Anda di halaman 1dari 18

PERAN TEKNIK SIPIL DALAM PENANGGULANGAN

BENCANA ALAM
1



Sarwidi
2


ABSTRAK

Di mana saja, sebuah negara dibentuk oleh warganya dengan maksud agar
negara yang dibentuknya dapat memberikan perlindungan terhadap kehidupan
dan penghidupannya dalam rangka mewujudkan kesejahteraannya. Perlindungan
tersebut tentu saja juga mencakup perlindungan atas ancaman bencana.
Berdasarkan data sejarah dan analisis ilmiah, negara Indonesia mempunyai
berbagai macam sumber bencana atau ancaman bencana (hazard) yang
berpotensi menimbulkan bencana. Sebagai contoh dalam beberapa tahun terakhir
ini saja, beberapa rangkaian fenomena alam telah menyebabkan serangkaian
bencana di Indonesia yang memakan korban jiwa dan menimbulkan korban yang
besar.
UU RI No. 24/2007 (UUPB) merupakan landasan bagi pembentukan sistem
(system building) penanggulangan bencana (PB) di Indonesia. Setiap upaya
penanggulangan bencana di Indonesia harus berpedoman pada Sistem Nasional
Penanggulangan Bencana, agar hasil dari upaya tersebut maksimum.
Bidang teknik sipil berhubungan dengan pembuatan bangunan, baik
bangunan umum maupun bangunan PB. Penerapan dan proses konstruksi yang
berada di wilayah yang mempunyai berbagai ancaman bencana (multi hazard)
harus berpedoman pada sistem nasional penanggulangan bencana, agar hasil
karya kegiatan konstruksi itu bermanfaat secara maksimum.
Makalah ini memaparkan secara singkat tentang teknik sipil, bencana,
penanggulangan bencana, dan peran teknik sipil dalam penanggulangan bencana
alam.

Kata-kata Kunci: teknik sipil, penanggulangan bencana alam

1. PENDAHULUAN
Teknik sipil berkecimpung dalam perancangan, pembuatan, dan renovasi bangunan-
bangunan buatan manusia. Sebagai mahluk Tuhan yang paling sempurna, sebagaimana
disebutkan dalam Kitab Suci Al Quran Surat ke 95 At Tin pada Ayat 5 yang kurang-lebih

