( Quality Assurance)
Rumah sakit dan puskesmas sebagai unit tempat pelayanan kesehatan,
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan
standar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian juga
dengan upaya pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit yang merupakan
bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan, dan secara langsung akan
memberi konstribusi dalam peningkatan kualitas hospital care.
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang
harus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni:
tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat
diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable),
efisien (efficient) serta bermutu (quality).
Kedelapan syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya, namun pada
akhir-akhir ini dengan semakin majunya ilmu dan teknologi kesehatan serta
semakin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi masyarakat,
tampak syarat mutu makin bertambah penting. Mudah dipahami karena apabila
pelayanan kesehatan yang bermutu dapat diselenggarakan, bukan saja akan dapat
memperkecil timbulnya berbagai risiko karena penggunaan berbagai kemajuan
ilmu dan teknologi tetapi sekaligus juga akan dapat memenuhi kebutuhan dan
tuntutan masyarakat yang semakin hari tampak semakin meningkat.
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu
banyak upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut dilaksanakan secara
terarah dan terencana dikenal dengan nama program menjaga mutu (Quality
Assurance Program).
MUTU
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan
yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan
pelanggan (ASQC dalam Wijoyo, 1999).
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang
dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman
dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan
tersebut (Din ISO 8402, 1986).
Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby,
1984).
Dari beberapa pengertian diatas, segeralah mudah dipahami bahwa mutu
pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu
dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari
wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap standar
yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan sehari-hari melakukan penilaian ini
tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat
multi-dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan
masing-masing dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda.
Misalnya penilaian dari pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang
dianut ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan kesehatan
ataupun dengan penyandang dana pelayanan kesehatan. Menurut Roberts dan
Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut adalah:
1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan
petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara
petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam
melayani pasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh
pasien.
2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian
pelayanan yang diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan,
standar dan etika profesi, dan adanya otonomi profesi pada waktu
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
pasien.
3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi
pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari
pelayanan kesehatan mengurangi kerugian dari penyandang dana.
PROGRAM MENJAGA MUTU.
1. Pengertian.
Pengertian program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa
diantaranya yang dipandang cukup penting adalah:
a. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang
berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan
menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang
ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller,
1989).
b. Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil
kesenjangan antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran
yang diinginkan dari suatu sistem, sesuai dengan batas-batas
teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut (Ruels & Frank,
1988).
c. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup
identifikasi dan penyelesaian masalah pelayanan yang
diselenggarakan, serta mencari dan memanfaatkan berbagai
peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan (The
American Hospital Association, 1988).
d. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang
disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan
menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai
peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang
diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang
ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988).
Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya
tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah
berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan
utama, yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang
akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan
tersebut.
Jika ketiga rumusan tersebut disarikan dari keempat pengertian program
menjaga mutu diatas, dapatlah dirumuskan pengertian program menjaga mutu
yang lebih terpadu. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan
secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan
masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai
dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun
saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.
2. Tujuan.
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat
pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tujuan antara.
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga
mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan
kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila
masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.
b. Tujuan akhir.
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga
mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan
dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai
apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.
3. Manfaat.
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak
manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang
dimaksudkan adalah:
a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat
hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat
dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan
diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan
pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan
pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara
benar.
b. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat
hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan
pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya
tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus
mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah
standar akan dapat dicegah.
c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah
sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa
pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan,
pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
d. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari
kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat
pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta
diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak
kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk
melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari
masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak
ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya.
Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat
penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan
dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang
bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para
pemakai jasa pelayanan kesehatan .
4. Syarat.
Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari
persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah:
a. Bersifat khas.
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat
khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya
serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja.
Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat
melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu
rencana kerja program menjaga mutu.
b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan.
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk
melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar.
Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik
seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.
c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang
fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga
mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap
perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik.
d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus
mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program
menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan
karena itu bukanlah suatu program yang baik.
e. Mudah dilaksanakan.
Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya,
inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu
mandiri (Self assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan
secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang
melaksanakan pelayanan kesehatan .
f. Mudah dimengerti.
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang
kemudahan pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-
belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program
yang baik.
PELAYANAN KESEHATAN YANG BERMUTU.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan
kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan
kode etik profesi meskipun diakui tidak mudah namun masih dapat diupayakan,
karena untuk ini memang telah ada tolok ukurnya, yakni rumusan-rumusan
standar serta kode etik profesi yang pada umunya telah dimiliki dan wajib sifatnya
untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi.
Tetapi akan bagaimakah halnya untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan ?.
Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi hanya yang sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan
kesehatan , namun karena ruang lingkup kepuasan memang bersifat sangat luas,
menyebabkan upaya untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu
tidaklah semudah yang diperkirakan. Sesungguhnyalah seperti juga mutu
pelayanan, dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali. Secara umum
dimensi kepuasan tersebut dapat dibedakan atas dua macam:
1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi.
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan
terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi saja.
Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang
bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat
memuaskan pasien. Dengan pendapat ini maka ukuran-ukuran pelayanan
kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan standar serta
kode etik profesi yang baik saja. Ukuran-ukuran yang dimaksud pada
dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:
a. Hubungan tenaga kesehatan/perawat-pasien (Nurse-patient
relationship).
b. Kenyamanan pelayanan (Amenitis).
c. Kebebasan melakukan pilihan (Choice).
d. Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientifik knowledge and
technical skill).
e. Efektifitas pelayanan (Effectives).
f. Keamanan tindakan (Safety).
2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan
kesehatan.
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan
dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan .
Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang
bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan dapat
memuaskan pasien. Dengan pendapat ini mudahlah dipahami bahwa
ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas,
karena didalamnya tercakup penilaian kepuasan pasien mengenai:
a. Ketersediaan pelayanan kesehatan (Available).
b. Kewajaran pelayanan kesehatan (Appropriate).
c. Kesinambungan pelayanan kesehatan (Continue).
d. Penerimaan pelayanan kesehatan (Acceptable).
e. Ketercapaian pelayanan kesehatan (Accesible).
f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (Affordable).
g. Efesiensi pelayanan kesehatan (Efficient).
h. Mutu pelayanan kesehatan (Quality).
UNSUR-UNSUR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN
Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan
(performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan keluaran (output)
yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap
pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun
sebaliknya.
Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh
proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah
bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh
unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan
ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan
atau kebutuhan.
Unsur Masukan
Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan
serta peralatan. Secara umum disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana
(kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
(standardofpersonnel and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai
dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan (Bruce
1990).
Unsur Lingkungan
Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah kebijakan,organisasi,
manajemen. Secara umum disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan
manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau tidak bersifat
mendukung, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan.
Unsur Proses
Yang dimaksud dengan unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan
atau non medis. Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan (standard of conduct), maka sulitlah
diharapkan mutu pelayanan menjadi baik (Pena, 1984).
STANDAR
Program menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar,
karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan
penyebab masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian
masalah,menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada
standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu.
Pengertian standar itu sendiri sangat beragam, di antaranya:
Standar adalah sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas,
berat, nilai atau mutu.
Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang
mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.
Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau
disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical
Practice Guideline, 1990).
Berdasarkan batasan tersebut di atas sekalipun rumusannya berbeda,
namun terkandung pengertian yang sama, yaitu menunjuk pada tingkat ideal yang
diinginkan. Lazimnya tingkat ideal tersebut tidak disusun terlalu kaku, namun
dalam bentuk minimal dan maksimal (range). Penyimpangan yang terjadi tetapi
masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut toleransi (tolerance). Sedangkan
untuk memandu para pelaksana program menjaga mutu agar tetap berpedoman
pada standar yang telah ditetapkan maka disusunlah protokol.
Adapun yang dimaksud dengan protokol (pedoman, petunjuk pelaksanaan)
adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistimatis dan yang dipakai
sebagai pedoman oleh para pelaksana dalam mengambil keputusan dan atau
dalam melaksanakan pelayanankesehatan.Makin dipatuhi protokol tersebut, makin
tercapai standar yang telah ditetapkan.Jenis standar sesuai dengan unsur-unsur
yang terdapat dalam unsur-unsur rogram menjaga mutu, dan peranan yang
dimiliki tersebut. Secara umum standar program menjaga mutu dapat dibedakan :
1. Standar persyaratan minimal
Adalah yang rnenunjuk pada keadaan minimal yang harus dipenuhi
untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang
dibedakan dalam :
a. Standar masukan
Dalam standar masukan yang diperlukan untuk minimal
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu jenis,
jumlah, dan kualifikasi/spesifikasi tenaga pelaksana
sarana,peralatan, dana (modal).
b. Standar lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal
unsur lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang bermutu yakni garis-garis besar
kebijakan program, pola organisasi serta sistim manajemen,yang
harus dipatuhi oleh semua pelaksana.
c. Standar proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur
proses yang harus dilakukan untuk terselenggaranya pelayanan
kesehatan yang bermutu, yakni tindakan medis, keperawatan dan
non medis (standard of conduct), karena baik dan tidaknya mutu
pelayanan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan
standar proses.
2. Standar penampilan minimal
Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalah yang
menunjuk pada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima.
Standar ini karena menunjuk pada unsur keluaran maka sering disebut
dengan standar keluaran atau standar penampilan (Standard of
Performance).
Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan yang diselenggarakan
masih dalam batas-batas kewajaran, maka perlu ditetapkan
standarkeluaran.Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka
keempat standar tersebut perlu dipantau, dan dinilai secara obyektif serta
berkesinambungan. Bila ditemukan penyimpangan,perlu segera diperbaiki.
Dalam pelaksanaannya pemantauan standar-standar tersebut tergantung
kemampuan yang dimiliki, maka perlu disusun prioritas.
INDIKATOR
Untuk mengukur tercapai tidaknya standar yang telah ditetapkan,maka
digunakan indikator (tolok ukur), yaitu yang menunjuk pada ukuran kepatuhan
terhadap standar yang ditetapkan.Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan
indikator,makin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah
ditetapkan.Sesuai dengan jenis standar dalam program menjaga mutu, maka
indikatorpun dibedakan menjadi :
1. Indikator persyaratan minimal
Yaitu indikator persyaratan minimal yang menunjuk pada ukuran
terpenuhi atau tidaknya standar masukan, lingkungan dan proses. Apabila
hasil pengukuran berada di bawah indikator yang telah ditetapkan pasti
akan besar pengaruhnya terhadap mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan.
2. Indikator penampilan minimal
Yaitu indikator penampilan minimal yang menunjuk pada ukuran
terpenuhi atau tidaknya standar penampilan minimal yang
diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini sering disebut
indikator keluaran. Apabila hasil pengukuran terhadap standar penampilan
berada di bawah indikator keluaran maka berarti pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan tidak bermutu.
Berdasarkan uraian di atas mudah dipahami, apabila ingin diketahui
(diukur) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan
(penyebab), maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal.
Tetapi apabila yang ingin diketahui adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat)
maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan).
KRITERIA
Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria dari standar yang telah
ditetapkan, baik unsur masukan, lingkungan, proses ataupun keluaran.
Berdasarkan uraian di atas mutu pelayanan kesehatan suatu fasilitas pemberi jasa
dapat diukur dengan memantau dan menilai indikator, kriteria dan standar yang
terbukti sahih dan relevan dengan : masukan, lingkungan, proses dan keluaran.
BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU (QUALITY ASSURANCE)
Bentuk Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas tiga jenis :
1. Program Menjaga Mutu Prospektif (Prospective Quality Assurance)
Adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum
pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukkan
pada standar masukan dan standar lingkungan yaitu pemantauan dan
penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana, di samping terhadap
kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi kesehatan.
Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering
dimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan perundang-
undangan, di antaranya : Standardisasi (Standardization),perizinan
(Licensure), Sertifikasi (Certification), akreditasi (Accreditation).
2. Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality assurance)
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah
yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar
proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non
medis yang dilakukan.
3. Program Menjaga Mutu Restrospektif (Retrospective Quality Assurance)
Yang dimaksud dengan program menjaga mutu restrospektif
adalah yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar
keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan,
maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat
berupa hasil kerja pelaksana pelayanan .atau berupa pandangan pemakai
jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah :
Record review, tissu review, survei klien dan lain-lain.
METODA YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM MENJAGA MUTU
Untuk mengukur dan menilai mutu asuhan dilaksanakan melalui berbagai metoda
sesuai kebutuhan.
Metoda yang digunakan adalah :
1. Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses,
lingkungan dan keluaran apakah dilaksanakan sesuai standar yang telah
ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkuren atau retrospektif, dengan
menggunakan data yang ada (rutin) atau mengumpulkan data baru. Dapat
dilakukan secara rutin atau merupakan suatu studi khusus.
2. Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan,
penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang
direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap
dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap
kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
3. Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara
langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur.
Misalnya : survei kepuasan pasien.
4. Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik
dan perilaku pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dep. Kes. RI. Sistem Kesehatan Nasional, Depkes, Jakarta, 1982.
2. Rowland HS, Rowland BL.The Manual of Nursing Quality
Assurance,Aspen Publication Inc, Rockville, 1987.
3. Samsi Jacobalis. Menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit, PT Citra Windu
Satria, Jakarta, 1989.
4. Joint Commission on Acreditation on Health Care Organization, Primer on
Indicator Development and aplication, measuring Quality in Health
Care,JCAHO, Oakbrook Terrace, III, 1990.
5. Nan Kemp, Richardson EW. Quality Assurance in Nursing
Practice,Biddies LTD, London, 1990.
6. Donabedian A. Exploration in Quality and Monitoring Health
Administration,Ann Arbor, Michigan, 1980.
7. Azrul Azwar. Standar dalam Program Menjaga Mutu, MKMI, 1993;
8. Azrul Azwar. Konsep Mutu dalam Pelayanan Kesehatan, MKMI, 1993;
9. Blum HL. Planning for Development and Application of Social Change
Theory, Human Science Press, New York, 1984.
10. Departemen Kesehatan RI. Standar Pelayanan Rumah Sakit,
Depkes,Jakarta, 1992.
11. Emilie Beck, Joseph ED. Quality Assurance/Risk Management : The
Nurses Prespective, Care
12. communication Inc, Chicago, 1981.
13. 12. Ell MF, Ell JD. Quality Assurance Demystified, M.E. Medical
Information System, Victoria Australia 1991.
14. Texas Hospital Association.Guidelinesto an Effective Quality Assurance
Program, Texas Society for Quality Assurance, Texas, 1984.
15. Wiorld Health Organization. The Principles of Quality Assurance, Report
on WHO Meeting Barcelona,1986.
16. Dep. Kes. RI. Modul Pelatihan Rumah Sakit, Mutu Pelayanan
Depkes,Jakarta, 1992.