Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA

A. Pengertian
Hemodialisa adalah suatu tindakan untuk memisahkan sampah dan produk hail metabolic esensial
(sampah nitrogen dan sampah yang lain) melalui selaput membrane semi permiabel.

B. Indikasi
Penyakit dalam (Medikal)
- ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal mempertahankan RFT
normal.
- CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
- Snake bite
- Keracunan
- Malaria falciparum fulminant
- Leptospirosis
Ginekologi
- APH
- PPH
- Septic abortion
Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
- Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
- Serum kreatinin > 2 mg%/hari
- Hiperkalemia
- Overload cairan yang parah
- Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis

Pada CRF:
BUN > 200 mg%
Creatinin > 8 mg%
Hiperkalemia
Asidosis metabolik yang parah
Uremic encepalopati
Overload cairan
Hb: < 8 gr% - 9 gr% siap-siap tranfusi

C. Kontra Indikasi
Gangguan pembekuan darah
Anemia berat
Trombosis/emboli pembuluh darah yang berat

D. Komponen HD
Ada 3 unsur pokok yang saling terkait dalam proses pemisahan tersebut, yaitu: darah, ginjal buatan dan
dialisat. Pada prinsipnya dengan memakai selang darah akan dipompakan ke ginjal buatan sementara,
dari arah yang berlawanan dialisat dialirkan juga menuju ginjal buatan. Di dalam ginjal buatan terjadi
proses dialysis yang meliputi difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Setelah melaui proses dialysis darah akan
dipompakan kembali ke dalam tubuh pasien. Demikian siklus proses dialisia terjadi berulang-ulang
sesuai waktu yang dibutuhkan.

E. Prosedur pelaksanaan HD
1. Persiapan
Persiapan pasien
Persiapan mesin
Persiapan alat dan obat-obatan
2. Pelaksanaan
Urutan awal tindakan HD
- Setting: mengeset alat HD
- Priming: pengisian pertama kali AVBL, dialiser menggunakan Nacl
- Soaking: (melembabkan) untuk meningkatkan permeabilitas membran
Menentukan dan melakukan penusukan
Memulai hemodialisis
Melakukan monitoring saat HD
Mengakhiri HD

Lama HD: 10-15 jam/minggu
Creatinin kliren 3-5 ml/m: 10 jam
Creatinin < 3 ml/m: 15 jam.
Tanda-tanda dialysis adekuat:
Tercapai BB kering
Pasien tampak baik
Bebas simtom uremia
Nafsu makan baik
Aktif
TD terkendali
Hb > 10 gr/dl
Keunggulan HD
Produk sampah nitrogen molekul kecil cepat dapat dibersihkan
Waktu dialisis cepat
Resiko kesalahan tehnis kecil
Adequasy dialisis dapat ditetapkan segera, underdialisis segera dapat dibenarkan.
Kelemahan HD
Tergantung mesin
Sering terjadi: hipotensi, kram otot,disequilibrium sindrom
Terjadi aktivasi: complement, sitokines mungkin timbul amiloidosis
Vaskuler access: infeksi trombosis
Sisa fungsi ginjal cepat menurun disbanding peritoneal dialysis.

F. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
Riwayat penyakit, tahap penyakit
Usia
Keseimbangan cairan, elektrolit
Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH

Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
Respon terhadap dialysis sebelumnya.
Status emosional
Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
Sirkuit pembuluh darah.
Pengkajian Post HD
Tekanan darah: hipotensi
Keluhan: pusing, palpitasi
Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb



2. Rencana keperawatan:

No
Diagnosa kep./
masalah kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan & criteria
hasil
Intervensi Rasional
1 Pola nafas tidak
efektif b.d:
Edema paru
Asidosis
metabolic
Hb 7 gr/dl
Pneumonitis
perikarditis
Pola nafas efektif
setelah dilakukan
tindakan HD 4-5 jam,
dengan criteria:
nafas 16-28 x/m
edema paru
hilang
tidak sianosis
1. Kaji penyebab nafas
tidak efektif
2. Kaji respirasi & nadi
3. Berikan posisi semi
fowler

4. Ajarkan cara nafas
yang efektif
5. Berikan O2



6. Lakukan SU pada
saat HD


7. Kolaborasi
pemberian tranfusi
darah
8. Kolaborasi
- Untuk menentukan
tindakan yang harus
segera dilakukan
- Menentukan tindakan
- Melapangkan dada klien
sehingga nafas lebih
longgar
- Hemat energi sehingga
nafas tidak semakin berat
- Hb rendah, edema, paru
pneumonitis, asidosis,
perikarditis
menyebabkan suplai O2
ke jaringan <
- SU adalah penarikan
secara cepat pada HD,
mempercepat
pengurangan edema
paru
- Untuk Hb, sehingga
suplai O2 ke jaringan
cukup
- Untuk mengatasi infeksi
pemberian antibiotic
9. Kolaborasi foto torak

10. Evaluasi kondisi klien
pada HD berikutnya
11. Evaluasi kondisi klien
pada HD berikutnya
paru & perikard
- Follou up penyebab
nafas tidak efektif
- Mengukur keberhasilan
tindakan
- Untuk follou up kondisi
klien

2 Resiko cedera b.d
akses vaskuler &
komplikasi
sekunder terhadap
penusukan &
pemeliharaan
akses vaskuler
Pasien tidak
mengalami cedera
dg kriteria:
kulit pada sekitar
AV shunt utuh/tidak
rusak
Pasien tidak
mengalami
komplikasi HD
1. Kaji kepatenan AV
shunt sebelum HD

2. Monitor kepatenan
kateter sedikitnya setiap
2 jam

3. Kaji warna kulit,
keutuhan kulit, sensasi
sekitar shunt


4. Monitor TD setelah
HD


5. Lakukan heparinisasi
pada shunt/kateter
pasca HD

6. Cegah terjadinya
infeksi pd area
- AV yg sudah tidak baik
bila dipaksakan bisa
terjadi rupture vaskuler
- Posisi kateter yg
berubah dapat terjadi
rupture vaskuler/emboli
- Kerusakan jaringan
dapat didahului tanda
kelemahan pada kulit,
lecet bengkak, sensasi
- Posisi baring lama stlh
HD dpt menyebabkan
orthostatik hipotensi
- Shunt dapat mengalami
sumbatan & dapat
dihilangkan dg heparin
- Infeksi dpt
mempermudahkerusakan
jaringan
shunt/penusukan
kateter
3 Kelebihan volume
cairan b.d:
penurunan
haluaran urine
diet cairan
berlebih
retensi cairan &
natrium
Keseimbangan
volume cairan
tercapai setelah
dilakukan HD 4-5 jam
dengan kriteria:
BB post HD sesuai
dry weight
Udema hilang
Retensi 16-28
x/m
kadar natrium
darah 132-145 mEq/l
1. Kaji status cairan
Timbang bb pre dan
post hd
Keseimbangan
masukan dan haluaran
Turgor kulit dan
edema
Distensi vena leher
Monitor vital sign
2. Batasi masukan
cairan
Pada saat priming &
wash out hd

3. Lakukan hd dengan
uf & tmp sesuai dg
kenaikan bb interdialisis

4. Identifikasi sumber
masukan cairan masa
interdialisis
5. Jelaskan pada
keluarga & klien rasional
pembatasan cairan
6. Motivasi klien untuk
kebersihan mulut

