Anda di halaman 1dari 17

1

Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna merupakan penyakit
yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna
tertentu. Biasanya seseorang buta warna akan merasa penglihatannya telah betul. Seseorang dengan
buta warna disebut sebagai cacat atau lemah warna, karena seseorang dengan buta warna masih
dapat mengenal warna. Buta warna bisa disebabkan karena faktor genetis maupun faktor lain seperti
karena Shaken Baby Syndrome, cedera atau trauma pada otak dan retina, maupun pengaruh sinar UV
(Ilyas,2004).



Gangguan penglihatan mata herediter, seperti buta warna mempengaruhi sejumlah signifikan orang,
proporsi yang pasti jumlahnya bervariasi. Di Australia yang terjadi pada 8% laki-laki dan 0,4% wanita.
Komunitas yang terisolasi dengan populasi gen yang terbatas, biasanya memiliki prevalensi yang
cukup tinggi, contohnya di pedesaan Finlandia, Hongaria, dan Skotlandia. Di Amerika serikat sekitar 7%
dari populasi laki-laki, atau sekitar 10,5 juta laki-laki dan 0,4% populasi wanita tidak bisa membedakan
antar warna merah dan hijau. Jarang dilaporkan laki-laki ataupun wanita mengalami buta warna biru.



Pada retina mata terdapat tiga tipe reseptor warna, yaitu merah, biru, dan hijau. Oleh karena itu
seseorang yang menderita defisiensi warna tersebut, otaknya tidak mampu menerima jenis warna
secara normal. Anomali warna terjadi sebagai hasil akibat kekurangan satu atau lebih dari reseptor
warna tersebut. Sebagian orang menganggap buta warna adalah penyakit dimana penderitanya
tidak bisa melihat warna sama sekali, hanya mampu membedakan warna hitam dan putih (gelap
dan terang saja). Namun demikian, sebenarnya tidak semua penderita buta warna hanya mampu
melihat gelap dan terang saja. Ada pula penderita buta warna yang tidak bisa mengenali warna
merah atau biru atau hijau saja. Penderita buta warna parsial seperti ini sering tidak menyadari jika
ada kelainan dalam dirinya. Sebab buta warna atau dikenal cacat penglihatan warna kongenital
bersifat tetap, terdapat sejak lahir, dan biasanya mengenai sama pada kedua mata. Sedangkan
sebab buta warna yang didapat yaitu tidak terlihat waktu lahir, biasanya berjalan progresif, dan
mengenai satu mata lebih dari mata sebelahnya (Ilyas,2004).






Pendahuluan
2

Abnormalitas penglihatan warna tidak banyak mempengaruhi kehidupan awal manusia seperti pada
masa kanak-kanak, karena tidak disertai oleh kelainan tajam penglihatan. Abnormalitas penglihatan
warna mulai mempengaruhi ketika anak dihadapkan pada persyaratan untuk masuk jurusan tertentu
yang buta warna menjadi salah satu kriteria seperti kedokteran, teknik, design grafis, dan lain-lain. Oleh
karena hal tersebut, identifikasi dini kelainan buta warna perlu dilakukan untuk membimbing anak
dalam menentukan jenjang pendidikannya kelak (Ilyas,2004).


Dengan mengetahui genetik sebagai salah satu penyebabnya, kita dapat mencegah peningkatan
kasus buta warna seperti misalnya dengan melakukan konseling pranikah. Tidak terbukti bahwa
penderita defek penglihatan warna dapat melihat pada keadaan gelap karena tidak terbukti sel
batang akan menggantikan posisi sel kerucut yang hilang. Kejadian Buta Warna meningkat pada pool
genetik dengan perkawinan diantara satu komunitas terisolir. Hal ini berpeluang untuk
terjadinya peningkatan prevalensi penderita buta warna yang memiliki kecenderungan herediter.
Prevalensi Buta Warna menunjukkan jumlah penderita buta warna dalam satu populasi dalam satu
periode tertentu (Daniel, 2002).


Definisi buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna juga dapat
diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone
cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat
bukan warna yang sesungguhnya (Nina Karina, 2007).


Buta warna sebenarnya adalah ketidakmampuan seseorang untuk membedakan warna tertentu.
Orang tersebut biasanya tidak buta semua warna melainkan warna-warna tertentu saja. Meskipun
demikian ada juga orang yang sama sekali tidak bisa melihat warna jadi hanya tampak sebagai
hitam, putih dan abu abu saja (kasus seperti ini sangat jarang terjadi). Normalnya, sel kerucut (cone) di
retina mata mempunyai spektrum terhadap tiga warna dasar, yaitu merah, hijau dan biru. Pada orang
yang mempunyai sel-sel kerucut yang sensitif untuk tiga jenis warna ini, maka ia dikatakan normal.








3






Penglihatan warna sangat dipengaruhi oleh tiga macam pigmen di dalam sel kerucut sehingga sel
kerucut/conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna biru, merah, dan hijau. Banyak
teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi biasanya teori -teori itu
didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik, yaitu bahwa mata manusia dapat
mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya monokromatik merah, hijau, dan biru dicampur
secara tepat dalam berbagai kombinasi (lihat gambar 1).








Gambar 1: Gradasi Warna


Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Benda-benda tertentu di
lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu, memancarkan cahaya. Pigmen-pigmen di
berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu cahaya yang datang dari
sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap dipantulkan dari permukaan
benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang memungkinkan kita melihat benda
tersebut. Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau
yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang dapat
diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut
(Sherwood, 2001).


MeKanisme pengenalan tiga warna


Semua teori mengenai penglihatan warna berdasarkan pada observasi yang telah dikenal secara
baik, yakni bahwa mata manusia sebenarnya dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila
cahaya monokromatik dari warna merah, hijau,dan biru dipersatukan dalam bermacam-macam
kombinasi.




Fisiologi penglihatan warna
4

Berdasarkan uji penglihatan warna, sensitivitas spektrum ketiga tipe sel kerucut pada manusia telah
terbukti pada dasarnya sama seperti kurva absorpsi cahaya untuk ketiga tipe pigmen yang ditemukan
di dalam sel kerucut. Kurva ini dapat menjelaskan hampir semua fenomena penglihatan warna (lihat
gambar 2).



Gambar 2: Peragaan besarnya rangsangan yang timbul pada berbagai sel kerucut yang peka
terhadap warna oleh cahaya monokromatik dari warna biru, hijau, kuning, dan jingga


Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen terutama cis aldehida A2.
Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang sinar yang berbeda. Warna ini
terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang gelombang yang terletak antara
440-700 (Ilyas, 2008). Warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang
terlihat dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang dapat
membedakan warna dasar merah, hijau dan biru.

1. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)
2. Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light (green)
3. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)

Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai dari ungu sampai
merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja dengan baik. Jika salah
satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta warna. Warna komplemen ialah
warna yang bila dicampur dengan warna primer akan berwarna putih. Putih adalah campuran semua
panjang gelombang cahaya, sedangkan hitam tidak ada cahaya (Ilyas, 2008).


Gelombang elektromagnit yang diterima pigmen akan diteruskan rangsangannya pada korteks pusat
penglihatan warna di otak. Bila panjang gelombang terletak di antara kedua pigmen maka akan
terjadi penggabungan warna (Ilyas, 2008). Seseorang yang mampu membedakan ketiga macam
5

warna, disebut sebagai trikromat (lihat gambar 3). Dikromat adalah orang yang dapat membedakan
2 komponen warna dan mengalami kerusakan pada 1 jenis pigmen kerucut. Kerusakan pada 2
pigmen sel kerucut akan menyebabkan orang hanya mampu melihat satu komponen yang disebut
monokromat. Pada keadaan tertentu dapat terjadi seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak
normal sehingga pasien tidak dapat mengenal warna sama sekali yang disebut sebagai akromatopsia
(Ilyas, 2008).











Gambar 3 : Kombinasi Warna Dasar dengan Putaran Maxwell


Teori Young-Helmholtz merupakan teori penting pertama mengenai penglihatan warna adalah dari
Young, yang kemudian dikembangkan dan diberi dasar eksperimental yang lebih mendalam oleh
Helmholtz. Menurut teori ini ada tiga jenis sel kerucut yang masing-masing beraksi secara maksimal
terhadap suatu warna yang berbeda. Oleh sebab itu menurut teori ini ada 3 macam conus, yaitu :

1. Conus yang menerima warna hijau
2. Conus yang menerima warna merah
3. Conus yang menerima warna violet


Ketiga macam conus itu mengandung zat photokemis yaitu substansi yang dapat dipecah oleh sinar
matahari. Jika ketiga macam conus itu mendapat rangsang bersama-sama, maka terlihatlah warna
putih. Warna-warna lain adalah kombinasi dari 3 warna dasar itu dengan perbandingan berbeda-
beda. Contohnya cahaya monokromatik merah dengan panjang gelombang 610 milimikron
merangsang kerucut merah ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.75 (76% dari puncak
perangsangan pada panjang gelombang optimum), sedangkan ia merangsang kerucut hijau ke
suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.13 dan kerucut biru sama sekali tidak dirangsang. Jadi rasio
perangsangan dari ketiga jenis conus dalam hal ini adalah 75 :13 : 0, sehingga sistem saraf menafsirkan
kelompok rasio ini sebagai sensasi merah. Unsuk sensasi biru, kelompok rasionya adalah 0 : 14 : 86;
untuk sensasi jingga tua- kuning, kelompok rasionya 100 : 50 : 0, untuk sensasi hijau, kelompok rasionya
50 : 85 : 15, demikian seterusnya.

6






Buta warna adalah kondisi yang diturunkan secara genetik. Dibawa oleh kromosom X pada
perempuan, buta warna diturunkan kepada anak-anaknya. Ketika seseorang mengalami buta warna,
mata mereka tidak mampu menghasilkan keseluruhan pigmen yang dibutuhkan untuk mata berfungsi
dengan normal. Cacat mata ini merupakan kelainan genetik yang diturunkan oleh ayah atau ibu.


Dari semua jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi, khususnya
deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya, penyebab buta warna tidak hanya
karena ada kelainan pada kromosom X, namun dapat mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan
gen-gen lain yang berbeda dan resesif bila ada kelainan pada makula dan saraf optic. Beberapa
penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan akromatopsia juga dapat menyebabkan
seseorang menjadi buta warna (Anonim, 2008).


Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Jadi kemungkinan seorang pria
yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna secara turunan lebih besar dibandingkan wanita
yang bergenotif XX untuk terkena buta warna. Jika hanya terkait pada salah satu kromosom X nya
saja, wanita disebut carrier atau pembawa, yang bisa menurunkan gen buta warna pada anak-
anaknya. Menurut salah satu riset 5-8% pria dan 0,5% wanita dilahirkan buta warna. Dan 99% penderita
buta warna termasuk dikromasi, protanopia, dan deuteranopia (Nina Karina, 2007).


Seorang ayah dengan kelainan akan menurunkan alel mutan ke semua anak perempuannya. Jika ibu
homozigot dominan, anak perempuan akan memiliki fenotip normal, tetapi akan menjadi carrier
mutasi (lihat gambar 4).


Gambar 4




Etiologi buta warna
7

Jika seorang perempuan karier bertemu dengan laki-laki fenotip normal, ada 50% peluang untuk
masing-masing anak perempuan menjadi karier dan 50% untuk masing-masing anak laki-laki untuk
memiliki kelainan (lihat gambar 5).



Gambar 5


Jika karier bertemu dengan laki-laki yang memiliki kelainan, akan ada peluang 50% untuk masing-
masing anak yang lahir menmiliki kelainan, apapun jenis kelaminnya. Anak perempuan yang tidak
memiliki kelainan akan menjadi karier, sedangkan anak laki-laki yang tidak memiliki kelainan tidak
memiliki alel resesif sama sekali (lihat gambar 6).



Lihat gambar 6


Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW (Opsin 1 Long Wave),
yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), yang menyandi pigmen hijau
(Samir S. Deeb dan Arno G. Motulsky, 2005). Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit makula,
saraf optik, sedang pada kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru dan
kuning sedang kelainan saraf optik memberikan kelainan melihat warna merah dan hijau (Ilyas, 2008).

8






Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama), deutros (kedua), dan tritos (ketiga)
yang pada warna merah, hijau, dan biru.


Anomalous trichromacy

Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat disebabkan oleh faktor
keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa. Penderita anomalous trichromacy memiliki
tiga sel kerucut yang lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah
satu dari tiga sel reseptor warna tersebut. Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan
tetapi dengan interpretasi berbeda daripada normal yang paling sering ditemukan adalah:

a. Tritanomali

Kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment (blue). Pigmen biru ini bergeser ke area
hijau dari spectrum merah. Pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak
normal, kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau lebih pigmen kerucut.
Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada anomaloskop berbeda
dibanding dengan orang normal.


b. Deutronomali

Kelainan bentuk pigmen middle-wavelenght (green). Dengan cacat pada hijau sehingga
diperlukan lebih banyak hijau, karena terjadi gangguan lebih banyak daripada warna hijau.


c. Protanomali

adalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi kelainan terhadap long-wavelenght (red)
pigmen, sehingga menyebabkan rendahnya sensitifitas warna merah. Artinya penderita
protanomali tidak akan mempu membedakan warna dan melihat campuran warna yang
dilihat oleh mata normal. Penderita juga akan mengalami penglihatan yang buram terhadap
warna spektrum merah. Hal ini mengakibatkan mereka dapat salah membedakan warna
merah dan hitam.




KlasifiKasi dan gejala buta warna
9

Dichromacy

Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel kerucut tidak ada atau
tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel pigmen pada kerucut, seseorang yang
menderita dikromatis akan mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu.
Diakromatisme, adalah kebutaan tidak sempurna yang menyangkut ketidakmampuan untuk
membedakan warna-warna merah dan hijau. Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian
berdasarkan pigmen yang rusak:

a. Protanopia

Salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya photoreceptor retina
merah. Pada penderita protonopia, penglihatan terhadap warna merah tidak ada.
Dichromacy tipe ini terjadi pada 1% dari seluruh pria. Keadaan yang paling sering
ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau sehingga sering dikenal dengan buta
warna merah hijau (lihat gambar 7).








Gambar 7: protonopia (tidak melihat warna merah)


b. Deutranopia

Gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan tidak adanya photoreceptor
retina hijau. Orang yang kehilangan kerucut hijau sehingga ia tidak dapat melihat warna
hijau. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam membedakan hue pada warna merah dan
hijau (red-green hue discrimination) (lihat gambar 8).







Gambar 8 : deutronopia (tidak melihat warna hijau)
10

c. Tritanopia

Keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-wavelength cone. Tritanophia, yaitu
kondisi yang ditandai oleh ketidak beresan dalam warna biru dan kuning dimana conus
biru atau kuning tidak peka terhadap suatu daerah spektrum visual. Tritanopia disebut
juga buta warna biru-kuning dan merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang
dijumpai (lihat gambar 9).









Gambar 9 Tritanophia (tidak melihat warna biru dan kuning)


Monochromacy

Monochromacy atau akromatopsia adalah kebutaan warna total dimana semua warna dilihat
sebagai tingkatan warna abu-abu. Akromatisme atau Akromatopsia, adalah keadaan dimana
seseorang hanya memiliki sebuah pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Pasien
hanya mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang). Pada monokromat
kerucut hanya dapat membedakan warna dalam arti intensitasnya saja dan biasanya 6/30.
Pada orang dengan buta warna total atau akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan
nistagmus dan bersifat autosomal resesif (lihat gambar 10) (Kurnia, 2009).











Gambar 10 ; buta warna total (hanya melihat hitam dan putih)

11


Bentuk buta warna dikenal juga :

a. Monokromatisme rod (batang) atau disebut juga suatu akromatopsia di mana terdapat
kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti tajam penglihatan
kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat
kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta
silang) tidak terdapat buta senja, dengan kelainan refraksi tinggi. Pada pemeriksaan
dapat dilihat adanya makula dengan pigmen abnormal.

b. Monokromatisme cone (kerucut), dimana terdapat hanya sedikit cacat, hal yang jarang,
tajam penglihatan normal, tidak nistagmus (Ilyas, 2008).



Teori Hering tentang buta warna

Menurut Hering, buta warna partial disebabkan karena orang tidak mempunyai substansi warna
merah-hijau (daltonis). Umumnya orang menderita buta warna merah-hijau, sedangkan buta warna
kuning-hitam jarang terjadi, juga penderita buta warna yang total jarang terjadi karena itu jarang ada
individu yang tidak mempunyai substansi fotochemis sama sekali. Hering juga menyatakan bahwa
ada 3 macam substansi fotochemis yang memiliki 6 macam kualitas dan dapat memberikan 6 macam
sensasi. Substansi ini dapat dipecah dan dapat dibangun oleh rangsang- rangsang tertentu. Kedua
macam substansi itu adalah :


- Substansi putih/hitam
- Substansi merah/hijau
- Substansi kuning/biru


Kalau terlihat warna putih, berarti semua gelombang sinar dipantulkan, sedangkan kalau melihat
warna hitam berarti semua gelombang sinar dihisap (diabsorpsi).







12







Tes uji klinis yang umum digunakan untuk mendeteksi cacat buta warna adalah tes Ishihara dan tes
American Optical HRR pseudoisochromatic. Metode-metode ini dipakai untuk menentukan dengan
cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik dengan berbagai
macam warna yang membentuk angka (Ishihara) dan simbol (HRR). Sedangkan untuk melakukan
klasifikasi pasti dari protanopia, deuteranopia, protanomali, dan deuteranomali memerlukan
penggunaandari anomaloscope yang melibatkan pemadanan warna (Samir S Deeb and Arno G
Motulsky,2005).

Test penglihatan warna salah satu test uji buta warna sebagai berikut :

a. Uji ishihara

Yaitu dengan memakai sejumlah lempeng polikromatik yang berbintik, warna primer dicetak di
atas latar belakang mosaic bintik-bintik serupa dengan aneka warna sekunder yang
membingungkan, bintik-bintik primer disusun menurut pola (angka atau bentuk geometric) yang
tidak dapat dikenali oleh pasien yang kurang persepsi warna (lihat gambar 11).


Gambar 11: Pemeriksaan Ishihara




PemeriKsaan dan diagnosis buta warna
13

Uji Ishihara merupakan uji untuk mengetahui adanya defek penglihatan warna, didasarkan pada
menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna (Ilyas, 2008).
Menurut Guyton (1997) Metode Ishihara yaitu metode yang dapat dipakai untuk menentukan
dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada pengunaan kartu bertitik-titik. Kartu ini
disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.


Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan memakai satu seri
gambar titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda (gambar pseudokromatik), sehingga
dalam keseluruhan terlihat warna pucat dan menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan
warna melihatnya. Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat
melihat sebagian ataupun sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada
pemeriksaan pasien diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang diperlihatkan dalam
waktu 10 detik (Ilyas, 2008).


Penyakit tertentu dapat terjadi ganguan penglihatan warna seperti buta warna merah dan hijau
pada atrofi saraf optik, optik neuropati toksi dengan pengecualian neuropati iskemik, glaukoma
dengan atrofi optik yang memberikan ganguan penglihatan biru kuning (Ilyas, 2008). Kesimpulan
tes buta warna dan diagnosis buta warna dapat diambil dari hasil pemeriksaan ini. (lihat tabel 1
dam gambar 11)


Tabel 1 : pengambilan kesimpulan tes buta warna

Kesimpulan tes pengambilan kesimpulan

Buta warna total 1. Jika gambar 1 salah, dan jawaban gambar lain diabaikan

Buta warna parsial 1. Jika gambar 1 benar, gambar 2 sampai gambar 16 salah
lebih dari 3, atau
2. Jika gambar 1 benar, gambar 22 sampai gambar 24
jawabannya hanya benar pada salah 1 gambar, atau
3. Jika gambar 1 benar, gambar 18 sampai gambar 21 terlihat
angka

Normal 1. Jika gambar 1 sampai gambar 17 benar, atau gambar 1
harus benar dan lebih dari 13 gambar dijawab benar
2. Gambar 22 sampai 24 benar atau 2 gambar benar



14

b. Uji pencocoKan benang

Pasien diberi sebuah gelendong benang dan diminta untuk mengambil gelendong yang
warnanya cocok dari setumpuk gelendong yang berwarna-warni



PemeriKsaan penunjang

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. OftalmosKop

Suatu alat dengan system pencahayaan khusus, untuk melihat bagian dalam mata
terutama retina dan struktur terkaitnya


2. Test sensitivitas Kontras

Adalah kesanggupan mata melihat perbedaan kontras yang halus, dimana pada pasien
dengan gangguan pada retina, nervus optikus atau kekeruhan media mata tidak
sanggup melihat perbedaan kontras tersebut


3. Test eleKtrofisiologiK

a. EleKtroretinografi (ERG)

Untuk mengukur respon listrik retina terhadap kilatan cahaya bagian awal respon
flash ERG mencerminkan fungsi fotoreseptor sel krucut dan sel batang

b. EleKtro oKulografi (EOG).

Untuk mengukur potensial korneoretina. Kelainan EOG terutama terjadi pada
penyakit secara difus mempengaruhi epitel pigmen retina dan fotoreseptor.







15


Gambar 12 : Algoritma Diagnosis ButaWarna dengan Pemeriksaan Ishihara

16






PenatalaKsanaan


Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati masalah gangguan
persepsi warna. Namun penderita buta warna ringan dapat belajar mengasosiasikan warna dengan
objek tertentu. Untuk mengurangi gejala dapat digunakan kacamata berlensa dengan filter warna
khusus yang memungkinkan pasien melakukan interpretasi kembali warna


Gangguan penglihatan warna yang diturunkan tidak dapat diobati atau dikoreksi. Beberapa
gangguan penglihatan warna yang didapat dapat diobati, bergantung pada penyebabnya.
Sebagai contoh jika katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan warna, operasi untuk
mengangkat katarak dapat mengembalikan penglihatan warna menjadi normal. Beberapa cara
untuk membantu gangguan penglihatan warna, antara lain:

1. Memakai lensa kontak berwarna. Hal ini dapat membantu membedakan warna, tetapi lensa
ini tidak menjadikan penglihatan menjadi normal dan objek yang dilihat dapat terdistorsi.
2. Memakai kacamata yang memblok sinar yang menyilaukan. Orang dengan masalah
penglihatan dapat membedakan warna lebih baik saat ada penghalang sinar yang
menyilaukan.


Pencegahan

Tidak ada cara untuk mencegah buta warna genetik. Tidak ada cara juga untuk mencegah buta
warna didapat yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer,diabetes mellitus, leukemia, penyakit
hati, degenerasi makular, multipel sklerosis, penyakit Parkinson, anemia sel bulan sabit, dan retinitis
pigmentosa. Beberapa buta warna didapat dapat dicegah. Membatasi penggunaan alkohol dan
obat, seperti antibiotik, barbiturat, obat anti tuberkulosis, pengobatan tekanan darah tinggi dan
beberapa pengobatan yang digunakan untuk penyakit saraf dan psikologis, ke level yang dibutuhkan
untuk keuntungan terapeutik dapat membatasi buta warna didapat.







PenatalaKsanaan dan pencegahan
17

Daftar pustaka


1. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2010.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto, 2002
3. Gen penyebab buta warna .Diunduh dari http://www.kesimpulan.com/2009/09/gen-
penyebab-buta-warna.html#, 7 Mei 2013.
4. Guyton and Hall, 1996, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edk 9, trans. dr. Irawati Setiawan,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
5. Karina, Nina, 2007, Mengenal Lebih Dekat Buta Warna, dilihat 7 Mei 2013.
6. Tes buta warna. Diunduh dari http://rewian.wordpress.com/2010/06/17/test-buta-warna/ , 8
Mei 2013.
7. Mengenal lebih dekat buta warna. Diunduh dari http://www.tanyadokteranda.com/artikel
/2007/09/mengenal-lebih-dekat-buta-warna, 8 Mei 2013
8. Colour blindness. Diunduh dari, http://www.time.com/time/magazine/article
/0,9171,802584,00.html#ixzz14gXcL6t7, 9 Mei 2013.
9. Marryland treatment for color blindness. Diunduh dari, http://wjz.com/health/Color.blindness.
Optometry.2.418913.html, 1 October 1999
10. Color deficiency vision. Di unduh dari, http://firelily.com/opinions/color.html. 6 Mei 2013.
11. Color vision, color deficiency.Diunduh dari http://www.time.com/time/magazine
/article/0,9171,802584,00.html, 7 Mei 2013.

Anda mungkin juga menyukai