Anda di halaman 1dari 5

B

iasanya, rumah berpagar hijau


itu selalu dalam keadaan
tertutup. Pintu rumah hanya
akan dibuka ketika hendak
dibersihkan atau jika ada pengunjung
yang sesekali datang. Mereka yang
datang umumnya tertarik dengan
cerita-cerita tentang tokoh yang
pernah hidup dan tinggal di
dalamnya.

“Ini kamar Pak Cokro, dan yang


disebelahnya itu adalah kamar Pak
Karno,” kata Emma Nadima
Simbolon, 52 tahun, penjaga dan
pengelola rumah, sembari menunjuk
pada salah satu ruangan pertama di
sebelah kiri dari pintu masuk rumah.

Ya, ternyata rumah berpagar hijau itu


adalah kepunyaan seorang Pahlawan
Nasional, dan pemrakarsa pendirinya
Sarekat Islam, Haji Oemar Said (HOS)
Cokroaminoto.

Dengan luas lebih-kurang 9 meter x


13 meter, HOS Cokroaminoto
bersama isterinya, RA Suharsikin
tinggal di rumah di jalan Peneleh
VII/29-31, Surabaya.

Pria kelahiran desa Bakur, Madiun,


melanjutkan pendidikannya di sibuk bepergian ke luar kota untuk itu bernasib serupa. Sepi dan tak
Jawa Timur, 16 Agustus 1883 silam itu
Hoogere Burgelijks School (H.B.S). mengurusi niaga, rumah itu kemudian terurus karena pemiliknya jarang
pindah beserta isterinya ke Surabaya
dibeli oleh seorang saudagar yang menempati.
pada 1905. Disamping untuk bekerja Menurut penuturan Emma, rumah itu berketurunan Arab. Namun, karena ia
pada sebuah perusahaan dagang, ia awalnya milik seorang saudagar etnis Hingga pada akhirnya, dengan alasan
juga seorang saudagar yang super
juga Cina. Akibat jarang ditempati, yang sama, rumah itu kembali dijual.
sibuk, rumah
Namun, kali ini sang pembelinya semata, akan tetapi Cokroaminoto, pandangannya dalam politik agar mereka akan menjadi estafet
adalah seorang bangsawan berdarah dibantu sang isteri, menjadikan terlepas dari kungkungan penjajahan perjuangannya untuk kemerdekaan
biru, putra kedua dari raden Mas rumah itu sebagai indekos bagi kolonial Belanda. bangsa Indonesia.
Cokro Amiseno, yang bernama HOS pelajar-pelajar di Hoogere Burgelijks
Cokroaminoto. School (H.B.S). Rumah itu pun disulap Berangkat dari rumah itu HOS, selain Sejumlah tokoh nasional yang pernah
menjadi pesantren mungil untuk sebagai pimpinan Sarekat Islam, juga indekos di sana adalah: Kusno
Rumah mungil tipikal bangunan khas menggembleng para santrinya telah menjadi guru dan tauladan bagi Sosrodihardjo alias Sukarno,
jawa itu kemudian tak hanya dengan ilmu-ilmu agama, gagasan- murid-muridnya. Dengan tekun serta Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, Tan
berfungsi sebagai tempat tinggal gagasan serta pandangan- penuh perhatian, HOS berharap Malaka, Semaun, Muso serta Alimin.

Bahkan, pada akhirnya HOS


menjodohkan putrinya, Siti Utari
Cokroaminoto dengan murid
kesayangannya, Sukarno di tahun
1921, meskipun pernikahan itu tak
bertahan lama dan harus berakhir
pada 1923.

Perbedaan latar belakang ideologi


dan cara tafsir para murid terhadap
ajaran-ajaran serta ide-ide HOS pada
puncaknya menimbulkan perselisihan
dan perseteruan diantara mereka. Hal
itu juga sekaligus menjadi warna
tersendiri bagi perjalanan para
tokoh-tokoh itu dalam catatan
sejarah perjuangan di Indonesia
nantinya.

Soekarno telah menjadi seorang yang


Nasionalis, Kartosoewirjo yang teguh
pada Islam konservatif, Semaun-
Darsono menjadi sosok yang Sosialis,
serta Muso-Alimin berubah paham
menjadi komunis.
Rumah itu juga menjadi saksi bisu Bagian-bagian dinding rumah yang
peristiwa besar dalam catatan cuil mulai ditambal. Bahkan plafon
panjang sejarah perjuangan bangsa dari anyaman bambu yang rusak dan
ini. Melalui pergerakan yang dimotori bolong dimakan sejarah juga akan
HOS, Sarekat Islam – sebelumnya diganti dengan yang baru.
Sarekat Dagang Islam,
bermetamorfosis menjadi Partai Hal yang demikian itu memang sudah
Sarekat Islam Indonesia pada 1912. sepantasnya dilakukan oleh
pemerintah kota Surabaya. Dan juga
Mengingat banyaknya peristiwa dibutuhkan kesadaran serta
bersejarah yang bermula dari rumah partisipasi masyarakat, agar bangsa
itu, tak heran jika sejak 1996, sesuai ini tidak dengan mudah lupa akan
dengan SK Walikota Surabaya, SK. No. jasa para pahlawannya.
188.45251/402.1.04/1996 Nomor
urut 55, rumah tersebut telah “Bangsa yang besar adalah bangsa
ditetapkan sebagai salah satu yang menghormati jasa
bangunan cagar budaya yang harus pahlawannya.” pidato Presiden
dijaga dan dilestarikan. Sukarno pada Hari Pahlawan 1961.

Anda mungkin juga menyukai