tetapi sekarang diubah
polanya yaitu berbicara dulu baru bergerak. Jadi ucapkan
dulu aku sangat lelah hari ini, baru kemudian bergerak ke
kursi untuk duduk.
Lakukan latihan ini dengan kalimat-kalimat yang lain
dengan model yang sama yaitu berbicara dulu kemudian
bergerak.

c. Latihan Bergerak dan Berbicara
Latihan masih sama tetapi, sekarang mengucapkan
kalimat tersebut berbarengan dengan bergerak ke kursi
untuk duduk.
Lakukan latihan ini dengan kalimat-kalimat yang lain
dengan model yang sama yaitu bergerak berbarengan
dengan berbicara.

Catatan: latihan-latihan tadi akan menimbulkan efek-efek
yang berbeda-beda. Sadari efek tersebut sebagai
kekayaan batin dan pengalaman untuk dapat di
aplikasikan pada pementasan.



241
d. Latihan Dengan Permainan
Hitung 20
Semua peserta dalam lingkaran. Cobalah menghitung 1
sampai 20. Siapa saja boleh memulai dengan menyebut
angka 1. Kemudian yang lain meneruskan secara acak
(siapa saja boleh melanjutkannya) menyebut 2 dan begitu
seterusnya. Jika ada dua peserta menyebutkan angka
berbarengan maka permainan dimulai dari awal lagi.

Catatan: permainan ini baik untuk konsentrasi serta
mengontrol emosi sehingga terbiasa dengan timing
pengucapan.


4.6 Teknik Penonjolan
Teknik penonjolan merupakan teknik memilih bagian-bagian yang
perlu mendapat perhatian untuk ditonjolkan. Teknik ini berfungsi untuk
menyampaikan pesan moral atau visi dan misi penulis lakon. Dalam satu
kesatuan pementasan bagian-bagian yang perlu ditonjolkan (point of
interest) merupakan tugas seorang sutradara. Akan tetapi, penonjolan
yang berhubungan dengan isi kata-kata dan penggunaan gerak ekspresi
merupakan tugas dan kewajiban seorang pemeran. Bagi seorang
pemeran, teknik penonjolan bisa dilakukan dengan cara membedakan
tekanan pada vokal dan pose tubuh.
Teknik penonjolan dengan vokal sudah dibahas pada teknik
memberi isi, sedangkan teknik penonjolan dengan jasmani lebih dititik
beratkan pada teknik ekspresi. Menurut Rendra, teknik penonjolan
dengan jasmani dan ekspresi bersifat lebih dinamis dan lebih nyata
karena berupa gambaran-gambaran tampak dengan mata. Teknik ini
berupa perubahan-perubahan gerak, terutama perubahan tempat dan
perubahan tingkat atau level. Tetapi perlu diingat bahwa penggunaan
perubahan ini kalau sering dilakukan dan tanpa alasan akan
mengesankan sebuah kemubaziran. Gerakan ini akan berarti kalau
merupakan sebuah pengembangan dan dilakukan dengan kecukupan
tempo untuk meresapkannya.

4.6.1 Latihan-Latihan Teknik Penonjolan
a. Latihan Arah Hadap
Lakukan latihan ini dengan santai dan rasakan
pergerakan-pergerakan aggota tubuh kita. Latihan dimulai
dari menghadap kearah penonton secara frontal,
kemudian dilanjutkan 45 derajat ke samping kanan,
dilanjutkan 90 derajat ke samping kanan, 135 derajat ke
samping kanan sampai membelakangi penonton. Lakukan
latihan ini ke arah sebaliknya.
Lakukan latihan di atas tetapi dengan posisi jongkok.

242

b. Latihan Komposisi
Buatlah sebuah komposisi secara kelompok, mulai dari
posisi bawah sampai posisi atas. Ketika membuat
komposisi buatlah penonjolan pada salah satu peserta
latihan.
Seorang partisipan menawarkan sesuatu hal kepada yang
lain dengan melompat ke tengah lingkaran, misalnya ia
berkata: aku adalah sepotong keju. Partisipan kedua ikut
melompat ke tengah lingkaran dan melengkapi penawaran
tersebut dengan berkata aku sepotong roti. Partisipan
ketiga menggenapi dengan berkata, Aku selada.
Kemudian ketiga partisipan kembali ke lingkaran dan
permainan diteruskan dari awal dengan satu orang
menawarkan menjadi sesuatu sampai orang ketiga
melengkapinya, demikian seterusnya.
Buatlah komposisi potret keluarga. Partisipan dibagi dalam
kelompok dan diminta untuk membuat pose potret
keluarga. Keluarga yang dipilih idealnya adalah keluar
yang spesifik.
- Keluarga ekonom, akuntan
- Keluarga yang beranggotakan orang-orang gemuk
atau kurus
- Keluarga artis atau selebritis
- Keluarga ular, kucing, kelinci
- Keluarga peralatan kantor, kebun, dan lain
sebagainya
Sampaikan kepada partisipan bahwa orang lain harus tahu
dari pose tersebut siapa sebagai apa dalam keluarga itu,
siapa akrab dengan siapa, siapa yang paling dibenci oleh
keluarga, siapa yang selalu dipuja, siapa yang selalu
menjadi kambing hitam, dan lain sebagainya. Hal ini akan
berjalan dengan baik jika masing-masing partisipan
mengenal satu sama lain dalam kelompoknya dengan
baik.
Catatan: gunakan imajinasi untuk membentuk satu potret
keluarga dari yang riil sampai yang abstrak.
c. Latihan Leveling
Lakukan latihan leveling dimulai dari kepala, badan, kaki
dan tangan. Misalnya, kepala tunduk, posisi normal
menghadap ke depan, sampai kepala menegadah ke atas.

243
Lakukan latihan di atas untuk badan, kaki dan tangan.
Misalnya, tangan mulai menunjuk ke bawan, ke tengah
sampai ke atas.


4.7 Teknik Pengulangan
Teknik pengulangan adalah teknik pemeranan dengan cara
mengulangan-ulang latihan yang sedang dilakukan sampai menemukan
suatu teknik yang pas. Teknik ini berfungsi untuk mencari bentuk yang
sesuai dengan yang diharapkan dalam sebuah produksi. Pengulangan
bisa dilakukan dengan pengulangan emosi, pengulangan cara bicara,
pengulangan gerakan.

4.7.1 Latihan-Latihan Teknik Pengulangan
a. Latihan Dengan Teknik Cermin Suara
Cari pasangan untuk latihan. Gunakan metode cermin.
Sebelumnya, tentukan dulu siapa yang menjadi cermin
dan siapa yang bercermin. Pilih satu kata kemudian
ucapkan pada cermin dan cermin menirukan kata tersebut
dari ucapan yang bercermin. Lakukan latihan secara
bergantian.

b. Latihan Dengan Teknik Cermin Gerak
Cari pasangan untuk latihan. Gunakan metode cermin.
Sebelumnya tentukan dulu siapa yang menjadi cermin dan
siapa yang bercermin. Buat sebuah pose atau gerakkan
kemudian cermin menirukan gerakkan atau pose tersebut.
Lakukan latihan secara bergantian.

c. Latihan Dengan Game
Lingkaran Penerima
Semua partisipan berdiri melingkar. Seorang partisipan
memulai dengan membuat sebuah gerakan dan pose
(gesture) yang kemudian ditirukan oleh partisipan di
sebelahnya. Demikian seterusnya sampai semua orang
mendapatkan giliran.

Catatan: meskipun kita berharap bahwa gesture yang
dilakukan tidak akan berubah tetapi perubahan pasti
terjadi, karena partisipan lain ada kemungkinan menirukan
dengan tidak tepat. Jika ini terjadi maka biarkan saja yang
terpenting partisipan berikutnya berusaha menirukan
gesture yang telah berubah tersebut dengan sungguh-
sungguh.


244
Gagasan dasar: Partisipan mau dan mampu menirukan
gesturee yang dibuat oleh temannya dengan
memperhatikan detil gerakan dan posisi tangan, kaki,
tubuh, dan anggota tubuh lain.

Variasi: gesture bisa ditambahkan dengan suara atau
kata.

Lingkaran Suara
Semua berada dalam lingkaran. Seseorang memulai
permainan dengan membuat gesture dan suara yang
ditujukan kepada orang disebelahnya. Orang yang di
sebelah segera menirukan gesture dan suara tersebut,
kemudian segera membuat gesture dan suara baru yang
sangat berbeda dan ditujuan untuk orang di sebelahnya,
demikian seterusnya sampai semua orang mendapatkan
gilirannya.
Para partisipan diharapkan tidak menyiapkan,
merencanakan atau menyusun lebih dulu gesture, dan
suara yang akan ditunjukkan. Semua dimulai secara
spontan dan bebas.

Variasi: Permainan dapat dikembangkan dengan
melempar gesturee dan suara secara acak kepada
partisipan lain.
Cobalah permainan ini dengan tidak mencontoh dulu
suara dan gesturee yang dilakukan oleh partisipan sebelah
tetapi cobalah untuk membuat gesturee dan suara dengan
cepat secara berurutan.


4.8 Teknik Improvisasi
Teknik Improvisasi adalah teknik dasar permainan tanpa ada
persiapan atau bersifat spontan. Teknik ini berguna untuk mengasah
kepekaan seorang pemeran untuk mengatasi suatu masalah yang timbul
pada saat pementasan. Dengan latihan improvisasi seorang calon
pemeran juga terasah daya cipta dan daya khayalnya. Latihan ini
berfungsi untuk melatih akting calon pemeran menjadi lebih jelas.
Improvisasi juga berguna untuk menggambarkan karakter yang
dimainkan agar mengandung daya khayal yang mampu mempesona
penonton.

4.8.1 Latihan-Latihan Improvisasi
a. Improvisasi Dengan Benda
Siapkan sebuah benda. Misalnya benda tersebut adalah
kursi, maka kursi tersebut bisa dianggap sebagai teman,

245
ajak ngobrol kursi tersebut seperti mengajak ngobrol
teman. Dengarkan masalah-masalahnya, beri masukan
atau nasehat, kalau memang tidak sesuai, bisa
membantahnya dan mungkin bisa memarahinya atau
menghiburnya dan lain-lain.

Catatan: latihan awalnya mungkin dilakukan dengan satu
orang dan satu benda tetapi kalau sudah terbiasa maka
benda tersebut dapat diganti dengan teman anda.

b. Improvisasi Dengan Permainan
Ngerumpi
Semuanya berada dalam lingkaran. Seseorang mulai
ngerumpi dengan berkata Pernahkah kamu dengar
bahwa......., dan seterusnya dengan menunjuk seseorang.
Orang yang ditunjuk meneruskan kalimat rumpian tersebut
dan mempertajamnya. Jika ada partisipan lain yang
tertawa atau geli mendengar rumpian tersebut, maka
permainan diulangi lagi dari orang yang berada di sebelah
kiri (boleh kanan) dari orang kedua yang diajak ngerumpi
tadi

Catatan: Lebih menarik jika yang dibicarakan adalah topik
yang sedang hangat, kawan dekat, persoalan sekkolah,
dan atau kehidupan sehari-hari.

Presentasi Terusan
Seorang maju mempresentasikan sesuatu (topik bisa
ditentukan). Partisipan lain boleh menghentikan presentasi
itu dengan cara maju ke depan. Ketika ada yang maju,
maka presenter pertama berhenti, kemudian mengulangi
kalimat terakhir yang diucapkan. Selanjutnya, orang yang
maju tadi harus meneruskan atau mengganti topik
presentasi dimulai dengan kalimat terakhir yang diucapkan
presenter sebelumnya.

Catatan: Cobalah rileks dan bebas untuk meneruskan
presentasi tersebut. Lebih baik meneruskan prsentasi dari
presenter sebelumnya dari pada membuat topik baru.
Tanda untuk mengganti presenter bisa diganti tidak hanya
dengan satu orang maju ke depan tetapi mungkin dengan
kode lain yang lebih menarik misalnya berkata stop.

Ganti Peran
Buat adegan sederhana dan dimainkan oleh dua orang
atau lebih. Ambillah cerita atau permasalahan yang sangat

246
sederhana sehingga semua pemain mampu
memainkannya. Di saat adegan sedang berlangsung,
pembimbing menghentikan cerita dan meminta para
pemain bertukar peran, dan cerita terus dilanjutkan.
Keadaan ini bisa dilakukan berulang, hingga para pemain
bisa benar-benar saling bertukar peran.

Catatan: satu permainan kreatif dengan improvisasi untuk
mengenal, mengobservai, serta melakukan karakter
dengan cepat.


5. PENGHAYATAN KARAKTER
Seni teater adalah seni yang dalam pementasannya
menggunakan media pemeran untuk mengkomunikasikan ide-ide dan
gagasan penulis lakon. Pemeran adalah orang yang memainkan peran
yaitu gambaran-gambaran karakter tokoh. Seorang pemeran yang baik
akan menggambarkan karakter itu sedetail mungkin agar tampak hidup.
Untuk mencapai gambaran itu seorang pemeran harus berusaha
menggali dan meneliti peran yang akan dimainkan. Dengan bantuan
pikiran, perasaan, dan jasmaninya yang terlatih, seorang pemeran akan
berhasil menggambarkan bahkan menghayati peran tersebut.
Karakter adalah gambaran tokoh peran yang diciptakan oleh
penulis lakon melalui keseluruhan ciri-ciri jiwa dan raga seorang peran.
Karakter-karakter ini akan diwujudkan oleh pemeran serta disajikan
dalam suatu pementasan teater dalam wujud tokoh-tokoh. Proses
penciptaan karakter ini menuntut seorang pemeran mempunyai daya
cipta yang tinggi serta mencoba semaksimal mungkin menjadi karakter
tersebut. Maksudnya, pemeran harus sanggup menjiwai peran yang
dimainkan sehingga seperti benar-benar wujud dari karakter tersebut.
Pemeran adalah orang yang diberi kepercayaan oleh penulis
lakon atau sutradara untuk mewujudkan imajinasinya. Pemeran yang baik
akan berusaha mewujudkan hasil imajinasi tersebut menjadi hidup.
Dengan bisa mewujudkan karakter-karakter yang ditulis oleh penulis
lakon tersebut maka penonton akan lebih mudah terpengaruh dan
menikmati pementasan tersebut. Seorang pemeran tidak bisa berpura-
pura menjadi karakter tersebut, tetapi harus menghayatinya. Artinya
pemeran harus bisa membuat pikiran, perasaan, watak dan jasmaninya
untuk berubah sementara menjadi pikiran, perasaan, watak dan jasmani
karakter. Untuk dapat menghayati karakter tersebut, diperlukan suatu
langkah kerja mulai dari menganalisis karakter, observasi, interpretasi
kemudian memerankan karakter tersebut.

5.1 Analisis Karakter
Lakon ditulis oleh penulis lakon berdasarkan suatu pengalaman
hidup, cita-cita atau ide yang disebut visi. Dengan dasar visi itulah maka

247
karakter yang ada dalam lakon tersebut hidup. Penulis lakon tidak pernah
langsung menuliskan atau menjelaskan karakter tokoh yang
diciptakannya, tetapi karakter itulah yang berbicara dan hidup sebagai
suatu imajinasi. Kata-kata dan kalimat yang diucapkan oleh karakter akan
mengekspresikan visi seorang penulis lakon. Tugas seorang pemeran
adalah menghidupkan dan memainkan karakter-karakter yang menjadi
visi penulis lakon. Untuk dapat memainkan dan menghidupkan karakter
tersebut perlu adanya analisis.
Tugas seorang pemeran adalah membalikkan proses yang
dilakukan oleh penulis ketika menulis lakon tersebut. Ketika menganalisis
karakter, pemeran harus mampu melihat naskah itu sebagai satu
kehidupan yang sedang terjadi dan tahu apa pesan yang disampaikan
oleh penulis lakon. Seorang pemeran harus mampu melihat naskah
dimana karakter-karakternya bukan diciptakan dengan maksud tertentu
sebagai bagian dari keseluruhan struktur yang saling terkait. Pemeran
tidak dapat mengerti siapa karakternya jika tidak mengenal bagaimana
karakternya terkait dengan keseluruhan struktur naskah.
Langkah terpenting dalam menganalisis karakter adalah
membaca dan mempelajari seluruh naskah. Hal ini berarti membaca dari
halaman pertama sampai halaman terakhir. Walaupun kelihatannya
mudah tetapi banyak pemeran yang tidak mempelajari kata perkata,
adegan peradegan dari keseluruhan naskah. Jika pemeran hanya
membaca adegan yang hendak dimainkan, maka ketika harus
mementaskan seluruh naskah, ia hanya mampu memainkan peran
sebuah karakter yang tidak jelas dan tidak mempunyai tujuan. Usaha
seorang pemeran adalah menganalisis seluruh naskah untuk
menemukan karakter-karakter yang dibuat oleh penulis lakon.
Karakter-karakter yang ada dalam naskah lakon menggambarkan
manusia dan nilai kemanusiaannya atau fisik dan intelektual. Manusia
terdiri dari raga atau jasmani, pikiran dan kualitas intelektual, hubungan
masyarakat dan kualitas kemasyarakatannya. Tugas seorang pemeran
sebelum memainkan karakter atau peran adalah menganalisanya demi
keberhasilan permainan tersebut. Metode dalam menganalisa karakter ini
bermacam-macam, misalnya Yapi Tambayong (2000) ketika
menganalisis karakter dengan membagi empat segi yaitu segi historis,
segi sosiologis, segi psikologis, dan segi filosofis. Sedangkan Lajos Egri
(Harymawan, 1993) mengemukakan karakter manusia dapat dikaji
dengan tiga dimensi yaitu dimensi fisiologis, dimensi sosiologis dan
dimensi pikologis.

5.1.1 Segi Historis
Analisis karakter dari segi historis adalah analisis untuk mencari
gambaran karakter dari segi kesejarahan karakter. Karakter diciptakan
oleh penulis lakon sesuai dengan sejarah dimana karakter itu hidup.
Ketika hendak memainkan karakter tersebut berarti harus mempelajari
jaman dimana karakter berada. Jadi ketika hendak memainkan karakter,

248
kita akan menganalisis sejarah peran dan sejarah penulis lakon itu hidup.
Ada yang menyebutkan bahwa seorang penulis adalah wakil dari jiwa
jamannya. Kalau ingin mengetahui keadaan jaman pada waktu itu,
bacalah karya tulis penulis lakon jaman itu. Analisis ini juga termasuk
menganalisis dekorasi, kostum, make-up, dan properti sebagai
penunjang karakter.

Contoh: analisis segi historis karakter Raja Lear dalam lakon
Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno
Sumardjo.

Raja Lear adalah seorang raja di kerajaan Britania (Inggris) dan
mempunyai tiga orang anak, yaitu Gonerill, Regan, dan Cordelia. Hal ini
dijelaskan oleh penulis lakon pada awal lakon, Terjadi di Britania , dan
keterangan pada adegan III, Perkemahan tentara Britania dekat Dover.
Masuk Edmund dan Lear serta Cordelia sebagai tawanan......... Pada
adegan III ini Raja Lear sudah tidak punya kerajaan, karena sudah
dibagi-bagi pada anak-anaknya dengan harapan Raja Lear akan diurus
oleh anak-anaknya tersebut. Dalalm perjalanan lakon, Raja Lear disia-
siakan oleh anak-anaknya dan pergi mengembara keluar dari kerajaan
tetapi masih di wilayah kerajaan Britania. Dalam lakon ini penulis lakon
sudah memberi rambu-rambu tempat terjadinya peristiwa yaitu di
kerajaan Britania. Akan tetapi, banyak penulis lakon tidak memberi
rambu-rambu tempat terjadinya peristiwa, maka seorang pemeran
bekerjasama dengan sutradara menganalisa dimana terjadinya peristiwa
tersebut.
Suasana jaman dimana karakter itu hidup juga sangat
mempengaruhi cara kita memainkan karakter tersebut. Analisis bisa
dilakukan dengan mencermati dialog-dialog yang disampaikan oleh
karakter-karakter dalam lakon.
Dari dialog-dialog dalam kutipan 74 dapat di simpulkan bahwa
kerajaan Britania setelah dibagi-bagi oleh Raja Lear mengalami banyak
intrik, perebutan kekuasaan, keserakahan yang merajalela, saling curiga,
dan peperangan. Kisah Raja Lear ini menceritakan tragedi sebuah
keluarga kerajaan yang penuh dengan fitnah, dengki, kekejaman dan
kemesuman, tetapi di satu sisi juga menggambarkan keagungan jiwa,
kesetiaan, pengabdian, pengorbanan dan kasih sayang yang tulus.


EDMUND : Percayalah, akibat-akibat yang disebutkan itu
malang sekali telah terjadi benar-benar; misalnya
kejadian tak fitri antara anak dan orang tuannya,
persahabatan lama yang putus, sengketa dalam
negara, ancaman dan hasutan terhadap para raja
dan bangsawan, kecurigaan yang tak beralasan,
pembuangan kawan-kawan, tentara kucar-kacir,
perkawinan retak dan entah apa lagi.

249

KENT : ................ antara Cornwall dan Albany ada
sengketa, meskipun sampai sekarang tak
nampak, tertutup oleh penyamaran dari kedua
pihak.......................... Itulah mata-mata yang
mengabarkan keadaan negeri kita pada raja
Perancis; kenyataan tentang keserakahan dan
muslihat para tumenggung, pun kebengisan
mereka terhadap raja kita yang tua dan berbudi,
atau yang lebih penting lagi; dan untuk itu hal-hal
yang tadi hanyalah pembuka. Tapi pastilah akan
datang tentara Perancis ke negara yang terpecah
ini dengan menggunakan kelalaian kita, tentara itu
telah mendarat. Di berbagai pelabuhan penting
dan segera mengibarkan panji-
panjinya....................

EDGAR : Tuan dengar akan ada pertempuran?


William Shakespeare adalah seorang penulis puisi, soneta, aktor,
dan penulis lakon yang lahir di Stratford-upon-Avon, Warwickshire
Inggris pada tahun 1564 serta meninggal pada tahun 1616 di kota yang
sama. Semasa hidupnya ia mendapat banyak pendidikan, bukan hanya
Grammar School tetapi soal teater dan segala hal. Ia menulis 38 lakon
(kebanyakan mengenai sejarah Inggris) 154 soneta, dan beberapa puisi.
Ia hidup pada jaman pemerintahan ratu Elizabeth yang sangat gemar
dengan teater. Tahun 1592 kerajaan Inggris terserang wabah yang
sangat hebat, maka banyak teater-teater di Inggris yang ditutup. Lakon
Raja Lear banyak terinspirasi oleh dongeng, sajak, balada tentang
berdirinya kerajaan Britania. Selain itu Shakespeare juga
menggambarkan bencana wabah yang menyerang kerajaan Inggris itu
sebagai kiamat, dan lakon Raja Lear ini juga digambarkan sebagai
kiamat kecil.


5.1.2 Segi Sosiologis
Manusia adalah makluk sosial yang hidupnya dipengaruhi oleh
struktur sosial masyarakat yang ada. Struktur sosial adalah perumusan
dan susunan hubungan antar individu. Struktur sosial dari suatu
masyarakat dapat dipelajari dari aktivitas-aktivitas individunya. Jadi kalau
ingin mengetahui Analisis karakter dari segi sosiologis adalah analisis
karakter untuk mencari gambaran sifat-sifat kemanusiaan secara sosial.
Dalam analisis ini kita akan mencari gambaran status ekonominya
bagaimana, kepercayaan apa, profesinya apa atau sebagai apa,
hubungan kekeluargaanya bagaimana, bangsa apa, pendidikannya apa,
dan lain-lain yang mendudukan karakter itu dalam lingkungan atau
kemasyarakatannya. Analisis ini penting karena karakter yang akan

250
dimainkan itu memiliki dunianya sendiri dan hidup sesuai dengan dunia
tersebut. Tugas seorang pemeran adalah menghidupkan karakter sesuai
dengan dunia karakter tersebut.
Contoh: analisis segi sosiologis karakter Raja Lear dalam lakon
Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno
Sumardjo.

LEAR : Sementara itu baiklah kubuka rahasia rencana.
Kemarikan peta itu Kerajaan kami bagi jadi tiga,
dan menurut rencana kami alihkan........................
Anak-anakku kini kami lepaskan kuasa,
pemerintahan dan penghasilan tanah..............

CORDELIA : Ayah termulia, dari ayahlah hamba mereguk
hidup, pendidikan dan cinta...................

KENT : Baginda Lear, yang selalu saya hormati sebagai
raja, hamba sayangi bagai ayah, hamba turuti
sebagai yang dipertuan.

RAJA LEAR : Wah, demi Apollo


KENT : Demi Apollo, tuan raja, sia-sialah tuan sebut para
dewa

LEAR : .............Jika pada hari kesepuluh tubuhmu
terbuang itu terjumpai di negri kami, saat itu
matilah kau. Nyah! Demi Yupiter, ini tak bakal
ditarik kembali.

LEAR : Aku tak bisa dituntut tentang pembikinan mata
uang; akulah sang raja.


Dari dialog-dialog ini dapat dianalisis ciri-ciri sosial Raja Lear. Raja Lear
adalah seorang raja yang membagi kerajaan dan pemerintahannya,
seorang ayah dari tiga anak, dia percaya pada dewa-dewa (agama pada
waktu itu percaya pada dewa-dewa), bangsa Britania.

5.1.3 Segi Psikologis
Analisis karakter dari segi psikologis adalah analisis untuk
mencari gambaran tentang kebiasaan, moralitas, keinginan, nafsu,
motivasi dan lain-lain. Analisis ini lebih mencari gambaran peran yang
bersifat emosional batiniah dan tingkat intelektualitas peran. Analisis
dapat dilakukan dengan menginterpretasi dialog-dialog peran. dan dialog
karakter yang lain.


251
Contoh: analisis segi Psikologis karakter Raja Lear dalam lakon
King Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno
Sumardjo.

LEAR : ..................Siapa diantaramu paling cinta pada
kami, supaya anugerah terbesar kami
sampaikan........

LEAR : .........Kendalikan lidahmu sedikit; nanti kuhambat
untungmu.

KENT : .......... tapi ada sifat tuan yang saya inginkan
sebagai majikan saya

LEAR : yaitu?

KENT : Kewibawaan

GONERILL : Juga pada saatnya yang paling baik dan sehat ia
suka naik darah; mudah dimengerti, dalam usia
lanjut ini tak hanya ada cacat-cacat yang lama
berakar, tapi ia juga keras kepala. Kekerasan dan
kemarahan.

BADUT : Betul, tuan cukup pandai untuk jadi badut.

LEAR : Merampas dengan kekerasan! keji! Tak tahu diri.

REGAN : O dewa suci! Begitu juga tuan kutuk saya nanti
dalam amarah.

GONERILL : ......... Dosa bukan yang disebut dosa oleh si
dungu atau kakek yang pikun.

LEAR : .................pada kamu berdua yang tidak insaniah
ini akan kebalas dendam, hingga seluruh jagat
ya, pastilah dendamku berlaku.

LEAR : ...........Bukan hujan, badai, guntur atau petirlah
anak-anakku; unsur alam, dendamku tidak
untukmu; kau tak pernah kuberi kerajaan dan
kusebut anak.........

CORDELIA : Duhai, begitulah dia; orang melihatnya tadi galak
bagai laut ganas dan menyanyi lantang.............

LEAR : Terkutuk kamu semua, pembunuh,
pengkhianat!.........



252
Dari dialog-dialog ini dapat dianalisis ciri-ciri psikis (kejiwaan) Raja Lear
adalah orang yang suka dipuji, tidak suka dibantah, berwibawa, pemarah,
keras kepala, pandai, suka mengutuk, sudah pikun, pendendam, galak.

5.1.4 Segi Fisiologis
Analisis karakter dari segi fisiologis adalah analisis untuk mencari
gambaran tentang ciri-ciri fisik peran, termasuk jenis kelamin, usia, postur
tubuh, warna kulir, warna rambut, bentuk mata dan lain-lain. Analisis ini
mencari gambaran sosok raga tokoh secara utuh. Langkah menganalisis
secara fisik adalah.
a. Baca keterangan dari penulis lakon, sebab kadang-kadang
penulis lakon sudah memberikan gambaran tentang fisik
karakter yang ditulisnya tetapi bisa juga tidak dituliskan.
b. Baca keterangan permainan (stage direction), kadang
keterang fisik karakter dituliskan pada keterangan permainan
oleh penulis lakon.
c. Cermati dialog-dialog karakter tersebut.
d. Analisis dari dialog-dialog karakter yang lain, kadang ciri-ciri
fisik karakter terdapat pada dialog karakter yang lain.
e. analsis laku dari karakter tersebut.
f. Kalau dari semua yang tersebut di atas tidak ada, berarti
harus diinterpretasi dari keseluruhan naskah tersebut.

Contoh: analisis segi Fisiologis karakter Raja Lear dalam lakon
Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno
Sumardjo.

LEAR : ............................. Kerajaan kami bagi jadi tiga,
dan menurut rencana kami alihkan segra segala
tanggungan dari pundak tua ini kepada tenaga
muda, agar bebas dari beban untuk merayap ke
kubur.................

LEAR : ....................... Jahanam, aku malu. Bahwa jiwa
jantanku tergonjang olehmu, hingga air mata
panas yang mau tak mau keluar seolah sepadan
denganmu!....................

LEAR : .................... Kau tak malu melihat janggut
ini?................

LEAR : .....................Menyambar pohon, hanguskan
rambutku putih!...........

LEAR : .......Anak yang kusayang, kuakui aku sudah
tua; umur tua tak berguna;...............

GLOUCESTER : Raja telah gila ................

253

CORDELIA : O dewa rahmani, pulihkan yang rusak redam di
dalam otaknya yang teraniaya!.........................

LEAR : Kuharap jangan berolok-olok. Aku kakek edan
yang lusuh; dan umurku delapan puluh lebih, tak
kurang satu jampun. Terus terang saja:
pikiranku tiada mestinya........................

CORDELIA : .................. yang berkat maksud baik diganjar
nasib buruk; beban baginda menindih
hatiku................

LEAR : Mataku pudar - ...................


Dari dialog-dialog di atas dapat di analisis ciri-ciri fisik Raja Lear adalah
seorang laki-laki, sudah tua (berumur kurang lebih 80 tahun), berjanggut,
rambut putih, sakit jiwa (setelah keluar dari kerajaan), kurus, mata sudah
pudar.

5.1.5 Segi Moral
Analisis karakter dari segi moral adalah analisis untuk mencari
gambaran pandangan moralitas tokoh. Walaupun segi moral sudah
dituliskan oleh penulis lakon dalam naskahnya, sering tidak menjadi
bagian objek analisis. Analisis ini perlu dilakukan oleh seorang pemeran
dengan tujuan untuk mencari matif-motif atau alasan-alasan tokoh yang
akan dimainkan ketika dia membuat sebuah keputusan-keputusan yang
bersifat moralitas.
Analisis ini berfungsi untuk mempersiapkan batin dan untuk
mengetahui motif peran. Kalau tahu motif dan alasannya maka akan
dapat memainkan secara logis. Misalnya, analisis segi moral pada peran
Raja Lear dalam lakon Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan
Trisno Sumardjo. Kenapa Raja Lear ingin membagi kerajaannya kepada
anak-anaknya? Kenapa raja Lear marah dan murka pada Cordelia?
Kemudian marah pada Gonerill dan Regan sampai mengeluarkan
sumpah dan mengutuk anaknya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
akan membimbing akting pemain pada alasan-alasan yang jelas.
Seorang penulis biasanya menuliskan moralitas lakon tersebut,
pada dialog tokoh. Misalnya, lakon Raja Lear karya William Shakespeare
terjemahan Trisno Sumardjo.

EDGAR : Orang tunduk pada beban jaman serba berat; lidah
tunduk pada rasa, bukan pada adat. Yang tertua paling
berat bebannya; kita yang muda tak akan
berpengalaman sebanyak mereka.



254



5.2 Observasi
Seorang pemeran seharusnya menjadi seorang observator atau
pengamat yang baik. Observasi berarti menangkap atau merekam hal-hal
yang terjadi dalam kehidupan. Tentang masyarakat, tempat, objek dan
segala situasi yang menambah kedalaman tingkat kepekaan seorang
pemeran. Ketika mengamati objek orang, pemeran seharusnya membuat
catatan-catatan baik secara tertulis maupun dalam ingatan. Hal ini bisa
menjadi dasar karakter yang akan ditemukannya dimasa datang. Proses
ini dapat membantu untuk menciptakan sebuah karakter yang lengkap
dalam sebuah struktur permainan.
Kekuatan pengamatan (observasi) adalah gabungan antara
empati dan perhatian intelektual. Artinya seorang pemeran harus
mengembangkan sesitifitas pada indera: melihat, menyentuh, mencium,
mendengar, dan merasakan. Mengenal dan mengingat suatu perasan
dalam aktifitas keseharian adalah sangat penting. Untuk mengamati
secara benar seseorang harus dapat merasakan dan mengkategorikan
inderanya. Jadi, indera (senses), perasaan (feelings), dan pengamatan
(observation) bergabung menjadi suatu mata rantai sebagai alat
pembentuk sebuah karakter. Seorang pemeran harus menggunakan
kekuatan observasi untuk tujuan-tujuan sebagai berikut.
a. Untuk mempelajari karakter manusia. Hal ini berhubungan
dengan karakter yang akan dimainkan. Dalam berjalan,
gesture, berbicara dan duduk yang nantinya dapat ditiru saat
berada di atas panggung.
b. Untuk mempelajari suasana, bagaimana suasana yang
digambarkan oleh penulis lakon dapat diwujudkan oleh
pemeran lewat tingkah laku, ucapan, maupun hubungan
secara keseluruhan.
c. Untuk menggabungkan beberapa kualitas yang dapat
dipelajari saat mengamati.
d. Untuk memperkaya perbendaharaan gambar yang bersifat
fisik atau realitas.
e. Untuk mencari detail-detail objek secara spesifik dan
diaplikasikan pada peran.

Contoh:
Seandainya pemeran memainkan lakon Kereta Kencana Karya
Eugene Ionesco terjemahan WS. Rendra. Langkah pertama
adalah menganalisis lakon tersebut, kemudian menganalisis
karakter yang akan dimainkan. Langkah selanjutnya adalah
mengobservasi pera-peran yang ada dalam lakon tersebut, yaitu
pada tokoh kakek dan nenek berdasarkan analisis karakter.
Kakek adalah seorang orang yang sangat renta, punya penyakit
pada saluran pernafasan, sudah pasrah pada kematian, seperti

255
anak kecil, mantan profesor yang dilupakan tapi juga seorang
grilyawan. Observasi difokuskan pada orang-orang yang
mempunyai ciri-ciri tersebut. Tempat observasi bisa dimana saja,
baik di jalanan, di rumahnya sendiri, di rumah jompo dan lain-lain.
Hasil dari observasi akan dicoba pada tempat latihan. Latihan
dilakukan secara berulang-ulang sampai menemukan gambaran
yang pas baik dari sisi fisik maupun dari sisi psikisnya.

5.3 Interpretasi
Interpretasi pada karakter adalah usaha seorang pemeran untuk
menilai karakter peran yang akan dimainkan. Hasil penilaian ini didapat
sesuai tingkat kemampuan, pengalaman dan hasil analisis karakter pada
lakon. Fungsi interpretasi adalah untuk menjadikan karakter peran
menjadi bagian dari diri pemeran. Jadi, pemeran bisa memahami sebuah
peranan dan bersimpati dengan tokoh yang hendak digambarkan.
Kemudian pemeran berusaha menempatkan dirinya dalam diri karakter
tokoh peran. Akhirnya laku pemeran menjadi laku karakter peran.
Setelah menganalisis karakter dan mendapatkan informasi
lengkap, maka pemeran perlu melakukan tafsir atau interpretasi.
Interpretasi ini berdasarkan data hasil analisa karakter, observasi, dan
pangalaman pemeran untuk memberi sentuhan dan atau penyesuaian
terhadap peran yang akan dimainkan. Proses ini bisa disebut sebagai
proses asimilasi (perpaduan) antara gambaran peran yang diciptakan
oleh pemeran dan gambaran peran yang diinginkan oleh penulis lakon.
Seorang pemeran sebetulnya boleh tidak melakukan interpretasi
terhadap karakter, artinya, ia hanya sekedar melakukan apa yang
dikehendaki oleh karakter apa adanya sesuai dengan hasil analisis. Akan
tetapi, sangat mungkin seorang pemeran memiliki gagasan tertentu yang
akan ditampilkan dalam pementasan setelah menganalisa sebuah
karakter.
Hasil dari interpretasi terhadap karakter ini juga harus dipadukan
dengan interpretasi sutradara, karena sutradara adalah perangkai atau
yang merajut semua unsur pementasan. Proses interpretasi biasanya
menyangkut unsur gambaran fisik dan kejiwaan.
Gambaran Fisik. Interpretasi terhadap gambaran fisik sangat
perlu, karena merupakan sesuatu yang pertama dilihat oleh
penonton. Fisik peran sangat dipengaruhi oleh sosio budaya
dan letak geografis. Penulis lakon ketika menciptakan karakter
terkadang mendapatkan bahan dari sekelilingnya. Penulis
lakon terkadang memberi gambaran fisik peran secara samar
dan tidak mendetail. Tugas seorang pemeran adalah
mengadaptasi fisik peran tersebut menjadi menjadi fisik
pemeran sehingga bisa dimainkan. Misalnya, hasil analisis
karakter raja Lear adalah seorang raja Britania yang sudah tua
(berusia 80 tahun), berjenggot putih dan berambut putih,
kurus, dan mata sudah pudar. Kalau hendak memainkan

256
karakter tersebut berarti ada proses interpretasi, yaitu sosok
fisik orang Inggris menjadi sosok orang Indonesia, tingkat
kekurusan tubuh, warna kulit, tingkat warna putih pada rambut
dan jenggotnya, meskipun ini bisa dibantu dengan make-up.
Tetapi struktur tulang dan keseluruhan bentuk fisik ini yang
agak susah, maka bisa dibuat raja Lear versi Indonesia.
Kejiwaan. Kejiwaan seseorang sangat dipengaruhi oleh strata
sosial, tingkat pendidikan, budaya, pengalaman hidup, dan
pengendalian emosi. Kejiwaan ini menpengaruhi semua aspek
tingkah laku bahkan cara berkomunikasi. Interpretasi kejiwaan
peran dilakukan karena berhubungan dengan manusia yang
hidup dan memiliki jiwa. Tugas seorang pemeran adalah
menjadikan jiwa peran menjadi jiwanya sendiri. Proses ini
perlu adanya penyesuaian-penyesuaian atau bila perlu jiwa
peran tersebut diinterpretasikan secara lain karena proses
adaptasi. Misalnya, kejiwaan Raja Lear diinterpretasikan
bukan sebagai orang yang pemarah atau tingkat kemarahan
itu, tetapi disesuaikan dengan kemarahan orang yang
berpengaruh pada budaya asal pemeran. Hal ini bisa dan
diperbolehkan asal sesuai dengan konsep garap yang dibuat
oleh sutradara dalam keseluruhan pementasan.

5.4 Ingatan Emosi
Emosi secara umum memiliki arti proses fisik dan psikis yang
kompleks yang bisa muncul secara tiba-tiba dan spontan atau diluar
kesadaran. Kemunculan emosi ini akan menimbulkan respon pada
kejiwaan, baik respon positif maupun respon negatif. Emosi
mempengaruhi ekspresi. Emosi sering dikaitkan dengan perasaan,
persepsi atau kepercayaan terhadap objek-objek baik itu kenyataan
maupun hasil imajinasi.
Ingatan emosi adalah salah satu perangkat pemeran untuk bisa
mengungkapkan atau melakukan hal-hal yang berada diluar dirinya
(Suyatna Anirun, 1989). Sumber dari ingatan emosi adalah kajian pada
ingatan diri sendiri, dan kajian sumber motivasi atau lingkungan motivasi
yang bisa diamati. Ingatan emosi berfungsi untuk mengisi emosi peran
yang dimainkan. Seorang pemeran harus mengingat-ingat segala emosi
yang terekam dalam sejarah hidupnya, baik itu merupakan pengalaman
pribadi maupun pengalaman orang lain yang direkam. Dengan ingatan
emosi akan mudah memanggil kembali jika perlukan ketika sedang
memainkan peran tertentu.
Menurut Konstantin Stanislavsky ingatan emosi adalah ingatan
yang membuat pemeran menghayati kembali perasaan yang pernah
dirasakan ketika melihat suatu objek yang sama ketika menimbulkan
perasaan tersebut. Ingatan ini hampir sama dengan ingatan visual yang
dapat menggambarkan kembali secara batiniah sesuatu yang sudah
dilupakan, baik tempat maupun orang. Ingatan emosi dapat mengem-

257
balikan perasaan yang pernah dirasakan. Mula-mula rasa itu mungkin
tidak bisa diingat, tapi tiba-tiba sebuah kesan, sebuah pikiran, sebuah
benda yang dikenal mengembalikannya dengan kekuatan penuh.
Kadang-kadang emosi itu sama kuatnya dengan dulu, kadang-kadang
agak kurang, kadang-kadang perasaan yang sama dalamnya kembali
tetapi dalam bentuk yang agak berbeda (Stanislavsky, 1980).
Ingatan emosi dipengaruhi oleh waktu, karena waktu adalah
penyaring yang bagus untuk perasaan dan kenangan. Waktu juga
mengubah ingatan-ingatan yang realistik menjadi kesan. Misalnya, kita
melihat kejadian yang sangat luar biasa, maka kita akan menyimpan
ingatan kejadian tersebut tetapi hanya ciri-ciri yang menonjol dan yang
meninggalkan kesan, bukan detail-detailnya. Dari kesan tersebut akan
dibentuk suatu ingatan tentang sensasi yang mendalam. Sensasi-sensasi
yang disimpan tersebut akan saling mengait dan saling mempengaruhi
dan dijadikan sintesis ingatan. Sintesis ingatan inilah yang bisa dipanggil
kembali untuk keperluan pemeranan, karena bersifat subtansial dan lebih
jelas dari kejadian yang sebenarnya.
Memainkan sebuah peran sebenarnya memainkan diri sendiri.
Pemeran bekerja dengan tubuh dan jiwanya. Kalau pemeran sudah
kehilangan dirinya maka tidak akan dapat menghayati peran yang
dimainkan. Permainan yang tidak dilandasi oleh jiwa pemeran akan
memunculkan permainan yang palsu dan berlebih-lebihan. Stanislavsky
memberi sebuah rambu-rambu bagaimanapun kau bermain, betapa
banyak peranan yang kau mainkan, jangan sekalil-kali kau biarkan dirimu
mengecualikan penggunaan perasaanmu sendiri. Melanggar peraturan
ini sama saja artinya membunuh tokoh yang kau gambarkan, karena
dengan berbuat demikian kau merenggutkan daripadanya jiwa yang
berdebar, yang hidup, yang manusiawi, padahal ini merupakan sumber
penghayatan dan penghidupan sebuah peran yang sejati. Jadi, ada
anggapan yang salah selama ini bahwa untuk memerankan sebuah
peran, pemeran harus menghilangkan diri dan jiwanya untuk diganti
dengan diri dan jiwa peran.
Ingatan emosi dalam jiwa pemeran dapat dianalogikan dengan
sebuah almari atau loker tempat penyimpanan. Makin banyak atau makin
tajam ingatan emosi yang dimiliki maka semakin banyak bahan yang
dapat digunakan untuk berkreativitas. Jika ingatan emosi lemah atau
sedikit maka perasaan-perasaan yang dihasilkan tidak akan nyata dan
tidak berkarakter. Jika ingatan emosi tajam dan mudah untuk
diungkapkan, maka tidak akan kesulitan memindah-mindahkan ke
panggung dan memainkannya. Kalau simpanan ingatan emosi penuh,
maka untuk memainkan sebuah peran tidak membutuhkan teknik yang
macam-macam karena alam bawah sadar akan mewujudkannya. Emosi
adalah segala aktivitas yang mengekspresikan kondisi di sini dan
sekarang dari organisme manusia dan ditujukan ke arah duniannya di
luar. Emosi timbul secara otomatis dan terikat dengan aksi yang
dihasilkan dari konfrontasi manusia dengan dunianya. Pemeran tidak

258
menciptakan emosi karena emosi akan muncul dengan sendirinya
lantaran keterlibatannya dalam memainkan peran sesuai dengan naskah.
Latihan Ingatan emosi ini akan difokuskan pada latihan terhadap rasa
takut, marah, bahagia, sedih, malu, dan keinginan-keinginan serta
latihan achtungspiele (menceritakan nukilan-nukilan peristiwa atau
kegiatan yang telah lampau).

5.4.1 Latihan-Latihan Ingatan Emosi
a. Latihan Dengan Rasa
Duduk atau berdiri dengan santai, kemudian ingat emosi
kesedihan yang mendalam yang pernah dialami. Latihan
ini tidak menggambarkan kesedihan, tetapi mengingat-
ingat kesedihan yang pernah dialami.
Lakukan latihan ini dengan beragam emosi yang ada,
misalnya marah, gembira, malu, takut, bahagian dan lain-
lain.

b. Latihan Dengan Achtungspiele
Peserta duduk melingkar kemudian salah seorang duduk
di tengah untuk mempresentasikan atau menceritakan
kejadian yang dialami satu hari sebelumnya. Ceritakan
semua kegiatan sampai detil. Semakin detil cerita tersebut
semakin baik.
Lakukan latihan ini secara bergantian kemudian tingkatkan
waktu yangharus diingat, misalnya dua hari sebelumnya,
tiga hari sebelum. Semakin detail dan runtut cerita tersebut
semakin baik. Latihan lebih baik kalau ditambah dengan
ekspresi dan penghayatan yang dirasakan.

c. Latihan Dengan Game
Sesuatu Yang Anda Tidak Disukai
Dalam posisi duduk yang nyaman, bayangkan sesuatu
yang tidak disukai. Mungkin sesuatu itu ada di atas kepala,
di atas pundak, punggung atau dia menekan ke bawah.
Dapatkan bayangan yang jelas terhadap sesuatu (yang
tidak disukai tersebut). Di mana sesuatu itu dirasakan?
Adakan kontak dengannya, cobalah untuk melenyapkan.
Biarkan gerakan yang terjadi.