1. Pengkajian
merupakan dasar untuk
memperoleh data,
pemantauan 7 evaluasi
dari intervensi



2. Pembatasan cairan
akan menetukan dry
weight, haluaran urine &
respon terhadap terapi.
3. UF & TMP yang
sesuai akan kelebihan
volume cairan sesuai dg
target BB edeal/dry
weight
4. Sumber kelebihan
cairan dapat diketahui
5. Pemahaman
kerjasama klien &
keluarga dalam
pembatasan cairan
6. Kebersihan mulut
mengurangi kekeringan
mulut, sehingga
keinginan klien untuk
minum

4 Ketidakseimbangan
nutrisi, kurang dari
Keseimbangan
nutrisi tercapai
1. Kaji status nutrisi: 1. Sebagai dasar untuk
memantau perubahan
kebutuhan tubuh
b.d:
anoreksia, mual
& muntah
pembatasan
diet
perubahan
membrane mukosa
oral
setelah dilakukan HD
yang sdekuat (10-12
jam/mg) selama 3
bulan, diet protein
terpenuhi, dengan
kriteria:
tidak terjadi
penambahan atau
BB yang cepat
turgor kulit
normal tanpa udema
kadar albumin
plasma
3,5-5,0 gr/dl
konsumsi diet
nilai protein tinggi
Perubahan BB
Pengukuran
antropometri
Nilai lab. (elektrolit,
BUN, kreatinin, kadar
albumin, protein
2. kaji pola diet


3. kaji faktor yang
berperan dalam
merubah masukan
nutrisi
4. kolaborasi
menentukan tindakan
HD 4-5 jam 2-3 minggu

5. kolaborasi pemberian
infus albunin 1 jam
terakhir HD

6. Tingkatkan masukan
protein dengan nilai
biologi tinggi: telur,
daging, produk susu
7. Anjurkan camilan
rendah protein, rendah
natrium, tinggi kalori
diantara waktu makan
8. Jelaskan rasional
pembatasan diet,
hubungan dengan
penyakit ginjal dan
&intervensi yang sesuai



2. Pola diet dahulu &
sekarang berguna untuk
menentukan menu
3. Memberikan
informasi, faktor mana
yang bisa dimodifikasi.
4. Tindakan HD yang
adekuat, kejadian
mual-muntah &
anoreksia, sehingga
nafsu makan
5. Pemberian albumin
lewat infus iv akan
albumin serum
6. Protein lengkap akan
keseimbangan
nitrogen

7. Kalori akan energi,
memberikan kesempatan
protein untuk
pertumbuhan
8. pemahaman klien
sehingga mudah
menerima masukan

9. untuk menentukan
status cairan & nutrisi
urea dan kreatinin
9. Anjurkan timbang BB
tiap hari
10. Kaji adanya
masukan protein yang
tidak adekuat
Edema
Penyembuhan yang
lama
Albumin serum turun

10. penurunan protein
dapat albumin,
pembentukan udema &
perlambatan
penyembuhan
5 Intoleransi aktivitas
b.d.:
Keletihan
Anemia
Retensi produk
sampah
Prosedur
dialisis
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan & HD,
klien mampu
berpartisipasi dalam
aktivitas yang dapat
ditoleransi, dengan
kriteria:
berpartisipasi
dalam aktivitas
perawatan mandiri
yang dipilih
berpartisipasi
dalam aktivitas
dan latihan
istirahat &
aktivitas
seimbang/bergantian
1. Kaji faktor yang
menimbulkan keletihan:
- Anemia
-
Ketidakseimbangan
cairan & elektrolit
- Retensi produk
sampah
- depresi
2. Tingkatkan
kemandirian dalam
aktifitas perawatan diri
yang dapat ditoleransi,
bantu jika keletihan
terjadi
3. Anjurkan aktivitas
alternatif sambil istirahat


4. Anjurkan untuk
1. Menyediakan
informasi tentang
indikasi tingkat keletihan




2. Meningkatkan
aktifitas ringan/sedang &
memperbaiki harga diri

3. Mendorong latihan &
aktifitas yang dapat
ditoleransi & istirahat
yang adekuat
4. Istirahat yang
adekuat dianjurkan
setelah dialisis, karena
adanya perubahan
keseimbangan cairan &
elektrolit yang cepat
istirahat setelah dialisis pada proses dialisis
sangat melelahkan

5 Harga diri rendah
b.d:
Ketergantungan
Perubahan
peran
Perubahan citra
tubuh dan fungsi
seksual
Memperbaiki konsep
diri, dengan criteria:
Pola koping klien
dan keluarga efektif
Klien & keluarga
bisa mengungkapkan
perasaan & reaksinya
terhadap perubahan
hidup yang
diperlukan
1. Kaji respon & reaksi
klien & keluarganya
terhadap penyakit &
penanganannya.
2. Kaji hubungan klien
dan keluarga terdekat
3. Kaji pola koping
klien & keluarganya



4. Ciptakan diskusi
yang terbuka tentang
perubahan yang terjadi
akibat penyakit &
penangannya
Perubahan peran
Perubahan gaya
hidup
Perubahan dalam
pekerjaan
Perubahan seksual
Ketergantungan dg
center dialisis
5. Gali cara alternatif
untuk ekspresikan
seksual lain selain
hubungan seks
6. Diskusikan peran
1. Menyediakan data
klien & keluarga dalam
menghadapi perubahan
hidup
2. Penguatan &
dukungan terhadap klien
diidentifikasi
3. Pola koping yang
efektif dimasa lalu bisa
berubah jika menghadapi
penyakit & penanganan
yang ditetapkan sekarang
4. Klien dapat
mengidentifikasi masalah
dan langkah-langkah
yang harus dihadapi






5. Bentuk alternatif
aktifitas seksual dapat
diterima.

6. Seksualitas
mempunyai arti yang
berbeda bagi tiap
memberi dan menerima
cinta, kehangatan dan
kemesraan
individu, tergantung dari
maturitasnya.
7 Resiko infeksi b.d
prosedur infasif
berulang
Pasien tidak
mengalami infeskis
dg criteria:
Duhu dbn
Al dbn
Tak ada
kemerahan sekitar
shunt
Area shunt tidak
nyeri/bengkak
1. pertahankan area
steril selama penusukan
kateter

2. Pertahankan
teknik steril selama
kontak dg akses
vaskuler: penusukan,
pelepasan kateter
3. Monitor area
akses HD terhadap
kemerahan, bengkak,
nyeri
4. Beri pernjelasan
pd pasien pentingnya
satus gizi
5. Kolaborasi
pemberian antibiotik
1. Mikroorganisme
dapat dicegah masuk
kedalam tubuh saat
insersi kateter
2. Kuman tidak masuk
kedalam area insersi


3. Inflamasi/infeksi
ditandai dg kemerahan,
nyeri, bengkak
4. Gizi yang baik daya
tahan tubuh
5. Pasien HD
mengalami sakit khonis,
imunitas

DAFTAR PUSTAKA


Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin
Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD
Edisi-6, EGC, Jakarta

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan
dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC,
Jakarta

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year
book.Inc,Newyork

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,Philadelphia, USA

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA

Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta.

Hundak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta, EGC

















askep45,health....
Saya Ingin Berbagi, Kepada Teman-Teman Mahasiswa dan Profesi Keperawatan, Semoga Bermanfaat.
Terimakasih.
JUMAT, 23 DESEMBER 2011
LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA

LAPORAN PENDAHULUAN
HEMODIALISA
A. DEFINISI
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen lain melewati
membran semipermeabel.
Pada Hemodialisis, darah adalah salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian yang lain.
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan
sintetik.Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea,
kreatinin, dan asam urat berdifusi.Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran,
tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori
membran.Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Sistem ginjal buatan:
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan,
biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam
kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

B. INDIKASI
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi
ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia
b. Asidosis
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat

C. PERALATAN
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat.Dialiser
bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk
kompartemen darah.Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada
kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
2. Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau bath adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat
ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring.Bukan merupakan system
yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada
pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya
pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat
dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial.Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis,
namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
3. Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat
memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis
dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa infus
untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan,
konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
5. Komponen manusia
6. Pengkajian dan penatalaksanaan

D. PROSEDUR HEMODIALISA
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan, perawat
sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari
beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum
berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter
dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka
dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari
sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran arterial, keduanya untuk membedakan
darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk
meletakkan jarum: jarum arterial diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau
tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu
disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir
dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan
cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah.
Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang
digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit.Darah mengalir ke dalam kompartemen darah
dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa.Darah yang meninggalkan dialiser
melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi
adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan
melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan
ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui venosa atau selang postdialiser.Setelah
waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang
aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien.Selang dan dialiser
dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk
membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena pemajanan
terhadap darah.Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang
melakukan hemodialisis.

E. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
1. Perawatan sebelum hemodialisa
a. Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
b. Kran air dibuka
c. Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran
pembuangan
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
e. Hidupkan mesin
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
g. Matikan mesin hemodialisis
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
2. Menyiapkan sirkulasi darah
a. Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
b. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi inset (tanda merah) diatas dan posisi outset
(tanda biru) di bawah.
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung insetdari dializer.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung out set dari dializer dan tempatkan buble tap di
holder dengan posisi tengah..
e. Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc
f. Hubungkan set infus ke slang arteri
g. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.
h. Memutarkan letak dializer dengan posisi inset di bawah dan out set di atas, tujuannya agar
dializer bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
j. Buka klem dari infus set ABL, VBL
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara
bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
l. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai cairan
m. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer, dilakukan
sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg).
n. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol
(kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
p. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
q. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse
dengan aliran 200-250 ml/menit.
r. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana inlet di atas dan outlet di bawah.
s. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk dihubungkan
dengan pasien )soaking.
3. Persiapan pasien
a. Menimbang berat badan
b. Mengatur posisi pasien
c. Observasi keadaan umum
d. Observasi tanda-tanda vital
e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu
jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
1) Dengan interval A-V shunt / fistula simino
2) Dengan external A-V shunt / schungula
3) Tanpa 1 2 (vena pulmonalis)

F. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan
koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat
menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan
berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

G. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis

2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien yang menjalani hemodialisa:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber informasi.
3. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan pada dialysis,
sifat kronis penyakit
4. Risiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap penusukan.


LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIK

A. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, yang menyebabkan
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun
elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (adanya retensi urea dan sampah hydrogen lain dalam darah).
B. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan hemopoesis anemia, oleh karena:
a. Retensi toksin uremia atau dialyzable substances
b. Defisiensi hormon eritropoetin
2. Kelainan saluran cerna
a. mual, muntah, cegukan
b. stomatitis uremia mukosa kering, lesi ulcerasi luas (bright redstomatis)
c. Pankreatitis
d. Gastritis erosive, ulkus peptic dan colitis uremik
3. Kelainan mata
a. Visus hilang
b. Kelainan saraf mata nistagamus, miosis dan pupil asimetris
c. Kelainan retina (retinopati) oleh karena anemia maupun hipertensi
d. Keratopatina akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder tersier
e. Red eye syndrom oleh karena penimbunan deposit garam kalsium pada konjunctiva akibat iritasi
dan hipervaskularisasi
4. Kelainan kulit
a. Gatal berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. Pada klien yang sudah
menjalani dialysis rutin, gatal mungkin karena:
1) Toksin uremia yang kurang terdialisis
2) Peningkatan Ca phospor (deposit kristal kalsium fosfat pada kulit)
3) Alergi terhadap bahan-bahan yang dipakai pada proses hemodialisis.
b. Kering dan bersisik disebut ure frost oleh karena penimbunan kristal urea di bawah permukaan
kulit.
c. Easy Bruishing kulit mudah memar oleh karena gangguan faal trombosit dan kenaikan
permeabilitas kapiler-kapiler pembuluh darah.
5. Kelainan selaput serosa
Misalnya : pleuritis dan perikarditis indikasi mutlak hemodialisis.
6. Kelainan neuropsikiatri
a. Kelainan psikiatri : emosi labil, dilusi, insomnia, depresi, kelainan mental berat (konfusi bahkan
gejala psikosis)
b. Kelainan neurology
1) Kejang otot, oleh karena hiponatremi yang menyebabkan sembab pada jaringan otak, ensefalopati
hipertensi, tetapi hipokalsemia keadaan azetemia.
2) Neropati perifer gangguan metabolic dengan gejala
3) Syndrome restless leg : creeping, itching,
C. Patofisiologi


abuzzahra's
EKG dan KEPERAWATAN
Kamis, 23 Mei 2013
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP KLIEN DENGAN HEMODIALISA

LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTEK NERS STASE GADAR RUANG HEMODIALISA
A. Pendahuluan
Bagian terbesar pasien yang menjalani hemodialisa didiagnosa dengan AKI dan CKD.
1. AKI
Berdasarkan KDIGO (Kidney Disease: Improving Global Outcomes) definisi acute kidney injury bila
didapatkan salah satu dari kriteria :
a. Serum kreatinin meningkat 26mol/L dalam 48 jam
b. Serum kreatinin meningkat 1.5 kali dari nilai referens pasien, yang diketahui telah terjadi selama 1
minggu, atau dianggap telah terjadi selama 1 minggu.
c. urine output < 0.5ml/kg/jam selama >6 jam berturut-turut.
Nilai refferens pasien harus merupakan nilai kreatinin terendah pasien dalam 3 bulan terakhir.
Bila nilai serum kreatinin refferens dalam 3 bulan terakhir tidak tersedia, dan dicurigai terjadi AKI, maka
1. ulang serum kreatinin dalam 24 jam
2. nilai serum kreatinin refferens dapat diperkirakan dari nilai serum kreatinin terendah, bila pasien
sembuh dari AKI.

RIFLE Classification System for Acute Kidney Injury
Stage Kriteria GFR Kriteria Urine
Output
Probability
Risk SCr meningkat 1.5 x atau GFR
menurun > 25%
UO <0.5ml/kg/jam
selama 6 jam
Tingkat Sensitifitas
tinggi
(risk>injury>failure)
Injury SCr meningkat 2 x atau GFR
menurun > 50 %
UO <0.5ml/kg/jam
selama 12 jam
Failure SCr meningkat 3 x atau GFR
menurun > 75 %
Atau SCr 4mg/dL; meningkat
akut 0.5mg/dL

Loss Persistent acute renal failure; kehilangan fungsi ginjal
komplet selama lebih 4 minggu
High specificity
ESRD Kehilangan fungsi ginjal komplet lebih 3 bulan

Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) staging classification* of acute kidney injury (AKI)
Stage Kriteria Serum creatinine (SCr) Kriteria Urine output
1 meningkat 26 mol/L dalam 48jam atau
meningkat 1.5 sampai 1.9 X nilai reference SCr
<0.5 mL/kg/jam selama > 6
jam berturut-turut
2 meningkat 2 to 2.9 X nilai reference SCr <0.5 mL/kg/ jam selama
>12 jam
3 meningkat 3 X nilai reference SCr atau
meningkat 354 mol/L atau dimulai renal
replacement therapy (RRT) pada stage
berapapun.
<0.3 mL/kg/jam atau >24
jam atau anuria selama 12
jam

Keuntungan dan Kerugian beragam terapi RRT bagi AKI
Modality Use in
haemodynamically
unstable patients
Solute
clearance
Volume
control
Anti-
coagulation
Peritoneal
dialysis
Yes Moderate Moderate No
Intermittent
haemodialysis
No High Moderate Possible
without
Hybrid
techniques
Possible High Good Possible
without
CVVH Yes Moderate/High Good Possible
without
CVVHD Yes Moderate/High Good Possible
without
CVVHDF Yes High Good Possible
without
CVVH: continuous veno-venous haemofiltration, HD: haemodialysis, HDF: haemodiafiltration.


2. CKD
Berdasarkan The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the NationalKidney
Foundation (NKF) mendefinisikan Chronic Kidney Disease sebagai kerusakan ginjal atau penurunan GFR
kurang dari 60mL/menit/1.73m2 selama 3 bulan atau lebih.
Pada tahun 2002 ,K/DOQI mempublikasikan stage CKD, seperti berikut ini
Stage 1 : kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (lebih dari
90mL/menit/1.73m2)
Stage 2 : penurunan GFR ringan (60-89 mL/menit/1.73m2)
Stage 3 : penurunan GFR moderate (30-59 mL/menit/1.73m2)
Stage 4 : penurunan GFR berat (15-29 mL/menit/1.73m2)
Stage 5 : penurunan GFR kurang 15 mL/menit/1.73m2
Pada update sistem klasifikasi CKD, the NKF merekomendasikan level GFR dan albuminuria agar
digunakan bersama-sama daripada terpisah, untuk meningkatkan akurasi prognostik pada pengkajian
CKD. Perujukan pada spesialis ginjal direkomendasikan pada level GFR kurang dari 15mL/menit atau
albuminuria lebih dari 300mg/24jam.

Formula Cockcroft-Gault untuk estimasi kreatinin klirens
CrCl (pria) = ([140-umur] x BB(kg) ) / (serum kreatinin x 72)
CrCl (wanita) = CrCl (pria) x 0,85

B. Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu proses memisahkan sisa metabolisme yang tertimbun dalam darah dan
mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit juga asam basa melalui sirkulasi ekstrakorporeal dengan
menggunakan ginjal buatan. Beberapa aspek yang mempunyai hubungan erat dengan masalah
keperawatan antara lain : Ginjal buatan, Dialisat, Pengolahan Air, AksesDarah, Antikoagulan, tekhnik
Hemodialisa, Perawatan Pasien Hemodialisa, Kompliokasi akut hemodialisa dan pengelolaannya,
peranan perawat yang bekerja di luar HD (ruang perawatan biasa)
1. Ginjal Buatan
Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, bila fungsi kedua ginjal sudah
tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau
toksin yang merupakan komplikasi dari Gagal Ginjal.Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat
diambil alih oleh ginjal buatan.Dengan demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari
ginjal alami yang normal.
Macam-macam ginjal buatan :
a. Paraller-Plate Diyalizer
Ginjal pertama kali ditemukan dan sudah tidak dipakai lagi, karena darah dalam ginjal ini sangat banyak
sekitar 1000 cc, disamping cara menyiapkannya sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama.
b. Coil Dialyzer
Ginjal buatan yang sudah lama dan sekarang sudah jarang dipakai karena volume darah dalam ginjal
buatan ini banyak sekitar 300 cc, sehingga bila terjadi kebocoran pada ginjal buatan darah yang
terbuang banyak. Ginjal ini juga memerlukan mesin khusus, cara menyiapkannya juga memerlukan
waktu yang lama.
c. Hollow Fibre Dialyzer
Ginjal buatan yang sangat banyak saat ini karena volume darah dalam ginjal buatan sangat sedikit
sekitar 60-80 cc, disamping cara menyiapkannya mudah dan cepat.
2. Dialisat
Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai tekanan osmotik yang
sama dengan darah.
Fungsi Dialisat pada dialisit:
a. Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme
b. Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa

Tabel perbandingan darah dan dialisat :
Komponen elektrolit Darah Dialisat
Natrium/sodium 136mEq/L 134mEq/L
Kalium/potassium 4,6mEq/L 2,6mEq/L
Kalsium 4,5mEq/L 2,5mEq/L
Chloride 106mEq/L 106mEq/L
Magnesium 1,6mEq/L 1,5mEq/L

Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat :
a. Batch Recirculating
Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan perbandingan 1 : 34 hingga 120 L
dimasukan dalam tangki air kemudian mengalirkannya ke ginjal buatan dengan kecepatan 500 600
cc/menit.
b. Batch Recirculating/single pas
Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian langsung buang.

c. Proportioning Single pas
Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampus secara konstan oleh porpropotioning dari mesin cuci
darah dengan perbandingan air : dialisat = 34 : 1 cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal
buatan secara langsung dan langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 600 cc/menit.

3. Pengolahan air/ Water Treatment
Tujuan :
a. Mencegah infeksi nosokongial (sepsis)
b. Mencegah intoksikasi (trace element).
Air untuk mencampur dialisat pekat tidak perlu steril tetapi seharusnya tidak mengandung zat/elektrolit,
mikroorganisme dan benda-benda asing lainnya.Pada kenyataannya kandungan air biasanya cukup
bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh letak geografis jenis sumber air, musim, sistim instalasi dan
penjernihan air.
4. Akses Darah
Hemodialisme akan efektif jika dialisme dilakukan sekitar 2-6 jam/minggu pada pasien baru, sedangkan
pada pasien yang sudah stabil dan menjalani kronik hemodialisa sekitar 6 18 jam /minggu.
Untuk mendapatkan aliran darah yang besar ( sekitar 200 -300 cc/menit) selama 2-5 jam sangatlah sulit.
Biasannya pada pasien akut kita lakukan pada vena vemoralis, sehingga dapat diperoleh aliran darah
yang besar.
Pada pasien dengan program HD berkala yaitu 2 -3 kali/minggu harus disiapkan penyambungan
pembuluha darah arteri dan vena.
Ada 2 macam cara :
a. Pintas (shunt) eksternal
Kanula khusus yang mengalirkan darah arteri langsung ke vena yang berdekatan. Kanula arteri dan vena
dihubungan dengan konektor sehingga pada saat dialisa konektor dibuka lalu kanula arteri dihubungkan
ke slang yang mengalirkan darah ke ginjal buatan dan kanula vena untuk memasukkan darah kembali
ketubuh penderita. Komplikasi yang sering terjadi, seperti pembekuan darah infeksi, oleh karena itu
pemakaian pintas ini biasanya dibatasi lama pamakaiannya, paling lama 6 bulan.Hal ini jarang dilakukan
lagi.
b. Fistula Arteriovenisa Interna
Fistula Arteriovenisa Interna pertama kali dibuat oleh Brescia dan Cimino pada tahun 1966 yaitu
menghubungan arteri dan vena yang berdekatan dengan cara operatif, biasanya dilakukan pada daerah
tangan. Aliran dan tekanan darah dalam vena akan meningkat sehingga menyebabkan pelebaran lumen
vena dan arterialisasi vena secara perlahan-lahan. Dengan demikian memudahkan penusukan pembuluh
darah sesuai dengan yang diharapkan.
c. Antikoagulan
Selama hemodialisa berlangsung diperlukan antikoagulan agar tidak terjadi pembekuan darah, yang
biasanya digunakan heparin.
Pemakaian heparin ini dikenal dengan heparinisasi, macam heparinisasi :
1) Heparinisasi sistemik
Digunakan pada hemodialisa kronik yang stabil.Bolus heparin 1000 5000 unit tiap jam. Pada jam
terakhir tidak diberikan lagi.
2) Heparinisasi regional
(sedang haid) bolus heparin tetap diberikAN sebanyak 1000 5000 unit, selanjutnya diinfuskan sebelum
ginjal buatan dan protamine sulfat, sesudah ginjal buatan, sebelum darah masuk kedalam tubuh
penderita. Jadi heparin diberikan pada sirkulasi ekstrakorporeal saja.
3) Heparinisasi minimal
Diberikan hanya 500 unit saja pada awal tusukan karena penderita cenderung berdarah selanjutnya
tidak diberikan lagi.
5. Tekhnik hemodialisa
Sebelum berbicara tentang tekhnik hemodialisa terlebih dahulu menjelaskan beberapa istilah :
a. Sirkulasi ekstrakorporeal
b. Sirkulasi diluar tubuh selama terjadi hemodialisa.
c. Sirkulasi sistemik
d. Sirkulasi dalam tubuh
e. Selaput semipermiabel
f. Selaput yang sangat tipis mempunyai pori-pori halus, hanya dapa dilihat dengan mikroskop.
g. Blood pump (Roller Pump)
h. Pompa mesin hemodialisa yang gunanya mengalirkan darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi
ekstrakorporea dan kembali lagi ke sirkulasi sistemik selama proses hemodialisa.
i. Blood Lines, selang darah yang mengalirkan darah dari tubuh penderita ke dyalizer disebut arteria
blood lines/inlet, sedangkan selang yang mengalirkan darah dari dyalizer ke tubuh penderita disebut
venous blood line/outlet.
6. Persiapan mesin dan perangkat HD
a. Pipa pembuangan sudah masuk dalam saluran pembuangan
b. Sambungkan kabel mesin dengan stop kontak
c. Hidupkan mesin ke rinse selama 15-30 menit
d. Pindahkan ke posisi dialyze lalu sambungkan slang dialisat ke jaringan tempat dialisat yang telah
disiiapkan.
e. Tunggu sampai lampu hijau
f. Tes conductivity dan temperatur
g. Gantungkan saline normal sebanyak 4 flatboth yang telah diberikan heparin sebanyak 25-30 unit
dalam masing-masing flatboth
h. Siapkan ginjal buatan sesuai dengan kebutuhan pasien
i. Siapkan blood lines dan AV fiskula sebanyak2
j. Ginjal buatan dan blood lines diisi saline normal (priming)
k. Sambungkan dialisatelines pada ginjal buatan
l. Sambil mempersiapkan pasien slang inlet dan outlet disambungkan lalu jalankan blood pump
(sirkulasi tertutup).
7. Persiapan Penderita :
Indikasi hemodialisa
a. Segera/ indikasi mutlak : over hidrasi atau edema paru, hiperkalemi, aliguri berat atau anuria,
asidosis, hipertensi maligma.
b. Dini/ profilaksis : gejala uremia (mual muntah) perubahan mental, penyakit tulang, gangguan
pertumbuhan dan seks, perubahan kualitas hidup.
Bila penderita baru yang datang di ruang HD, sebelum kita melakukan HD terlebih dahulu periksa
kembali hasil-hasil pemeriksaan yang penting (Hb, hematokrit, ureum, kreatinin, dan HbsAg), hal ini
perlu untuk menentukan tindak lanjut sperlu untuk menentukan tindak lanjut suatu HD.
Langkah-langkah HD
a. Timbang dan catat BB
b. Ukur dan catat tekanan darah (dapat digunakan untuk menginterpretasikan kelebihan cairan)
c. Tentukan akses darah yang akan ditusuk.
d. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan betadine 10% lalu alcohol 70% kemudian ditutup pakai
duk steril.
e. Sediakan alat-alat yang steril didalam bak spuit kecil :spuit 2,5cc sebanyak 1, spuit 1 cc 1 buah,
mangkok kecil berisi saline 0,9% dan kasa steril.
f. Sediakan obat-obatan yang perlu yaitu lidonestdan heparin.
g. Pakai masker dan sarung tangan steril.
h. Lakukan anestesi local didaerah akses darah yang akan ditusuk.
i. Tusuk dengan AV fistula lalu berikan heparin sebanyak 2000unit pada inlet sedangkan outlet
sebanyak 1000 unit.
j. Siap sambungkan ke sirkulasi tertutup yang telah disediakan.
k. Aliran darah permulaan sampai 7 menit 75 ml/menitkemudian dinaikkan perlahan sampai 200
ml/menit.
l. Tentukan TMP sesuai dengan kenaikkan berat badan.
m. Segera ukur kemabali tekanan darah, nadi, pernapasan, akses darah yang digunakan dicatat dalam
status yang telah tersedia.
8. Perawatan pasien Hemodialisa
Terbagi 3 yaitu ;
a. Perawatan sebelum hemodialisa
o Mempersiapkan perangkat HD
o Mempersiapkan mesin HD
o Mempersiapkan cara pemberian heparin
o Mempersiapkan pasien baru dengan memperhatikan factor BioPsikososial, agar penderita dapat
bekerja sama dalam hal program HD
o Mempersiapkan akses darah
o Menimbang berat bada, mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan
o Menentukan berat badan kering
o Mengambil pemeriksaan rutin dan sewaktu

b. Perawatan Selama Hemodialisa
Selama HD berjalan ada 2 hal pokok yang diobservasi yaitu penderita dan mesin HD
1) Observasi terhadap pasien HD
o Tekanan darah, nadi diukur setiap 1 jam lalu dalam status
o Dosis pemberian heparin dicatat setiap 1 jam dalam status
o Cairan yang masuk perparenteral maupun peroral dicatat jumlahnya dalam status
o Akses darah dihentikan
2) Observasi terhadap mesin HD
o Kecepan aliran darah /Qb, kecepatan aliran dialisat/Qd dicatat setiap 1 jam
o Tekanan negatif, tekanan positif, dicatat setiap jam
o Suhu dialisa, conductivity diperhatikan bila perlu diukur
o Jumlah cairan dialisa, jumlah air diperhatikan setiap jam
o Ginjal buatan, slang darah, slang dialisat dikontrol setiap 1 jam.
c. Perawatan sesudah Hemodialisa
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu cara menghentikan HD pada pasien dan mesin HD
1) Cara mengakhiri HD pada pasien
o Ukur tekanan darah nadi sebelum slang inlet dicabut
o Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium
o Kecilkan aliran darah menjadi 75 ml/menit
o Cabut AV fistula intel/ lalu bilas slang inlet memakai saline normal sebanyak 50-100 cc, lalu memakai
udara hingga semua darah dalam sirkulasi ekstrakorporeal kembali ke sirkulasi sistemik
o Tekan pada bekas tusukan inlet dan outlet selama 5-10 menit, hingga darah berhenti dari luka
tusukan
o Tekanan darah, nadi, pernapasan ukur kembali lalu catat
o Timbang berat badan lalu dicatat
o Kirimkan darah ke laboratorium
2) Cara mengakhiri mesin HD
o Kembalikan tekanan negative, tekanan positif, ke posisi nol
o Sesudah darah kembali ke sirkulasi sistemik cabut selang dialisat lalu kembalikan ke Hansen
connector
o Kembalikan tubing dialisat pekat pada konektornya
o Mesin ke posisi rinse, lalu berikan cairan desifektan (hipoclhoride pekat) sebanyak 250 cc, atau cairan
formalin 3% sebanyak 250 cc
o Formalin dibiarkan selama 1-2 x 24 jam, baru mesin dirinsekan kembali.


ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Biodata
1) Nama :
2) Umur : Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50
tahun
3) Jenis Kelamin :
4) Pekerjaan :
5) Agama :
6) Alamat :
7) Pendidikan :

b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya mengeluh mual, muntah, anorexia, akibat
peningkatan ureum darah dan edema akibat retensi natrium dan cairan.
2. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai penyebab terjadinya GGK, seperti
DM, glomerulonefritis kronis, pielonefritis.Selain itu perlu ditanyakan riwayat penggunakan analgesik
yang lama atau menerus.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah orang tua atau kelauarga lain ada yang menderita GGK erat kaitannya dengan
penyakitketurunannya seperti GGK akibat DM.

c. Data Biologis
1. Makan/ minum
Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan keluhan mual muntah akibat peningkatan
ureum dalam darah.
2. Eliminasi
Biasanya terjadi ganggutian pengeluaran urine seperti oliguri, anuria, disuria, dan sebagainya akibat
kegagalan ginjal melakukan fungsi filtrasi, reabsorsi dan sekresi.
3. Aktivitas
Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dan penurunan gerak sebagai akibat dari
penimbunan ureum dan zat-zat toksik lainnya dalam jaringan.
4. Istrahat/ tidur
Pasien biasanya mengalami gangguan pola istrahat tidur akibat keluhan-keluhan sehubungan dengan
peningkatan ureum dan zat-zat toksik seperti mual, muntah, sakit kepala, kram otot dan sebagainya.
d. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : lemah dan penurunan tingkat kesadaran akibat terjadinya uremia
Vital sign : biasanya terjadi hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistim
rennin
BB : Biasanya meningkat akibat oedema
1. Inspeksi
- Tingkat kesadaran pasien biasanya menurun
- Biasanya timbul pruritus akibat penimbunan zat-zat toksik pada kulit
- Oedema pada tangki, acites, sebagai akibat retensi caira dan natrium
2. Auskultasi
Perlu dilakukan untuk mengetahui edema pulmonary akibat penumpukan cairan dirongga pleura dan
kemungkinan gangguan jantung (perikarditis) akibat iritasi pada lapisa pericardial oleh toksik uremik
serta pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi gagal jantung kongestif.
3. Palpasi
Untuk memastikan oedema pada tungkai dan acietas.
4. Perkusi
Untuk memastikan hasil auskultasi apakah terjadi oedema pulmonar yang apabila terjadi oedema
pulmonary maka akan terdengar redup pada perkusi.

e.Data psikologis
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body image, perubahan peran baik dikeluarga
maupun dimasyarakat. Pasien juga biasanya merasa sudah tidak berharga lagi karena perubahan peran
dan ketergantungan pada orang lain.

f. Data sosial
Pasien biasanya mengalami penurunan aktivitas sosial akibat penurunan kondisi kesehatan dan larangan
untuk melakukan aktivitas yang berat.

g. Data Penunjang
1. Rontgen foto dan USG yang akan memperlihatkan ginjal yang kecil dan atropik
2. Laboratorium :
- BUN dan kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan kreatinin dalam darah.
- Elektrolit dalam darah : terjadi peningkatan kadar kalium dan penurunan kalium.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DX I : Kelebihan volume cairan berhubungan darah penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi
urine.
Intervensi Keperawatan :
- Kaji status pasien
a. Timbang berat badan harian
b. Keseimbangan masukan dan haluaran
c. Turgor kulit dan adanya oedema
d. Tekanan darah, denyut nadi dan irama nadi
- Batasi masukan cairan
- Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan
Rasionalisasi :
- Pengkajian meruapakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi
- Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin dan respon terhadap terapi
- Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi
- Pemahaman meningkatkan kerja sama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.
Kriteria Evaluasi
- Menunjukkan perubahan berat badan yang lambat
- Mempertahankan pembatasan diet dan cairaan
- Menunjukkan turgor kulit normal tampa oedema
- Melaporkan adanya kemudahan dalam bernapas atau tidak terjadi napas pendek.


DX II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membram mukosa mulut.
Tujuan : Untuk mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Intervensi Keperawatan :
- Kaji faktor berperan dalam merubah masukan nutrisi
a. Anoreksia, mual muntah
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
c. Depresi
d. Kurang memahami pembatasan diet
e. Stomatis
- Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas diet
- Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis, tinggi, telur, produk susu, daging.
Rasionalisasi :
- Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan
masukan diet.
- Mendorong peningkatan masukan diet.
- Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan penyembuhan.
Kriteria Evaluasi :
- Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasi diet.
- Menunjukkan tidak adanya penambahan atau penurunan berat badan yang cepat
- Menunjukkan turgor kulit yang normal tampa oedema, kadar albumin plasma dapat diterima.
DX III : Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
Tujuan : Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.
Intervensi Keperawatan :
Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit
dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasionalisasi :
Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakitnya.
Kriteria Evaluasi :
- Menyatakan rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya sedapat mungkin.
- Menggunakan informasi dan instruksi tertulis.















LAPORAN PENDAHULUAN GGK
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIK
(CHRONIC RENAL FAILURE)

I. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak
riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,
biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).

II. ETIOLOGI
1. Gout menyebabkan nefropati gout.
2. Diabetes Mellitus yang menyebabkan nefropati DM.
3. SLE yang menyebabkan nefropati SLE.
4. Riwayat batu yang menyebabkan penyakit ginjal glomerular.
5. Riwayat edema yang mengarah ke penyakit ginjal glomerular.
6. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (yang diduga mengarah ke penyakit ginjal
genetik).

III. PATOFISIOLOGI
Penurunan fungsi nefron

Mekanisme kompensasi dan adaptasi asimptomatik

BUN dan creatinin meningkat

Penumpukan toksin uranik

Gangguan gagal ginjal kronik simptomati


IV. KLASIFIKASI
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4, dengan
pembagian sebagai berikut:
1. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
4. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.

V. KOMPLIKASI
1. Hipertensi.
2. Infeksi traktus urinarius.
3. Obstruksi traktus urinarius.
4. Gangguan elektrolit.
5. Gangguan perfusi ke ginjal.

VI. GEJALA DAN TANDA
1. Hematologik
Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit.

2. Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva.

3. Syaraf dan otot
Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless leg syndrome.
4. Kulit
Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis, urea frost, bekas garukan karena
gatal.

5. Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.

6. Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido,
fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang terjadi.
2. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
3. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya :
usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
4. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
5. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler,
parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
7. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks jari),
kalsifikasi metastasik.
8. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap sebagai
bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
10. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11. Biopsi ginjal
12. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan adanya
suatu Gagal Ginjal Kronik :
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih
kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna,
demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah protein,
dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2 vit
D3 pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama Isoenzim
fosfatase lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan metabolisme
dan diet rendah protein.
- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal,
(resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan, peninggian hiormon
inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, BE yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-
asam organik pada gagal ginjal.

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
3. Diet tinggi kalori rendah protein.
4. Kendalikan hipertensi.
5. Jaga keseimbangan eletrolit.
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang akibat GGK.
7. Modifikasi terapi obat sesuai dengan keadaan ginjal.
8. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi.
9. Persiapkan program hemodialisis.
10. Transplantasi ginjal.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GAGAL GINJAL KRONIK

I. PENGKAJIAN
1. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi
pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah,
mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Sekarang: Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
b. Dahulu: Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
c. Keluarga: Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).

4. Tanda vital: Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan
dalam (Kussmaul), dyspnea.
5. Body Systems :
a. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental
dan banyak,
Tanda ; takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa
sputum.
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak
nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan,
Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat,
kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.

d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat
kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung,
diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari),
kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
6. Pola aktivitas sehari-hari
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan
persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar
dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga
mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan klien.
Gejala ; Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi)
anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia)
Penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.

c. Pola Eliminasi
Eliminasi uri :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat
kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung,
diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : Diare.
d. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
e. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan
klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
f. Pola hubungan dan peran.
Gejala : kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran).
g. Pola sensori dan kognitif.
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.Klien mampu melihat dan mendengar dengan
baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
h. Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).
i. Pola seksual dan reproduksi.
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
j. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain, dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik
dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah
klien.

7. Pemeriksan fisik :
a. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
b. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c. Perut: Adanya edema anasarka (ascites).
d. Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot.
e. Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL DAN INTERVENSI
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung,
akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan,
produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah gangguan faktor
pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik,
hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan
turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam kulit.
5. Resiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan
kurang/penurunan salivasi, pembatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi
amonia.
6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
7. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet,
anemia.
8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
10. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
11. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein.

1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung,
akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung,
Kriteria: tekanan darah sistole antara 100 140 dan diastole antara 70 90 mmHg ,
frekuensi nadi antara 60 - 100, nadi perifer yang kuat, capilary refill time yang baik.
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
Auskultasi suara jantung dan paru. Evaluasi adanya edema, perifer, kongesti vaskuler dan
keluhan dispnoe.Adanya edema paru, kongesti vaskuler, dan keluhan dispnea manunjukan
adanya renal failure.
Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan tekanan darah akibat perubahan
posisi Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan renin angiotensin dan
aldosteron. Tetapi ortostatik hipotensi juga dapat terjadi akibat dari defisit intravaskular
fluid.
Kaji adanya keluhan nyeri dada, lokasi dan skala keparahan. Hipertensi dan Chronic renal
failure dapat menyebabkan terjadinya myocardial infarct.
Kaji tingkat kemampuan klien beraktivitas.Kelemahan dapat terjadi akibat dari tidak
lancarnya sirkulasi darah.
Kolaborasi dalam:
Pemeriksaan laboratorium (Na, K), BUN, Serum kreatinin, Kreatinin klirens.
Pemeriksaan thoraks foto.
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
Siapkan Dialisis

2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan,
produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah gangguan faktor
pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi cedera
Kriteria : Tidak mengalami tanda-tanda perdarahan,lab. Dalam batas normal.
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan, takikardia, mukosa / kulit pucat,
dispnoe, nyeri dada. Dapat menunjukan anemia, dan respon jantung untuk
mempertahankan oksigensi sel.
Awasi tingkat kesadaran dan prilaku Anemia dapat menyebabkan hipoksia, serebral,
perubahan prilaku mental dan orientasi.
Evaluasi respon terhadap aktivitas.Anemia menurunkan oksigenasi jaringan, meningkatkan
kelelahan, memerlukan perubahan aktivitas (istirahat).
Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, atau pada area
mukosa.Mengalami kerapuhan kapiler.
Awasi haematemesis atau sekresi GI / darah feses.
Stress dan abnormalitas hemostatik dapat mengakibatkan perdarahan GI track.
Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil pada saat penyuntikan,
lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan.Menurunkan resiko perdarahan /
pembentukan hematoma.
Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap, Thrombosit, Faktor Pembekuan dan
Protrombin. Uremia, menurunkan produksi eritropoetin, menekan produksi Sel Darah
Merah.Pada gagal ginjal kronik, Hb, hematokrit biasanya rendah.
Pemberian transfusi.Mengatasi anemia simtomatik.
Pemberian obat obatan :
Sediaan besi, asam folat, sianokobalamin.
Memperbaiki gejala anemi.
Cimetidin (Actal).
Profilaksis menetralkan asam lambung.
Hemostatik (Amicar).


3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik,
hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
Tujuan : Meningkatkan tingkat mental.
Kriteria : Klien mengenal tempat, orang, waktu, tidak menarik diri, tidak ada gangguan
kognitif.
Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
Kaji luasnya gangguan kemampuan berpikir, memori, orientasi, perhatikan lapang
perhatian ./ Efek sindrom uremik dapat terjadi dengan Kekacauan minor dan berkembang
ke perubahan kepribadian
Pastikan orang terdekat, tingkat mental pasien biasanya. Memberikan perbandingan.
Berikan lingkungan tenang, ijinkan menggunakan TV.Radio dan kunjungan.Meminimalkan
rangsangan lingkungan.
Orientasikan kembali terhadap lingkungan orang dan waktu.Memberikan petunjuk untuk
membantu pengenalan kenyataan.
Hadirkan kenyataan secara singkat dan ringkas.Meningkatkan penolakan terhadap
kenyataan.
Komunikasikan informasi dalam kalimat pendek. Komunikasi akan dipahami/diingat
Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode tidur Gangguan tidur dapat
mengganggu kemampuan kognitif.
Pemberian tambahan oksigen Perbaikan hipoksia dapat memperbaiki kognitif.
Hindari penggunaan barbiturat/opiat.Memperburuk kekacauan.

4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan
turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum pada kulit.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria : kulit tidak lecet, klien mampu mendemonstrasikan cara untuk mencegah
terjadinya kerusakan integritas kulit.

Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
Inspeksi kulit terhadap Perubahan Warna, turgor, perhatikan kemerahan,ekskoriasi
Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan dekubitus.
Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya excoriasi.Sirkulasi darah yang kurang
menyebabkan kulit mudah rusak dan memudahkan timbulnya dicubitus/ infeksi.
Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.Deteksi adanya dehidrasi yang
mempengaruhi integritas jaringan pada tingkat seluler.
Ganti posisi tiap 2 jam sekali, beri bantalan pada tonjolan tulang , pelindung siku dan
tumit..
Mengurangi/ menurunkan tekanan pada daerah yang edema, daerah yang perfusinya
kurang baik untuk mengurangi/menurunkan iskemia jaringan.
Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih Kulit yang basah terus menerus memicu
terjadi iritasi yang mengarah terjadinya dikubitus.
Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan kering yang menyerap
keringat dan bebas keriput.Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin.Menghilangkan
ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera.
Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin Mencegah penekanan yang
terlalu lama pada jaringan yang dapat membatasi ferfusi seluler, sehingga dapat
mengurangi iskemik jaringan.

5. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan penurunan saliva,
pemabatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
Tujuan : Mempertahankan membran mukosa.
Kriteria : Mukosa lembab, inflamasi, ulserasi tidak ada, bau amonia berkurang/hilang.
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
Inspeksi rongga mulut, perhatikan kelembaban, karakter saliva adanya inflamasi dan
ulserasi. Deteksi untuk mencegah infeksi.
Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam abatas yang ditentukan Mencegah kekeringan
mulut.
Anjurkan hygiene yang baik setelah makan dan saat akan tidur Menurunkan pertumbuhan
bakteri.
Anjurkan klien untuk menghentikan merokok, dan menghindari produk pencuci mulut
yang mengandung alkohol.Alkohol, mengiritasi mukosa dan efeknya mengeringkan
Berikan perawatan mulut sering cuci dengan larutan Asam asetik 25%, berikan permen
karet, permen keras antara makan.Perawatan mulut menyejukan, melumasi, dan
membantu menyegarkan mulut yang tidak menyenangkan karena uremia.
Pemberian obat-obatan sesuai dengan indikasi Antihistamin, Kiproheptadin
Menghilangkan gatal.

6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
Tujuan : Terjadi peningkatan kadar Hb.
Kriteria : Kadar Hb dalam batas normal, perfusi jaringan baik, akral hangat, merah dan
kering.
Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering. kekeringan meningkatkan
sensitivitas kulit dengan merangsang ujung saraf.
Cegah penghangatan yang berlebihan dengan mempertahankan suhu ruangan yang sejuk
dengan kelembaban yang rendah, hindari pakaian yang terlalu tebal.penghangatan yang
berlebihan meningkatkan sensitivitas melalui vaso dilatasi.
Anjurkan tidak menggaruk.Garukan merangsang pelepasan histamin
Observasi tanda-tanda vital Deteksi dini terhadap perkembangan klien dan penentuan
terhadap tindakan selanjutnya.
Kolaborasi dalam:
Pemberian transfusi
Pemeriksaan laboratorium Hb.




7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria : Klien mudah tidur dalam waktu 30 40 menit.
Klien tenang dan wajah segar.
Klien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola
tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat
Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah. Mengetahui perubahan dari hal-hal yang
merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan
dan suasana ramai. Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan
dirasakan pasien.
Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi. Pengantar tidur
akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi
ketegangan dan rasa nyeri.
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.Lingkungan yang nyaman dapat membantu
meningkatkan tidur/istirahat.

8. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria : Klien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
Emosi stabil., pasien tenang.
Istirahat cukup.
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya Dapat meringankan
beban pikiran pasien.
Gunakan komunikasi terapeutik Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien
sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta
dalam tindakan keperawatan. Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan
pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu
berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin. Sikap positif dari
timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian. Pasien
akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman Lingkung yang tenang dan nyaman dapat
membantu mengurangi rasa cemas pasien.

9. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Klien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria : Klien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya
dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit gagal ginjal kronik dan
Hipertensi.
Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh
mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat
yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan
bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti. Agar informasi dapat diterima dengan
mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien
didalamnya.
Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan,
pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada /
memungkinkan).Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah
diberikan.

10. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria : Berat badan dan tinggi badan ideal.
Pasien mematuhi dietnya.
Mual berkurang dan muntah tidak ada.
Tekanan darah 140/90 mmHg.
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
Kaji/catat pemasukan diet status nutrisi dan kebiasaan makan.
Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan
tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
Identifikasi perubahan pola makan.
Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
Berikan makanan sedikit dan sering.Meminimalkan anoreksia dan mual.
Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.Kepatuhan terhadap diet
dapat mencegah komplikasi terjadinya hipertensi yang lebih berat.
Tawarkan perawatan mulut, berikan permen karet atau penyegar mulut diantara waktu
makan.Menghindari membran mukosa mulut kering dan pecah.
Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi
untuk menentukan diet).
Kolaborasi: konsul dengan dokter untuk pemberikan obat sesuai dengan indikasi; Nabic,
Anti emetik dan anti hipertensi.
Nabic dapat mengatasi/memperbaiki asidosis.anti emitik akan mencegah mual/muntah
dan obat anti hipertensi akan mempercepat penurunan tekanan darah.
Kolaborasi: konsul dengan ahli gizi untuk pemberian diet tinggi kalori, rendah protein,
rendah garam (TKRPRG). Pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan
tekanan darah dan mencegah komplikasi.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2;
EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 6;
EGC. Jakarta.

Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis Company. Philadelphia. USA.

Haznam M. W. (1992). Kompendium Diagnostik & Terapi Ilmu Penyakit Dalam Edisi II.
Bandung.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran.Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Ngastiyah.(1997). Perawatan Anak Sakit. Editor: Setiawan. EGC. Jakarta:

Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit.EGC.
Jakarta.

Smith, Cindy Grennberg. (1988). Nursing Care Planning Guides for Children. Baltimore.
Williams & Wilkins

Suparman.(1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.FKUI. Jakarta.

SMF UPF Anak.(1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi.RSUD Dr. Soetomo. Surabaya


PENGERTIAN

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap
(Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan
internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai.Pada kebanyakan individu
transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa
tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya
berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

B. ANATOMI


C. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses
obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin
(diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
Infeksi misalnya pielonefritis kronik
Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria
renalis
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis
sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal.
Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.

D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron
rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita
asimtomatik.
Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal).
Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai
meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin
klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen
meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah
tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui
ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat
parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem
pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
Krekel
Nafas dangkal
Kusmaull
Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah
Perdarahan saluran GI
Ulserasi dan pardarahan mulut
Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
Kram otot
Kehilangan kekuatan otot
Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat
Pruritis
Kulit kering bersisik
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
Amenore
Atrofi testis

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran
ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan
elektrolit

G. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak
menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat
mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan.Pemeriksaan tahunan
termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai
menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan
mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long,
2001)

H. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis (cuci darah)
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
(membantu berkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4.Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD
adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan
tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis
respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.


J. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal,
nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh
disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan
tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada
edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit
tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan
dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis
respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus /
infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas
jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area
pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Edisi 8.Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3.Bandung :
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.Edisi
4.Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Edisi 8.Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai