Anda di halaman 1dari 9

Mandala of Health.

Volume 4, Nomor 1, Januari 2010 Krisnansari, Nutrisi dan Gizi Buruk





60
NUTRISI DAN GIZI BURUK

Diah Krisnansari
1

1
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
E-mail: sari_fkunsoed@yahoo.com

ABSTRACT
Malnutrition, withs 2 constituents of proteinenergy malnutrition and micronutrient deficiencies, continues
to be a major health burden in developing countries. It is globally the most important risk factor for illness and
death, with hundreds of millions of pregnant women and young children particularly affected. In Indonesia, Protein
Energy Malnutrition (PEM) and micronutrient deficiencies are still one of the most important and urgent health
problems in the community, in which the underfive children are among the most vulnerable. Apart from marasmus
and kwashiorkor (the 2 forms of protein energy malnutrition), deficiencies in iron, iodine, vitamin A and zinc are
the main manifestations of malnutrition in developing countries. In these communities, a high prevalence of poor
diet and infectious disease regularly unites into a vicious circle. The high prevalence of bacterial and parasitic
diseases in developing countries contributes greatly to Protein Energy Malnutrition (PEM) and micronutrient
deficiencies there. Similarly, Protein Energy Malnutrition (PEM) and micronutrient deficiencies increases ones
susceptibility to and severity of infections, and is thus a major component of illness and death from disease. Protein
Energy Malnutrition (PEM) and micronutrient deficiencies is consequently the most important risk factor for the
burden of disease in developing countries. Although nutrition treatment protocols for severe malnutrition have in
recent years become more efficient, most patients (especially in rural areas) have little or no access to formal health
services and are never seen in such settings. Interventions to prevent protein energy malnutrition range from
promoting breast-feeding to food supplementation schemes, whereas micronutrient deficiencies would best be
addressed through food-based strategies such as dietary diversification through home gardens and small livestock.

Keywords : nutrition, protein energy malnutrition), micronutrient deficiencies

PENDAHULUAN
Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang
Energi Protein (KEP) dan defisiensi
mikronutrien merupakan masalah yang
membutuhkan perhatian khusus terutama di
negara-negara berkembang, yang merupakan
faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan
kematian pada ibu hamil dan balita
1
. Di
Indonesia KEP dan defisiensi mikronutrien
juga menjadi masalah kesehatan penting dan
darurat di masyarakat terutama anak balita
2
.
Kasus kematian balita akibat gizi buruk kembali
berulang, terjadi secara masif dengan wilayah
sebaran yang hampir merata di seluruh tanah air.
Sejauh pemantauan yang telah dilakukan temuan
kasus tersebut terjadi setelah anak-anak
mengalami fase kritis. Sementara itu, perawatan
intensif baru dilakukan setelah anak-anak itu
benar-benar tidak berdaya. Berarti sebelum
anak-anak itu memasuki fase kritis, perhatian
terhadap hak hidup dan kepentingan terbaiknya
terabaikan
3
.
Kejadian gizi buruk perlu dideteksi
secara dini melalui intensifikasi pemantauan
pertumbuhan dan identifikasi faktor risiko yang
erat dengan kejadian luar biasa gizi seperti
campak dan diare melalui kegiatan surveilans.
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di


Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1, Januari 2010 Krisnansari, Nutrisi dan Gizi Buruk



61
Indonesia masih tinggi. Hasil Susenas
menunjukkan adanya penurunan prevalensi
balita gizi buruk yaitu dari 10,1% pada tahun
1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan
menjadi 6,3% pada tahun 2001. Namun pada
tahun 2002 terjadi peningkatan kembali
prevalensi gizi buruk dari 8,0% menjadi 8,3%
pada tahun 2003 dan kembali meningkat
menjadi 8,8% pada tahun 2005. Berdasarkan
laporan dari Dinas Kesehatan seluruh Indonesia
terjadi penurunan kasus gizi buruk yaitu pada
tahun 2005 terdata 76.178 kasus kemudian turun
menjadi 50.106 kasus pada tahun 2006 dan
39.080 kasus pada tahun 2007. Penurunan kasus
gizi buruk ini belum dapat dipastikan karena
penurunan kasus yang terjadi kemungkinan juga
disebabkan oleh adanya kasus yang tidak
terlaporkan (under reported). Mencuatnya
kembali pemberitaan di media massa akhir-akhir
ini mengenai balita gizi buruk yang ditemukan
dan meninggal menunjukkan sistem surveilans
dan penanggulangan dari berbagai instansi
terkait belum optimal
4
.
Pasienpasien yang masuk ke rumah
sakit dalam kondisi status gizi buruk juga
semakin meningkat. Umumnya pasienpasien
tersebut adalah balita. Salah satu tanda gizi
buruk balita adalah berat badan balita di bawah
garis merah dalam Kartu Menuju Sehat (KMS)
balita. Masalah gizi buruk balita merupakan
masalah yang sangat serius, apabila tidak
ditangani secara cepat dan cermat dapat berakhir
pada kematian. Gizi buruk lebih rentan pada
penyakit akibat menurunnya daya tahan tubuh,
pertumbuhan dan perkembangan yang tidak
optimal, sampai pada kematian yang akan
menurunkan kualitas generasi muda mendatang.
Hal ini telah membukakan mata kita bahwa anak
balita sebagai sumber daya untuk masa depan
mempunyai masalah yang sangat besar
4
. Apalagi
penyakit penyerta yang sering pada gizi buruk
seperti lingkaran setan, yaitu penyakit-penyakit
penyerta justru menambah rendahnya status gizi
anak. Penyakit-penyakit penyerta yang sering
terjadi adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA), diare persisten, cacingan, tuberculosis,
malaria dan HIV/AIDS
5
.
Gizi merupakan salah satu faktor
penentu utama kualitas sumber daya manusia.
Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka
kesakitan dan angka kematian tetapi juga
menurunkan produktifitas, menghambat
pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan
kebodohan dan keterbelakangan. Berbagai
masalah yang timbul akibat gizi buruk antara
lain tingginya angka kelahiran bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang
disebabkan jika ibu hamil menderita KEP akan
berpengaruh pada gangguan fisik, mental dan
kecerdasan anak, juga meningkatkan resiko bayi
yang dilahirkan kurang zat besi. Bayi yang
kurang zat besi dapat berdampak pada gangguan
pertumbuhan sel-sel otak, yang dikemudian hari
dapat mengurangi IQ anak. Faktor penyebab
gizi buruk dapat berupa penyebab tak langsung
seperti kurangnya jumlah dan kualitas makanan


Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1, Januari 2010 Krisnansari, Nutrisi dan Gizi Buruk



62
yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi,
cacat bawaan, menderita penyakit kanker dan
penyebab langsung yaitu ketersediaan pangan
rumah tangga, perilaku dan pelayanan
kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain
faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah
utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan
rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan
kerja. Oleh karena itu, untuk mengatasi gizi
buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor
6
.
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui
melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi
buruk berbeda-beda tergantung dari derajat dan
lamanya deplesi protein dan energi, umur
penderita, modifikasi disebabkan oleh karena
adanya kekurangan vitamin dan mineral yang
menyertainya. Gejala klinis gizi buruk ringan
dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan
hanya pertumbuhan yang kurang seperti berat
badan yang kurang dibandingkan dengan anak
yang sehat. Gizi buruk ringan sering ditemukan
pada anak-anak dari 9 bulan sampai 2 tahun,
akan tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang
lebih besar. Pertumbuhan yang terganggu dapat
dilihat dari pertumbuhan linier mengurang atau
terhenti, kenaikan berat badan berkurang,
terhenti dan adakalanya beratnya menurun,
ukuran lingkar lengan atas menurun, maturasi
tulang terlambat, rasio berat terhadap tinggi
normal atau menurun, tebal lipat kulit normal
atau mengurang, anemia ringan, aktivitas dan
perhatian berkurang jika dibandingkan dengan
anak sehat, adakalanya dijumpai kelainan kulit
dan rambut. Gizi buruk berat memberi gejala
yang kadang-kadang berlainan, tergantung dari
dietnya, fluktuasi musim, keadaan sanitasi dan
kepadatan penduduk
6
. Gizi buruk berat dapat
dibedakan tipe kwashiorkor, tipe marasmus dan
tipe marasmik-kwashiorkor. Tipe kwashiorkor
ditandai dengan gejala tampak sangat kurus dan
atau edema pada kedua punggung kaki sampai
seluruh tubuh, perubahan status mental, rambut
tipis kemerahan seperti warna rambut jagung,
mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, wajah
membulat dan sembab, pandangan mata sayu,
pembesaran hati, kelainan kulit berupa bercak
merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas,
cengeng dan rewel. Tipe marasmus ditandai
dengan gejala tampak sangat kurus, wajah
seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit keriput,
perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam,
tulang iga tampak jelas, pantat kendur dan
keriput. Tipe marasmik-kwashiorkor merupakan
gabungan beberapa gejala klinik kwashiorkor
marasmus
7
.
Pengukuran antropometrik lebih
ditujukan untuk menemukan gizi buruk ringan
dan sedang. Pada pemeriksaan antropometrik,
dilakukan pengukuran-pengukuran fisik anak
(berat, tinggi, lingkar lengan, dan lain-lain) dan
dibandingkan dengan angka standar (anak
normal). Untuk anak, terdapat tiga parameter
yang biasa digunakan, yaitu berat dibandingkan
dengan umur anak, tinggi dibandingkan dengan


Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1, Januari 2010 Krisnansari, Nutrisi dan Gizi Buruk



63
umur anak dan berat dibandingkan dengan
tinggi/panjang anak. Parameter tersebut lalu
dibandingkan dengan tabel standar yang ada.
Untuk membandingkan berat dengan umur anak,
dapat pula digunakan grafik pertumbuhan yang
terdapat pada KMS. Pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar
hemoglobin darah merah (Hb) dan kadar protein
(albumin/globulin) darah. Dengan pemeriksaan
laboratorium yang lebih rinci, dapat pula lebih
jelas diketahui penyebab malnutrisi dan
komplikasi-komplikasi yang terjadi pada anak
tersebut.
Pada gizi buruk terdapat perubahan
nyata dari komposisi tubuhnya seperti jumlah
dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan protein
terutama protein otot. Tubuh mengandung lebih
banyak cairan. Keadaan ini merupakan akibat
hilangnya lemak, otot dan jaringan lain. Cairan
ekstra sel terutama pada anak-anak dengan
edema terdapat lebih banyak dibandingkan tanpa
edema. Kalium total tubuh menurun terutama
dalam sel sehingga menimbulkan gangguan
metabolik pada organ-organ seperti ginjal, otot
dan pankreas. Dalam sel otot kadar natrium dan
fosfor anorganik meninggi dan kadar
magnesium menurun
7
. Kelainan organ sering
terjadi seperti sistem alimentasi bagian atas
(mulut, lidah dan leher), sistem gastrointestinum
(hepar, pankreas), jantung, ginjal, sistem
endokrin sehingga gizi buruk harus segera
ditangani dengan cepat dan cermat
7
.

NUTRISI ANAK GIZI BURUK
Gizi buruk merupakan masalah yang
perlu penanganan serius. Berbagai upaya telah
dilakukan pemerintah antara lain melalui
revitalisasi posyandu dalam meningkatkan
cakupan penimbangan balita, penyuluhan dan
pendampingan, pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) atau Pemberian
Makanan Tambahan (PMT), peningkatan akses
dan mutu pelayanan gizi melalui tata laksana
gizi buruk di Puskesmas Perawatan dan Rumah
Sakit, penanggulangan penyakit menular dan
pemberdayaan masyarakat melalui Keluarga
Sadar Gizi (Kadarzi)
4
.
Masalah Gizi buruk tidak dapat
diselesaikan sendiri oleh sektor kesehatan. Gizi
buruk merupakan dampak dari berbagai macam
penyebab, seperti rendahnya tingkat pendidikan,
kemiskinan, ketersediaan pangan, transportasi,
adat istiadat (sosial budaya), dan sebagainya.
Oleh karena itu, pemecahannyapun harus secara
komprehensip. Perawatan balita gizi buruk
dilaksanakan di Puskesmas Perawatan atau
Rumah Sakit setempat dengan Tim Asuhan Gizi
yang terdiri dari dokter, nutrisionis/dietisien dan
perawat, melakukan perawatan balita gizi buruk
dengan menerapkan 10 langkah tata laksana
anak gizi buruk meliputi fase stabilisas untuk
mencegah / mengatasi hipoglikemia, hipotermi
dan dehidrasi, fase transisi, fase rehabilitasi
untuk tumbuh kejar dan tindak lanjut.
Nutrisi berperan penting dalam
penyembuhan penyakit. Kesalahan pengaturan


Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1, Januari 2010 Krisnansari, Nutrisi dan Gizi Buruk



64
diet dapat memperlambat penyembuhan
penyakit. Dengan nutrisi akan memberikan
makanan-makanan tinggi kalori, protein dan
cukup vitamin-mineral untuk mencapai status
gizi optimal. Nutrisi gizi buruk diawali dengan
pemberian makanan secara teratur, bertahap,
porsi kecil, sering dan mudah diserap. Frekuensi
pemberian dapat dimulai setiap 2 jam kemudian
ditingkatkan 3 jam atau 4 jam
8
. Penting
diperhatikan aneka ragam makanan, pemberian
ASI, makanan, mengandung minyak, santan,
lemak dan buah-buahan. Selain itu faktor
lingkungan juga penting dengan mengupayakan
pekarangan rumah menjadi taman gizi. Perilaku
harus diubah menjadi Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat ( PHBS) dengan memperhatikan makanan
gizi seimbang, minum tablet besi selama hamil,
pemberian ASI eksklusif, mengkonsumsi garam
beryodium dan memberi bayi dan balita kapsul
vitamin A
5
.

PENGATURAN DIET
a. Fase Stabilisasi
Pada fase ini, peningkatan jumlah
formula diberikan secara bertahap dengan tujuan
memberikan makanan awal supaya anak dalam
kondisi stabil. Formula hendaknya hipoosmolar
rendah laktosa, porsi kecil dan sering. Setiap 100
ml mengandung 75 kal dan protein 0,9 gram.
Diberikan makanan formula 75 (F 75). Resomal
dapat diberikan apabila anak diare/muntah /
dehidrasi, 2 jam pertama setiap jam,
selanjutnua 10 jam berikutnya diselang seling
dengan F75
8
.
Tabel 1. Kebutuhan zat gizi fase stabilisasi
Zat Gizi Stabilisasi (hari ke 1-7)
Energi 80-100 kkal/kgBB/hari
Protein 1-1,5 gram/kgBB/hari
Cairan cairan 130ml/kgBB/hari
Fe Sulfas ferosus 200mg + 0,25 mg
asam folat, sirup besi 150 ml.
Vitamin A
- Bayi < 6
bulan
- Bayi 6-11
bulan
- Balita 12-60
bulan

kapsul vitamin A dosis 100.000
SI (warna biru)
1 kapsul vitamin A dosis 100.000
SI (warna biru)
1 kapsul vitamin A dosis 200.000
SI (warna merah)
Vitamin lain
- Vitamin C
- Vitamin B
kompleks
- Asam folat

Mineral lain
- Zinc
- Kalium
- Natrium
- Magnesium
Pemberiannya dicampur dengan
F75, F100 dan F135

b. Fase Transisi
Pada fase ini anak mulai stabil dan
memperbaiki jaringan tubuh yang rusak (cath-
up). Diberikan F100, setiap 100 ml F100
mengandung 100 kal dan protein 2,9 gram.
c. Fase Rehabilitasi
Terapi nutrisi fase ini adalah untuk
mengejar pertumbuhan anak. Diberikan setelah
anak sudah bisa makan. Makanan padat
diberikan pada fase rehabilitasi berdasarkan
BB< 7 kg diberi MP-ASI dan BB 7 kg diberi
makanan balita. Diberikan makanan formula
135 (F 135) dengan nilai gizi setiap 100 ml
F135 mengandung energi 135 kal dan protein
3,3 gram
8
.


Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1, Januari 2010 Krisnansari, Nutrisi dan Gizi Buruk



65
Tabel 2. Kebutuhan zat gizi fase transisi
Zat Gizi Transisi (hari ke 8-14)
Energi 100-150 kkal/kgBB/hari
Protein 2-3 gram/kgBB/hari
Cairan 150ml/kgBB/hari
Fe Sulfas ferosus 200mg + 0,25 mg
asam folat, sirup besi 150 ml.
Vitamin A
- Bayi < 6
bulan
- Bayi 6-11
bulan
- Balita 12-60
bulan

kapsul vitamin A dosis 100.000
SI (warna biru)
1 kapsul vitamin A dosis 100.000
SI (warna biru)
1 kapsul vitamin A dosis 200.000
SI (warna merah)
Vitamin lain
- Vitamin C
- Vitamin B
kompleks
- Asam folat
Diberikan sebagai multivitamin
Diawali 5 mg, selanjutnya 1
mg/hari
Mineral lain
- Zinc
- Kalium
- Natrium
- Magnesium
Pemberiannya dicampur dengan
F75, F100 dan F135

d. Fase tindak lanjut dilakukan di rumah
setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB
atau BB/PB -2 SD, tidak ada gejala klinis dan
memenuhi kriteria selera makan sudah baik,
makanan yang diberikan dapat dihabiskan, ada
perbaikan kondisi mental, anak sudah dapat
tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau
berjalan sesuai umurnya, suhu tubuh berkisar
antara 36,5 37, 7
o
C, tidak muntah atau diare,
tidak ada edema, terdapat kenaikan BB sekitar
50g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-
turut
8
.
Mineral Mix dapat diberikan sebagai
nutrisi gizi buruk yang terbuat dari bahan yang
terdiri dari KCl, tripotasium citrat,
MgCl2.6H2O, Zn asetat 2H2O dan
CuSO4.5H2O, bahan ini dijadikan larutan.
Mineral mix ini dikembangkan oleh WHO dan
telah diadaptasi menjadi pedoman Tatalaksana
Anak Gizi Buruk di Indonesia. Mineral mix
digunakan sebagai bahan tambahan untuk
membuat Rehydration Solution for Malnutrition
(ReSoMal) dan Formula WHO
8
.

Tabel 3. Kebutuhan zat gizi fase rehabilitasi
Zat Gizi Rehabilitasi (minggu ke 2-6)
Energi 150-200 kkal/kgBB/hari
Protein 3-4 gram/kgBB/hari
Cairan 150 200 ml/kgBB/hari
Fe Berikan awal selama 4 minggu.
Vitamin A
- Bayi < 6
bulan
- Bayi 6-11
bulan
- Balita 12-
60 bulan

kapsul vitamin A dosis
100.000 SI (warna biru)
1 kapsul vitamin A dosis
100.000 SI (warna biru)
1 kapsul vitamin A dosis
200.000 SI (warna merah)
Vitamin lain
- Vitamin C
- Vitamin B
kompleks
- Asam folat
Diberikan sebagai multivitamin
Mineral lain
- Zinc
- Kalium
- Natrium
- Magnesium
Pemberiannya dicampur dengan
F75, F100 dan F135


Tabel 4. Komposisi Mineral Mix
Zat Gizi Kadar Satuan
KCl 1,792 Gram
Tripotasium Citrat 0,648 Gram
MgCl2.6H2O 0,608 Gram
Zn asetat 2H2O 0,0656 Gram
CuSO4.5H2O 0,0112 Gram

Tiap kemasan dimaksudkan untuk membuat 20
ml larutan
9
.


Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1, Januari 2010 Krisnansari, Nutrisi dan Gizi Buruk



66
Tabel 5. Nilai Gizi Formula
10

Bahan Makanan Per
1000 ml
F75 F100 F135
Formula WHO
Susu skim bubuk Mg 25 85 90
Gula pasir Mg 100 50 65
Minyak sanyur Mg 30 60 75
Larutan elektrolit Ml 20 20 27
Tambahkan air
s/d
Ml 1000 1000 1000
Nilai Gizi
Energi Kkal 750 1000 1350
Protien G 9 29 33
Laktosa G 13 42 48
Kalium Mmol 36 59 63
Natrium Mmol 6 19 22
Magnesium Mmol 4,3 7,3 8
Seng Mg 20 23 30
Tembaga Mg 2,5 2,5 3,4
% Energy Protein - 5 12 10
% Energi Lemak - 36 63 67
Osmolaritas mosml 413 419 508


PENATALAKSANAAN GIZI BURUK
(1). Mencegah dan mengatasi hipoglikemi.
Hipoglikemi jika kadar gula darah < 54 mg/dl
atau ditandai suhu tubuh sangat rendah,
kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar
keringat dingin, pucat. Pengelolaan berikan
segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau
gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok
makan, penderita diberi makan tiap 2 jam,
antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde.
Dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika masih
dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang
pemberian cairan gula tersebut.
(2). Mencegah dan mengatasi hipotermi.
Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35
o
C , aksila 3
menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang
penderita harus hangat, tidak ada lubang angin
dan bersih, sering diberi makan, anak diberi
pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos
kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya
(metode kanguru), cepat ganti popok basah,
antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal
tiap 2 jam sampai suhu > 36,5
o
C, pastikan anak
memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki.
(3). Mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Pengelolaannya diberikan cairan Resomal
(Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100
ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5
ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam 2
jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk
4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan
seberapa banyak anak mau, feses yang keluar
dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada
jam 4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih
dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital,
diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian
cairan dievaluasi jika RR dan nadi menjadi
cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika
anak dengan edem, oedemnya bertambah.
(4). Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstra
Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-
0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah
garam (Resomal)
(5). Mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik
(bila tidak komplikasi : kotrimoksazol 5 hari,
bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB
tiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi
( hipoglikemia atau hipotermi)
(6). Mulai pemberian makan. Segera setelah
dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi


Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1, Januari 2010 Krisnansari, Nutrisi dan Gizi Buruk



67
dan mencukupi kebutuhan energi dan protein.
Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu
porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi
100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari,
cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderita
marasmus, marasmik kwashiorkor atau
kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika
derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.
(7). Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan
setiap hari minimal 2 minggu suplemen
multivitamin, asam folat (5mg hari 1,
selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper
0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe
elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu
perawatan, vitamin A hari 1 (<6 bulan 50.000
IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000
IU)
(8). Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Satu minggu perawatan fase rehabilitasi, berikan
F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g
protein/100ml, modifikasi makanan keluarga
dengan energi dan protein sebanding, porsi
kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan
protein.
(9). Memberikan stimulasi untuk tumbuh
kembang. Mainan digunakan sebagai stimulasi,
macamnya tergantung kondisi, umur dan
perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan
dapat terjadi stimulasi psikologis, baik mental,
motorik dan kognitif.
(10). Mempersiapkan untuk tindak lanjut di
rumah. Setelah BB/PB mencapai -1SD
dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua
frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi
bermain anak, pastikan pemberian imunisasi
boster dan vitamin A tiap 6 bulan
10
.

TINDAK LANJUT PEMULIHAN STATUS
GIZI
Dilakukan untuk menindaklanjuti balita
gizi buruk pasca perawatan, di rumah tangga
dengan sasaran seluruh balita gizi buruk paska
perawatan, balita 2T dan atau BGM. Dilakukan
setelah kembali ke rumah. Dilaksanakan oleh
orangtua / pengasuh balita didampingi petugas
kesehatan dan kader. Tindak lanjut pemulihan
status gizi diberikan kepada anak BGM dan 2T
yang tidak perlu dirawat, anak gizi buruk pasca
perawatan dan yang tidak mau dirawat, dengan
ketentuan anak 2T dan atau BGM tanpa
perawatan, diberi MP-ASI/PMT sesuai umur
selama 90 hari, bubur diberikan kepada bayi usia
6 11 bulan, MP-ASI biskuit diberikan kepada
anak umur 12 -24 bulan, anak umur 25 -59 bulan
diberikan PMT. Pemberian MP-ASI/PMT
bertujuan agar anak tidak jatuh pada kondisi gizi
buruk.
Anak gizi buruk pasca perawatan dan
yang tidak mau dirawat, anak gizi buruk yang
telah pulang dari Puskesmas Perawatan atau
Rumah Sakit, baik yang sembuh maupun pulang
paksa akan mendapat pendampingan dan
pemberian makanan formula 100 (F 100) /
Formula modifikasi selama 30 hari, kemudian
dilanjutkan dengan PMT/MP-ASI selama 90
hari


Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1, Januari 2010 Krisnansari, Nutrisi dan Gizi Buruk



68
Pendampingan pasca perawatan
dilakukan untuk meningkatkan status gizi dan
mencegah anak jatuh kembali pada kondisi gizi
buruk kepada keluarga dengan balita gizi buruk
pasca perawatan setelah kembali ke rumah oleh
pelaksana pendampingan adalah kader
PKK/Posyandu dan atau petugas kesehatan,
kepala desa/lurah dan TP-PKK desa/kelurahan
10
.

Tabel 6. Contoh Formula KEP Berat/Gizi buruk
10

Medisco

Modisco
I
Modisco
II
Modisco
III

Nilai Gizi
dalam
100 cc
cairan
Nilai Gizi
dalam
100 cc
cairan
Nilai Gizi
dalam
100 cc
cairan
Nilai Gizi
dalam
100 cc
cairan
Energi :
80 Kkal
Energi :
100 Kkal

Energi :
100 Kkal
Energi :
130 Kkal
Protein :
3,5 gr
Protein :
3,5 gr
Protein :
3,5 gr
Protein : 3
gr
Lemak :
2,5 gr
Lemak :
3,5 gr
Lemak : 4
gr
Lemak :
7,5 gr
Bahan:
Susu
skim: 10
gr (1 sdm)
Susu skim:
10 gr
Susu skim:
10 gr
Full
cream:12
gr (1
sdm)
Gula
pasir: 5 gr
(1 sdt)
Gula pasir:
5 gr
Gula pasir:
5 gr
Atau Susu
segar: 100
gr ( gls)
Minyak
kelapa: 2
gr ( sdt)
Minyak: 5
gr ( sdm)
Margarine:
5 gr
Gula pasir:
7,5 gr (1
sdt)
Margarine:
5 gr (
sdm)

KESIMPULAN
Gizi buruk merupakan masalah yang
perlu penanganan serius. Gizi buruk dapat
mempengaruhi kualitas sumber daya manusia.
Masalah gizi buruk dapat ditangani dengan
pemberian asupan gizi yang seimbang secara
bertahap sesuai dengan kebutuhan pada tahap
tersebut. Formula yang dipilih dapat disesuaikan
dengan tahap dan tujuan dari pemberian
tambahan nutrisi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mller, Michael Krawinkel. Malnutrition and
Health in Developing Countries. CMAJ AUG.
2, 2005; 173 (3) 279. CMA Media Inc. or its
licensors.
2. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal
Bina KesehatanMasyarakat Direktorat Bina
Gizi Masyarakat. Pedoman Respon Cepat
Penanggulanngan Gizi Buruk , 2008
3. Yayasan Pemantau Hak Anak (YPHA).
Lingkaran Setan Gizi Buruk: Ketika Negara
Kembali Gagal Menjamin Hak Hidup Anak-
anak, 2009, Available www.ypha.go.id
4. Anonim-1. Early Detection and Referral of
Children with Malnutrition. British Medical
Bulletin. 2008.
5. Anonim-2. Deteksi Dini Anak Gizi Buruk Dan
Tindak Lanjutnya. 2009, Available
www.ypha.or.id/files/Lingkaran_setan.pdf
6. Anonim-3. Gizi Buruk . Available
www.malukuprov.go.id/index.php?option=com
_content&view=article&id=66:gizi-
buruk&catid=47:kesehatan&Itemid=, Kamis 07
-01-2010.
7. Solihin Pudjiadi. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak.
Edisi keempat. 2000. FKUI. Jakarta.
8. Anonim-4. Terapi Gizi Pada Anak Gizi Buruk.
2009. Available www. Mat.Inti 5 Tatalaksana
Gizi Buruk-Aceh.pdf.
9. Anonim-5. Spesifikasi Teknis Mineral Mix
Untuk Anak Penderita Gizi Buruk.
2008.Available www.gizi.net.
10. Pelatihan TOT Fasilitator PKD Bagi Fasilitator
Gizi Kabupaten. Managemen Gizi Buruk.2005.

Anda mungkin juga menyukai