1
Makalah Kuliah Umum Universitas Muhammadiyah Purworejo (UMP) pada Program Studi
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, 28 September 2012 di Purworejo, Jawa Tengah
2
Prof. Ir. H. Sarwidi, MSCE, Ph.D., IP-U. adalah Guru Besar pada FTSP pada Program Studi
Teknik Sipil UII (Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta dan Ketua Harian Pengarah BNPB
RI (BNPB = Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Email: sarwidi@yahoo.com,
sarwidi@uii.ac.id, sarwidi@bnpb.go.id
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 2
artinya adalah bahwa sesungguhnya Tuhan telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Salah saatu buktinya adalah bahwa manusia telah berkarya mendirikan
banyak bangunan yang spektakuler dan monumental dalam bentuk bangunan-bangunan
teknik sipil sejak lebih dari 4000 tahun yang lalu (Sarwidi, 2013b).
Di mana saja, sebuah negara dibentuk oleh warganya dengan maksud agar negaranya
dapat memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupannya dalam rangka
mewujudkan kesejahteraannya. Perlindungan tersebut tentu saja juga mencakup
perlindungan dari ancaman bencana. Masing-masing negara mempunyai intensitas dan jenis
ancaman bencana yang berbeda-beda pula. Sebagai contoh, berdasarkan data sejarah dan
analisis ilmiah, negara Indonesia mempunyai berbagai macam sumber bencana atau
ancaman bencana (hazard) yang berpotensi menimbulkan bencana. Untuk menekan korban
dan kerugian akibat bencana, selama ini ada tiga opsi langkah yang secara prioritas dapat
dilakukan adalah (Maliki Dkk, 2011; Sarwidi, 2011, 2012).
Dunia teknik sipil berhubungan dengan berbagai macam bangunan, baik bangunan
umum maupun bangunan penanggulangan bencana (PB) di mana kinerja proyek bangunan
teknik sipil diukur berdasar biaya, mutu, dan waktu. Mutu bangunan diperlukan untuk
menjamin bangunan akan aman terhadap kegagalan, baik pada saat pembangunan maupun
selama umur pelayanan/penggunaan bangunan.
Kegagalan bangunan dapat memicu bencana ataupun meningkatkan dampak
bencana. Dengan demikian, teknik sipil sangat berperan dalam upaya penanggulangan
bencana. Makalah ini akan menjelaskan secara singkat tentang peran teknik sipil dalam
penanggulangan bencana alam.
2. TEKNIK SIPIL
Society of Civil Engineers, 1961 menyatakan bahwa Civil engineering is the profession in
which a knowledge of the mathematical and physical sciences gained by study, experience,
and practice is applied with judgement to develop ways to utilize, economically, the
materials and forces of nature for the progressive well-being of humanity in creating,
improving, and protecting the environment, in providing facilities for community living,
industry and transportation, and in providing structures for the use of humanity.
Senada dengan ASCE (1961), di dalam Wikipedia dalam Bahasa Indonesia (2013)
menyebutkan bahwa Teknik Sipil menjadi salah satu cabang ilmu teknik yang mempelajari
tentang bagaimana merancang, membangun, merenovasi tidak hanya gedung dan
infrastruktur, tetapi juga mencakup lingkungan untuk kemaslahatan hidup manusia. Teknik
sipil mempunyai ruang lingkup yang luas, di dalamnya pengetahuan matematika, fisika,
kimia, biologi, geologi, lingkungan hingga komputer mempunyai peranannya masing-
masing. Teknik sipil dikembangkan sejalan dengan tingkat kebutuhan manusia dan
pergerakannya, hingga bisa dikatakan ilmu ini bisa mengubah sebuah hutan atau padang
pasir menjadi sebuah kota besar.
Cabang-cabang teknik sipil / Rekayasa Sipil diantaranya meliputi Rekayasa Struktur,
Rekayasa Geoteknik, Rekayasa Transportasi, Manajemen Konstruksi, Rekayasa Hidro,
Rekayasa Sumber Daya Air, Rekayasa Material Konstruksi, Rekayasa Gempa, dan
Rekayasa Lingkungan. Mengamati perkembangan akhir-akhir ini, Rekayasa Bencana
cenderung akan menjadi cabang dari teknik sipil.
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 3
3. BENCANA
Di mana saja, sebuah negara dibentuk oleh warganya dengan maksud agar negaranya dapat
memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupannya dalam rangka
mewujudkan kesejahteraannya. Perlindungan tersebut tentu saja juga mencakup
perlindungan dari ancaman bencana. Berdasarkan data sejarah dan analisis ilmiah, negara
Indonesia mempunyai berbagai macam sumber bencana atau ancaman bencana (hazard)
yang berpotensi menimbulkan bencana.
Beberapa rangkaian fenomena alam telah menyebabkan serangkaian bencana di
Indonesia. Sesuai UU No 24/2007 (UUPB), menurut penyebabnya, bencana dapat dibagi
menjadi (1) Bencana Alam, (2) Bencana Nonalam, dan (3) Bencana Sosial, sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1. Menurut bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempabumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Gambar 1: Jenis-jenis bencana menurut UU No. 24/2007
Mengingat tingkat keterkaitan eratnya dengan peran teknik sipil, makalah ini hanya akan
dibatasi pada bencana alam saja.
4. PENANGGULANGAN BENCANA
Di mana saja, sebuah negara dibentuk oleh warganya dengan maksud agar negaranya dapat
memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupannya dalam rangka
mewujudkan kesejahteraannya. Perlindungan tersebut tentu saja juga mencakup
perlindungan dari ancaman bencana. Berdasarkan data sejarah dan analisis ilmiah, negara
Indonesia mempunyai berbagai macam sumber bencana atau ancaman bencana (hazard)
yang berpotensi menimbulkan bencana. Beberapa rangkaian fenomena alam telah
menyebabkan serangkaian bencana di Indonesia.
Berdasarkan UU No. 24/2007, tujuan penanggulangan bencana (PB) di Indonesia
adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana,
menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada, menjamin terselenggaranya
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh (Gambar
2), menghargai budaya lokal, membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta,
mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan, serta
menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 4


Gambar 2: PB yang menyeluruh (comprehensive) mencakup tahap pra
bencana, saat bencana, dan pasca bencana dengan melibatkan para
pemangku kepentingan penanggulangan bencana (PB) dan para pelaku
pengurangan risiko bencana (PRB)
Untuk menekan korban dan kerugian akibat bencana di Indonesia yang
dikoordinasikan oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencaana) dan BPBD
(Badan Penanggulangan Bencana Daerah) sesuai Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008,
selama ini ada tiga opsi langkah yang secara prioritas dapat dilakukan adalah (Maliki Dkk,
2011; Sarwidi, 2011, 2012):
1. menjauhkan manusia dari sumber bencana, dan/atau,
2. menjauhkan sumber bencana dari manusia, dan/atau
3. hidup harmoni dengan ancaman bencana dengan memanfaatkan dan
mengembangkan IPTEK serta mempertahankan kearifan lokal yang nalar atau
masih efektif untuk diterapkan,
sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3 dengan penjelasan sebagai berikut ini.


Gambar 3: Sebuat pilihan/alternatif/opsi langkah atau kombinasi alternatif
langkah dalam penanggulangan bencana (PB) melalui pendekatan
pengurangan risiko bencana (PRB) berdasarkan prioritas

Langkah pertama, yaitu menjauhkan manusia dari sumber bencana berarti menjauhkan
permukiman dengan sumber bencana atau ancaman bencana (hazard). Apabila di suatu
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 5
wilayah mempunyai risiko bencana sangat tinggi, namun masyarakat merelakan tidak
membangun di wilayah tersebut, maka pemilihan langkah ini menjadi mudah dengan cara
memindahkan permukiman ke lokasi lain yang jauh lebih rendah risiko bencananya, dan
upaya ini biasa disebut relokasi.
Langkah Kedua, yaitu menjauhkan sumber bencana dari manusia, misalnya
pendirian reaktor nuklir atau indutri yang berisiko tinggi jauh dari kota. Untuk
penanggulangan bencana gempa, langkah ini teramat sulit diterapkan. Untuk
penanggulangan bencana banjir, maka langkah ini dapat dilakukan misalnya melalui
pembuatan tanggul-tanggul penahan banjir dan membuat aliran/sungai baru yang menjauhi
permukiman.
Apabila Langkah Ketiga, yaitu hidup harmoni dengan ancaman bencana yang terpaksa
harus dipilih, maka prinsip pengurangan risiko bencana (PRB) dilakukan secara ketat
dengan memanfaatkan IPTEK dan kearifan lokal yang nalar yang masih efektif diterapkan.
Pada Langkah Ketiga ini, permukiman atau bangunan buatan manusia lainnya tetap berada
atau dibangun di wilayah yang relatif berdekatan dengan sumber-sumber bencana. Agar
permukiman atau bangunan lainnya layak digunakan, maka upaya yang dilakukan adalah
mengurangi ancaman, mengurangi kerentanan dan/atau meningkatkan kapasitasnya. Untuk
kasus bencana akibat goncangan gempa (Gambar 10 sampai Gambar 15), sampai saat ini
ancaman tidak dapat dikurangi, namun kerentanan bangunan dan masyarakatnya dapat
dikurangi, dan/atau kapasitas kelembagaan penanggulangan bencana dan masyarakatnya
dapat ditingkatkan, misalnya melalui sosialisasi masalah kegempaan kepada masyarakat
umum dan sosialisasi bangunan tahan gempa kepada kepada masyarakat konstruksi.
5. SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA
UU RI No. 24/2007 (UUPB) merupakan landasan bagi pembentukan sistem (system
building) penanggulangan bencana di Indonesia. Setiap upaya penanggulangan bencana di
Indonesia harus berpedoman pada Sistem Nasional Penanggulangan Bencana, agar hasil dari
upaya tersebut maksimum. Penanggulangan bencana atau kegiatan pengurangan risiko
bencana sebenarnya bukanlah merupakan kegiatan yang bersifat konsumtif, tetapi lebih
merupakan kegiatan yang bersifat investatif. Karena pada dasarnya, kegiatan
penanggulangan bencana merupakan upaya dengan menggunakan sumber daya yang ada
untuk menyelamatkan aset yang jauh lebih besar di masa yang akan datang.
Sistem penanggulangan bencana tersebut terdiri atas beberapa subsistem atau
komponen, yaitu legislasi, kelembagaan, pendanaan, perencanaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan penyelenggaraan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.


Gambar 4: Subsistem atau komponen dalam sistem nasional
penanggulangan bencana
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 6
6. PERAN TEKNIK SIPIL DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
Dunia teknik sipil berhubungan dengan pembuatan bangunan, baik bangunan umum maupun
bangunan PB sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 5, diproses melalui beberapa
tahap sebagaimana .ditunjukkan pada Gambar 6 dengan interaksi beberapa fihak yang terkait
yang merupakan pengelola proyek pembangunannya sebagaimana diperlihatkan pada
Gambar 7, di mana proyek pembangunannya diukur dengan kinerja berdasar biaya, mutu,
dan waktu sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 8 (Magister Teknik Sipil Universitas
Islam Indonesia, 2012).



Gambar 5: Jenis bangunan buatan manusia



Gambar 6: Proses pembuatan bangunan
sejak dari gagasan hingga pemakaian dan
pemerliharaan
Berdasar sistem nasional PB sebagaimana pada Gambar 4 pada komponen legislasi,
bangunan teknik sipil tentu saja terkait di dalamnya dan bangunan harus diadaptasikan
dengan lingkungannya, misalnya untuk bangunan yang wilayah atau lingkungannya rawan
terhadap ancaman bencana. Bahkan UUPB secara eksplisit menyebutkannya, misalnya
pada Pasal 75 sebagai berikut ini.


Gambar 7: Pemilik, Perancana dan
Pengawas, serta Kontraktor saling
berinteraksi dalam mengelola proyek
pembangunan

Gambar 8: Biaya, Mutu, dan Waktu sebagai
indikator kinerja proyek pembangunan

Pasal 75 dalam UUPB tersebut berdampak langsung pada dunia teknik sipil (dan
tentu saja juga berdampak pula pada bidang-bidang lain yang terkait dengan dunia teknik
sipil), karena ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang yang karena kelalaiannya
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 7
melakukan pembangunan berisiko tinggi, yang tidak dilengkapi dengan analisis risiko
bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 3 yang mengakibatkan terjadinya
bencana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau
denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Di mana Pasal 40 ayat 3
menyebutkan bahwa setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang
menimbulkan bencana dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai bagian dari usaha
penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya.
Ayat (2) pada Pasal 75 menyebutkan bahwa dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan timbulnya kerugian harta benda atau barang,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun atau paling lama 8
(delapan) tahun dan denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratusjuta rupiah) atau
denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Selanjutnya, ayat (3) pada Pasal 75 menyebutkan bahwa dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun atau paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau denda paling
banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Penerapan UUPB yang terkait dengan dunia teknik sipil tentu saja memerlukan
peraturan-peraturan terkait lanjutannya, dan secara paralel dunia para aktor bidang teknik
sipil di Indonesia harus mampu lebih profesional untuk menjawab tantangan masyarakat
Indonesia yang semakin maju dan transparan, dan bahkan, telah berlaku di negara-negara
maju.
Berdasar sistem nasional PB sebagaimana pada Gambar 4 pada komponen atau
subsistem IPTEK dan Penyelenggaraan PB, paradigma terkini mengarahkan bahwa
kegiatan penanggulangan bencana harus diintegrasikan dalam proses kegiatan
pembangunan, maka baik bangunan PB maupun bangunan umum pada Gambar 5 tetap
harus mempertimbangkan aspek ancaman bencana yang ditemui sebagaimana yang terlihat
pada Gambar 3.
Penyelenggaraan PB (Gambar 9) harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi secara optimal agar efektifitas PB terjamin, karena proses penanggulangan
bencana, baik pada tahap prabencana, pada saat terjadi bencana, maupun pada tahap
pascabencana (Gambar 2) dapat dipermudah dan dipercepat (Kemenristek, 2007).
Kaitan IPTEK dan Penyelenggaraan PB dengan dunia teknik sipil adalah bahwa
inovasi rekayasa dan teknologi yang terkait dengan teknik sipil perlu selalu dilakukan
secara terus menerus agar karya teknik sipil yang dihasilkannya dapat berdaya guna dan
berhasil guna semaksimal mungkin. Selain itu, karya teknik sipil dapat disesuaikan
semaksimal mungkin dengan keinginan pemakainya dengan mengakomodasi kondisi
lingkungannya, di mana masyarakat yang semakin maju tentu semakin sadar akan
pentingnya upaya meningkatkan keamanan terhadap ancaman bencana.
Pada saat normal tidak ada bencaana, kegiatan penyelenggaraan PB (Gambar 9)
dalam bentuk antisipasi bencana yang terkait dengan pendidikan dan serangkaian pelatihan
bidaang teknik sipil atau konstruksi perlu digalakkan secara terus menerus. Penulis ikut
merintis mengadakan serangkaian pelatihan khusus rumah tahan gempa untuk mandor
sejak tahun 2004 yang kemudian membentuk Paman Bataga (Paguyuban Mandor
Bangunan Tahan Gempa) dan juga merintis pendidikan yang terkait dengan
penanggulangan bencana gempa melalui Program Unggulan Kemendikbud dalam bidang
Manajemen Rekayasa Kegempaan di Magister Teknik Sipil, Program Pasca Sarjana,
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 8
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia sejak tahun 2007.
Penulis juga mendorong perintisan Museum Gempa Prof. Dr. Sarwidi oleh Sumardani
(2010) karena kegiatan tersebut juga merupakan implementasi efektif dari
penyelenggaraan PB (Gambar 9) dengan memanfaatkan IPTEK.


Gambar 9: Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam Subsistem
penyelenggaraan PB

Berikut ini adalah contoh lebih lanjut peran teknik sipil dalam penanggulangan
bencana alam, baik akibat dinamika geologi (gempabumi, gunung api, dan tsunami), akibat
proses iklim (genangan air, banjir bandang, dan angin ribut), maupun akibat hibrid
keduanya (tanah bergerak / tanah longsor) melalui upaya mitigasi fisik keteknik sipilan,
dengan dilengkapi Gambar 10 sampai Gambar 33 (Sarwidi, 2013a, 2013b).

a. Gempabumi

Gambar 10: Contoh gambaran di wilayah bencana gempabumi
(http://2.bp.blogspot.com/_v1hvok7t4me/tpck63qidai/aaaaaaaacui/ksgex00ff
bm/s1600/1212366510.jpg)
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 9



Gambar 11: Contoh gambaran wilayah bencana gempabumi di Brebes
2013
(http://2.bp.blogspot.com/_v1hvok7t4me/tpck63qidai/aaaaaaaacui/ksgex00ff
bm/s1600/1212366510.jpg)


Gambar 12: Peta zonasi gempa yang dibuat untuk memetakan derajat
potensi goncangan gempa sebagai dasar penentuan beban gempa pada
bangunan melalui besaran percepatan dasar
(http://www.pu.go.id/satminkal/balitbang/sni/images/peta5.jpg)


Gambar 13: Proses desain bangunan tahan gempa menggunakan konsep
perencanaan tahan gempa
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 10


Gambar 14: Percoban struktur tahan gempa menggunakan isolasi dasar
dan kendali struktur
(http://kampus.unikom.ac.id/s/userassets/13010700/blog_images/image_69
95cd329203fcc132b24cac4d530d89.jpg)



Gambar 15: Penulis bersama dengan mandor anggota PAMAN BATAGA,
pelatih, asisten, dan mahasiswa pada awal Juni 2006 dengan latar
belakang sebuah rumah yang dibangun oleh mandor tersebut dengan
konsep BARRATAGA yang hampir tanpa mengalami kerusakan di antara
bangunan-bangunan di sekelilingnya yang roboh atau rusak berat.
Bangunan tersebut hanya berjarak beberapa kilo meter saja dari pusat
Gempa Yogyakarya 27 Mei 2006. Pelatihan BARRATAGA dan pembuatan
rumah tersebut dilakukan 2 tahun sebelum gempa terjadi, yaitu pada tahun
2004 di UII Yogyakarta, kerjasama CEEDEDS dengan Pemerintah dan
Masyarakat Jepang (Sarwidi, 2004, 2008, 2010, 2011, 2012)


Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 11
b. Gunung Api


Gambar 16: Contoh gambaran bencana erupsi gunung api (http://cahyadi-
takariawan.web.id/wp-content/uploads/2010/11/erupsi-merapi-1.jpg)

Gambar 17: Pengamatan wilayah yang terdampak langsung bencana erupsi Gunung Merapi
untuk bahan antisipasi ke depan, beberapa hari setelah terjadi erupsi sangat besar tahun 2010.

Gambar 18: Penulis dan Prof. M. Watanabe (mantan Penasehat Senior JICA Jepang)
sedang meninjau Rulinda Merapi pada 28 Januari 2006 di Kaliurang yang merupakan salah
satu dari tiga Rulinda (Ruang Lindung Darurat) Merapi sebagai bangunan darurat
perlindungan hempasan awan panas di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, yaitu di Turgo dan
Tunggul Arum, yang selesai dibangun dan telah digunakan penduduk sejak 5 bulan sebelum
Erupsi Merapi 2006 (Sarwidi, 2001, 2005, 2008, 2012)
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 12


Gambar 19: Bangunan Sabo untuk menahan dan mengarahkan aliran lahar
dingin (lahar hujan) pada sungai-sungai yang berhulu di sekitar kawah
gunung api (http://www.ktr.mlit.go.jp/fujikawa/office/images/kannai_195.jpg)

c. Tsunami

Gambar 20: Contoh gambaran di wilayah bencana tsunami
(http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:and9gcswhoglh6raamu9kf7dse4wjh1m
8xuqa-3c3lxteqrrn187sv4fbg)

Gambar 21: Dinding/bangunan penahan tsunami setinggi 15 m di Fudai
Jepang yang sudah meyelamatkan seluruh (3000) penduduk di sana dari
terjangan tsunami 2011 yang lalu (http://blog.fbcoem.org/tag/fudai/)
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 13


Gambar 22: Bangunan evakuasi sementara tsunami yang digunakan pada pesisir
datar pemukiman yang tidak mempunyai bangunan tahan tinggi tahan tsunami dan
jauh dari bukit atau gunung.
(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/86/Tsunami_shelter_near_Khao
_Lak_Thailand.jpg)

d. Genangan Air (Banjir)

Gambar 23: Contoh gambaran bencana genangan air (banjir) Jakarta 2013
(http://2.bp.blogspot.com/-
teiif4maogy/upvrnt0rqfi/aaaaaaaaebw/xuwf8k1jc9s/s1600/banjir-jakarta.jpg)

Gambar 24: Bendungan atau waduk untuk menampung air yang relatif banyak di
musim penghujan sehingga dapat mengurangi genangan air di pemukiman
(http://photos.wikimapia.org/p/00/03/43/75/89_full.jpg)
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 14

Gambar 25: Tanggul banjir dengan pintu/sekat kayu penutup (dorlath) di
Bojonegoro


e. Banjir Bandang


Gambar 26: Contoh gambaran sungai kecil dan pemukiman yang porak
poranda akibat bencana banjir bandang di Wasior tahun 2010

