MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN MATA RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA 2013 BAB I Ilustrasi Kasus 1. Identitas Pasien Nama : Tn. F Umur : 35 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Buruh Alamat : Kampung Ciater
2. Keluhan Utama Mata kiri buram sejak tiga minggu sebelum masuk rumah sakit
3. Riwayat Penyakit Sekarang Tiga minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan mata kiri yang semakin lama semakin buram. Awalnya, sebelum mata pasien buram, 1 bulan yang lalu pasien sedang naik motor dan matanya terkena batu kecil. Saat itu, mata pasien belum mengalami buram, tetapi baru terlihat merah. Kemudian pasien tidak langsung berobat, tetapi pasien membilasnya dengan menggunakan air daun sirih. Sejak saat itu, mata pasien mulai buram dan dirasakan semakin memberat. Pasien juga mengatakan mata kirinya nyeri, dan nyeri dirasakan menjalar hingga ke kepala dan terasa berdenyut. Sensasi melihat pelangi, muntah, dan mual dikatakan pasien tidak ada. Kemudian dua minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien berobat ke RSU Tangerang dan memperoleh obat hyalub, gentamycin, dan dibekacin. Kemudian pasien akhirnya dirujuk ke RSCM setelah tidak mengalami perbaikan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung. Riwayat penyakit mata sebelumnya tidak ada. Pasien tidak menggunakan kacamata sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit mata pada keluarga tidak ada. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, penyakit jantung disangkal.
6. Riwayat Sosial Pasien adalah buruh dan tinggal bersama istri dan kedua anaknya
7. Status Generalis Tanda vital Tekanan darah : 130/80 mmHg Frekuensi nadi : 86 kali/menit Frekuensi napas : 18 kali/menit Suhu : 36,5 o C Pemeriksaan fisik lain : Dalam batas normal Status Oftalmologi NO Keterangan OD OS 1. Tajam penglihatan 6/6 1/300 2. Gerakan bola mata 3. Posisi Orthophoria 4. Tekanan intraokular 17,5 mmHg Normal (palpasi) 5. Palpebra Tenang Edema (-),spasme (+) 6. Konjungtiva Tenang Injeksi konjungtiva (+) Injeksi siliar (+) 7. Kornea Jernih Ulkus sentral ukuran 4x1,5mm, >2/3 stroma, feathery edge (+), infiltrat (+), keruh 8. Bilik mata depan Dalam Relatif dangkal, sel dan flare sulit dinilai, hipopion 9. Iris dan pupil Bulat, sentral, refleks cahaya baik Bulat, sentral, refleks cahaya baik 10. Lensa Jernih Samar jernih 11. Vitreous Jernih Sulit dinilai 12. Funduskopi Papil bulat dan batas tegas, cup-disk ratio 0,3, aa/vv 2/3 Sulit dinilai
Gambaran Mata
13. Pemeriksaan Penunjang USG mata:
- Vitreus anterior, medial, posterior echo (-) - N. II baik - Retina on - Choroid baik - Kesan: segmen posterior baik Pemeriksaan mikrobiologis: - KOH: hifa (+) - Gram: tidak terdeteksi
14. Diagnosis Ulkur kornea OS ec jamur
15. Tatalaksana Natacyn eye drop tiap jam Itraconazole 1x200mg Kemicetin EO 3xOS SA 1% 3xOS Cenfresh ED 6xOS KPL Tektonik OS
16. Prognosis: Ad vitam : bonam Ad fungsionam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II Tinjauan Pustaka
I. Anatomi Kornea Kornea merupakan lapisan yang transparan dan tidak berpembuluh darah. Permukaan anterior kornea berbentuk elips dengan diameter horizontal 11,7 mm dan diameter vertikal 11 mm. Permukaan posterior berbentuk sirkular dengan diameter rata-rata 11,5 mm. 1 Ketebalan kornea pada bagian tengah 0,52 mm dan menebal pada bagian perifer, yakni 0,7 mm. 1,2 Bagian sentral kornea memiliki radius kelengkungan 7,8 mm dan 6,5 mm. Kekuatan refraksi kornea sekitar 45 dioptri. 1
Gambar 1. Anatomi Kornea 2
Kornea terdiri dari 5 lapis, yakni: 1,2 - Epitel gepeng berlapis, yang terdiri dari 5-6 lapis sel. - Membran Bowman, yang terdiri dari massa fibril kolagen aseluler yang terkondendasi, memiliki resistensi yang kuat terhadap infeksi, tetapi sekali rusak, tidak dapat beregenerasi. - Stroma, memiliki ketebalan 0,5 mm (90% ketebalan kornea), terdiri dari fibril kolagen yang berada pada matriks proteoglikan. - Membran Descemet, lapisan homogen yang terikat pada stroma di bagian posteriornya, sangat resisten terhadap agen kimia, trauma, dan proses patologis. - Endotel, terdiri dari selapis sel yang merupakan pompa aktif. Kepadatan densitas endotel sekitar 2500 sel/mm 2 . Jumlah sel menurun sekitar 0,6 persen setiap tahunnya dan sel di sekitarnya membesar untuk mengisi ruangan yang ditinggalkannya. Ketika jumlah endotel menjadi tinggal 500 sel/mm 2 , terjadi edema kornea dan transparansinya menjadi berkurang. Kornea merupakan struktur avaskular yang dipersarafi oleh cabang nervus trigerminus pars ophthalmica. 1
II. Fisiologi Kornea Secara umum, fungsi utama kornea merupakan sebagai medium refraksi dan melindungi struktur yang terdapat di intraokular. Fungsi tersebut dapat dijalankan melalui transparansi kornea dan penggantian jaringannya.
Transparansi kornea merupakan akibat susunan lamella kornea yang unik avaskularitas, dan keadaan dehidrasi relatif. Glukosa dan zat terlarut melalui transport aktif dan pasif melalui aqueous humour dan difusi kapiler perilimbal. Oksigen didapatkan secara langsung dari udara melalui tear film. 1 Sebagian besar lesi kornea, baik superfisial maupun dalam dapat menyebabkan nyeri dan fotofobia karena kornea memiliki banyak serat nyeri. Selain itu, lesi kornea biasanya menyebabkan penglihatan yang blur, terutama bila lokasinya di sentral. Photophobia terjadi akibat kontraksi pada iris yang mengalami peradangan. Dilatasi pada pembuluh darah iris merupakan refleks akibat iritasi ujung saraf kornea. Meskipun demikian, photophobia terjadi secara minimal pada keratitis herpes karena hipestesi yang terjadi. 3
III. Keratitis dan Ulkus Kornea Jamur Inflamasi kornea dicirikan dengan edema kornea, infiltrat selular, dan kongesti silier. Terdapat beberapa klasifikasi keratitis, yakni: 1 A. Berdasarkan morfologi a. Keratitis ulseratif (Ulkus kornea) 1. Berdasarkan lokasinya i. Ulkus kornea sentral ii. Ulkus kornea perifer 2. Berdasarkan purulensinya i. Ulkus kornea purulen (sebagian besar bakteri dan jamur) ii. Ulkus kornea non-purulen 3. Berdasarkan adanya hipopion i. Ulkus kornea sederhana (tanpa hipopion) ii. Ulkus kornea hipopion 4. Berdasarkan kedalaman ulkus i. Ulkus kornea superfisial ii. Ulkus kornea dalam iii. Ulkus kornea dengan impending perforation iv. Ulkus kornea perforasi 5. Berdasarkan pembentukan slough i. Ulkus kornea non-sloughing ii. Ulkus kornea sloughing b. Keratitis non-ulseratif 1. Keratitis superfisial i. Keratitis superfisial difus ii. Keratitis superfisial punktata 2. Keratitis dalam i. Keratitis non-supuratif ii. Keratitis supuratif
B. Berdasarkan etiologi a. Keratitis infeksi b. Keratitis alergi c. Keratitis tropik d. Keratitis yang berhubungan dengan penyakit kulit dan membran mukus e. Keratitis yang berhubungan dengan kelainan sistemik kolagen vaskular f. Keratitis idiopatik Definisi ulkus kornea adalah diskontinuasi permukaan epitel normal yang berhubungan dengan nekrosis jaringan sekitarnya. 1 Ulkus yang terjadi pada bagian sentral biasanya adalah ulkus infeksi sekunder terhadap kerusakan epitel kornea. Lesi terletak pada bagian sentral, jauh dari limbus yang memiliki pembuluh darah. Seringkali ulkus kornea disertai hipopion, sekumpulan sel inflamasi yang bermanifestasi sebagai lapisan pucat pada bagian inferior bilik bilik mata depan. Pada ulkus kornea bakteri, hipopion steril kecuali terdapat ruptur dari membran Descemet, sementara pada ulkus kornea jamur, hipopion dapat mengandung elemen jamur. 3
Patogenesis 1 Terdapat dua faktor utama dalam terjadinya ulkus kornea purulen, yakni kerusakan epitel kornea dan infeksi daerah yang tererosi. Meskipun demikian, terdapat beberapa patogen yang dapat menginvasi epitel kornea intak dan menyebabkan ulkus, yakni Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diphtheriae, dan Neisseria meningitidis. Kerusakan epitel kornea dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Abrasi kornea akibat benda asing, silia dengan arah yang salah, dan trauma kecil pada pengguna lensa kontak. Kekeringan epitel pada xerosis juga dapat menyebabkan kerusakan epitel. Keratomalacia dapat menyebabkan nekrosis epitel. Infeksi pada kornea dapat bersumber dari infeksi eksogen, jaringan okular, dan endogen. Infeksi eksogen seringkali berasal dari conjungtival sac, lacrimal sac, benda asing terinfeksi, dan infeksi yang diperantarai air atau udara. Infeksi dari konjungtiva, sklera, dan uvea dapat dengan cepat menyebar ke kornea. Namun, infeksi endogen biasanya sangat jarang terjadi akibat kornea yang avaskular. Saat epitel kornea yang mengalami kerusakan oleh patogen, dapat terjadi perubahan-perubahan yang dapat dideskripsikan menjadi 4 tahap, yakni infiltrasi, ulserasi aktif, regresi, dan sikatrisasi. Fase akhir dari ulkus kornea tergantung dari virulensi patogen, mekanisme defensif host, dan tatalaksana yang diperoleh. Terdapat 3 kemungkinan fase akhir dari ulkus kornea, yakni ulkus dapat menjadi lokal dan sembuh, ulkus dapat berpenetrasi lebih dalam dan menyebabkan perforasi kornea, atau menyebar dengan cepat dan menyebabkan sloughing (terkelupasnya) kornea.
Patologi dari ulkus kornea terlokalisasi: 1 A. Tahap progresif infiltrasi Pada tahap ini terdapat infiltrasi dari PMN dan/atau limfosit ke dalam epithel. Dapat muncul nekrosis tergantung dari virulensi patogen dan mekanisme defensif host. B. Tahap ulserasi aktif Fase ini terjadi karena nekrosis dan pengelupasan dari epithelium, membran Bowman dan stroma. Dapat muncul hiperemia dari jaringan pembuluh darah sirkumkorneal yang menyebabkan akumulasi eksudat purulen pada kornea. Dapat terjadi kongesti vaskular iris dan badan silier dan iritis akibat toksin yang diserap dari ulkus. Eksudasi ke bilik mata depan dari pembuluh darah iris dan badan silier dapat menyebabkan hipopion. Ulserasi dapat berkembang ke lateral atau semakin ke dalam sehingga menyebabkan Descemetocele atau perforasi.
Gambar 2. Tahap dari Ulkus Kornea Lokal 1
C. Tahap regresi Tahap ini diinduksi mekanisme defensif host dan tatalaksana yang mendukung respon host normal. Terdapat garis pembatas di sekitar ulkus, yang terdiri dari leukosit. Proses ini dapat disertai vaskularisasi superfisial, yang dapat meningkatkan respon imun. Pada tahap ini ulkus mulai sembuh dan epitel mulai tumbuh. D. Tahap sikatrik Pada tahap ini, penyembuhan berlanjut menjadi epitelisasi progresif. Stroma menjadi menebal dan memenuhi bagian bawah epitel, menekan permukaan epitel ke arah anterior. Tahap sikatrik dari proses penyembuhan berbeda-beda. Pada ulkus sangat superfisal dan hanya melibatkan epitel, penyembuhan akan terjadi tanpa meninggalkan opasitas. Jika melibatkan membran Bowman dan lamela stroma superfisial, sikatrik yang tebentuk akan membentuk nebula. Makula dan leukoma dapat terjadi pada proses penyembuhan ulkus yang meliputi sepertiga dan lebih dari sepertiga stroma kornea.
Patologi dari ulkus kornea perforasi: Perforasi pada ulkus kornea muncul jika proses ulserasi mengenai membran Descemet sehingga terjadi Descemetocele. Pada tahap ini, batuk, buang air besar, dapat membuat terjadinya perforasi ulkus kornea. Segera setelah terjadinya perforasi, aquous humor akan keluar, tekanan intra okular menurun dan diafragma iris-lensa akan bergerak ke arah anterior. Jika perforasinya kecil dan berlawanan dengan jaringan iris, maka iris dapat prolaps. Leukoma merupakan hasil yang sering terjadi pada ulkus ini. 1
Patologi dari ulkus kornea mengelupas dan pembentukan staphyloma anterior: Pada keadaan dimana agen pathogen memiliki virulensi yang tinggi ataupun membran resistensi dari host sangat rendah, seluruh kornea dapat terkelupas kecuali pada bagian ujung rim dan seluruh iris akan prolaps. Iris kemudian akan meradang dan eksudat akan menyumbat pupil dan menutupi iris membentuk pseudokornea. Pseudokornea yang terbentuk dari eksudat ini merupakan layar tipis fibrosa dimana konjungtiva dan epitel kornea akan tumbuh diatasnya. Karena tipis, dan tidak dapat menahan tekanan intraocular, pseudokornea ini akan menonjol keluar bersamaan dengan jaringan iris yang menempel. Sikatrik ini kemudian disebut dengan anterior staphyloma yang bergantung dari perkembagannya dapat parsial atau total. Ketebalan dari staphyloma ini berbeda-beda yang menghasilkan permukaan lobul-lobul yang menghitam dengan jaringan iris sehingga nampak seperti anggur hitam. 1
Keratitis Jamur Jamur merupakan sekelompok mikroorganisme yang memiliki dinding yang rigid dan nukleus dengan kromosom multipel yang mengandung DNA dan RNA. Keratitis jamur jarang pada negara subtropis, tetapi merupakan salah satu penyebab hilangnya penglihatan pada negara tropis dan berkembang. 2 Fungi yang dapat menyebabkan infeksi kornea adalah fungi filamentosa (misalnya Aspergillus dan Fusarium), dan yeast (ragi, misalnya Candida dan Cryptococcus). Fungi yang seringkali menyebabkan ulkus kornea jamur adalah Aspergillus (paling sering), Candida, dan Fusarium. 1 Metode infeksi yang dapat terjadi: 1. Cedera oleh bagian tumbuhan seperti daun tanaman, dahan pohon, atau jerami. Penderita biasanya adalah pekerja ladang terutama pada musim panen. 2. Cedera oleh ekor binatang 3. Ulkus jamur sekunder sering pada pasien yang imunosupresi secara sistemik atau lokal seperti pasien dengan mata kering atau keratitis herpes. Antibiotik dan steroid memiliki peranan dalam munculnya infeksi fungi. Antibiotik menganggu simbiosis bakteri dan fungi, dan steroid menyebabkan fungi sebagai patogen fakultatif (padahal seharusnya adalah saprofit). Oleh karena itu, penggunaan yang berlebihan dari obat tersebut meningkatkan risiko terjadinya infeksi fungi. 1
Manifestasi Klinis Gejala yang dapat muncul adalah nyeri dan sensasi benda asing dengan onset gradual akibat efek mekanik kelopak mata dan efek kimia toksin terhadap ujung saraf, sekret berair akibat refleks hiperlakrimasi, photophobia, pandangan buram akibat kekeruhan kornea, kemerahan pada mata akibat kongesti pembuluh darah. 1,2
Gambar 3. Ulkus kornea Jamur Tanda yang dapat muncul: 1,2 - Ulkus kornea memiliki tampilan dry-lookingputih keabu-abuan, dengan batas tidak jelas - Terdapat ekstensi feathery finger-like pada area di sekitar stroma di bawah epitel yang intak - Dapat terlihat infiltrat berbentuk cincin - Dapat terlihat lesi satelit kecil di sekitar ulkus - Biasanya dapat muncul hipopion meski ulkusnya sangat kecil - Perforasi pada ulkus jamur jarang, tetapi dapat terjadi
Gambar 4. Keratitis jamur. (a) keratitis Candida; (b) keratitis filamentosa dengan lesi satelit dan hipopion kecil; (c) Candida yang terwarnai dengan pewarnaan Gram menunjukkan pseudohifa; (d) smear kornea terwarnai oleh Grocott hexamine silver menunjukkan Aspergillus spp. 2
Diagnosis Manifestasi klinik khas seperti riwayat trauma akibat bagian tumbuhan. Ulkus kronik yang memburuk meskipun telah diberikan terapi yang sangat efisien harus menimbulkan kecurigaan terhadap keterlibatan jamur. Pemeriksaan yang dibutuhkan meliputi pemeriksaan wet KOH, calcofluor, pemeriksaan Gram dan Giemsa untuk melihat hifa jamur dan kultur pada medium Sabouraud. 1 Biopsi kornea diindikasikan bila tidak terdapat perbaikan klinis dalam 3-4 hari dan jika tidak terdapat pertumbuhan dari hasil corneal scraping setelah 1 minggu. 2
Diagnosis Banding Diagnosis banding dari ulkus kornea fungi adalah akibat infeksi bakteri dan herpes. 2
Tatalaksana a. Terapi spesifik berupa obat antifungi: 2
- Antifungi topikal: harus diberikan setiap jam selama 48 jam dan diturunkan bila tanda sudah mereda o Candida diterapi dengan amphotericin B 0,15% atau econazole 1%; alternatif yang dapat digunakan adalah natamycin 5%, fluconazole 2%, dan clotrimazole 1% o Infeksi fungi filamentosa diterapi dengan natamycin 5% atau econazole 1%; alternatif yang dapat digunakan adalah amphotericin B 0,15% dan miconazole 1% o Antibiotik spektrum luas sebaiknya dipertimbangkan untuk ko-infeksi bakteri yang dapat terjadi atau untuk mencegah ko-infeksi bakteri. - Antifungi sistemik dapat diberikan pada kasus berat, bila lesi dekat dari limbus, atau suspek endoftalmitis. Dapat diberikan itraconazole 200 mg setiap hari, kemudian diturunkan menjadi 100 mg setiap hari, atau fluconazole 200 mg dua kali sehari. b. Terapi non-spesifik: - Pemberian obat sikloplegik, 1,2 sebaiknya atropin 1% untuk mencegah spasme siliar dan untuk mencegah pembentukan synechiae posterior dari iridocyclitis sekunder. Atropin juga meningkatkan aliran darah ke uvea anterior dengan menurunkan tekanan pada uvea anterior sehingga membawa lebih banyak antibodi ke dalam aqueous humour. Atropin juga menurunkan eksudasi dengan menurunkan hiperemia dan permeabilitas vaskular. 1
- Analgesik sistemik dan antiinflamasi seperti parasetamol dan ibuprofen menurunkan nyeri dan edema. 1
c. Therapeutic penetrating keratoplasty dapat dilakukan pada kasus yang tidak responsif.
BAB III Pembahasan Pasien mengeluhkan mata kiri buram sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Mata pasien juga disertai merah. Berdasarkan pemeriksaan ketajaman penglihatan didapatkan visus mata kiri pasien 1/300, yakni pasien hanya dapat melihat gerakan tangan). Oleh karena itu, pasien tergolong dalam mata merah visus turun. Pasien mengatakan mata buram yang dialaminya sudah berlangsung selama kurang lebih 3 minggu dan semakin lama semakin berat. Hal ini menunjukkan proses yang terjadi bukanlah proses akut, melainkan proses yang kronik dan progresif. Pada pemeriksaan mata didapatkan adanya spasme palpebra, injeksi siliar dan konjungtiva, dan pada kornea terlihat adanya ulkus sentral dengan ukuran 4x1,5mm, >2/3 stroma, feathery edge, infiltrat, dan kekeruhan kornea. Hal ini dapat ditemukan pada ulkus kornea akibat infeksi jamur. Feathery edge merupakan salah satu gejala yang membedakan ulkus kornea akibat infeksi bakteri dengan infeksi jamur. Selain itu, temuan ini juga diperkuat oleh riwayat pasien mencuci matanya dengan air sirih dan riwayat pemberian antibiotik yang tidak disertai perbaikan pada mata pasien. Oleh karena itu, kemungkinan pasien mengalami ulkus kornea akibat infeksi jamur. Untuk mengetahui secara pasti apakah pasien mengalami infeksi jamur, atas dasar tersebut dilakukan pemeriksaan KOH dan gram untuk mengetahui patogen penyebabnya. Hasil pemeriksaan KOH adalah terdapat hifa, yang menunjukkan bahwa memang terdapat infeksi jamur pada kornea pasien. Untuk mengetahui apakah segmen posterior OS pasien terlibat dalam infeksi jamur, dilakukan pemeriksaan funduskopi. Namun, karena pemeriksaan funduskopi tidak dapat memberikan penilaian yang adekuat karena kekeruhan yang terjadi pada kornea pasien, diperlukan pemeriksaan USG untuk memeriksa apakah segmen posterior mata pasien terlibat. Pemeriksaan USG menunjukkan hasil bahwa segmen posterior terkesan baik, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa infeksi jamur tersebut belum sampai mengenai segmen posterior sehingga diagnosis pasien ini adalah ulkus kornea jamur. Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien ini adalah pemberian antifungi lokal (natacyn eye drop tiap jam) dan sistemik (itraconazole 1x200 mg), antibiotik spektrum luas (Kemicetin EO 3xOS) untuk mencegah atau mengatasi ko-infeksi bakteri, pemberian sikloplegik (SA 1% 3xOS), dan pemberian air mata buatan. Ulkus yang dialami pasien sudah mencapai lebih dari 2/3 stroma kornea, untuk itu diperlukan terapi agresif agar tidak terjadi perforasi pada kornea pasien. Oleh karena itu, dapat dilakukan keratoplasty lamellar tectonik.
Daftar Pustaka 1. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4 th ed. New Delhi: New Age International (P) Limited Publisher; 2007. 260-2 2. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systemic approach [ebook]. 7 th ed. USA: Saunders Elsevier. 2011 3. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys general ophthalmology [ebook]. 17 th ed. USA: The McGrawHill Company; 2007.
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis