Anda di halaman 1dari 15

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

1 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia

Demokrasi di Indonesia telah jauh berkembang dari jaman kemerdekaan sampai
jatuhnya rezim orde baru hingga dimulainya era reformasi pada tahun 1998. Semakin
bebasnya dan meningkatnya kesempatan untuk menyatakan pendapat juga menjadi tonggak
pergerakan massal dari para buruh (kaum pekerja) di Indonesia.
Namun bila ditilik dari awal kemerdekaan Indonesia, pergerakan kaum pekerja ini
banyak melewati lika-liku serta pergolakan. Walaupun telah disebutkan dalam UUD 1945
pasal 28 bahwa Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Apabila dicermati
lebih lanjut pasal tersebut masih belum dapat memberikan jaminan yang pasti secara
konstitusional. Maka dari itu, ketika terjadi perubahan era dari rezim orde baru ke era
reformasi, ketentuan tersebut pun mengalami perubahan Kedua pada tahun 2000 yang
semakin menegaskan hak dari tiap orang untuk berkumpul dan menyatakan pendapat. Ini
tertera dalam pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan Setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Dari sanalah kita mendapat
kejelasan yang langsung dan tegas akan jaminan kebebasan untuk berserikat atau
berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), dan
kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression), tidak hanya bagi setiap warga
negara Indonesia, tetapi juga bagi setiap orang yang artinya termasuk juga orang asing yang
berada di Indonesia.
Dengan semakin mantap dan tegasnya jaminan akan hak yang diatur pada pasal 28
UUD 1945 tersebut, pergerakan organisasi buruh dan pekerja pun semakin menggeliat naik
ke permukaan. Perubahan era reformasi dan demokrasi serta globalisasi juga menjadi faktor
pemicu yang cukup berperan terhadap semakin gencarnya gerakan mereka di berbagai daerah
dan media yang ada. Sekarang, pihak serikat pekerja tidak hanya aktif dalam kegiatan
berorganisasi dan menyuarakan aspirasinya secara langsung (terjun) di lapangan, namun para
aktivis pejuang hak para pekerja ini pun sudah aktif merambah ke media cetak maupun sosial
sebagai sarana dalam penyaluran pendapat mereka.

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
2 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Perkembangan Serikat Pekerja di Indonesia
Sejatinya, pergerakan dan organisasi buruh (pekerja) di Indonesia sudah ada sejak
jaman penjajahan Belanda di era cultuurstelsel pada tahun 1870. Pada saat itu, pihak
pemerintah Hindia Belanda telah menyusun serangkaian paket kebijakan liberal sebagai
penopang dalam kegiatan meraka terutama untuk pembukaan lahan perkebunan, pendirian
pabrik, pembangunan infrastruktur, eksplorasi pertambangan, mengundang investasi asing,
serta memobilisir ribuan tenaga kerja untuk dipekerjakan pada proyek-proyek petanian,
perkebunan, dan infrastruktur yang diproduksi oleh sistem kolonial Belanda. Namun seiring
perkembangannya, pada awal abad 19, serikat buruh (SB) yang ada kemudian malah
diberangus keberadaannya karena dianggap menentang keberadaan pemerintahan Belanda
dengan mendukung gerakan nasionalisasi melalui aksi pemogokan besar-besaran. Hal ini
kemudian berlanjut ketika terjadi perubahan kekuasaan ke masa penjajahan Jepang.
Organisasi buruh yang masih tersisa dibubarkan dan kemudian para pekerja yang ada pun
dikerahkan untuk program kerja paksa guna menyokong kegiatan pasukan Jepang.
Kemudian pasca proklamasi, keberadaan organisasi atau serikat buruh kembali
menggeliat dan saling berafiliasi dengan partai politik yang ada. Dan pada era itu, Presiden
Soekarno memang terkenal sebagai pemimpin Negara yang pemerintahannya respect
terhadap gerakan buruh. Pada saat itu, gerakan buruh juga mendapat ruang gerak yang cukup
luas bahkan juga memiliki peran yang cukup besar dalam mempengaruhi kebijakan politik
Negara kita. Bung Karno juga terkenal aktif hadir dalam perayaan Hari Buruh menyatakan
perjuangan politik paling minimum gerakan buruh adalah mempertahankan politieke
toestand, yakni sebuah keadaan politik yang memungkinkan gerakan buruh bebas berserikat,
bebas berkumpul, bebas mengkritik, dan bebas berpendapat. Politieke toestand ini
memberikan ruang bagi buruh untuk melawan dan berjuang lebih kuat. Kemudian beliau juga
menyatakan bahwa pada tahap berikutnya, gerakan buruh harus melakukan machtsvorming,
yakni proses pembangunan atau pengakumulasian kekuatan. Machtsvorming dilakukan
melalui pewadahan setiap aksi dan perlawanan kaum buruh dalam serikat-serikat buruh,
menggelar kursus-kursus politik, mencetak dan menyebarluaskan terbitan, mendirikan
koperasi-koperasi buruh, dan sebagainya.
Namun apa yang dinyatakan oleh Bung Karno sepertinya tidak menjadi kenyataan.
Hal ini dikarenakan oleh kembali terjadinya pemberangusan terhadap serikat yang ada akibat
terjadinya transisi kepemimpinan dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada masa tersebut, gerakan
buruh yang ada di restrukturisasi dan ditata sedemikian rupa. Penataan tersebut terbagi ke
IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
3 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

dalam tiga fase. Pertama, pada tahun 1966 sampai awal 1970-an merupakan fase pelarangan
terhadap segala bentuk pengorganisasian serikat buruh. Hal tersebut dilakukan karena
pemerintahan pada saat itu beranggapan bahwa serikat yang ada merupakan produk
organisasi yang simpati terhadap Soekarno atau mereka bergerak mendukung sayap kiri.
Kedua, pada tahun 1970-1990, fase pengambilalihan (take over) seluruh kekuatan serikat
buruh di bawah kendali militer. Politik pengendalian militer bahkan masuk sampai ke tempat
kerja, mengintervensi proses pemilihan pemimpin serikat buruh, membatasi partisipasi politik
buruh, mengendalikan tuntutan kenaikan upah (termasuk tuntutan atas keamanan bekerja),
hingga menghindari tumbuhnya serikat buruh yang berwatak kritis dan radikal. Ketiga, pada
tahun 1990-1998, merupakan fase dimana kebijakan ekonomi pasar menjadi kedok
pemerintah untuk melanjutkan proyek kooptasi dan eksploitasi atas kekuatan politik buruh
melalui konsep Hubungan Industrial Pancasila (HIP). HIP dimaksudkan sebagai instrumen
kontrol negara sekaligus sarana penyeimbang aspirasi negara-negara kreditor yang meminta
agar pemerintahan Soeharto bersikap lebih bersikap responsif-akomodatif terhadap tuntutan
buruh. Pada fase kedua dan ketiga inilah terlihat bahwa pada masa pemerintahan Orde Baru,
kebebasan dalam berserikat dalam hal ini serikat buruh dikekang. Kita bisa perhatikan dan
pelajari dari bagaimana perjuangan Marsinah dalam membela hak kaumnya yang bahkan bisa
dihilangkan begitu saja dan diberantas oleh pemerintahan Orde Baru.
Kemudian pada era reformasi dan setelah jatuhnya rezim kepemimpinan Orde Baru,
terjadi perubahan yang cukup signifikan terhadap keberadaan serikat buruh atau pekerja di
Indonesia. Secara legal, peraturan mengenai reformasi perburuhan di Tanah Air dimulai
dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. 5 tahun 1998. Hal tersebut juga
menjadi awal dari era reformasi gerakan buruh dan pekerja di Indonesia yang sebelumnya
dikuasai secara tunggal oleh satu organisasi saja yaitu FSPSI (Federasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia).
Selain itu, terkait dengan kebebasan berserikat, yang menjadi tonggak sejarah dari
pergerakan serikat pekerja di Indonesia adalah ratifikasi terhadap Konvensi ILO no 87/1948
tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi. Adanya ratifikasi
terhadap Konvensi tersebut pada 9 Juni 1998 kemudian memberikan jaminan kebebasan yang
tegas kepada kaum buruh (pekerja) dan pengusaha untuk mendirikan dan menjadi anggota
organisasi demi kemajuan dan kepastian dari kepentingan pekerjaan mereka tanpa adanya
campur tangan dan keterlibata Negara. Dalam hal ini, pernyataan tersebut juga di jelaskan
pada pasal 2 yang menyatakan bahwa Para pekerja dan pengusaha, tanpa perbedaan
IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
4 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

apapun, berhak untuk mendirikan dan, menurut aturan organisasi masing-masing,
bergabung dengan organisasi-organisasi lain atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh
pihak lain. Lebih jelasnya dalam ratifikasi tersebut disebutkan juga bahwa baik pekerja dan
pengusaha :
1. bebas mendirikan organisasi tanpa harus meminta persetujuan dari institusi publik
yang ada; tidak adanya larangan untuk mendirikan lebih dari satu organisasi di satu
perusahaan, atau institusi publik, atau berdasarkan pekerjaan, atau cabang-cabang dan
kegiatan tertentu ataupun serikat pekerja nasional untuk tiap sektor yang ada;
2. bebas bergabung dengan organisasi yang diinginkan tanpa mengajukan permohonan
terlebih dahulu;
3. bebas mengembangkan hak-hak tersebut diatas tanpa pengecualian apapun,
dikarenakan pekerjaan, jenis kelamin, suku, kepercayaan, kebangsaan dan keyakinan
politik.
Perubahan pada Konvensi ILO No. 87 ini juga menjamin perlindungan bagi
organisasi yang dibentuk oleh pekerja ataupun pengusaha untuk berorganisasi tanpa adanya
campur tangan dari pihak lain terutama dari institusi publik. Ketentuan itu diatur pada pasal
3, dimana : (a) Organisasi pekerja dan pengusaha berhak untuk membuat anggaran dasar dan
peraturan-peraturan, secara bebas memilih wakil-wakilnya, mengelola administrasi dan
aktifitas, dan merumuskan program; (b) Penguasa yang berwenang harus mencegah adanya
campur tangan yang dapat membatasi hak-hak ini atau menghambat praktek-praktek hukum
yang berlaku. Kemudian bila dijelaskan lebih lanjut, pada ketentuan tersebut juga dijamin
mengenai kebebasan berorganisasi mereka dalam hal :
1. bebas menjalankan fungsi mereka, termasuk untuk melakukan negosiasi dan
perlindungan akan kepentingan-kepentingan pekerja;
2. menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih perwakilan mereka, mengatur dan
melaksanakan berbagai program aktifitasnya;
3. mandiri secara finansial dan memiliki perlindungan atas aset-aset dan kepemilikan
mereka;
4. bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa proses hukum yang jelas atau
mendapatkan kesempatan untuk mengadukan ke badan hukum yang independen dan
tidak berpihak;
IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
5 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

5. bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi ataupun konfederasi sesuai dengan
pilihan mereka, dan juga bebas untuk berafiliasi dengan organisasi pekerja/pengusaha
internasional. Poin ini dijelaskan dengan rinci pada pasal 5 yang menyatakan bahwa
Organisasi pekerja dan pengusaha berhak untuk mendirikan dan bergabung dengan
federasi-federasi dan konfederasi-konfederasi dan organisasi sejenis, dan setiap
federasi atau konfederasi tersebut berhak untuk berafiliasi dengan organisasi-
organisasi pekerja dan pengusaha internasional.
Selain hal tersebut di atas, implementasi dari konvensi itu juga memastikan bahwa
pegawai negeri dan pegawai BUMN/BUMD memiliki hak untuk kebebasan berserikat dan
perlindungan hak berorganisasi. Maka dari itu, seiring dengan ratifikasi dan perubahan
Konvensi ILO tersebut pemerintah Indonesia kemudian mengesahkan UU No. 21/2000
tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Dalam kaitannya dengan serikat pekerja/serikat buruh,
Undang-undang tersebut mengandung mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. hak pekerja untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja (Pasal 5 ayat 1:
setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh)
2. hak serikat pekerja untuk melindungi, membela dan meningkatkan kesejahteraan
pekerja beserta keluarganya; dan
3. perlindungan terhadap pekerja dari tindakkan diskriminatif dan intervensi serikat
pekerja (pasal 28 siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa
pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak
menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan
atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerj/serikat buruh dengan cara: (a)
melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan
mutasi; (b) tidak dibayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; (c) melakukan
intimidasi dalam bentuk apapun; (d) melakukan kampanye anti pembentukan serikat
pekerja/serikat buruh. Pasal ini dikuatkan melalui pasal 43 bilamana melanggar pasal
28 .dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,0 (seratus juta) dan
paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta).

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
6 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Media Pergerakan Serikat Pekerja
Seiring dengan perkembangan era dan perkembangan teknologi, media yang
digunakan oleh serikat pekerja di Indonesia pun ikut mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu. Gerakan serikat pekerja yang pada awal mulanya hanya sebatas pergerakan massa
melalui gerakan demontrasi serta protes dengan pemogokan kemudian berkembang ke
pergerakan yang lebih gencar lagi dengan menggunakan teknologi yang nyatanya
berkembang cukup canggih.
Secara umum, pergerakan yang dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh tersebut
merupakan aksi mereka dalam menggunakan haknya terkait pelaksanaan kebebasan
berekspresi dan berpendapat sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Ada beberapa faktor yang memang menjadi pemicu terjadinya aksi dari serikat
pekerja di Indonesia diantaranya adalah kenaikan gaji dan upah minimum, pemberian bonus
hari raya, penghapusan kontrak kerja dan outsourcing, jaminan sosial tenaga kerja,
pembayaran gaji (tepat waktu), union busting, pemecatan dan syarat serta kondisi kerja
lainnya yang tidak dipenuhi oleh majikan atau tempat mereka bekerja.
Kemudian selain melalui pergerakan massa, saat ini aksi mereka pun berkembang
akibat adanya perkembangan teknologi. Serikat pekerja kemudian menggunakan komunikasi
melalui internet baik melalui email maupun melalui media sosial lainnya untuk membangun
dan mengkampanyekan serikat buruh. Dengan adanya bantuan teknologi ini, mereka jadi
semakin aktif dalam melakukan kegiatannya. Selain itu, kegiatan mereka pun menjadi
semakin cepat dan mudah dalam proses koordinasinya dan lebih murah bila dibandingkan
untuk mengadakan pertemuan mengingat kondisi geografis dan demografis Indonesia yang
luas ini. Namun, kemudahan yang ada akibat perkembangan teknologi tersebut terkadang
tidak dapat dinikmati oleh beberapa pekerja/buruh mengingat ada kemungkinan bahwa
beberapa perusahaan tempat mereka bekerja belum menggunakan teknologi tersebut atau
mungkin juga karena para buruh/pekerja tersebut tidak mampu menggunakan media
teknologi seperti itu.
Beberapa media sosial memang menjadi salah satu cara serikat pekerja dalam
melakukan pergerakannya di Indonesia. Hal ini juga berkaitan dengan tingginya tingkat
pengguna internet dan media sosial di Indonesia yang dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Salah satu media yang cukup booming dan digunakan sebagai sarana
IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
7 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

komunikasi oleh pihak serikat pekerja adalah melalui Facebook dan Blog. Selain organisasi
serikat pekerja yang memang aktif dalam melakukan pergerakan, beberapa aktivis di dunia
perburuhan dan atau yang peduli akan hal tersebut juga menggunakan teknologi media
sosial sebagai upaya menyadarkan pekerja atau buruh atas hak-hak yang bisa mereka
dapatkan dari pekerjaan mereka.
Beberapa akun media sosial atau website berikut adalah contoh dari pergerakan
serikat pekerja melalui dunia maya di Indonesia dan internasional. Diantaranya adalah
sebagai berikut :
http://www.ilo.org/
http://www.workersliberty.org/
http://www.ituc-csi.org/
http://kspsi.com/
http://unionism.wordpress.com/
http://fspmindependen.wordpress.com
http://www.kspi.or.id/
https://www.facebook.com/serikatpekerja.indonesia
http://serikatpekerjapln.org/
Dari beberapa akun media sosial atau website diatas, kita sebagai masyarakat umum
maupun para pekerja di Indonesia dapat mengetahui sejauh mana hak-hak yang mereka miliki
terkait pekerjaannya. Dengan semakin meningkatnya pengetahuan dan kesadaran yang
dimiliki oleh para pekerja/buruh Indonesia, maka keinginan mengenai terciptanya lingkungan
kerja yang adil dan kondusif di Indonesia pun bisa tercapai dengan sukses.
Dengan adanya bantuan teknologi seperti yang telah disebutkan di atas, adanya
internet juga memberikan lingkungan baru dimana gerakan buruh bukan cuma mencapai
solidaritas di tingkat domestik atau nasional saja, melainkan sudah merambah ke gerakan
solidaritas internasional. Dari sanalah, para penggiat atau aktivis pergerakan serikat pekerja
dapat berkomunikasi dan berdiskusi tentang kebijakan-kebijakan terkait serikat buruh dan
hak pekerja baik kebijakan yang bersifat sebatas Negara hingga kebijakan internasional
hingga bahkan dari forum yang ada tersebut mereka juga mampu merumuskan kebijakan baru
IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
8 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

guna lebih meningkatkan kesejahteraan pekerja dan pencapaian keadilan dan lingkungan
kerja yang kondusif.

Selayang Pandang : SP PT PLN (Persero)
Dalam perkembangannya, pergerakan serikat buruh atau serikat pekerja di Indonesia
memang telah mengalami berbagai pergolakan. Dewasa ini, pergerakan serikat yang ada
tersebut juga bisa dikatakan bebas dalam arti mereka berhak untuk berserikat dan
menyampaikan pendapat sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku dan
tentunya tidak melewati batasan-batasan hukum yang ada.
Semakin berkembang dan meningkatnya kuantitas maupun kualitas para pekerja kita
menandakan bahwa sistem demokrasi di Negara kita pun sebenarnya cukup maju. Mengingat
bahwa tiap warga Negara tidak terkecuali dari kaum pekerja atau buruh juga berhak dalam
menyampaikan aspirasinya terkait kondisi lingkungan kerja di Indonesia. Ini juga
menandakan bahwa selain memang pengetahuan dan wawasan dari pekerja kita yang
semakin kritis terhadap sistem perburuhan, tingginya kesadaran kaum pekerja ini terhadap
hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan pun bisa dikatakan meningkat pula.
Hal tersebut juga sebenarnya selain karena memang hak mereka diatur oleh peraturan
serta perundang-undangan yang ada, kesadaran mereka muncul akibat semakin progresifnya
propaganda atau penyadaran publik yang dilakukan oleh para aktivis pembela kaum pekerja
dengan tujuan untuk membela kaumnya, baik melalui pergerakan massa dengan demonstrasi
di jalanan atau juga dengan melakukan komunikasi melalui media yang ada (media cetak, by
phone, internet, dsb).
Berikut ini saya ulas mengenai bagaimana serikat pekerja di salah satu BUMN
terbentuk dan seperti apa perkembangan serta tujuan dari berdirinya serikat pekerja tersebut.



IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
9 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

SERIKAT PEKERJA PT PLN (PERSERO)
Sebelum terbentuknya organisasi serikat pekerja, seluruh pegawai PT. PLN (Persero),
seperti juga perusahaan-perusahaan BUMN lainnya, secara otomatis menjadi anggota
KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia).
Memasuki masa reformasi, geliat keinginan para pegawai PT. PLN (Persero) untuk
membentuk organisasi sebagai wadah pegawai yang benar-benar bersifat bottom up, mulai
terasa pada penghujung tahun 1998. Hal tersebut tercermin pada pertemuan pada tanggal 3
Desember 1998 antara Pengurus Korpri dengan perwakilan pegawai di Gedung Penunjang
Lantai 2 Kantor Pusat PT. PLN (Persero). Pertemuan itu membuahkan rencana dibentuknya
Tim Penyuluhan Pembentukan Wadah Organisasi Serikat Pekerja Pegawai PT. PLN
(Persero), dan sambil menunggu terbentuknya organisasi tersebut, maka KORPRI dibubarkan
oleh Direktur Utama PT. PLN (Persero) dan untuk membina pegawai di luar kedinasan
dibentuklah wadah yang disebut dengan BKK (Badan Kesejahteraan Karyawan).
Pada Musyawarah Nasional (MUNAS) KORPRI yang dilaksanakan pada tanggal 15
s/d 17 Februari 1999, dan diikuti oleh 900 peserta terdiri dari 483 unsur (Pusat,
Departemen, Propinsi, DT II, BUMN/D, Lembaga-lembaga Negara), tercetuslah hasil bahwa
keanggotaan KORPRI bagi pegawai BUMN bersifat STELSEL AKTIF, yang berarti
keanggotaanya tidak secara otomatis (berdasar unsur sukarela).
Hasil MUNAS KORPRI itu, membuka kesempatan untuk membentuk organisasi
Serikat Pekerja. Dengan telah diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 87 tahun 1948 tentang
Kebebasan Berserikat bagi Pekerja dengan Keputusan Presiden RI Nomor 83 tahun 1998
pada masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie, maka dalam penerapannya setiap
pekerja/pegawai disetiap perusahaan, baik perusahaan swasta, BUMN, BUMD termasuk
anak-anak perusahaannya serta Pegawai Negeri Sipil dapat mendirikan atau masuk pada
suatu organisasi Serikat Pekerja secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak lain.
Organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang Serikat Pekerja yang sifatnya
mandiri / independen dan tidak berafiliasi pada partai politik tertentu serta tidak diarahkan
untuk mendukung pada suatu faham politik tertentu atau aliran suatu golongan tertentu
melainkan bertujuan memperjuangkan / membela kepentingan pekerja/pegawai dan
keluarganya serta sebagai suatu wadah untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan pegawai
dalam rangka mewujudkan suasana kerja yang kondusif dan berupaya meningkatkan kinerja
dan produktivitas kerja.
IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
10 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Seiring dengan hal tersebut, Kementrian Pendayagunaan BUMN dengan
pertimbangan bahwa kondisi kinerja BUMN akan lebih terkendali jika serikat pekerja di
lingkungan BUMN terbentuk secara internal, segera mengadakan kegiatan-kegiatan.
Kegiatan tersebut berupa Workshop tentang Pembentukan Serikat Pekerja pada tanggal 18
Februari 1999 di gedung Sucofindo Jakarta dan Lokakarya Pembentukan Serikat Pekerja
dilingkungan BUMN pada tanggal 22 s/d 23 Maret 1999. Ir. Ahmad Daryoko dan dua orang
dari kepegawaian mewakili PLN mengikuti lokakarya ini.
Kemudian Menteri Negara Pendayagunaan BUMN cq. Staf Ahli Bidang Komunikasi
dan Pengembangan SDM menerbitkan surat No. S.19/MSA-5/BUMN/1999 tanggal 15 Maret
1999 perihal Instruksi Memfasilitasi Pendirian Serikat Pekerja.
Pada tanggal 21 s/d 22 Maret 1999 Ir. Achmad Daryoko dan Ir. Batara Lumbanradja
mengikuti pelatihan tata cara pembentukan organisasi Serikat Pekerja. Selanjutnya Direksi
PT. PLN (Persero) mengeluarkan Keputusan Direksi No. 061.K/010/DIR/1999 tanggal 7
April 1999 tentang Pembentukan Tim Penyuluhan Pembentukan Wadah/Organisasi/Serikat
Pekerja Pegawai PT. PLN (Persero). Tim yang berfungsi sebagai fasilitator dalam
pembentukan wadah/organisasi Serikat Pekerja Pegawai PT. PLN (Persero) itu
beranggotakan 20 orang dengan susunan keanggotaan Ir. Samiudin sebagai Ketua merangkap
anggota, Ir.Hariyanti Soeroso sebagai Sekertaris merangkap anggota, Ir.Daryoko, Ir.Batara
Lumbanradja, Budi Kristanto,SH , Ir.Maryono, Budiman Z. SH., Ir.Okman Anwar, Ir.Donny
Kuswandito, Drs.Abbas Thaha, Drs.Irwan S. Agoes, Ir. S.A. Aritonang, Ir. Z.A. Dalimunthe,
MM, Ir.Rachmadi, Ir.Arief BP Kamirin, MBA, Drs.Anwar Suryadi, Drs.Saleh Ardisoma,
Drs.Kardi Sastrawinata dan Ir. Slamet Rahardjo.
Tugas Tim antara lain menyusun materi penyuluhan, menyusun rencana pembentukan
wadah organisasi, melaksanakan penyuluhan ke unit dan TOT ke Tim penyuluh unit,
berperan sebagai fasilitator dan memberikan laporan kepada manajemen.
Setelah diterbitkannya SK tersebut, pada tanggal 12 April 1999, Direksi memberikan
informasi kepada anggota Tim Penyuluhan mengenai sikap Direksi bahwa Direksi memberi
keleluasaan kepada pegawai PLN untuk mendirikan Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) tanpa
campur tangan Manajemen dan proses dilakukan bottom up. Dalam pembentukan tersebut
Direksi menyampaikan jadual bagi Tim Penyuluh untuk bekerja sampai terbentuknya
organisasi yang direncanakan pada bulan Agustus 1999. Muncul usulan nama organisasi
dengan sebutan KOPRS PEGAWAI PT. PLN (PERSERO)
IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
11 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Dengan dibentuknya Tim Penyuluhan tersebut Pegawai PLN diharapkan dapat
mengerti dan memahami peran dan keberadaan Serikat Pekerja di PLN dan dapat membantu
jalannya proses pembentukan organisasi tersebut.
Setelah pertemuan dengan Direksi tersebut, Tim Penyuluh pada tanggal 15 April 1999
mengadakan rapat yang pertama dan dilanjutkan dengan rapat-rapat berikutnya yang
menghasilkan program kerja untuk penyusunan materi pada bulan April 1999, tahap
sosialisasi pada bulan Mei-Juni 1999, pembuatan pernyataan pada bulan Mei-juni 1999,
pembentukan panitia pemilihan pada bulan Juni 1999, pembentukan embrio Serikat Pekerja
di unit-unit pada bulan Juli 1999 dan pembentukan gabungan Serikat Pekerja pada bulan
Agustus 1999.
Tim Penyuluhan menyusun materi penyuluhan menjadi dua bagian yaitu latar
belakang masalah dan proses prosedur. Sementara Tim Penyuluhan menyusun materi, kepada
Pimpinan/Kepala Unit disampaikan informasi mengenai rencana pembentukan wadah Serikat
Pekerja PT.PLN (Persero) dan kepada Pimpinan/Kepala Unit diminta agar menjadi fasilitator
dan pembentukan Tim penyuluh yang selanjutnya akan diberi penyuluhan oleh Tim Penyuluh
PLN Kantor Pusat.
Sebelum pelaksanaan sosialisasi, Tim penyuluh melakukan benchmarking dengan
BUMN lain yang telah lebih dulu membentuk organisasi Serikat Pekerja yang meliputi cara
penyuluhan dan materi serta ikut seminar/lokakarya mengenai Serikat Pekerja.
Sesuai dengan rencana kerja yang telah ditetapkan, sosialisasi dilakukan mulai
pertengahan bulan Mei sampai dengan awal Juni 1999. sosialisasi dilakukan di 10 (sepuluh)
lokasi ibu kota provinsi yang dilakukan oleh 6 (enam) kelompok Sub Tim Penyuluhan. Unit-
unit induk termasuk unit asuhannya (cabang/sektor/proyek) mengirimkan anggota Tim
Penyuluhan Unit. Tim Penyuluhan Unit tersebut selanjutnya akan memberikan penyuluhan
kepada karyawan masing-masing unit. Sosialisasi secara keseluruhan berjalan baik dan lancar
tanpa ada kendala yang berarti.
Ketua Tim Penyuluh menandatangani Surat keputusan nomor SK. 02/SP-
PST/VII/1999 tanggal 20 Juli 1999, tentang Pembentukan Panitia Pemilihan Pengurus Serikat
Pekerja PT. PLN (Persero). Musyawarah Besar Pendirian Organisasi Serikat Pekerja PT.
PLN (Persero) yang diselenggarakan pada tanggal 18 dan 19 Agustus 1999 berlangsung
dengan semarak, tertib dan demokratis. Dihadiri oleh 94 orang perwakilan Pegawai PT. PLN
(Persero), sebagai embrio Pengurus di Unit -Unit seluruh Indonesia. Mubes ini telah
IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
12 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

menghasilkan 13 keputusan penting sebagai pedoman pelaksanaan organisasi SP-PLN yang
mengerti aspirasi arus bawah dan atas guna mencapai persamaan pandangan.
Ir. Adhi Satria, Msc sebagai Direktur Utama PT. PLN (Persero) memberikan kata
sambutan dan dilanjutkan dengan informasi mengenai Serikat Pekerja Serikat Pekerja di
BUMN oleh asisten Menteri PBUMN, Sofjan Djalil pada acara pembukaan Musyawarah
Besar tersebut.
Musyawarah Besar selain berhasil menyusun AD/ART dan sekaligus memilih
formatur untuk menjadi Ketua Umum Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) yaitu Ir. Hasrin
Hutabarat, juga mendeklarasikan terbentuknya organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero)
dan menetapkan bahwa tanggal 18 Agustus 1999 sebagai tanggal berdirinya organisasi
Serikat Pekerja PT. PLN (Persero).
Adapun tujuan serta visi-misi dari pembentukan SP PLN (Persero) ini, yaitu sebagai
berikut :
Tujuan Serikat Pekerja PLN
1. Meningkatkan rasa kebersamaan yang berkeadilan diantara pekerja.
2. Meningkatkan profesionalisme anggota dan pekerja dalam melaksanakan tugas
pelayanan kepada masyarakat dan pelanggan
3. Memberdayakan dan mendayagunakan anggotanya secara optimal.
4. Memberikan pengayoman, perlindungan dan penyaluran aspirasi anggota
5. Meningkatkan kesejahteraan anggota baik lahir maupun bathin.
6. Menciptakan suasana kekeluargaan dan persatuan diantara anggota.
7. Menyukseskan pelaksanaan program perusahaan sesuai dengan Kesepakatan Kerja
Bersama.
8. Menjembatani komunikasi antara perusahaan dengan anggota.
9. Melindungi dan menjaga seluruh asset perusahaan.

Visi SP PT PLN (Persero)
Serikat Pekerja (SP) PLN sebagai organisasi pekerja profesional yang efektif dalam
memperjuangkan hak dan kepentingan Anggota / Karyawan di dalam tatanan kehidupan
IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
13 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

perusahaan, masyarakat pekerja nasional dan internasional dengan semangat solidaritas,
independen, demokrasi, kesatuan, tanggung-jawab dan persamaan.

Misi SP PT PLN (Persero)
1. Memperjuangkan hak dan kepentingan anggota berdasarkan keadilan
2. Menyukseskan program organisasi dan perusahaan menuju Good Corporate Governance
untuk mewujudkan World Class Company
3. Mewakili anggota dalam hubungan tripartit
4. Memberikan layanan terbaik kepada masyarakat pelanggan PLN serta kepada Anggota
SP
5. Memiliki kepedulian terhadap lingkungan kerja, lingkungan masyarakat nasional dan
internasional.
Dari ulasan diatas kita dapat perhatikan bagaimana sejarah berdirinya serta
berkembangnya salah satu serikat pekerja BUMN (PT PLN (Persero)) di Indonesia. Memang
pada awalnya, baik BUMN maupun pekerja di bawah naungan lembaga pemerintahan tidak
memiliki serikat pekerja. Namun seiring dengan adanya perubahan perundang-undangan
maupun ratifikasi dari Konvensi ILO, semenjak itu setiap orang atau pekerja tidak terkecuali
pekerja sipil di bawah naungan lembaga pemerintahan juga memiliki hak yang sama untuk
berorganisasi dan menyatakan pendapatnya. Dalam hal ini pergerakan SP PLN juga bisa
dikatakan cukup gencar karena semenjak dibentuknya organisasi tersebut, pengurus yang ada
cukup gencar melakukan upaya penyadaran publik ke tiap lini karyawan di BUMN tersebut
hingga akhirnya mereka memahami hak-hak yang sepatutnya mereka peroleh. Kemudian
dengan semakin tingginya kesadaran dari pekerja yang ada di perusahaan tersebut, akhirnya
pihak pekerja dalam hal ini diwakili oleh SP PLN berhasil merumuskan dan mengesahkan
Perjanjian Kerja Bersama dengan pihak manajemen perusahaan. Dalam PKB tersebut juga
diatur mengenai hak-hak karyawan yang harus dipenuhi oleh pihak manajemen terkait
dengan peningkatan kesejahteraan hidup karyawan meliputi pelayanan kesehatan, cuti
maupun ijin kerja, pensiun, dsb.
Dengan adanya organisasi serikat pekerja di perusahaan, pihak manajemen juga
berusaha untuk berjalan beriringan dengan pekerjanya sehingga nantinya performa atau
kinerja perusahaan mampu memenuhi tujuan yang ada dan ini juga demi kepentingan Negara
IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
14 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat seluruh Indonesia. Adanya serikat
pekerja di perusahaan juga membantu dalam upaya peningkatan kinerja demi memenuhi
GCG (Good Corporate Governance).
SP PLN juga cukup kuat dalam sisi politis terutama bagaimana mereka mampu
mempertahankan posisinya dan perusahaan untuk tetap berdiri sebagai holding company yang
dapat dilihat pada tahun 2004 ketika SP PLN mampu menghasilkan posisi yang cukup kuat
dengan kemenangannya di MK terhadap UU Kelistrikan. Mereka juga cukup kuat posisinya
terutama dalam upaya melindungi kepentingan publik terkait usaha dan rencana pemerintah
untuk melakukan privatisasi terhadap perusahaan. SP PLN memang sejak awal menjadi ujung
tombak pembelaan atas kepentingan listrik untuk rakyat dan harus dikelola oleh pemerintah.
Perjuangan untuk mempertahankan satu PLN dan visi listrik untuk rakyat tidak mudah, karena
kepentingan ekonomis dengan skala pasar yang besar dan potensi listrik itu sendiri yang menjadi
konsumsi harian masyarakat modern menjadikan perusahaan ini usaha empuk pihak-pihak
pemilik modal untuk menjadikan listrik sebagai komoditas profit.
Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa memang dalam situasi berorganisasi tidak
terlepas dari perbedaan pendapat dan pandangan. Hal ini juga terjadi di SP PLN dimana memang
ada oknum atau pihak yang ingin organisasi ini melemah. Dalam salah satu kesempatan
berbincang dengan salah seorang pekerja di perusahaan ini, beliau sempat mengatakan bahwa
memang di beberapa daerah kondisi SP yang ada mengalami kesenjangan dan perbedaan
pendapat. Bisa dikatakan bahwa dari situasi yang ada tersebut, memang benar adanya bahwa
seiring perkembangan dan kuatnya posisi yang dimiliki oleh SP PLN, terdapat oknum yang
berusaha memecahbelah internal pekerja demi kepentingannya semata entah itu mendukung
privatisasi maupun hal lainnya.
Memang benar bahwa setiap orang tidak terkecuali anggota serikat pekerja memiliki hak
dalam menyampaikan pendapat dan itu berarti bahwa perbedaan pandangan dan pendapat adalah
hal yang wajar dan lumrah terjadi. Namun ketika hal tersebut telah meluas dan melebar ke setiap
lini organisasi, otomatis tujuan serta visi dan misi yang dijunjung sejak awal tentunya tidak
menjadi sejalan. Inilah yang nantinya malah memicu konflik yang lebih luas dan malah akan
merugikan perusahaan bahkan bisa merugikan kepentingan Negara serta masyarakat luas. Maka
dari itu, sudah sepantasnya pihak pemerintah dalam hal ini sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
atas perusahaan serta pihak manajemen dan serikat pekerja yang ada untuk saling mendukung dan
menyatu karena ini merupakan kepentingan publik, bukan kepentingan ekonomis semata. Harus
ada kesamaan tujuan antara pihak-pihak ini agar nantinya semua tujuan yang ingin dicapai oleh
tiap pihak tersebut mampu terpenuhi dengan baik. Bila tidak, tidak dapat dipungkiri, tidak hanya
IGN Widya Hadi Saputra/041314153016
15 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

serikat pekerja (dalam hal ini pekerja) dan perusahaan saja yang merugi, namun bisa juga
masyarakat luas di Negara ini akan mengalami dampak yang lebih besar lagi dari kerugian
tersebut.

Sumber :
http://www.ilo.org/
http://unionism.wordpress.com/2010/08/14/surat-terbuka-untuk-sp-pln-mereka-yang-
memberikan-marbabat-baik-ditempat-kerja/
Serikat Pekerja/Serikat Buruh menggunakan Internet, Situs Web dan Jaringan Media
Sosial oleh Indah Budiarti, Juni 2002
Buruh dan Politik : Tantangan dan Peluang Gerakan Buruh Indonesia Pascareformasi.
2011. Jurnal Sosial Demokrasi volume 10.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/05/pergerakan-buruh-indonesia
http://www.jimlyschool.com/read/analisis/274/mengatur-kebebasan-berserikat-dalam-
undangundang/

Anda mungkin juga menyukai