Gambar 27: Beberapa kantong atau tampungan debris di sepanjang
sungai untuk menahan sementara aliran deras debris banjir bandang
(http://machmudjunus.wordpress.com/2009/05/11/sabo-2/) (Ueno Dkk,
2010)
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 15

f. Angin Ribut

Gambar 28: Contoh gambaran di wilayah bencana angin ribut Klaten 2013



Gambar 29: Sokong-sokong penahan angin dan gempa

Gambar 30: Bangunan tahan angin karena berbentuk aerodinamis
(http://tutinonka.files.wordpress.com/2009/10/rumah-dome-hawa-
2.jpg?w=300&h=225)
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 16

g. Tanah Bergerak

Gambar 31: Contoh bencana tanah gerak di Desa Guyon, Karanganyar,
Jawa Tengah

Gambar 32: Contoh di lokasi bencana tanah longsor
(http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSrSlczWfacfm6WOLVcuvNLWr
Lm-msotlIwlxNIgNtFAHDAwKc90A)

Gambar 33: Dinding penahan tanah atau paku-paku penahan tanah
(http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSrSlczWfacfm6WOLVcuvNLWr
Lm-msotlIwlxNIgNtFAHDAwKc90A)
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 17

Contoh lain peran teknik sipil dalam PB di mana penulis ikut terjun langsung dalam
serangaian kegiatan berikut ini. Pada saat normal, kegiatan penyelenggaraan PB (Gambar
9) dalam bentuk antisipasi bencana yang terkait dengan pendidikan dan serangkaian
pelatihan konstruksi perlu digalakkan secara terus menerus. Penulis ikut merintis
mengadakan serangkaian pelatihan khusus rumah tahan gempa untuk mandor sejak tahun
2004 yang kemudian membentuk Paman Bataga (Paguyuban Mandor Bangunan Tahan
Gempa) dan juga merintis pendidikan yang terkait dengan penanggulangan bencana gempa
melalui Program Unggulan Kemendikbud dalam bidang Manajemen Rekayasa
Kegempaan di Magister Teknik Sipil, Program Pasca Sarjana, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Universitas Islam Indonesia sejak tahun 2007. Perintisan serangkaian
pelatihan dan pendidikan tersebut serta perintisan Museum Gempa Prof. Dr. Sarwidi
adalah merupakan implementasi dari penyelenggaraan PB (Gambar 9) dengan
memanfaatkan IPTEKS yang merupakan dua subsistem dalam sistem nasional PB
sebagaimana terlihat pada Gambar 4.
7. PENUTUP
Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU No. 24/2007) adalah landasan bagi
pembentukan sistem (system building) penanggulangan bencana di Indonesia secara tidak
langsung telah mengarahkan betapa penting daan besarnya peran teknik sipil dalam upaya
penanggulangan bencana, karena pembangunan di wilayah yang mempunyai berbagai
ancaman bencana (multi hazard), sebagaimana di sebagian besar wilayah Indonesia, harus
berpedoman pada sistem nasional penanggulangan bencana, agar hasil karya kegiatan
konstruksi bermanfaat secara maksimum, dan tidak menimbulkan kerugian atau bahaya
bagi penggunanya.
Kalaupun bencana tidak dapat dihindarkan, dari uraian di muka menunjukkan
bahwa bidang teknik sipil dapat berperan penting dalam mengurangi dampak bencana
melalui upaya mitigasi fisik/struktur dan melalui inovasi PB di bidang teknik sipil.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Universitas Muhammadiyah Purworejo,
khususnya Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, yang telah memberikan
kesempatan untuk menyampaikan kuliah umum ini. Terimakasih juga disampaikan
kepada rekan-rekan di BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan CEVEDS
(Center for Earthuake and Volcano Engineering and Disaster Studies) International serta
Museum Gempa Prof. Dr. Sarwidi yang telah membantu mengumpulkan data dan
informasi guna penyusunan makalah dan presentasi. Terimakasih kepada Program Studi
Teknik Sipil dan Program Magister Teknik Sipil FTSP UII terutama pada Program
Unggulan Kemendiknas untuk bidang Manajemen dan Rekayasa Kegempaan atas
penyediaan materi pendukung untuk makalah ini.
Kuliah Umum: Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam - Prof. Sarwidi 2013 - 18
DAFTAR PUSTAKA
Kemenristek (2007). Iptek Sebagai Asas Dalam Penanggulangan Bencana di Indonesia,
Kemenristek (Kementerian Ristek dan Teknologi)
Magister Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia (2012). Kumpulan Materi Kuliah Managemen
Konstruksi
Maliki, Z., Sarwidi, Sugimin, Sudibyakto, Reksoprodjo, Tabrani, Didik Eko, Nyoman Kandun,
Adikoesoemo (2011). Rekam Jejak Unsur Pengarah BNPB 2009-2011, BNPB, Jakarta
Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Sarwidi (2001). Konsep Dasar Ruang Lindung Darurat Merapi, Harian Kedaulatan Rakyat,
Yogyakarta 17 Maret 2001.
Sarwidi (2004). Manual Rumah Rakyat Tahan Gempa Tembokan, CEEDEDS UII. (konseptor)
Sarwidi (2005). RULINDA

Merapi: An Intermediate Solution For an Urgent Need ( Preparation


for constructing RULINDA Merapi Type: UII-SWD-HH-MO-SM-M1, UII-SWD-HH-MO-
SM-M2, UII-SWD-HH-MO-SM-O1), International Seminar organizied by JICA and Sabo
Center in Graha Saba UGM ,Yogyakarta, August 2, 2005
Sarwidi (2008). BARRATAGA and RULINDA

Merapi, International Workshop: The


Development of Disaster Reduction Hyperbase (DRH), organized by NIED Japan, BNPB, and
ITB. Jakarta 5 Maret 2008
Sarwidi (2010). The Indonesian National Plan Of Disaster Management (RENAS PB), 2010
2014, Proceeding of The First International Conference on Sustainable Built Environment (1-
ICSBE) by Faculty of Civil Engineering and Planning, Islamic University of Indonesia (UII),
Yogyakarta, Indonesia. ISBN: 978-979-96122-9-8 (Edited by: Teguh, Tanaka, and Gokcekus)
Sarwidi (2011). Pengetahuan Dasar Bencana dan Gempa Untuk Rekayasa Kegempaan, Draf
Buku, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Islam Indonesia
Sarwidi (2012). Laporan dan Pengarahan oleh Unsur Pengarah BNPB, Rapat Kerja/Koordinasi
Nasional (Rakernas/Rakornas) Penanggulangan Bencana BNPB dengan BPBD Seluruh
Provinsi/Kabupaten/Kota, yang diselenggarakan oleh BNPB di Jakarta, 1-3 Februari 2012.
Sarwidi (2013b). The National System Of Disaster Management In Indonesia (The Policies and
Strategies for Disaster Management in Indonesia), Proceeding of National Seminar on
Statistics: Statistics in Disaster Management held by the Study Program of Statistics, the
Faculty of Mathematics and Science, the Islamic University of Indonesia (UII), Yogyakarta,
Indonesia, 15 Juni 2013
Sarwidi (2013b). Prospek Dan Tantangan Teknik Sipil Indonesia 2020, Dipresentasikan dalam
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2013 Pembangunan
Berkelanjutan dan Perawatan Infrastruktur Berdasarkan Penelitian dan Pengalaman Praktis
yang diselenggarakan oleh Institut Teknologo Sepuluh November di Surabaya 26 Juni 2013
Sumardani (2010). Laporan Penyelenggaraan Gladi Bencana dan Kuliah Umum Bersahabat
dengan Gempa dan Gunung Merapi, yang diselenggarakan di SMA Negeri I Pakem,
Yogyakarta 29 Mei 2010 oleh Perintisan Museum Gempa Prof. Dr. Sarwidi yang didukung
oleh Pemkab Sleman dan Pemprov DIY.
Ueno, T., S. Shiba, H. Utomo, Nurokhman (2010). Mengenal Banjir Bandang Di Indonesia,
Kerjasama Kementerian Pekerjaan Umum dan Japan International Cooperation Agency
(JICA).
Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana


swd-

Anda mungkin juga menyukai