Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN RESMI

HARDNESS TEST
















Disusun Oleh :
R.Bagus Redito (6709040002)
Iffad rahmanhuda (6709040008)
Febryan DV (6709040009)
Yohanes B.U (6709040010)



TEKNIK PENGELASAN
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test)
terhadap suatu material dengan beberapa metoda.
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test)
terhadap suatu material dengan metoda pengujian kekerasan Brinell.
2. Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test)
terhadap suatu material dengan metoda pengujian kekerasan Vickers.

1.2 Dasar Teori
Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima
beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, tahan
terhadap penggoresan, tahan terhadap aus, tahan terhadap pengikisan (abrasi).
Kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang paling penting, karena
kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik yang lain, yaitu
strenght (kekuatan). Bahkan nilai kekuatan tarik yang dimiliki suatu material dapat
dikonversi dari kekerasannya. Seperti pada gambar 1.





Gambar 1.1 Sifat bahan yang berhubungan dengan kekerasan

Ada beberapa metode pengujian kekerasan yang digunakan untuk menguji
kekerasan logam, yaitu :
1.Metode Pengujian Kekerasan Brinell
2.Metode Pengujian Kekerasan Vickers
3.Metode Pengujian Kekerasan Rockwell

Dari ketiga metode yang tersebut di atas, yang biasanya digunakan hanya dua
saja, yaitu Brinell dan Vickers.
1.2.1 Metode Pengujian Kekerasan Rockwell
Pada pengujian Brinell harus dilakukan pengukuran diameter tapak tekan
secara manual, sehingga ini memberi peluang untuk terjadinya kesalahan pengukuran,
disamping juga akan memakan waktu. Pada cara Rockwell pengukuran langsung
dilakukan oleh mesin, dan mesin langsung menunjukan angka kekerasan dari bahan
yang diuji. Cara ini lebih cepat dan akurat
Pada cara Rockwell yang normal, mula mula permukaan logam yang diuji
ditekan oleh identor dengan gaya tekan 10 kg, beban awal (minor load P
0
), sehingga
ujung identor menembus permukaan sedalam h. Setelah itu penekanan diteruskan
dengan memberikan beban utama (major load P) selama beberapa saat, kemudian beban
utama dilepas, hanya tinggal beban awal, ada saat ini kedalaman penetrasi ujung identor
adalah h
1.
Kekerasan diperhitungkan berdasarkan perbedaan kedalaman penetrasi ini.
Karena yang diukur adalah kedalaman penetrasi, jadi adalah juga panjang langkah
gerakan identor, maka pengukuran dapar dilakukan dengan menggunakan dial indicator,
dengan sedikit modifikasi yaitu piringan penunjuknya menunjukan skala kekerasan
Rockwell.








Gambar Identor Bola Baja pada Uji Kekerasan Rockwell B

Dengan cara Rockwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung pada
kombinasi jenis identor dan besar beban utama yahg digunakan.macam skala dan jenis
identor serta besar beban utama. Untuk logam biasanya digunakan skala B atau skala C
dan angka kekerasannya dinyatakan dengan R
B
dan R
C.
Untuk skala B harus digunakan

identor berupa bola baja berdiameter 1/16 dan beban utama 100kg. Kekerasan yang
dapat diukur dengan Rockwell B ini sampai R
B
100, bila pada suatu pengukuran
diperoleh angka di atas 100 maka pengukuran harus diulangi dengan menggunakan
skala lain. Kekerasan yang diukur dengan skala B ini relative tidak begitu tinggi, untuk
mengukur kekerasan logam yang keras digunakan Rockwell C (sampai angka kekerasan
R
c
) atau Rockwell A (untuk yang sangat keras).
Di samping Rockwell yang normal ada pula yang disebut superficial Rockwell,
yang menggunakan beban awal 3 kg, identor kerucut intan (diamond cone, brale) dan
beban utama 25, 30 atau 45 kg. Superficial Rockwell digunakan untuk specimen yang
tipis.

1.2.2 Metode Pengujian Kekerasan Vickers
Pada dasarnya metode pengujian kekerasan Vickers hampir sama dengan
Brinells hanya identornya saja yang berbeda. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
metode pengujian kekerasan Vickers adalah sebagai berikut :
1. Spesimen harus memenuhi persyaratan:
o Permukaan harus rata dan Halus
o Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan horisontal
2. Identor yang digunakan adalah pyramid intan yang beralas bujur sangkar
dengan sudut puncak antara dua sisi yang berhadapan adalah 136
o
.
3. Pada dasarnya semua beban bisa digunakan, kecuali untuk pelat yang
tipis harus digunakan beban yang ringan.
4. Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan
menekan identor pada permukaan specimen selama 10 30 detik.
5. Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan DPH (Vickers
Diamond Pyramid Hardness) yang dihitung berdasarkan diagonal
identasi dengan persamaan sebagai berikut :




Untuk : = 136
o
Dimana : P = Gaya tekan (kgf)
d = diagonal identasi (mm)
DPH = { 2P sin (/2) } / d
2

= 1,854 P/d
2



Persamaan ini didapatkan dari :






Gambar 1.3. Hasil Tapak Tekan Pengujian Vickers
d = d1+d2
2
X = d Cos 45
o

= d 2
Y = X / Cos 22
o

= ( d 2 ) / Cos 22
o

L AOB = X.Y
= ( . d 2 . d 2 ) / Cos 22
o

= (1/8 d
2
) / Cos 22
0

A = 4 L AOB
= 4 (1/8 d
2
) / Cos 22
0
= ( d
2
) / Cos 22
o

HVN = P/A
= 1,854 P/d
2
6. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 150 DPH 150/10
Dimana : 150 = Nilai Kekerasan
DPH = Metode Pengujian Vickers
150 = Gaya Pembebanan(kgf)
10 = Waktu Pembebanan(detik)
7. Sama dengan pengujian kekerasan dengan Brinells, karena pengukuran
dilakukan secara manual maka terdapat kemungkinan terjadinya
kesalahan ukur. Kesalahan itu mungkin terjadi pada saat pemfokusan
objek pada layar, peletakan alat ukur pada objek dan pembacaan
pengukurannya.

BAB II
METODOLOGI
II.1 Alat dan Bahan
II.1.1 Alat
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
a. Mesin uji Kekerasan
b. Identor Bola Baja
c. Identor Piramid Intan
d. Obeng
e. Stop Watch
f. Polishing Machine

II.1.2 Bahan
a. Spesimen Uji Kekerasan
b. Kertas Gosok
c. Tissue







Gambar Material Uji Kekerasan (Material 1 & Material 2)
II.2 LANGKAH-LANGKAH KERJA
II.2.1 Metode Brinells
1. Persiapan material uji yang meliputi :
a. Material uji dihaluskan permukaannya yang akan diamati dengan
menggunakan Polishing Machine dengan grid 320.
b. Apabila material uji dirasa belum halus dapat dihaluskan kembali
dengan menggunakan grid 320 atau 400 dengan arah yang berbeda
90
0
dari arah semula.
c. Jika sudah selesai, material dikeringkan dengan menggunakan tissue

2. Dibuat beberapa titik dengan menggunakan pensil untuk tiap-tiap daerah
(BM
1
dan BM
2
) yang akan diamati.
3. Ditentukan beban indentor yang akan digunakan berdasarkan jenis dan
20diameter indentor.
4. Atur handle Hardness Test Machine pada posisi Brinells.
5. Letakkan bola baja pada tempat indentasinya.
6. Letakkan indentor bola baja pada tempatnya di Hardness Test Machine
dengan menggunakan obeng.
7. Letakkan pen sesuai dengan beban indentasi yang telah ditentukan
berdasarkan jenis dan diameter indentor.
8. Letakkan specimen dan atur dengan tepat pada titik penetrasi yang telah
ditentukan.
9. Geser handle beban dengan tangan kanan pada posisi siap untuk penetrasi.
10. Putar hand whell dengan tangan kiri sehingga permukaan specimen tepat
menyentuh ujung indentor.
11. Setelah 20 detik tarik handle beban dan kunci pada tempatnya.
12. Nyalakan lampu dan atur posisi specimen serta focus lensa sehingga bekas
indentasi tampak pada layar.
13. Ukur diameter indentasi dan catat pada worksheet yang ada.
14. Dilakukan prosedur no.8 sampai dengan no.13 untuk masing-masing titik
yang telah ditentukan.

II.2.2 Metode Rockwell B
1. Persiapan material uji yang meliputi :
a. Material uji dihaluskan permukaannya yang akan diamati dengan
menggunakan Polishing Machine dengan grid 320.
b. Apabila material uji dirasa belum halus dapat dihaluskan kembali
dengan menggunakan grid 360 atau 400 dengan arah yang berbeda
90
0
dari arah semula.
c. Jika sudah selesai, material dikeringkan dengan menggunakan tissue
dan diberi larutan Nital 2%(HNO
3
2ml + Alkohol 98ml).
2. Dibuat beberapa titik dengan menggunakan pensil untuk tiap-tiap daerah
(WM,HAZ,BM) yang akan diamati.

3. Ditentukan beban indentor yang akan digunakan berdasarkan jenis dan
diameter indentor.
4. Atur handle Hardness Test Machine pada posisi Rockwell B.
5. Letakkan bola baja pada tempat indentasinya.
6. Letakkan indentor bola baja pada tempatnya di Hardness Test Machine
dengan menggunakan obeng.
7. Letakkan pen sesuai dengan beban indentasi yang telah ditentukan
berdasarkan jenis dan diameter indentor.
8. Letakkan specimen dan atur dengan tepat pada titik penetrasi yang telah
ditentukan.
9. Geser handle beban dengan tangan kanan pada posisi siap untuk penetrasi.
10. Putar hand whell dengan tangan kiri sehingga permukaan specimen tepat
menyentuh ujung indentor.
11. Setelah 20 detik tarik handle beban dan kunci pada tempatnya.
12. Nyalakan lampu dan atur posisi specimen serta focus lensa sehingga bekas
indentasi tampak pada layar.
13. Ukur diameter indentasi dan catat pada worksheet yang ada.
14. Dilakukan prosedur no.8 sampai dengan no.13 untuk masing-masing titik
yang telah ditentukan.















BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
III.1 Data Hasil Pengujian Rockwell B

Rockwell B
Load (P) = 100kgf
Identor = Bola Baja
Time = 20 s
Type = B
Identor = 1,6mm
Material 1 Material 2
BM HAZ WM BM HAZ WM
(HRB) (HRB) (HRB) (HRB) (HRB) (HRB)
70 76 78,5 73 73 79
69,5 77,5 79 71,5 73 80
74,5 77 77,5 70 74 76


Grafik Nilai Kekerasan Rata-rata Rockwell B Material 1






71.34
76.84
78.34
66
68
70
72
74
76
78
80
(HRB) (HRB) (HRB)
BM HAZ WM
Material 1
N
i
l
a
i

K
e
k
e
r
a
s
a
n

R
a
t
a
-
r
a
t
a

Grafik Nilai Kekerasan Rata-rata
Rockwell B
Series1


Grafik Nilai Kekerasan Rata-rata Rockwell B Material 2

III.2 Data Hasil Pengujian dan Perhitungan Vickers
No
Vickers Hardness Test
Load (P) : 10 kgf
Identor : Piramid Intan
Time : 20 detik
BM 1 BM 2
d1 (mm) d2 (mm)
(d1+d2)/2
(mm)
d1 (mm) d2 (mm)
(d1+d2)/2
(mm)
1 0.714 0.705 0.7095 0.517 0.478 0.497
2 0.784 0.752 0.768 0.526 0.562 0.544
3 0.368 0.400 0.384 0.606 0.602 0.604

Base Metal 1 (BM 1)
1. HV = 1,854
2
d
P
2. HV = 1,854
2
d
P

= 1,854

= 1,854


= 37.84 HVN

=31.433 HVN

3. HV = 1,854
2
d
P

= 1,854


= 125.732 HVN

71.5
73.34
78.34
68
70
72
74
76
78
80
(HRB) (HRB) (HRB)
BM HAZ WM
Material 2
N
i
l
a
i

K
e
k
e
r
a
s
a
n

R
a
t
a
-
r
a
t
a

Grafik Nilai Kekerasan Rata-rata
Rockwell B
Series1

Rata-Rata HV pada Base Metal 1 (BM 1) =
3
HVtotal

=
3
/ 005 . 195
2
mm kgf

= 65.001 HVN

Jadi Nilai Kekerasan pada Base Metal 1 = 65.001 HVN

Base Metal 2 (BM 2)
1. HV = 1,854
2
d
P
2. HV = 1,854
2
d
P

= 1,854

= 1,854


= 75,06 HVN

= 62.648 HVN

3. HV = 1,854
2
d
P

= 1,854


= 50.820 HVN

Rata-Rata HV pada Base Metal 2 (BM 2) =
3
HVtotal

=
3
/ 528 . 188
2
mm kgf

= 62.842 HVN


Jadi Nilai Kekerasan pada Base Metal 2 = 62.842 HVN











No
Vickers Hardness Test
Load (P) : 10 kgf
Identor : Piramid Intan
Time : 20 detik
HAZ 1 HAZ 2
d1 (mm) d2 (mm)
(d1+d2)/2
(mm)
d1 (mm) d2 (mm)
(d1+d2)/2
(mm)
1 0.668 0.612 0.64 0.405 0.417 0.411
2 0.868 0.753 0.8105 0.485 0.455 0.470
3 0.661 0.567 0.614 0.406 0.423 0.414

HAZ 1
1. HV = 1,854
2
d
P
2. HV = 1,854
2
d
P

= 1,854

= 1,854


= 45.263 HVN

= 22.748 HVN

3. HV = 1,854
2
d
P

= 1,854


= 30.195 HVN

Rata-Rata HV pada HAZ 1 =
3
HVtotal

=
3
/ 206 . 98
2
mm kgf

= 32.735 HVN


Jadi Nilai Kekerasan pada HAZ 1 = 32.735 HVN

HAZ 2
1. HV = 1,854
2
d
P
2. HV = 1,854
2
d
P

= 1,854

= 1,854


= 109.755 HVN

= 83.929 HVN



3. HV = 1,854
2
d
P

= 1,854


= 108.170 HVN

Rata-Rata HV pada HAZ 2 =
3
HVtotal

=
3
/ 854 . 301
2
mm kgf

= 100.618 HVN

Jadi Nilai Kekerasan pada HAZ 2 = 100.618 HVN

No
Vickers Hardness Test
Load (P) : 10 kgf
Identor : Piramid Intan
Time : 20 detik
WM 1 WM 2
d1 (mm) d2 (mm)
(d1+d2)/2
(mm)
d1 (mm) d2 (mm)
(d1+d2)/2
(mm)
1 0.547 0.557 0.552 0.508 0.515 0.511
2 0.649 0.638 0.643 0.406 0.433 0.419
3 0.568 0.624 0.596 0.500 0.427 0.463

WELD METAL 1(WM 1)
1. HV = 1,854
2
d
P
2. HV = 1,854
2
d
P

= 1,854

= 1,854


= 33.586 HVN

= 44.842 HVN

3. HV = 1,854
2
d
P

= 1,854


= 52.194 HVN

Rata-Rata HV pada WM 1 =
3
HVtotal


=
3
/ 622 . 130
2
mm kgf

= 43.540 HVN

Jadi Nilai Kekerasan pada WM 1 = 43.540 HVN

WELD METAL 2 (WM 2)
1. HV = 1,854
2
d
P
2. HV = 1,854
2
d
P

= 1,854

= 1,854


= 71.001 HVN

= 105.604 HVN

3. HV = 1,854
2
d
P

= 1,854


= 86.486 HVN

Rata-Rata HV pada WM 2 =
3
HVtotal

=
3
/ 091 . 263
2
mm kgf

= 87.69 HVN


Jadi Nilai Kekerasan pada WM 2 = 87.69 HVN


Grafik Nilai Kekerasan Rata-rata Vickers Material 1




Grafik Nilai Kekerasan Rata-rata Vickers Material 2



0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
(HVN) (HVN) (HVN)
BM HAZ WM
Material 1
N
i
l
a
i

K
e
k
e
r
a
s
a
n

R
a
t
a
-
r
a
t
a

Grafik Nilai Kekerasan Rata-rata
Vickers
Series1
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
(HVN) (HVN) (HVN)
BM HAZ WM
Material 2
N
i
l
a
i

K
e
k
e
r
a
s
a
n

R
a
t
a
-
r
a
t
a

Grafik Nilai Kekerasan Rata-rata
Vickers
Series1

BAB IV
PEMBAHASAN

Sebelum Hardness Test dilakukan material uji terlebih dahulu harus dihaluskan
permukaan material uji yang akan diamati. Hal tersebut ditujukan agar tidak diperoleh
bekas hasil indentasi palsu yang tampak pada layar mesin Hardness Test akibat tidak
ratanya permukaan material uji yang diamati serta memudahkan proses pembacaannya.
Sehingga dengan permukaan yang halus dapat diperoleh bekas indentasi yang tampak
baik pada layar mesin Hardness Test.
Pada Hardness Test juga perlu dilakukan sketsa pada material uji yang akan
diamati agar dapat dilakukan pengujian kekerasan pada daerah-daerah tertentu yang
tampak pada material uji setelah dilakukannya sketsa.
Daerah-daerah tersebut meliputi daerah BM (Base Metal), WM (Weld Metal)
dan HAZ (Heat Affected Zone), seperti pada gambar 4. Sehingga dapat diketahui nilai
kekerasan pada masing-masing daerah tersebut setelah dilakukannya Hardness Test.

Gambar 4. Daerah HAZ, BM dan WM

Pada hasil analisa data yang telah diperoleh berdasarkan data yang telah
diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan bahwa pada Hardness Test
dengan menggunakan metode brinell bahwa nilai kekerasan didaerah HAZ paling
rendah daripada nilai kekerasan di daerah WM dan BM. Sedangkan nilai kekerasan
didaerah WM lebih besar daripada nilai kekerasan yang ada pada daerah BM. Hal
tersebut dikarenakan pada saat dilakukannya proses pengelasan terjadi perubahan
struktur pada material uji tersebut yang mana setelah pengelasan tersebut selesai
dilakukan banyak terdapat struktur Martensit pada material uji tersebut dan apabila pada
BM
WM

Hardness Test tersebut didapatkan nilai kekerasan di daerah BM yang lebih besar dari
pada nilai kekerasan pada daerah WM maupun HAZ maka material uji tersebut
dinyatakan tidak lulus uji kekerasan.
Hal itu dikarenakan pengelasan pada suatu material tidak hanya ditujukan untuk
menyambung 2 material uji tetapi juga ditujukan untuk memperbaiki sifat mekanik dari
material uji tersebut.
HAZ memiliki nilai kekerasan lebih rendah daripada daerah yang lain
dikarenakan pada saat proses pengelasan selesai di daerah HAZ lebih lambat
pendinginannya daripada WM sehingga kekerasan di daerah WM lebih keras daripada
HAZ.

Gambar 5. Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation)

Karena laju pendinginnannya sangat cepat, maka driving force inipun akan
menjadi sangat besar sehingga seolah - olah pergeseran atom - atom untuk mengubah
FCC menjadi BCC dapat terjadi tanpa difusi, hanya karena dorongan driving force.
Tetapi karena austenite mengandung sejumlah karbon, sedangkan ferrit hanya mampu
melarutkan sedikit sekali karbon, maka karbon yang seharusnya keluar dari larutan akan
terperangkap (atom karbon sudah tidak dapat lagi berdifusi keluar karena ia sudah tidak

lagi memiliki cukup energi untuk berdifusi, temperatur sudah terlalu rendah) dalam
struktur (yang seharusnya BCC) dan menyebabkan struktur baru itu terdistorsi, tidak
menjadi BCC tetapi menjadi BCT (Body Centered Tetragonal) yaitu martensit. Karena
adanya karbon yang terperangkap ini, struktur itu (martensit) menjadi tegang dan
karenanya menjadi sangat keras (sampai Rockwell C 65), tetapi juga getas.
Dari diagram dapat di simpulkan bahwa daerah HAZ banyak terdapat struktur
martensit yang lebih banyak daripada WM sehingga didaerah HAZ memiliki kekerasan
yang lebih tinggi daripada WM.
Namun ketika material tersebut mengalami adanya flame heating struktur mikro baja
karbon berubah menjadi ferit dan perlit dan kandungan karbida meningkat pada baja
tahan karat. Dan terkadang dengan adanya flame heating struktur mikro berubah
menjadi ferit, bainit dan perlit pada baja karbon dan kandungan karbida pada baja tahan
karat turun. Struktur mikro logam las berupa ferit skeletal dalam matrik austenit dan
tidak berubah selama proses perlakuan flame heating dan apabila kekerasan terendah
terjadi di HAZ itu berarti material baja karbon tersebut mengalami perlakuan flame
heating.
















BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Rockwell B
Load (P) = 100kgf
Identor = Bola Baja
Time = 20 s
Type = B
Identor = 1,6mm
Material 1 Material 2
BM HAZ WM BM HAZ WM
(HRB) (HRB) (HRB) (HRB) (HRB) (HRB)
71,34 76,84 78,34 71,5 73,34 78,34

Tabel 4.1 Nilai kekerasan Rockwell B rata-rata pada BM,HAZ,WM

VICKERS
Load (P) = 100kgf
Identor = Pyramid
Time = 20 s
Material 1 Material 2
BM HAZ WM BM HAZ WM
(HVN) (HVN) (HVN) (HVN) (HVN) (HVN)
65.001 32.735 43.540 62.842 100.618 87.69

Tabel 4.2 Nilai kekerasan Vickers rata-rata pada BM,HAZ,WM












Daftar Pustaka
1. Harsono, Dr, Ir & T.Okamura, Dr, [1991], Teknologi Pengelasan Logam,
PT. Pradya Paramita, Jakarta
2. Wachid Suherman, Ir, [1987], Diktat Pengetahuan Bahan, Jurusan Teknik
Mesin FTI, ITS
3. Dosen Metallurgi, [1986], Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik
Mesin FTI, ITS
4. M.M. Munir, [2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik
Bangunan Kapal, PPNS
5. Budi Prasojo, ST [2002], Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan
Teknik Permesinan Kapal, PPNS
6. Sindo Kou, Prof.2003.Welding Metallurgy.Willey Interscience.University
of Wisconsin.

Anda mungkin juga menyukai