Anda di halaman 1dari 14

TEKNIK OTOPSI

A. DEFINISI

Otopsi berasal dari kata AUTO = sendiri dan OPSIS = melihat. Yang dimaksudkan
dengan otopsi adalah Pemeriksaan terhadap tubuh jenazah secara menyeluruh, meliputi
pemeriksaan bagian luar maupu bagian dalam serta pemeriksaan tambahan lainnya.
Otopsi ( juga dikenal sebagai pemeriksaan post-mortem atau obduction ) adalah
pemeriksaan tubuh orang mati dan dilakukan terutama untuk menentukan penyebab
kematian ,untuk mengidentifikasi atau menggolongkan tingkat negara penyakit bahwa
seseorang mungkin memiliki , atau untuk menentukan apakah pengobatan medis atau bedah
tertentu telah efektif . Di lembaga-lembaga akademik , otopsi terkadang juga diminta untuk
tujuan pengajaran dan penelitian . Otopsi forensik otopsi dengan implikasi hukum dan
dilakukan untuk menentukan apakah kematian adalah kecelakaan , pembunuhan , bunuh
diri , atau peristiwa alam . Kata otopsi berasal dari kata Yunani autopsia : "melihat dengan
mata sendiri". Otopsi dilakukan oleh ahli patologi , dokter yang telah menerima pelatihan
khusus dalam diagnosis penyakit dengan pemeriksaan cairan tubuh dan jaringan.

B. PEMBAGIAN OTOPSI

Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas :

1. Otopsi Anatomi, dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas kedokteran.
Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah disimpan 2 x
24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang
mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-
kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi.
2. Otopsi Klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu
penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisa
kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis postmortem, pathogenesis penyakit, dan
sebagainya. Otopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya
ahli waris sendiri yang memintanya.





3. Otopsi Forensik/Medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga
meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan,
pembunuhan, maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik
sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Tujuan dari otopsi medikolegal
adalah :
o Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum
jelas.
o Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat
kematian.
o Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas
benda penyebab dan pelaku kejahatan.
o Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk
visum et repertum.

C. OTOPSI MEDIKOLEGAL

Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya
penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang
diperoleh dari pemeriksaan medis.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal :
1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.
2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang
berwenang.
3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi.
4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu
sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari
pemeriksaan fisik.
5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.
6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan.
Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik
jari, dan lain-lain harus diperoleh.
7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang.
8. Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.
9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.
10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.
Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi forensik/medikolegal adalah:
1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan,
termasuk surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et
repertum.
2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat
tersebut.
3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian
selengkap mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis
pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan.
4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi tidak
diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :
5. Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam
pembuatan laporan otopsi.
D. PEMERIKSAAN LUAR
Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika
pemeriksaan luar adalah :
1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada
jempol kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas
pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin.
Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar jenazah, harus
tetap ada pada tubuh mayat.
2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya
bercak/pengotoran) dari penutup mayat.
3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya
bercak/pengotoran) dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada
4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas
sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi
bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran,
merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada.
Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya bercak/pengotoran
atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
5. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta
ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
6. Mencatat benda di samping mayat.
7. Mencatat perubahan tanatologi :
o Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
o Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan
ada tidaknya spasme kadaverik.
o Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga
suhu ruangan pada saat tersebut.
o Pembusukan.
o Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.
8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur,
warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae
albicantes pada dinding perut.
9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas
khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali
dan cacat pada tubuh.
10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut.
Rambut kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara
memotong dan mencabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi
kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam kantungan
yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda
kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata,
warna, cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak
perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau patologik.
Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil,
bandingkan kiri dan kanan.
12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi
dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu,
kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.
14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran
pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara
menyeluruh.
15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan
bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita
dicatat keadaan selaput darah dan komisura posterior, periksa sekret liang
sanggama. Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka,
benda asing, darah dan lain-lain.
16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus,
sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada
tubuh.
17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka
pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka,
lokasi, ukuran, dll. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah
kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa
patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui
tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis
mendatar melalui pusat.
Contoh :
Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam dada. Ujung yang satu
letaknya dua sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan dua
sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Sedangkan ujung yang lain
lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan empat sentimeter di
atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Saluran tusuk dilukis di bagian pemeriksaan
dalam, ditulis organ apa saja yang tertusuk.

E. MEMERIKSAAN DALAM

Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :
Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus
xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan
demikian tidak perlu melingkari pusat.
Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan akan dijelaskan kemudian.
Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan
suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.
Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat :
1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur.
Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ
hati yang mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.
2. Bentuk.
3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut,
berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan,
permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.
4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.
5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya
dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik.
Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan
jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang kuat.
6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan
penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-
abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ
tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan
pigmen bisa merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.
Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus juga
bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian.
(4)
Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :
1. Dada :
Jantung :
Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava
inferior sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau
dimasukkan melalui katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini
dipotong. Ujung pisau lalu dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai
dari apeks dipotong sejajar dengan septum interventrikulorum.
Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena
pulmonalis kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup
mitral keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian
dimasukkan melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar dengan
septum inetrventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot
kapiler, chorda tendinea, foramen ovale, septum interventrikulorum.
Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai
dari lubang dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar dengan
epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum interventrikulorum.

Paru-paru :
Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan
pembuluh darah di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka
dengan gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis. Paru-paru diiris
longitudinal dari apeks ke basis.
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari
sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian
tajam horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain
menekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2.
Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian
dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-paru diperiksa adanya perlengketan,
darah, pus atau cairan lain kemudian diukur.
Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru,
bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan dipotong
sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi
sternoklavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur
diulang untuk sendi yang lainnya.
Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium dibuka
dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak kurang lebih 50
cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan
serambi kanan diperiksa adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis.
Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri. Jantung dilepaskan dengan
memotong pembuluh besar dekat perikardium.

2. Perut :
Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati :
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat
ganda dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi
dapat diangkat. Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada
hati dilepaskan terlebih dahulu.
Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum. Perhatikan
isi lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu ditekan,
bulu empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila Vater,
kemudian dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan
adanya batu.
Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas. Pankreas
dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal.
Hati : perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong
longitudinal.
Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan
mukosa dan isinya, cacing.
Ginjal, Ureter, Rektum, dan Kandung Urine:
Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu
insisi lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di
hilus, kemudian ureter dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urine dan rektum
dilepaskan dengan cara memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung urine dan
dengan cara tumpul membuat jalan sampai ke belakang rektum. Kemudian
dilakukan sama pada bagian sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari telunjuk
dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu, kemudian jari kelingking
dinaikkan ke atas dengan demikian rektum lepas dari sakrum. Rektum dan kandung
urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis.
Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal
dari lateral ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul
ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari
belakang dan kandung urine melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari
prostat dan dengan demikian terlihat vesika seminalis. Prostat dipotong transversal,
perhatikan besarnya penampang.
Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal,
perhatikan besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat ditarik
seperti benang.
Urogenital Perempuan :
Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus dibuka
dengan insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan dan ke kiri.
Ke kornu. Tuba diperiksa dengan mengiris tegak lurus pada jarak 1-1,5 cm.
Ovarium diinsisi longitudinal.
Pada abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke
dalam uterus, seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina, rektum difiksasi dalam
formalin 10% selama 7 hari, setelah itu dibuat irisan tegak lurus pada sumbu rektum
setebal 1,25 cm, kemudian semuanya direndam dalam alkohol selama 24 jam.
Saluran tusuk akan terlihat sebagai noda merah, hiperemis. Dari noda merah ini
dibuat sediaan histopatologi.


F. PEMERIKSAAN KHUSUS

Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai prosedur khusus dalam
tindakan otopsi, antara lain : insisi Y, insisi pada kasus dengan kelainan leher, tes emboli
udara, tes apung paru, tes pada pneumothorax, dan tes alphanaphthylamine.
Insisi Y
1. Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang dilakukan pada tubuh
pria.
Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan
sejajar dengan tulang tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu
pada bagian tengah (incisura jugularis).
Lanjutkan sayatan, dimulai dari incisura jugularis ke arah bawah
tepat di garis pertengahan sampai ke sympisis os pubis menghindari
daerah umbilikus.
Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati sampai ke rahang
bawah; tindakan ini dimulai dari sayatan yang telah dibuat pertama
kali.
Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh, alat-alat
dalam rongga mulut dan leher dikeluarkan.
Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan pada bedah mayat yang
biasa.
2. Insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan untuk kaum wanita.
Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah buah dada, dimulai dari
bagian lateral menuju bagaian medial (proc. Xiphoideus); bagian
lateral disini dapat dimulai dari ketiak, ke arah bawah sesuai dengan
arah garis ketiak depan (linea axillaris anterior), hal yang sama juga
dilakukan untuk sisi yang lain (kiri dan kanan).
Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai simphisis os
pubis, dengan demikian pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat yang
berada dalam rongga mulut, leher, dan rongga dada lebih sulit bila
dibandingkan dengan insisi Y yang dangkal.




Insisi Y, dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik, sehingga jenazah yang
sudah diberi pakaian, tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah dilakukan bedah mayat.
Ada dua macam insisi Y, yaitu :
Insisi pada Kasus dengan Kelainan di Daerah Leher
o Buat insisi I, yang dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah seperti
biasa, sampai ke simpisis os pubis.
o Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang dada dan iga-iga.
o Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari v.cava inferior,
vv.pulmonalis, a.pulmonalis, v.cava superior dan terakhir aorta.
o Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ otaknya.
o Dengan adanya bantalan kayu pada daerah punggung, maka daerah leher
akan bersih dari darah, oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah
tengkorak dan ke bawah, ke arah rongga dada; dengan demikian
pemeriksaan dapat dimulai.
Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat bersih dari darah, sehingga kelainan
yang minimalpun dapat terlihat; misalnya pada kasus pencekikan, penjeratan, dan
penggantungan. Prinsip dari teknik ini adalah pemeriksaan daerah dilakukan paling akhir.
Tes emboli udara
o buat sayatan I, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai ke
symphisis pubis,
o potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga dan
tulang dada keatas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3,
o potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3,
o setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung
jantung dengan insisi I, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter; kedua ujung
sayatan tersebut dijepit dan diangkat dengan pinset (untuk mencegah air
yang keluar),
o masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat
tadi, sampai jantung terbenam; akan tetapi bila jantung tetap terapung, maka
hal ini merupakan pertanda adanya udara dalam bilik jantung,
o tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung kanan,
yang berbatasan dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar pisau itu 90
derajat; gelembung-gelembung udara yang keluar menandakan tes emboli
hasilnya positif,
o bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis, ke
arah bilik jantung, untuk melihat keluarnya gelembung udara,
o bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan dengan
prinsip yang sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir pada jantung,
o semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli pulmoner,
untuk tes emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak perbedaannya adalah
: pada tes emboli sistemik tidak dilakukan penusukan ventrikel, tetapi
sayatan melintang pada a. Coronaria sinistra ramus desenden, secara serial
beberapa tempat, dan diadakan pengurutan atas nadi tersebut, agar tampak
gelembung kecil yang keluar,
o dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk
emboli sistemik hanya beberapa ml.
Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, tidak jarang
terjadi. Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada di paru-
paru, misalnya pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang merobek
paru-paru dan merobek pembuluh venanya.
Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui
pembuluh-pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher bagian
bawah, lipat paha atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil); dapat pula pada
daerah lain, misalnya pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan
udara masuk melalui jarum infus tadi. Fiksasi ini penting, mengingat bahwa tekanan
vena lebih kecil dari tekanan udara luar, sehingga jika ada robekan pada vena, vena
tersebut akan menguncup, hal ini ditambah lagi dengan pergerakan pernapasan,
yang menyedot.
Tes Apung Paru-paru
o Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada dalam satu
kesatuan, pangkal dari esophagus dan trakea boleh diikat.
o Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air.
o Bila terapung lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang kanan.
o Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan
pemisahan masing-masing lobus, kanan terdapat lima lobus dan kiri dua
lobus.
o Apungkan semua lobus tersebut, catat yang mana yang tenggelam dan mana
yang terapung.
o Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong
dengan ukuran 5 mm x 5 mm, dari tempat yang terpisah dan perifer.
o Apungkan ke 25 potongan kecil-kecil tersebut, bila terapung, letakkan
potongan tersebu pada dua karton, dan lakukan penginjakan dengan
menggunakan berat badan, kemudian dimasukkan kembali ke dalam air.
o Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru mengandung udara,
bayi tersebut pernah dilahirkan hidup.
o Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial,
bayi tetap pernah dilahirkan hidup.
Tes apung paru-paru dikerjakan untuk mengtahui apakah bayi yang
diperiksa itu pernah hidup. Untuk melaksanakan test ini, persyaratannya sama
dengan test emboli udara, yakni mayatnya harus segar. Cara melakukan tes apung
paru-paru:
Tes Pada Pneumothoraks
o Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu sekitar
iga ke 4 dan 5 ( udara akan berada pada tempat yang tertinggi ),
o Buat kantung dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya dari daerah
iga 4 dan 5 ( sekitar 10 x 5 cm )
o Pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk dengan
pisau, adanya gelembung udara yang keluar berarti ada pneumothorax; dan
bila diperiksa paru-parunya, paru-paru tersebut tampak kollaps,
o Cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit besar
dengan jarum besar yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut; bila ada
pneumothorax, tampak gelembung-gelembung udara pada spuit tadi.
Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek,
sedemikian rupa sehingga terjadi mekanisme ventil di mana udara yang masuk ke
paru-paru akan diteruskan ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar kembali,
sehingga terjadi kumulasi udara, dengan akibat paru-paru akan kolaps dan korban
akan mati.
Diagnosa pneumothorax yang fatal semata-mata atas dasar test ini, bila test
ini tidak dilakukan, diagnosa sifatnya hanya dugaan. Cara melakukan test ini adalah
sebagai berikut:
Tes Alpha Naphthylamine
o kertas saring Whatman direndam dalam larutan alpha-naphthylamine, dan
keringkan dalamoven, hindari jangan sampai terkena sinar matahari,
o pakaian yang akan diperiksa, yaitu yang diduga mengandung butir-butir
mesiu, dipotong dan di atasnya diletakkan kertas saring yang telah diberi
alpha-naphthylamine,
o di atas kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine tadi ditaruh lagi
kertas saring yang dibasahi oleh aquadest,
o keringkan dengan cara menyeterika tumpukan tersebut, yaitu kain yang akan
diperiksa, kertas yang mengandung alpha-naphthylamine dan kertas saring
yang basah,
o test yang positif akan terbentuk warna merah jambu (pink colour), pada
kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine; bintik-bintik merah
jambu tadi sesuai dengan penyebaran butir-butir mesiu pada pakaian. (5)
Test ini dilakukan untuk mengetahui adanya butir-butir mesin khususnya
pada pakaian korban penembakan. Setelah otopsi selesai, semua organ tubuh
dimasukkan kembali ke dalam rongga tubuh. Lidah dikembalikan ke dalam rongga
mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan ke dalam rongga tengkorak. Jahitkan
kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka rongga dada.
Jahitkan kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai dari dagu sampai
ke daerah simfisis. Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi
dengan menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi.
Bersihkan tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada pihak
keluarga.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu :
1. Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.
Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi dalam formalin
10%.Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas, otot jantung, arteri
koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari
bagian lain yang menunjukkan adanya kelainan.
2. Pemeriksaan toksikologi.
1. Lambung dan isinya.
2. Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada
pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.
3. Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari perifer
(v,jugularis; a.femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50 ml dan dibagi
dua, yang satu diberi bahan pengawet dan yang lain tidak diberi bahan
pengawet.
4. Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.
5. Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat khususnya
atau bila urine tidak tersedia.
6. Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan sianida,
dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai
kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami
pembususkan.
7. Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan diekskresikan
melalui urine, khususnya pada test penyaring untuk keracunan narkotika,
alkohol dan stimulan.
8. Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.
9. Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan otot,
lemak di bawah kulit dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak.
Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-
banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan
histopatolgik. Secara umum sampel yang harus diambil adalah:
Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan alkohol dan larutan garam jenuh
pada sampel padat atau organ. NaF 1% dan campuran NaF dan Na sitrat digunakan
untuk sampel cair. Sedangkan natrium benzoate dan phenyl mercuric nitrate khusus
untuk pengawet urine.
3. Pemeriksaan bakteriologi.
Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan sediaan limpa
untuk pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar dengan menempelkan spatel
yang dipanaskan sampai merah, kemudiaan darah jantung diambil dengan tabung
injeksi yang steril dan dipindah dalam tabung reagen yang steril. Permukaan limpa
dibakar dengan cara tersebut di atas dan dengan pinset dan gunting yang steril
diambil sepotong limpa dan dimasukkan dalam tabung reagen yang steril dan kedua
tabung dikirim ke laboratorium bakteriologi.

Anda mungkin juga menyukai