Anda di halaman 1dari 13

1

BAB II
LANDASAN TEORI

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun
degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.


Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit
neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan merupakan
proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya.
(Smeltzer & Bare 2010).



2

2. Anatomi Fisiologi
a. Kulit kepala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek,
pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang
dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena
emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala
sampai dalam tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan
abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi.
b.Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis cranium (dasar
tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang
tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk
garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan
kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak)
dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding
yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan
dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia
meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-
arteria ini dapat menyebabkan tertimbunnya darah dalam ruang
epidural.
c. Lapisan Pelindung otak / Meningen
1) Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak
elastis menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter
robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna.
Fungsi durameter :
a) Melindungi otak
b) Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan
lapisan endotekal saja tanpa jaringan vaskuler ).
c) Membentuk periosteum tabula interna.
2) Arachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak
menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdapat
ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan
3

subdural dapat menyebar dengan bebas. Vena-vena otak yang
melewati subdural mempunyai sedikit jaringan penyokong
sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.
3) Piameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan
pembuluh darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan
membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya menjadi
jembatan sulkus.
Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial hemisfer otak.
Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus
pada setiap ventrikel. Diantara arachnoid dan piameter terdapat
ruang sub arachnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada
tempat tertentu.
Dapat memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada
kedalam system vena.
d. Otak
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang
dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran :
1) Efek langsung trauma pada fungsi otak.
2) Efek-efek lanjutan dari sel- sel otakyang bereaksi terhadap
trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar
(fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak
keluar dari hidung / telinga), merupakan keadaan yang berbahaya
karena dapat menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena
tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini
akan menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak
(peninggian tekanan tekanan intra cranial).
e. Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,
volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam
tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK
4

bergantung pada posisi pasien dan berkisar 15 mmHg. Ruang
cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml),
cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen
ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa
Monro Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk
ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari
komponen ini menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral
tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang
cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang otak (Herniasi batang
otak) yang berakibat kematian.
f. Jenis-Jenis Cedera Kepala
1) Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu
menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit
kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2 bentuk
fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan
oleh pemberian kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area
tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak seperti batang tulang
frontal atau temporal. Masalah ini bisa menjadi cukup serius
karena les dapat keluar melalui fraktur.
2) Cedera otak dan gagar otak
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak
bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa
sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan
glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral
membutuhkan suplay darah terus menerus untuk memperoleh
makanan. Kerusakan otak belakang dapat pulih dan sel-sel mati
dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya
beberapa menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami
regenerasi. Gagar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan
bentuk cedera otak tengah yang menyebar ganguan neuntosis
sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran pasien
5

mungkin mengalami disenenbisi ringan, pusing ganguan memori
sementara, kurang konsentrasi, amnesia rehogate, dan pasien
sembuh cepat. Cedera otak serius dapat terjadi yang
menyebabkan kontusio, laserasi dan hemoragi.
3) Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan
struktur. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak
sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberap detik
sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan
menimbulkan amnesia atau disonentasi.
4) Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar,
dengan kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak.
Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post truma.
Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan
meningkatkan mortabilitas (45%).
5) Hematuma cerebral( Hematuma ekstradural atau nemorogi ).
Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural
(ekstradural) diantara tengkorak dural, keadaan ini sering
diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang menyebabkan
arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri
ini benda diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju
bagian tipis tulang temporal. Hemoragi karena arteri ini dapat
menyebabkan penekanan pada otak.
6) Hematuma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling
sering disebabkan oleh truma tetapi dapat juga terjadi
kecenderungan pendarahan dengan serius dan aneusrisma.
Hemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan
akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang
subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau kronik.
6

Hemotuma subdural subakut adalah suatu kontusio sedikit berat
dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk meningkatkan
kesadaran setelah trauma kepala.
Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala
minor terjadi pada lansia.
7) Hemotuma sub aradinoid.
Perdarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yaitu antara lapisan
arachnoid dengan diameter. Sering kali terjadi karena adanya
vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering kali bersifat
kronik.
8) Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah
25ml atau lebih pada parenkim otak. Penyebabnya seringkali
karena adanya infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan deseterasi
yang tiba-tiba.

3. Klasifikasi
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer,
2000) dapat diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan
dikelompokkan menjadi.
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 15.
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 13.
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi
respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.
1) Amnesia paska trauma
2) Muntah
7

3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal.
4) Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(Mansjoer, 2001)
4. Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a.Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala.
f. Kecelakaan industri.

5. Pathofisiologi
Menurut Tarwoto, dkk (2007 : 127), adanya cedera kepala dapat
mengakibatkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada parenkim
otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema, dan gangguan
biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan
permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu
cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer
merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung
saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak. Pada
cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya
akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan serebral menimbulkan hematoma, misalnya pada epidural
hematoma yaitu berkumpulnya antara periosteum tengkorak dengan
8

durameter, subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang
antara durameter dengan sub arakhnoid dan intra serebral hematom
adalah berkumpulnya darah di dalam jaringan serebral.
Kematian pada cedera kepala disebabkan karena hipotensi karena
gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi
jaringan serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak.

6. Tanda Dan Gejala
a. Nyeri yang menetap atau setempat.
b. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
c. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga
dan darah terlihat dibawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda
battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga
), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).
d. Penurunan kesadaran.
e. Pusing / berkunang-kunang.
f. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler.
g. Peningkatan TIK
h. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis ekstremitas
i. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan.
j. Hilangnya kesadaran , mual dan muntah dan terdapat hematom.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera
kepala meliputi :
a. CT scan (dengan / tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler,
dan perubahan jaringan otak.
b. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan / tanpa kontras radioaktif.


9

c. Cerebral Angiography
Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan
otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
d. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
e. Sinar-X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
f. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
g. CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
h. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
tekanan intracranial.
i. Screen Toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
j. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara / cairan pada area
pleural.
k. Analisa Gas Darah (AGD / Astrup).

(Arif mutaqin,2008).

8. Penatalaksaan
Penatalaksanaan medis pada cedera kepala sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Umum
10

Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu,
pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang
kolar servikal.
1) Monitor respirasi : bebaskan jalan nafas, monitor keadaan
ventilasi, pemeriksaan AGD, bahkan oksigen bila perlu.
2) Monitor tekanan intrakranial.
3) Atasi syok bila ada.
4) Kontrol tanda-tanda vital.
5) Keseimbangan cairan elektrolit.
b. Operasi
Dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intraserebral, debridemen
luka, kraniotomi.
c. Menilai sirkulasi
1) Diuretik : Untuk mengurangi edema serebral misalnya manitol 20
%, furosemid (lasik).
2) Antikonvulsan : Untuk menghentikan kejang misalnya dilantin,
fegretol, valium.
3) Kortikosteroid : Untuk menghambat pembentukkan edema
misalnya dengan dexamethasone.
4) Antagonis histamin : Mencegah terjadinya iritasi lambung karena
hipersekresi akibat trauma kepala misalnya dengan cimetidine,
ranitidine.
5) Antibiotik : Jika terjadi luka yang besar.

(Tarwoto,dkk. 2007)

9. Epidemiologi
Insiden cedera kepala diperkirakan 200 per 100000 orang berusia 0-19
tahun, sekitar 10 dari 100000 anak meninggal akibat cedera kepala.
Peristiwa yang menyebabkan cedera kepala ringan terjadi pada 82 %
kasus, pada cedera sedang hingga berat 14 % dan kematian pada 15 %.
11

Tingkat cedera kepala diantara anak laki-laki hampir dua kali lipat
dibandingkan anak perempuan. Cedera dan kecelakaan kendaraan
bermotor dan terkait olahraga merupakan penyebab utama cedera
kepala pada anak yang lebih tua, sementara jatuh merupakan penyebab
paling sering pada anak yang lebih muda.

10. Komplikasi
a) Herniasi
b) Perdarahan
c) Infeksi telinga dan hidung
d) Hidrosefalus ,hiperthermia
e) Kejang
f) SIADH
g) Bocornya LCS , edema pulmonal
h) Kebocoran cairan serebrospinal
i) Peningkatan tekanan intrakranial
j) Kegagalan pernafasan dan defisit neurologis

11. Prognosis
Pemulihan fungsi otak tergantung kepada beratnya cedera yang terjadi,
umur anak, lamanya penurunan kesadaran dan bagian otak yang
terkena. 50% dari anak yang mengalami penurunan kesadaran selama
lebih dari 24 jam, akan mengalami komplikasi jangka panjang berupa
kelainan fisik, kecerdasan dan emosi. Kematian akibat cedera kepala
berat lebih sering ditemukan pada bayi.Anak-anak yang bertahan hidup
seringkali harus menjalani rehabilitasi kecerdasan dan emosi. Masalah
yang biasa timbul selama masa pemulihan adalah hilangnya ingatan
akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya cedera (amnesia
retrograd), perubahan perilaku, ketidakstabilan emosi, gangguan tidur
dan penurunan tingkat kecerdasan.


12

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : Merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi ,hemiparese, ataksia cara
berjalan tidak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera/trauma
ortoped ,kehilangan tonus otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi
jantung (bradikardia, takikardia yg diselingi bradikardia disritmia.
c. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,
depresi.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan
fungsi.
e. Makanan/cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera makan.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, Perubahan dalam
penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain
lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, Perubahan status
mental, Perubahan pupil, Kehilangan penginderaan, Wajah tidak
simetris. Genggaman lemah tidak seimbang, Kehilangfan sensasi
sebagian tubuh.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda biasanya lama.
13

Tanda : Wajah menyeringai,respon menarik pada ransangan nyeri yg
hebat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda: Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,
ronkhi, mengi.
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan.
j. Kulit : Laserasi, abrasi, perubahan warna, adanya aliran cairan dari
telinga atau hidung, gangguan kognitif, gangguan rentang gerak,
demam.

2. Diagnosa dan Intervensi

Anda mungkin juga menyukai