Catatan. Bayangan semacam ini biasanya akan
merangsang munculnya ingatan terhadap sebuah
pengalaman yang bisa membangkitkan emosi pribadi yang
kuat kepada seorang pemeran. Walaupun reaksi emosi
pribadi bukan tujuan utama seorang pemeran, tetapi hal
ini akan membantu anda untuk menemukan kesadaran
batin yang mendalam berkaitan dengan perasaan.

259



Lintasan Emosi
Buat dua kelompok dan masing-masing kelompok saling
berseberangan. Pembimbing menentukan emosi, misalnya
sedih maka kelompok A mengungkapkan emosi sedih dan
melintas menuju tempat kelompok B, sedangkan kelompok
B melintas menuju tempat kelompok A dengan emosi
sebaliknya. Lakukan latihan dengan emosi-emosi yang
lain.
Lakukan latihan ini dengan penghayatan dan ekspresif
serta jangan terburu-buru.

Tergesa-Gesa Dan Berhenti
Duduk atau berdiri, bayangkan anda merasakan perasaan
tergesa-gesa untuk menyelamatkan diri. Ekspresikan
perasaan tersebut dan jangan ditahan. Ekspresikan
perasaan ketakutan tersebut dan keinginan untuk
menyelamatkan diri tersebut. Biarkan tangan dan kaki
bergerak, kadang tergesa-gesa kemudian berhenti, atau
bergerak dengan hati-hati.

5.5 Irama
Irama dapat dirumuskan sebagai perubahan-perubahan yang
teratur dan dapat diukur dari segala macam unsur yang terkandung
dalam sebuah hasil seni, dengan syarat bahwa semua perubahan secara
berturut-turut merangsang perhatian penonton dan menuju ke tujuan
akhir si seniman (Harymawan, 1993). Irama yang di maksud disini adalah
irama permainan dalam teater. Pemeran dalam sebuah pertunjukan
harus menciptakan irama tersebut, karena pemeran adalah unsur utama
dalam teater. Irama dasar dari permainan pemeranan adalah
perkembangan watak dan cerita itu sendiri. Dengan adanya irama maka
pertunjukan tersebut tidak menjadi monoton, dan dapat memikat
perhatian penonton.
Latihan ini bertujuan untuk memberi variasi peran, variasi adegan
dan lain-lain agar tidak membosankan. Latihan irama bagi seorang
pemeran dapat dilakukan dengan melatih panjang atau pendek, keras
atau lemah, tinggi rendahnya dialog serta variasi gerak sehubungan
dengan timing, penonjolan bagian, pemberian isi, progresi dan pemberian
variasi pentas.
Pelatihan irama banyak ragamnya, yaitu irama suara, irama gerak
tubuh dan irama dari lakon. Irama dalam suara dapat ditempuh dengan
latihan pernafasan, latihan intonasi, artikulasi dan emosi pada dialog.
Tanpa persedian udara yang cukup dan penggunaannya yang efisien,
irama ucapan seorang aktor akan terbatas, susah menahan panjangnya

260
ucapan, dan tidak dapat mengatur nada ekspresi yang dituntut peran
yang dimainkan. Ketegangan yang ada pada pita suara dan penggunaan
yang tidak efisien ruang pengatur resonansi akan membuang persediaan
napas yang ada dengan sia-sia. Ketengangan di area tenggorokan juga
akan sangat mempengaruhi pita suara dan menghalangi proses
pernafasan.
Latihan irama atau ritme bukan hanya sekedar latihan tempo
(cepat atau lambat) atau beat dialog, tetapi juga variasi dari tempo atau
beat sehingga memberi penekanan kata. Beat adalah kesatuan terkecil
dari arti kalimat dalam dialog. Dalam latihan ini, penekanan kata
dilakukan dengan cara membuat kontras ucapan. Variasi penekanan
akan memberikan fokus dan penekanan pada kata-kata tertentu,
gambaran-gambaran tertentu, atau pada elemen-elemen dialog tertentu
sehingga arti yang dimaksud dapat sampai.
Latihan irama dalam gerak tubuh sangat dipengaruhi oleh irama
batin seorang pemeran. Semakin emosional seorang pemeran semakin
tidak terkontrol gerakan-gerakan tubuhnya. Untuk melatih irama batin
seorang pemeran bisa ditempuh dengan yoga atau relaksasi. Kemudian
sering mendengarkan irama-irama musik yang berlainan, bisa musik
klasik, musik jass dan musik-musik yang lain. Dengan membiasakan
didiri mendengarkan irama-irama tersebut, maka batin juga akan
berirama dan ini mempengaruhi irama gerakan-gerakan tubuh.
Fungsi latihan ini adalah dapat membimbing calon pemeran untuk
membentuk karakter peran. Penulis naskah biasanya memberikan ritme
atau irama itu terkandung dalam dialog, sehingga cocok dengan
kepribadian dan emosi peran. Emosi biasanya membuat perubahan pada
ketegangan otot dan ini mempunyai efek langsung pada cara pemeran
bicara. Dengan demikian ritme atau irama berhubungan langsung dengan
keadaan emosional dan organ sumber suara pemeran. Ketika seorang
pemeran mengerti ritme atau irama dan mengucapkan dialog yang ditulis
oleh penulis naskah, maka pemeran dapat merasakan dan
mengekspresikan kata-kata tersebut.


5.6 Pendekatan Karakter Peran
Ketika seorang pemeran mendapatkan peran yang akan
dimainkan, maka tugas pemeran adalah menciptakan dan memainan
peran tersebut. Bahan penciptaan peran adalah seluruh diri pemeran dan
pendekatan memainkan peran tersebut sesuai dengan pendekatan yang
di ajukan oleh Rendra yaitu pendekatan secara imajinatif dan pendekatan
secara terperinci. Pendekatan imajinatif adalah pendekatan yang spontan
dan otomatis. Seakan-akan dengan sekali membaca, pemeran sudah
bisa menangkap peran yang akan dimainkan. Pendekatan ini bisa terjadi
kalau perasaan pemeran peka, kecerdasanya tinggi dan intuisinya
terhadap peran sangat tajam (Rendra; 1985).

261
Pendekatan secara terperinci adalah pendekatan yang dilakukan
dengan mengumpulkan keterangan-keterangan mengenai peran, lalu
meneliti dan menguraikan keterangan-keterangan kemudian menyim-
pulkannya. Pendekatan ini adalah pendekatan yang sangat dasar yang
dilakukan oleh seorang pemeran. Pendekatan dan cara kerja ini oleh
Rendra disebut dengan jembatan keledai. Urutan kerjanya adalah
sebagai berikut.

5.6.1 Mengumpulkan Tindakan Pokok Peran
Langkah ini bertujuan untuk mengetahui tindakan apa saja yang
dilakukan oleh peran terhadap perkembangan perannya sendiri maupun
perkembangan lakon tersebut. Kalau dalam teater daerah tindakan pokok
peran ini ditentukan oleh sutradara. Misalnya, peran adipati, tindakan
pertama adalah memimpin pertemuan agung, kemudian dia mendapat
laporan tentang kerusuhan yang terjadi di wilayah kedipaten tersebut.
Tindakan kedua adalah memimpin memberantas kerusuhan tersebut dan
mendaptkan rintangan-rintangan. Tindakan ketiga adalah mengatasi
rintangan tersebut dengan berbagai cara. Tindakan keempat adalah
menerima kenyataan tindakan tersebut baik berupa kekalahanmaupun
kemenangan.
Sedangkan pada teater yang berdasarkan pada naskah lakon
maka tindakan pokok peran ini dasar analisisnaskah tersebut. Misalnya:
peran Raja Lear, tindakan pertama adalah membagi kerajaannya dan
mengharapkan pujian dari anak-anaknya. Tindakan kedua adalah
menghadapi kenyataan bahwa anak-anaknya tidak sesuai dengan
harapannya. Tindakan ketiga adalah bagaimana Raja Lear keluar dari
kerajaannya dan hidup menderita. Tindakan keempat adalah bagaimana
dia menjadi gila dan ingin balas dendam terhadap putri-putri yang
mengusirnya.
Tindakan kelima adalah bagaimana Raja Lear menghadapi
kenyataan bahwa akan bertemu dengan putri tercintanya tetapi kemudian
mati dipelukannya. Tindakan pokok peran ini akan mengarahkan
pemeran tentang bagaimana cara memainkan peran tersebut sesuai
dengan perkembangan peran dalam lakon.

5.6.2 Mengumpulkan Sifat dan Watak Peran
Langkah ini bisa ditempuh dengan menganalisis sifat dan watak
peran dalam naskah lakon. Setelah mendapatkan semua bahan
kemudian dihubungkan dengan tindakan-tindakan pokok yang harus
dikerjakan, kemudian ditinjau mana yang memungkinkan ditonjolkan
sebagai alasan untuk tindakan-tindakan peran. Misalnya, peran Raja
Lear, mempunyai sifat yang suka dipuji, tidak suka dibantah, berwibawa,
pemarah, keras kepala, pandai, suka mengutuk, sudah pikun,
pendendam, dan galak.
Sifat-sifat ini kemudian dihubungkan dengan tindakan-tindakan
pokoknya. Ketika raja Lear membagi kerajaannya berdasarkan dari pujian

262
dari putri-putrinya, dan salah satu putrinya tidak memuji, maka Raja Lear
murka dan memutuskan hubungan keluarga. Paduan antara sifat peran
dan tindakan pokok inilah yang harus dimainkan oleh pemeran dan
seolah-olah itu adalah sifat dan tindakan pemeran.

5.6.3 Mencari Penonjolan Karakter
Mencari bagian-bagian dalam naskah yang memungkinkan untuk
ditonjolkan dari peran tersebut. Langkah ini dilakukan untuk memberi
gambaran sifat peran yang akan dimainkan. Misalnya, peran Raja Lear
adalah gambaran dari orang yang suka dipuji, maka seorang pemeran
harus menonjolkan sifat itu ketika ada kesempatan dalam suatu adegan.
Penonjolan ini bisa digambarkan dengan pose tubuh, tingkah laku, cara
bebicara, dan ekspresi muka.

5.6.4 Mencari Makna Dialog
Mencari makna dari dialog-dialog peran. Dialog-dialog peran
terkadang menggunakan bahasa sastra atau kiasan yang mempunyai
makna tersirat. Tugas seorang pemeran adalah mencari makna yang
tersirat tersebut sehingga dimengerti. Kalau memahami makna kata
tersebut, maka dapat mengekspresikan baik lewat bahasa verbal maupun
bahasa tubuh.

Misalnya, dialog Raja Lear di bawah ini.

Begitu? Nah, kejujuranmu hendaknya
Jadi maskawinmu ! Demi sinar suci surya
Demi hikmah Hecate yang gelap, demi
Khasiat falak yang memangku hidup dan mati
Sekarang kulempar tiap kewajiban orang tua,
Tiap pertalian keluarga dan darah; mulai kini
Sampai selamanya kaulah asing bagiku dan bagi
Hatiku. Orang Scyth yang biadab,
Orang yang melulur anaknya sendiri
Agar puas laparnya, dia sama dekatnya
Ke hatiku untuk belas dan bantuanku, dengan kau, bekas anakku.

(dikutip dari Raja Lear karya William Shakespeare, terjemahan Trisno
Sumardjo)

Kutipan dialog di atas menunjukkan karakter Raja Lear yang
keras, penuh nafsu, mudah naik darah, dan tidak bijaksana. Anak yang
disayanginya menjadi tidak diakui lagi bahkan sangat asing baginya.
Sampai Raja Lear mengibaratkan bagai orang Scyth yang tega
memakan anaknya sendiri sebagai pemuas rasa laparnya.




263


5.6.5 Menciptakan Gerak Ekspresi
Menciptakan gerakan-gerakan dan ekspresi peran. Langkah ini
bisa dilakukan ketika pemeran benar-benar merasakan gejolak batin atau
emosi ketika mengucapkan dialog. Kalau pemeran tidak merasakan itu,
maka gerak dan ekspresi yang timbul bersifat klise atau dibuat-buat.

Misalnya, dialog Raja Lear di bawah ini.

Begitu? Nah, kejujuranmu hendaknya
Jadi maskawinmu ! Demi sinar suci surya
Demi hikmah Hecate yang gelap, demi
Khasiat falak yang memangku hidup dan mati
Sekarang kulempar tiap kewajiban orang tua,
Tiap pertalian keluarga dan darah; mulai kini
Sampai selamanya kaulah asing bagiku dan bagi
Hatiku. Orang Scyth yang biadab,
Orang yang melulur anaknya sendiri
Agar puas laparnya, dia sama dekatnya
Ke hatiku untuk belas dan bantuanku, dengan kau, bekas anakku.

(dikutip dari Raja Lear karya William Shakespeare, terjemahan Trisno
Sumardjo)

Ketika mengucapkan, Begitu? Nah, kejujuranmu hendaknya jadi mas
kawinmu posisi masih duduk, tetapi ditambah menoleh kearah Cordelia.
Kemudian mulai berdiri dan menghadap ke depan agak menengadahkan
kepala ketika mengucapkan, Demi sinar suci surya dan seterusnya.
Terus melihat Cordelia ketika mengucapkan, mulai kini sampai
selamanya kaulah asing bagiku dan hatiku. Gerak-gerakan dan ekspresi
yang diciptakan harus mendukung dialog-dialog yang diucapkan. Kalau
gerak dan ekspresi itu tidak mendukung maka dialog yang diucapkan dan
gerakan yang diciptakan tidak akan berkualitas. Jadi gerakan dan
ekspresi yang diciptakan harus mendukung apa yang diucapkan, begitu
juga sebaliknya ucapan yang dilontarkan harus mendukung gerak dan
ekspresi.

5.6.6 Menemukan Timing
Menemukan timing yang tepat, baik timing gerakan maupun
timing dialog. Langkah selanjutnya adalah mulai menganalisis dialog
peran dengan cara membagi dialog tersebut menjadi bagian-bagian kecil
yang disebut dengan beat. Beat adalah satuan terkecil dari dialog yang
mengandung satu permasalahan. Fungsi dari langkah ini adalah untuk
mengetahui makna yang sebenarnya dari dialog tersebut. Kalau sudah
diketahui, maka bisa diucapkan dengan timing yang tepat serta
dipertegas dengan gerakan.

264

Misalnya, dialog antara Regan dan Oswald pada lakon Raja Lear karya
William Shakespeare.

REGAN : Tentara Iparku sudah di medan?
OSWALD : Sudah, Nyonya.
REGAN : Dia sendiri memimpin?
OSWALD : Ya, Terpaksa, tapi Kakak nyonya lebih berjiwa
prajurit.

REGAN : Edmun tak berjumpa tuanmu di rumahnya?
OSWALD : Memang tidak.
(dikutip dari Raja Lear karya William Shakespeare, terjemahan Trisno
Sumardjo)


Dialog nomer 1 sampai dengan nomer 4 adalah satu beat karena
mengandung satu permasalahan pembicaraan, sedang dialog di
bawahnya sudah beda permasalahan. Kalau pemeran mengetahui beat
ini maka dia bisa merancang kapan dialog tersebut diberi tekanan untuk
mempertegas makna dan kapan bergerak. Jadi ucapan-ucapan yang
disampaikan mengandung makna dan gerakan-gerakan dan ekspresi
yang diciptakan bisa mendukung makna dari ucapan.

5.6.7 Mempertimbangkan Teknik Pengucapan
Langkah ini dilakukan untuk memberikan tekanan dan penonjolan
watak peran. Setelah dialog dalam beat dibagi-bagi, maka tinggal
mempertimbangkan bagaimana cara mengucapkan dialog tersebut.
Apakah mau diberi tekanan pada salah satu kata, diucapkan dengan
dibarengi gerak, diucapkan dulu baru bergerak, atau bergerak dulu baru
diucapkan. Harus diingat bahwa pemberian tekanan pada dialog atau
gerak-gerak yang diciptakan harus mempunyai tujuan yaitu
penggambaran watak peran yang dimainkan.

5.6.8 Merancang Garis Permainan
Permainan teater dibangun berdasarkan hukum sebab akibat atau
aksi dan reaksi. Aksi dan reaksi pemeran iakan menggerakkan plot.
Dengan demikian lakon akan berjalan sesuai dengan rancangan yang
dibuat oleh penulis lakon dan sutradara. Pemeran juga berkewajiban
membuat rancangan garis permainan di atas pentas sehingga setiap
peran mengalami perkembangan menuju titik klimaks. Garis permainan
hampir sama dengan tangga dramatik lakon. Tindakan-tindakan peran
yang kuat dihubungkan dengan gambaran watak peran yang kuat pula.

265
Misalnya, rancangan garis permainan dari peran Raja Lear pada lakon
Raja Lear Karya William Shakespeare.
Pada awalnya Raja Lear sangat bijaksana dan tindakannya penuh
dengan perhitungan, kemudian mulai ada kenaikan emosi dan tindakan
yang menguat karena ada penentangan. Tingkat emosi dan tindakan
Raja Lear kembali datar tetapi dengan bergulirnya lakon garis permainan
mulai mengalami kenaikan dan terus naik sampai klimak pada saat
mengetahui bahwa anak yang paling disayang mati. Setelah sampai pada
klimaks maka tingkat emosional dan tindakan-tindakan Raja Lear
semakin menurun sampai akhirnya mengalami kematian.

5.6.9 Mengkompromikan Rancangan Peran
Rancangan peran yang telah ditentukan oleh pemeran
selanjutnya dikompromikan dengan sutradara. Tugas utama seorang
pemeran adalah merancangkan dan menciptakan peran yang akan
dimainkan. Perancangan peran yang diciptakan dari hasil analisis peran,
observasi, dan interpretasi harus dikompromikan dengan sutradara.
Sedetail apapun rancangan peran yang diciptakan tetapi tetap harus
kompromi dengan imajinasi dan rancangan sutradara sebagai perangkai
dari keseluruhan artistik di atas pentas. Misalnya, merancang peran Raja
Lear, secara fisik sesuai dengan penggambaran peran dalam naskah
lakon, secara psikologis sesuai dengan analisis, cara bergerak dan bicara
sesuai dengan imajinasi. Rancangan ini kemudian dipadukan dengan
rancangan peran Raja Lear yang dibuat oleh sutradara. Hasil dari
perpaduan ini memunculkan peran Raja Lear tetapi suaranya kurang
berat dari rancangan, atau gerakannya kurang perkasa meskipun sudah
tua dan lain-lain. Hasil perpaduan dengan sutradara inilah yang akan
dimainkan.

5.6.10 Menciptakan Bisnis Akting dan Blocking
Bisnis akting adalah gerakan-gerakan kecil yang diciptakan untuk
mendukung gambaran peran yang dimainkan. Bisnis akting ada yang
dipengaruhi emosi bawah sadar, tetapi ada juga yang diciptakan dengan
kesadaran. Gerakan bawah sadar dipengaruhi oleh keadaan emosi jiwa
pemeran. Terkadang sangat merugikan tetapi bisa juga sangat
menguntungkan kalau gerakkan tersebut sesuai dengan emosi peran.
Misalnya, gerakan memasukan tangan dalam saku, bersedekap,
menaruh kedua tangan di belakang tubuh. Bisnis akting harus disadari
dan diciptakan oleh pemeran agar gerakan ini bisa menjadi suatu ciri
khas dari peran tersebut. Misalnya, peran yang dimainkan mempunyai
kelainan pada mata, maka gerakan-gerakan yang mendukung pada
kelainan mata tersebut harus diciptakan.
Blocking adalah pengaturan posisi pemeran di atas panggung.
Dalam membuat blocking seorang pemeran harus sadar terhadap ruang
karena posenya akan dinikmati oleh penonton. Pemeran juga harus
mengetahui harga area panggung yang biasa dalam sembilan area atau

266
dua belas area permainan. Dalam pembuatan blocking ini seorang
pemeran harus berkoordinasi dengan sutradara, karena dia juga berhak
dan mempunyai tujuan tertentu atas penempatan posisi pemeran dalam
pementasan.

5.6.11 Menghidupkan Peran Dengan Imajinasi
Setelah tahapan kerja dalam memerankan karakter di atas, maka
tinggal memainkan karakter tersebut dalam sebuah latihan bersama.
Dalam memainkan karakter ini akan terasa kering dan tidak hidup ketika
tidak melibatkan imajinasi. Proses imajinasi bisa dilakukan dengan jalan
memusatkan pikiran dan perasaan kepada pikiran dan perasaan peran
yang dimainkan.
Setiap detail dari karakter peran yang akan dimainkan, diciptakan
melalui imajinasi. Gambaran tokoh mulai dari penampilan fisik harus
diciptakan dengan jelas. Semua gambaran imajinasi tentang tokoh benar-
benar dibangun dan senantiasa dimasukkan dalam pikiran, sehingga
seolah-olah tokoh tersebut dikenal dengan baik. Semakin sering imajinasi
ini dibangun dengan konsisten maka semakin yakin bahwa pemeran
adalah tokoh tersebut. Keyakinan ini akan membawa pengaruh besar
dalam penampilan di atas panggung.
Setelah gambaran fisik tokoh lekat dalam pikiran maka kemudian
gambaran kejiwaan tokoh tersebut harus diciptakan. Setiap detil watak
atau sikap yang mungkin akan diambil oleh tokoh dalam satu persoalan
benar-benar diangankan. Perubahan perasaan dan mental tokoh dalam
setiap persoalan yang dihadapi harus benar-benar dirasakan. Dengan
merasakan dan memikirkan jiwa peran, maka perasaan dan pikiran peran
tersebut menjadi satu dengan jiwa dan muncullah sebuah permainan
yang menyakinkan. Apabila penonton bisa dinyakinkan dengan
permainan, maka komunikasi yang terjadi antara penonton dan tontonan
menjadi lancar.

5.6.12 Mengasah Faktor Ilham dan Imajinatif
Langkah kerja dalam memerankan karakter yang telah disebutkan
di atas adalah langkah kerja secara teknis dan permainan yang teknis
adalah permainan yang tidak hidup. Untuk menghidupkan peran yang
dimainkan dibutuhkan faktor ilham dan imajinasi. Kedua faktor ini
berhubungan dengan bakat. Apabila kurang berbakat maka pemeran
hanya sampai pada jembatan keledai tersebut. Faktor bakat ini hanya
bisa di atasi dengan kerja keras. Dengan kerja keras dan latihan
berulang-ulang akan memunculkan suatu insting. Insting inilah yang
dibutuhkan untuk menggantikan bakat.

267
5.7 Melaksanakan Pemeranan
Tahap terakhir yang harus dilalui seorang aktor adalah
memainkan peran. Setelah melakasanakan latihan dasar, latihan teknik,
dan memahami karakter peran yang dimaksud, seorang aktor kemudian
mengaktualisasikan dirinya ke dalam peran yang dia mainkan. Tingkatan
tertinggi seorang aktor dalam bermain peran adalah ketika sifat dan
karakter pribadinya tidak bercampur atau mempengaruhi karakter peran
yang dimainkan. Meskipun hal ini sangat sulit untuk dilakukan, akan
tetapi seorang aktor harus memompa dirinya untuk mencapai tujuan
tersebut. Pelaksanaan pemeranan karakter dalam teater selaian
dipengaruhi oleh karakter itu sendiri juga dipengaruhi oleh bentuk teater
yang dimainkan. Eksplorasi dan aktualisasi diri yang dilakukan seorang
aktor akan berbeda ketika ia memainkan pantomim dan monolog. Di
bawah ini akan disampaikan wujud pelaksanaan pemeranan mulai dari
pantomim, monolog, mendongeng, fragmen, drama pendek hingga
drama panjang.


5.7.1 Pantomim
Pantomim pada awalnya berfungsi untuk mengisi waktu luang atau
waktu jeda pada waktu pementasan teater yang memakan waktu yang
panjang. Nama pantomim ini diberikan oleh orang-orang Yunani dan
Romawi untuk menyebutkan pertunjukan yang berisi tarian dan gerak-
gerak tubuh yang lucu untuk menimbulkan gelak tawa penonton. Tetapi
pada perkembangan selanjutnya, pantomim menjadi suatu seni
tersendiri. Jadi, pantomim adalah seni menyatakan bermacam-macam
gagasan dengan menggunakan bahasa gerak tubuh tanpa media kata-
kata atau bahasa verbal. Para pemain pantomim mengekspresikan diri
melalui isyarat gerak tubuh dan wajah yang ekspresif. Bagi seorang
pemeran, pantomim mempunyai tujuan untuk mengembangkan gerak
badaniah yang luwes dan ekspresif.
Selain latihan dasar olah tubuh, latihan dasar pantomim secara
khusus harus dilakukan oleh calon pemeran. Latihan khusus ini mengacu
pada ekspresi wajah, badan, dan gerak-gerak imajiner. Dalam latihan
ekspresi wajah, pemeran dapat mengeksplorasi kemungkinan-
kemungkinan yang dapat dilakukan oleh wajahnya. Melakukan berbagai
macam ekspresi dengan mata, bibir, mulut, kerut dahi, gigi, alis dan
seluruh bagian wajah yang bisa digerakkan.
Setiap sendi pun harus dilatih. Seluruh anggota badan dieksplorasi
sehingga gerak dan ekspresi melalui tubuh dapat dilakukan. Dengan
menggunakan bahasa gerak, maka pantomim memiliki kemungkinan
ungkap yang lebih menarik. Setiap gerak dan ekspresi manusia dapat
ditirukan dan dijadikan stimulasi gagasan kreatif. Karena sifatnya yang
imajinatif, maka seluruh aktifitas yang dilakukan harus mampu ditangkap
maksudnya oleh penonton. Oleh karena itu latihan dengan benda
imajiner dapat dilakukan, seperti di bawah ini:

268
Latihan dimulai dengan benda-benda nyata, misalnya
memegang sesuatu. Lakukan latihan memegang benda-benda
tersebut sampai menemukan dan hafal dari bentuk benda
tersebut. Mulailah dengan benda bulat terlebih dahulu. Hal ini
akan memudahkan karena persendian juga memiliki bentuk
bulat sehingga gerak melingkar lebih mudah dilakukan.
Latihan gerakan menentukan ukuran benda, misalnya ukuran
bola kecil, sedang, dan besar. Lakukanlah secara bertahap
dengan benda yang lainnya. Semua masih dilakukan dengan
benda yang nyata.
Latihan kemudian dilanjutkan tanpa ada benda (benda imajiner).
Ingat kembali benda nyata yang pernah dipakai untuk latihan,
mulai dari bentuk dan ukurannya.
Latihan dengan benda imajeiner dan mempertimbangkan gaya
gravitasi, misalnya berat benda tersebut. Mulailah dengan
benda yang ringan.

Menirukan dan memperbesar atau memperkecil gerak manusia,
binatang atau benda di sekeliling juga sangat penting:
Tirukan gerakan-gerakan yang ada disekitar kita, misalnya
gerakkan teman, orang-orang, kendaraan, hewan yang ada
disekitar kita. Tirukan gerakan itu semirip mungkin.
Perbesarlah gerak yang dilakukan, misalnya gerak orang
mendorong sesuatu. Lakukanlah gerak tersebut seolah-olah
mendorong sesuatu yang berat sekali. Kombinasikan dengan
ekspresi wajah yang juga dilebih-lebihkan.
Dalam satu kesempatan ubahlah benda berat tersebut menjadi
sangat ringan.
Latihan memperbesar dan memperkecil gerakan harus
dilakukan berulang-ulang. Karena hanya menggunakan bahasa
gerak dan ekspresi wajah maka kontras gerak dan ekspresi
akan sangat menarik

Untuk mengetahui berhasil tidaknya latihan-latihan yang dilakukan
perlu kiranya merancang sebuah cerita sederhana tentang aktivitas
manusia. Lakukan cerita tersebut dengan pantomim di hadapan
penonton. Jika maksud dari aktivitas yang dilakukan dapat dipahami oleh
penononton, maka bisa dikatakan bahwa percobaan itu berhasil. Tetapi
keberhasilan itu bukan sepenuhnya karena dalam pantomim pun juga
mengenal penghayatan. Artinya gerak, ekspresi dan segala aktivitas yang
dilakukan tidak hanya sekedar dipahami oleh penonton tetapi juga
mampu membawa penonton larut. Untuk itu, percobaan atau show case
perlu dilakukan berulang-ulang.



269
5.7.2 Monolog
Monolog adalah percakapan aktor seorang diri. Pada mulanya,
monolog merupakan salah satu bentuk latihan bagi seorang aktor. Dalam
sebuah naskah drama biasanya terdapat pembicaraan panjang seorang
tokoh di hadapan tokoh lain, dan hanya ia sendiri yang berbicara.
Cakapan tokoh inilah yang disebut monolog dan karena panjangnya
cakapan, maka emosi perasaan dan karakter tokoh itu pun berubah-ubah
sesuai dengan pokok pembicaraan. Perubahan emosi dan karakter inilah
yang coba dilatihkan oleh aktor. Dinamika perbahan tersebut sangat
menarik dan menantang untuk dimainkan.
Daya tarik permainan aktor dalam latihan monolog melahirkan
permainan monolog secara mandiri. Pengarang menciptakan cerita
monolog yang lepas dan bukan lagi merupakan bagian dari sebuah
lakon. Permainan aktor seorang diri ini akhirnya berkembang menjadi
satu bentuk pertunjukan teater. Kreasi monolog terus berkembang hingga
munculnya soliloquy dan monoplay. Jika dalam monolog, aktor berpura-
pura atau sedang berada di hadapan tokoh atau orang lain, maka dalam
soliloquy tokoh tampil sendirian di atas panggung sehingga ia bisa
dengan bebas mengungkapkan isi hatinya, rahasia-rahasia hidupnya,
harapan-harapannya, dan bahkan rencana jahatnya. Sementara itu
dalam monoplay, aktor harus bermain drama seorang diri. Kadang ia jadi
tokoh tertentu tapi pada satu saat ia menjadi tokoh yang lain.
Dengan bermain seorang diri, aktor dituntut untuk bermain secara
prima. Eksplorasi yang dilakukan tidak hanya tertuju pada satu karakter
atau satu ekspresi tetapi semua karakter dan ekspresi yang ada dalam
cerita harus ditampilkan secara proporsional. Perpindahan dan
perbedaan antara karakter satu dan lainnya harus jelas. Oleh karena itu,
aktor betul-betul harus mempersiapkan diri dan mengerahkah segala
kemampuannya untuk bermain monolog.


5.7.3 Mendongeng
Mendongeng (story telling) adalah salah satu bentuk aplikasi dari
melaksanakan pemeranan. Kegiatan mendongeng ini bisa disejajarkan
dengan monoplay, yaitu bermain teater seorang diri. Perbedaannya,
mendongeng tidak dilakukan secara teatrikal. Mendongeng dapat
dilakukan tanpa media apapun. Hanya aktor dan cerita. Karena tidak ada
media maka kekuatannya adalah pada imajinasi. Jika aktor mampu
menghadirkan kenyataan imajiner secara meyakinkan maka penonton
akan senang dan puas. Narasi yang disampaikan harus benar-benar
nampak nyata bagi pikiran penonton. Oleh karena itu permainan irama,
intonasi, dan kecakapan memberikan tekanan emosi pada suara perlu

270
diperhatikan. Perbedaan karakter suara tokoh-tokoh dalam dongengpun
harus benar-benar nyata.
Untuk menambah menarik penampilan, pendongeng terkadang
juga menggunakan media apakah itu boneka, gambar, atau yang lainnya.
Dalam hal ini selain mengolah suaranya, pendongeng harus trampil
menggunakan media yang ada. Jika ia menggunakan boneka maka
boneka tersebut harus benar-benar nampak hidup, bertingkah laku dan
berbicara sesuai karakternya. Media dapat menguatkan cerita yang
dimaksud. Dapat menjelaskan gambaran karakter atau peristiwa yang
dikehendaki. Akan tetapi, jika tidak digunakan dengan baik media justru
akan membawa kesulitan tersendiri bagi pendongeng. Jadi, gunakan
media sebaik mungkin.


5.7.4 Memainkan Fragmen
Secara harfiah fragmen berarti bagian dari cerita yang
memperlihatkan satu kesatuan. Meskipun merupakan bagian dari sebuah
cerita, fragmen tetap memiliki pesan tertentu yang hendak disampaikan
serta mempunyai jalinan cerita yang utuh dan selesai. Artinya, fragmen
dapat dijadikan sebuah pementasan tersendiri tanpa harus menunggu
kelanjutan cerita berikutnya. Dengan pengertian bahwa fragmen dapat
berdiri sendiri maka naskah-naskah fragmen sengaja diciptakan tanpa
harus mengambil atau mencupliknya dari bagian sebuah cerita.
Biasanya, naskah fragmen diciptakan untuk tujuan tertentu,
seperti studi kasus dari sebuah pelajaran atau untuk kepentingan latihan
peran. Sebagai studi kasus, misalnya dalam pelajaran psikologi, maka
fragmen diciptakan secara khusus untuk menjelaskan atau
merekonstruksi satu kondisi tertentu yang sesuai dengan pokok
permasalahan yang dihadapi. Dalam latihan peran, fragmen diciptakan
untuk melatihkan teknik pemeranan tertentu kepada para pemeran.
Fragmen berdasar ceritanya hanya memiliki konflik tunggal dan
perwatakan tokoh yang sederhana. Plot atau alurnya tidak bercabang
serta durasi yang diperlukan tidaklah lama. Akan tetapi dalam kaitannya
dengan latihan peran maka karakter pemain atau watak peran
mendapatkan perhatian lebih.
Dengan demikian, fungsi fragmen dalam latihan peran lebih
ditekankan sebagai studi (satu jenis) karakter. Pemahaman pemeran
terhadap karakter tokoh yang diperankan serta teknik-teknik dasar yang
mendukung pemeranan karakter dapat dilatihkan. Karena konflik yang
tunggal serta sifat karakter yang datar (flat character) maka pemeran
dapat mencobakan kemampuannya bermain dalam satu karakter
tertentu. Segala macam bentuk ekspresi dari satu karakter dalam satu
jalan cerita dapat dicobakan. Misalnya; karakter penyabar, maka
pemeran dapat melakukan beragam ekspresi yang berkaitan dengan
kesabaran selama hal itu tidak lepas dari alur cerita dan pesan yang

271
hendak disampaikan. Untuk itu, naskah yang akan diekspresikan sebisa
mungkin dipahami serta dihapalkan dengan baik terlebih dahulu.


5.7.5 Memainkan Drama Pendek
Drama pendek adalah drama yang memiliki konflik tunggal
dengan durasi yang tidak terlalu lama. Contoh drama pendek adalah
lakon Arwah-arwah karya W.B Yeats, Nyanyian Angsa, Penagih Hutang,
Kisah Cinta Hari Rabu karya Anton Chekov, dan Pagi Bening karya
Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero. Konflik yang disampaikan dalam
naskah-naskah tersebut terbilang sederhana dan alurnya juga satu arah.
Karakter yang ditampilkan juga tidak mengalami perubahan watak secara
tajam.
Dengan kondisi seperti ini, aktor lebih fokus pada satu watak dari
tokoh yang ia perankan. Jika terdapat perubahan watak dipastikan tidak
terlalu berbeda dengan watak dasar karakter tokoh. Meskipun demikian,
aktor juga harus memperhatikan lawan mainnya, karena dalam drama
pendek pertemuan antara karakter satu dengan yang lainnya bisa
berlangsung lama. Aksi dan reaksi antarkarakter inilah yang membuat
drama lebih hidup. Jika aktor yang satu berperan sangat baik tetapi yang
lain tidak maka permainan akan timpang dan makna pesan menjadi
kabur. Proses persinggungan antarkarakter menjadi sangat penting. Oleh
karena itu, tempo, dinamika, dan kontras harus bisa disajikan secara
proporisonal oleh aktor.
Waktu yang pendek bisa menjadi keuntungan di satu sisi tetapi
juga bisa merugikan di sisi lain. Jika drama berjalan dalam tempo yang
terlalu capat maka persoalan yang disajikan akan mudah dilupakan. Akan
tetapi jika drama berjalan dalam tempo yang terlalu lambat akan terasa
mendatar karena tidak adanya perubahan watak yang tajam dari para
tokoh peran. Aksi-reaksi yang wajar perlu diperhatikan. Reaksi yang baik
dapat dicapai jika aktor benar-benar memperhatikan dan menghormati
lawan mainnya. Aktor yang hanya memikirkan aksinya seorang diri tidak
dapat memberikan reaksi yang wajar. Reaksi yang tidak wajar akan
mempengaruhi aksi dan reaksi berikutnya. Drama pendek, merupakan
materi yang paling baik bagi aktor untuk mempelajari aksi dan reaksi
antarkarakter.


5.7.6 Memainkan Drama Panjang
Drama panjang atau full play seperti lakon-lakonnya Shakespeare
dan Ibsen membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Segala kemampuan
aktor yang telah dilatihkan bisa diterapkan. Karakter peran utama dan
peran pembantu utama dalam drama panjang biasanya memiliki
perubahan watak. Perubahan ini harus bisa ditampilkan dengan baik dan
wajar oleh aktor. Perubahan watak bisa saja terjadi secara graduatif
tetapi bisa juga kontras. Dalam perjalanan lakon, perubahan graduatif ini

272
terjadi sebelum konflik mencapai klimaks dan kontras akan terjadi pada
saat turning point dimna pihak tertindas mulai bangkit untuk melawan.
Aktor harus bisa memainkan perubahan ini dengan baik. Jika
tidak cermat, maka perubahan watak tokoh yang berlangsung pelan-
pelan tidak nampak dan ketika terjadi perubahan tajam akan terlihat over.
Selain itu, tingkat aksi dan reaksi dalam drama panjang juga bertambah
baik jumlah maupun intensitasnya. Kemungkinan aktor utama untuk
bertemu dengan banyak karakter lebih besar sehingga setiap aksi dan
reaksi yang dilakukan terhadap karakter lain pun menjadi beragam.
Dalam Hamlet karya Shakespeare, aksi dan reaksi Hamlet ketika
berbicara dengan Ibunya akan sangat berbeda dengan ketika berbicara
dengan ayah angkatnya. Dalam hal ini, penonton akan diberitahu
kedekatan dan perasaan Hamlet terhadap ayah dan ibunya.
Jika seorang aktor tidak dapat berperan dengan baik ketika
menjadi Hamlet, maka perasaan-perasaan itu tidak akan terlihat. Semua
akan tampak sama. Dan pada saatnya Hamlet berpura-pura gila, kondisi
itu akan terlihat sangat kontras sehingga tampak over. Hal ini karena
perubahan graduatif tidak diperlihatkan setiap saat, sehingga perubahan
mendadak yang terjadi secara tiba-tiba akan membingungkan penonton.
Dalam kasus Hamlet, banyak perubahan watak graduatif yang bisa
ditampilkan. Saat ia sedih kehilangan ayahnya, saat ia muak melihat
ayah tirinya yang tidak lain adalah pamannya sendiri, saat a ditemui
arwah ayah kandungnya dan saat ia mengetahui rencana jahat ayah
angkatnya. Semua itu ditampillkan sebelum Hamlet berpura-pura gila.
Jika perubahan-perubahan kecil dari sikap Hamlet itu bisa disajikan
dengan apik maka pada saat ia berpura-pura gila akan terlihat pas dan
wajar. Dengan drama panjang, aktor harus mampu mengendalikan energi
dan emosinya. Setiap momen sangat berarti. Dinamika yang tersaji
dalam jalinan peristiwa harus mampu ia tampilkan melalui karakter peran
yang dimainkan.

273
BAB V
TATA ARTISTIK


1. TATA RIAS
Tata rias secara umum dapat diartikan sebagai seni mengubah
penampilan wajah menjadi lebih sempurna. Tata rias dalam teater
mempunyai arti lebih spesifik, yaitu seni mengubah wajah untuk
menggambarkan karakter tokoh.
Tata Rias dalam teater bermula dari pemakaian kedok atau
topeng untuk menggambarkan karakter tokoh. Contohnya, teater Yunani
yang memakai topeng lebih besar dari wajah pemain dengan garis tegas
agar ekspresinya dapat dilihat oleh penonton. Beberapa teater primitif
menggunakan bedak tebal yang biasa dibuat dari bahan-bahan alam,
seperti tanah,tulang, tumbuhan, dan lemak binatang. Pemakaian tata
rias akhirnya menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari peristiwa
teater.

1.1 Fungsi Tata Rias
Tokoh dalam teater memiliki karakter berbeda-beda. Penampilan
tokoh yang berbeda-beda membutuhkan penampilan yang berbeda
sesuai karakternya. Tata rias merupakan salah satu cara menampilkan
karakter tokoh yang berbeda-beda tersebut. Tata rias dalam teater
memiliki fungsi sebagai berikut.
Menyempurnakan penampilan wajah
Menggambarkan karakter tokoh
Memberi efek gerak pada ekspresi pemain
Menegaskan dan menghasilkan garis-garis wajah sesuai
dengan tokoh
Menambah aspek dramatik.

1.1.1 Menyempurnakan Penampilan Wajah
Wajah seorang pemain memiliki kekurangan yang bisa
disempurnakan dengan mengaplikasikan tata rias. Seorang pemain,
misalnya, memiliki hidung yang kurang mancung, mata yang tidak
ekspresif, bibir yang kurang tegas, dan sebagainya. Tata rias bisa
menyempurnakan kekurangan tersebut sehingga muncul kesan hidung
tampak mancung, mata menjadi lebih ekspresif, dan bibir bergaris tegas.
Penyempurnaan wajah dilakukan pada pemain yang secara fisik telah
sesuai dengan tokoh yang dimainkan. Misalnya, seorang remaja
memerankan siswa sekolah. Tata rias tidak perlu mengubah usia, tetapi
cukup menyempurnakan dengan mengoreksi kekurangan yang ada untuk
disempurnakan. Pemain yang tidak menggunakan rias, wajahnya akan
tampak datar, tidak memiliki dimensi.

274


1.1.2 Menggambarkan Karakter Tokoh
Karakter berarti watak. Tata rias berfungsi melukiskan watak
tokoh dengan mengubah wajah pemeran menyangkut aspek umur, ras,
bentuk wajah dan tubuh. Karakter wajah merupakan cermin psikologis
dan latar sosial tokoh yang hadir secara nyata. Misalnya, seorang yang
optimis digambarkan dengan tarikan sudut mata cenderung ke atas.
Sebaliknya, tokoh yang pesimistis cenderung memiliki karakter garis
mata yang menurun. Tata rias memiliki kemampuan dalam mengubah
sekaligus menampilkan karakter yang berbeda dari seorang pemeran.

1.1.3 Memberi Efek Gerak Pada Ekspresi Pemain
Wajah seorang pemain di atas pentas, tampak datar ketika
tertimpa cahaya lampu. Oleh karena itu dibutuhkan tata rias untuk
menampilkan dimensi wajah pemain. Tata rias berfungsi menegaskan
garis-garis wajah karakter, sehingga saat berekspresi muncul efek gerak
yang tegas dan dapat ditangkap oleh penonton. Seorang penata rias
harus mencermati gerak ekspresi wajah untuk menentukan garis yang
akan dibuat.

1.1.4 Menghadirkan Garis Wajah Sesuai Dengan Tokoh
Menampilkan wajah sesuai dengan tokoh membutuhkan garis
baru yang membentuk wajah baru. Fungsi garis tidak sekedar
menegaskan, tetapi juga menambahkan sehingga terbentuk tampilan
yang berbeda dengan wajah asli pemain. Misalnya, seorang remaja yang
memerankan seorang yang telah berumur 50 tahun. Wajah perlu
ditambahkan garis-garis kerutan sesuai wajah seorang yang berusia 50
tahun. Seorang yang berperan menjadi tokoh binatang, maka perlu
membuat garis-garis baru sesuai dengan karakter wajah binatang yang
diperankan.

1.1.5 Menambah Aspek Dramatik
Peristiwa teater selalu tumbuh dan berkembang. Tokoh-tokoh
mengalami berbagai peristiwa sehingga terjadi perubahan dan
penambahan tata rias. Misalnya, seorang tokoh tertusuk belati,
tertembak, tersayat wajahnya, maka dibutuhkan tata rias yang
memberikan efek sesuai dengan kebutuhan. Tata rias bisa memberikan
efek dramatik dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan menciptakan
efek tertentu sesuai dengan kebutuhan.







275


1.2 Jenis Tata Rias
1.2.1 Tata Rias Korektif
Tata rias korektif (corective make-up) merupakan suatu bentuk
tata rias yang bersifat menyempurnakan (koreksi). Tata rias ini
menyembunyikan kekurangan-kekurangan yang ada pada wajah dan
menonjolkan hal-hal yang menarik dari wajah. Setiap wajah memiliki
kekuarangan dan kelebihan. Seseorang yang memiliki bentuk wajah
kurang sempurna, misalnya dahi terlalu lebar, hidung kurang mancung
dan sebagainya,dapat disempurnakan dengan make up korektif. Seorang
pemain membutuhkan tata rias korektif ketika tampilannya tidak
membutuhkan perubahan usia, ras, dan perubahan bentuk wajah.
Biasanya pemeran memiliki kesesuaian dengan tokoh yang diperankan.
Wajah pemain cukup disempurnakan dengan menyamarkan,
menegaskan, dan menonjolkan bagian-bagian wajah sesuai dengan
tokoh yang dimainkan.

1.2.2 Tata Rias Fantasi
Tata rias fantasi dikenal juga dengan istilah tata rias karakter
khusus. Disebut tata rias karakter khusus, karena menampilkan wujud
rekaan dengan mengubah wajah tidak realistik. Tata rias fantasi
menggambarkan tokoh-tokoh yang tidak riil keberadaannya dan lahir
berdasarkan daya khayal semata. Tipe tata rias fantasi beragam, mulai
dari badut, tokoh horor, sampai binatang. Beberapa teater di Asia, seperti
Opera Cina dan Kabuki menggunakan jenis tata rias fantasi. Tata Rias
Opera Cina menyerupai topeng. Wajah pemain yang sebenarnya tak
tampak (Gb 143). Tata rias kabuki memiliki pola yang menggambarkan
karakter yang berbeda (Gb.144). Pola tata rias pada kabuki ini
diaplikasikan pada wajah pemain yang seluruhnya dibuat putih (Gb.145).



Gb.143 Tata rias opera Cina

276


Gb.144 Desain tata rias kabuki


Gb.145 Tata rias kabuki


277
1.2.3 Tata Rias karakter
Tata rias karaker adalah tata rias yang mengubah penampilan
wajah seseorang dalam hal umur, watak, bangsa, sifat, dan ciri-ciri
khusus yang melekat pada tokoh. Tata rias karakter dibutuhkan ketika
karakter wajah pemeran tidak sesuai dengan karakter tokoh. Tata rias
karakter tidak sekedar menyempurnakan, tetapi mengubah tampilan
wajah. Contohnya, mengubah umur pemeran dari muda menjadi lebih tua
(Gb.146). Mengubah anatomi wajah pemain untuk memenuhi tuntutan
tokoh dapat juga digolongkan sebagai tata rias karakter, misalnya
memanjangkan telinga (Gb.147). Tokoh tersebut memiliki latar Suku
Dayak Kalimantan yang memiliki tradisi memanjangkan telinga.


Gb. 146 Tata rias karakter

278

Gb.147 Tata rias karakter etnik


1.3 Bahan dan Peralatan Tata Rias
Pengetahuan bahan dan peralatan tata rias sangat penting bagi
seorang penata rias. Pengetahuan bahan dan peralatan menjadi dasar
untuk memilih bahan dan alat yang sesuai dengan kebutuhan.
Perkembangan zaman dan teknologi membawa konsekuensi pada
teknologi bahan dan Peralatan tata rias. Hampir setiap tahun bahan-
bahan kosmetik diproduksi dengan berbagai jenis dan kualitas yang
cukup beragam.

1.3.1. Bahan Tata Rias
Seorang penata rias harus mengerti bahan-bahan yang dapat dan
tersedia untuk merias. Bahan-bahan ini biasanya tersedia di toko
kosemetik. Masing-masing bahan digunakan secara berbeda sesuai
pentahapan dan fungsi tata rias seperti dijelaskan dalam paparan berikut.

Cleanser
Cleanser sering disebut juga pembersih. Cleanser atau
pembersih bentuknya macam-macam, seperti krim, gel, dan
lotion. Cleanser fungsinya membersihkan wajah dari kotoran,
sehingga wajah menjadi bersih dan bebas dari lemak. Ada
pula jenis cleanser khusus yang digunakan untuk
membersihkan bagian-bagian wajah yang sensitif, seperti bibir
atau bagian kelopak mata.


279

Astringent
Astringent disebut juga toner, clarifying, atau penyegar.
Berbentuk cair dan berfungsi menyegarkan wajah. Astringent
biasanya mengandung banyak alkohol. Astringent yang baik
sebenarnya yang sedikit kandungan alkoholnya. Saat ini
banyak produk penyegar yang mengandung sedikit alkohol
atau tanpa alkohol. Jenis penyegar tanpa alkohol ini relatif
lebih aman untuk kulit.

Concealer
Pada wajah manusia sering terdapat noda hitam atau coklat
yang mengganggu penampilan. Capek dan kurang istirahat
sering menimbulkan berkas hitam melingkar di sekitar mata.
Concealer adalah sejenis bahan tata rias yang berfungsi untuk
menyamarkan sekaligus menutup kekurangan tersebut.
Concealer berbentuk krim, compact, dan stik. Pemakaiannya
dioleskan pada bagian-bagian yang perlu disamarkan atau
ditutup.

Foundation
Foundation disebut juga sebagai alas bedak. Berfungsi
memberikan efek mulus pada wajah. Foundation diaplikasikan
sesudah concelear. Foundation memiliki berbagai bentuk,
seperti krim, stik, atau compact (padat). Foundation tersedia
dalam berbagai tingkatan warna, mulai dari netral, terang
,sampai warna gelap sesuai dengan warna kulit manusia.
Penggunaannya pada wajah bisa dilakukan dengan tangan
atau spon.

Losse Powder
Losse Powder biasa disebut juga bedak tabur. Losse powder
bentuknya bubuk yang halus dan lembut. Losse powder juga
tersedia dalam berbagai tingkatan warna sesuai dengan kulit
manusia. Fungsinya untuk menyempurnakan pori-pori yang
terbuka. Pori-pori akan tersamarkan dan kulit wajah tampak
lebih sempurna. Losse powder juga berfungsi menyatukan
concealer dengan foundation.

Compact Powder
Compact powder disebut juga sebagai bedak padat. Bedak
padat berfungsi untuk lebih menyempurnakan wajah. Wajah
menjadi tambah mulus. Sebagaimana bedak tabur, bedak
padat juga memiliki berbagai macam tingkatan warna.



280
Blush on
Blush on disebut juga sebagai pemerah pipi. Bahan ini untuk
memberikan rona merah pada pipi sehingga tampil lebih segar
dan berseri. Blush on tersedia dalam berbagai tingkatan
warna, mulai dari merah muda sampai merah tua.

Kosmetik Bibir
Kosmetik bibir digunakan untuk membentuk dan memperindah
bibir. Peralatan yang digunakan bermacam-macam tergantung
dari pembentukan serta warna yang diinginkan. Setiap bibir
manusia memiliki karakter yang berbeda dan terkadang
menggambarkan watak pemiliknya. Untuk mengubah kesan
asli tersebut, bentuk bibir perlu disesuaikan dengan karakter
peran. Untuk mebentuk dan memperindah bibir diperlukan.

Lipstik. Pemerah atau pewarna bibir. Lipstik pada umumnya
tersedia dalam bentuk stik dan krim padat yang dikemas
seperti kemasan bedak padat. Pemerah bibir ini tersedia
dalam berbagai macam warna. Mulai dari merah dengan
berbagai tingkatan warna, violet, coklat, sampai warna gelap
yang cenderung hitam. Lipstik fungsinya memberi warna pada
bibir. Setiap warna menghasilkan karakter yang berbeda.

Lipliner. Berbentuk pencil yang berfungsi memberi garis atau
kontur pada bibir sesuai dengan yang dikehendaki. Lipliner
berfungsi membentuk bibir untuk menghasilkan kesan
tertentu. Misalnya bibir yang tipis dapat diubah kesannya
menjadi bibir yang penuh dengan membentuk bibir
menggunakan lipliner. Lipliner tersedia dalam berbagai
warna.

Lipgloss. Adalah bahan yang membuat bibir tampil mengkilat
dan memiliki efek bercahaya. Lipglos ini akan membuat bibir
tampil segar. Lipgloss pada umumnya berbentuk stik dan krim
padat. Pengaplikasiannya sesudah lipstik dan lipliner.

Kosmetik Mata
Sama dengan kosmetika bibir, kosmetik untuk membentuk
dan memperindah mata bermacam-macam. Dengan kosmetik
ini mata seseorang pemain dapat dibuat sesuai dengan
tuntutan karakter peran yang akan dimainkan. Beberapa
kosmetik mata tersebut adalah sebagai berikut.

Eye shadow atau perona mata. Pada umumnya berbentuk
compact atau padat. Diaplikasikan pada kelopak mata untuk
menambah karakter. Eye shadow dapat difungsikan pula

281
untuk membentuk alis. Khusnya warna-warna yang gelap.
Dalam pementasan teater, eye shadow ini biasa dimanfaatkan
pula untuk membuat shadow dan highlight pada bagian wajah
tertentu.

Eyeliner. Digunakan untuk memberi kontur atau garis pada
mata sesuai yang dikehendaki. Tujuannya agar mata lebih
tampak ekspresif. Biasanya berbentuk pencil. Ada juga
eyeliner yang berbentuk cair.

Maskara. Berfungsi menebalkan bulu mata dan melentikkan
bulu mata. Dikemas dalam tabung kecil yang sudah dilengkapi
dengan aplikator khusus yang ujungnya seperti sikat lembut.
Sikat ini difungsikan untuk membentuk bulu mata menjadi
lentik.

Pensil Alis. Berfungsi untuk membentuk dan memberi tebal
pada alis. Dalam pementasan teater, pencil alis juga
dimanfaatkan untuk membuat garis-garis pembentuk pada
wajah. Misalnya, untuk membuat garis kerutan pada wajah.
Pencil alis biasanya tersedia dalam dua warna, yaitu hitam
dan coklat.

Body Painting
Body painting adalah bahan yang bersifat opak (menutup)
berbentuk krim dan stik. Di Indonesia banyak tersedia dalam
bentuk krim. Bahan ini biasa digunakan untuk tata rias fantasi.
Tersedia dalam berbagai warna, mulai dari putih, hitam,
merah, hijau, biru, dan kuning. Body painting berfungsi pula
untuk melukis badan, seperti membuat tato atau memberi
warna pada bagian badan tertentu yang dikehendaki.

1.3.2 Peralatan Tata Rias
Peralatan tata rias sangatlah beragam tergantung dari
kegunaannya. Beberapa memiliki fungsi yang sangat khusus untuk
merias bagian yang sangat khusus seperti alis, bulu mata, dan lain
sebagainya. Dengan mengenal peralatan tata rias maka kesalahan
penggunaan alat bisa diminimalisir. Sering terjadi pada penata rias amatir
yang sekenanya saja mempergunakan peralatan tata rias. Hal ini
menyebabkan alat tersebut mudah rusak atau tidak lagi dapat digunakan
dengan baik.

Sikat Alis
Sikat alis memiliki bentuk ganda. Pada satu sisi berbentuk sisir
kecil dan sisi yang lain adalah sikat yang berbentuk seperti

282
sikat gigi. Fungsinya untuk merapikan alis, baik sebelum dan
sesudah pemakaian pencil alis dan shadow.

Sikat Bulu Mata
Sikat dengan bulu-bulu yang ditata melingkar seperti spiral.
Sikat ini memiliki karakter bulu sikat yang kasar. Fungsinya
untuk membersihkan bulu mata dan menyempurnakan
maskara yang tidak rata.

Kuas Alis
Kuas alis berbulu halus atau kasar. Ujung kuas dipotong
menyerong atau diagonal. Kuas ini digunakan untuk
membaurkan pensil alis atau eye shadow yang telah
diaplikasikan sehingga terlihat rapi dan natural.

Kuas Eyeliner
Kuas eyeliner ada dua macam. Pertama, kuas dengan bulu-
bulu yang halus, agak panjang dan ramping. Kuas eyeliner
berfungsi untuk melukis garis mata. Melukis garis mata bisa
memakai eye shadow atau eyeliner cair. Apabila
menggunakan bahan eyes hadow, baiknya kuas dalam
keadaan basah. Sebaliknya kalau menggunakan bahan
eyeliner cair, kuas baiknya dalam keadaan kering. Kedua,
kuas dengan bulu-bulu halus, ujungnya bulat dan bulunya
agak tebal. Kuas ini berfungsi menyempurnakan dan
memadukan eyeliner dengan pencil mata.

Kuas Bibir
Kuas bibir berukuran sedang dengan bulu lembut dan
berujung lancip. Digunakan untuk mengaplikasikan pewarna
bibir dan lipgloss.

Kuas Concealer
Kuas concealer memiliki ukuran bervariasi. Kuas ini
digunakan unuk mengaplikasikan concealer pada noda-noda
yang terdapat di wajah. Kuas yang berukuran kecil dipakai
untuk menjangkau sudut-sudut wajah, seperti sudut mata.

Kuas Eye Shadow
Kuas eye shadow terdiri dari dua jenis. Pertama, berbentuk
pipih, berujung tipis, dengan bulu-bulu lembut. Fungsinya
untuk membentuk garis dan memadukan warna setelah
diaplikasikan. Kedua, kuas berbulu tebal, lembut, dan
ujungnya bulat. Kuas ini digunakan unuk membantu
menyempurnakan sapuan gradasi warna eye shadow. Kuas

283
ini juga dapat difungsikan untuk membentuk serta
menghaluskan bayangan hidung.

Kuas Kipas
Kuas kipas berbentuk pipih dan melebar seperti kipas.
Terbuat dari bulu-bulu yang sangat halus. Kuas ini digunakan
untuk membersihkan serpihan-serpihan kosmetik yang
mengotori wajah.

Kuas Shading
Kuas shading memiliki bulu-bulu yang lembut, tebal, dan
ujungnya dibentuk serong. Digunakan untuk mengaplikasikan
shading pada bagian-bagian wajah yang bersudut, seperti
hidung atau rahang.

Kuas Blush On
Kuas blush on memiliki gagang langsing dengan bulu lembut
dan agak tebal. Berfungsi untuk mengaplikasikan blush on
pada pipi atau bagian wajah lainnya.

Kuas Powder
Kuas powder bergagang besar dengan bulu-bulu yang lembut
dan gemuk. Kuas ini digunakan untuk mengaplikasikan losse
powder. Bisa juga digunakan untuk finishing yaitu menyatukan
bahan rias agar terpadu dengan lebih sempurna.

Velour Powder Puff
Velour powder puff terbuat dari bahan sejenis beludru yang
lembut. Berbentuk bundar dan tersedia dalam dua ukuran,
yaitu besar dan kecil. Besar untuk mengaplikasikan bedak
tabur dan kecil untuk bedak padat pada wajah.

Spon Wajik
Spon wajik berbentuk segi tiga. Terbuat dari bahan lateks.
Digunakan untuk meratakan concealer atau foundation pada
bagian-bagain wajah yang sulit dijangkau, seperti bagian
bawah mata, sudut mata, dan hidung.

Spon Bundar
Spon bundar terbuat dari bahan lateks yang memiliki sifat
tidak menyerap. Berfungsi untuk mengaplikasikan foundation.

Aplikator Berujung Spon
Aplikator dengan bagian ujung terbuat dari spon digunakan
untuk mengaplikasikan eye shadow. Tata rias biasanya

284
menggunakan beberapa warna eye shadow. Idealnya setiap
warna menggunakan satu aplikator, sehingga warnanya tidak
kotor.

Pinset
Pinset terbuat dari logam dengan ujung pipih. Pinset berfungsi
untuk mencabut bulu alis. Pinset juga bisa dimanfaatkan untuk
mengaplikasikan bulu mata palsu.

Gunting
Gunting idealnya tersedia dalam berbagai ukuran. Setidaknya
tersedia gunting dalam ukuran kecil. Baik gunting biasa,
maupun gunting potong. Gunting potong rambut bisa
dimanfaatkan untuk merapikan alis, kumis, dan jenggot.
Gunting potong rambut bermanfaat pula untuk
mengaplikasikan kumis dan jenggot palsu.

Pencukur Alis
Alat pencukur alis berupa pisau kecil yang bergerigi. Alat ini
berguna untuk membentuk alis.

Penjepit Bulu Mata
Penjepit bulu mata biasanya terbuat dari logam. Bergagang
seperti gunting dengan ujung melengkung seperti bulu mata.
Fungsinya untuk melentikkan bulu mata.


1.4 Praktek Tata Rias
Praktek tata rias memaparkan urutan kerja dalam merias pemain.
Tata urutan kerja atau prosedur tata rias perlu diketahui agar proses
berjalan secara efektif dengan hasil yang maksimal.

1.4.1 Persiapan
Persiapan merupakan tahapan yang penting dalam praktek tata
rias. Seorang penata rias perlu melakukan persiapan berupa
perencanaan, persiapan tempat, bahan dan peralatan, serta persiapan
pemain.

1.4.1.1 Perencanaan
Perencanaan dimulai dengan diskusi dengan sutradra, pemain,
dan penata artistik yang lain. Penata rias mencatat masukan-masukan
dari sutradara terkait dengan tata rias. Catatan sutradara sebagai
masukan bagi penata rias untuk membuat desain atau rancangan.




285
1.4.1.2 Persiapan Tempat
Tempat merias memiliki pengaruh yang besar terhadap
keberhasilan sebuah hasil kerja tata rias. Hal yang perlu diperhatikan
terkait dengan tempat adalah perlengkapan tempat rias. Tempat rias
idealnya memiliki cermin yang dilengkapi dengan penerangan yang
cukup. Cermin yang dibutuhkan untuk tata rias setidaknya berukuran
relatif besar sehingga mampu menangkap bagian tubuh dan wajah
pemain secara utuh.Cermin idealnya juga terpasang di almari kabinet
yang memiliki tempat untuk meletakkan bahan dan peralatan tata rias.
Kursi yang dibutuhkan idealnya adalah kursi hidrolik yang bisa diputar
dan dinaik-turunkan secara otomatis sehingga penata rias tidak perlu
membungkuk atau berpindah tempat.
Perlengkapan lain yang harus dikontrol oleh penata rias adalah
ketersediaan tata cahaya yang memadai. Idealnya terdapat lampu yang
dipasang secara frontal pada sisi kanak dan kri cermin. Lampu
penerangan yang sifatnya umum, idealnya dipasang di langit-langit atas
di belakang meja rias. Apabila penerangan kurang memadai, maka
penata rias bisa minta pada bagian yang bertanggung jawab untuk
memasang cahaya tambahan. Hal ini penting karena berpengaruh
langsung pada warna tata rias.

1.4.1.3 Persiapan Bahan dan Peralatan
Seorang penata rias harus tahu bahan apa saja yang dibutuhkan
untuk melakukan kerjanya. Bahan-bahan harus disiapkan dalam jumlah
yang cukup sesuai kebutuhan. Misalnya, untuk suatu pementasan
menangani 8 pemain, maka diperhitungkan kebutuhan kapas,
pembersih, shadow, dan sebagainya. Demikian juga peralatan yang
dibutuhkan. Bahan dan peralatan ditata sedemikian rupa dan harus
diketahui secara persis tempatnya agar saat praktek tidak disibukkan
dengan mencari bahan atau alat yang harus digunakan.

1.4.1.4 Persiapan Pemain
Seorang penata rias harus bisa mengukur berapa waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Termasuk menghitung
berapa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan persiapan seorang
pemain untuk siap dirias. Persiapan seorang pemain dapat dipaparkan
sebagai berikut.

Melindungi kepala dan tubuh
Pada prinsipnya, persiapan ini dilakukan untuk memudahkan
penata rias dalam melakukan pekerjaan. Dibutuhkan penutup
kepala agar rambut tidak mengganggu proses merias.
Demikian juga tubuh perlu penutup agar rontokan bahan rias
tidak membuat busana menjadi kotor.



286
Membersihkan wajah
Membersihkan wajah pemain merupakan persiapan yang
dilakukan setelah bagian tubuh tertentu terlindungi.
Membersihkan wajah dilakukan menggunakan pembersih
untuk mengangkat kotoran dan lemak yang menempel pada
wajah pemain. Setelah bersih, wajah poerlu diberi penyegar
agar terasa nyaman, segar, dan bersihh. Teknik
membersihkan wajah dimulai dari mengaplikasikan pembersih
pada wajah. Berikutnya meratakan pembersih dengan tangan
sambil ditekan. Setelah itu dibersihkan menggunakan kapas
dengan arah gerakan ke atas. Apabila wajah telah bersih,
maka tinggal mengaplikasikan penyegar.

Mengenal wajah pemain
Seorang penata rias, idealnya mengenal karakter pemain jauh
sebelum proses merias dilakukan. Karakter wajah yang perlu
dikenal seorang penata rias meliputi bentuk wajah, hidung
bibir, mata, serta jenis kulit. Apabila penata rias belum
mengenal secara rinci, maka saat membersihkan wajah, bisa
diamati hal-hal yang terkait dengan karakter wajah. Dengan
demikian seorang penata rias tahu betul apa yang harus
dilakukan.

1.4.2 Desain
Desain adalah rancangan berupa gambar atau sketsa sebagai
dasar penciptaan. Membuat desain pada dasarnya adalah menuangkan
gagasan dalam bentuk gambar atau sketsa. Proses tata rias memerlukan
desain sebelum bahan-bahan kosmetik diaplikasikan pada wajah pemain.
Desain mempermudah kerja penata rias dengan hasil yang maksimal.
Membuat desain merupakan tata cara kerja yang perlu ditradisikan.
Desain dapat dibuat dalam bentuk kartu besar dengan kertas
yang relatif tebal. Kartu dapat dimanfaatkan dua muka bolak-balik. Kartu
tata rias memuat hal-hal sebagai berikut.


287

Gb.148 Lembar desain bagian depan

BAGIAN DEPAN
Gambar wajah dari muka dan samping.
Gambar wajah dari muka dan samping dipakai untuk
menuangkan konsep tata rias. Contohnya, penempatan
shading dan highlight pada wajah, eye shadow, garis kerutan
wajah, atau aplikasi lipstik.
Tempat untuk catatan. Tempat catatan dipakai untuk membuat
catatan khusus yang belum tervisualisasikan dalam gambar.
Contohnya, teknik aplikasi , karakter garis, atau arah tarikan
aplikasi shadow maupun blush on.
Daftar bahan kosmetik. Kosmetik yang dipakai dalam tata rias
didaftar lengkap dengan spesifikasinya. Pencatatan bahan
kosmetik yang dibutuhkan ini membuat proses merias
menjadi lebih efektif . Penata rias dapat menyiapkan sekaligus
mengontrol kebutuhan bahan yang dipakai.


288

Gb.149 Lembar desain bagian belakang

BAGIAN BELAKANG
Produksi. Mencantumkan judul pementasan.
Sutradara. Mencantumkan nama sutradara
Tokoh. Mencantumkan nama tokoh dalam naskah lakon
Karakter Tokoh. Memuat deskripsi karakter tokoh
Pemain. Mencantumkan nama pemain
Karakter Pemain. Mendeskripsikan tipe dan ciri-ciri wajah
pemain
Jenis Tata Rias. Mencantumkan jenis tata rias
Catatan Khusus. Memuat keterangan atau gambar yang
belum terungkap di bagian depan.







289
1.4.3 Merias
Desain pada akhirnya diaplikasikan pada pemeran. Seorang
penata rias bekerja berdasarkan desain yang telah dibuat. Seorang
penata rias bisa menyerahkan sebagian pekerjaannya pada seorang
asisten dengan tetap berpedoman pada desain. Penata rias melakukan
kontrol dan penyempurnaan agar hasil sebagaimana yang diharapkan.

1.4.3.1 Tata Rias Korektif
Fungsi tata rias korektif adalah untuk mengubah penampilan
wajah menjadi lebih sempurna. Wajah manusia memiliki kekurangan
yang membuat penampilan kurang sempurna. Tata rias korektif
menyamarkan kekurangan yang ada sehingga wajah tampil lebih
sempurna. Penata rias perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
Kenali kekurangan dan kelebihan wajah
Kenali karakter tokoh dengan baik.
Koreksi wajah pemain sesuai karakter tokoh
Perhatikan jarak pemain dengan penonton
Kuasai bahan kosmetik dan peralatan
Penata rias perlu mempelajari kekurangan dan kelebihan wajah, sebelum
membuat desain. Hal lain yang perlu dikuasai adalah teknik mengoreksi
wajah untuk penyempurnaan.

o Teknik Tata Rias Korektif
Teknik yang dipakai dalam menyempurnakan (koreksi) wajah ,
adalah teknik shadow dan highlight. Shadow adalah efek gelap yang
memberi kesan cekung, kecil, sempit. Highlight adalah efek terang yang
memberi kesan menonjol, besar, lebar. Kombinasi antara shadow dan
highlight akan menghasilkan kesan tertentu sesuai yang diharapkan.
Teknik lain yang bisa dilakukan adalah menambahkan unsur-unsur baru,
baik dengan garis, warna atau bahan tiruan.

o Praktek Tata Rias Korektif
Sebelum merias wajah, perhatikan kelengkapan alat dan bahan.
Karena jenis kulit setiap orang berbeda maka perlu diperhatikan bahan-
bahan rias yang akan digunakan. Rias yang baik tidak menghasilkan efek
negatif pada kulit sperti; gatal-gatal, kulit mengelupas, dan lain
sebagainya. Jika semua sudah dipersiapkan maka praktek tata rias dapat
dilakukan seperti di bawah ini.

Membersihkan wajah. Langkah awal yang penting adalah
membersihkan wajah dengan cleanser atau pembersih.
Berikutnya, segarkan wajah dengan astringent. Pilihlah
cleanser dan astringent sesuai jenis kulit.



290
Menyempurnakan bentuk wajah. Wajah memiliki bentuk
yang beragam. Wajah yang ideal, khususnya untuk
kecantikan, adalah yang berbentuk oval dengan proporsi
seimbang antara bagian-bagiannya. Bentuk-bentuk lain seperti
bulat, persegi, panjang, buah pir, segitiga, dan diamond
dianggap kurang sempurna dan perlu dikoreksi.
Penyempurnaan bentuk wajah menggunakan teknik shading
dan highlight dengan mengaplikasikan foundation. Gunakan
foundation dengan tiga tingkatan warna yang berbeda, yaitu
foundation sesuai warna kulit, foundation dengan warna satu
tingkat lebih gelap dari warna kulit, dan foundation dengan
warna satu tingkat lebih terang dari warna kulit. Foundation
yang sesuai dengan warna kulit dipakai untuk bagian wajah
yang ingin dipertahankan, foundation dengan warna satu
tingkat lebih gelap dari warna kulit untuk menyamarkan,
mempersempit, atau membuat cekung. Sedangkan foundation
dengan warna satu tingkat lebih cerah dari warna kulit untuk
memberi kesan lebar atau menonjol.


Gb.150 Bentuk wajah bulat

Kasus :
Pemeran memiliki bentuk wajah bulat. Bentuk bulat memiliki
pipi dan garis rahang penuh dengan garis muka cenderung
pendek.


291
Solusi :
Gunakan teknik shading. Aplikasikan foundation warna gelap
satu tingkat di bawah warna kulit sepanjang garis tepi dahi,
pipi, rahang, dan rahang bagian bawah. Kesan bulat akan
tersamarkan dengan teknik shading yang tepat.

Gambar-gambar di bawah ini memperlihatkan bagian-bagian
yang perlu dikoreksi sehubungan dengan bentuk wajah. Untuk
bentuk wajah panjang (Gb.151), bagian dahi dan dagu perlu
diberi warna gelap untuk mengurangi kesan panjang.
Sementara bagian pipi diberi warna terang.


Gb.151 Bentuk wajah panjang

Untuk bentuk wajah persegi (Gb.152) daerah di sebelah atas
pelipis kanan dan kiri serta tepi pipi sebelah kanan dan kiri
diberi warna gelap untuk menghilangkan kesan kotak pada
wajah. Kesan kotak akan menampakkan karakter yang kaku.
Jika pemain berperan sebagai tokoh yang lemah lembut maka
bentuk kotak pada wajah harus dihilangkan sehingga kesan
kaku tersebut juga menjadi hilang.



292

Gb.152 Bentuk wajah persegi

Untuk bentuk wajah diamond (Gb.153) maka daerah seputar
dahi sampai pelipis diberi warna gelap dan pipi serta dagu
diberi warna terang.


Gb.153 Bentuk wajah diamond


293
Untuk wajah segitiga (Gb.154) bagian atas pelipis kiri dan
kanan serta bagian bawah pelipis kiri dan kanan diberi warna
terang sedangkan pipi, dahi, dan dagu diberi warna terang.


Gb.154 Bentuk wajah segitiga

Mengaplikasikan bedak baik losse powder maupun compact
powder, dapat dilakukan dengan teknik shading dan highlight
mengikuti aplikasi foundation. Hal ini harus dilakukan lebih
teliti dan hati-hati. Losse powder dapat dimanfaatkan untuk
membaurkan dua warna foundation yang berbeda agar
gradasi warnanya terjaga. Compact powder dipakai setelah
losse powder untuk lebih menyempurnakan tampilan wajah.

Membentuk hidung dapat menggunakan teknik shading dan
highlight dengan bahan compact powder. Gunakan compact
powder warna dua tingkat lebih terang dari warna kulit dan
dua warna lebih gelap dari warna kulit.

Kasus dan Solusi :
a. Batang hidung besar. Shadow pada dua sisi hidung.
Highlight pada garis tengah batang hidung dengan bentuk
yang ramping (Gb.155).


294

Gb.155 Batang hidung besar

b. Cuping hidung besar. Shadow pada dua sisi cuping hidung
yang harus disamarkan. Highlight pada garis tengah
hidung untuk mengalihkan fokus (Gb.156).


156.Cuping hidung besar




295
c. Batang hidung kecil. Shadow pada kanan dan kiri batang
hidung. Highlight pada batang hidung untuk menyamarkan
batang hidung yang kecil (Gb.157).


Gb.157 Batang hidung kecil

d. Batang hidung pendek. Highlight dibuat tinggi mulai dari
atas sampai ujung hidung. Ketinggian dapat memanipulasi
dengan bagian atas ditinggikan dan ujung alis bagian
dalam disesuaikan agar tidak berkesan janggal (Gb.158).


Gb.158 Batang hidung pendek


296
e. Hidung tidak mancung. Highlight dengan goresan ramping
pada batang hidung. Shading pada sisi kanan dan kiri
untuk menciptakan efek kontras.
f. Batang hidung bengkok. Shadow pada bagian yang
bengkok dengan tarikan garis lurus. Highlight pada batang
hidung dengan garis mengikuti bentuk hidung yang
dikehendaki.

Membentuk alis. Alis memiliki bentuk yang beragam pula.
Bentuk alis tidak selalu sesuai dengan bentuk wajah. Oleh
karena itu, alis perlu dikoreksi dengan menyesuaikan
bentuknya dengan bentuk wajah.

Kasus dan solusi:
a. Pemeran memiliki bentuk wajah bulat. Buatlah alis tajam
dan menyudut untuk menyamarkan kesan wajah yang
bulat (Gb.159).


Gb.159 Alis tajam

b. Pemeran memiliki bentuk wajah persegi. Buatlah alis
melengkung lembut. Hindari bentuk alis yang tajam
(Gb.160).


Gb.160 Alis melengkung lembut







297
c. Pemeran memiliki bentuk wajah panjang. Buatlah alis
cenderung mendatar. Hindari tarikan alis ke atas dan
melengkung (Gb.161)


Gb.161 Alis mendatar

d. Pemeran memiliki bentuk wajah diamond. Idealnya alis
dibuat melengkung lembut pada ujung terluar alis
(Gb.162).


Gb.162 Ujung luar alis melengkung

e. Pemeran memiliki bentuk wajah segitiga. Alis yang ideal
untuk bentuk segitiga adalah alis yang sedikit melengkung
dengan membentuk sudut yang tidak terlalu tajam
(Gb.163).


Gb.163 Ujung alis sedikit tajam


Apabila sudah memilih bentuk alis yang sesuai, maka
perhatikan pertumbuhan alis. Apakah tumbuhnya teratur?
Apakah rambut alis perlu dirapikan? Rambut alis yang tumbuh
tidak teratur perlu dirapikan dengan cara dipotong. Sesuaikan
alur alis dengan bentuk yang diinginkan. Merapikan
pertumbuhan rambut alis idealnya dilakukan sebelum

298
mengaplikasikan foundation, sehingga bekas potongan dapat
tertutup.

Membentuk bibir. Pembentukan bibir dapat dilakukan dengan
membingkai bibir menggunakan eyeliner dan mengisinya
dengan warna. Langkah awal adalah dengan menyamarkan
bentuk bibir menggunakan foundation. Penyamaran bibir
dapat dilakukan pada saat mengaplikasikan foundation.
Penyamaran disempurnakan menggunakan compact powder.
Tahap berikutnya adalah menyempurnakan bentuk bibir
dengan membuat bentuk yang dikehendaki. Gunakan eyeliner
untuk membuat sketsa bibir. Setelah sketsa bibir dibuat,
berikutnya adalah mengisi bibir dengan lipstik.


Gb.164 Bibir tipis


Gb.165 Bibir tebal

Bibir tipis dapat dibuat tampak tebal dengan menambah garis
luar bibir (Gb.164). Sebaliknya, untuk bibir terlalu tebal dapat
menyamarkan bagian terluar dan membentuk kembali pada
bibir bagian dalam (Gb.165). Demikian juga bibir yang
mempunyai kesan sedih dapat ditarik garis ke atas pada sudur
terluar bibir (Gb.166). Bibir yang terlalu kecil dapat disamarkan

299
dengan menambah garis terluar sebagaimana bibir yang tipis
(Gb.167).


Gb.166 Bibir pesimis


Gb.167 Bibir kecil

Mengaplikasikan blush on (perona pipi). Mengaplikasikan
blush on perlu mempertimbangkan bentuk wajah dengan
teknik tarikan atau sapuan yang tepat. Tarikan naik untuk
memberikan efek tajam pada wajah, tarikan mendatar untuk
efek luas, dan tarikan naik untuk memberi kesan panjang pada
wajah. Blush on sering pula difungsikan untuk sentuhan akhir
(finishing) pada wajah dengan cara menyapukan tipis dan
ringan pada bagian wajah. Sapuan blush on untuk finishing
harus hati-hati agar tidak merusak riasan yang lain.


1.4.3.2 Tata Rias Fantasi
Tata rias fantasi disebut juga tata rias karakter khusus. Tata rias
fantasi menampilkan tokoh-tokoh yang secara riil tidak terdapat dalam
kehidupan. Penggolongan bisa meliputi tokoh-tokoh horor, binatang, atau
menampilkan riasan yang menggambarkan flora. Tata rias fantasi tidak
terbatas tergantung dari fantasi manusia. Tata rias fantasi dapat
mengubah anatomi wajah untuk memberi kesan tiga dimensi. Hidung
dapat diubah anatominya dengan bahan kapas yang dicampur lateks
(Gb.168). Penambahan kapas pada hidung disempurnakan dengan

300
mengaplikasikan foundation dan memberi garis serta shadow (Gb.169).
Hasilnya, hidung berubah dan memiliki dimensi yang berbeda (Gb.170).


Gb.168 Pemasangan lateks Gb.169 Pemberian foundatioan


Gb.170 Hasil akhir pengubahan bentuk hidung

301
Praktek tata rias fantasi dapat pula memakai model atau berdasarkan
khayalan perancang rias. Tokoh-tokoh macam badut, punakawan dapat
digolongkan dalam jenis tata rias fantasi. Langkah-langkah Tata Rias
Fantasi dapat dijelaskan sebagai berikut.

Persiapan. Dalam hal ini adalah membersihkan wajah pemain
dengan cleanser yang dilanjutkan mengaplikasikan penyegar.

Pembentukan dasar. Merupakan tahap membuat bentuk-
bentuk dasar pada wajah pemain sesuai dengan desain.
Bentuk dasar dapat berupa garis-garis atau penambahan
unsur lain pada bagian wajah (Gb.171). Apabila bentuk dasar
berupa garis, maka foundation diaplikasikan sebelum
membuat garis. Sebaliknya, apabila ada penambahan unsur
lain pada wajah, maka foundation diaplikasikan sesudah
penambahan unsur lain pada wajah.


Gb.171 Sketsa pada wajah

Dimensi wajah. Tata rias memiliki kedalaman bentuk.
Kedalaman bentuk dapat dibuat dengan perbedaan gelap
terang, garis, warna, dan penambahan dimensi secara nyata.
Membentuk dimensi wajah dengan mengisi bagian-bagian
dengan gelap terang atau warna. Penambahan dimensi
secara nyata berupa pengubahan wajah dengan menambah
latex, tisue, atau kapas. Apabila menggunakan teknik dua

302
dimensi cukup dibedakan dengan warna dan gelap terang
(Gb.172).


Gb.172 Proses periasan

Penyempurnaan. Tahap penyempurnaan adalah tahap
finishing, dimana setiap unsur diselesaikan sesuai dengan
desain.


1.4.3.3 Tata Rias Karakter
Merias karakter berarti mengubah penampilan pemain dalam hal
umur, watak, bentuk wajah agar sesuai tokoh. Pengubahan wajah dapat
menyangkut aspek umur saja atau aspek lain secara bersama. Tata rias
karakter membantu pemain dalam mengungkapkan karakter tokoh. Tata
rias karakter dikenakan pada bagian wajah dan tubuh lain yang
memungkinkan dapat dilihat oleh penonton. Bagian lain tubuh seperti
leher, badan, tangan, atau kaki yang terlihat.

o Umur
Perkembangan usia manusia membawa perubahan-perubahan
pada wajah. Mulai dari anak-anak sampai usia tua. Manusia mengalami
perubahan pada wajah ketika menginjak usia 30-an. Khususnya pada
usia 35 tahun, wajah manusia mengalami perubahan dengan beberapa
tanda-tanda pada wajah, yaitu munculnya kerutan pada beberapa bagian
bagian. Kerutan muncul pada bagian sekitar mata, mulut, dan hidung.

303
Perubahan lain yang terjadi adalah pada rambut yang mulai merubah
warna menjadi abu-abu atau putih.
Pada usia 40 tahun, perubahan mulai tampak lebih nyata. Kerutan
pada wajah mulai bertambah dan rambut berwarna putih mulai banyak.
Usia 50 tahun, kulit mulai kendor dan kerutan semakin tajam dan
bertambah. Usia 65 ke atas, kerutan-kerutan wajah semakin banyak,
kulit pada wajah mulai mengendur, cekung, dan rambut semakin
memutih.

o Praktek Tata Rias Karakter
Tata rias karakter membutuhkan persiapan yang serius. Selain
bahan-bahan dasar make-up, tata rias karakter juga memerlukan bahan
tambahan lain, seperti rambut palsu, kumis, jenggot, dan lain sebagainya.
Tahapan tata rias karakter dapat dijelaskan sebagai berikut.

Persiapan. Tahap persiapan selalu dimulai dengan
membersihkan wajah. Menghilangkan kotoran, bekas make up
dan lemak yang menempel pada wajah. Berikutnya adalah
mengaplikasika penyegar.

Aplikasi foundation. Pemakaian foundation dapat dilakukan
sebagaimana dalam make up korektif, yaitu menggunakan
teknik shading dan shadow. Penggunaan warna untuk
menampilkan usia lebih efektif kalau menggunakan foundation
warna dua tingkat lebih gelap dan dua tingkat lebih terang. Hal
ini untuk menciptakan tingkat kekontrasan yang tajam.
Mengingat tata rias panggung berhubungan dengan jarak
yang jauh antara tempat pertunjukan dengan penonton.

Membuat garis kerutan. Garis kerutan dibuat setelah aplikasi
foundation. Garis kerutan wajah dibuat dengan pensil alis.
Kerutan pada kening biasanya mulai tampak pada usia 40-
an dengan jumlah sedikit. Garis kerutan pada kening mulai
bertambah jumlahnya pada usia 50 tahun ke atas. Pada usia
yang lebih tua lagi, kulit-kulit disekitar kerutan mulai tampak
kendor. Garis kerutan pun cenderung turun. Tokoh dalam
teater biasanya ada yang berusia sangat tua, sehingga kerut-
kerut wajah makin banyak pada wajah.
Kerutan pada mata. Mata memiliki kelopak yang dibagi
menjadi dua, yaitu bagian atas dan bawah. Bagian yang perlu
diperhatikan dalam membuat kerutan pada mata adalah
bagian ujung dalam mata sampai bagian ujung luar mata.
Tarikan ujung luar mata memiliki alur garis kerutan sampai
bagian pelipis. Bagian bawah, untuk usia 80 tahun ke atas,
kerutan bisa memiliki alur sampai pipi mengarah ke bawah.
Pada usia menengah, sekitar 50-an tahun, kerutan biasanya

304
tajam dengan kulit masih relatif kencang (Gb.173). Pada usia
60 tahun ke atas, lapisan kulit sekitar mata mulai mengendur
(Gb 174 dan 175).


Gb.173 Kerutan usia 50-an


Gb. 174 Kerutan usia 70-an


Gb.175 Kerutan usia 90-an

Kerutan pada hidung dan mulut. Kerutan pada hidung
memiliki hubungan yang erat dengan bagian mulut. Kerutan ini
akan membentuk lipatan yang disebut lipatan nasolabial.
Lipatan nasolabial merupakan lipatan tajam yang muncul dari
ujung atas cuping hidung sampai bagian ujung luar mulut.
Kerutan yang membentuk lipatan ini bias muncul pada usia
sekitar 30-an tahun. Bagian ini merupakan salah satu bagian
penting untuk mengubah usia. Pada usia yang lebih tua

305
lipatan ini akan berlanjut pada bagian dagu pada sisi mulut
sebelah luar.
Kerutan pada pipi akan muncul pada usia yang relatif
lanjut sekitar 60 tahun ke atas. Kerutan ini dimulai dengan
penonjolan pada tulang pipi yang mengakibatkan cekungan
yang dalam. Khususnya pada orang-orang yang berwajah
tirus dan kurus. Berikutnya baru menyusul kerutan pada
bagian pipi. Kerutan ini memiliki bentuk cenderung turun ke
bawah yang disebabkan kekendoran pada kulit.
Kerutan pada leher perlu diperhatikan karena bagian ini
dapat dilihat oleh penonton. Kerutan pada leher terbentuk
mulai dari rahang bawah mengarah ke bawah sampai pangkal
leher.

Aplikasi teknik shading dan highlight. Sesudah membuat
garis dengan pensil, maka penyempurnaannya menggunakan
eye shadow. Caranya adalah dengan menambah shadow
pada bagian wajah yang akan dicekungkan dan memberi
highlight pada bagian yang akan ditonjolkan. Dalam gambar
176 diperlihatkan garis kerut pada kening, wajah, dan leher
pemain. Garis kerut ini menunjukkan ketuaan. Untuk memberi
penekanan pada bagian mata yang mencekung maka shadow
ditambahkan (Gb.177). Dengan mengolah shadow dan
hightlight maka akan diperoleh gambaran ketuaan wajah
seperti yang dikehendaki (Gb.178).


Gb.176 Garis kerut kening

306


Gb.177 Bayangan pada mata


Gb. 178 Pemberian shadow dan highlight

307
Memutihkan rambut. Rambut merupakan unsur penting yang
dapat dijadikan tanda untuk usia seseorang. Rambut yang
normal akan mengalami perubahan warna pada usia 30-an
tahun. Perubahan warna rambut pada usia 30-an belum
tampak secara menyeluruh. Pada usia 50-an tahun ke atas
perubahan rambut baru merata. Hal ini sebenarnya bersifat
relatif. Setiap manusia mengalami perubahan warna rambut
yang berbeda. Walaupun begitu, pemutihan warna rambut
untuk mengubah usia menjadi cara yang efektif. Pemutihan
warna rambut dapat menggunakan body painting atau rambut
yang sesungguhnya, baik dari wool atau bahan sintetis.
Rambut tiruan yang ideal adalah yang terbuat dari wool. Wool
relatif sulit didapatkan di Indonesia.


Gb.179 Pemutihan rambut

Teknik:
Memutihkan rambut dengan body painting relatif sederhana
dan mudah. Alat yang digunakan adalah sikat dan sisir. Body
painting warna putih dioleskan dengan rambut dengan sikat
secara merata. Kemudian disisir agar body painting merata.
Memutihkan rambut dengan rambut palsu, membutuhkan
kecermatan dan waktu. Sebelum memutuskan untuk
memutihkan rambut dengan rambut palsu, idealnya dilihat
bentuk pertumbuhan rambut terlebih dahulu untuk
memutuskan pengaplikasian. Pengaplikasian dilakukan

308
dengan penambahan pada bagian tertentu. Terutama pada
bagian depan. Kemudian penambahan dilakukan dengan
membagi rambut pada bagian tertentu. Penggunaan rambut
pasangan ini akan menghasilkan rambut putih yang lebih
natural.

Mengubah Ras. Pementasan teater sering terdapat tokoh
yang berbeda jenis ras. Dalam satu ras pun sering memiliki
karakteristik yang berbeda. Orang-orang Asia yang
digolongkan sebagai oriental memiliki karakter yang berbeda-
beda pula. Mengubah ras bisa dilakukan dengan
menyamarkan wajah asli dengan mengaplikasikan
karakteristik lain. Pemain yang berasal dari rumpun Melayu
diubah menjadi tokoh berbangsa Cina (Gb.180). Proses
pengubahan dilakukan dengan mengaplikasikan karakteristik
anatomi yang penting, seperti mata, alis, dan kumis (Gb.181).
Gb.182, memperlihatkan hasil akhir pengubahan ras dengan
beberapa perubahan pada kepala alis, tarikan mata, dan
kumis.


Gb.180 Wajah asli pemain



309


Gb.181 Proses penataan rias


Gb.182. Hasil akhir tata rias pengubahan ras

310
2. TATA BUSANA
Tata busana adalah seni pakaian dan segala perlengkapan yang
menyertai untuk menggambarkan tokoh. Tata busana termasuk segala
asesoris seperti topi, sepatu, syal, kalung, gelang , dan segala unsur
yang melekat pada pakaian. Tata busana dalam teater memiliki peranan
penting untuk menggambarkan tokoh. Pada era teater primitif, busana
yang dipakai berasal dari bahan-bahan alami, seperti tumbuhan, kulit
binatang, dan batu-batuan untuk asesoris. Ketika manusia menemukan
tekstil dengan teknologi pengolahan yang tinggi, maka busana
berkembang menjadi lebih baik.
Tata busana dapat dibuat berdasar budaya atau jaman tertentu.
Untuk membuat tata busana sesuai dengan adat dan kebudayaan daerah
tertentu maka diperlukan referensi khusus berkaitan dengan adat dan
kebudayaan tersebut. Jenis busana ini tidak bisa disamakan antara
daerah satu dengan daerah lain. Masing-masing memiliki ciri khasnya.
Sementara itu tata busana menurut jamannya bisa digeneralisasi.
Artinya, busana pada jaman atau dekade tertentu memiliki ciri yang
sama.
Tidak ada periode tata busana secara khusus di teater, karena
semua tergantung latar cerita yang ditampilkan. Periode busana teater
dengan demikian mengikuti periode teater tersebut. Misalnya, dalam
teater Romawi Kuno maka lakon yang ditampilkan berlatar jaman
tersebut sehingga busananya pun seperti busana keseharian penduduk
jaman Romawi Kuno. Demikian juga dengan teater pada jaman Yunani,
Abad Pertengahan, Renaissance, Elizabethan, Restorasi, dan Abad 18.
Busana teater mengalami perkembangan pesat seiring lahirnya teater
modern pada akhir abad 19. Dalam masa ini, beragam aliran teater
bermunculan. Masing-masing memiliki kospenya tersendiri dan lakon
tidak harus berlatar jaman dimana lakon itu dibuat. Semua terserah pada
gagasan seniman. Busana pun mengikuti konsep tersebut. Tata busana
dengan demikian sudah tidak lagi terpaku pada jaman, tetapi lebih pada
konsep yang melatarbelakangi penciptaan teater.


2.1 Fungsi Tata Busana
Busana yang dipakai manusia beraneka ragam bentuk dan
fungsinya. Fungsi busana dalam kehidupan sehari-hari untuk melindungi
tubuh, mencitrakan kesopanan, dan memenuhi hasrat manusia akan
keindahan. Busana dalam teater memiliki fungsi yang lebih kompleks,
yaitu.
Mencitrakan keindahan penampilan
Membedakan satu pemain dengan pemain yang lain
Menggambarkan karakter tokoh
Memberikan efek gerak pemain
Memberikan efek dramatik

311

2.1.1 Mencitrakan Keindahan Penampilan
Manusia memiliki hasrat untuk mengungkapkan rasa keindahan
dalam berbagai aspek kehidupan. Tata busana dalam teater berfungsi
sebagai bentuk ekspresi untuk tampil lebih indah dari penampilan sehari-
hari (Gb.183).


Gb.183 Busana mencitrakan keindahan penampilan

Pementasan teater adalah suatu tontonan yang mengandung
aspek keindahan. Pada era teater primitif, hasrat untuk tampil berbeda
dan lebih indah dari tampilan sehari-hari telah muncul. Busana
pementesan teater dibuat secara khusus dan dilengkapi dengan asesoris
sesuai kebutuhan pemensan. Teater di Inggris pada masa pemerintahan
Ratu Elizabeth (1580 1640), memakai busana sehari-hari yang dibuat
lebih indah dengan mengaplikasikan perhiasan dan penambahan bahan-
bahan yang mahal dan mewah.


2.1.2 Membedakan Satu Pemain Dengan Pemain Yang Lain
Pementasan teater menampilkan tokoh yang bermacam-macam
karakter dan latar belakang sosialnya. Penonton membutuhkan suatu
penampilan yang berbeda-beda antara satu tokoh dengan tokoh yang
lain. Busana menjadi salah satu tanda penting untuk membedakan satu
tokoh dengan tokoh yang lain. Penampilan busana yang berbeda akan
menunjukkan ciri khusus seorang tokoh, sehingga penonton mampu
mengidentifikasikan tokoh dengan mudah (Gb.184).


312

Gb.184 Tata busana membedakan pemain satu dengan yang lain

2.1.3 Menggambarkan Karakter Tokoh
Fungsi penting busana dalam teater adalah untuk
menggambarkan karakter tokoh (Gb.185). Perbedaan karakter dalam
busana dapat ditampilkan melalui model, bentuk, warna, motif, dan garis
yang diciptakan. Melalui busana, penonton terbantu dalam menangkap
karakter yang berbeda dari setiap tokoh. Contohnya, tokoh seorang
pelajar yang pendiam, rajin, dan alim, busananya cenderung rapi,
sederhana, dan tanpa asesoris yang berlebihan. Sebaliknya, tokoh
seorang pelajar yang bandel, brutal, dan sering membuat onar,
busananya dilengkapi asesoris dan cara pemakaiannya seenaknya tidak
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan sekolah.


Gb.185 Busana menggambarkan karakter peran

313


2.1.4 Memberi Ruang Gerak Pemain
Tata busana memiliki fungsi memberikan ruang gerak kepada
pemain untuk mengekspresikan karakternya (Gb.186). Busana diciptakan
untuk memberikan ruang gerak pemain sehingga segala bentuk gerak
dapat diekspresikan secara maksimal.


Gb.186 Busana memberikan ruang gerak pemain
Pemain memiliki bentuk dan karakteristik gerak yang berbeda dan
membutuhkan bentuk dan gaya busana yang berbeda pula. Busana
bukan sebagai penghalang bagi aktivitas pemain, sebaliknya memberi
keluasan gerak pemain. Dalam Opera Cina, busana dirancang khusus
untuk adegan-adegan perang yang akrobatik.


2.1.5 Memberikan Efek Dramatik
Busana juga berfungsi memberikan efek dramatik. Busana
mendukung dramatika sebuah adegan dalam lakon (Gb.187). Gerak
pemain akan lebih ekspresif dan dramatik dengan adanya busana. Efek
dramatik busana juga bisa muncul dari perkembangan tokoh, contohnya
busana tokoh yang mengalami kejayaan pada babak awal kemudian
berubah busananya ketika mengalami kejatuhan. Selain itu, saat busana
dipakai untuk bermain bisa melahirkan bentuk dan efek gerak tertertu
yang mampu memukau.


314

Gb.187 Busana mampu memberikan efek dramatik

2.2 Jenis Tata Busana
Busana sangat beragam jenis dan bentuknya. Busana teater
secara garis besar dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yaitu;
busana sehari-hari, busana tradisional, busana sejarah, dan busana
fantasi.

2.2.1 Busana Sehari-hari
Busana sehari-hari adalah busana yang dipakai dalam kehidupan
keseharian masyarakat. Busana sehari-hari juga memiliki bentuk yang
beragam, tergantung dari tingkat sosial msyarakat yang memakai.
Misalnya, busana petani berbeda dengan busana seorang tuan tanah.
Busana sehari-hari dapat menunjukkan tingkat sosial seseorang yang
memakainya. Busana sehari-hari banyak dipakai dalam pementasan
teater realis. Dimana teater realis merupakan gambaran kehidupan
sehari-hari (illusion of nature).

2.2.2 Busana Tradisional
Setiap masyarakat memiliki busana tradisional sesuai dengan
kebudayaannya. Busana tradisional mencerminkan karakteristik
masyarakat yang membedakan dengan kelompok masyarakat lain.
Setiap bangsa memiliki busana tradisionalnya sendiri. Gambar 188 dan
189 menunjukkan beragam busana tradisional. Indonesia sangat kaya
dengan busana tradisional, misalnya Jawa memiliki busana tradisional
yang disebut kebaya. Kebaya sendiri juga memiliki karakteristik berbeda,
antara kebaya Jawa Tengah, Sunda, dan Bali. Masyarakat Minangkabau
memiliki baju kurung.


315

Gb.188 Busana tradisional Suku Dayak


Gb.189 Busana tradisional Etnis India

Naskah-naskah teater memiliki latar sosial budaya yang beragam.
Naskah Panembahan Reso karya Rendra memiliki latar sosial budaya
Jawa, naskah Puti Bungsu karya Wisran Hadi memiliki latar sosial
budaya Sumatera. Busana yang dibutuhkan naskah tersebut adalah
busana tradisional sesuai dengan latar sosial budaya dimana peristiwa
terjadi. Pementasan teater yang mengambil naskah asing sering juga
diadaptasi ke latar sosial budaya tertentu, misalnya Hamlet dipentaskan
dengan latar sosial budaya Jawa. Oleh karena itu, penata busana perlu
mempelajari beragam busana tradisional.



316
2.2.3 Busana Sejarah
Busana yang mencerminkan zaman tertentu dari suatu masa
(Gb.190). Dalam pementasan teater, busana ini sering dipakai ketika
pertunjukan mengangkat lakon-lakon sejarah. Busana sejarah terikat
dengan masa tertentu, sehingga penata busana perlu mempelajari
konvensi busana pada masa dimana peristiwa dalam naskah terjadi.
Contohnya, naskah Domba-domba Revolusi karya B. Sularto yang latar
peristiwanya terjadi pada masa perjuangan, maka busana dirancang
mengacu pada busana masa perjuangan. Oleh karena itu, penata busana
perlu mengetahui model, warna, tekstur, dan corak busana pada masa
perjuangan.



Gb.190 Contoh busana sejarah


2.2.4 Busana Fantasi
Istilah busana fantasi adalah untuk mengidentifikasikan jenis-jenis
busana yang lahir dari imajinasi dan fantasi perancang (Gb.191). Dalam
hal ini, busana ini tidak lazim ditemui dan dipakai dalam kehidupan
sehari-hari. Busana jenis ini juga dimaksudkan untuk busana tokoh-tokoh
yang tidak riil dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tokoh bidadari,
malaikat, atau dewa. Busana-busana untuk tokoh semacam ini

317
membutuhkan rancangan khusus sehingga membedakan dengan tokoh
yang riil.


Gb.191 Busana fantasi


2.3 Bahan dan Peralatan Tata busana
Bahan busana yang dapat dimanfaatkan untuk pementasan teater
sangat beragam. Bahan busana teater mencerminkan pencapaian
teknologi pengolahan bahan di suatu zaman. Pada era teater primitif
bahan busana diolah dari materi-materi yang ada di lingkungan dimana
teater tersebut hidup. Secara garis besar, bahan busana untuk
pementasan teater dapat digolongkan menjadi bahan alami, kain (tekstil),
bahan sintetik, dan kulit.

2.3.1 Bahan Tata Busana
Dalam pementasan teater bahan yang digunakan untuk membuat
tata busana bermacam-macam. Karena pertunjukan teater berbeda
dengan kehidupan nyata, maka busana dalam teater dapat dibuat
dengan bahan yang awet atau dari bahan sintetis atau bahan lain

318
sekedar untuk kepentingan pementasan. Berbagai macam jenis bahan
tersebut di antaranya adalah; bahan alami, tekstil, busa, spon, dan kulit.

2.3.1.1 Bahan Alami
Bahan alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan merupakan
bahan yang sering dimanfaatkan manusia untuk busana (Gb.192).


Gb.192 Busana berbahan alami

Bagian yang biasa dipakai untuk bahan busana adalah daun,
batang, dan kulit kayu. Orang-orang Mesir pada zaman dahulu mengolah
serat rami menjadi bahan busana. Rami diolah dari tumbuhan sejenis
rumput yang tumbuh di sekitar sungai Nil. Rami diolah menjadi lembaran-
lembaran yang bisa dipakai untuk bahan busana. Bahan busana dari
tumbuh-tumbuhan juga dimanfaatkan untuk seni pertunjukan. Beberapa
bentuk teater tradisonal memanfaatkan bahan alami untuk busana. Di
Bali terdapat seni pertunjukan bernama Brutuk yang menggunakan daun
pisang sebagai bahan busana. Di berbagai bangsa yang masih primitif
sering menggunakan bahan-bahan alami ini untuk busana. Di
Kalimantan, masyarakat Dayak Kalimantan juga mengolah kulit kayu
untuk pakaian dengan diberi ornamen. Pakaian-pakaian tersebut juga
dipakai untuk kepentingan-kepentingan pertunjukan.




319
2.3.1.2 Tekstil
Tekstil atau kain merupakan bahan utama pembuatan busana.
Bahan tekstil merupakan bahan yang paling banyak dipakai untuk
pementasan teater (Gb.193).


Gb.193 Busana berbahan tekstil

Tekstil sebenarnya juga bersumber dari bahan-bahan alami baik
dari serat tumbuhan maupun serat binatang. Wol, misalnya, adalah
sejenis tekstil yang diolah dari bulu domba. Pengolah wol menjadi tekstil
diperkirakan sudah ada semenjak zaman Neolitikum (3000 Sebelum
Masehi). Pada 3000 tahun SM di lembah Indus, India, kapas telah diolah
menjadi kain. Bangsa Cina mengolah kain sutera yang berasal dari ulat
sutera yang hidup di pohon murbai. Pada perkembangannya, kain
memiliki berbagai jenis dengan karakter yang berbeda-beda.
Karakter tekstil meliputi tebal-tipis, kaku-lembut, kasar-halus, dan
mengkilat- kusam. Karakter tekstil berpengaruh pada kualitas busana
yang diciptakan. Setiap model busana membutuhkan karakter bahan
tertentu. Satu busana bisa saja membutuhkan bahan yang memiliki
karakter yang berbeda-beda. Perkembangan tekstil berpengaruh besar
pada model busana dalam setiap periode.

2.3.1.3 Busa
Busa merupakan bahan yang penting dalam pembuatan busana
teater. Busa juga memiliki jenis dan karakter yang berbeda-beda. Busa

320
dengan pori-pori yang lebar memiliki karakter lunak dan elastis sering
dimanfaatkan untuk mengisi dan menebalkan bagian busana tertentu,
misalnya bagian pundak untuk menyamarkan pundak yang sempit dan
turun. Rancangan busana untuk tokoh binatang yang membutuhkan
penambahan bentuk tubuh, bisa memanfaatkan busa.

2.3.1.4 Spon
Spon bertekstur padat dengan karakter yang liat seperti karet.
Spon dimanfaatkan untuk pembuatan busana-busana perang. Spon
bertekstur padat dan halus. Spon apabila dicat dengan teknik tertentu
dapat memberikan karakter keras, misalnya seperti benda-benda yang
terbuat dari logam.

2.3.1.5 Kulit
Kulit biasnya berbentuk lembaran seperti kain. Biasa
dimanfaatkan untuk busana sejenis jaket.


Gb.194 Busana berbahan kulit

Kulit yang baik adalah yang diambil dari kulit binatang. Ada pula sejenis
kulit sintetik yang memiliki karakter tidak jauh berbeda, dengan kualitas di
bawah kulit binatang.




321
2.3.2 Peralatan Tata Busana
Peralatan dalam tata busana sangat beragam. Peralatan akan
menyangkut teknik pemakaian dan produksi tata busana. Busana untuk
pementasan teater terkadang tidak harus diproduksi, tetapi
memanfaatkan busana yang ada. Sebaliknya, busana teater harus
diproduksi, mulai dari desain, pencarian bahan, pembuatan pola, dan
menjahit. Masing-masing membutuhkan peralatan yang berbeda-beda.
Secara garis besar, peralatan pembuatan busana teater adalah sebagai
berikut:

Gunting
Gunting untuk produksi busana, terdapat beberapa jenis
dengan fungsi yang berbeda-beda, yaitu:

Gunting kain. Adalah gunting khusus untuk memotong kain.
Gunting kain memiliki dua pegangan yang berbeda. Pegangan
besar untuk menempatkan emapt jari, sedangkan pegangan
kecil untuk menempatkan ibu jari. Gunting kain tidak boleh
dipakai untuk menggunting bahan lain, karena mudah tumpul.

Gunting benang, berfungsi untuk menggunting benang bagian-
bagian busana yang sulit dijakangkau dengan gunting kain.
Gunting ini hanya memiliki satu pegangan untuk
menempatkan dua jari.

Gunting listrik, dipakai untuk memotong kain dalam jumlah
yang banyak. Gunting listrik biasa dipakai dalam industri
busana-busana jadi. Gunting jenis ini jarang dipakai untuk
memproduksi busana teater di Indonesia, kecuali produksi
yang besar dan mmbutuhkan busana dengan jumlah yang
besar pula.

Penggaris
Penggaris merupakan alat penting dalam memproduksi
busana. Penggaris yang dibutuhkan juga beragam, mulai dari
ukuran dan bentuknya. Termasuk penggaris khusus yang
diproduksi untuk kepentingan pembuatan busana, misalnya
penggaris dressmaking untuk membentuk bagian pinggul.

Rader
Rader merupakan alat yang berfungsi untuk menekan karbon
jahit saat memberi tanda pola pada bahan busana yang akan
dijahit. Rader memiliki ujung yang beroda. Roda rader
bermacam-macam, mulai dari yang polos, beroda tumpul,
sampai roda bergerigi tajam.


322
Pencabut Benang
Pada busana sering terdapat jahitan yang tidak terpakai atau
terjadi kekeliruan dalam proses menjahit. Oleh karena itu
dibutuhkan alat pencabut benang. Alat ini berupa logam yang
ujungnya bercabang.

Jarum
Jarum merupakan peralatan yang penting. Jarum juga
bermacam-macam jenis dan fungsinya. Jarum tisik untuk
memasang berbagai asesoris baik berupa kain atau manik-
manik. Jarum jahit adalah jarum khusus yang terpasang pada
mesin jahit. Jenis jarum yang lain adalah jarum pentul yang
berfungsi untuk menyematkan asesoris atau mengaitkan satu
unsur busana dengan unsur yang lain.

Mesin jahit
Mesin jahit terdapat berbagai jenis pula. Mesin jahit yang
umum digunakan adalah mesin jahit manual yang
dioperasikan dengan kayuhan kaki. Jenis mesin jahit lain
adalah mesin jahit listrik. Mesin jahit ini dapat bekerja lebih
cepat dengan hasil yang lebih baik.

Setrika
Setrika dibutuhkan pada saat produksi busana dan persiapan
pementasan. Setrika yang paling sering dipakai adalah setrika
listrik yang dapat diatur temperaturnya. Terdapat pula setrika
dengan semprotan air. Setrika dengan semprotan air akan
mempercepat proses dalam melicinkan busana.

Boneka Jahit
Boneka jahit berbentuk torso yang tersedia dalam berbagai
ukuran standar, yaitu S, M , L, dan XL. Fungsinya untuk
meletakkan busana agar dapat mengetahui jatuhnya jahitan.


2.4 Praktek Tata Busana
Membuat busana untuk pementasan teater membutuhkan
persiapan yang matang dengan tata urutan kerja yang sistematik.
Seorang perancang busana tidak bisa kerja sendiri, karena karyanya
berhubungan dengan tata artistik lain. Dimensi dan warna busana
tergantung pada pencahayaan yang dikerjakan penata cahaya.
Rancangan busana juga harus mempertimbangkan masukan sutradara,
karena sutradara yang mengetahui bentuk, pola, dan gaya permainan.




323
2.4.1 Menganalisis Naskah
Naskah adalah sumber gagasan dari sebuah pementasan teater.
Gagasan kreatif seorang penata busana mengacu langsung pada naskah
yang akan dipentaskan. Menganalisis naskah artinya adalah memahami
naskah secara utuh. Bagi seorang aktor, memahami naskah adalah untuk
mengetahui karakter tokoh dan bagaimana mewujudkan karakter itu
dalam akting. Seorang penata busana menganalisis naskah untuk
mengetahui jenis busana, model, warna, tektur, dan motif yang
dibutuhkan.
Memahami naskah bermula dari mempelajari tokoh. Keutuhan
tokoh yang menyangkut dimensi fisik, psikologis, serta latar sosial sangat
menentukan arah rancangan busana. Seorang penata busana perlu juga
mempelajari aktivitas tokoh yang menyangkut karakteristik akting.
Seorang tokoh dalam naskah mungkin banyak melakukan adegan
perkelahian dengan motif gerak silat, sehingga penata busana perlu
membuat busana yang memiliki pola tertentu sehingga memberi ruang
gerak secara maksimal. Dengan mempelajari naskah, seorang penata
busana bisa mengetahui perubahan busana dalam setiap adegan atau
babak. Semua aspek yang menyangkut fungsi busana dalam sebuah
pementasan perlu dicermati oleh penata busana.
Memahami naskah akan memberikan ide-ide kreatif terhadap
penata busana. Saat mempelajari naskah, seorang penata busana perlu
membuat catatan-catatan penting terkait dengan gagasannya maupun
hal-hal yang akan didiskusikan dengan tim artistik yang lain. Seorang
penata busana juga perlu mencatat kesulitan-kesulitan, baik menyangkut
model busana, maupun aspek teknik. Dengan mempelajari naskah
dengan baik, seorang penata busana memperoleh gambaran yang utuh
tentang rancangan busana yang dibutuhkan.

2.4.2 Diskusi Dengan Sutradara dan Tim Artistik
Penata busana perlu melakukan diskusi dengan sutradara untuk
memperoleh pemahaman yang sama terhadap naskah. Gagasan
sutradara tentang busana juga merupakan masukan yang penting bagi
penata busana. Diskusi yang dilakukan dengan sutradara menyangkut
model busana, bentuk, warna,motif, garis, serta kemungkinan-
kemungkinan akting yang membawa konsekuensi pada rancangan
busana. Masukan sutradara menjadi landasan untuk membuat desain.
Diskusi dengan tim artistik menjadi proses kerja yang penting bagi
seorang penata busana. Khususnya dengan penata cahaya.
Pencahayaan berpengaruh langsung pada dimensi dan warna busana.
Penata busana perlu menyampaikan warna yang dipakai sehingga tidak
memunculkan efek-efek lain yang tidak diinginkan. Dalam diskusi, semua
gagasan artistik diungkapkan untuk mencapai kesepakatan pengolahan
unsur-unsur estetiknya.



324
2.4.3 Mengenal Tubuh Pemain
Membuat busana terkait langsung bentuk tubuh pemain. Tokoh
dalam naskah mempunyai karakteristik tubuh yang tidak selalu sesuai
dengan bentuk tubuh pemain. Bentuk tubuh pemain memiliki kelebihan
dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan dalam membuat rancangan
busana. Oleh karena itu, penata busana perlu mencatat dengan cermat
karakteristik tubuh pemain. Anatomi tubuh yang tidak sesuai perlu
dicarikan solusinya sehingga sesuai dengan kebutuhan tokoh.

2.4.4 Persiapan Pengadaan dan produksi
Desain busana menentukan pengadaan dan produksi. Pengadaan
dan produksi akan terkait dengan waktu, biaya, serta tenaga yang
terlibat. Pengadaan busana dengan cara memadukan busana yang
sudah ada, membutuhkan waktu dan biaya yang relatif sedikit.
Sebaliknya, busana yang harus diproduksi membutuhkan waktu, biaya,
serta tenaga yang relatif banyak. Hal ini perlu dipertimbangkan agar
busana dapat disediakan tepat pada waktu yang telah ditentukan.

2.4.5 Persiapan Pementasan
Persiapan pementasan merupakan hal yang penting. Persiapan
pementasan perlu pengelolaan tersendiri. Pengelolaan persiapan
pementasan dapat dilakukan dengan cara mengelompokkan busana
berdasarkan tokoh. Busana untuk masing-masing tokoh dikelompokkan
tersendiri dengan catatan khusus terkait dengan jenis busana, asesoris,
serta peralatan yang dibutuhkan. Busana-busana yang membutuhkan
perlakukan khusus, seperti harus diseterika, dibuat kusut, dirancang
untuk sobek saat dipakai akting, dan sebagainya, juga harus
diperhatikan. Penata busana juga perlu memperhatikan pergantian
busana tiap babak atau adegan. Semuanya harus ditata dalam alur kerja
yang sistematis.

2.4.6 Desain
Desain busana berarti rancangan tentang suatu bentuk dan
model busana. Desain menjadi media untuk menggambarkan gagasan
perancang busana. Fungsi lain dari desain adalah sebagai alat
mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain untuk dapat diwujudkan
dalam bentuk busana yang sebenarnya. Secara garis besar, desain
dibedakan menjadi dua, yaitu desain ilustrasi dan desain produksi.

2.4.6.1 Desain Ilustrasi
Desain ilustrasi busana merupakan desain dasar yang tidak
memiliki keterangan spesifik tentang busana. Ilustrasi busana berupa
gambar yang menjadi gagasan dasar dan membutuhkan penjabaran
teknik apabila hendak diproduksi. Desain busana bisa dibuat dengan
gambar detil realistik seperti yang terlihat dalam gambar 195 dan 196.

325
Akan tetapi juga bisa dibuat dalam bentuk sket yang memuat ide secara
global.


Gb.195 Desain busana 1 Gb.196 Desain busana 2


Gb.197 Sketsa tata busana

Desain ilustrasi dengan gambar detil realistik akan memberikan
kemudahan bagi sutradara dan tim tata artistik yang lain untuk

326
memahami. Tetapi karena desain ilustrasi masih merupakan tahap awal
tentunya akan sedikit menyulitkan bagi penata busana untuk
menggambar desain ulang setelah mendapatkan penyesuaian dari
sutradara. Pada tahap awal, gambar desain berupa sketsa lebih
dianjurkan karena masih adanya penyesuaian di sana-sini sehingga tidak
terlalu menyulitkan dalam mengubah gambar desainnya.

2.4.6.2 Desain Produksi
Suatu desain yang dibuat dengan tujuan untuk diproduksi. Oleh
karena itu mengandung keterangan-ketranagan teknik yang rinci, dan
jelas sehingga dapat dibaca dan diwujudkan ke dalam bentuk busana
yang sesungguhnya.

2.4.7 Mengerjakan Busana
Pengerjaan busana untuk pementasan teater tergantung dari
desain untuk menentukan teknik pengerjaan. Suatu busana mungkin
tidak perlu dibuat, karena dapat memanfaatkan busana yang ada untuk
ditata sedemikian rupa sesuai dengan rancangan. Akan tetapi, desain
busana hanya bisa diwujudkan dengan memproduksi, mulai dari
menyiapkan bahan sampai proses penjahitan.

2.4.7.1 Teknik Draperi
Teknik draperi adalah teknik pemakaian busana dari lembaran-
lembaran kain yang diaplikasikan ke tubuh dengan mengaitkan dan
mengikat untuk memperoleh bentuk tertentu. Biasanya pemain memakai
busana dasar. Teknik draperi ini bertujuan memperoleh bentuk tertentu
dari pengolahan lembaran kain. Teater Yunani memakai teknik draperi
untuk busana bagian luar. Busana dasarnya semacam baju tanpa lengan
dengan bentuk lurus yang disebut tunik.

2.4.7.2 Teknik Padu Padan
Teknik padu padan busana adalah suatu teknik memadukan
busana , baik satu unsur busana atau lebih untuk mendapatkan model
busana baru. Berbeda dengan teknik draperi, teknik padu padan
mengolah busana yang sudah jadi . Teknik padu padan bertolak dari
suatu karakter busana yang sama maupun berbeda model, warna, motif,
tekstur dan bentuknya. Dalam pementasan teater, teknik padu padan
bisa dipakai apabila kebutuhan busana untuk pementasan bisa diadakan
berdasarkan busana yang tersedia.

2.4.7.3 Teknik Produksi
Busana yang dibutuhkan untuk sebuah pementasan teater tidak
selalu bisa menggunakan teknik draperi maupun padu padan.
Adakalanya busana yang dipakai harus diproduksi karena tuntutan
desain tertentu. Memproduksi busana melalui tahapan-tahapan tertentu.

327
Desain busana. Desain mejadi penuntun dalam hal model,
motif, warna, bentuk, dan tekstur. Desain dalam produksi
idealnya terwujud dalam bentuk desain produksi yang memuat
petunjuk teknik, ukuran, dan detil sebuah busana.
Mempertimbangkan bentuk tubuh. Setiap orang memiliki
bentuk tubuh yang berbeda-beda. Bentuk tubuh setiap
pemeran tidak selalu sama dengan tuntutan tokoh. Hal penting
yang perlu diperhatikan adalah kekurang dan kelebihan tubuh
pemain.
Pengukuran. Pengambilan pengukuran menjadi hal yang
penting karena menyangkut kenyamanan serta bentuk
busana. Pada saat pengukuran, semua kelebihan dan
kekurangan tubuh pemain telah dicarikan solusinya sehingga
pengambilan ukuran sesuai dengan tuntutan.
Pembuatan pola busana. Pola adalah bentuk dasar busana
menyangkut potongan tubuh dan ukuran yang diproyeksikan
pada kain untuk dipotong sesuai rancangan. Semakin rumit
rancangan busana, maka pembuatan pola juga semakin rumit.
Pola memuat garis-garis perpotongan busana yang
berpengaruh pada kenyamanan dan bentuk busana.
Menjahit Busana. Pola yang dipindahkan atau diproyeksikan
pada kain untuk dipotong. Pemotongan dilakukan berdasarkan
garis proyeksi pola. Setelah kain dipotong, maka proses
berikutnya adalah menjahit. Menjahit adalah proses
perangkaian busana secara permanen untuk menyatukan
unsur-unsur potongan.
Finishing. Finishing busana menyangkut pemasangan
kancing, aplikasi, dan asesoris busana sesuai dengan
rancangan. Sebelumnya, busana diletakkan pada boneka jahit
untuk memastikan bentuk dan jatuhnya kain. Setelah finishing
selesai, busana baru siap difungsikan.
Persiapan Pementasan. Ketika busana telah jadi, pekerjaan
penata busana belum berakhir. Penata busana harus
menyiapkan busana pada saat pementasan. Persiapan ini
penting, karena akan berpengaruh langsung pada pencapaian
akhir , yaitu saat busana dipakai untuk pementasan. Beberapa
hal yang perlu dilakukan adalah mengontrol kesiapan busana.
Seorang penata busana perlu melihat kembali apakah tidak
terdapat kekurangan dalam setiap busana (Gb.198). Ketika
setiap busana telah dikontrol, maka busana perlu dipadukan
dengan pasangannya (Gb.199). Biasanya setiap busana terdiri
dari beberapa unsur, seperti pakaian dasar, pakaian luar,
serta asesoris. Perlengkapan lain yang perlu disiapkan adalah
asesoris, seperti sepatu, ikat pinggang, ikat kepala, dan lain-
lain sesuai rancangan. Asesoris juga perlu dikelompokkan

328
untuk memudahkan proses pemakaian (Gb.200). Semua
busana dikelompokkan pada tempat khusus, sehingga mudah
diaplikasikan saat pemakaian. Penata busana membutuhkan
seorang asisten untuk proses pemakaian busana (Gb.201).
Apabila busana telah dipakai oleh pemain, idealnya penata
busana mengontrol tingkat kenyamanan ketika dipakai untuk
bermain. Oleh karena itu, pemain diberi kesempatan untuk
mencoba. Kesempatan untuk mencoba bisa dilakukan pada
saat latihan terakhir, tetapi menjelang pementasan perlu
dicoba kembali (Gb.202)



Gb.198 Pengecekan kelengkapan busana


329

Gb.199 Pemaduan busana


Gb.200 Kelengkapan busana



330

Gb.201 Pemasangan kelengkapan Gb.202 Hasil akhir penataan busana

Pementasan. Pementasan merupakan saat yang penting
untuk melihat hasil seluruh kerja tim artistik. Penata busana
pada saat pentas masih memiliki tugas mengikuti pertunjukan.
Mengikuti pertunjukan dalam hal ini untuk mengganti atau
menambah busana yang dipakai oleh pemain. Dalam proses
ini, seorang penata busana idealnya memiliki asisten yang
disebut dresser. Dresser bertugas membantu penata busana
dalam memasang atau menukar busana saat pementasan
berlangsung.


331
3. TATA CAHAYA
Cahaya adalah unsur tata artistik yang paling penting dalam
pertunjukan teater. Tanpa adanya cahaya maka penonton tidak akan
dapat menyaksikan apa-apa. Dalam pertunjukan era primitif manusia
hanya menggunakan cahaya matahari, bulan atau api untuk menerangi.
Sejak ditemukannya lampu penerangan manusia menciptakan modifikasi
dan menemukan hal-hal baru yang dapat digunakan untuk menerangi
panggung pementasan. Seorang penata cahaya perlu mempelajari
pengetahuan dasar dan penguasaan peralatan tata cahaya.
Pengetahuan dasar ini selanjutnya dapat diterapkan dan dikembangkan
dalam pelanataan cahaya untuk kepentingan artistik pemanggungan.

3.1 Fungsi Tata Cahaya
Tata cahaya yang hadir di atas panggung dan menyinari semua
objek sesungguhnya menghadirkan kemungkinan bagi sutradara, aktor,
dan penonton untuk saling melihat dan berkomunikasi. Semua objek
yang disinari memberikan gambaran yang jelas kepada penonton tentang
segala sesuatu yang akan dikomunikasikan. Dengan cahaya, sutradara
dapat menghadirkan ilusi imajinatif. Banyak hal yang bisa dikerjakan
bekaitan dengan peran tata cahaya tetapi fungsi dasar tata cahaya ada
empat, yaitu penerangan, dimensi, pemilihan, dan atmosfir (Mark
Carpenter, 1988).
Penerangan. Inilah fungsi paling mendasar dari tata cahaya.
Lampu memberi penerangan pada pemain dan setiap objek
yang ada di atas panggung. Istilah penerangan dalam tata
cahaya panggung bukan hanya sekedar memberi efek terang
sehingga bisa dilihat tetapi memberi penerangan bagian
tertentu dengan intensitas tertentu. Tidak semua area di atas
panggung memiliki tingkat terang yang sama tetapi diatur
dengan tujuan dan maksud tertentu sehingga menegaskan
pesan yang hendak disampaikan melalui laku aktor di atas
pentas.
Dimensi. Dengan tata cahaya kedalaman sebuah objek dapat
dicitrakan. Dimensi dapat diciptakan dengan membagi sisi
gelap dan terang atas objek yang disinari sehingga membantu
perspektif tata panggung. Jika semua objek diterangi dengan
intensitas yang sama maka gambar yang akan tertangkap
oleh mata penonton menjadi datar. Dengan pengaturan tingkat
intensitas serta pemilahan sisi gelap dan terang maka dimensi
objek akan muncul.
Pemilihan. Tata cahaya dapat dimanfaatkan untuk
menentukan objek dan area yang hendak disinari. Jika dalam
film dan televisi sutradara dapat memilih adegan
menggunakan kamera maka sutradara panggung
melakukannya dengan cahaya. Dalam teater, penonton

332
secara normal dapat melihat seluruh area panggung, untuk
memberikan fokus perhatian pada area atau aksi tertentu
sutradara memanfaatkan cahaya. Pemilihan ini tidak hanya
berpengaruh bagi perhatian penonton tetapi juga bagi para
aktor di atas pentas serta keindahan tata panggung yang
dihadirkan.
Atmosfir. Yang paling menarik dari fungsi tata cahaya adalah
kemampuannya menghadirkan suasana yang mempengaruhi
emosi penonton. Kata atmosfir digunakan untuk menjelaskan
suasana serta emosi yang terkandung dalam peristiwa lakon.
Tata cahaya mampu menghadirkan suasana yang
dikehendaki oleh lakon. Sejak ditemukannya teknologi
pencahayaan panggung, efek lampu dapat diciptakan untuk
menirukan cahaya bulan dan matahari pada waktu-waktu
tertentu. Misalnya, warna cahaya matahari pagi berbeda
dengan siang hari. Sinar mentari pagi membawa kehangatan
sedangkan sinar mentari siang hari terasa panas. Inilah
gambaran suasana dan emosi yang dapat dimunculkan oleh
tata cahaya.
Keempat fungsi pokok tata cahaya di atas tidak berdiri sendiri. Artinya,
masing-masing fungsi memiliki interaksi (saling mempengaruhi). Fungsi
penerangan dilakukan dengan memilih area tertentu untuk memberikan
gambaran dimensional objek, suasana, dan emosi peristiwa. Gambar
203 memperlihatkan interaksi fungsi pokok tata cahaya.


Gb.203 Interaksi fungsi tata cahaya

333

Selain keempat fungsi pokok di atas, tata cahaya memiliki fungsi
pendukung yang dikembangkan secara berlainan oleh masing-masing
ahli tata cahaya. Beberapa fungsi pendukung yang dapat ditemukan
dalam tata cahaya adalah sebagai berikut.
Gerak. Tata cahaya tidaklah statis. Sepanjang pementasan,
cahaya selalu bergerak dan berpindah dari area satu ke area
lain, dari objek satu ke objek lain. Gerak perpindahan cahaya
ini mengalir sehingga kadang-kadang perubahannya disadari
oleh penonton dan kadang tidak. Jika perpindahan cahaya
bergerak dari aktor satu ke aktor lain dalam area yang
berbeda, penonton dapat melihatnya dengan jelas. Tetapi
pergantian cahaya dalam satu area ketika adegan tengah
berlangsung terkadang tidak secara langsung disadari. Tanpa
sadar penonton dibawa ke dalam suasana yang berbeda
melalui perubahan cahaya.
Gaya. Cahaya dapat menunjukkan gaya pementasan yang
sedang dilakonkan. Gaya realis atau naturalis yang
mensyaratkan detil kenyataan mengharuskan tata cahaya
mengikuti cahaya alami seperti matahari, bulan atau lampu
meja. Dalam gaya Surealis tata cahaya diproyeksikan untuk
menyajikan imajinasi atau fantasi di luar kenyataan sehari-
hari. Dalam pementasan komedi atau dagelan tata cahaya
membutuhkan tingkat penerangan yang tinggi sehingga setiap
gerak lucu yang dilakukan oleh aktor dapat tertangkap jelas
oleh penonton.
Komposisi. Cahaya dapat dimanfaatkan untuk menciptakan
lukisan panggung melalui tatanan warna yang dihasilkannya.
Penekanan. Tata cahaya dapat memberikan penekanan
tertentu pada adegan atau objek yang dinginkan. Penggunaan
warna serta intensitas dapat menarik perhatian penonton
sehingga membantu pesan yang hendak disampaikan.
Sebuah bagian bangunan yang tinggi yang senantiasa disinari
cahaya sepanjang pertunjukan akan menarik perhatian
penonton dan menimbulkan pertanyaan sehingga membuat
penonton menyelidiki maksud dari hal tersebut.
Pemberian tanda. Cahaya berfungsi untuk memberi tanda
selama pertunjukan berlangsung. Misalnya, fade out untuk
mengakhiri sebuah adegan, fade in untuk memulai adegan
dan black out sebagai akhir dari cerita. Dalam pementasan
teater tradisional, black out biasanya digunakan sebagai tanda
ganti adegan diiringi dengan pergantian set.





334

3.2 Peralatan Tata Cahaya
Kerja tata cahaya adalah kerja pengaturan sinar di atas pentas.
Kecakapan dalam mendisitribusi cahaya ke atas pentas sangat
dibutuhkan. Dengan peralatan tata cahaya, kontrol atau kendali atas
distribusi cahaya itu dikerjakan. Penata cahaya perlu mengendalikan
intensitas, warna, arah, bentuk, ukuran, dan kualitas cahaya serta gerak
arus cahaya. Semua kendali itu bisa dimungkinkan karena adanya
peralatan tata cahaya yang memang dirancang untuk tujuan tersebut.
Penguasaan peralatan wajib dipelajari oleh penata cahaya.

3.2.1 Bohlam
Bohlam (bulb, lamp) adalah sumber cahaya. Bagian-bagian dari
bohlam terdiri atas envelope, filament, dan base (Gb.204). Envelope
adalah cangkang yang terbuat dari gelas kaca atau kwarsa untuk
melindungi komponen dari udara dan mencegahnya dari kebakaran.


Gb.204 Bohlam

Filament merupakan komponen yang mengubah panas listrik menjadi
cahaya. Ukuran dan bentuknya bermacam-macam disesuaikan dengan
ketahanan panas dan hasil cahaya yang dinginkan. Karena filament
menghasilkan cahaya dari panas maka ia juga menjadi lemah karena
panas sehingga mudah rusak. Oleh karena itu pemasangan dan

335
pelepasan bohlam hendaknya dilakukan dengan hati-hati apalagi ketika
kondisinya sedang menyala. Base, adalah dasaran untuk meletakkan
bohlam pada dudukan yang sesuai dan merupakan komponen yang
menghubungkan filament dengan arus listrik. Jenis dan bentuk base
berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan dudukan yang disediakan pada
masing-masing jenis dan merk lampu dari pabrikan tertentu.


Gb.205 Aneka bentuk bohlam

Gambar di atas memperlihatkan aneka ragam bentuk bohlam.
Hampir semua bohlam dibuat terpisah dengan reflektornya tetapi pada
lampu PAR bohlam dibuat satu unit dengan reflektor dan lensa sehingga
jika bohlam mati maka semua unit komponennya harus diganti. Pada
dasarnya jenis bohlam lampu panggung ada tiga yaitu; tungsten,
tungsten-halogen, dan discharge. Tungsten digunakan untuk lampu di
bawah 1000 watt. Tungsten-halogen untuk lampu 1000 watt ke atas.
Sedangkan discharge adalah lampu yang hanya bisa dioperasikan
secara manual seperti lampu followspot. Penggunaan jenis bohlam ini
didasari pada ketahanan material menahan panas tinggi dalam kurun
waktu yang lama. Karena bekerja dengan panas, maka kualitas bohlam
menurun seiring penggunaan waktu dan batas waktu hidupnya (lifetime)
telah ditentukan (terbatas).

3.2.2 Reflektor dan Refleksi
Untuk memancarkan cahaya dari bohlam ke objek yang disinari
dibutuhkan reflektor. Cahaya yang hanya berasal dari bohlam sinarnya
kurang kuat dan tidak terarah pancarannya. Dengan reflektor maka

336
pancaran cahaya yang berasal dari bohlam dapat ditingkatkan, diatur,
dan diarahkan. Lampu panggung menggunakan tiga jenis reflektor yaitu;
ellipsoidal, spherical, dan parabolic.
Reflektor ellipsoidal berbentuk lengkungan setengah elips
(lonjong) yang mengelilingi lampu sehingga mencipatkan efek pancaran
tiga dimensi. Jarak masing-masing sisinya terhadap sumber cahaya
tetap. Karena bentuknya tersebut cahaya yang dihasilkan oleh reflektor
ellipsoidal memiliki dua focal point (tittik temu fokus cahaya). Focal point
1 berasal dari titik fokus sumber cahaya (bohlam) kemudian memantul
kembali ke reflektor yang hasil refleksinya membentuk titik focal point 2
baru kemudian menyebar (Gb.206).


Gb.206 Reflektor elipsoidal

Reflektor spherical memiliki bentuk sisi yang membulat. Jenis
reflektor ini memancarkan seluruh cahaya langsung dari titik focal point
ke reflektor yang merefleksikannya kembali melalui focal point tersebut
sebelum memencar. Jika dibuat garis lingkaran imajiner maka panjang
cahaya yang ditempuh masing-masing garis cahaya adalah sama.
Gambar 207 memperlihatkan refleksi cahaya melalui reflektor spherical.


337

Gb.207 Reflektor spherical

Reflektor parabolic memiliki bentuk sisi parabola. Reflektor jenis
ini merefleksikan cahaya langsung dari atau melalui focal point kemudian
menyebar secara paralel membentuk cahaya yang diameternya hampir
sama dengan diameter reflektor (Gb.208). Dengan demikian, diameter
cahaya yang dihasilkan sangat tergantung dengan diameter reflektor.
Contoh lampu sehari-hari yang menggu-nakan reflektor parabolic adalah
lampu senter.


Gb.208 Refleksi prabolic

338
Selain refleksi yang dihasilkan melalui reflektor, cahaya juga akan
mengalami refleksi setelah menyentuh objek penyinaran. Refleksi cahaya
yang memantul setelah mengenai objek dapat dibedakan menjadi empat
jenis, yaitu specular, diffuse, spread, dan mixed. Refleksi specular
(seperti cermin) memantulkan arah cahaya tanpa mengubah besaran
cahaya alami dari sumbernya (Gb.209).


Gb.209 Refleksi specular

Refleksi diffuse terjadi ketika cahaya yang mengenai permukaan objek
memantul dengan pendar yang merata ke segala arah (Gb.210). Contoh
dari refleksi diffuse adalah ketika cahaya diarahkan ke sebuah lukisan
dua dimensi.


Gb.210 Refleksi diffuse


339
Refleksi spread sama seperti refleksi diffuse tetapi persentase masing-
masing garis cahaya tidak sama. Cahaya yang mengenai objek dengan
intensitas lebih tinggi garis cahayanya akan memendar dan direfleksikan
lebih panjang dari yang lain (Gb.211). Contoh refleksi spread adalah
ketika cahaya mengenai gumpalan aluminium foil.


Gb.211 Refleksi spread

Refleksi mixed, merupakan refleksi campuran dari diffuse dan specular.
Beberapa garis cahaya dipendarkan secara merata ke segala penjuru
arah tetapi sebagian garis cahaya dipantulkan seperti cermin (Gb.212).
Contoh refleksi mixed adalah ketika cahaya menyinari gagang pintu dari
logam, jam tangan emas, atau lantai kayu yang mengkilat.


Gb.212 Refleksi mixed

340

3.2.3 Lensa
Cahaya memerlukan pembiasan atau pembelokan sehingga
besar kecilnya ukuran cahaya bisa diatur. Alat yang digunakan untuk
membiaskan cahaya adalah lensa yang terbuat dari gelas kaca atau
semacam plastik. Ada tiga jenis lensa yang digunakan dalam lampu
panggung, yaitu lensa plano convex, fresnel, dan pebble convex. Lensa
plano concex sisi luarnya berbentuk cembung (kurva) dan memiliki
permukaan yang halus (Gb.213). Lensa yang biasa disebut sebagai PC
ini digunakan untuk membentuk lingkaran cahaya yang garis tepinya jelas
kelihatan (hard edge). Ukuran dan ketebalan lensa sangat tergantung
dari ukuran dan intensitas hasil cahaya yang dikehendaki.


Gb.213 Lensa planno convex

Lensa fresnel adalah lensa yang permukaannya membentuk
cetakan bergerigi (Gb.214). Lampu yang menggunakan lensa ini akan
menghasilkan lingkaran cahaya yang garis tepinya lembut (soft edge).
Ketebalan lensa fresnel lebih tipis dari lensa PC. Garis lembut lingkaran
cahaya yang dihasilkan memungkinkan untuk pencampuran warna pada
area penyinaran. Sedangkan lensa pebble convex memiliki permukaan
luar sama dengan lensa PC tetapi sisi dalamnya bergerigi seperti fresnel
(Gb.215). Lensa ini sering juga disebut sebagai step lens. Karakter
Cahaya yang dihasilkannya berada di antara PC dan fresnel.


Gb.214 Lensa fresnel


Gb.215 Lensa pebble convex


341
3.2.4 Lampu
Istilah lampu yang digunakan di sini tidak mengacu pada kata
lamp tetapi lantern. Kata lamp diartikan sebagai bohlam dan lantern
sebagai lampu dan seluruh perlengkapannya termasuk di dalamnya
bohlam. Istilah lantern digunakan sebagai pembeda antara lampu
panggung terhadap lampu rumahan. Dalam lampu panggung ada
terdapat banyak jenis lampu. Akan tetapi, secara mendasar dikategorikan
ke dalam dua jenis, yaitu flood dan spot. Flood memiliki cahaya dengan
sinar yang menyebar sedangkan spot memiliki sinar yang menyorot
terarah. Semua lampu memiliki keistimewaan tersendiri dalam
menghasilkan cahaya. Perkembangan teknologi lampu panggung
terkadang menghasilkan sesuatu yang baru dengan mengkombinasikan
prinsip dan unsur yang ada di dalamnya. Tugas utama dari lampu
panggung adalah menghadirkan cahaya, warna, dan bentuk yang dapat
disesuaikan dan diarahkan menurut kebutuhan.

3.2.4.1 Floodlight
Bentuk paling sederhana dalam khasanah lampu panggung
adalah floodlight (Gb.216). Bohlam dan reflektor diletakkan dalam sebuah
kotak yang dapat diarahkan ke kanan dan ke kiri serta ke atas dan ke
bawah untuk mengatur jatuhnya cahaya. Tidak ada pengaturan khusus
lain yang bisa dilakukan seperti pengaturan bentuk, ukuran sinar, dan
fokus. Sifat menyebar dari sinar cahaya yang dihasilkan membuat
besaran area yang disinari tergantung dari jarak lampu terhadap objek.


Gb.216 Lampu floodlight

Karena keterbatasannya, lampu flood tidak efektif digunakan untuk
menyinari aktor. Sifatnya yang mengandalkan jarak membuat sinar
cahaya mengabur pada objek yang jauh letaknya. Luas area penyinaran
lampu flood sangat tergantung dari besarnya watt dan reflektor yang

342
digunakan. Jadi, lampu flood standar dengan kekuatan 1000 watt mampu
menyinari area yang lebih luas dibandingkan yang berkekuatan 500 watt.
Penggunaan lampu flood efektif untuk menyinari backdrop (siklorama)
atau objek tertentu dengan jarak dekat. Lampu flood yang menggunakan
watt besar dan dikhususkan untuk menyinari backdrop disebut cyc-light
(Gb.217).

Gb.217 Cyc-light

Lampu flood dapat dikombinasikan dengan merangkai beberapa
lampu dalam satu wadah (compartment). Warna diatur sedemikian rupa
sehingga dalam satu kotak terdapat beberapa lampu yang memiliki warna
sama. Beberapa lampu flood yang dirangkai dalam satu kotak dan
digantung di atas panggung ini disebut dengan batten atau striplight
(Gb.218).

Gb.218 Batten atau striplight

Fungsi lampu ini adalah untuk menyinari backdrop atau siklorama dari
atas. Tetapi jika rangkaian tersebut diletakkan di bawah pada panggung
depan dengan tujuan untuk menyinari aktor dari bawah disebut dengan

343
footlight. Jika rangkaian ini diletakkan di bawah tetapi tidak di bagian
depan panggung dengan tujuan untuk menyinari backdrop atau objek
tertentu dari bawah disebut dengan groundrow.

3.2.4.2 Scoop
Lampu scoop adalah lampu flood yang menggunakan reflektor
ellipsoidal dan dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Sinar
cahaya yang dihasilkan memancar secara merata dengan lembut
(Gb.219). Lampu scoop ada beberapa jenis yang dirancang khusus untuk
bohlam tertentu. Ada yang menggunakan bohlam pijar biasa ada yang
menggunakan bohlam tungsten. Tetapi secara umum, scoop dapat
menggunakan bohlam pijar dan tungsten-halogen. Lampu ini sangat
efisien untuk menerangi areal tertentu yang terbatas. Karakter cahayanya
yang lembut membuat lampu scoop sangat ideal untuk memadukan
warna cahaya. Selain digunakan untuk panggung teater dan teater
boneka, scoop juga digunakan untuk televisi, studio photografi, dan
gedung yang membutuhkan penerangan khusus seperti museum.


Gb.219 Lampu scoop



344
3.2.4.3 Fresnel
Fresnel merupakan lampu spot yang memiliki garis batas sinar
cahaya yang lembut. Lampu ini menggunakan reflektor spherical dan
lensa fresnel (Gb.220). Karena karakter lensa fresnel yang bergerigi pada
sisi luarnya maka bagian tengah lingkaran cahaya yang dihasilkan lebih
terang dan meredup ke arah garis tepi cahaya. Pengaturan ukuran sinar
cahaya dilakukan dengan menggerakkan bohlam dan reflektor mendekati
lensa. Semakin dekat bohlam dan reflektor ke lensa maka lingkaran sinar
cahaya yang dihasilkan semakin besar. Sifat lingkaran cahaya yang
lembut memungkinkan dua atau lebih lampu fresnel memadukan warna
cahaya pada objek atau area yang disinari. Kekurangan dari lampu
fresnel adalah intensitas cahaya tertinggi ada pada pusat lingkaran
cahaya sehingga jika seorang aktor berdiri agak jauk dari pusat lingkaran
cahaya maka ia kurang mendapat cukup cahaya.
Lampu fresnel dibuat dengan berbagai macam variasi ukuran
lensa dan kekuatan (daya) seperti yang terlihat dalam gambar 221.
Ukuran lensa dan kekuatan daya mempengaruhi hasil pencahayaan.


Gb.220 Bagan lampu fresnel

Diameter lensa dan daya yang kecil menghasilkan jarak penyinaran yang
tidak jauh. Artinya, ia tidak bisa menyinari objek yang jauh. Setiap lampu
memiliki jarak cahaya minimum dan maksimum. Jika pengaturan lampu
melebihi jarak yang ditetapkan maka cahaya yang dihasilkan menjadi
tidak fokus (buram) atau terlalu terang.


345

Gb.221 Berbagai macam lampu fresnel

Selain itu, karena sifatnya yang sedikit menyebar maka jika jarak lampu
terlalu jauh dari objek sebaran cahayanya akan menerobos ke objek lain.
Karena sifatnya ini, lampu fresnel tidak tepat jika dipasang di baris depan
panggung proscenium (apron) karena sebaran cahayanya bisa
menerangi bingkai panggung. Fresnel lebih efektif di pasang untuk
menyinari panggung tengah.

3.2.4.4 Profile
Lampu profile termasuk lampu spot yang menggunakan lensa
plano convex sehingga lingkaran sinar cahaya yang dihasilkan memiliki
garis tepi yang tegas. Dengan mengatur posisi lensa, maka lingkaran
sinar cahaya bisa disesuaikan. Jika lampu profile dalam keadaan fokus
maka batas lingkaran cahaya akan jelas terlihat dan jika tidak fokus batas
lingkaran cahayanya akan mengabur meskipun tidak selembut lampu
fresnel. Lampu profile digunakan karena besaran lingkaran cahaya dan
derajat penyinarannya bisa diatur sedemikian rupa. Selain bentuk sinar
cahaya yang melingkar lampu profile dapat membentuk cahaya secara
fleksibel dengan bantuan shutter. Shutter atau penutup cahaya ini
terpasang di empat sisi (atas, bawah, kanan, dan kiri). Dengan mengatur
posisi shutter ini maka bentuk cahaya yang dinginkan dapat dikreasikan.
Di Amerika lampu ini disebut ERS (Ellipsoidal Relfector Spotlight)
atau lampu spot yang menggunakan relfektor ellipsoidal. Dapat juga
disebut lekolite atau leko (di Indonesia sering disebut lampu elips atau
profil). Lampu ERS generasi pertama menempatkan bohlam 45 derajat
dari garis axis (poros bumi), reflektor, dan posisi lensa (Gb.222). Lampu
ini disebut ERS radial. Lampu ERS modern menempatkan bohlam sejajar
dengan axis dan sistem optik. Lampu ini disebut ERS Axial (Gb.223). Jika
penempatan bohlam tidak sejajar atau presisi antara focal point dan
reflektor maka efisiensi dan keserasian cahayanya akan terganggu.

346

Gb.222 Bagan lampu ERS radial


Gb.223 Bagan lampu ERS axial

Berbagai bentuk dan ukuran lampu profil dibuat untuk
kepentingan pencahaayan panggung (Gb.224). Namun lampu profil atau
ERS ini pada dasarnya hanya memiliki tiga jenis lampu, yaitu standard,
bifocal, dan zoom. Lampu standar menggunakan satu lensa. Pengaturan
fokusnya dengan mendekatkan lensa ke bohlam. Untuk mengatur bentuk
cahaya terdapat shutter yang dapat mengatur bentuk cahaya secara
fleksibel. Di depan shutter ada slot untuk iris yang dapat mengatur
cahaya berbentuk melingkar. Slot untuk iris ini juga dapat digunakan
untuk menempatkan gobo (plat metal bermotif yang dapat meproyeksikan
cahaya sesuai gambar motif yang ada).


347

Gb.224 Berbagai jenis lampu profil (ERS)

Lampu bifocal adalah lampu profil standar yang ditambahi dengan
shutter tambahan. Shutter tambahan ini diletakkan di luar fokus sehingga
lampu dapat menghasilkan lingkaran cahaya yang tegas dan lembut
sekaligus. Seiring perkembangan, lampu bifocal sudah tidak diterbitkan
lagi. Sedangkan lampu zoom menggunakan dua lensa plano convex
yang dipasang secara berhadapan (belly to belly). Lensa yang pertama
mengatur fokus (seperti pada lampu profil standar) dan lensa yang kedua
untuk mengatur ukuran lingkar sinar cahaya (GB.225). Kombinasi lensa
yang dilakukan pada lampu standard dan bifocal dapat mengubah ukuran
lingkaran sinar cahaya tetapi bagaimanapun juga kemungkinannya
terbatas.


Gb.225 Bagan lampu profil

348

Dengan lampu zoom ukuran lingkaran sinar cahaya dapat diatur pada
sebarang titik (nilai) antara minimal dan maksimal hanya dengan
menggeser tombol atau pegangan (knob) yang telah disediakan.


Gb.226 Bagan lampu profil zoom

Pada jenis standar dan bifocal hal ini harus dilakukan dengan mengganti
atau mengkombinasi lensa yang membutuhkan beberapa peralatan
tambahan serta memerlukan waktu pemasangan tersendiri. Dengan
demikian penggunaan lampu ERS (profile zoom) sangatlah efektif.

3.2.4.5 Pebble Convex
Struktur lampu ini sama dengan fresnel yaitu menggunakan
reflektor spherical. Yang membedakan adalah digunakannya lensa
pebble convex. Pada mulanya, terdapat pula lampu semacam ini dengan
menggunakan lensa plano convex dan sering disebut dengan lampu PC.
Lampu PC (plano convex) tidak lagi diproduksi di Amerika dan yang
sampai sekarang masih digunakan (terutama di Eropa) adalah lampu
pebble convex atau prism convex (Gb.227). Untuk mengatur ukuran
lingkaran sinar cahaya lampu dan reflektor didekatkan ke lensa. Karena
menggunakan lensa pebble convex maka garis sinar cahaya yang
dihasilkan berada di antara fresnel yang berkarakter lembut dan profile
yang berkarakter tegas. Lampu ini sangat bermanfaat ketika garis sinar

349
cahaya yang tegas tidak diperlukan sementara garis sinar cahaya yang
lembut terlalu kabur.


Gb.227 Lampu pebble convex


3.2.4.6 Follow Spot
Lampu follow spot sering juga disebut lime adalah lampu yang
dapat dikendalikan secara langsung oleh operator untuk mengikuti gerak
laku aktor di atas panggung.


Gb.228 Lampu follow spot

350

Karena dikendalikan secara manual maka lampu ini memiliki
struktur yang kuat baik secara optik maupun mekanik. Keseimbangan
diatur sedemikian rupa sehingga gerak ke atas dan ke bawah, ke kanan
dan kekiri dapat mengalir dengan baik. Pengaturan besar kecilnya ukuran
lingkaran sinar cahaya, fokus, dan warna diatur oleh pengendali. Untuk
menempatkan lampu ini diperlukan dudukan (stand) khusus yang dapat
diputar dan diatur tinggi rendahnya. Untuk lampu yang berukuran besar,
stand yang digunakan biasanya memiliki roda sehingga memudahkan
dalam memindahkan lampu dari tempat satu ke tampat lain.
Lampu follow spot menggunakan bohlam jenis discharge yang
kuat menahan panas tinggi serta mampu menahan goncangan dan dapat
menghasilkan intensitas cahaya yang tinggi. Penggunaan bohlam
discharge tidak memungkinkan lampu dikontrol secara elektrik karena
sifatnya hanya on-off dan tidak bisa diredupkan dengan dimmer. Garis
lingkaran sinar cahaya sangatlah jelas terlihat. Lampu ini biasanya
mengikuti atau menyorot seorang aktor secara khusus dalam areal yang
khusus.

3.2.4.7 PAR
PAR atau dapat juga ditulis dengan par adalah lampu yang
bohlam, reflektor, dan lensanya terintegrasi. Par merupakan singkatan
dari parabolic aluminized reflector. Dengan demikian unit lampu par
menggunakan lensa parabolik. Karena lampu par adalah berbentuk satu
kesatuan (unit) maka ukuran sinar cahayanya tidak dapat disesuaikan
kecuali dengan mengganti lampunya. Ukuran diameter dan watt lampu
par bermacam-macam. Yang umum digunakan adalah par 36, 38, 46, 56,
dan 64.


Gb.229 Berbagai ukuran lampu par

Daya yang digunakan berkisar antara 50 sampai dengan 1000
watt. Untuk mengukur diameter lampu par sangatlah mudah yaitu dengan
membagi nomor par dengan 8 inchi. Misalnya, lampu par 56 memiliki

351
diameter 7 inchi (56:8 = 7). Besaran sinar cahaya yang dihasilkan sangat
tergantung dari ukuran diameter lampunya. Sedangkan intensitas dan
jarak cahaya tergantung dari besaran dayanya. Meskipun lampu par
memungkinkan penggunaan bohlam jenis discharge tetapi umumnya
untuk keperluan panggung bohlam yang digunakan berjenis tungsten
halogen.
Lampu par ditempatkan dalam wadah (housing) yang disebut par
can atau kaleng par yang memungkinkan lampu untuk digerakkan,
diarahkan, dan diberi warna. Ukuran wadah menyesuaikan dengan
ukuran lampu yang dipasang di dalamnya (Gb.230). Sinar cahaya yang
dihasilkan berkarakter lembut dan lebih berbentuk oval ketimbang circular
(melingkar). Untuk mengetahui jenis karakter serta bentuk sinar yang
dihasilkan maka lampu par menyediakan berbagai macam variasi dengan
mengkombinasikan bentuk lensa yang digunakan. Misalnya, lampu par
64 menyediakan berbagai macam variasi yang bisa dipilih, yaitu VNSP,
NSP, MFL, WFL. VSP atau Very Narrow Spot adalah lampu par yang
mampu menghasilkan titik sinar yang sangat sempit. NSP (Narrow Spot)
menghasilkan sinar yang sempit. MFL (Medium Flood) menghasilkan
karakter sinar flood menengah. WFL (Wide Flood) menghasilkan karakter
sinar flood yang melebar.


Gb.230 Lampu par dengan housing (can)


352
Par merupakan lampu yang efektif dalam menghasilkan sinar.
Lampu ini sering digunakan dalam pentas pertunjukan musik indoor
maupun outdoor dan mampu menghadirkan cahaya yang kuat. Karena
ukurannya telah tertentu maka pemilihan lampu par sangat tergantung
dari luas dan jarak area yang akan disinari.

3.2.4.8 Efek
Lampu efek adalah lampu yang menghadirkan cahaya khusus
untuk kepentingan tertentu. Misalnya dalam sebuah pertunjukan teater
menghendaki lukisan cahaya yang penuh fantasi maka digunakanlah
lampu efek yang dapat menciptakan lukisan cahaya tersebut. Terdapat
aneka macam lampu efek tetapi semua sangat tergantung kebutuhan dan
kepentingan artistik. Gambar 231 memperlihatkan beberapa lampu efek
yang sering digunakan di atas panggung.



Gb.231 Beberapa jenis lampu efek


3.2.4.9 Practical
Yang dimaksud dengan lampu practical adalah lampu yang
digunakan sehari-hari tetapi diperlukan dalam sebuah pementasan.
Misalnya lampu belajar, lampu gantung atau lampu hiasan dinding.
Dalam pertunjukan teater yang menghadirkan latar cerita realis yang
berdasar pada kenyataan, tata panggung dibuat menyerupai keadaan
sebenarnya. Jika dalam cerita menghendaki adanya lampu gantung di
satu rumah mewah maka lampu tersebut harus dihadirkan. Jika cerita
terjadi malam hari dan lampu tersebut harus dinyalakan maka lampu
gantung itupun dinyalakan. Karena keadaan di panggung berbeda
dengan kenyataan, maka tugas penata lampu adalah mengatur teknik
pencahayaan sehingga sumber cahaya seolah-olah hanya berasal dari
lampu gantung.






353
3.2.5 Perlengkapan Pemasangan
Untuk memasang lampu di atas pentas dibutuhkan berbagai
macam perlengkapan pemasangan. Perlengkapan tersebut ada yang
telah terpasang secara permanen dan ada yang dapat dipindah-
pindahkan. Di bawah ini akan dijelaskan perlengkapan pemasangan
lampu yang terdiri dari bar dan boom, stand, serta clamp dan bracket.

3.2.5.1 Bar dan Boom
Perlengakapan pemasangan lampu harus dibuat dari bahan yang
kuat sehingga mampu menahan berat sejumlah lampu yang dipasang.
Dalam panggung biasanya terdapat baris untuk menggantungkan lampu
yang dibuat dari pipa besi dan di ataur secara horisontal dan vertikal.
Pipa besi yang dipasang secara horisontal ini disebut bar (di Amerika
disebut pipe), dan yang dipasang secara vertikal disebut boom. Bar
digunakan untuk menggantungkan lampu di atas panggung yang terdiri
dari beberapa baris mulai dari atas siklorama sampai ke baris depan di
atas penonton. Dalam panggung modern bar tidak dibuat statis
melainkan bisa diturunkan dan dinaikkan sehingga jarak dan sudut lampu
dapat disesusaikan dengan mudah. Berbeda dengan boom yang
dipasang di sayap panggung secara vertikal dan permanen. Fungsi boom
adalah untuk memasang lampu samping.

3.2.5.2. Stand
Perlengkapan untuk menggantungkan lampu yang bisa
berpindah-pindah adalah stand. Sebuah pipa yang terbuat dari logam
kuat yang dapat berdiri dengan tegak dan kuat menahan berat lampu
yang dipasang.


Gb.232 Stand untuk follow spot dan stand berbentuk T

354
Stand yang khusus dipakai untuk lampu follow spot dibuat sedemikian
rupa sehingga lampu yang dipasang di atasnya bisa digerakkan ke
kanan, ke kiri, ke atas, dan ke bawah secara manual. Tinggi rendah stand
dapat diatur.
Selain untuk follow spot yang bentuknya berdiri secara vertikal
ada juga stand yang di atasnya dipasangi bar yang dapat digunakan
untuk menggantung lampu. Stand jenis ini disebut T-bar stand. Dengan
stand jenis ini maka lampu dapat dipasang pada tiang vertikal ataupun
horisontal. Beberapa stand yang dibuat dari besi dan berukuran besar
menggunakan roda pada kaki-kakinya agar mudah dipindahkan. Stand
sangat bermanfaat ketika boom yang terpasang secara permanen kurang
memadahi atau jaraknya tidak tepat seperti yang dinginkan.

3.2.5.3 Clamp dan Bracket
Untuk menggantungkan lampu pada bar dibutuhkan klem (clamp)
sedangkan untuk menggantungkan lampu pada boom dibutuhkan siku
(bracket) yang disebut boom arm. Kelem yang umum digunakan
berbentuk leter C dan sering disebut dengan C-clamp atau hook clamp.
Untuk mengencangkan atau mengunci kelem ke bar digunakan sekrup.
Bentuk dan ukuran hook clamp ini bervariasi tetapi fungsinya sama saja
(Gb.31). Boom arm dipasang pada boom atau batang stand vertikal.
Ujungnya digunakan untuk memasang lampu.


Gb.233 Aneka bentuk clamp

355

Gb.234 Boom arm model lama

Untuk mengencangkan dan mengendorkan menggunakan skrup. Pada
boom arm generasi lama menggunakan dua plat besi yang berfungsi
untuk menggapit boom dan menggunakan dua buah sekrup untuk
mengencangkannya. Hasilnya memang plat akan terkait dengan kuat
pada boom tetapi sulit ketika hendak mengatur atau menggeser
posisinya. Boom arm yang baru, menggunakan hook clamp dengan satu
skrup untuk mengkait boom sehingga lebih mudah dalam penyesuaian.

Gb.235 Clamp yang difungsikan sebagai boom arm

356
3.2.6 Asesoris
Cahaya yang dihasilkan dari lampu dapat diatur sedemikian rupa.
Selain karena faktor reflektor, bohlam, dan lensa pengaturan cahaya
dapat diperkaya dengan menambah asesoris. Di bawah ini dijelaskan
asesoris yang dapat dipergunakan untuk memperkaya pencahayaan.

3.2.6.1 Filter
Filter atau color adalah plastik warna yang digunakan untuk
memberi warna pada cahaya (Gb.236). Filter adalah asesori yang paling
penting untuk mengubah warna natural cahaya yang dihasilkan lampu
sesuai keinginan dengan cara memasang filter di depan perangkat. Filter
biasanya berbentuk lembaran. Jika hendak digunakan maka harus
dipotong sesuai dengan ukuran.


Gb.236 Filter Gb.237 Filter frame

Untuk meletakkan filter warna ke dalam lampu diperlukan bingkai khusus
yang disebut filter frame atau color frame. Ukuran bingkai ini bervariasi
sesuai dengan ukuran jenis lampu. Jadi masing-masing merek dan jenis
lampu memiliki bingkai filter tersendiri.

3.2.6.2 Barndoor
Barndoor adalah sebuah alat yang memiliki sirip atau penutup
yang dapat diatur dan disesuaikan (Gb.238). Barndoor digunakan untuk
mengatur pendaran cahaya dalam artian mencegah cahaya bocor ke
areal yang tidak dinginkan.


357

Gb.238 Berbagai bentuk barndoor

Barndoor memiliki empat sisi penutup yang dapat diputar dan
disesuaikan posisinya pada dudukan. Biasanya barndoor dipasang pada
lampu yang menghasilkan cahaya menyebar seperti par atau fresnel
pada panggung yang berukuran kecil. Panggung kecil memiliki areal yang
terbatas sehingga penyinaran yang dilakukan dengan menggunakan
lampu berkekuatan besar menghasilkan cahaya melebihi area
penyinaran. Untuk membatasi aliran cahaya tersebut barndoor sangat
efektif difungsikan.

3.2.6.3 Iris
Iris adalah piranti untuk memperbesar atau memperkecil diameter
lingkaran sinar cahaya yang dihasilkan oleh lampu. Dengan sebuah
gagang kecil yang tersedia, ukuran lingkaran bisa disesuaikan (GB.239).


Gb.239 Iris

358

Piranti yang terbuat dari metal ini sangat mudah untuk dipasang dan
dicopot. Dipasang di depan shutter. Iris biasanya dipasang pada lampu
profile (ERS). Dengan bantuan iris, seorang penata lampu dapat
menyesuaikan ukuran lingkar area penyinaran yang tepat sehingga aliran
cahaya tidak bocor ke area lain.

3.2.6.4 Donut
Donut (donat) adalah pelat metal yang digunakan untuk
meningkatkan ketazaman lingkar sinar cahaya yang dihasilkan oleh
lampu spot (Gb.240). Donat juga membantu memperjelas pola atau motif
gambar cahaya yang hendak dihasilkan dengan menghilangkan pendar
cahaya yang tidak diperlukan. Garis cahaya semakin jelas dan bentuk
sinar cahaya benar-benar sirkuler.


Gb.240 Donut

3.2.6.5 Gobo
Gobo adalah pelat metal yang dicetak membentuk pola atau motif
tertentu (Gb.241). Jika pelat ini dipasang pada lampu dan diproyeksikan
maka cahaya akan membentuk pola seperti yang tergambar pada gobo
tersebut. Untuk memasang gobo diperlukan bingkai atau tempat khusus
yang disebut gobo holder (Gb.242).


359

Gb.241 Salah satu motif gobo Gb.242 Gobo Holder

Motif atau pola gambar pada gobo bermacam-macam. Piranti ini
digunakan untuk memproyeksikan pola cahaya tertentu yang
menimbulkan efek imajinasi darimana asal cahaya atau karena apa
cahaya itu terbentuk. Misalnya pola dalam gambar 241 di atas jika
disorotkan ke panggung maka akan memberikan imajinasi, bahwa
cahaya tersebut berasal dari sebuah jendela. Pada pola tertentu lainnya
jika diproyeksikan ke siklorama akan memberikan efek imajinasi yang
mengagumkan, seperti awan berserakan, daun-daun, pepohonan,
gambar bangunan, dan lain sebagainya. Penggunaan gobo sangat
membantu untuk memberikan efek atau lukisan cahaya.

3.2.6.6 Snoot
Snoot atau sering juga disebut top hat adalah piranti yang
digunakan untuk mengurangi tumpahan cahaya (Gb.243). Dengan
dipasang pada bagian depan lampu maka snoot akan memperpanjang
ukuran lampu dan mempersempit sudut sinar cahaya yang dihasilkan.


Gb.243 Snoot

360
Snoot sangat efektif digunakan untuk panggung berukuran kecil dimana
sinar cahaya lampu seringkali melebar atau bocor ke area yang tidak
dinginkan.

3.2.7 Dimmer dan Kontrol
Untuk mengkontrol intensitas cahaya dan mengatur perubahan
cahaya dalam intensitas tertentu dibutuhkan alat yang disebut dimmer.
Secara sederhana sumber listrik dialirkan ke sebuah dimmer untuk
mengalirkan arus listrik ke lampu (Gb.244). Dimmer dapat mengubah
intensitas cahaya dari rendah ke tinggi atau sebaliknya dengan mengatur
panas (temperatur) yang mengalir ke filamen bohlam.


Gb.244 Bagan instalasi dimmer

Untuk kepentingan panggung tidak mungkin menggunakan satu
dimmer untuk satu lampu. Hal ini akan memerlukan proses lama dalam
pemasangannya. Oleh karena itu dimmer untuk lampu panggung dibuat
satu unit yang dapat menampung banyak lampu dan disebut dengan
dimmer rack. Terdapat banyak jenis, ukuran dan kekuatan dimmer rack
(Gb.245). Ada dimmer rack berukuran besar dan berat yang dipasang
secara permanen di dalam sebuah gedung pertunjukan tetapi ada juga
dimmer rack yang dirancang khusus untuk pentas keliling sehingga
mudah dibawa kemana-mana.


361

Gb.245 Berbagai jenis dimmer rack

Dengan bantuan dimmer, operasional dan pengendalian
intensitas cahaya lampu menjadi mudah. Meskipun demikian dalam
sebuah dimmer rack yang memiliki banyak channel tidak menyediakan
tombol atau alat pengendali intensiatas yang mudah diakses. Dalam
dimmer generasi lama disediakan gagang pengendali intensitas, tetapi
hal ini membuat ukuran dimmer menjadi besar. Dimmer modern tidak
menyediakan pengendali tersebut selain sebuah tombol kecil pada
masing-masing channel. Untuk membantu tugas pengendalian intensitas
dibutuhkan remote control (pengendali jarak jauh). Kontrol jarak jauh ini
berupa papan atau meja yang menyediakan tombol atau bilah pengendali
intensitas atau lever yang dihubungkan ke dimmer. Jadi, ia mengambil
alih fungsi pengendali pada dimmer. Dengan demikian, rangkaian
sederhana jika digambarkan adalah sumber listrik menyediakan energi
yang dialirkan ke dimmer (power in) kemudian dialirkan keluar ke lampu
(circuit out) dan fungsi pengendali dialirkan ke remote control (Gb.246).


362

Gb.246 Bagan dimmer dengan remote control

Remote control atau pengendali jarak jauh sering disebut dengan
control desk (meja pengendali) karena harus diletakkan di atas meja
untuk menggunakannya. Ukuran dan jenisnya bermacam-macam. Ada
yang dioperasikan secara manual ada juga yang sudah menggunakan
komputer sehingga bisa diprogram untuk mengendalikan intensitas
secara otomatis (Gb.247).


Gb.247 Remote control manual dan computerize

Dalam satu remote control terdapat bilah pengendali (lever) dan
master lever yang berfungsi sebagai pusat suplai besaran energi yang
dikeluarkan. Masing-masing lever memiliki ukuran atau besaran yang

363
dapat dijadikan acuan untuk menaikkan atau menurunkan intensitas
cahaya (GB.248). Jika master lever diatur pada posisi 50 persen (angka
5) maka intensitas cahaya yang dapat dikeluarkan oleh masing-masing
lever maksimal hanya 50 persen. Jika master lever diatur pada posisi 0
maka lampu tidak akan menyala meskipun lever dinaikkan sampai 100
persen (angka 10).

Gb.248 Bagan lever pada remote control

Dengan mengatur angka pada master dan lever maka akan
didapatkan intensitas cahaya yang dinginkan. Tabel di bawah ini dapat
digunakan sebagai patokan untuk mengatur intensitas cahaya.


Tabel4. Tabel intensitas cahaya

364

Ukuran intensitas yang dihasilkan dalam tabel ini hanyalah ukuran untuk
satu atau beberapa lampu sejenis. Ukuran intensitas bisa berubah jika
lampu menggunakan filter warna. Warna-warna yang gelap akan
mengurangi intensitas cahaya yang dihasilkan. Dengan demikian,
pengaturan intensitas cahaya untuk menghasilkan keseimbangan perlu
memperhatikan jenis dan kekuatan lampu serta penggunaan filter warna.
Penjelasan di atas masih menyangkut remote control atau control
desk yang menggunakan satu set lever dan satu master. Jika jumlah
lampu yang digunakan sedikit tidaklah masalah tetapi lampu panggung
biasanya jumlahnya puluhan bahkan ratusan. Satu meja kontrol dengan
satu master dan satu set lever tidaklah cukup. Selain itu pemindahan
intensitas lampu satu ke lampu lain sangatlah rumit jika hanya
menggunakan satu set lever karena tangan pengendali harus menaikkan
atau menurunkan masing-masing lever dalam waktu yang hampir
bersamaan. Untuk mengatasi hal tersebut perangkat meja kontrol
biasanya memiliki dua master atau lebih, lengkap dengan lever-nya.
Dengan meja kontrol seperti ini, pengendalian lampu dapat dilakukan
melalui proses preset.


Gb.249 Bagan preset

Preset adalah mengatur posisi lever pada angka (intensitas)
tertentu sementara master dalam keadaan 0. Sehingga ketika nanti
dibutuhkan tinggal menaikkan angka master. Lampu yang berada dalam
deret lever akan menyala dengan intensitas sesuai angka pada masing-
masing lever. Preset ini bisa dilakukan jika master dan baris (set) lever

365
lebih dari satu. Dalam gambar di atas diperlihatkan dua set lever dan
master, bagian atas A dan bagian bawah B. Ketika bagian A sedang
dimainkan pada posisi tertentu, bagian B bisa digunakan untuk
mengatur preset. Dengan menurunkan master B pada angka 0 maka
lever dapat diatur pada angka tertentu sesuai kebutuhan. Hal ini tidak
akan menyebabkan lampu menyala karena level master diturunkan ke
angka 0. Ketika lampu pada deret lever A selesai dimainkan dan
hendak diganti, maka master B yang lever-nya telah dipreset dinaikkan
dan master A diturunkan ke angka 0. Ketika master B dimainkan maka
lever pada A dapat dipreset untuk pencahayaan berikutnya. Dengan
mengatur preset maka efisiensi pengendalian lampu dapat dioptimalkan.


3.3 Warna Cahaya
Setelah mengetahui secara teknis dasar pemasangan dan
pengoperasian lampu maka langkah berikutnya adalah mengenai warna
cahaya. Warna cahaya sangat berpengaruh pada suasana panggung.
Dalam pertunjukan teater realis yang meniru warna cahaya matahari
maka harus benar-benar dibedakan antara warna matahari di saat fajar,
pagi, siang, dan sore hari. Kesalahan pemilihan warna dapat berakibat
fatal berkaitan dengan latar waktu kejadian peristiwa. Misalnya, seorang
pemain mengucapkan kalimat, Pada saat fajar menyingsing ini, aku
bulatkan tekadku!, sementara warna cahaya yang ditampilkan adalah
putih terang. Hal ini akan menimbulkan keanehan karena matahari pada
fajar hari berwarna semburat kemerahan dan bukan putih terang.


Gb.250 Warna cahaya

Untuk menghindari hal tersebut perlu diteliti pemilihan warna cahaya
yang tepat sesuai dengan suasana yang dikehendaki. Warna dasar

366
cahaya berbeda dengan warna dasar cat atau pewarna lain. Jika cat
memiliki warna dasar merah, kuning, dan biru maka cahaya memiliki
warna dasar merah, kuning, dan hijau (Gb.250). Warna sekunder yang
dihasilkannya pun berbeda. Merah dicampur hijau akan menghasilkan
warna kuning amber. Hijau bercampur biru menjadi biru cyan. Biru
bercampur merah menjadi magenta. Jika semua warna dicampur maka
akan berubah menjadi putih. Berbeda dengan cat, jika semua warna
dicampur akan menjadi coklat tua. Prinsip dasar warna cahaya ini perlu
diketahui untuk menghindari kesalah pemaduan warna.


3.3.1 Pencampuran Warna
Pencampuran warna cahaya dapat dilakukan dengan dua teknik,
yaitu additive mixing dan subtractive mixing. Pencampuran warna
additive adalah pecampuran warna dari dua lampu berwarna berbeda
dalam satu area.


Gb.251 Additive mixing

Gb.252 Warna additive

367
Proses pencampuran warna ini sangat efektif terutama untuk jenis lampu
yang tidak memiliki garis lingkar cahaya yang tegas seperti lampu fresnel.
Pendar cahaya yang mengabur pada sisi luar lingkar cahaya akan saling
bertemu dan secara gradual membentuk warna kedua. Warna yang
efektif dicampur dalam teknik additive adalah warna-warna primer yang
akan menghasilkan warna sekunder (Gb.252).
Pencampuran warna menggunakan teknik subtractive adalah
mencampur warna dari satu sumber cahaya (lampu) melalui dua filter
warna yang berbeda (Gb.253.). Filter yang dipasang haruslah yang
mampu merefleksikan sebagian warna cahaya dan menyerap warna lain.

Gb.253 Subtractive mixing

Dalam gambar di atas diperlihatkan, filter pertama yang dipasang
berwarna cyan yang merefleksikan warna biru dan hijau serta menyerap
warna merah sehingga menghasilkan warna cyan. Warna cyan ini
kemudian melalui filter berwarna kuning sehingga hasil akhirnya adalah
cahaya berwarna hijau.

Gb.254 Warna subtractive

Warna-warna primer kurang efektif digunakan untuk teknik subtractive
karena karakternya yang terlalu kuat menyerap cahaya. Warna-warna
sekunder lebih tepat untuk teknik subtractive (Gb.254). Teknik subtractive

368
ini biasanya digunakan untuk lampu otomatis yang memiliki palet warna
yang dapat berputar sehingga memungkinkan dua warna bercampur.

3.3.2 Refleksi Warna Cahaya
Cahaya yang menyinari sebuah permukaan akan memantul atau
menimbulkan refleksi. Di atas telah dijelaskan jenis refleksi yang dapat
ditimbulkan oleh cahaya. Pada bahasan ini akan dijelaskan refleksi warna
yang ditimbulkan setelah cahaya menyinari sebuah permukaan. Jika
cahaya menyinari sebuah permukaan berwarna maka efek refleksinya
sama dengan warna yang ada pada permukaan tersebut. Warna cahaya
natural adalah putih atau biasa disebut netral. Jika warna cahaya netral
menyinari permukaan berwarna merah maka akan menimbulkan refleksi
cahaya berwarna merah.


Gb.255 Cahaya putih yang menerpa permukaan berwarna merah akan
memantulkan warna merah

Tetapi jika cahaya berwarna merah matang (setelah diberi filter warna)
menyinari permukaan berwarna biru pirmer, maka tidak cahaya yang
direfleksikan karena permukaan biru hanya akan merefleksikan cahaya
berwarna biru (GB.256).
Prinsipnya adalah menggunakan warna cahaya. Cahaya putih
atau netral menurut teori warna cahaya mengandung unsur warna merah,
biru, dan hijau. Jika cahaya putih menyinari permukaan biru maka akan
merfleksikan cahaya biru karena unsur warna merah dan hijau tidak
terdapat pada permukaan yang disinari.
Dengan memahami prinsip dasar warna cahaya maka refleksi
warna cahaya bisa diperhitungkan. Cahaya putih jika menyinari
permukaan kuning amber akan memancarkan cahaya kuning amber.

369
Warna cahaya kuning amber adalah perpaduan antara warna merah dan
hijau. Dengan demikian warna yang terpantulkan oleh cahaya adalah
warna merah dan hijau, sedangkan warna biru terserap (Gb.257).


Gb.256 Cahaya berwarna merah tidak akan memantulkan warna pada
permukaan berwarna biru


Gb.257 Cahaya berwarna putih akan memantulkan warna kuning amber jika
menerpa permukaan yang berwarna sama


370
Jika cahaya berwarna kuning amber yang merupakan perpaduan merah
dan hijau menyinari permukaan berwarna kuning amber maka refleksi
warna cahayanya adalah kuning amber (Gb.258).


Gb.258 Cahaya kuning amber akan memantulkan warna kuning amber jika
menerpa permukaan yang berwarna sama


Gb.259 Cahaya berwarna merah akan memantulkan warna merah pada
permukaan berwarna kuning amber

371
Jika warna cahaya merah menyinari permukaan kuning amber maka
refleksi warna cahaya yang dihasilkan adalah merah karena warna
kuning amber pada permukaan mengandung warna merah (Gb.259). Jika
warna cahaya biru menyinari permukaan berwarna kuning amber maka
cahaya tidak akan merefleksi karena warna kuning amber pada
permukaan tidak mengandung warna biru (Gb.260).


Gb.260 Cahaya berwarna biru tidak menghasilkan pantulan warna pada
permukaan berwarna kuning amber

Karena warna cahaya dapat menghasilkan refleksi warna pada
permukaan berwarna maka pemilihan filter warna haruslah benar-benar
diperhitungkan. Jangan sampai ada objek yang menjadi nampak sangat
terang sementara objek lain jadi kabur karena warna cahaya yang dipilih
tidak tepat. Untuk mendapatkan hasil terbaik, ujicoba penyinaran warna
cahaya terhadap permukaan berwarna harus sering dilakukan. Hal ini
juga berkaitan dengan bahan dasar permukaan yang akan disinari. Ada
bahan atau cat yang mampu menyerap cahaya tetapi ada juga bahan
yang justru memantulkan cahaya berlebihan. Selalu mencoba adalah hal
terbaik yang dapat dilakukan untuk mengetahui karakter warna cahaya,
bahan dan warna permukaan, dan refleksi yang dihasilkan.


3.4 Penyinaran
Prinsip dasar penyinaran adalah membuat objek yang disinari
jelas terlihat dan cahaya tidak bocor sampai ke penonton atau bagian
panggung lainnya yang tidak memerlukan sinar. Tetapi karena karya

372
teater adalah karya artistik maka penyinaran dalam panggung teater juga
harus mampu menghadirkan efek artistik yang dikehendaki. Dengan
mengatur sudut penyinaran efek-efek artistik bisa dimunculkan. Dalam
satu cerita atau adegan terkadang membutuhkan pencahayaan tertentu
yang tidak hanya asal terang. Misalnya, untuk menghadirkan seorang
tokoh misterius dibutuhkan penampakkan siluet, maka lampu harus diatur
sedemikian rupa sehingga menghasilkan siluet tokoh tersebut. Dengan
mencoba pengaturan sudut datangnya cahaya, maka efek tertentu akan
didapatkan.
Lampu yang diarahkan langsung ke wajah aktor akan
menghasilkan efek flat atau datar (Gb.261). Lampu yang datang dari arah
depan dengan intensitas tinggi akan menghapus bayangan pada bagian
muka. Tidak ada bayangan pada cekung mata yang mengindikasikan
kedalaman. Tidak ada bayangan pada bagian pipi yang memisahkannya
dari leher. Tidak ada bayangan pada hidung yang menunjukkan volume.
Oleh karena tidak ada bayangan sama sekali, maka wajah aktor nampak
datar. Meski demikian, pengambilan dengan sudut seperti ini terkadang
dibutuhkan untuk memberi efek cahaya berlebih sehingga orang tersebut
nampak bersinar.


Gb.261 Penyinaran lampu dari arah depan


Lampu yang datang 45 derajat dari atas akan memberikan
bayangan pada bagian wajah sehingga efek tiga dimensinya terlihat
(Gb.262). Dengan sudut pengambilan seperti ini penonton paling tidak
bisa menyaksikan lekuk-lekuk wajah sang aktor. Untuk penampakan
karakter dengan ketegasan lekuk wajah pengambilan dari sudut ini bisa
dimanfaatkan. Kedalaman cekung mata, penonjolan tulang pipi dan
hidung bisa dimunculkan.

373

Gb.262 Penyinaran lampu 45 derajat dari atas

Lampu yang datang tepat dari arah atas akan menghasilkan cahaya yang
mengalir lurus ke bawah. Wajah aktor mendapatkan sangat sedikit sinar
yang memendar dari atas kepalanya (Gb.263). Meskipun wajah hanya
sedikit tersinari tetapi efek dramatis bisa dimunculkan. Dengan lampu
yang datang tepat dari arah atas maka tidak ada bayangan disekitar
aktor.

Gb.263 Penyinaran lampu dari atas

374
Lampu yang diletakkan di bagian bawah akan menimbulkan
bayangan terbalik secara penuh pada bagian-bagian wajah (Gb.264).
Bayangan pada mata akan berubah terang. Efek terang pada tulang pipi
dan hindung akan berubah jadi gelap. Sudut pengambilan ini dapat
menciptakan efek dramatik pada wajah aktor. Karena posisi bayangan
yang terbalik tersebut membuat wajah aktor nampak lain bahkan nampak
menyeramkan.

Gb.264 Penyinaran lampu dari bawah

Lampu yang datang dari arah samping baik kanan atau kiri akan
menampakkan bagian samping tubuh dan menutupi samping tubuh yang
lain (Gb.265). Dengan sudut pengambilan ini, garis tubuh aktor akan
nampak jelas. Lampu samping sering digunakan untuk pertunjukan tari
atau teater gerak yang memang menonjolkan lekuk garis tubuh
pemainnya.

Gb.265 Penyinaran lampu dari samping

375

Gb.266 Penyinaran lampu dari belakang atas

Lampu yang datang dari arah belakang atas akan memberikan
hasil yang berlawanan dengan lampu atas 45 derajat (Gb.266). Selain
akan menerangi bagian kepala, cahaya juga akan menyinari rambut dan
bahu aktor. Pengambilan sudut ini akan memberikan efek pemisahan
antara aktor dan background. Garis cahaya yang nampak pada rambut,
dan bahu akan memberikan kesan tiga dimensi sehingga aktor terlihat
tidak menempel pada background. Banyak sudut di antara sudut
pengambilan di atas yang bisa dicobakan. Tetapi pengambilan sudut
harus mempertimbangakn efek yang ingin dicapai sehingga hasilnya
benar-benar seperti apa yang diharapkan.

3.4.1 Penyinaran Aktor
Guna menyinari aktor yang mengahadap ke penonton ada teknik
dasar yang bisa diterapkan. Selain kejelasan pencahayaan juga harus
mampu menampilkan dimensi. Untuk hasil termudah letakkan dua lampu
dengan arah atas 45
0
(derajat) pada masing-masing sisi dimana aktor
berdiri (Gb.267). Karena sinar cahaya lebih lebar daripada tubuh aktor
maka ia bisa bergerak di seputar lingkar cahaya dengan tetap tersinari.
Kedua posisi lampu akan membentuk sudut 90
0
(derajat) sehingga lingkar
cahaya yang dihasilkan akan mampu menyinari area yang cukup bagi
aktor untuk bergerak.
Luas ruang penyinaran yang diciptakan oleh dua lampu dan
memberikan cukup cahaya untuk aktor ini disebut area. Ukuran area ini
bisa disesuaikan dengan menggunakan lampu. Jika jarak pengambilan
jauh maka area pun akan membersar demikian juga ketika lingkar cahaya

376
pada lampu spot diperbesar maka cakupan sinarnya pun akan
membesar. Penyinaran aktor dengan dua lampu ini menjadi teknik dasar
yang dapat diterapkan secara umum pada panggung pertunjukan.
Karena masing-masing panggung memiliki ukuran luas dan karakter yang
berbeda maka peletakan lampu pun harus menyesuaikan. Oleh karena
itu, sudut pengambilan dengan dua lampu ini pun perlu dicobakan.


Gb.267 Penyinaran aktor denganlampu 45 derajat dari dua arah

Ada panggung yang menyediakan baris bar yang memungkinkan
pengambilan dengan sudut 45
0
, tetapi ada juga panggung yang tidak
memiliki baris bar yang memungkinkan pengambilan sudut 45
0
. Jika
terjadi hal semacam ini maka sudut pengambilan pun bisa berubah tetapi
prinsip penyinaran aktor dengan dua lampu tetap dilaksanakan.

3.4.2 Penyinaran Area
Prinsip dasar penyinaran aktor dengan dua lampu bisa diterapkan
untuk penyinaran area. Panggung pertunjukan secara umum dibagi
menjadi 9 area permainan. Dengan menerapkan prinsip di atas maka
masing-masing area disinari oleh minimal dua lampu yang diambil dari
sudut 45
0
pada masing-masing sisinya (Gb.268). Karena ukuran
panggung yang berbeda-beda maka jarak pengambilan antara lampu dan
area yang akan disinari perlu dipertimbangkan.
Pertimbangan mendasar yang perlu diperhatikan adalah luas area
yang hendak disinari. Hal ini berkaitan dengan luas lingkar cahaya
optimal yang bisa dipenuhi oleh masing-masing lampu. Jika sudut
pengambilan dan jarak yang ditentukan kurang tepat atau berada di luar

377
jangkauan maksimal lampu maka pendar cahaya yang dihasilkan kabur
sehingga tidak bisa memberikan kecukupan cahaya.


Gb.268 Penyinaran area

Gambar di atas memperlihatkan masing-masing area mendapat
penyinaran dari dua lampu. Prinsip penyinaran ini adalah prinsip dasar.
Artinya, dengan jumlah lampu minimal seluruh area panggung bisa
disinari. Dengan sistem penyinaran semacam ini penonton dapat
menangkap kejelasan objek yang ada di atas panggung. Detil
pencahayan bisa dilengkapi dengan menambah lampu yang diarahkan
khusus ke tata panggung, aktor atau objek lain di atas pentas. Setelah
dipenuhinya prinsip dasar penyinaran area maka penonjolan yang akan
dilakukan melalui tata cahaya dapat dikerjakan dengan lebih mudah.


3.5 Praktek Tata Cahaya
Proses kerja penataan cahaya dalam pementasan teater
membutuhkan waktu yang lama. Seorang penata cahaya tidak hanya
bekerja sehari atau dua hari menjelang pementasan. Kejelian sangat
diperlukan, karena fungsi tata cahaya tidak hanya sekedar menerangi
panggung pertunjukan. Kehadiran tata cahaya sangat membantu
dramatika lakon yang dipentaskan. Tidak jarang sebuah pertunjukan
tampak sepektakuler karena kerja tata cahayanya yang hebat. Untuk
hasil yang terbaik, penata cahaya perlu mengikuti prosedur kerja mulai
dari menerima naskah sampai pementasan.

378

Gb.269 Prosedur kerja penata cahaya

Prosedur atau langkah kerja pada dasarnya dibuat untuk mempermudah
kerja seseorang. Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa kerja penata
cahaya tidak hanya sekedar menata lampu, menghidupkan, dan
mematikannya.

3.5.1 Mempelajari Naskah
Naskah lakon adalah bahan dasar ekspresi artistik pementasan
teater. Semua kreativitas yang dihasilkan mengacu pada lakon yang
dipilih. Tidak hanya sutradara dan aktor yang perlu mempelajari naskah
lakon. Penata cahaya pun perlu mempelajari naskah lakon. Berbeda
dengan aktor yang berkutat pada karakter tokoh peran, penata cahaya
mempelajari lakon untuk menangkap maksud lakon serta mempelajari
detil latar waktu, dan tempat kejadian peristiwa.
Mempelajari tempat kejadian peristiwa akan memberikan
gambaran pada penata cahaya tempat cerita berlangsung, suasana dan
piranti yang digunakan. Mungkin ada piranti yang menghasilkan cahaya
seperti obor, lilin, lampu belajar, dan lain sebagainya yang digunakan
dalam cerita tersebut. Ini semua menjadi catatan penata cahaya. Setiap
sumber cahaya menghasilkan warna dan efek cahaya yang berbeda
yang pada akhirnya akan memberikan gambaran suasana.
Tempat berlangsungnya cerita juga memberikan gambaran
cahaya. Peristiwa yang terjadi di dalam ruang memiliki pencahaayaan
yang berbeda dengan di luar ruang. Jika dihubungkan dengan waktu
kejadian maka gambaran detil cahaya secara keseluruhan akan
didapatkan. Jika perstiwa terjadi di luar ruang pada siang hari berbeda
dengan sore hari. Persitiwa yang terjadi di luar ruang memerlukan
pencahayaan yang bebeda antara di sebuah taman kota dan di teras

379
sebuah rumah. Semua hal yang berkaitan dengan ruang dan waktu harus
menjadi catatan penata cahaya.

3.5.2 Diskusi Dengan Sutradara
Penata cahaya perlu meluangkan waktu khusus untuk berdiskusi
dengan sutradara. Setelah mempelajari naskah dan mendapatkan
gambaran keseluruhan kejadian peristiwa lakon, penata cahaya perlu
mengetahui interpretasi dan keinginan sutradara mengenai lakon yang
hendak dimainkan tersebut. Mungkin sutradara mengehendaki
penonjolan pada adegan tertentu atau bahkan menghendaki efek khusus
dalam persitiwa tertentu. Catatan penata cahaya yang didapatkan setelah
mempelajari naskah digabungkan dengan catatan dari sutradara
sehingga gambaran keseluruhan pencahayaan yang diperlukan
didapatkan.

3.5.3 Mempelajari Desain Tata Busana
Berdiskusi dengan penata busana lebih khusus adalah untuk
menyesuaikan warna dan bahan yang digunakan dalam tata busana.
Seperti yang telah disebut di atas, bahan-bahan tertentu dapat
menghasilkan refleksi tertentu serta warna tertentu dapat memantulkan
warna cahaya atau menyerapnya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak
dinginkan maka kerjasama antara penata cahaya dan penata busana
perlu dijalin.
Hal ini juga berkaitan juga dengan catatan sutradara. Misalnya,
dalam satu peristiwa sutradara menghendaki cahaya berwarna kehijauan
untuk menyimbolkan sebuah mimpi, penata busana juga membuat baju
berwarna hijau untuk menegaskan suasana tersebut. Penata cahaya bisa
memberikan saran penggunaan warna hijau pada busana karena warna
hijau cahaya jika mengenai warna hijau tertentu pada busana bisa saling
meniadakan. Artinya, warna hijau yang ingin ditampilkan justru hilang.
Untuk itu, diskusi dan saling mempelajari desain perlu dilakukan.

3.5.4 Mempelajari Desain Tata Panggung
Diskusi dengan penata panggung sangat diperlukan karena tugas
tata cahaya selain menyinari aktor dan area juga menyediakan cahaya
khusus untuk set dan properti yang ada di panggung. Selain bahan dan
warna, penataan dekor di atas pentas penting untuk dipelajari. Jika
desain tata panggung memperlihatkan sebuah konstruksi maka tata
cahaya harus membantu memberikan dimensi pada konstruksi tersebut.
Jika desain tata panggung menampilkan bangunan arsitektural gaya
tertentu maka tata cahaya harus mampu membantu menampilkan
keistemewaan gaya arstitektur yang ditampilkan.
Penyinaran pada set dekor tidak hanya berlaku untuk set dekor
saja tetapi juga berlaku untuk lingkungan sekitarnya. Misalnya, di atas
panggung menampakkan sebuah ruang yang di bagian belakangnya ada
jendela. Ketika jendela itu dibuka dan lampu ruangan tersebut dinyalakan

380
maka pendar cahaya dalam ruangan harus sampai ke luar ruangan
melalui jendela tersebut. Tugas tata cahaya adalah menyajikan efek sinar
lampu ruangan yang menerobos ke luar ruangan. Intinya, setiap detil efek
cahaya yang dihasilkan berkaitan dengan tata panggung harus
diperhitungkan. Semua harus nampak logis bagi mata penonton.

3.5.5 Memeriksa Panggung dan Perlengkapan
Memeriksa panggung dan perlengkapan adalah tugas berikutnya
bagi penata cahaya. Dengan mempelajari ukuran panggung maka akan
diketahui luas area yang perlu disinari. Penempatan baris bar lampu
menentukan sudut pengambilan cahaya yang akan ditetapkan.
Ketersediaan lampu yang ada dipanggung juga menentukan peletakkan
lampu berdasar kepentingan penyinaran berkaitan dengan karakter dan
kemampuan teknis lampu tersebut. Semua kelengkapan pernak-pernik
yang ada di panggung harus diperiksa.
Ketersediaan peralatan seperti, tangga, tali, pengerek, rantai
pengaman lampu, sabuk pengaman, sekrup, obeng, gunting, dan
perlatan kecil lainnya harus diperiksa. Ketersediaan lampu baik jumlah,
jenis, dan kekuatan dayanya harus dicatat. Asesoris yang dibutuhkan
untuk lampu seperti; filter warna, kelem, pengait, barndoor, stand, iris,
gobo, dan asesoris lain yang ada juga harus diperiksa. Ketersediaan
dimmer dan kontrol serta kelistrikan yang menjadi sumber daya utama
juga harus diteliti.
Semua yang ada di panggung yang berkaitan dengan kerja tata
cahaya dicatat. Berikutnya adalah kalkulasi keperluan tata cahaya
berdasar capaian artistik yang dinginkan dan dibandingkan dengan
ketersediaan perlengkapan yang ada. Dengan mempelajari panggung
dan segala perlengkapan yang disediakan penata cahaya akan
menemukan kekurangan atau problem yang perlu diatasi. Misalnya,
penataan boom pada panggung kurang sesuai dengan sudut
pengambilan lampu samping untuk menyinari set dekor. Oleh karena itu
diperlukan stand tambahan. Lampu yang tersedia masih kurang
mencukupi untuk menerangi beberapa bagian arsitektur tata panggung,
untuk itu diperlukan lampu tambahan.
Semua problem yang ditemui dan solusi yang bisa dilakukan
kemudian dicatat dan diajukan ke sutradara atau tim produksi. Jika tim
produksi tidak bisa menyediakan kelengkapan yang diperlukan maka
penata cahaya harus mengoptimalkan ketersediaan perlengkapan tata
cahaya yang ada. Misalnya, dengan menerapkan prinsip penerangan
area dan memanfaat beberapa lampu sisa yang ada untuk efek tertentu.

3.5.6 Menghadiri Latihan
Untuk mendapatkan gambaran lengkap dari situasi masing-
masing adegan yang diinginkan penata cahaya wajib mendatangi sesi
latihan aktor. Selain untuk memahami suasana adegan, penata cahaya
juga mencatat hal-hal khusus yang menjadi fokus adegan. Hal ini sangat

381
penting bagi penata cahaya untuk merencanakan perpindahan cahaya
dari adegan satu ke adegan lain. Perpindahan cahaya yang halus
membuat penonton tidak sadar digiring ke suasana yang berbeda.
Hasilnya, efek dramatis yang akan ditampilkan oleh cerita jadi semakin
mengena.
Sesi latihan dengan aktor akan memberikan gambaran detil setiap
pergerakan aktor di atas pentas. Setelah mencatat hal-hal yang berkaitan
dengan suasana adegan maka proses pergerakan dan posisi aktor di
atas pentas perlu diperhatikan. Penyinaran berdasar area memang
memberi penerangan pada seluruh area permainan tetapi tidak pada
aktor secara khsusus. Dalam satu adegan tertentu mungkin saja aktor
berada di luar jangkauan optimal lingkaran sinar cahaya. Oleh karena itu,
aktor yang berdiri atau berpose pada area tertentu memerlukan
pencahayaan tersendiri. Hal ini berlaku juga untuk tata panggung pada
saat latihan teknik dijalankan. Penata cahaya perlu mendapatkan
gambaran riil letak set dekor dan seluruh perabot di atas pentas. Dengan
demikian, detil pencahayaan pada set dan perabot bisa dirancang dan
diperhitungkan dengan baik.

3.5.7 Membuat Konsep
Setelah mendapatkan keseluruhan gambaran dan pemahaman
penata cahaya mulai membuat konsep pencahayaan. Konsep ini hanya
berupa gambaran dasar penata cahaya terhadap lakon dan pencahayaan
yang akan diterapkan untuk mendukung lakon tersebut. Warna,
intensitas, dan makna cahaya dituangkan oleh penata cahaya pada
konsepnya. Tidak hanya penggambaran suasana yang dituangkan tetapi
bisa saja simbol-simbol tertentu yang hendak disampaikan untuk
mendukung makna adegan. Misalnya, dalam satu adegan di ruang tamu
ada foto besar seorang pejuang yang dipasang di dinding. Untuk
memberi kesan bahwa pemiliki rumah sangat mengagumi tokoh tersebut
maka foto diberi pencahayaan khusus. Juga dalam setiap perubahan dan
perjalanan adegan konsep pencahayaan digambarkan. Konsep bisa
ditulis atau ditambahi dengan gambar rencana dasar. Intinya, komsep ini
membicarakan gagasan pencahayaan lakon yang akan dimainkan
menurut penata cahaya. Selanjutnya konsep didiskusikan dengan
sutradara untuk mendapatkan kesesuaian dengan rencana artistik secara
keseluruhan.

3.5.8 Plot Tata Cahaya
Konsep yang sudah jadi dan disepakati selanjutnya dijabarkan
secara teknis pertama kali dalam bentuk plot tata cahaya. Plot ini akan
memberikan gambaran laku tata cahaya mulai dari awal sampai akhir
pertunjukan. Seperti halnya sebuah sinopsis cerita, perjalanan tata
cahaya ditgambarkan dengan jelas termasuk efek cahaya yang akan
ditampilkan dalam adegan demi adegan. Plot ini juga merupakan cue
atau penanda hidup matinya cahaya pada area tertentu dalam adegan

382
tertentu. Dengan membuat plot maka penata cahaya bisa
memperhitungkan jenis lampu serta warna cahaya yang dibutuhkan,
memperkirakan lamanya waktu penyinaran area atau aksi tertentu,
merencanakan pemindahan aliran cahaya, dan suasana yang
dikehendaki.


Gb .270 Contoh plot tata cahaya

Gambar di atas menjelaskan plot tata cahaya pada adegan satu
cerita Menanti Pagi. Kolom Hal menjelaskan adegan tersebut terjadi
pada naskah di halaman tertentu. Kolom Aksi menjelaskan kejadian
peristiwa atau adegan. Kolom cue menjelaskan tanda perubahan
cahaya yang harus dilakukan. Kolom waktu menjelaskan lamanya
waktu adegan dengan cahaya tertentu. Kolom cahaya menjelaskan
hasil pencahayaan yang akan dicapai. Dengan membaca plot tersebut
dapat diketahui bahwa cerita yang akan ditampilkan bernuansa horror di
mana pada malam yang diterangi sinar bulan Anton dan Amir sedang
duduk berbincang di kursi. Pintu tiba-tiba terbuka, kemudian tertutup dan
lampu ruangan mati. Amir dan Anton lari keluar. Dari sekilas gambaran

383
adegan tersebut dapat diketahui lampu yang akan digunakan dan efek
cahaya yang dihasilkan. Setiap perubahan pencahayaan menjadi catatan
dan bisa dijadikan cue. Dalam gambar dijelaskan ada empat cue
perubahan.
Pada saat adegan dimulai, lampu sudah dipreset sehingga tingal
dinaikkan intensitasnya. Cue perubahan tata cahaya pertama adalah
ketika Anton dan Amir masuk ke ruangan, duduk di kursi dan menyalakan
lampu yang ada di dekat kursi. Efek cahaya dari lampu yang dinyalakan
ini menjadi penanda perubahan. Cue perubahan kedua terjadi ketika
pintu terbuka dan efek cahaya bulan masuk melalui pintu. Demikian
seterusnya sampai adegan tersebut berakhir dan lampu panggung
dipadamkan (black out).

3.5.9 Gambar Desain Tata Cahaya
Untuk memberikan gambaran teknis yang lebih jelas, perlu
digambarkan tata letak lampu. Berdasar pada plot tata cahaya yang
dibuat maka rencana penataan lampu bisa digambarkan. Semua jenis
dan ukuran lampu yang akan digunakan digambarkan tata letaknya.
Sebelum menggambarkan tata letak lampu perlu diketahui dulu simbol-
simbol lampu. Simbol gambar lampu mengelami perkembangan. Hal ini
berkaitan dengan jenis lampu yang tersedia dan umum digunakan.
Gambar di bawah memperlihatkan simbol-simbol lampu yang biasa
digunakan.


Gb.271 Simbol-simbol lampu

384

Banyak sekali jenis dan ukuran lampu yang dikeluarkan oleh
pabrikan. Masing-masing perusahan memiliki gambar simbol yang
berbeda menyangkut bentuk luar lampu produksinya. Dulu, perusahaan
Strand mengeluarkan lampu yang diproduksi dan diberi kode pattern
disingkat patt dan nomor serinya. Jadi ada lampu dengan kode patt 23,
patt 247, patt 123, dan lain sebagainya. Untuk mengethui jenis dan
ukuran lampu harus mengingat patt dan nomornya. Cukup menyulitkan.
Selain itu, lampu pada zaman ini memiliki bentuk yang berbeda dengan
lampu sekarang sehingga ketika digambarkan simbolnya berbeda.
Sekarang, meskipun bentuk lampu berbeda tetapi gambar simbolnya
lebih mudah untuk diingat karena masing-masing jenis lampu memiliki
kemiripan gambar. Penulisannyapun tidak lagi menggunakan patt tetapi
langsung ke jenis lampu beserta besaran wattnya, misalnya fresnel 500
watt, ERS 1 KW, dan lain sebagainya. Gambar simbol lampu dalam
gambar 70 sudah bisa digunakan dan dipahami oleh para penata lampu.

Gb.272 Contoh desain tata letak lampu

Selanjutnya, gambar tata lampu dibuat dengan menggunakan
simbol lampu seperti tersebut di atas. Gambar pada tahap ini belum bisa
menyertakan channel dimmer yang akan digunakan oleh masing-masing
lampu. Gambar tata lampu lebih menitikberatkan pada peletakkan dan
pengarahan jenis lampu yang akan dipasang. Meskipun belum
menyertakan channel dimmer, gambar desain tata letak lampu yang
dibuat bisa dijadikan panduan pencahayaan.
Dari gambar di atas dapat dibaca, baris bar yang digunakan
adalah FOH, Bar 1, 2, 3, dan bar siklorama. FOH singkatan dari Front Of

385
House adalah istilah untuk menyebut baris lampu yang ditata di atas
penonton. Cyc singkatan dari cyclorama (siklorama) baris lampu paling
belakang untuk menyinari layar. Nomor pada lampu hanya berfungsi
untuk menghitung jumlah lampu yang dipasang pada masing-masing bar.
Jenis lampu yang digunakan dapat dibaca dari gambar simbolnya.

3.5.10 Penataan dan Percobaan
Setelah memiliki gambar desain tata cahaya maka kerja
berikutnya adalah memasang dan mengatur lampu sesuai desain. Proses
pemasangan membutuhkan waktu yang lumayan lama terutama untuk
penyesuaian dengan channel dimmer dan control desk. Satu channel
bisa digunakan untuk lebih dari satu lampu. Setiap lampu yang telah
dipasang dalam cahnnel tertentu coba dinyalakan dan diarahkan sesuai
dengan area yang akan disinari. Pengaturan lampu ke channel dimmer
atau control desk diusahakan agar mudah dalam pengoperasian. Artinya,
jarak lever satu ke lever lain diusahakan berdekatan bagi lampu yang
hendak dinyalakan secara bersamaan tanpa preset. Pengaturan sudut
pengambilan juga memerlukan ketelitian. Di sinilah fungsi menghadiri
latihan dengan aktor diterapkan. Segala catatan pergerakan laku dan
posisi aktor di atas pentas dapat dijadikan acuan untuk menentukan
sudut pengambilan.

Gb.273 Desain tata cahaya

386
Setelah semua lampu dipasang dan diarahkan kemudian dicoba
dengan mengikuti plot tata cahaya dari awal sampai akhir. Hal ini untuk
mengetahui intensitas maksimal yang diperlukan, kesesuaian warna
cahaya yang dihasilkan serta kemudahan operasional pergantian cahaya
dari adegan satu ke adegan lain. Penata cahaya mencatat semuanya
dengan seksama sehingga ketika tahap ini selesai didapatkan gambaran
lengkap tata cahaya. Gambar tata cahaya sudah bisa dilengkapi dengan
channel dimmer atau nomor di control desk (Gb.273) sehingga tabel
lampu yang terpasang pada masing-masing bar bisa dituliskan dengan
lengkap pula.


Tabel 5. Tabel tata cahaya

3.5.11 Pementasan
Tahap terakhir adalah pementasan. Seluruh kerja tata lampu
dibuktikan pada saat malam pementasan. Kegagalan yang terjadi
meskipun sedikit akan mempengaruhi hasil seluruh pertunjukan. Oleh
karena itu, kecermatan dan ketelitian kerja penata cahaya sangat
diperlukan. Penting untuk memeriksa semuanya sebelum jam
pertunjukan dilangsungkan. Jika terdapati kesalahan teknis tertentu
masih ada waktu untuk memperbaikinya. Semua sangat tergantung dari
kesiapan tata cahaya karena tanpa cahaya pertunjukan tidak akan bisa
disaksikan.

387
4. TATA PANGGUNG
Tata panggung disebut juga dengan istilah scenery (tata
dekorasi). Gambaran tempat kejadian lakon diwujudkan oleh tata
panggung dalam pementasan. Tidak hanya sekedar dekorasi (hiasan)
semata, tetapi segala tata letak perabot atau piranti yang akan digunakan
oleh aktor disediakan oleh penata panggung. Penataan panggung
disesuaikan dengan tuntutan cerita, kehendak artistik sutradara, dan
panggung tempat pementasan dilaksanakan. Oleh karena itu, sebelum
melaksanakan penataan panggung seorang penata panggung perlu
mempelajari panggung pertunjukan.

4.1 Mempelajari Panggung
Dalam sejarah perkembangannya, seni teater memiliki berbagai
macam jenis panggung yang dijadikan tempat pementasan. Perbedaan
jenis panggung ini dipengaruhi oleh tempat dan zaman dimana teater itu
berada serta gaya pementasan yang dilakukan. Bentuk panggung yang
berbeda memiliki prinsip artistik yang berbeda. Misalnya, dalam
panggung yang penontonnya melingkar, membutuhkan tata letak perabot
yang dapat enak dilihat dari setiap sisi. Berbeda dengan panggung yang
penontonnya hanya satu arah dari depan. Untuk memperoleh hasil
terbaik, penata panggung diharuskan memahami karakter jenis panggung
yang akan digunakan serta bagian-bagian panggung tersebut.

4.1.1 Jenis-jenis Panggung
Panggung adalah tempat berlangsungnya sebuah pertunjukan
dimana interaksi antara kerja penulis lakon, sutradara, dan aktor
ditampilkan di hadapan penonton. Di atas panggung inilah semua laku
lakon disajikan dengan maksud agar penonton menangkap maksud cerita
yang ditampilkan. Untuk menyampaikan maksud tersebut pekerja teater
mengolah dan menata panggung sedemikian rupa untuk mencapai
maksud yang dinginkan. Seperti telah disebutkan di atas bahwa banyak
sekali jenis panggung tetapi dewasa ini hanya tiga jenis panggung yang
sering digunakan. Ketiganya adalah panggung proscenium, panggung
thrust, dan panggung arena. Dengan memahami bentuk dari masing-
masing panggung inilah, penata panggung dapat merancangkan
karyanya berdasar lakon yang akan disajikan dengan baik.

4.1.1.1 Arena
Panggung arena adalah panggung yang penontonnya melingkar
atau duduk mengelilingi panggung (Gb.274). Penonton sangat dekat
sekali dengan pemain. Agar semua pemain dapat terlihat dari setiap sisi
maka penggunaan set dekor berupa bangunan tertutup vertikal tidak
diperbolehkan karena dapat menghalangi pandangan penonton. Karena
bentuknya yang dikelilingi oleh penonton, maka penata panggung dituntut
kreativitasnya untuk mewujudkan set dekor. Segala perabot yang
digunakan dalam panggung arena harus benar-benar dipertimbangkan

388
dan dicermati secara hati-hati baik bentuk, ukuran, dan penempatannya.
Semua ditata agar enak dipandang dari berbagai sisi.


Gb.274 Denah panggung teater arena

Panggung arena biasanya dibuat secara terbuka (tanpa atap) dan
tertutup. Inti dari pangung arena baik terbuka atau tertutup adalah
mendekatkan penonton dengan pemain. Kedekatan jarak ini membawa
konsekuensi artistik tersendiri baik bagi pemain dan (terutama) tata
panggung. Karena jaraknya yang dekat, detil perabot yang diletakkan di
atas panggung harus benar-benar sempurna sebab jika tidak maka cacat
sedikit saja akan nampak. Misalnya, di atas panggung diletakkan kursi
dan meja berukir. Jika bentuk ukiran yang ditampilkan tidak nampak
sempurna - berbeda satu dengan yang lain - maka penonton akan
dengan mudah melihatnya. Hal ini mempengaruhi nilai artistik
pementasan.
Lepas dari kesulitan yang dihadapi, panggun arena sering
menjadi pilihan utama bagi teater tradisional. Kedekatan jarak antara
pemain dan penonton dimanfaatkan untuk melakukan komunikasi
langsung di tengah-tengah pementasan yang menjadi ciri khas teater
tersebut. Aspek kedekatan inilah yang dieksplorasi untuk menimbulkan
daya tarik penonton. Kemungkinan berkomunikasi secara langsung atau
bahkan bermain di tengah-tengah penonton ini menjadi tantangan kreatif
bagi teater modern. Banyak usaha yang dilakukan untuk mendekatkan
pertunjukan dengan penonton, salah satunya adalah penggunaan
panggung arena. Beberapa pengembangan desain dari teater arena

389
melingkar dilakukan sehingga bentuk teater arena menjadi bermacam-
macam.


Gb.275 Berbagai macam model panggung teater arena

Masing-masing bentuk memiliki keunikannya tersendiri tetapi semuanya
memiliki tujuan yang sama yaitu mendekatkan pemain dengan penonton.


4.1.1.2 Proscenium
Panggung proscenium bisa juga disebut sebagai panggung
bingkai karena penonton menyaksikan aksi aktor dalam lakon melalui
sebuah bingkai atau lengkung proscenium (proscenium arch). Bingkai
yang dipasangi layar atau gorden inilah yang memisahkan wilayah akting
pemain dengan penonton yang menyaksikan pertunjukan dari satu arah
(Gb.276). Dengan pemisahan ini maka pergantian tata panggung dapat
dilakukan tanpa sepengetahuan penonton.
Panggung proscenium sudah lama digunakan dalam dunia teater.
Jarak yang sengaja diciptakan untuk memisahkan pemain dan penonton
ini dapat digunakan untuk menyajikan cerita seperti apa adanya. Aktor
dapat bermain dengan leluasa seolah-olah tidak ada penonton yang hadir
melihatnya. Pemisahan ini dapat membantu efek artistik yang dinginkan
terutama dalam gaya realisme yang menghendaki lakon seolah-olah
benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.


390

Gb.276 Panggung proscenium

Tata panggung pun sangat diuntungkan dengan adanya jarak dan
pandangan satu arah dari penonton. Perspektif dapat ditampilkan dengan
memanfaatkan kedalaman panggung (luas panggung ke belakang).
Gambar dekorasi dan perabot tidak begitu menuntut kejelasan detil
sampai hal-hal terkecil. Bentangan jarak dapat menciptkan bayangan
arstisitk tersendiri yang mampu menghadirkan kesan. Kesan inilah yang
diolah penata panggung untuk mewujudkan kreasinya di atas panggung
proscenium. Seperti sebuah lukisan, bingkai proscenium menjadi batas
tepinya. Penonton disuguhi gambaran melalui bingkai tersebut.
Hampir semua sekolah teater memiliki jenis panggung
proscenium. Pembelajaran tata panggung untuk menciptakan ilusi
(tipuan) imajinatif sangat dimungkinkan dalam panggung proscenium.
Jarak antara penonton dan panggung adalah jarak yang dapat
dimanfaatkan untuk menciptakan gambaran kreatif pemangungan.
Semua yang ada di atas panggung dapat disajikan secara sempurna
seolah-olah gambar nyata. Tata cahaya yang memproduksi sinar dapat
dihadirkan dengan tanpa terlihat oleh penonton dimana posisi lampu
berada. Intinya semua yang di atas panggung dapat diciptakan untuk
mengelabui pandangan penonton dan mengarahkan mereka pada
pemikiran bahwa apa yang terjadi di atas pentas adalah kenyataan.
Pesona inilah yang membuat penggunaan panggung proscenium
bertahan sampai sekarang.





391
4.1.1.3 Thrust
Panggung thrust seperti panggung proscenium tetapi dua per tiga
bagian depannya menjorok ke arah penonton. Pada bagian depan yang
menjorok ini penonton dapat duduk di sisi kanan dan kiri panggung
(Gb.277). Panggung thrust nampak seperti gabungan antara panggung
arena dan proscenium.


Gb.277 Panggung thrust

Untuk penataan panggung, bagian depan diperlakukan seolah panggung
Arena sehingga tidak ada bangunan tertutup vertikal yang dipasang.
Sedangkan panggung belakang diperlakukan seolah panggung
proscenium yang dapat menampilan kedalaman objek atau
pemandangan secara perspektif.
Panggung thrust telah digunakan sejak Abad Pertengahan
(Medieval) dalam bentuk panggung berjalan (wagon stage) pada suatu
karnaval. Bentuk ini kemudian diadopsi oleh sutradara teater modern
yang menghendaki lakon ditampilkan melalui akting para pemain secara
lebih artifisial (dibuat-buat agar lebih menarik) kepada penonton. Bagian
panggung yang dekat dengan penonton memungkinkan gaya akting
teater presentasional yang mempersembahkan permainan kepada
penonton secara langsung, sementara bagian belakang atau panggung

392
atas dapat digunakan untuk penataan panggung yang memberikan
gambaran lokasi kejadian.

4.1.2 Bagian-bagian Panggung
Panggung teater modern memiliki bagian-bagian atau ruang-
ruang yang secara mendasar dibagi menjadi tiga, yaitu bagian panggung,
auditorium (tempat penonton), dan ruang depan. Bagian yang paling
kompleks dan memiliki fungsi artistik pendukung pertunjukan adalah
bagian panggung. Masing-masing memiliki fungsinya sendiri. Seorang
penata panggung harus mengenal bagian-bagian panggung secara
mendetil. Gambar 278 dan 279 menerangkan bagian-bagian panggung.


Gb.278 Bagiang panggung 1

A Border. Pembatas yang terbuat dari kain. Dapat dinaikkan dan
diturunkan. Fungsinya untuk memberikan batasan area
permaianan yang digunakan.

393
B Backdrop. Layar paling belakang. Kain yang dapat digulung
atau diturun-naikkan dan membentuk latar belakang
panggung.
C Batten. Disebut juga kakuan. Perlengkapan panggung yang
dapat digunakan untuk meletakkan atau menggantung benda
dan dapat dipindahkan secara fleksibel.
D Penutup/flies. Bagian atas rumah panggung yang dapat
digunakan untuk menggantung set dekor serta menangani
peralatan tata cahaya.
E Rumah panggung (stage house). Seluruh ruang panggung
yang meliputi latar dan area untuk tampil
F Catwalk (jalan sempit). Permukaan, papan atau jembatan
yang dibuat di atas panggung yang dapat menghubungkan sisi
satu ke sisi lain sehingga memudahkan pekerja dalam
memasang dan menata peralatan.
G Tirai besi. Satu tirai khsusus yang dibuat dari logam untuk
memisahkan bagian panggung dan kursi penonton. Digunakan
bila terjadi kebakaran di atas panggung. Tirai ini diturunkan
sehingga api tidak menjalar keluar dan penonton bisa segera
dievakuasi.
H Latar panggung atas. Bagian latar paling belakang yang
biasanya digunakan untuk memperluas area pementasan
dengan meletakkan gambar perspektif.
I Sayap (side wing). Bagian kanan dan kiri panggung yang
tersembunyi dari penonton, biasanya digunakan para aktor
menunggu giliran sesaat sebelum tampil.
J Layar panggung. Tirai kain yang memisahkan panggung dan
ruang penonton. Digunakan (dibuka) untuk menandai
dimulainya pertunjukan. Ditutup untuk mengakhiri pertunjukan.
Digunakan juga dalam waktu jeda penataan set dekor antara
babak satu dengan lainnya.
K Trap jungkit. Area permainan atau panggung yang biasanya
bisa dibuka dan ditutup untuk keluar-masuk pemain dari
bawah panggung.
L Tangga. Digunakan untuk naik ke bagian atas panggung
secara cepat. Tangga lain, biasanya diletakkan di belakang
atau samping panggung sebelah luar.
M Apron. Daerah yang terletak di depan layar atau persis di
depan bingkai proscenium.
N Bawah panggung. Digunakan untuk menyimpan peralatan set.
Terkadang di bagian bawah ini juga terdapat kamar ganti
pemain.
O Panggung. Tempat pertunjukan dilangsungkan.
P Orchestra Pit. Tempat para musisi orkestra bermain. Dalam
beberapa panggung proscenium, orchestra pit tidak
disediakan.

394

Gb.279 Bagian panggung2

Q FOH (Front Of House) Bar. Baris lampu yang dipasang di atas
penonton. Digunakan untuk lampu spot.
R Langit-langit akustik. Terbuat dari bahan yang dapat
memproyeksikan suara dan tidak menghasilkan gema.
S Ruang pengendali. Ruang untuk mengendalikan cahaya dan
suara (sound system).

395
T Bar. Tempat menjual makan dan minum untuk penonton
selama menunggu pertunjukan dimulai.
U Foyer. Ruang tunggu penonton sebelum pertunjukan dimulai
atau saat istirahat.
V Tangga. Digunakan untuk naik dan turun dari ruang lantai satu
ke ruang lantai lain.
W Auditorium (house). Ruang tempat duduk penonton di
panggung proscenium. Istilah auditorium sering juga
digunakan sebagai pengganti panggung proscenium itu
sendiri.
X Ruang ganti pemain. Ruang ini bisa juga terletak di bagian
bawah belakang panggung.

4.2 Fungsi Tata Panggung
Dalam perancangan tata panggung selain mempertimbangkan
jenis panggung yang akan digunakan ada beberapa elemen komposisi
yang perlu diperhatikan. Sebelum menjelaskan semua itu, fungsi tata
panggung perlu dibahas terlebih dahulu. Selain merencanakan gambar
dekor, penata panggung juga bertanggungjawab terhadap segala perabot
yang digunakan. Karena keseluruhan objek yang ada di atas panggung
dan digunakan oleh aktor membentuk satu lukisan secara menyeluruh.
Perabot dan piranti sangat penting dalam mencipta lukisan panggung,
terutama pada panggung arena dimana lukisan dekor atau bentuk
bangunan vertikal tertutup seperti dinding atau kamar (karena akan
menghalangi pandangan sebagian penonton) tidak memungkinkan
diletakkan di atas panggung. Tata perabot kemudian menjadi unsur
pokok pada tata panggung arena. Unsur-unsur ini ditata sedemikian rupa
sehingga bisa memberikan gambaran lengkap yang berfungsi untuk
menjelaskan suasana dan semangat lakon, periode sejarah lakon, lokasi
kejadian, status karakter peran, dan musim dalam tahun dimana lakon
dilangsungkan.

4.2.1 Suasana dan Semangat Lakon
Tata panggung dapat memberi gambaran kepada penonton,
suasana dan semangat lakon yang dimainkan. Suasana mengarah pada
keadaan emosi yang ditampilkan oleh lakon secara dominan, sedangkan
semangat mengarah pada konsep dasar pementasan yang
menyampaikan pesan lakon dalam cara tertentu. Agar desain tata
panggung dapat memperlihatkan kedua hal ini, penata panggung harus
mampu menambahkan elemen pendukung yang mampu memberikan
kesan suasana dan semangat lakon yang ditampilkan.
Jika cerita lakon berkisah tentang cinta kasih atau kebahagiaan
maka tata panggung harus menggunakan elemen-elemen yang lembut,
bentuk-bentuk benda yang memililki sudut melingkar. Warna
menggunakan warna pastel untuk menampakkan keceriaan suasana.


396

Gb.280 Tata panggung yang cerah menggambarkan suasana gembira

Jika lakon yang dimainkan menekankan suasana tragedi maka garis
yang ditampilkan harus jelas, sudut-sudut yang tegas dan penggunaan
warna gelap akan mengekspresikan suasana yang lebih dalam dan
berat.


Gb.281 Tata panggung berwarna gelap menggambarkan suasana lakon yang
dalam dan berat


397
Pemilihan bentuk, warna, dan komposisi objek di atas panggung sangat
menentukan suasana dan semangat lakon. Jika tata panggung salah
dalam memilih dan menata perabot, maka laku lakon yang dimainkan
oleh para aktor akan terasa berat. Misalnya, tata panggung yang cerah
seperti gambar di atas digunakan untuk lakon misterius. Ketepatan
menata perabot sesuai dengan suasana dan semangat lakon akan
membantu mempertegas makna lakon yang hendak disampaikan.

4.2.2 Periode Sejarah Lakon
Tata panggung juga dapat memberikan gambaran periode sejarah
lakon yang sedang dimainkan. Penata panggung perlu mempelajari atau
mengadakan penelitian sejarah berdasar lakon yang akan dimainkan.
Penelitian ini untuk mendapatkan gambaran selengkapnya tentang
bentuk arsitektur, perabot rumah tangga, peralatan, dan segala keperluan
yang dibutuhkan lakon untuk ditampilkan di atas pentas. Penelitian ini
sangat penting karena gaya bangunan, furnitur, dan tata peletakannya
sangat berbeda dari zaman ke zaman.


Gb.282 Tata panggung dapat menggambarkan periode sejarah lakon

398
Meskipun penelitian sejarah sangat penting tetapi penata
panggung tidak bisa meniru secara total setiap detil gaya arsitektur satu
zaman tertentu. Peniruan total menandakan tidak adanya kreatifitas
artsitik. Yang perlu ditangkap dan dipelajari adalah motif secara umum
dan ciri-ciri khusus yang digunakan pada zaman itu. Melalui proses
kreatif, ciri dan motif ini diwujudkan dalam bentuk baru yang dapat
memberikan gambaran periode sejarah lakon kepada penonton. Tata
panggung berbeda dengan reproduksi. Tata panggung adalah kreasi
artistik yang mencerminkan esensi sebuah periode sejarah tertentu
beserta lingkungannya untuk mempertegas suasana dan semangat lakon
yang ditampilkan.

4.2.3 Lokasi Kejadian
Letak geografi sangat mempengaruhi desain sebuah bangunan
dan perkakas yang melengkapinya. Bentuk bangunan dan perkakas
rumah tangga sangatlah berbeda antara daerah tandus dan daerah
subur. Hal ini pulalah yang menjadikan bentuk bangunan setiap suku
bangsa berbeda. Dengan memanfaatkan ciri-ciri tradisi atau lokal tertentu
dalam mendirikan sebuah bangunan penata panggung dapat
memberikan gambaran lokasi kejadian peristiwa lakon kepada penonton.
Bahkan dalam satu daerah bentuk bangunan area tertentu
berbeda dengan area lain. Misalnya dalam masa sekarang ini, bangunan
perumahan berbeda dengan bangunan rumah penduduk kampung
meskipun mereka tinggal dalam satu wilayah. Dengan mencermati setiap
sisi bangunan mulai dari bentuk, bahan sampai penataan interior, penata
panggung akan mendapatkan gambaran komplit untuk diwujudkan di atas
panggung.
Lokasi kejadian tidak hanya sekedar tempat kejadian secara
umum tetapi juga di tempat-tempat khusus dalam satu ruang atau
bangunan. Misalnya, sebuah bentuk bangunan yang ditampilkan
memberi gambaran lokasi kejadian persitiwa terjadi di sebuah gedung tua
di salah satu kota pada masa tertentu. Lokasi ini tidak hanya berhenti di
sini. Mungkin saja salah satu peristiwa terjadi di ruang dapur gedung
tersebut. Peristiwa lain terjadi di ruang tamu. Dengan demikian tata letak
perabot serta perkakas yang digunakan harus ditata sedemikian rupa
untuk memberi kejelasan lokasi kejadian peristiwa.

4.2.4 Status dan Karakter Peran
Tata panggung dapat pula memberikan gambaran status dan
karakter peran dalam lakon. Penata panggung biasanya menggunakan
perabot dan atau piranti tangan untuk menunjukkan hal ini. Sebuah
karakter yang memiliki status sosial tinggi ditampilkan sebagai sosok
yang mengenakan kacamata, mengisap pipa, berjalan memakai tongkat
dan tinggal dirumah yang mewah. Sementara peran yang bestatus sosial
rendah menempati rumah sederhana dengan perabot sederhana.

399
Gambaran status inipun dapat memberikan indikasi karakter
peran. Misalnya, sosok yang berstatus sosial tinggi itu jika karakternya
baik maka ia akan ditampilkan sebagai pribadi terpelajar, bijaksana, dan
berwawasan keadlian. Tetapi jika ia memiliki karkater jahat maka ia akan
tampil cerdik, penuh kelicikan, dan tetap menggunakan bahasa yang
halus seolah-olah ia orang baik. Jika sosok berstatus rendah
digambarkan sebagai orang baik maka ia nampak jujur, lugu, dan mudah
ditipu tetapi tetap sabar. Jika memiliki karakter jahat maka ia akan
berbicara kasar, suka memaki atau memukul, melakukan kejahatan
secara terbuka.
Dari gambaran status yang diperlihatkan dapat diidentifikasi
gambaran karakter peran yang dimainkan oleh aktor. Perbedaan status
seperti yang disebutkan di atas memberikan konsekuensi perbedaan
gaya karakter. Meskipun sama-sama berkarakter jahat tetapi gaya yang
ditampilkan antara peran berstatus tinggi berbeda dengan yang berstatus
rendah. Memang untuk menampilkan karakter secara utuh diperlukan
unsur artistik lain seperti tata rias dan busana, tetapi tata panggung atau
set dekorasi yang dihadirkan dapat memberikan identifikasi umum
karkater peran yang ada di dalamnya.

4.2.5 Musim
Suasana dalam satu musim berbeda dengan musim lain.
Suasana rumah petani pada musim tanam dan musim panen sangatlah
berbeda. Suasana musim hujan di satu daerah dan musim kemarau
sangatlah berbeda. Tata panggung dapat memberikan gambaran jelas
mengenai musim yang sedang dilalui dalam lakon. Penggunaan warna,
perabot sehari-hari serta piranti lain dapat dijadikan pedoman untuk
mengetahui musim yang sedang berjalan. Petani yang digambarkan
membawa cangkul atau peralatan menanam dengan latar belakang
sawah berair memberikan gambaran susana musim tanam sedangkan
petani yang mengangkut padi memberikan gambaran suasana musim
panen. Seorang yang berdiri di bawah payung di sebuah teras gedung
memberikan gambaran musim hujan sementara seorang yang duduk di
serambi rumah dengan hanya mengenakan kaos, mengipas-kipaskan
tangannya menggambarkan musim panas. Demikianlah, tata panggung
dapat memberikan gambaran musim yang sedang terjadi dalam lakon
yang dimainkan.


4.3 Elemen Komposisi
Desain tata panggung sebaiknya dibuat dengan mudah dan
bebas. Artinya, imajinasi dapat dituangkan sepenuhnya ke dalam gambar
desain tanpa lebih dulu berpikir tentang kemungkinan visualisasinya.
Pemikiran lain di luar desain akan menghambat imajinasi dan akhrinya
memberikan batasan. Penyuntingan atau pengolahan bisa dilakukan
setelah gagasan tertuang. Dalam pembuatan desain gambar tata

400
panggung yang terpenting adalah cara mengatur, menata, dan
memanipulasi elemen komposisi yang menjadi dasar dari seluruh kerja
desain.

4.3.1 Garis
Garis menunjukkan bentuk. Setiap goresan garis yang dibuat
memiliki karakter tersendiri. Tebal tipisnya garis dapat memberikan
gambaran dimensi, kualitas, dan karakter satu benda atau bentuk yang
dihasilkan. Gambar yang dibuat dengan garis tegas akan menampakkan
nuansa emosi atau sikap yang tegas dan kuat dibandingkan dengan
gambar dengan garis lembut. Permainan tegas dan lembut inilah yang
akan menampakkan dimensi objek. Dalam desain tata penggung, arah
garis mewakili arah penonton. Artinya, garis menuntun pandangan
penonton menuju area permainan.


Gb.283 Elemen garis menunjukkan bentuk benda

4.3.2 Bentuk
Bentuk adalah ruang yang dikelilingi oleh garis. Karakterisitik
bentuk sangat tergantung dari karakter garis yang membentuknya.
Suasana ruang tampak kuat, kaku, dan bertenaga dengan garis tegas
yang mengelilinginya. Garis tersebut membentuk ruang kotak tanpa
lengkung. Sebaliknya, ruang yang dibentuk dari garis lengkung akan
menampakkan keluasan, kesegaran, kedamaian, dan ketenangan.
Kombinasi antara garis lengkung dan lurus ini akan menciptakan

401
beragam bentuk di mana di dalamnya terdapat ruang tempat aktor
bermain atau ruang suasana untuk mendukung adegan lakon.


Gb.284 Elemen bentuk mempertegas ruang

4.3.3 Warna
Meskipun warna dalam desain harus merepresentasikan warna
alami benda atau objek yang digambar, tetapi hasil yang mengesankan
dapat temukan dengan menambahkan corak warna lain. Warna-warni
benda atau objek desain akan mempertegas kedalaman ruang. Selain itu,
warna juga memiliki karakter tersendiri. Secara mendasar ada warna
hangat atau panas dan ada warna dingin. Yang termasuk warna hangat,
adalah merah, oranye. Sedangkan yang termasuk dalam warna dingin,
adalah biru tua, hijau. Kombinasi warna hangat dan dingin ini akan
mempertegas suasana ruang yang hendak diciptakan. Untuk
menonjolkan bagian atau objek tertentu di atas panggung, penggunaan
warna sangatlah efektif. Pembedaan warna satu objek tertentu dengan
objek lainnya dapat digunakan untuk menyimbolkan sesuatu. Intinya,
dengan mengolah warna-warna yang ada di atas panggung maka, semua
gambaran simbolis atau realis dapat diwujudkan.




402

Gb.285 Elemen warna menggambarkan suasana ruang



Gb.286 Elemen cahaya mempertegas dimensi ruang




403
4.3.4 Cahaya
Cahaya membuat objek atau benda tampak lebih hidup. Dengan
mengkreasikan gelap dan terang, maka volume sebuah benda dapat
dimunculkan. Dalam desain imajinasi sumber cahaya dan arah
datangnya cahaya harus digambarkan, sehingga semua objek
menampakkan volumenya. Jika gambar dibuat tanpa imajinasi cahaya
maka gambar tersebut tampak datar sehingga kedalaman ruang yang
dinginkan tidak tercapai. Dengan menambahkan cahaya maka gambaran
penataan objek dan ruang di atas panggung tampak hidup.

4.4 Praktek Tata Panggung
Praktek tata panggung dimulai sejak menerima naskah lakon
yang hendak dipentaskan. Tidak bisa seorang penata panggung hanya
bekerja berdasarkan pesanan seorang sutradara untuk membut set
tertentu tanpa membaca naskah lakon terlebih dahulu. Penata panggung
bukanlah seorang pekerja yang hanya menjalankan perintah dari sang
sutradara atau penata artistik (sutradara artistik). Ia harus mampu
mengembangkan imajinasinya dan mewujudkannya dalam karya tata
panggung.

4.4.1 Mempelajari Naskah
Seperti yang telah diuraikan di atas, tugas penata panggung
dimulai sejak ia menerima naskah lakon yang akan dimainkan. Seluruh
imajinasi ruang atau tempat berlangsungnya cerita dapat dipelajari
melalui naskah lakon. Tugas penata panggung pada tahap ini adalah
menemukan detil lokasi kejadian pada setiap adegan dalam cerita.
Semuanya ditulis dengan lengkap dan didata.
Lokasi kejadian (menunjukkan tempat berlangsungnya cerita)
Waktu kejadian (menunjukkan tahun, dekade, atau era
kejadian)
Bentuk atau struktur bangunan sesuai dengan lokasi dan
waktu
Model atau gaya perabot sesuai dengan lokasi dan waktu
Lingkungan tempat kejadian (suasana lingkungan yang
mendukung)
Peralatan apa saja yang diperlukan (piranti tangan untuk para
pemain seperti; tongkat, senjata, dan lain sebagainya)
Perpindahan lokasi kejadian dari babak atau adegan satu ke
adegan lain
Suasana yang dikehendaki pada setiap adegan
Semua data tersebut digunakan untuk pedoman pembuatan set.
Perkiaraan gambaran lengkap set sudah bisa didapatkan melalui data-
data tersebut. Selanjutnya, penata panggung bisa membuat sketsa tata
panggung berdasar data tersebut. Sketsa ini masih berupa gambaran
kasar yang membutuhkan penyesuaian dengan konsep tata artistik

404
secara menyeluruh. Misalnya, lokasi kejadian adalah di sebuah ruang
tamu dalam rumah sederhana di pedesaan (Gb.287). Penata panggung
kemudian secara bebas membuat sketsa ruang tersebut.


Gb.287 Sketsa tata panggung yang menggambarkan rumah sederhana


4.4.2 Diskusi Dengan Sutradara
Hasil sketsa yang telah dibuat oleh penata panggung selanjutnya
dibawa dalam pertemuan penata artistik dengan sutradara. Dalam
pertemuan ini dibahas konsep tata artistik yang akan digunakan dalam
pementasan. Sutradara memberikan gambaran dasar tata artsitik yang
dikehendaki. Kemudian penata artistik atau sutradara artistik menjelaskan
maksud sutradara tersebut secara lebih jelas dalam gambaran tata
artistik yang dimaksudkan.
Gambaran tata artistik ini menyangkut seluruh elemen rupa yang
akan ditampilkan di atas panggung. Oleh karena itu, desain tata
panggung harus senada dengan dengan desain tata rias, dan tata
busana. Selain itu, hal yang terpenting adalah interpretasi sutradara dan
penata artsitik terhadap lakon yang akan dipentaskan. Misalnya; ruang
tamu dalam rumah sederhana di pedesaan hendak ditampilkan dalam
wujud yang lebih modern. Dalam hal ini, dinding rumah tidak lagi dibuat
dari bambu tetapi dari tembok. Perabot yang adapun tidak lagi dari
bambu tapi dari kayu atau bahan lain yang kelihatan lebih mewah
meskipun sederhana. Tata dekorasi tidak dibuat tetap (permanen) tetapi

405
dapat diubah dalam beberapa bentuk. Semua arahan ini dituliskan atau
digambarkan dalam konsep tata artistik.
Selanjutnya, penata panggung mempelajari konsep tersebut dan
membuat penyesuaian. Karena tata panggung dapat diubah dalam
beberapa bentuk maka penata panggung kembali membuat sketsa
seperti yang dimaksud. Tentu saja dengan tetap berdasarkan pada lakon
sehingga setiap bentuk dari perubahan set masih mencerminkan
keadaan tempat atau lokasi kejadian yang dinginkan.
Gambar 288, 289 dan 290 memperlihatkan sketsa hasil
penyesuaian dengan konsep tata artistik. Dalam gambar ini penata
penggung menyediakan beberapa ruang yang dapat dijadikan latar
tempat kejadian peristiwa. Sutradara dan penata artistik dapat
menentukan dan mengkoreski hasil seketsa tersebut. Selanjutnya yang
terbaik dipilih. Setelah gambaran tata panggung dikoreksi dan ditentukan
dengan pasti baik oleh sutradara dan penata artistik, maka tugas penata
panggung adalah menyempurnakan gambar desain tata panggung.




Gb.288 Sketsa penyesuaian alternatif 1

406

Gb.289 Sketsa penyesuaian alternatif 2

Gb.290 Sketsa penyesuaian alternatif 3


4.4.3 Menghadiri Latihan
Setelah menentukan gambar tata panggung, maka trugas penata
panggung adalah menghadiri latihan. Tata panggung tidak hanya
berkaitan dengan keindahan set dekor tetapi juga berkaitan dengan lalu
lintas pemain di atas panggung. Tata panggung yang baik tidak ada

407
gunanya jika tidak dapat menyediakan ruang bermain yang leluasa bagi
para aktor. Pertimbangan area permainan sangatlah penting.
Bagaimanapun juga tata panggung tidaklah dapat bergerak atau
hidup sebagaimana aktor. Oleh karena itu, ruang yang disediakan untuk
para aktor dapat menghidupkan gambaran tata panggung yang telah
dibuat. Untuk mengetahui detil gerak-gerik aktor di atas pentas maka
jalan yang terbaik adalah menghadiri latihan. Semakin sering menghadiri
latihan, penata panggung akan semakin tahu ruang yang dibutuhkan oleh
aktor untuk bergerak. Dengan demikian ia dapat memperkirakan volume
set dekor yang akan dibuat.

4.4.4 Mempelajari Panggung
Mempelajari panggung bagi penata panggung sangatlah penting.
Karakter panggung satu dengan yang lain berbeda. Ada panggung yang
luas dan ada yang sempit. Jarak artistik yang disediakan pun berbeda-
beda. Semakin lebar jarak artistik maka semakin lebar pula jarak
pandang penonton. Hal ini mempengaruhi efek artistik tata panggung.
Dalam jarak yang jauh, penonton tidak bisa menangkap detil-detil kecil
sehingga hiasan di atas panggung harus dibuat dalam skala yang lebih
besar. Jenis panggung juga mempengaruhi tampilan tata panggung.
Dalam teater arena yang penontonnya melingkar tidaklah efektif
menggunakan tata panggung yang dapat menghalangi pandangan
penonton.


Gb.291 Penempatan objek yang tidak efektif dan mengganggu

Gambar di atas menunjukkan bahwa objek yang berwarna merah sangat
mengganggu pandangan penonton.

408
Dalam panggung proscenium, pembuatan set dekorasi dapat
mendekati keadaan aslinya. Karena pandangan penonton hanya satu
arah dari depan maka titik prespektif dapat dikreasikan dengan baik.
Sementara dalam panggung thrust, latar belakang panggung hanya
efektif digunakan untuk memberikan pemandangan latar saja. Hal ini
disebabkan karena tiga per empat panggung menjorok ke depan
sehingga sebagian penonton dapat menyaksikan dari sisi kanan dan kiri
panggung. Latar belakang hanya memberikan penegasan pada tata letak
perabot di panggung depan (bawah).
Dengan mempelajari detil panggung beserta perlengkapannya,
penata panggung akan dapat memperkirakan penataan perabot. Hasil
kerja penataan harus nampak indah dari sudut pandang penonton serta
memberikan kelagaan ruang bagi pemain. Tata panggung yang baik akan
mendukung keseluruhan laku lakon. Blocking yang dihasilkan tidak
tampak terlalu penuh atau sisa ruang terlalu longgar. Luas area
panggung dijadikan patokan skala volume setiap benda atau objek yang
akan ditempatkan. Objek-objek ini selanjutnya akan ditambahi dengan
kehadiran pemain. Jika volume objek benda dekorasi terlalu besar maka
ruang yang tersisa semakin sempit sehingga gerak aktor tidak leluasa
dan blosking yang dihasilkan selalu akan nampak padar, berat, dan
terkesan melelahkan. Sebaliknya, peletakkan objek benda dekorasi yang
terlalu kecil akan menyisakan ruang yang luas sehingga aktor harus
melipatgandakan tenaganya dalam beraksi. Akibat paling jelek dari
keadaan ini adalah aktor dan tata dekorasi akan nampak kecil sehingga
panggung terkesan kosong. Oleh karena itu, mempelajari panggung
adalah tahap yang harus dilakukan oleh penata panggung.

4.4.5 Membuat Gambar Rancangan
Tahap berikutnya adalah membuat gambar rancangan yang telah
disesuaikan dengan pilihan sutradara dan area panggung tersedia.
Gambar rancangan ini sudah dibuat dengan warna sehingga nampak
lebih hidup dan dapat memberikan gambaran sesungguhnya. Gambar
292 dan 293 menunjukkan gambar rancangan tata panggung yang telah
ditentukan dan disesuaikan. Dalam contoh ini diperlihatkan bahwa sketsa
penyesuaian alternatif 1 dan 2 yang ditentukan, sehingga gambar
rancangannya mengacu pada pemilihan tersebut.
Gambar rancangan ini belum final, karena masih harus
mendapatkan penyesuaian akhir dari sutradara dan tim artistik yang
dipimpin oleh penata artistik. Penggunaan warna dasar serta motif
tertentu dalam dekorasi menjadi sorotan utama karena berkaitan dengan
warna busana serta warna cahaya. Penentuan warna ini sangat penting
karena seorang aktor yang memakai baju berwarna merah dengan latar
belakang berwarna merah yang sama akan saling menghilangkan.
Akhirnya, aktor tersebut tidak tampak sama sekali dari pandangan
penonton. Penyesuaian warna dengan demikian dimaksudkan untuk
memberikan kejelasan gambar panggung yang dihasilkan baik dari sisi

409
tata panggung, busana, maupun tata cahaya. Ketepatan pemilihan warna
beserta motif yang digunakan memperindah penampilan dan dapat
mendukung keseluruhan laku lakon yang dipentaskan.


Gb.292 Desain tata panggung 1


Gb.293 Desain tata panggung 2




410

4.4.6 Penyesuaian Akhir
Seperti yang telah disebutkan di atas. Setelah mendapatkan
penyesuaian dari tim artistik tahap berikutnya adalah membuat gambar
rancangan final sesuai kesepakatan. Untuk memberikan kejelasan baik
bagi sutradara, pemain, dan tim artistik lain, gambar rancangan ini dibuat
dari berbagai macam sudut. Minimal tiga sudut yaitu tampak depan,
sudut kiri atas, dan sudut kanan atas. Jika ada dekor khusus maka harus
dibuatkan gambar detil secara khusus. Di bawah ini adalah serangkaian
gambar rancangan final hasil penyesuaian akhir yang dilihat dari tiga
sudut, yaitu tampak depan atas, kiri atas, dan kanan atas.


Gb.294 Desain tata panggung 1 tampak depan atas


Gb.295 Desain tata panggung 1 tampak kiri atas

411


Gb.296 Desain tata panggung1 tampak kanan atas


Gb.297 Desain tata panggung 2 tampak depan atas


412

Gb.298 Desain tata panggung 2 tampak kiri atas


Gb.299 Desain tata panggung 2 tampak kanan atas

4.4.7 Membuat Maket
Tahap akhir sebelum proses pengerjaan tata panggung adalah
membuat maket atau replika tata panggung. Langkah ini bukanlah suatu
keharusan dalam proses penataan panggung, tetapi maket akan
memberikan gambaran nyata tata panggung yang akan dikerjakan. Kru
tata panggung menggunakan maket sebagai dasar kerja visualisasi tata

413
panggung yang sesungguhnya. Berdasar maket ini pula, sutradara dapat
memberikan arahan blocking langsung secara konkrit kepada aktor.


Gb.300 Maket tata panggung 1

Gb.301 Maket tata panggung 2

Pergantian atau perpindahan perabot kecil yang ada dalam tata
panggung juga dapat dijelaskan dengan baik melalui maket. Intinya,
dengan adanya maket maka pemain akan mendapatkan gambaran
sejelas-jelasnya tata panggung yang disediakan.



414
4.4.8 Pengerjaan
Tahap terakhir dari kerja tata panggung adalah pengerjaan atau
aplikasi desain. Untuk memulai kerja, seorang penata panggung harus
mengetahui jenis dan sifat bahan yang akan digunakan. Karena tata
panggung hanyalah seni ilusi yang menyajikan perwakilan gambaran
kenyataan maka bahan yang digunakanpun tidak seperti bahan untuk
membuat bangunan sesungguhnya. Meskipun beberapa bahan
bangunan nyata dapat digunakan tetapi pengaplikasiannya berbeda.
Bahan tata panggung biasanya terdiri dari;
Bahan dari logam seperti; kawat dan plat aluminium tipis
Bahan dari kayu
Bahan dari busa atau spon
Bahan dari kertas
Berbagai macam lem
Bahan pewarna seperti; cat tembok, cat poster, cat minyak,
akrilik dan lain sebagainya.
Masing-masing bahan di atas memiliki karakter sendiri-sendiri. Bahan
dari kertas sangat fleksibel untuk membuat bentuk apapun tetapi juga
sangat rapuh. Bahan dari logam terutama kawat memiliki fungsi yang
lumayan banyak, selain sebagai pengikat bisa juga digunakan untuk
membuat hiasan-hiasan tertentu. Bahan dari kayu juga dapat dibuat
menjadi berbagai macam bentuk dan memiliki kualitas yang baik tetapi
harganya juga mahal. Bahan dari busa atau spon sangat efektif
digunakan untuk membuat hiasan-hiasan dinding. Masing-masing bahan
tersebut juga memiliki efek yang berbeda terhadap cat. Bahan dari logam
tidak bisa diberi warna dengan cat yang berbasis air harus cat minyak.
Setelah mengenal dengan baik bahan dan karakter bahan kerja
selanjutnya adalah menggunakan alat yang tepat sesuai dengan bahan
yang tersedia. Beberapa peralatan tata panggung:
Gunting Kertas
Gunting Plat
Peralatan pertukangan
Alat Ukur
Alat mengecat
Las listrik
Mengenal karakter alat juga sangat dibutuhkan. Gunting kertas berbeda
dengan gunting plat aluminium. Gergaji potong berbeda dengan gergaji
belah. Paku memiliki berbagai macam ukuran demikian juga dengan palu
besinya. Kuas juga terdiri dari beberapa jenis dan ukuran. Dengan
mengetahui bahan dan peralatan yang digunakan, seorang penata
panggung semakin mudah dalam mewujudkan desain tata panggung.
Tata panggung pada dasarnya dapat dibuat dengan dua bentuk.
Pertama adalah bentuk permanen dan yang kedua adalah bentuk
bongkar pasang. Tata panggung permanen artinya hanya dapat
digunakan sekali dalam satu pementasan di satu panggung. Dengan

415
sifatnya yang seperti ini maka proses pengerjaan bisa dilangsungkan di
atas panggung, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk berada di atas
panggung lebih lama. Tata panggung permanen biasanya dilakukan pada
panggung yang tidak memiliki jadwal pementasan yang banyak dan
tetap, misalnya panggung di sekolah atau kelompok teater tertentu.
Tata panggung bongkar pasang adalah tata panggung yang dapat
digunakan kembali pada saat yang lain. Teknik pengerjaan harus teliti
karena bagian-bagiannya bisa dibongkar untuk kemudian dipasangkan
kembali. Teknik ini membutuhkan kerja perancangan yang bagus dan
proses yang lenbih lama. Kelebihannya adalah proses bisa dilakukan di
studio dan hasilnya bisa digunakan berkali-kali.



416
5. TATA SUARA
Tata adalah suatu usaha pengaturan terhadap sesuatu bentuk,
benda dan sebagainya untuk tujuan tertentu. Suara adalah getaran yang
dihasilkan oleh sumber bunyi biasanya dari benda padat yang merambat
melalui media atau perantara. Perantara dapat berupa benda padat, cair,
dan udara kepada alat pendengaran. Tata suara adalah suatu usaha
untuk mengatur, menempatkan dan memanfaatkan berbagai sumber
suara sesuai dengan etika dan estetika untuk suatu tujuan tertentu,
misalnya untuk pidato, penyiaran, reccording, dan pertunjukan teater.
Tata suara berakibat langsung pada pendengaran manusia.
Selaput pendengaran atau gendang telinga menerima getaran yang
merambat melalui udara sesuai degan besar kecilnya suara yang
dihasilkan oleh sumber bunyi atau suara. Bentuk dari getaran tersebut
adalah kerapatan dan kerenggangan udara yang disebut dengan
gelombang suara. Gelombang suara yang sampai pada rongga telinga
dapat menggetarkan selaput gendang pendengaran dan menimbulkan
rangsangan pada ujung-ujung syaraf pendengaran. Rangsangan getaran
udara yang berulang-ulang akan diteruskan ke pusat syaraf atau otak,
apabila getaran yang berasal dari sumber bunyi berhasil mencapai otak
melalui alat pendengaran, maka kita dapat mengatakan mendengar bunyi
atau suara.


Gb.302 Gelombang suara

Gelombang penyampai suara yang bergerak terus menerus
disebut dengan frekuensi. Secara teknis, frekuensi adalah bentuk
gelombang yang dimulai dari garis bergerak ke atas maksimum dan
bergerak ke bawah maksimum. Gerakan keatas dari sumbu X (line)
sampai titik maksimum dan menurun sampai line disebut dengan siklus
positif dan gerakan ke bawah sampai mencapai garis sebagai siklus
negatif, satu proses siklus positif dan siklus negatif tersebut dinyatakan
dalam satu putaran atau cycle. Apabila proses gerakan atau putaran
tersebut berjalan terus menerus itulah yang dinamakan frekuensi
(Gb.303).

417
Amplitudo atau amplitude adalah gelombang yang bergerak
sampai titik maksimum atas (puncak/peak) dan titik maksimum bawah
(Gb.304). Frekuensi rendah (low frequency) digambarkan dengan
gelombang sinus yang renggang, sedangkan frekuensi tinggi (high
frequency) digambarkan dengan gelombang sinus yang rapat.


Gb.303 Frekuensi


Gb.304 Amplitudo


5.1 Teknik Penataan Suara
Penata suara dalam menjalankan tugasnya harus
mempertimbangkan kualitas suara yang dihasilkan sebagai nilai seni.
Kualitas suara yang dihasilkan ahrus baik, jelas, wajar terdengar, indah
dan menarik. Bukan hanya mengutamakan keras dan lemahnya suara.
Yang dimaksud dengan kualitas suara yag baik adalah memenuhi
standar level minimal, terhindar dari noise (kegaduhan), dan distorsi
(gangguan) serta tercapainya keseimbangan (balance) suara. Penata
suara harus memiliki pengalaman dan pemahaman terhadap peralatan
yang digunakan. Selain itu, penata suara harus menguasai beragam
teknik penataan suara.



418
5.1.1 Teknik Miking
Suatu teknik pemilihan dan penempatan mikrofon terhadap
sumber suara berdasarkan tujuan, fungsi dan estetika tata suara. Teknik
miking ini sering disebut dengan teknik todong (Gb.305), artinya semua
sumber suara ditangkap melalui mikrofon. Baik sumber suara yang
berasal dari instrumen akustik maupun peralatan elektronik seperti
keyboard, gitar elektrik, dan audio player. Untuk mendapatkan suara dari
instrumen tersebut dilakukan dengan cara memasang mikrofon yang
sesuai pada speaker monitor. Meskipun peralatan tersebut memiliki
fasilitas line-out yang dapat dihubungkan langsung dengan audio mixer,
tetapi dalam teknik mikking semua tergantung dari pemasangan
mikrofon. Dalam hal ini, ketelitian dan ketepatan penata suara dalam
memilih serta memasang mikrofon diperlukan.


Gb.305 Teknik mikking


5.1.2 Teknik Balancing
Pengaturan berbagai sumber dan peralatan tata suara untuk
mendapatkan hasil suara atau rekaman yang baik sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai yaitu keselarasan, keserasian dan keseimbangan
(balance). Tingkat keberhasilan penataan suara adalah mendapatkan
hasil suara yang selaras dan seimbang antara karakter sumber suara
asli dengan hasil olahan suara setelah melalui proses peralatan
(pengolahan). Sebagai contoh adalah dialog drama yang dilakukan oleh

419
dua tokoh yang memiliki karakter suara yang berbeda. Posisi pengaturan
jarak dan arah sudut (angle) jika menggunakan satu mikrofon berbeda
dengan dua mikrofon. Penata suara harus dapat menghasilkan suara
yang berimbang, artinya hasil pengolahan dua sumber suara tersebut
tidak mengalami perbedaan yang mencolok baik secara kualitas dan level
keluarannya.

5.1.3 Teknik Mixing
Suatu proses pengolahan/pencampuiran berbagai sumber melalui
perangkat elektronik audio mixer untuk menghasilkan pengolahan suara
yang terbaik sesuai dengan karakter sumber suara, cita rasa, etika, dan
estetika tata suara. Berbagai sumber suara dengan masing-masing
karakter masuk secara bersamaan ke audio mixer. Peran penata suara
sangat dibutuhkan untuk mengolah dan mengontrol melalui fader level
(lever) audio yang diinginkan. Perbandingan level musik ilustrasi ketika
dialog berjalan, transisi, soundtrack, sound effect, dan lain sebagainya
perlu diperhatikan.

5.1.4 Teknik Reccording
Suatu proses untuk mendapatkan informasi atau hasil rekaman
suara yang disimpan dalam suatu media rekaman pita magnetik
(cassette), piringan hitam, CD, hardisk, dan sebagainya, dengan tujuan
hasil rekaman dapat diperdengarkan kembali. Teknik rekaman dilakukan
apabila hasil olahan suara hendak disimpan ke dalam media rekam.
Apabila tidak, hasil olahan dapat diperdengarkan kembali lewat audio
speaker.

5.2 Fungsi Tata Suara
Dalam pertunjukan teater, suara memiliki peranan yang penting
dalam menyampaikan cerita. Karena media dasarnya adalah lakon yang
diucapkan, maka meskipun gerak pemain juga penting, tetapi verbalisasi
cerita tersampai melalui suara. Tata suara memiliki beberapa fungsi,
yaitu.
Menyampaikan pesan tentang keadaan yang sebenarnya
kepada pendengar atau penonton.
Menekankan sebuah adegan atau peristiwa tertentu dalam
lakon, baik melalui efek suara atau alunan musik yang di buat
untuk menggambarkan suasana atau atmosfir suatu tempat
kejadian.
Menentukan tempat dan suasana terentu, keadaan tenang,
tegang, gembira maupun sedih, misalnya seperti suara
ombak, camar dan angin memperkuat latar cerita di tepi
pantai.
Menentukan atau memberikan informasi waktu. Bunyi lonceng
jam dinding, ayam berkokok, suara burung hantu, dan lain
sebagainya.

420
Untuk menjelaskan datang dan perginya seorang pemain.
Ketukan pintu, suara motor menjauh, dan suara langkah kaki,
gebrakan meja, dan lain sebagainya.
Sebagai tanda pengenal suatu acara atau musik identitas cara
(soundtrack). Musik yang berirama jenaka bisa memberikan
gambaran bahwa pertunjukan yang akan disaksikan
bernuansa komedi, sementara musik yang berat dan tegang
dapat memberikan gambaran pertunjukan dramatik.
Menciptakan efek khayalan atau imajinasi dengan
menghadirkan suara-suara aneh di luar kelaziman.
Sebagai peralihan antara dua adegan, sebagai fungsi
perangkai atau pemisah adegan, biasanya musik pendek yang
dibuat khusus untuk suatu drama atau ceritera.
Sebagai tanda mulai dan menutup suatu adegan atau
pertunjukan. Tone buka dan tone penutup, ada juga yang
diambil dari potongan soundtrack.
Semua fungsi tata suara berkaitan dengan instrumen yang menghasilkan
bunyi. Dalam kasus ilustrasi musik pertunjukan, tata suara menggunakan
perlengkapan elektronis. Dengan demikian, penataan suara harus
mempertimbangkan keseimbangan antara suara aktor dan suara musik
ilustrasi. Demikian pula pada saat fungsi suara untuk memulai sebuah
adegan. Pengaturan tinggi rendahnya suara harus diperhitungkan
sehingga ketika dialog pemain sudah mulai berjalan semuanya akan
terdengar dengan jelas.

5.3 Jenis Tata Suara
5.3.1 Live
Yang dimaskud dengan tata suara secara live adalah suatu
penataan atau pengaturan berbagai sumber suara atau bunyi, atmosfir
ilustrasi atau gerakan suara yang sesungguhnya, untuk diperdengarkan
langsung kepada penonton/pendengar (audience) baik suara itu
diperkuat melalui penguat elektronik ataupun tanpa pengeras suara.
Gambar 306 memperlihatkan proses ketersampaian suara. Dalam tata
suara langsung, penataan harus dilakukan dengan baik karena hasil yang
jelek atau adanya gangguan ketika proses sedang berjalan akan
tertangkap langsung oleh telinga pendengar.
Pementasan teater lebih banyak menggunakan tata suara secara
langsung. Sumber suara dialirkan ke dalam perangkat dan diproyeksikan
langsung kepada audien. Dengan demikian jika pengaturan tidak
dilakukan dengan baik maka akan menganggu jalannya pertunjukan. Jika
semuanya dapat berjalan dengan baik tata suara yang dihasilkan secara
langsung akan memberikan gambaran yang lebih hidup.


421

Gb.306 Proses suara

5.3.2 Rekaman
Merekam adalah suatu kegiatan menangkap informasi, bunyi atau
suara tiruan yang dibuat dan disimpan ke dalam suatu media piringan
hitam, pita suara atau CD dengan tujuan hasil rekaman informasi suara
dapat diperdengarkan kembali.


Gb.307 Proses rekaman suara

Tata suara yang dihasilkan melalui proses perekaman bisa
menghasilkan kualitas yang baik karena dikerjakan di studio dan dapat
diubah dari sumber aslinya. Suara bisa diatur lebih jernih. Kesimbangan
dapat diatur. Intinya, suara hasil rekaman dapat dibuat sesuai dengan
keinginan perancang. Akan tetapi, kelemahan dari rekaman adalah suara
yang dihasilkan tidak tampak hidup. Teknik perekaman suara dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu rekaman basah dan rekaman kering.

5.3.2.1 Rekaman Basah
Seluruh sumber suara dimainkan dan direkam secara bersamaan
(single track) sesuai dengan tata urutan yang telah ditentukan.
Keuntungan rekaman basah adalah waktu yang dibutuhkan tidak terlalu
banyak. Hasil dapat langsung diperdengarkan untuk mengetahui kualitas
hasil rekaman. Apabila terdapat kesalahan saat itu juga dapat dilakukan
rekaman ulang. Kerugian dari proses rekaman basah adalah persiapan
harus benar-benar matang. Apabila salah satu pemeran tidak hadir, maka
rekaman tidak dapat dilakukan. Kesalahan yang diakibatkan salah satu
pemain membutuhkan pengulangan rekaman dengan seluruh pemain.



422
5.3.2.2 Rekaman Kering
Masing-masing sumber suara direkam sendiri-sendiri (multi track).
Biasanya yang direkam awal adalah announcer, narator, dan pemain
(voice over). Untuk sumber suara lain direkam pada waktu yang
berlainan. Setelah keseluruhan sumber suara terekam dengan baik,
dilakukan penggabungan (mixing) untuk mendapatkan hasil rekaman
yang diinginkan. Keuntungannya, pemain tidak tergantung dengan
pemain yang lain. Kerugiannya adalah proses rekaman butuh waktu
lama, penyimpanan hasil rekaman harus tertata baik dan teliti, butuh
waktu lama untuk proses mixing dan mastering serta terjadi penurunan
kualitas suara.

5.4 Peralatan Tata Suara
Persyaratan bagi seorang penata suara adalah memahami
berbagai jenis dan frekuensi respon (polarity) mikrofon dan pemahaman
terhadap berbagai karakter sumber suara. Kemampuan tersebut sangat
membantu perencanaan dalam penempatan mikrofon dan
mengoptimalisasikan kerja mikrofon yang akan digunakan. Penggunaan
berbagai jenis mikrofon (multi microphone) untuk menangkap berbagai
sumber suara baik dari segi karakter, lokasi, akustik maupun situasi
memerlukan perencanaan yang baik. Setiap sumber suara menghendaki
mikrofon yang belum tentu sama polanya.

5.4.1 Mikrofon
Mikrofon adalah alat yang dipergunakan untuk menangkap suara
sebelum suara tersebut dapat didengar kembali melalui pengeras suara
(loud speaker). Dengan pengertian singkat, mikrofon adalah alat
pengubah (transductor) tegangan akustik menjadi tegangan atau getaran
elektrik (getaran listrik).

5.4.1.1 Tipe Mikrofon
Mikrofon memiliki beberapa tipe yang masing-masing mempunyai
karakter sendiri. Efek suara yang dihasilkan pun berbeda-beda. Beberapa
tipe mikrofon adalah sebagai berikut.

Ribbon Microphone
Mikrofon tipe ini bekerja berdasarkan perubahan energi yang
dihasilkan oleh pergerakan pita logam yang berada ditengah-
tengah magnet permanent, pergerakan pita logam yang juga
berfungsi sebagai membran dan sebagai penghantar arus
lstrik yang besarnya sesuai dengan kuat dan lemahnya suara
yang diterima oleh mikrofon. Mikrofon ini tidak tahan terhadap
desis angin, dan sangat bagus untuk rekaman yang dilakukan
di dalam studio rekaman (indoor), dilengkapi dengan selector
V untuk voice dan M untuk musik.


423

Gb.308 Ribbon microphone

Dynamic Microphone
Mikrofon ini menggunakan sistim kerja magnetik dan lilitan
(coil). Cara kerja mikrofon ini adalah ketika sumber suara
menggetarkan membran, maka membran akan bergetar
bersama lilitan yang berada pada tengah-tengah magnet
permanen. Getaran lilitan yang memotong garis-garis medan
magnet mengakibatkan perubahan tegangan arus listrik
(energi) pada kedua ujung kawat lilitan yang akan diteruskan
kepada penguat amplifier. Besar kecilnya energi yang
dihasilkan oleh lilitan tersebut sangat tergantung dari
intensitas dan frekuensi suara yang membentur membran
mikrofon.



Gb.309 Dynamic microphone


Condensor Microphone
Mikrofon yang bekerja dengan perubahan reaktansi
(capasitor) dan tegangan (catu daya), akibat getaran membran
menimbulkan perubahan-perubahan arus sesuai dengan
sumber suara yang diterima oleh membran mikrofon. Dua
lempengan logam yang dipasang saling berhadapan yang
diberi catu daya memiliki sifat sebagai capasitor (c) dan
perubahan salah satu lempengan akibat getaran membran
menghasilkan rektansi (Xc). Oleh karena tegangan yang
diberikan tetap, maka arus yang mengalir menghasilkan
perbedan frekuensi capasitor (Fc) sesuai dengan kuat dan
lemahnya suara yang membentur membrane mikrofon.
Condensor microphone level output-nya rendah dan

424
impedansinya tinggi sehingga output frekuensi responnya
terpengaruh oleh panjang kabel penghubung ke amplifier.
Pengoperasian mikrofon ini menggunakan catu daya yang
cukup.



Gb.310 Condenser microphone

Wireless Microphone
Jenis mikrofon ini dilengkapi dengan pemancar (transmitter)
dan pesawat penerima (reciever). Cara kerja wireless
microphone (mikrofon tanpa kabel) jenis ini sangat tergantung
dengan catu daya atau batere. Kelebihan mikrofon ini adalah
sangat nyaman karena pemakainya dapat bergerak bebas
tanpa terganggu adanya kabel. Transmiternya memiliki
pengatur level volume yang dapat diatur menyesuaikan
dengan level input audio mixer.


5.4.1.2 Karakteristik Mikrofon
Mikrofon memiliki tipe dan karakteristik yang berbeda. Hal ini
berkaitan dengan kepekaan, teknik, dan arah penyerapan serta
pengeluaran suara.

Omni Directional Microphone
Mikrofon yang memiliki tingkat kepekaan terhadap sumber
suara dari segala arah dengan level yang sama. Omni
Directional Microphone dapat menangkap suara dari semua
arah atau dapat disebut juga dengan mikrofon tanpa pola
arah.


425

Gb.311 Pola arah omni directional

Bidirectional Microphone
Mikrofon ini memiliki tingkat kepekaan pada level yang sama
dari dua arah, kebanyakan orang mengatakan mikrofon
stereo. Sebenarnya pengertian stereo sound berbeda dengan
bidirectional patern, meskipun mikrofon ini dapat menangkap
sumber suara dari dua arah yang berlawanan.



Gb.312 Pola arah bidirectional

Uni Directional Microphone
Mikrofon yang hanya mempunyai kepekaan dari satu arah,
yaitu sumber suara yang berada di depan mikrofon saja.
Mikrofon yang memiliki pola arah (patern/polarity) ini sering
digunakan untuk penyiar, wawancara dan sangat baik
dipergunakan untuk pertunjukan musik dan teater karena
dapat membatasi atau mengurangi intervensi suara dari
berbagai alat musik. Untuk drama di luar ruangan yang
memiiki tingkat kebisingan tinggi, dapat menggunakan
mikrofon super/hiper cardioid (shotgun mic) di mana mikrofon

426
ini memiliki kepekaan pada sudut yang sempit sehingga dapat
membatasi suara yang berasal dari sudut lain.


Gb.313 Pola arah uni directional

5.4.2 Audio Mixer
Adalah suatu peralatan audio yang dipergunakan sebagai alat,
mencampur berbagai sumber suara, mengolah suara, mengatur, dan
mengontrol input serta memperkuat suara menjadi suatu hasil keluaran
suara yang diinginkan.


Gb.314 Audio mixer





427
Pada umumnya audio mixer standar dilengkapi dengan komponen-
komponen sebagai berikut.

Line / Mic
Masukan atau input yang dapat dipilih sesuai dengan sumber
suara yang akan diproses. Apabila masukan dari peralatan
player, camera, sub mixer, dan lain sebagainya menggunakan
line in, sedangkan masukan dari mikrofon melalui mic in yang
tersedia.

Phantom Power
Adalah suatu catu daya yang tersedia pada audio mixer.
Digunakan apabila memakai condenser microphone, biasanya
dilengkapi dengan selector yang dapat dipilih menggunakan
phantom atau tidak.

Gain / Trim
Untuk mengatur besar kecilnya level masukan atau input ke
audio mixer dan sangat berpengaruh terhadap level output.

Equalization
Untuk mengolah warna suara terdiri dari low, middle, dan hight
frequency. Ada yang menyebut dengan bass dan treble, selain
untuk mengolah warna suara dapat juga untuk mengurangi
feedback.


Gb.315 Potensio equalizer

428
Pan dan Assignment
Pan adalah potensiometer untuk mengatur keluaran kiri atau
kanan. Pengaturan ini sangat berguna dalam sistem rekaman
stereo, sedangkan yang dimaksud dengan assign adalah
penggabungan beberapa chanel input kedalam sub group
sebelum diteruskan ke master out/main out.


Gb.316 Panorama potensiometer
Fader
Untuk mengatur besaran keluaran atau output yang akan
diteruskan ke master out.


Gb.317 Fader mixer

429

Mute / Solo / PFL
Pre Fader Listening adalah suatu sakelar pintas untuk
menghidupkan dan mematikan setiap input. Sakelar ini sangat
penting ketika melakukan control balance setiap masukan
terhadap keseluruhan sumber suara yang akan diolah.



Gb.318 Tombol selector

Monitor dan Headphone
Monitor dan headphone digunakan sebagai keluaran untuk
mengontrol audio yang aktif atau sedang dalam proses
balancing, mixing ataupun hasil akhir. Disarankan untuk selalu
menggunakan headphone yang standar setiap melakukan
penataan dan pengontrolan level suara.

Master Out / Main Out
Keluaran seluruh suara yang telah melalui proses equalization
dan mixing atau hasil akhir audio mixer.









430
5.4.3 Audio Player / Recorder
Alat untuk memutar kembali hasil rekaman audio dan ada yang
dapat berfungsi sebagai alat untuk merekam audio dapat berupa tape rel,
piringan hitam, tape recorder, compact disk player, dan lain sebagainya.

5.4.4 Audio Equalizer
Audio equalizer adalah alat yang dapat berfungsi sebagai
pengatur atau untuk memperbaiki warna suara dengan tujuan hasil
keluarannya sesuai sumber suara asli. Fungsi yang lain adalah untuk
membuat sound effect, memperjelas suara instrument musik dan vokal.


Gb.319 Audio Equalizer

Frekuensi audio yang dapat didengarkan oleh manusia disebut
dengan range audibility atau kemampuan dengar manusia yang terletak
pada frekuensi 20 Hertz sampai dengan 20.000 Hertz.

Frekuensi Rendah
Terletak pada 20 Hertz sampai dengan 250 Hertz. Frekuensi
20 Hz sampai 63 Hz disebut low bass. Melakukan perubahan
pada jarak frekuensi ini akan mengakibatkan suara menjadi
tidak jelas dikarenakan frekuensi lain akan tetutup. Frekuensi
63 Hz sampai 250 Hz disebut bass. Menaikkan level pada
frekuensi ini pada batas tertentu akan memperjelas suara
instrumen atau alat musik.

Fekuensi Menengah
Terletak antara 250 Hertz 2000 Hertz disebut dengan middle
range frequency. Frekuensi harmonis instrumen musik berada
pada jarak frekuensi ini. Dengan menaikkan amplitudo 3
desibel dapat mengakibatkan suara atau vokal yang terdengar
seperti suara pembicaraan lewat pesawat telepon. Upper
middle range frequency terletak pada frekuensi 2000 Hertz
4000 hertz, dengan menaikkan frekuensi ini akan memperjelas
suara bibir misalnya huruh M, B, V, dan lain sebagainya.

Frekuensi Vokal
Frekuensi 4000 Hertz 6000 Hertz, menaikkan amplitudo
pada daerah frekuensi ini akan berpengaruh pada kejernihan

431
vokal maupun instrumen musik, terutama pada frekuensi 5000
Hz. Sebaliknya apabila menurunkan amplitudo pada frekuensi
ini kesan suara yang didapat terasa mengambang.

Frekuensi Tinggi
Berada pada daerah frekuensi 6000 Hertz 16000 Hertz,
dengan menaikan amplitudo pada batas-batas tertentu akan
menambah kejernihan dan kejelasan suara atau vokal.
Apabila menaikkan terlalu tinggi akan mengakibatkan suara
berdesis.


5.4.5 Expander / Compresor dan Limiter.
Sistem kerja kompresor adalah mengangkat level audio pada
batas-batas tertentu sesuai dengan pengaturan (threshold) apabila terjadi
under level dari sumber suara. Sedangkan limiter akan memberikan
batasan pada level sumber suara yang melebihi modulasi sehingga tidak
terjadi kecacatan audio atau pemotongan titik puncak (peak).

5.4.6 Power Amplifier
Peralatan audio atau rangkaian elektronik pelipat tegangan yang
berfungsi sebagai penguat akhir. Power amplifier dilengkapi dengan
pengatur besaran perubahan energi elektrik untuk diteruskan ke speaker
monitor.

5.4.7 Audio Speaker Monitor
Adalah alat yang dipergunakan sebagai pengubah getaran
elektrik yang berasal dari power amplifier menjadi getaran suara (getaran
akustik). Sinyal elektrik menggerakkan spul (coil) yang melingkari medan
magnit dan menggerakkan membran speaker yang menghasilkan
geraran akustik yang merambat melalui udara hingga sampai pada
telinga.



Gb.320 Audio speaker

432

5.5 Praktek Tata Suara
Pengerjaan tata suara yang diterangkan dalam proses di bawah
ini adalah untuk kepentingan iliustrasi musik yang menggunakan alat
musik elektronik dan akustik serta dipadu dengan vokal. Dalam khasanah
teater, tata suara sangat dominan terutama dalam pentas drama musikal
atau opera. Di Indonesia, pentas operet menggunakan instrumen musik
secara langsung seperti halnya band dan pemainnya sering menyanyi
seperti penyanyi. Bahkan dalam beberapa pertunjukan hiburan, dialog
pemain juga menggunakan mikrofon. Pada pentas semacam ini, peranan
tata suara tampak sekali. Berbeda dengan jenis teater lain yang lebih
mengandalkan suara akustik.

5.5.1 Persiapan
Untuk mempersiapkan pertunjukan drama musikal yang berbasis
musik non klasik (band) seorang penata suara wajib mengetahui jenis
dan karakter instrumen yang akan digunakan. Setiap jenis instrumen
memiliki keluaran suara yang berbeda dan butuh pengolahan yang
berbeda pula. Yang akan dijelaskan di sini adalah penataan suara yang
menggunakan teknik miking. Semua instrumen diproyeksikan melalui
mikrofon. Dengan demikian, penataan tergantung dari jenis mikrofon,
peletakkan, dan pengaturan frekuensi. Untuk memproses vokal dan
peralatan band menggunakan teknik miking dengan multi microphone
yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
Buatlah daftar peralatan yang akan dipergunakan
Tentukan jenis mikrofon yang digunakan.
Alat dan bahan untuk rekaman audio


5.5.2 Penataan
Untuk menghasilkan suara yang baik adalah dengan melakukan
penataan mikrofon dan peralatan audio yang dipergunakan. Persyaratan
yang lain adalah keseimbangan, keselarasan, keserasian suara. Untuk
hasil terbaik, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat
gambar layout penempatan mikrofon terhadap sumber suara. Sumber
suara atau bunyi yang hanya dapat ditangkap melalui mikrophon disebut
dengan sumber suara akustik dan sumber suara yang dihasilkan oleh
peralatan elektronik dikategorikan dengan sumber suara elektrik. Sumber
suara akustik antara lain, bunyi gamelan, binatang, manusia, angin, air,
hujan, loudspeaker, peralatan musik akustik dan lain-lain. Sedangkan
sumber suara elektrik antara lain, keyboard, gitar elektrik, televisi, tape
recorder, audio and video player, dan lain sebagainya.
Seperti diuraikan di atas sumber suara yang ditangkap dengan
mikrofon dihubungkan ke input mic audio mixer, sedangkan untuk sumber
suara dari peralatan elektrik outputnya (line out) dihubungkan ke line
input audio mixer. Output dari audio mixer dihubungkan ke input power

433
amplifier, selanjutnya output amplifier dihubungkan ke loudspeaker.
Untuk sistem instalasi kebutuhan tertentu dapat ditambahkan beberapa
audio prosessor yang dirangkai pada audio mixer atau sebelum power
amplifier.
Beberapa audio mixer delengkapi dengan conector canon/balance
dan conector banana, dRCA/unbalance, namun ada juga yang hanya
memiliki satu type conector saja. Untuk itu harus dilakukan persiapan
yang matang dan teliti sebelum merangkai peralatan audio. Yang paling
utama dari keseluruhan proses merangkai peralatan audio adalah
pemasangan pengamanan arus listrik (ground). Selain mengamankan
dari hubungan pendek pemasangan ground ini sangat berguna terutama
untuk keselematan kerja, keamanan peralatan, dan memperkecil noise
peralatan audio pada saat dioperasikan.
Merangkai peralatan audio yang benar adalah semua peralatan
dalam keadaan mati. Volume pada posisi nol dan peralatan belum
tersambung dengan sumber listrik. Setelah semua peralatan terpasang
dan dirangkai dengan baik, peralatan dihubungkan ke sumber listrik dan
dihidupkan secara berurutan. Tahapan menghidupkan peralataan secara
berurutan dimulai dari input/player, audio mixer dan diakhiri dengan
menghidupkan power amplifier dan membuka level volume sesuai
kebutuhan. Untuk tahapan mematikan peralatan audio dilakukan secara
terbalik. Proses dimulai dari menurunkan semua level volume peralatan,
mematikan power amplifier dan seterusnya sampai melepas hubungan
dengan sumber listrik.
Setelah mengetahui pengoperasian peralatan standar, kemudian
semua kebutuhan peralatan didata. Daftar peralatan yang akan
dipergunakan disesuaikan dengan naskah atau kebutuhan tata suara.
Selanjutnya, sudut dan jarak mikrofon disesuaikan dengan sumber suara.
Setelah seluruh peralatan audio terpasang dengan benar dan rapi,
pengaturan level tiap masukan (input) dilakukan. Input diarahkan ke
audio mixer untuk mendapatkan keseimbangan suara dari berbagai
karakter sumber suara yang dipergunakan. Untuk memudahkan
pengaturan masukan yang banyak dapat dilakukan dengan sistem grup
atau sub master. Di bawah ini adalah gambar instalasi beragam sistem
tata suara.


434

Gb.321 Instalasi tata suara sistem mono




Gb.322 Instalasi tata suara sistem stereo


Pada gambar 323 diatas masing-masing input dipasang audio prosessor
untuk mengolah kualitas dan warna suara dari masing-masing sumber
suara sebelum diproses ke audio mixer. Selanjutnya, di bawah ini akan
dipaparkan contoh instalasi tata suara untuk pementasan drama musikal.
Instrumen yang digunakan adalah, gitar, bass, drum set, dan vokal.


435

Gb.323 Instalasi tata suara sistem stereo dengan dengan prosesor audio




Gb.324 Desaian instalasi tata suara untuk musik ilustrasi

a. Mikrofon untuk vokal dengan karakteristik:
Frekuensi respon : 50 Hz 15000 Hz
Polar Patern : Cardioid
Impedance : 50 ohm dan 150 ohm
Output Level : -56 dB
Jarak : 20 cm
Sudut : 30 derajat

b. Mikrofon untuk gitar dengan karakteristik:
Frekuensi respon : 30 Hz 17.000 Hz

436
Polar Patern : Cardioid
Impedance : 200 ohm
Output Level : -54 dB
Jarak : 20 cm
Sudut : 30 derajat

c. Mikrofon untuk bass dengan karakteristik:
Frekuensi respon : 30 Hz 17.000 Hz
Polar Patern : Cardioid
Impedance : 200 ohm
Output Level : -54 dB
Jarak : 20 cm
Sudut : 30 derajat

d. Mikrofon untuk drum set dengan karakteristik :
Bass drum
Frekuensi respon : 40 Hz 10.000 Hz
Polar patern : Cardioid
Impedance : 250 ohm
Tom 1, 2 dan Floor Tom
Frekuensi respon : 40 Hz 10.000 Hz
Polar patern : Cardioid
Impedance : 250 ohm
Jarak : 4 cm
Sudut : 30 derajat
Snare drum
Frekuensi respon : 40 Hz 15.000 Hz
Polar patern : Cardioid
Impedance : 50 dan 150 ohm
Jarak : 4 cm
Sudut : 30 derajat.
Hi-hat
Frekuensi respon : 40 Hz 150 Hz
Polar patern : Cardioid
Impedance : 50 dan 150 ohm
Jarak : 30 cm
Sudut : 45 derajat
Overhead
Frekuensi respon : 100 Hz 20.000 Hz
Polar patern : Cardioid
Impedance : 250 ohm
Jarak : 30 cm
Sudut : 45 derajat
Splash dan chinese cymbal
Frekuensi respon : 100 Hz 20.000 Hz
Polar patern : Cardioid

437
Impedance : 250 ohm
Jarak : 30 cm
Sudut : 45 derajat


5.5.3. Pengecekan
Setelah semua peralatan ditata dengan baik, pengecekan perlu
dilakukan. Kualitas suara yang jernih, imbang, dan sesuai dengan
karakter sangat diperhatikan. Perlu latihan teknik tersendiri untuk
menyesuaikan tata suara. Setiap instrumen dicoba secara mandiri.
Kemudian semua instrumen dimainkan secara bersama ditambah
dengan vokal. Teknik miking, adalah teknik yang paling sulit karena
semua suara diproyeksikan melalui mikrofon sehingga tata letak mikrofon
satu dengan yang lain sangat berpengaruh. Oleh karena itu, penyesuaian
dalam pengecekan tidak hanya berlaku pada speaker dan mixer tetapi
juga pada tata letak mikrofon. Dengan ketelitian dan kehati-hatian, hasil
tata suara pastil maksimal. Setelah semua dicek dengan baik, maka tata
suara sudah siap diaplikasikan dalam pementasan.


5.6 Perawatan Peralatan Audio
Secara umum peralatan, elektronik/audio sebaikya disimpan pada
suhu udara yang stabil, artinya peralatan audio tidak mengalami
perubahan suhu udara yang sangat ekstrem, hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap daya tahan rangkaian elktronik yang berada
didalamnya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan
peralatan audio :
Simpan peralatan audio pada tempat yang aman
Simpan mikrofon pada tempatnya/case dengan benar.
Hindarkan dari benturan atau jatuh.
Hindarkan dari sinar matahari langsung
Hindarkan dari kelembaban yang tinggi.
Hindarkan dari debu
Jangan terkena guyuran air
Lepaskan baterai (untuk peralatan audio dengan catu daya)
Gulung kabel melingkar sesuai dengan diameter dan
kelenturannya.
Lakukan pengecekan peralatan secara periodik.
Dengan perawatan dan penyimpanan yang baik akan mengoptimalkan
system kerja peralatan, mempertahankan masa usia pakai (live time) dan
dapat menghasilkan suara seperti yang diinginkan.

438
PENUTUP

Sebuah karya teater lahir dari satu proses pembelajaran yang
padu. Karena prinsip teater adalah kerjasama maka belajar teater
tidaklah hanya mempelajari elemen-elem yang ada di dalamnya tetapi
juga mempelajari kerja pengabungan di antaranya. Satu bidang harus
mampu dan mau menghargai bidang lain. Saling berbicara. Berdiskusi.
Memecahkan persoalan bersama dan menentukan satu keputusan yang
secara artistik adil bagi semua pihak. Dengan demikin dalam satu karya
teater, tidak hanya tergambar keindahan karya seni tetapi juga prinsip
kebersamaan. Membaca referensi atau buku teater tidaklah hanya untuk
menambah wawasan, pengetahuan, dan peningkatan kompetensi tetapi
juga untuk mengungkap makna kerja yang ada di sebalik ilmu.
Pemaknaan ini akan membawa satu sikap penghargaan profesi baik bagi
diri sendiri atau bagi orang yang bekerja pada bidang lain.
Secara mendalam, seni memang tidak hanya menghasilkan
sesuatu yang tampak (produk) tetapi juga mental atau jiwa para
pelakunya. Kualitas karya yang dihasilkan menggambarkan semangat
dan keadaan jiwa pembuatnya. Karena sifatnya yang kolaboratif maka
seni teater akan kehilangan spiritnya jika masing-masing bidang
berusaha untuk menonjol dan mengalahkan bidang lain. Dalam satu
proses pembelajaran hal semacam itu sering tejadi. Apalagi ketika proses
tersebut dinilai dan memiliki konsekuensi langsung bagi pelakunya. Satu
proses kerja bidang tertentu bahkan dinilai lebih tinggi dari bidang lain.
Dalam teater hal itu tidak berlaku. Satu bidang kecil memiliki makna yang
sama dengan bidang lain. Jika kualitas kerja salah satu bidang tidak baik
maka keseluruhan pertunjukan menjadi terpengaruh. Oleh karena itu,
kerja sekecil apapun dalam teater sangatlah penting. Sebuah langkah
yang besar selalu dimulai dari langkah kecil. Sebuah karya teater yang
besar merupakan penyatuan kerja elemen-elemen yang kecil.
Akhirnya menjadi maklumlah kita ketika seseorang berbicara
tentang teater maka ia akan membicarakan semua elemen yang ada di
dalamnya. Berbicara teater tidak hanya berbicara naskah atau sutradara
yang merajut proses atau aktor terkenal yang ikut terlibat di dalamnya.
Berbicara teater adalah berbicara tentang semua hal yang ada di
dalamnya. Hal itu akan menyangkut soal cerita, konsep, ketersampaian
cerita, tata rias dan busana, tata panggung dan cahaya, bahkan
penonton yang hadir di dalamnya. Kualitas ketersampaian pesan yang
diramu oleh para pekerja teater (pengarang, sutradara, aktor, penata
artistik) akan diketahui langsung oleh para penonton dalam sebuah
pertunjukan. Karena itu pulalah penonton merupkan kunci keberhasilan
sebuah pertunjukan. Respon atau tanggapan yang diberikan penonton
terhadap pertunjukan yang dilangsungkan merupakan tanda bagi
keberhasilan atau kegagalan pertunjukan tesebut dalam menyampaikan
pesan.

439
Begitu pentingnya pesan yang hendak disampaikan sehingga
semua elemen pendukung pementasan bekerja keras mewujudkannya.
Satu gagasan atau perwujudan karya menjadi indah dan menarik serta
memiliki kesatuan makna jika semua elemennya memiliki tujuan artistik
yang sama. Dalam sebuah lakon yang menceritakan tentang kesedihan,
maka semua komponen bekerja untuk memenuhi atmosfir kesedihan
yang diharapkan. Jika satu saja elemen berada di luar garis ini maka
kesatuan makna menjadi kabur. Semua elemen harus besatu. Memiliki
tujuan yang sama. Saling mendukung demi tercapaiya tujuan tersebut.
Oleh karena itulah, mempelajari teater tidak hanya mempelajari
satu bidang dan mengabaikan bidang lain. Memang perlu belajar satu
bidang secara khusus tetapi pemahaman atas bidang lain tidak bisa
diabaikan. Seorang aktor yang baik harus mengerti fungsi tata panggung
karena ia akan bermain di antara objek yang ditata di atas pentas. Ia
akan bermain dalam area yang diciptakan oleh penata panggung.
Demikian pula penata panggung harus mau memahami pola laku dan
gerak para aktor di atas pentas sehingga ruang yang diciptakan tidak
mengganggu bagi pergerakan aktor ketika bemain. Semua elemen harus
memahami hal ini, semua saling belajar, semua saling membantu, semua
saling mendukung. Untuk kepentingan inilah buku ini disusun. Jadi,
pelajarilah semuanya sesuai dengan tahapan yang benar.
Dramaturgi atau pengetahuan teater dasar merupakan pokok
pemahaman yang harus diperhatikan. Karya seni yang lahir dari
kreativitas dapat dialirkan kepada generasi berikutnya melalui catatan-
catatan. Dramaturgi adalah catatan-catatan proses penciptaan seni
drama hingga sampai pementasannya. Catatan inti akan terus
berkembang seiring dengan perkembangan teater itu sendiri. Banyak
seniman yang lahir karena membaca atau mempelajari karya (catatan)
seniman yang lainnya. Karya baru yang dihasilkan oleh seniman itupun
pada nantinya juga akan menginspirasi karya yang lain. Demikian
berjalan secara berkesambungan. Satu karya mempengaruhi atau
terpengaruh oleh karya lain. Semua itu tidak berada dalam bingkai saling
meniru akan tetapi bingkai kreativitas yang terus berkembang dan
berkembang. Membaca catatan karya orang lain bukan dipahami sebagai
bentuk plagiarisme tetapi membaca untuk mempelajari, membaca untuk
menilhami, membaca untuk menginspirasi sehingga seni baru senantiasa
lahir. Disitulah sebetulnya letak fungsi hakiki dari sebuah pengetahuan.
Ketika sebuah gagasan muncul, maka ia perlu dinyatakan.
Gagasan hanya akan menjadi gagasan jika tidak diwujudkan. Dengan
berdasar pengetahuan dan keingintahuan dari membaca catatan
tersebut, sebuah gagasan dapat diwujudkan. Apapun bentuknya, apapun
kualitasnya gagasan tersebut harus menjadi sesuatu. Sesuatu yang
sangat berarti bagi si penggagas. Karya seni yang lebih mementingkan
proses, lebih menghargai pengalaman dari pada hasil akhir. Oleh sebab
itu, wujud awal dari sebuah gagasan harus mengalami proses
pembentukan. Dalam teater, semua bermula dari sebuah cerita. Tidak

440
peduli berapa panjang cerita tersebut. Bahkan mungkin cerita itu hanya
merupakan satu rangkaian kalimat. Akan tetapi, dengan memahami
dasar-dasar penciptaan lakon yang mengedepankan pentingnya arti
konflik dalam teater, maka cerita yang satu kalimat itu pun dapat
dikembangkan. Minimal menjadi tiga kalimat yang masing-masing
mewakili pemaparan, konflik, dan penyelesaian. Hanya dengan cerita
yang sangat sederhana semacam ini, sebuah karya teater dapat
dilahirkan. Sebuah pertunjukan dapat digelar.
Dengan semangat dan ketekunan berlatih, cerita yang sudah
berhasil dicipta dapat diwujudkan ke dalam sebuah pementasan.
Kerjasama sebagai semangat seni teater dapat dijadikan acuan proses
penciptaan. Pengetahuan tentang dasar-dasar penyutradaraan,
pemeranan, dan tata artistik dapat diaplikasikan untuk mendukung karya
yang akan ditampilkan. Tidak perlu seorang diri mengerjakan semuanya.
Teater adalah kolketif, teater adalah kerjasama. Masing-masing bidang
dalam teater dapat dikerjakan oleh orang-orang tertentu yang tertarik di
bidang-bidang tersebut. Jika semuanya berbuat dalam semangat
kerjasama maka pergelaran karaya teater menjadi karya bersama yang
memiliki satu makna. Semua secara harmonis bekerja bersama
mendukung makna yang satu. Masing-masing bidang yang dibahas
dalam buku ini memberikan gambaran harmonisasi tersebut. Semua bisa
dipelajari secara mandiri, akan tetapi lebih berarti jika semua bidang
bersinergi. Semua berjalan dalam satu proses, dan proses adalah
belajar. Semangat belajar dalam teater tidak akan pernah bisa berhenti
karena teater senantiasa hidup dan berkembang. Ilmu yang didapatkan
sekarang tidak akan pernah cukup. Oleh karena itu maka tidak ada kata
lain selain belajar, belajar, dan belajar. Berkarya, berkarya, dan berkarya.
Catatan kecil yang kami sampaikan ini semoga dapat menjadi pemicu
semangat untuk terus belajar dan berkarya.

441
DAFTAR PUSTAKA

A. Adjib Hamzah, 1985. Pengantar Bermain Drama. Bandung: CV Rosda
A. Kasim Achmad, 2006. Mengenal Teater Tradisional di Indonesia,
Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.
Afrizal Malna, Anatomi Tubuh dan Kata: Teater Kontemporer Sebuah
Indonesia Kecil, dalam, Taufik Rahzen, ed. 1999. Ekologi
Teater Indonesia, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia.
Arthur S. Nalan, 2006, Teater Egaliter. Bandung: Sunan Ambu Press,
STSI Bandung.
Bakdi Soemanto, 2001. Jagad Teater. Yogyakarta: Media Pressindo
Boen S. Oemarjati, 1971. Bentuk Lakon Indonesia. Jakarta: PT Gunung
Agung
Bruce Burton, 2006. Creating Drama. Melbourne: Pearson Education
Australia
Christian Hugonnet & PierreWalder, 1998. Stereo Sound Recording,
John Wiley & Sons Ltd.
David Grote, 1997. Play Directing in the School, a Drama Directors
Survival Guide. Colorado: Meriwether Publishing Ltd.
Eka D. Sitorus, 2002. The Art of Acting, Seni Peran untuk Teater, Film
dan TV. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Francis Reid, 1977. The Stage Lighting Hand Book. London: Pitman
Publishing.
Gerald Millerson, 1985. The Technique of Television Production. London:
Foal Press.
Glynne Wickham, 1992. A History of The Theatre. London: Phaidon
Press Limited.
Herman J. Waluyo, 2001. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta:
PT. Hanindita Graha Widia.
Jakob Sumardjo, 2004. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama
Indonesia. Bandung: STSI PRESS.
Katsuttoshi, 1987. Audio for Television, NHK Comunication Training
Institute.
Konstantin Stanislavski,1980. Persiapan Seorang Aktor terj. Asrul Sani.
Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Litz Pisk, 1985. Aktor dan Tubuhnya, terj. Fritz G.Schadt. Jakarta:
Yayasan Citra.
Mark Carpenter, 1988. Basic Stage Lighting. Kensington: New South
Wales University Press.
Marsh Cassady, 1997. Characters in Action, Play Writing the Easy Way.
Colorado: Meriwether Publishing Ltd.
Martin Esslin, 1981. An Anatomy of Drama. Great Britain: Cox &Wyman
Ltd, Reading, 1981.

442
Mary McTigue, 1992. Acting Like a Pro, Whos Who, Whats What, and
the Way Things Really Work in the Theatre, Ohio: Better Way
Books.
Michael Huxley, Noel Witts (Ed.), 1996. The Twentieth Century
Performance Reader. London: Routledge.
Rene Wellek & Austin Warren, 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT
Gramedia.
Richard Fredman, Ian Reade, 1996. Essential Guide to Making Theatre.
London: Hodden & Stoughton.
Rikrik El Saptaria, 2006. Panduan Praktis Akting untuk Film dan Teater,
Acting Handbook. Bandung: Rekayasa Sains.
RMA Harymawan, 1993. Dramaturgi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Robert Cohen, 1994. The Theatre. California: Mayfield Publishing
Company.
Suyatna Anirun, 1998. Menjadi Aktor. Bandung: STB, Taman Budaya
Jawa Barat dan PT. Rekamedia Multiprakarsa.
Yudiaryani, 2002. Panggung Teater Dunia Perkembangan dan
Perubahan Konvensi. Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli.




443
BIODATA PENULIS

1. Nama : Eko Santosa, S.Sn
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Tempat/tanggal Lahir : Yogyakarta, 20 Januari 1973
4. Alamat Rumah : Kricak kidul RT 35 RW 08
Yogyakarta 55242
5. Agama : Islam
6. Status Kepegawaian : PNS
7. Jabatan : Instruktur Seni Teater
8. Alamat Kantor : PPPPTK Seni dan Budaya, Jl.
Kaliurang Km 12,5 Klidon,
Sukoharjo, Ngaglik, Sleman
Yogyakarta 55581

9. Pendidikan Terakhir : S-1 Seni Teater, ISI Yogyakarta
10. Pelatihan Luar Negeri : Pelatihan Teater di Universitaet
Der Kunste Berlin, Th. 2003 (non
Sertifikat)

11. Lokakarya/Workhsop : Memberikan workshop seni teater
sejak th
2003 di PPPTK Seni dan Budaya
12. Pengalaman Kerja
a. Mengajar : Sebagai instruktur seni teater
sejak th. 2003
b. Pembawa Makalah : Bedah Naskah Untuk Perupa
Pertunjukan
(STSI Bandung, 2005)
: Puitika Teater Mahasiswa
(Dewan Kesenian Lampung, 2005)
: Pemeranan Untuk Teater SMA
(Taman
Budaya Lampung, 2005)
: Problematika Teater Remaja
/SMK (ISI Yogyakarta, 2004)

c. Pengabdian Masyarakat : 1. 2006, Pentas Teater Sang
Mandor (supervisi)
2. 2005, Pentas Teater AUU...
(Sutradara)
3. 2004, Pentas Teater Luka-luka
Yang Terluka(Pemain)
4.2003, Pentas Teater Soroh
(Pemain)
d. Penulisan Teks Modul Diklat : 1. Membuat Blocking

444
2. Mengelola Pementasan
Fragmen
3. Latihan Teknik (Teater)
4. Membuat Komposisi (Teater)
13. Publikasi Karya Tulis : 1.2006, Studi Naskah Untuk Tata Artistik
Pentas (Majalah Artista)
2. 2004, Proses Transformasi Teks
(Majalah Artista)
3. 2004, Metodologi Kerja Aktor (Majalah
Artista)
15. Kemampuan Bahasa Asing : Inggris


445
BIODATA TIM PENULIS

1. Nama : Heru Subagiyo, S.Sn.
2. Jenis Kelamin : Laki-Laki
3. Tempat / Tanggal Lahir : Mojokerto, 2 Mei 1972
4. Alamat Rumah : Perum Sambiroto Asri Blok A/1
Sambiroto,
Purwomartani, Kalasan, Sleman,
Yogyakarta
5. Agama : Kristen
6. Satus Kepegawaian : Pegawai Negeri Sipil
7. Jabatan : Instruktur Seni Teater
8. Alamat Kantor : PPPPTK Seni dan Budaya
Yogyakarta.
Jalan Kaliurang Km. 12,5 Klidon,
Sukoharjo,
Ngaglik, Sleman,
Yogyakarta 55581
Telp. (0274) 895803, 895804,
895805, Fax. (0274) 895805.

9. Pendidikan Terakhir : S1/ Seni Teater ISI Yogyakarta
11. Workshop : Memberikan Workshop Seni Teater
sejak tahun 2003
12. Pengalaman Kerja
a. Mengajar : Mengajar Seni Teater di PPPPTK
Seni dan Budaya Kesenian sejak
tahun 2003
c. Penelitian : Evaluasi Dampak Diklat Guru
Produktif Program
Keahlian Seni Teater SMK
Kelompok Seni dan Kriya tahun
2003 bersama Tim.

d.Pembawa Makalah : - Sejarah Teater dan Pemeranan
Teater Kampus( AMP YKPN,
Yogyakarta. 2003)
e. Pengabdian Pada Masyarakat : 1. 2006 Pementasan Teater Sang
Mandor (Sutradara)
2. 2005 Pementasan Teater AUU
(Manajemen)
3. 2004 Pementasan Teater
Luka-Luka Yang Terluka
(Pemain)
4. 2003 Pementasan Teater
Nyanyian Angsa

446
(Pemain)

f. Penulisan Teks Modul Diklat : 1. Dramaturgi (PPPG Kesenian
Yogyakarta)
2. Analisa Naskah (PPPG
Kesenian Yogyakarta)
3. Membaca Teks Lakon (PPPG
Kesenian Yogyakarta)
4. Melaksanakan Olah Tubuh
Dasar (PPPG Kesenian
Yogyakarta)
5. Tata Teknik Pentas
(Dikdasmen, Dir. SMP)
6. Penelitian Tindakan Kelas
(Dikdasmen)
13. Publikasi Karya Tulis : Pementasan AUU Menggugat
Pendidikan (Majalah Artista).
: Pantomime Sejarah,
Perkembangan dan Pengaruhnya
Pada Teater Eropa (Majalah
Artista)
14. Kemampuan Bahasa Asing : Inggris





447
BIODATA TIM PENULIS

1. Nama : Harwi Mardianto, S.Sn.
2. Jenis Kelamin : Pria
3. Status : Kawin
4. Agama : Islam
5. Tempat/Tanggal Lahir : Yogyakarta, 02 Juli 1966
6. Alamat : Jalan Siwalankerto Selatan I/48
Surabaya 60236
E-mail : the_ninetheatrevision@yahoo.com
7. Jabatan/Pekerjaan : - Guru SMK Negeri 9 Surabaya
- Dosen Luar biasa Sekolah Tinggi Kesenian
Wilwatikta Surabaya
- Ketua Program Keahlian Seni Teater
SMKN 9 Surabaya
8. Riwayat Pendidikan :

No Nama Sekolah Jurusan
Tahun
Ijazah
1 SD/ Yogyakarta - 1979
2 SMP/Yogyakarta - 1983
3 SMA/ Yogyakarta IPA 1985
4 Institut Seni Indonesia Yogyakarta Seni Teater 1993
5 Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Negeri Yogyakarta
Sendratasik
(Akta IV)
1995


448
9. Riwayat Pelatihan :
No Tempat Pelatihan Tahun
1 Yogyakarta/ P3GK Teater modern 2000
2 Yogyakarta/P3GK Pantomime 2002
3 Bali Penyusunan Kurikulum
2994 Seni Teater
2004
4 Bandung Penyusunan KTSP Seni
Teater
2006
5 Yogyakarta Penyusunan Soal Uji
Kompetensi nasional seni
teater
2005

10. Riwayat Pekerjaan
10.1. Mengajar
No Mata Kuliah Tempat Tahun
1 Penyutradaraan Unesa Surabaya 2005
2 Penutradaraan STKW Surabaya 2007-2008
3 Dramaturgi SMKN 9 Surabaya 1995-
sekarang
4 Akting SMKN 9 Surabaya 2003-
sekarang
5 Manajemen Produksi
Teater
SMKN 9 Surabaya 2003-
sekarang

10.2. Kerja Industri
No Nama Perusahaan Jabatan Tahun
1 The Nine Theatrevision Pimpinan 2003 - sekarang

10.3. Pengabdian Kepada Masyarakat
No Deskripsi Lokasi Tahun
1 InStruktur pelatihan teater bagi guru
teater SD,SMP, SMA se Jawa Timur
Malang 2000
2 Pengamat Parade Teater Pelajar
Surabaya
Surabaya 2006-2007
3 Pengamat Pekan Seni Pelajar
Se Jawa Timur
Madiun 2005

449
4 Penyelengara lomba teater
Pekan Seni Pelajar Se Jawa Timur
Surabaya 2007
5 Penyelenggara Lomba Kompetensi Siswa
SMK
Jawa Timur bidang lomba teater
Madiun 2004
6 Penyelenggara Lomba Kompetensi Siswa
SMK Jawa Timur bidang lomba teater
Banyuwangi 2005
7 Penyelenggara Lomba Kompetensi Siswa
SMK Jawa Timur bidang lomba teater
Tulungagung 2006
8 Penyelenggara Lomba Kompetensi Siswa
SMK Jawa Timur bidang lomba teater
Jember 2007
9 Pemateri workshop teater
Pelajar se kabupaten Blitar
Blitar 2005
10 Pemateri workshop bikin film pelajar jawa
Timur
Surabaya 2004

11. Organisasi Profesi
1. Pimpinan Paguyuban Pembina Teater Pelajar Surabaya
2. Pimpinan Rumah Sastra Surabaya
3. Sekretaris Keluarga Semanggi Surabaya
12. Kemampuan Bahasa
1. Indonesia
2. Inggris


450
BIODATA TIM PENULIS

1. Nama : Nanang Arisona, S.Sn
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Tempat/ Tanggal Lahir : Madiun, 12 Desember 1967
4. Alamat Rumah : Suryowijayan MJ. I No. 65
RT. 004 RW.001 Yogyakarta
5. Agama : Islam
6. Status Kepegawaian : Staf Pengajar Jurusan Teater
Fakultas Seni Pertunjukan Institut
Seni Indonesia Yogyakarta.
7. Jabatan : Asisten Ahli
8. Alamat Kantor : Jl. Parangtritis Km. 6,5 Yogyakarta
9. Pendidikan Terakhir : S-1 Teater Institut Seni Indonesia
Yogyakarta.
10. Pengalaman Kerja
a. Mengajar : Jurusan Teater ISI Yogyakarta
b. Penelitian :

NO JUDUL PENELITIAN SPONSOR TAHUN
1 Desain Tata Pentas Lakon
Aib Karya Putu Wijaya
Lembaga Penelitian
ISI Yogyakarta
2002
2 Teater Sebagai Media
Pemberdayaan Anak
Lembaga Penelitian
ISI Yogyakarta
2004
3 Dongeng Gadis Kecil Penjual
Korek Api Karya Hans
Christian Andersen Sebagai
Dasar Penciptaan Naskah
Drama
Lembaga Penelitian
ISI Yogyakarta
2005
4 Metode Pelatihan Teater
Untuk Anak-anak Usia
Sekolah Dasar
DIKTI 2007

c. Pembawa Makalah : Tata Rias Karakter Untuk Media
Televisi
Dalam rangka Seminar dan
Lokakarya Tata Rias Untuk Penata
Rias TVRI Se Indonesia Tahun
2006 di MMTC Yogayakarta.
f. Pengambdian Masyarakat : Penyuluhan Seni Teater Untuk
SLTA di SMA Negeri 2
Yogyakarta.
g. Penulisan Buku Teks : PELAJARAN SENI TEATER
KELAS IX SMP.
( Departemen Pendidikan
Nasional Direktorat Jenderal

451
Manajemen Pedidikan Dasar Dan
Menengah)

11. Publikasi Karya Tulis : Konsep Penyutradaraan Garin
Nugroho Dalam Film Opera Jawa
(Jurnal Tonil)
12. Kemampuan Bahasa Asing : Bahasa Inggris



452

BIODATA TIM PENULIS
1. Nama : Nugraha Hari Sulistyo, S.PT
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Tempat/tanggal Lahir : Yogyakarta, 26 Desember 1964
4. Alamat Rumah : Jl. Setiaki 29 Wirobrajan,
Yogyakarta 55252
5. Agama : Islam
6. Status Kepegawaian : PNS
7. Jabatan : Staf Teknik Seni Teater
8. Alamat Kantor : PPPPTK Seni dan Budaya, Jl.
Kaliurang Km 12,5
Klidon, Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman Yogyakarta 55581

9. Pendidikan Terakhir : S-1 Penyiaran Radio/TV
STMM MMTC Yogyakarta
10. Pengalaman Kerja
a. Kerja Industri : Penjab. Teknik dan Produksi
Radio VEDAC 99 FM tahun 2000 -
2004
11. Kemampuan Bahasa Asing : Inggris






441
DAFTAR PUSTAKA

A. Adjib Hamzah, 1985. Pengantar Bermain Drama. Bandung: CV Rosda
A. Kasim Achmad, 2006. Mengenal Teater Tradisional di Indonesia,
Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.
Afrizal Malna, Anatomi Tubuh dan Kata: Teater Kontemporer Sebuah
Indonesia Kecil, dalam, Taufik Rahzen, ed. 1999. Ekologi
Teater Indonesia, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia.
Arthur S. Nalan, 2006, Teater Egaliter. Bandung: Sunan Ambu Press,
STSI Bandung.
Bakdi Soemanto, 2001. Jagad Teater. Yogyakarta: Media Pressindo
Boen S. Oemarjati, 1971. Bentuk Lakon Indonesia. Jakarta: PT Gunung
Agung
Bruce Burton, 2006. Creating Drama. Melbourne: Pearson Education
Australia
Christian Hugonnet & PierreWalder, 1998. Stereo Sound Recording,
John Wiley & Sons Ltd.
David Grote, 1997. Play Directing in the School, a Drama Directors
Survival Guide. Colorado: Meriwether Publishing Ltd.
Eka D. Sitorus, 2002. The Art of Acting, Seni Peran untuk Teater, Film
dan TV. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Francis Reid, 1977. The Stage Lighting Hand Book. London: Pitman
Publishing.
Gerald Millerson, 1985. The Technique of Television Production. London:
Foal Press.
Glynne Wickham, 1992. A History of The Theatre. London: Phaidon
Press Limited.
Herman J. Waluyo, 2001. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta:
PT. Hanindita Graha Widia.
Jakob Sumardjo, 2004. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama
Indonesia. Bandung: STSI PRESS.
Katsuttoshi, 1987. Audio for Television, NHK Comunication Training
Institute.
Konstantin Stanislavski,1980. Persiapan Seorang Aktor terj. Asrul Sani.
Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Litz Pisk, 1985. Aktor dan Tubuhnya, terj. Fritz G.Schadt. Jakarta:
Yayasan Citra.
Mark Carpenter, 1988. Basic Stage Lighting. Kensington: New South
Wales University Press.
Marsh Cassady, 1997. Characters in Action, Play Writing the Easy Way.
Colorado: Meriwether Publishing Ltd.
Martin Esslin, 1981. An Anatomy of Drama. Great Britain: Cox &Wyman
Ltd, Reading, 1981.

442
Mary McTigue, 1992. Acting Like a Pro, Whos Who, Whats What, and
the Way Things Really Work in the Theatre, Ohio: Better Way
Books.
Michael Huxley, Noel Witts (Ed.), 1996. The Twentieth Century
Performance Reader. London: Routledge.
Rene Wellek & Austin Warren, 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT
Gramedia.
Richard Fredman, Ian Reade, 1996. Essential Guide to Making Theatre.
London: Hodden & Stoughton.
Rikrik El Saptaria, 2006. Panduan Praktis Akting untuk Film dan Teater,
Acting Handbook. Bandung: Rekayasa Sains.
RMA Harymawan, 1993. Dramaturgi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Robert Cohen, 1994. The Theatre. California: Mayfield Publishing
Company.
Suyatna Anirun, 1998. Menjadi Aktor. Bandung: STB, Taman Budaya
Jawa Barat dan PT. Rekamedia Multiprakarsa.
Yudiaryani, 2002. Panggung Teater Dunia Perkembangan dan
Perubahan Konvensi. Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli.




443
BIODATA PENULIS

1. Nama : Eko Santosa, S.Sn
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Tempat/tanggal Lahir : Yogyakarta, 20 Januari 1973
4. Alamat Rumah : Kricak kidul RT 35 RW 08
Yogyakarta 55242
5. Agama : Islam
6. Status Kepegawaian : PNS
7. Jabatan : Instruktur Seni Teater
8. Alamat Kantor : PPPPTK Seni dan Budaya, Jl.
Kaliurang Km 12,5 Klidon,
Sukoharjo, Ngaglik, Sleman
Yogyakarta 55581

9. Pendidikan Terakhir : S-1 Seni Teater, ISI Yogyakarta
10. Pelatihan Luar Negeri : Pelatihan Teater di Universitaet
Der Kunste Berlin, Th. 2003 (non
Sertifikat)

11. Lokakarya/Workhsop : Memberikan workshop seni teater
sejak th
2003 di PPPTK Seni dan Budaya
12. Pengalaman Kerja
a. Mengajar : Sebagai instruktur seni teater
sejak th. 2003
b. Pembawa Makalah : Bedah Naskah Untuk Perupa
Pertunjukan
(STSI Bandung, 2005)
: Puitika Teater Mahasiswa
(Dewan Kesenian Lampung, 2005)
: Pemeranan Untuk Teater SMA
(Taman
Budaya Lampung, 2005)
: Problematika Teater Remaja
/SMK (ISI Yogyakarta, 2004)

c. Pengabdian Masyarakat : 1. 2006, Pentas Teater Sang
Mandor (supervisi)
2. 2005, Pentas Teater AUU...
(Sutradara)
3. 2004, Pentas Teater Luka-luka
Yang Terluka(Pemain)
4.2003, Pentas Teater Soroh
(Pemain)
d. Penulisan Teks Modul Diklat : 1. Membuat Blocking

444
2. Mengelola Pementasan
Fragmen
3. Latihan Teknik (Teater)
4. Membuat Komposisi (Teater)
13. Publikasi Karya Tulis : 1.2006, Studi Naskah Untuk Tata Artistik
Pentas (Majalah Artista)
2. 2004, Proses Transformasi Teks
(Majalah Artista)
3. 2004, Metodologi Kerja Aktor (Majalah
Artista)
15. Kemampuan Bahasa Asing : Inggris


445
BIODATA TIM PENULIS

1. Nama : Heru Subagiyo, S.Sn.
2. Jenis Kelamin : Laki-Laki
3. Tempat / Tanggal Lahir : Mojokerto, 2 Mei 1972
4. Alamat Rumah : Perum Sambiroto Asri Blok A/1
Sambiroto,
Purwomartani, Kalasan, Sleman,
Yogyakarta
5. Agama : Kristen
6. Satus Kepegawaian : Pegawai Negeri Sipil
7. Jabatan : Instruktur Seni Teater
8. Alamat Kantor : PPPPTK Seni dan Budaya
Yogyakarta.
Jalan Kaliurang Km. 12,5 Klidon,
Sukoharjo,
Ngaglik, Sleman,
Yogyakarta 55581
Telp. (0274) 895803, 895804,
895805, Fax. (0274) 895805.

9. Pendidikan Terakhir : S1/ Seni Teater ISI Yogyakarta
11. Workshop : Memberikan Workshop Seni Teater
sejak tahun 2003
12. Pengalaman Kerja
a. Mengajar : Mengajar Seni Teater di PPPPTK
Seni dan Budaya Kesenian sejak
tahun 2003
c. Penelitian : Evaluasi Dampak Diklat Guru
Produktif Program
Keahlian Seni Teater SMK
Kelompok Seni dan Kriya tahun
2003 bersama Tim.

d.Pembawa Makalah : - Sejarah Teater dan Pemeranan
Teater Kampus( AMP YKPN,
Yogyakarta. 2003)
e. Pengabdian Pada Masyarakat : 1. 2006 Pementasan Teater Sang
Mandor (Sutradara)
2. 2005 Pementasan Teater AUU
(Manajemen)
3. 2004 Pementasan Teater
Luka-Luka Yang Terluka
(Pemain)
4. 2003 Pementasan Teater
Nyanyian Angsa

446
(Pemain)

f. Penulisan Teks Modul Diklat : 1. Dramaturgi (PPPG Kesenian
Yogyakarta)
2. Analisa Naskah (PPPG
Kesenian Yogyakarta)
3. Membaca Teks Lakon (PPPG
Kesenian Yogyakarta)
4. Melaksanakan Olah Tubuh
Dasar (PPPG Kesenian
Yogyakarta)
5. Tata Teknik Pentas
(Dikdasmen, Dir. SMP)
6. Penelitian Tindakan Kelas
(Dikdasmen)
13. Publikasi Karya Tulis : Pementasan AUU Menggugat
Pendidikan (Majalah Artista).
: Pantomime Sejarah,
Perkembangan dan Pengaruhnya
Pada Teater Eropa (Majalah
Artista)
14. Kemampuan Bahasa Asing : Inggris





447
BIODATA TIM PENULIS

1. Nama : Harwi Mardianto, S.Sn.
2. Jenis Kelamin : Pria
3. Status : Kawin
4. Agama : Islam
5. Tempat/Tanggal Lahir : Yogyakarta, 02 Juli 1966
6. Alamat : Jalan Siwalankerto Selatan I/48
Surabaya 60236
E-mail : the_ninetheatrevision@yahoo.com
7. Jabatan/Pekerjaan : - Guru SMK Negeri 9 Surabaya
- Dosen Luar biasa Sekolah Tinggi Kesenian
Wilwatikta Surabaya
- Ketua Program Keahlian Seni Teater
SMKN 9 Surabaya
8. Riwayat Pendidikan :

No Nama Sekolah Jurusan
Tahun
Ijazah
1 SD/ Yogyakarta - 1979
2 SMP/Yogyakarta - 1983
3 SMA/ Yogyakarta IPA 1985
4 Institut Seni Indonesia Yogyakarta Seni Teater 1993
5 Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Negeri Yogyakarta
Sendratasik
(Akta IV)
1995


448
9. Riwayat Pelatihan :
No Tempat Pelatihan Tahun
1 Yogyakarta/ P3GK Teater modern 2000
2 Yogyakarta/P3GK Pantomime 2002
3 Bali Penyusunan Kurikulum
2994 Seni Teater
2004
4 Bandung Penyusunan KTSP Seni
Teater
2006
5 Yogyakarta Penyusunan Soal Uji
Kompetensi nasional seni
teater
2005

10. Riwayat Pekerjaan
10.1. Mengajar
No Mata Kuliah Tempat Tahun
1 Penyutradaraan Unesa Surabaya 2005
2 Penutradaraan STKW Surabaya 2007-2008
3 Dramaturgi SMKN 9 Surabaya 1995-
sekarang
4 Akting SMKN 9 Surabaya 2003-
sekarang
5 Manajemen Produksi
Teater
SMKN 9 Surabaya 2003-
sekarang

10.2. Kerja Industri
No Nama Perusahaan Jabatan Tahun
1 The Nine Theatrevision Pimpinan 2003 - sekarang

10.3. Pengabdian Kepada Masyarakat
No Deskripsi Lokasi Tahun
1 InStruktur pelatihan teater bagi guru
teater SD,SMP, SMA se Jawa Timur
Malang 2000
2 Pengamat Parade Teater Pelajar
Surabaya
Surabaya 2006-2007
3 Pengamat Pekan Seni Pelajar
Se Jawa Timur
Madiun 2005

449
4 Penyelengara lomba teater
Pekan Seni Pelajar Se Jawa Timur
Surabaya 2007
5 Penyelenggara Lomba Kompetensi Siswa
SMK
Jawa Timur bidang lomba teater
Madiun 2004
6 Penyelenggara Lomba Kompetensi Siswa
SMK Jawa Timur bidang lomba teater
Banyuwangi 2005
7 Penyelenggara Lomba Kompetensi Siswa
SMK Jawa Timur bidang lomba teater
Tulungagung 2006
8 Penyelenggara Lomba Kompetensi Siswa
SMK Jawa Timur bidang lomba teater
Jember 2007
9 Pemateri workshop teater
Pelajar se kabupaten Blitar
Blitar 2005
10 Pemateri workshop bikin film pelajar jawa
Timur
Surabaya 2004

11. Organisasi Profesi
1. Pimpinan Paguyuban Pembina Teater Pelajar Surabaya
2. Pimpinan Rumah Sastra Surabaya
3. Sekretaris Keluarga Semanggi Surabaya
12. Kemampuan Bahasa
1. Indonesia
2. Inggris


450
BIODATA TIM PENULIS

1. Nama : Nanang Arisona, S.Sn
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Tempat/ Tanggal Lahir : Madiun, 12 Desember 1967
4. Alamat Rumah : Suryowijayan MJ. I No. 65
RT. 004 RW.001 Yogyakarta
5. Agama : Islam
6. Status Kepegawaian : Staf Pengajar Jurusan Teater
Fakultas Seni Pertunjukan Institut
Seni Indonesia Yogyakarta.
7. Jabatan : Asisten Ahli
8. Alamat Kantor : Jl. Parangtritis Km. 6,5 Yogyakarta
9. Pendidikan Terakhir : S-1 Teater Institut Seni Indonesia
Yogyakarta.
10. Pengalaman Kerja
a. Mengajar : Jurusan Teater ISI Yogyakarta
b. Penelitian :

NO JUDUL PENELITIAN SPONSOR TAHUN
1 Desain Tata Pentas Lakon
Aib Karya Putu Wijaya
Lembaga Penelitian
ISI Yogyakarta
2002
2 Teater Sebagai Media
Pemberdayaan Anak
Lembaga Penelitian
ISI Yogyakarta
2004
3 Dongeng Gadis Kecil Penjual
Korek Api Karya Hans
Christian Andersen Sebagai
Dasar Penciptaan Naskah
Drama
Lembaga Penelitian
ISI Yogyakarta
2005
4 Metode Pelatihan Teater
Untuk Anak-anak Usia
Sekolah Dasar
DIKTI 2007

c. Pembawa Makalah : Tata Rias Karakter Untuk Media
Televisi
Dalam rangka Seminar dan
Lokakarya Tata Rias Untuk Penata
Rias TVRI Se Indonesia Tahun
2006 di MMTC Yogayakarta.
f. Pengambdian Masyarakat : Penyuluhan Seni Teater Untuk
SLTA di SMA Negeri 2
Yogyakarta.
g. Penulisan Buku Teks : PELAJARAN SENI TEATER
KELAS IX SMP.
( Departemen Pendidikan
Nasional Direktorat Jenderal

451
Manajemen Pedidikan Dasar Dan
Menengah)

11. Publikasi Karya Tulis : Konsep Penyutradaraan Garin
Nugroho Dalam Film Opera Jawa
(Jurnal Tonil)
12. Kemampuan Bahasa Asing : Bahasa Inggris



452

BIODATA TIM PENULIS
1. Nama : Nugraha Hari Sulistyo, S.PT
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Tempat/tanggal Lahir : Yogyakarta, 26 Desember 1964
4. Alamat Rumah : Jl. Setiaki 29 Wirobrajan,
Yogyakarta 55252
5. Agama : Islam
6. Status Kepegawaian : PNS
7. Jabatan : Staf Teknik Seni Teater
8. Alamat Kantor : PPPPTK Seni dan Budaya, Jl.
Kaliurang Km 12,5
Klidon, Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman Yogyakarta 55581

9. Pendidikan Terakhir : S-1 Penyiaran Radio/TV
STMM MMTC Yogyakarta
10. Pengalaman Kerja
a. Kerja Industri : Penjab. Teknik dan Produksi
Radio VEDAC 99 FM tahun 2000 -
2004
11. Kemampuan Bahasa Asing : Inggris





Eko Santosa
Seni
TEATER
untuk
Sekolah Menengah Kejuruan
E
k
o

S
a
n
t
o
s
a

S
E
N
I

T
E
A
T
E
R

u
n
t
u
k

S
M
K
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp. 7.888,00
ISBN XXX-XXX-XXX-X
Buku ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan telah
dinyatakan layak sebagai buku teks pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2007 tanggal 5 Desember 2007 tentang
Penetapan Buku Teks Pelajaran yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digu-
nakan dalam Proses Pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai