PAPER
PENGELOLAAN EKOSISTEM WILAYAH PESISIR
KERUSAKAN TERUMBU KARANG DILIHAT DARI SEGI
EKONOMI, MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN SERTA FAKTOR
PENYEBABNYA
Oleh :
I Kadek Ardi Putra
(1391261020)
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, atas segala karunia dan perkenan-Nya, sehingga dapat terselesaikan paper yang
berjudul Kerusakan Terumbu Karang Dilihat Dari Segi Ekonomi, Masyarakat Dan
Lingkungan Serta Faktor Penyebabnya Selesainya paper ini disusun tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Berkenaan dengan itu perkenankan pada kesempatan ini
disampaikan ucapan terima kasih kepada Yang Terhormat,
1) Bapak Dr. Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc., selaku dosen pengampu mata kuliah
Pengelolaan Ekosistem Wilayah Pesisir, yang telah memotivasi, memberi
bimbingan, arahan, petunjuk, saran dan kritik sehingga paper ini dapat
diselesaikan.
2) Semua pihak yang telah membantu selesainya paper, terutama rekan-rekan
mahasiswa angkatan 2013 di Program Studi Magister Ilmu Lingkungan
Universitas Udayana.
Demikianlah paper ini saya susun, semoga paper ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, terima kasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................
2.2...................................................................................................................
Wilayah Pesisir...............................................................................................
12
ii
15
12
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
........................................................................................
20
4.2. Saran........................................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
Pengelolaan Ekosistem Wilayah Pesisir
KAJIAN PUSTAKA
Salinitas air laut sekitar 27-40 %n pada laut-laut dimana banyak sungai
yang bermuara tidak dijumpai terumbu karang.
Air lautnya jernih, pada laut-laut yang airnya banyak mengandung lumpur
atau pasir maka hewan karang mengalami kesulitan untuk membersihkan
diri.
Substrat yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk peletakan
planula yang akan membentuk koloni baru.
Formasi terumbu karang pada umumnya dapat diklompokan atas fringing
reef (terumbu karang pantai), barrier reef (terumbu karang penghalang) dan atol
(pulau karang yang melingkar).
a. Fringing reef (terumbu karang pantai), terdapat di sepanjang pantai yang
mempunyai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Pertumbuhan yang terbaik
terdapat di daerah yang menerima pukulan ombak. Sebaran terumbu karang
di Indonesia lihat peta.
b. Barrier reef (terumbu karang penghalang), berada jauh dari pantai dan
dipisahkan oleh goba (lagoon) yang dalamnya sekitar 40 - 75 meter.
Kedalaman maksimuin dimana karang biasa hidup. Contoh terumbu karang
penghalang yang terdapat di Indonesia adalah Terumbu Karang Penghalang
Sunda Besar (Great Sunda Barrier Reef) yang terletak di selat Makasar di
sebelah Tenggara Kalimantan, sepanjang tepian paparan Sunda dengan
panjang sekitar 500 km. Umumnya berada sedikit di bawah permukaan laut.
Terumbu karang yang sangat terkenal adalah the Great Barrier Reef terdapat
di sebelah Timur Laut Australia dengan panjang sekitar 2.500 km.
wilayah pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia
bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
Apabila ditinjau dari garis pantai {coast line), maka wilayah pesisir mempunyai
dua macam batas (boundaries) yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore)
dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross shore).
Untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah darat suatu wilayah pesisir
ditetapkan dalam dua macam, yaitu wilayah perencanaan (planning zone) dan
batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan keseharian
(day-to-day management). Batas wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh
daerah daratan dimana terdapat kegiatan manusia (pembangunan) yang dapat
menimbulkan dampak secara nyata terhadap lingkungan dan sumberdaya di
wilayah pesisir dan lautan, sehingga batas wilayah perencanaan lebih luas dari
wilayah pengaturan.
Dalam day-to-day management, pemerintah atau pihak pengelola memiliki
kewenangan penuh untuk mengeluarkan atau menolak izin kegiatan pembangunan.
Sementara itu, bila kewenangan semacam ini berada di luar batas wilayah
pengaturan (regulation zone), maka akan menjadi tanggung jawab bersama antara
instansi pengelola wilayah pesisir dalam regulation zone dengan instansi/lembaga
yang mengelola daerah hulu atau laut lepas.
BAB III
PEMBAHASAN
para nelayan yang mengalami penurunan sebesar 4,30 ton (25,95 %) pada
pada tahun 2006 menjadi 2,47 ton (14,91 %) pada tahun 2010.
3.3.
Kajian
Potensi
Kerusakan
Terumbu
Karang
dan
Alternatif
Tujuan dari kajian dalam jurnal ini adalah untuk mengetahui kondisi terkini
kondisi terumbu karang di perairan Sanur serta mengkaji potensi kerusakan yang
terjadi selama ini dengan membandingkan hasil monitoring yang telah dilakukan
pada beberapa tahun yang lalu di lokasi yang sama dengan metoda yang sama,
untuk selanjutnya dilakukan sebagai upaya peningkatan kualitas dan alternative
pemecahan apabila terjadi penurunan kualitas ekosistem terumbu karang
Metodologi penelitian dilakukan dengan tiga metode yaitu Metode
Inventarisasi Kondisi Terumbu Karang, Metode Visual Census ikan karang, dan
Metode Analisis Data
Critical review dari Jurnal tersebut adalah :
1. Dari hasil pemantauan pada stasiun 1 dari jurnal ini menjelaskan terumbu
karang masih dalam status baik dengan prosentase lebih dari 50 % baik
pada kedalaman 3 meter maupun 8 meter, walaupun dalam status kondisi
baik pada kisaran terendah (54,1 % - 57,7%). Hasil ini tidak ajuh beda dari
hasil pengamatan pada tahun lalu. Walaupun masih terdapat karang mati
yang ditumbuhi dengan alga (Dead Coral with Algae) pada kedalaman 8
meter, namun kematian karang yang lebih banyak disebabkan oleh
predator alami yakni dimakan oleh ikan ini tidak terlalu mengancam
keberadaan karang. Kondisi prosentase karang hidup pada lokasi ini
dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2003 adalah 31,26 hingga 37 %
kondisi ini kemungkinan masih terpengaruh oleh aktivitas pekerjaan
Pengamanan Pantai Bali yang berlokasi di Sanur, dengan kondisi pada
tahun 2009 pada kedalaman 3 meter berkisar antara 30,5 % hingga 53,3 %
sedang pada kedalaman 8 meter berkisar antara 37,42 % hingga 47,57 %.
Pada pengamatan monitoring karang tahun 2011 pada perairan dangkal 3
meter 52,28 % dan perairan dalam 8 meter mencapai 57,44 %. Hasil
monitoring tahun 2012 menunjukkan bahwa secara ekologis tidak terdapat
tekanan yang cukup berarti terhadap keberadaan karang hidup pada
perairan Sanur bagian utara, walaupun terdapat aktivitas transportasi yang
sangat intensive pada area yang berdekatan dengan lokasi ini, yakni jalur
perhubungan antar pulau yang berpusat pada area Sanur utara.
karang cukup membaik hingga mencapai 49,5 % pada perairan dangkal dan
meningkat hingga 63,2 % pada perairan dalam.
5. Kondisi terumbu karang di Serangan pernah dilakukan penelitian oleh
kelompok nelayan setempat yang didanai dari berbagai instansi/lembaga
baik pemerintah atau swasta. Pada area sebelah utara terdapat 4 (empat)
desain terumbu karang buatan yang disebut Reef Ball dan Octopus
berbentuk bola, Piramida, Sekapat dan Coral Day. Bentuk terumbu buatan
Reef Ball dan Octopus dengan patahan karang di tempelkan pada
permukaannya prosentase karang hidupnya masih tetap bertahan naik
sedikit dari tahun lalu, yakni mencapai 75%. Berdekatan dengan area ini
adalah berbentuk Piramida dengan prosentase karang hidup mencapai
60%. Karang mengalami kematian akibat piramida yang di tempatkan di
daerah pasir tertimbun pasir selain itu karang mati juga akibat terlepas dari
substratnya. Desain lain adalah bentuk Sakapat, karang hidup tetap rendah
hanya 10%. Karang mati akibat terkubur pasir dan yang ke empat adalah
terumbu karang berbentuk meja bundar dengan meletakkan karang
transplan di atas permukaan meja, tingkat keberhasilan tinggi, jumlah
karang hidup meningkat sedikit hingga 95% karang mati karena terkena
jangkar, desain ini disebut pula dengan corals day untuk mengenang saat
pelaksanaan kegiatan bertepatan dengan hari karang.
3.4. Penelitian Manfaat Langsung Terumbu Karang Di Desa Tumbak
Kabupaten Minahasa Tenggara
Desa Tumbak merupakan desa pesisir yang terletak di Kecamatan Pusomaen
Kabupaten Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara, sekitar 100 km dari Kota
Manado. Desa Tumbak mempunyai ekosistem sumber daya pesisir yang sangat penting
yakni terumbu karang dan hutan bakau. Kedua ekosistem ini merupakan yang terluas di
Kabupaten Minahasa Tenggara, luasan terumbu karang mencapai lebih dari 500 hektar
dan hutan bakau mencapai 200 hektar. Kondisi ini menempatkan Desa Tumbak sebagai
daerah yang penting untuk pengelolaan sumber daya pesisir dan untuk aktivitas ekonomi
sehubungan dengan penangkapan ikan di Kabupaten Minahasa Tenggara. Aktivitas
manusia yang merusak karang sudah jauh berkurang dalam beberapa tahun terakhir ini,
namun demikian karang yang sudah terlanjur rusak memerlukan waktu bertahun-tahun
wawancara dengan aparat desa serta rumah tangga responden. Data primer yang
dikumpulkan berupa data wawancara responden dan data ljfeform karang.
Data sekunder dikumpulkan dari pihak lain berupa laporan penelitian, laporan
dari instansi terkait, serta laporan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Proyek Pesisir,
1999) yang pernah melakukan penelitian sebelumnya. Data sekunder yang dikumpulkan
berupa: luas terumbu karang yang tercakup dalam batasan lokasi penelitian, keadaan
umum tempat penelitian, jumlah nelayan, rumah tangga nelayan, umum dan
pembudidaya, kondisi rumah, data geografis, data demografi dan data lainnya
Pada jurnal ini dijelaskan bahwa pemanfaatan terumbu karang oleh masyarakat
sekitar terlalu berlebihan
walupun dari segi ekonomi menambah pengasilan mereka atau sebagai fondasi
rumah karena berbagai alasan dan yang terutama karena meringankan mereka
dari segi dana.
2.
3.
Dari tabel Nilai Manfaat Langsung Terumbu Karang diatas dapat dijelaskan
bahwa nilai manfaat langsung penangkapan ikan karang jauh lebih besar dari
nilai manfaat langsung kontruksi. Hasil dari manfaat penangkapan ikan karang
sebesar
Rp.
4.860.000.000/tahun
sedangkan
manfaat
kontruksi
sebesar
4.
ekonomis
yang
merusak/mengambil
lebih
terumbu
tinggi
kepada
karang,
peran
masyarakat
serta
tanpa
pemerintah,
berbeda. Utara, merupakan daerah sloope, tidak ada pulau terdekat di arah
utara, substrat dominan oleh batuan besar. Timur, merupakan daerah yang
dekat dengan daerah lamun, namun substrat di stasiun ini banyak berupa
pecahan karang dan karang yang ditumbuhi alga. Selatan merupakan
daerah flat, substratnya dominan karang. Barat, berbatasan langsung
dengan Selat Makassar, namun masih merupakan daerah flat.
2.
3.
4.
5.
Stasiun III (sebelah selatan) dengan kedalaman 3-7 meter berada di antara
Pulau Kapoposang dan Pulau Papandangan. Substrat yang paling dominan
adalah dari jenis karang hidup (Life Coral) selain itu terdapat juga tutupan
dari komponen abiotik yang mendominasi. Jenis lain yaitu DCA, Alga
Selain itu terdapat juga other fauna (soft coral, sponge dan others)
6.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Kerusakan Ekosistem terumbu karang terjadi sebagai akibat pengetahuan
nelayan yang kurang memahami dampak kegiatan yang ditimbulkan, hal ini
dapat dibuktikan dengan kondisi terumbu karang di perairan desa Tongali
sebagai loksi penelitian termasuk rusak jelek hingga rusak sedang dengan
prosentase tutupan karang. Dampak yang ditimbulkan akibat kerusakan
ekosistem terumbu karang ber- pengaruh terhadap hasil penangkapan ikan
oleh nelayan tradisional.
2. Faktor sosial ekonomi tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan
kesempatan kerja lain berkorelasi positif terhadap sikap dan persepsi
(perilaku) masyarakat terhadap ekosistem terumbu karang.
3. Teknik transplantasi yang langsung diterapkan pada area patahan karang
(rubble) bekas pemboman ikan dapat dilakukan untuk memulihkan ekosistem
terumbu karang.
4. Keberhasilan hidup karang yang digunakan sebagai spesimen transplantasi
pada umur 4 minggu dapat bertahan hidup.
5. Kerusakan Ekosistem terumbu karang terjadi sebagai akibat pengetahuan
nelayan yang kurang memahami dampak kegiatan yang ditimbulkan, hal ini
dapat dibuktikan dengan kondisi terumbu karang di perairan desa Tongali
sebagai loksi penelitian termasuk rusak jelek hingga rusak sedang.
Selanjutnya di lokasi pembanding sekitar perairan desa Biwinapada dapat
dikategorikan rusak sedang hingga baik.
6. Hasil monitoring penutupan karang hidup di Sanur dan Serangan menunjukan
hasil dari Sedang hingga Baik, hasil Sedang terdapat pada stasiun 2 di
kedalaman 8 meter, dan Stasiun 4 pada kedalaman 3 meter. Sedangkan di
Stesiun yang lain berstatus Baik.
7. Beberapa aspek yang perlu dioptimalkan dalam pengelolaan terumbu karang
di sanur adalah aspek hukum, aspek kelembagaan, aspek pendanaan dan
aspek sinergitas
4.2. Saran
Terumbu karang merupakan ekositem laut yang cukup unik dan indah di
Indonesia. Namun saat ini keberadaan terumbu karang sudah sangat terancam
punah karena sudah banyak mengalami kerusakan. Kerusakan yang terjadi
diakibatkan oleh berbagaimacam aspek ada yang rusak secara alami dan rusak
karena ulah manusia sendiri. Sehingga perlu adanya kerjasama yang baik dari
berbagai pihak, yakni dari pemerintah maupun masyarakat untuk dapat
melestarikan ekosistem laut ini supaya terumbu karang bisa terjaga dan tetap
lestari dan terhindar dari ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab
DAFTAR PUSTAKA