Anda di halaman 1dari 15

DESAIN PEMBELAJARAN PAI

A. Pengertian Desain Pembelajaran


Desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk
membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik.
Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan
pembelajaran, dan merancang perlakuan berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi.
Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan
dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas. Hasil dari
pembelajaran ini dapat diamati secara langsung dan dapat diukur secara ilmiah atau benar-benar
tersembunyi dan hanya berupa asumsi.
Desain Pembelajaran menurut Istilah dapat didefinisikan:
1. Menurut Reigeluth Desain pembelajaran adalah Proses untuk menentukan metode pembelajaran
apa yang paling baik dilaksanakan agar timbul perubahan pengetahuan dan ketrampilan pada diri
pemelajar ke arah yang dikehendaki.
2. Menurut Briggs Desain pembelajaran adalah Rencana tindakan yang terintegrasi meliputi
komponen tujuan, metode dan penilaian untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan.
3. Menurut Seels dan Richey Desain pembelajaran adalah Proses untuk merinci kondisi untuk belajar,
dengan tujuan makro untuk menciptakan strategi dan produk, dan tujuan mikro untuk menghasilkan
program pelajaran atau modul.

B. Fungsi Desain Pembelajaran
Fungsi perencanaan dan desain pembelajaran adalah:
Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat
dalam kegiatan.
Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun murid
Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketetapan
dan kelambatan kerja.
Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.
Menghemat waktu, tenaga, alat dan biaya.
Meningkatkan kemampuan Pembelajar (instruktur, guru, widya iswara, dosen, dan lain-
lain).
Menghasilkan sumber belajar.
Mengembangkan sistem belajar mengajar.
Mengembangkan Organisasi menjadi organisasi belajar.

C. Komponen Utama Desain Pembelajaran
Komponen utama dari desain pembeajaran adalah
Pembelajar (pihak yang menjadi fokus) yang perlu diketahui meliputi; karakteristik mereka,
kemampuan awal dan pra syarat.
Tujuan Pembelajaran (umum dan khusus) Adalah penjabaran kompetensi yang akan
dikuasai oleh pembelajar.
Analisis Pembelajaran, merupakan proses menganalisis topik atau materi yang akan
dipelajari
Strategi Pembelajaran, dapat dilakukan secara makro dalam kurun satu tahun atau mikro
dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar.
Bahan Ajar, adalah format materi yang akan diberikan kepada pembelajar
Penilaian Belajar, tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi yang sudah dikuasai
atau belum.

D. Model - Model Desain Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar yang memper-hatikan pola
pembelajaran tertentu, hal ini sesuai dengan pendapat Briggs (1978:23) yang menjelaskan model
adalah seperangkat prosedur dan berurutan untuk mewujudkan suatu proses dengan demikian
model pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan proses
pembelajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses
komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa, siswa dengan
siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk
komunikasi yang dapat diterima, dipahami dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam
proses pembelajaran sehingga menunjukkan adanya perolehan, penguasaan, hasil, proses atau
fungsi belajar bagi si peserta belajar.
Joyce (2000) mengemukakan ada empat rumpun model pembelajaran yakni:
1) rumpun model interaksi sosial, yang lebih berorientasi pada kemampuan memecahkan berbagai
persoalan sosial kemasyarakat.
2) Model pemorosesan informasi, yakni rumpun pembelajaran yang lebih berorientasi pada pengusaan
disiiplin ilmu.
3) Model pengembangan pribadi, rumpun model ini lebih berorientasi pada pengembangan
kepribadian peserta belajar. Selanjutnya model
4) Behaviorism Joyce (2000:28) yakni model yang berorientasi pada perubahan prilaku.
Beberapa model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil
pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), diantaranya adalah: model classroom meeting,
cooperative learning, integrated learning, constructive learning, inquiry learning, dan quantum
learning.
a. Model Classroom Meeting.
Karakteristik PAI salah satunya adalah untuk menghantarkan peserta didik agar memiliki
kepribadian yang hangat, tegas dan santun. Model pertemuan tatap muka adalah pola belajar
mengajar yang dirancang untuk mengembangkan pemahaman diri sendiri, dan rasa tanggung jawab
pada diri sendiri dan kelompok. Strategi mengajar model ini mendorong siswa belajar secara aktif.
Kelemahan model ini terletak pada kedalaman dan keluasan pembahasan materi, karena lebih
berorientasi pada proses, sedangkan PAI di samping menekankan pada proses tetapi juga
menekankan pada penguasan materi, sehingga materi perlu dikaji secara mendalam agar dapat
dipahami dan dihayati serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
b. Model Cooperative Learning.
Untuk mengembangkan kemampuan bekerja sama dan memecahkan masalah dapat
menggunakan model cooperative learning. Model ini dikembangakan salah satunya oleh Robert E.
Slavin (Johnson, 1990). Model ini membagi siswa dalam kelompok-kelompok diskusi, di mana satu
kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang, masing-masing kelompok bertugas
menyelesaikan/memecahkan suatu permasalahan yang dipilih.. Beberapa karakteristik pendekatan
cooperative learning, antara lain:
1) Individual Accountability, yaitu; bahwa setiap individu di dalam kelompok mempunyai tanggung
jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, sehingga keberhasilan
kelompok sangat ditentu-kan oleh tanggung jawab setiap anggota.
2) Social Skills, meliputi seluruh hidup sosial, kepekaan sosial dan mendidik siswa untuk
menumbuhkan pengekangan diri dan pengarahan diri demi kepentingan kelompok. Keterampilan
ini mengajarkan siswa untuk belajar memberi dan menerima, mengambil dan menerima tanggung
jawab, menghor-mati hak orang lain dan membentuk kesadaran sosial.
3) Positive Interdependence, adalah sifat yang menunjukkan saling keter-gantungan satu terhadap
yang lain di dalam kelompok secara positif. Keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh peran
serta anggota kelompok, karena siswa berkolaborasi bukan berkompetensi.
4) Group Processing, proses perolehan jawaban permasalahan dikerjakan oleh kelompok secara
bersama-sama.
Langkah-langkahnya:
Guru merancang pembelajaran, mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin
dicapai dalam pembelajaran.
Dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang lembar observasi kegiatan dalam belajar
secara bersama-sama dalam kelompok kecil.
Dalam melakukan observasi kegiatan siswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa baik secara
individual maupun kelompok, dalam pemahaman materi maupun mengenai sikap dan perilaku
siswa selama kegiatan belajar.
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya.
c. Model Integrated Learning.
Hakikat model pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan
menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Pembelajaran
terpadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik/tema menjadi
pengendali di dalam kegiatan belajar sekaligus proses dan isi berbagai disiplin ilmu/mata
pelajaran/pokok bahasan secara serempak dibahas. Konsep tersebut sesuai dengan beberapa tokoh
yang mengemukakan tentang model pembelajaran terpadu seperti berikut ini:
Rancangan pembelajaran terpadu secara eksplisit merumuskan tujuan pembelajaran. Dampak dari
tujuan pengajaran dan pengiringnya secara langsung dapat terlihat dalam rumusan tujuan tersebut.
Pada dampak penggiring umumnya, akan membuahkan perubahan dalam perkembangan sikap dan
kemampuan berfikir logis, kreatif, prediktif, imajinatif. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1996/1997:3).
Ciri-ciri pembelajaran terpadu:
Holistik, suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam dalam pembelajaran terpadu dikaji dari
beberapa bidang studi/pokok bahasan sekaligus untuk memahami fenomena dari segala sisi.
Bermakna, keterkaitan antara konsep-konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep yang
dipelajari dan diharapkan siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan
masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupannya.
Aktif, pembelajaran terpadu dikembangkan melalui pendekatan diskoveri inkuiri. Siswa terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran, yang tidak secara langsung dapat memotivasi siswa untuk
belajar.
d. Model Constructivist Learning.
Model konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang
menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik
kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri (self-regulation). Dan
akhirnya proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari
hasil interaksi dengan lingkungannya (Bell, 1993:24, Driver & Leach, 1993:104).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam merancang model pembelajaran
konstruktivisme adalah:
1) Mengakui adanya konsep awal yang dimiliki siswa melalui pengalaman sebelumnya.
2) Menekankan pada kemampuan minds-on dan hands-on.
3) Mengakui bahwa dalam proses pembelajaran terjadi perubahan konsep-tual.
4) Mengakui bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif.
5) Mengutamakan terjadikan interaksi social.
e. Model Inquiry Learning.
Model inkuiri dapat dilakukan melalui tujuh langkah yaitu:
1) merumuskan masalah
2) merumuskan hipotesis.
3) mendefinisikan istilah (konseptualisasi).
4) mengumpulkan data.
5) penyajian dan analisis data.
6) menguji hipotesis.
7) memulai inkuiri baru. James Bank (dalam Suniti, 2001: 58).
f. Model Quantum Learning.
Quantum Learning merupakan pengubahan berbagai interaksi yang ada pada momen
belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar yang efektif yang mempengaruhi
kesuksesan siswa. (De Potter, 1999:5) Dari kutipan tersebut diperoleh pengertian bahwa
pembelajaran quantum merupakan upaya pengorgani-sasian bermacam-macam interaksi yang ada
di sekitar momen belajar.
Pembelajaran quantum memiliki banyak unsur yang menjadi faktor pengalaman belajar.
Unsur itu dibagi menjadi dua kategori yaitu Konteks dan Isi. Kerangka Rancangan Pembelajaran
Quantum:
1) Tumbuhkan minat dengan selalu mengarahkan siswa terhadap pemahaman tentang apa manfaat
setiap pelajaran bagi diri siswa.
2) Alami: Buatlah pengalaman umum yang dapat di mengerti oleh semua siswa.
3) Namai: Guru harus menyediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebagai masukan.
4) Demonstrasikan: Sebaiknya guru menyediakan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan apa
yang mereka sudah ketahui.
5) Ulangi: Guru harus menunjukkan cara mengulangi materi dan menegas-kan Aku Tahu Bahwa
Aku Memang Tahu.
6) Rayakan: Guru harus memberikan pengakuan terhadap setiap penyele-saian, partisipasi dan
pemerolehan keterampilan dan pengetahuan siswa.
Adapun model lainnya adalah:
a. Model ROPES. ( Review, Overview, Presentation, Exsercise, Summary) dengan langkah-
langkah sebagai berikut.
1. Review, kegiatan ini dilakukan dalam waktu 1 sampai 5 menit, yakni mengukur kesiapan siswa
untuk mempelajari bahan ajar dengan melihat pengalaman sebelumnya yang sudah dimiliki oleh
siswa dan diperlukan sebagai prerequisite unuk memahami bahan yang disampaikan hari itu.
2. Overview, sebagai mana review, overview dilakukan tidak terlalu lama yaitu berkisar antara 2
samapai 5 menit, guru menjelaskan program pembelajaran yang akan dilaksanakan pada hari itu
dengan menyampaikan isi secara singkat dan strategis yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan pada siswa untuk menyampaikan
pandangannya sehingga siswa merasa senang dan merasa dihargai keberadaannya.
3. Presentation, tahap ini adalah merupakan inti dari proses kegiatan belajar mengajar, karena disini
guru sudah tidak memberikan penjelasan-penjelasan singkat, akan tetapi sudah masuk pada proses
telling shoing dan doing. Proses tersebut sangat diperlukan untuk meningkatkan daya serap dan
daya ingat siswa tentang pelajaran yang mereka dapatkan.
4. Exsercise, yakni suatu proses untuk memberikan kesempatan kepada siswa mempraktekkan apa
yang telah mereka pahami. Hal ini di maksudkan untuk memberikan pengalaman langsung kepada
siswa sehingga hasil yang dicapai lebih bermakna.
5. Summary, dimaksudkan untuk memperkuat apa yang telah mereka fahami dalam proses
pembelajaran. Hal ini sering tertinggal oleh guru karena mereka disibukkan dengan presentase, dan
bahkan mungkin guru tidak pernah membuat Summary (kesimpulan) dari apa yang telah mereka
ajarkan. sellamarjaan.blogspot.com

Istialah desain (rekayasa) sebenarnya diambil dari lingkungan teknologi. Maka tidak heran bila
dalam proses mendesain segala sesuatu, sedikit atau banyak akan terkait dengan nuansa teknologi.
Desain secara bahasa adalah kerangka bentuk; rancangan. Secara istilah, Dewi Salma Prawiradilaga
mengatakn; desain pembelajaran adalah kisi-kiri dari penerapan teori belajar dan pembelajaran
untuk mempasilitasi proses belajar seseorang. Ia membedakan antara desain pembelajaran dengan
pengembangan. Ia menyatakan bahwa pengembangan adalah penerapan kisi-kisi desain dilapanan
kemudian setelah uji coba selesai, desain tersebut diperbaiki atau diperbarui sesuai dengan masukan
yang telah diperoleh. Kajian ini berdasarkan tinjuan teori belajar dan pembelajaran.
Rothwell dan Kazanas, merumuskan bahwa desain pembelajaran terkait dengan peningkatan mutu
kinerja seseorang dan pengaruhnya terhadap organisasi. Bagai mereka, peningkatan kinerja berarti
peningkatan kinerja organisasi. Desain pembelajaran dalam konteks ini, yakni melakukan kegiatan
melalui suatu model kinerja manusia, rumusan ini bermanfaat apabila desain pebelajaran diterapkan
pada suatu pusat pelatihan di organisasi tertentu.
Gagne, dkk. Megembangkan konsep desain pembelajaran dengan menyatakan bahwa desain
pembalajaran memantu proses belajar seseorang, dalam proses belajar itu sendiri memiliki tahapan
janka pendek (segera harus dilakukan) dan jangka panjang. Mereka percaya proses belajar terjadi
karena adanya kondiri-kondisi belajar baik internal maupun eksternal. Kondisi internal adalah
kemampuan dan kesiapan diri peserta didik, sedang kondisi eksternal adalah pengaturan lingkungan
yang didesain, penyiapan kondisi eksternal belajar inilah yang disebut oleh mereka sebagai desain
pembelajaran. Untuk itu, desain pembelajaran haruslah sistematis, dan menerapkan konsep
pendekatan sistem agar berhasil meningkatkan mutu kinerja seseorang, mereka percaya bahwa
proses belajar yang terjadi secara internal, dapat ditumbuhkan, diperkaya jika faktor eksternal dapat
didesain dengan efektif.
Reiser, mengemukakan bahwa desain pembelajaran berbentuk rangkaian prosedur sebagai suatu
sistem untuk mengembangkan program pendidikan dan pelatihan dengan konsisten dan teruji.
Desain pembelajaran juga sebagai proses yang rumit tapi kreatif, aktif, dan berulang-ulang. Definisi
ini berakna sistem pelatihan yaitu pendidikan di organisasi, serta proses yang teruji dan dapat dikaji
ulang penerapannya.
Dick and Carey, pakar teknologi pendidikan ini menegaskan penggunaan konsep pendekatan sistem
sebagai landasan pemikiran suatu desain pembelajaran umumnya pendekjatan sistem terdiri atas
analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Desain pembelajaran mencakup
seluruh proses yang dilaksanakan pada pendekatan sistem. Teori belajar, teori evaluasi dan teori
pembelajaran merupakan teori-teori yang melandasi desain pembelajarn.
Pendapat-pendapat di atas meskipun berbeda tapi memiliki prinsip dan semangat yang sama yakni,
desain pembelajaran adalah suatu kegiatan untuk mengantisipasi keadaan yang akan datang dengan
menghitung atau mengalisis secara cermat segala kemungkinan dan mengarahkan pada suatu tujuan
yang dikehendaki. Oleh karena itu, dalam mendesain suatu objek, diperlukan pertimbangan secara
komprehensip, sistematik, empirik, dan akurat. Dengan demikian dibutuhkan data yang akurat dan
dapat dipercaya.
Referensi Makalah
Kepustakaan:
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesi, Edisi 3, (Jakarta: Balai pustaka,
2001). Dewi Salma Prawiradilaga, Prinsip Disain Pembelajaran Instructional Design Principels,
(Cet. 2, Jakarta: Kencana, 2008). Ngainum Naim dan H. Achmad Patoni, Materi Penyusunan
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (MPDP-PAI), (Cet., Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007). Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (cet. 12, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2000).
www.referensimakalah.com

1. Pengertian Desain Pembelajaran
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional system development) dan desain
instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan
secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara desain
dan pengembangan. Kata desain berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana
pendahuluan. Sedang Pengembangan berarti membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan
sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif dan sebagainya.[1]
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai disiplin,
sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas
berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembengan pembelajaran dan
pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi
pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas
pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai
tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem
pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu
belajar. Desain pembelajaran sebagai proses. merupakan pengembangan sistematis tentang
spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin
mutu pembelajaran.
Desain pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar serta
sistem penyampaiannya. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan bahan dan kegiatan
pembelajaran, uji coba dan penilaian bahan, serta pelaksanaan kegiatan pembelajarannya. Untuk
memahami lebih jauh tentang teori dan aplikasi desain pembelajaran.[2]
Desain Pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk
membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik.
Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, rumusan tujuan pembelajaran
dan merancang perlakuan berbasis media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini
berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi
hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas.
1. C. Model-Model Pengembangan Desain
1. Model Pengembangan Pembelajaran Menurut Dick & Carey
Perancangan pengajaran menurut sistem pendekatan model Dick & Carey, dikembangkan oleh
Walter Dick & Lou Carey. Menurut pendekatan ini terdapat beberapa komponen yang akan dilewati
di dalam proses pengembangan dan perancangan tersebut yang berupa urutan langkah-langkah.
Urutan langkah-langkah ini tidaklah kaku. Tetapi sebagaimana ditunjukkan Dick & Carey, bahwa
telah banyak pengembang perangkat yang mengikuti urutan secara ajek dan berhasil
mengembangkan perangkat yang efektif.
Adapun urutan perancangan dan pengembangan model ini adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi tujuan pengajaran (Identity Instructional Goals)
2. Melakukan analisis instruksional (Conducting a Goal Analysis)
3. Mengidentifikasi tingkah laku awal/karakteristik siswa (identity Entry Behaviours,
Characteristic)
4. Merumuskan tujuan kinerja (Write performance Objectives)
5. Pengembangan tes acuan patokan (Develop-criterian-referenced test items)
6. Pengembangan strategi pengajaran (Develop Instructional Strategy)
7. Pengembangan atau memilih pengajaran (Develop and Select Instructional Materials)
8. Merancang dan melaksanakan evaluasi formatif (Design and Conduct Formative
Evaluation)
9. Menulis perangkat (Design and Conduct Summative Evaluation)
10. Revisi pengajaran (Instructional Revitions).[3]








1. Model Pengembangan Perangkat Four-D Model
Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan yaitu Define, Design, Develop, dan Disseminate atau
diadaptasikan menjadi model 4-D, yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan
penyebaran atau disingkat menjadi 4-P. Hal ini sesuai dengan gambar di bawah ini:
Tahap I: Define(Pendefinisian)
Tahap define adalah tahap untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran.
Tahap define ini mencakup lima langkah pokok, yaitu analisis ujung depan (front-end analysis),
analisis siswa (learner analysis), analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis)
dan perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives).
1. Analisis Ujung Depan (front-end analysis)
2. Perumusan Tujuan Pembelajaran (specifying instructional objectives)
Tahap II: Design (Perancangan)
Tahap perancangan bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran. Empat langkah yang harus
dilakukan pada tahap ini, yaitu: (1) penyusunan standar tes (criterion-test construction), (2)
pemilihan media (media selection) yang sesuai dengan karakteristik materi dan tujuan
pembelajaran, (3) pemilihan format (format selection), yakni mengkaji format-format bahan ajar
yang ada dan menetapkan format bahan ajar yang akan dikembangkan, (4) membuat rancangan
awal (initial design) sesuai format yang dipilih. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan tes acuan patokan (constructing criterion-referenced test)
2. Pemilihan media (media selection)
3. Pemilihan format (format selection)
4. Rancangan awal (initial design)
Tahap III: Develop (Pengembangan)
Tahap pengembangan adalah tahap untuk menghasilkan produk pengembangan yang dilakukan
melalui dua langkah, yakni: (1) penilaian ahli (expert appraisal) yang diikuti dengan revisi, (2) uji
coba pengembangan (developmental testing).
Tujuan tahap pengembangan ini adalah untuk menghasilkan bentuk akhir perangkat pembelajaran
setelah melalui revisi berdasarkan masukan para pakar ahli/praktisi dan data hasil ujicoba. Langkah
yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1. Validasi ahli/praktisi (expert appraisal)
2. Uji coba pengembangan (developmental testing)
Tahap IV: Disseminate(Penyebaran)
Proses diseminasi merupakan suatu tahap akhir pengembangan. Tahap diseminasi dilakukan untuk
mempromosikan produk pengembangan agar bisa diterima pengguna, baik individu, suatu
kelompok, atau sistem. Produsen dan distributor harus selektif dan bekerja sama untuk mengemas
materi dalam bentuk yang tepat.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam melakukan diseminasi adalah: (1) analisis
pengguna, (2) menentukan strategi dan tema, (3) pemilihan waktu, dan (4) pemilihan media.
1. Analisis Pengguna
2. Penentuan strategi dan tema penyebaran
3. Waktu
4. Pemilihan media penyebaran
Untuk kepentingan diseminasi ini, Thiagarajan, dkk menetapkan kriteria keefektifan diseminasi,
yaitu
1. Clarity. Information should be clearly stated, with a particular audience in mind.
2. Validity. The information should present a true picture.
3. Pervasiveness. The information should reach all of the intended audience.
4. Impact. The information should evoke the desire response from intended audience.
5. Timeliness. The information should be disseminated at the most opportune time.
6. Practicality. The information should be presented in the form best suited to the scope of the
project, considering such limitations as distance and available resources.
Untuk kepentingan penelitian, model pengembangan Thiagarajan, dkk (1974) yang ditetapkan di
atas perlu disesuaikan dengan rancangan penelitian dalam batasan rasional.[4]
1. Model Desain Pembelajaran Wong dan Roulerson
Wong dan Roulerson mengemukakan 6 langkah pengembangan desain intruksional yaitu:
1. Merumuskan tujuan
2. Menganalisis tujuan tugas belajar
3. Mengelompokkan tugas-tugas belajar dan memilih kondisi belajar yang tepat.
4. Memilih metode dan media
5. Mensintesiskan komponen-komponen pembelajaran
6. Melakasanakan rencana, mengevaluasi dan memberi umpan balik.

1. Model Pengembangan Desain Sistem Intruksional PPSI
PPSI mengandung pengertian bahwa PPSI menggunakan pendekatan sistem dimana pembelajaran
adalah suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dari seperangkat komponen yang saling
berhubungan dan bekerjasama satu sama lain secara fungsional dan terpadu dalam rangka mencapai
tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian PPSI adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan
pembelajaran sebagai suatu sistem dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara
efektif dan efisien.[5] Model pengembangan intruksional PPSI ini memiliki 5 langkah pokok yaitu:
1. Perumusan tujuan/kompetensi
Merumuskan tujuan/kompetensi beserta indikator ketercapaiannya yang harus memenuhi 4 kriteria
sebagai berikut:
1) Menggunakan istilah yang operasional
2) Berbentuk hasil belajar
3) Berbentuk tingkah laku
4) Hanya satu jenis tingkah laku
1. Pengembangan alat penilaian
1) Menentukan jenis tes/intrumen yang akan digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan
2) Merencanakan pertanyaan (item) untuk menilai masing-masing tujuan
1. Kegiatan belajar
1) Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
2) Menetapkan kegiatan belajar yang tak perlu ditempuh
3) Menetapkan kegiatan yang akan ditempuh
1. Pengembangan program kegiatan
1) Merumuskan materi pelajaran
2) Menetapkan model yang dipakai
3) Alat pelajaran/buku yang dipakai
4) Menyusun jadwal

1. Pelaksanaan
1) Mengadakan pretest
2) Menyampaikan materi pelajaran
3) Mengadakan posttest
4) Perbaikan
1. Model J.E. Kemp
Menurut Kemp (1977) pengembangan intruksional atau desain intruksional itu terdiri dari 8 langkah
yaitu:
1. Menentukan tujuan intruksional umum (TIU) atau Standar Kompetensi.
2. Menganalisis karakteristik peserta didik
3. Menentukan TIK atau Kompetensi Dasar.
4. Menentukan materi pelajaran
5. Menetapkan penjajagan awal (pre test)
6. Menentukan strategi belajar mengajar
7. Mengkoordinasi sarana penunjang, yang meliputi tenaga fasilitas, alat, waktu dan tenaga.
8. Mengadakan evaluasi.
9. Model Briggs
Model pengembangan intruksional Briggs ini bersandarkan pada prinsip keselarasan antara 1)
tujuan yang akan dicapai, 2) strategi untuk mencapainya, dan 3) evaluasi keberhasilannya. Langkah
pengembangan dimaksud dirumuskan kedalam 10 langkah pengembangan yaitu:
1. Identifikasi kebutuhan/penentuan tujuan
2. Penyusunan garis besar kurikulum/rincian tujuan kebutuhan instruksional yang telah
dituangkan dalam tujuan-tujuan kurikulum tersebut pengujiannya harus dirinci, disusun dan
diorganisasi menjadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik.
3. Perumusan tujuan
4. Analisis tugas/tujuan
5. Penyiapan evaluasi hasil belajar
6. Menentukan jenjang belajar
7. Penentuan kegiatan belajar.
8. Pemantauan bersama
9. Evaluasi formatif
10. Evaluasi sumatif

1. D. Pengembangan Desain Pembelajaran Pendidikan Islam
Dari beberapa teori yang dipaparkan di atas teori-teori tersebut mempunyai kelebihan dan juga
kelemahan masing-masing. Di sini penulis ingin mengembangkan pendidikan islam yang sesuai
dengan teori yang diajarkan oleh Four-D Model
Pengembangan model pembelajaran yang berpijak pada pandangan konstruktivisme berbeda
dengan pandangan behaviorisme (misalnya model Dick dan Carey). Model pengembangan
pembelajaran yang konstruktivis memiliki beberapa karakteristik, diantaranya (1) proses
pengembangan pembelajaran bersifat recursive, non-linier, dan tidak ada kepastian(chaos), (2)
desain bersifat reflektif dan kolaboratif, (3) tujuan muncul dari pekerjaan desain dan
pengembangan, (4) pembelajaran menekankan pada belajar dalam konteks yang bermakna, (5)
evaluasi formatif menentukan, dan (6) data subyektif lebih bernilai.
1. Define focus
Define focus dilakukan dengan cara membentuk tim pengembang (team partisipatory). Tugas tim
ada 3, yakni (1) menciptakan dan mendukung tim partisipasi, (2) melakukan pemecahan masalah
secara progresif, dan (3) mengembangkan pemahaman konstekstual.
Tim pengembang terdiri dari perwakilan pebelajar, pembelajar, desainer, seniman grafis, dan
sebagainya. Tim bekerja mulai awal pengembangan produk sampai akhir. Anggota tim bisa
melibatkan 1 -3 orang dari sudut pandang yang beragam, misalnya psikolog,. Mereka diharapkan
dapat memberikan masukan dari sudut pandang yang berbeda.[6]
Dari pembentukan team ini nantinya akan diperoleh masukan-masukan dan masalah-masalah yang
akan dihadapi. Sehingga nantinya bisa dihindari segala kemungkinan yang menjadi permasalahan.
2. Design and Development Focus
Desain dan pengembangan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, karena terkait dengan
pengembangan pronesis dan pemecahan masalah secara progresif. Ada 4 aktivitas dilakukan dalam
desain dan pengembangan ini, yakni (1) memilih lingkungan, (2) memilih format produk dan
media, (3) menentukan format penilaian, dan (4) mendesain dan mengembangan produk. Dalam
memilih lingkungan dan format media perlu memperhatikan 3 karakteristik penting yaitu power,
flexibility, and accessibility dengan 2 komponen, yakni (1) perlengkapan/peralatan desain (tools of
design), misalnya chart, video, komputer, dan lain -lain, (2) proses desain (process of design).
Prosedur evaluasi lebih menekankan pada evaluasi formatif dengan pendekatan kualitatif. Alat
pengumpul data yang diperlukan menggunakan metode observasi dan dukumentasi.
3. Dissemination Focus
Sebagaimana model sistem desain pembelajaran pada umumnya, fokus desiminasi terdiri dari 4
kegiatan yakni (1) evaluasi, (2) produk akhir, (3) difusi, dan (4) adopsi. Pada tahap ini produk
pengembangan digunakan pembelajaran di sekolah/kampus dalam kelas yang sebenarnya. Perlu
ditegaskan bahwa produk hasil pengembangn mungkin hanya cocok untuk konteks lokal,
bukanuntuk semua konteks pembelajaran
Dalam evaluasi, data-data yang dikumpulkan adalah data kualitatif. Variabel-variabel yang diangkat
lebih banyak bersifat kontekstual (ruang, waktu, kasus, masalah, materi) sehingga produk hasil
pengembangan tidak dapat digeneralisasikan untuk semua latar (setting). Kerja yang berubah-ubah
inilah kunci kesulitan dalam merancang pembelajaran konstruktivistik..[7]


1. E. Kesimpulan

1. 1. Desain Pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi
dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru
dan peserta didik
2. Dalam bidang pendidikan desain pendidikan berkenaan dengan kurikulum, konseling,
administrasi, evaluasi, dan pembelajaran. Kurikulum terutama berkenaan dengan apa yang
akan diajarkan, sementara pembelajaran adalah bagaimana mengajarkannya.
3. 3. Dalam desain pembelajaran terdapat banyak model desain diantaranya:
1. a. Walter Dick & Lou Carey..
2. Model Pengembangan Perangkat Four-D Model
3. Model Desain Pembelajaran Wong dan Roulerson
4. Model Pengembangan Desain Sistem Intruksional PPSI
5. Model J.E. Kemp
6. Model Briggs
4. Dalam pengembangan desain pembelajaran pendidikan Islam ini lebih cocok menggunakan
teori Dick & Carey dengan beberapa pertimbangan diantaranya:
1. Setiap langkah jelas, sehingga dapat diikuti
2. teratur, Efektif dan Efisien dalam pelaksanaan
3. Merupakan model atau perencanaan pembelajaran yang terperinci, sehingga mudah
diikuti
4. Adanya revisi pada analisis instruksional, dimana hal tersebut merupakan hal yang
sangat baik, karena apabila terjadi kesalahan maka segera dapat dilakukan perubahan
pada analisis instruksional tersebut, sebelum kesalahan didalamnya ikut
mempengaruhi kesalahan pada komponen setelahnya.
Model Dick & Carey sangat lengkap komponennya, hampir mencakup semua yang
dibutuhkan dalam suatu perencanaan pembelajaran.


















DAFTAR RUJUKAN

Harjanto, Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
http://zuhairistain.blogspot.com/2009/04/pengertian-desain-pembelajaran_16.html diakses pada
tanggal
Walter Dick & Lou Carey, The Systematic design of Intrustion, Boston: Library of Congress
Cataloging-in-Publication Data, 1937.
Thiagarajan, S., Semmel, D. S & Semmel, M. I. 1974. Instructional Development for Training
Teachers of Expectional Children. Minneapolis, Minnesota: Leadership Training Institute/Special
Education, University of Minnesota.
Gagne, Robert,M. The Conditions of Learning, Holt,

Anda mungkin juga menyukai