Anda di halaman 1dari 18

1

MANAJEMEN PENDAPATAN PAJAK


A. Definisi dan Klasifikasi Pendapatan Perpajakan
1. Definisi Pajak
Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa
salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor pajak. Definisi
pajak dikemukakan oleh Remsky K. Judisseno (1997:5) adalah sebagai berikut: Pajak
adalah suatu kewjiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif warga negara dan
anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa
pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang dan
peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan dan negara.
Dari definisi pajak tersebut di atas jelas bahwa pajak merupakan kewajiban
kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam upaya pembiayaan
pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara diatur dalam Undang-
Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah.
Sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku pada saat ini menyatakan
bahwa setiap warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang telah menetap di
Indonesia selama 183 hari secara berturut-turut dan memperolah penghasilan dari
kegiatan usahanya wajib untuk melakukan kegiatan perpajakannya sesuai dengan
Undang-Undang perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dengan adanya system self-
assessment yang diterapkan oleh pemerintah dalam bidang perpajakan, berarti kewajiban
perpajakan setiap wajib pajak, dihitung, diperhitungkan, dibayar, dan dilaporkan sendiri
oleh wajib pajak ke pemerintah dalam hal ini kantor pelayanan pajak dimana wajib pajak
terdaftar atau berdomisili.
Dalam bukunya, Mardiasmo (2002:1) mengemukakan pengertian pajak sebagai
berikut: Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang (yang
dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
2. Klasifikasi Pendapatan Perpajakan
Pada umumnya Pajak dapat dikelompokkan menjadi:
a. Menurut Golongannya
Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak
Penghasilan
2

Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan nilai.
b. Menurut Sifatnya
Pajak subjektif, yaitu Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak
Penghasilan.
Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas BArang mewah.
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
Pajak Pusat, yaitu Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak kendaraan
dan Bea balik nama kendaraan bermotor, pajak hotel dan restoran (pengganti
pajak pembangunan), pajak hiburan, dan pajak penerangan jalan.
Asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Pudyatmoko (2000:4)
bahwa pungutan pajak didasarkan pada :
a. Equality, adalah pungutan pajak yang adil dan merata.
b. Certainty, adalah Penetapan pajak yang tidak di tentukan wewenang-wewenang.
c. Conveinance, adalah pembayaran pajak sebaiknya sesuai dengan saat yang tidak
menyulitkan wajib pajak.
d. Economy, biaya pungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak
ditetapkan seminimum mungkin.
B. Forecasting
1. Definisi Forecasting
Penggunaan berbagai model peramalan akan memberikan nilai ramalan yang
berbeda dan derajat dari galat ramalan (forecast error) yang berbeda pula. Seni dalam
melakukan peramalan adalah memilih model peramalan terbaik yang mampu
mengidentifikasi dan menanggapi pola aktivitas historis dari data.


3

2. Metode Peramalan (Forecasting)
Penggunaan berbagai model peramalan akan memberikan nilai ramalan yang
berbeda dan derajat dari galat ramalan (forecast error) yang berbeda pula. Seni dalam
melakukan peramalan adalah memilih model peramalan terbaik yang mampu
mengidentifikasi dan menanggapi pola aktivitas historis dari data.
Model-model peramalan dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok utama,
yaitu :
a. Metode kualitatif untuk peramalan terhadap produk baru, pasar baru, proses
baru, perubahan sosial dari masyarakat, perubahan teknologi, atau
penyesuaian terhadap ramalan-ramalan berdasarkan metode kuantitatif.
b. Metode kuantitatif
1) Intrinsic/ deret waktu (Time Series model)
Weight Moving Averages (WMA)
Model rata-rata bergerak menggunakan sejumlah data aktual
permintaan yang baru untuk membangkitkan nilai ramalan untuk
permintaan di masa yang akan datang. metode rata-rata bergerak akan
efektif diterapkan apabila permintaan pasar terhadap produk
diasumsikan stabil sepanjang waktu. Metode rata-rata bergerak
terdapat dua jenis, rata-rata bergerak tidak berbobot (Unweight Moving
Averages) dan rata-rata bobot bergerak (Weight Moving Averages).
Model rata-rata bobot bergerak lebih responsif terhadap perubahan
karena data dari periode yang baru biasanya diberi bobot lebih besar.
Rumus rata-rata bobot bergerak yaitu sebagai berikut.

Single Exponential Smoothing (SES)
Pola data yang tidak stabil atau perubahannya besar dan bergejolak
umumnya menggunakan model pemulusan eksponensial (Exponential
Smoothing Models). Metode Single Exponential Smoothing lebih cocok
digunakan untuk meramalkan hal-hal yang fluktuasinya secara acak
(tidak teratur). Peramalan menggunakan model pemulusan
eksponensial rumusnya adalah sebagai berikut.

4

Permasalahan umum yang dihadapi apabila menggunakan model
pemulusan eksponensial adalah memilih konstanta pemulusan () yang
diperirakan tepat. Nilai konstanta pemulusan dipilih di antara 0 dan 1
karena berlaku 0 < < 1. Apabila pola historis dari data aktual
permintaan sangat bergejolak atau tidak stabil dari waktu ke waktu,
nilai yang dipilih adalah yang mendekati 1. Pola historis dari data
aktual permintaan tidak berfluktuasi atau relatif stabil dari waktu ke
waktu, yang dipilih adalah yang nilainya mendekati nol (Gaspersz,
1998).
Regresi Linier
Model analisis Regresi Linier adalah suatu metode populer untuk
berbagai macam permasalahan. Menurut Harding (1974) dua variabel
yang digunakan, variabel x dan variabel y, diasumsikan memiliki
kaitan satu sama lain dan bersifat linier. Rumus perhitungan Regresi
Linier yaitu sebagai berikut.

Keterangan:
Y = hasil peramalan
n = periode
a = perpotongan dengan sumbu tegak
b = menyatakan slope atau kemiringan garis regresi
2) Ekstrinsik/model kausal, dan yang umum digunakan adalah model regresi
(Regression Causal model) (Gaspersz, 1998).
3. Ukuran Akurasi Peramalan
Model-model peramalan yang dilakukan kemudian divalidasi menggunakan
sejumlah indikator. Indikator-indikator yang umum digunakan adalah rata-rata
penyimpangan absolut (Mean Absolute Deviation), rata-rata kuadrat terkecil (Mean
Square Error), rata-rata persentase kesalahan absolut (Mean Absolute Percentage
Error), validasi peramalan (Tracking Signal), dan pengujian kestabilan (Moving
Range).
a. Mean Absolute Deviation (MAD)
5

Metode untuk mengevaluasi metode peramalan menggunakan jumlah dari
kesalahan-kesalahan yang absolut. Mean Absolute
Deviation (MAD) mengukur ketepatan ramalan dengan merata-rata kesalahan
dugaan (nilai absolut masing-masing kesalahan). MAD berguna ketika
mengukur kesalahan ramalan dalam unit yang sama sebagai deret asli. Nilai
MAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebegai berikut.

b. Mean Square Error (MSE)
Mean Squared Error (MSE) adalah metode lain untuk mengevaluasi
metode peramalan. Masing-masing kesalahan atau sisa dikuadratkan.
Kemudian dijumlahkan dan ditambahkan dengan jumlah observasi.
Pendekatan ini mengatur kesalahan peramalan yang besar karena kesalahan-
kesalahan itu dikuadratkan. Metode itu menghasilkan kesalahan-kesalahan
sedang yang kemungkinan lebih baik untuk kesalahan kecil, tetapi kadang
menghasilkan perbedaan yang besar.

c. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dihitung dengan menggunakan
kesalahan absolut pada tiap periode dibagi dengan nilai observasi yang nyata
untuk periode itu. Kemudian, merata-rata kesalahan persentase absolut
tersebut. Pendekatan ini berguna ketika ukuran atau besar variabel ramalan itu
penting dalam mengevaluasi ketepatan ramalan. MAPE mengindikasi
seberapa besar kesalahan dalam meramal yang dibandingkan dengan nilai
nyata.

d. Tracking Signal
Validasi peramalan dilakukan dengan Tracking Signal. Tracking
Signal adalah suatu ukuran bagaimana baiknya suatu peramalan
6

memperkirakan nilai-nilai aktual. Nilai Tracking Signal dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebegai berikut.

Tracking signal yang positif menunjukan bahwa nilai aktual permintaan
lebih besar daripada ramalan, sedangkan tracking signal yang negatif berarti
nilai aktual permintaan lebih kecil daripada ramalan.Tracking signal disebut
baik apabila memiliki RSFE yang rendah, dan mempunyai positive error yang
sama banyak atau seimbang dengan negative error, sehingga pusat
dari tracking signal mendekati nol.Tracking signal yang telah dihitung dapat
dibuat peta kontrol untuk melihat kelayakkan data di dalam batas kontrol atas
dan batas kontrol bawah.
e. Moving Range (MR)
Peta Moving Range dirancang untuk membandingkan nilai permintaan
aktual dengan nilai peramalan. Data permintaan aktual dibandingkan dengan
nilai peramal pada periode yang sama. Peta tersebut dikembangkan ke periode
yang akan datang hingga dapat dibandingkan data peramalan dengan
permintaan aktual. Peta Moving Range digunakan untuk pengujian kestabilan
sistem sebab-akibat yang mempengaruhi permintaan. Rumus perhitungan
peta Moving Range adalah sebagai berikut.

Jika ditemukan satu titik yang berada diluar batas kendali pada saat
peramalan diverifikasi maka harus ditentukan apakah data harus diabaikan
atau mencari peramal baru. Jika ditemukan sebuah titik berada diluar batas
kendali maka harus diselidiki penyebabnya. Penemuan itu mungkin saja
membutuhkan penyelidikan yang ekstensif. Jika semua titik berada di dalam
batas kendali, diasumsikan bahwa peramalan permintaan yang dihasilkan telah
cukup baik. Jika terdapat titik yang berada di luar batas kendali, jelas bahwa
peramalan yang didapat kurang baik dan harus direvisi (Gaspersz, 1998).
Kegunaan peta Moving Range ialah untuk melakukan verifikasi hasil
peramalan least square terdahulu. Jika peta Moving Range menunjukkan
7

keadaan diluar kriteria kendali. Hal ini berarti terdapat data yang tidak berasal
dari sistem sebab-akibat yang sama dan harus dibuang maka peramalan pun
harus diulangi lagi.
4. Karakteristik Peramalan Yang Baik
Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara lain
akurasi, biaya,dan kemudahan. Penjelasan dari kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Akurasi.
Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan hasil kebiasaan dan
kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila
peramalan tersebut bila terlalu tinggi atau rendah dibandingkan dengan kenyataan
yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya
kesalahan peramalan relatif kecil.
b. Biaya.
Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung
dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode
peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi
berapa banayak data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan datanya ( manual
atau komputerisasi), bagaimana penyimpanan datanya dan siapa tenaga ahli yang
diperbantukan. Pemilihan metode peramalan harus disesuaikan dengan dana yang
tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat, misalnya item-item yang penting
akan diramalkan dengan metode yang sederhana dan murah.
c. Kemudahan
Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah
diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma
memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem
perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan
teknologi.
5. Penerapan Forecasting Dalam Sistem Perpajakan
Karena peranan pajak semakin penting, maka penerimaan perpajakan
membutuhkan sistem pengelolaan yang semakin baik sehingga penerimaan
perpajakan semakin optimal sesuai dengan kondisi ekonomi dan kemampuan
masyarakat. Oleh karena itu perlu disusun suatu perencanaan angka target penerimaan
perpajakan yang tepat dan optimal dengan menggunakan model proyeksi penerimaan
8

perpajakan yang mampu menghasilkan angka proyeksi yang sesuai dengan kondisi
ekonomi yang sedang dan akan terjadi, dan mampu menjelaskan pengaruh kebijakan.
Salah satu cara pemerintah untuk memproyeksikan penerimaan pajak bisa engan
menggunkan salah satu metode forecasting diatas. Ketepatan dalam pemilihan
metode sagan berpengaruh terhadap keakurtan hasil forecasting. Penerapan
forecasting perpajakan di Indonesia sebagai berikut :
Pada tingkatan Kantor Pelayanan Pajak biasanya sudah memperkirakan
pertumbuhan dan target penerimaan pajak untuk tahun berikutnya dengan
menggunakan salah satu metode forecasting diatas yang disesuaikan dengan data yang
tersedia. Dalam perhitungannya sudah memperhatikan tingkat pertumbuhan
ekonomi,kenaikan tarif pajak dan lain-lain. Sehingga data yang dihasilkan diharapkan
akurat dan sesuai dengan kondisi ekonomi yang akan dating. Dari hasil perkiraan
pada KPP nantinya akan dikumpulkan pada tingkat wilayah dan akhirnya pada
Direktorat Jnederal Pajak. Hasil kompilasi inilah yang natinya menjadi target
penerimaan pajak.
C. Kebijakan Optimalisasi Penerimaan Pajak (Ekstensifikasi dan Instensifikasi)
Sumber pendapatan utama pemerintah yang paling potensional bersumber dari sektor
perpajakan. Oleh karena itu pajak harus dikelola dengan baik dan benar dengan
melakukan langkah-langkah yang tepat dalam melakukan optimalisasi potensi
penerimaan pajak. Optimalisasi Penerimaan Pajak dilaksanakan melalui kebijakan
ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan pajak.
1. Ekstensifikasi Penerimaan Pajak
Ekstensifikasi penerimaan pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan
penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam
admintrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ektensifikasi penerimaan pajak dilakukan
dalam skala makro ataupun mikro.
a. Ekstensifikasi dalam Skala Makro
Ekstensifikasi dalam skala makro, ada dalam tataran kebijakan. Fiskus
mengenakan pajak atas subyek ataupun obyek pajak yang semula belum
dikenakan pajak. Ini dilakukan sejalan dengan perkembangan potensi ekonomi,
baik melalui perkembangan teknologi industri, perdagangan, transportasi, maupun
informasi. Dengan pengkajian yang komprehensif, dapatlah ditentukan subyek
ataupun obyek pajak baru yang akan menambah penerimaan pajak.
9

b. Ekstensifikasi dalam Skala Mikro
Ekstensifikasi dalam skala mikro, fiskus menambah wajib pajak terdaftar dari
hasil mencermati adanya wajib pajak yang memiliki obyek pajak untuk dikenakan
pajak, namun belum terdaftar dalam administrasinya. Ekstensifikasi dapat terjadi
secara soft, yaitu wajib pajak secara suka rela mendaftarkan diri. Atau dapat
juga, berdasarkan data yang dimilikinya fiskus melakukan pengukuhan secara
jabatan.
2. Intensifikasi Penerimaan Pajak
Intensifikasi penerimaan pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian
penerimaan pajak terhadap objek serta sumber pajak yeng telah tercatat atau terdaftar
dalam administrasi DJP dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak.
Dengan intensifikasi, fiskus mencermati apakah wajib pajak telah melaporkan seluruh
obyek pajak yang ada padanya dengan jumlah yang sebenarnya. Titik beratnya adalah
masalah teknis pemungutan pajak. Secara umum dilakukan dengan penyuluhan,
dengan beragam cara dan melalui berbagai media. Secara khusus untuk wajib pajak
tertentu, bisa dalam bentuk himbauan, konseling, penelitian, pemeriksaan dan bahkan
penyidikan apabila terdapat indikasi adanya pelanggaran hukum.
Sunset Policy yang sedang gencar dikampanyekan oleh Direktorat Jenderal Pajak,
adalah kebijakan ekstensifikasi sekaligus intensifikasi. Ekstensifikasi bagi mereka yang
belum terdaftar dan intensifikasi bagi yang sudah terdaftar. Dengan fasilitas tidak
dikenakannya sanksi administrasi, diharapkan wajib pajak akanmemenuhi kewajiban
pajaknya dengan benar. Di masa kini, ekstensifikasi dan intensifikasi akan lebih
mengandalkan pada ketersediaan data. Berbagai data telah dihimpun oleh Direktorat
Jenderal Pajak untuk diolah dan dieksekusi.
Kebijakan pemerintah dalam mendukung pelaksanaan ekstensifikasi dan intensifikasi
pajak salah satunya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 yang
berlaku mulai 27 Pebruari 2012 yang mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi,
dan pihak lain untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan
ke Direktorat Jenderal Pajak. Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi
orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran
usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai
nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan
keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar
Direktorat Jenderal Pajak.
10

Kebijakan ini sangat mendukung pelaksanaan sistem self assessmentsecara murni dan
konsisten. Karena dengan data dan informasi yang dihimpun, Direktorat Jenderal Pajak
akan memiliki infrastruktur yang dapat digunakan untuk mendeteksi secara cepat dan
akurat terhadap adanya kemungkinan ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Pengalaman empirik negara-negara maju yang berhasil
menerapkan sistem ini, kepatuhan sukarela (voluntary compliance) adalah kunci
utamanya. Dalam self assessment, wajib pajak dipercaya untuk menghitung pajaknya
sendiri. Karena wajib pajak sendirilah yang tahu berapa penghasilan yang diterimanya
dan hitungan pajak terutang, demikian juga dengan harta dan hutangnya. Kewajiban
tersebut dituangkan dan dilaporkan dalam SPT. Apa yang dilaporkan melalui SPT
tersebut pada dasarnya adalah penetapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.
Administrasi pajak hanya menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan kepatuhan
wajib pajak. Dengan sistem ini, sepanjang tidak ditemukan data yang menyimpang, maka
otoritas penentuan besarnya jumlah pajak terutang sudah bergeser ke wajib pajak. Kondisi
ideal tersebut dibayang-bayangi dengan kondisi sebaliknya. Membayar pajak bukanlah
merupakan tindakan yang semudah dan sesederhana membayar untuk mendapatkan
sesuatu (konsumsi), tetapi dalam pelaksanaannya penuh dengan hal yang bersifat
emosional. Potensi bertahan untuk tidak membayar pajak sudah menjadi taxpayers
behavior.
D. Sistem Perpajakan (Self assessment dan Official Assessment)
1. Sistem Perpajakan
Sistem perpajakan adalah metode atau cara bagaiman mengelola utang pajak yang
teurtang pada wajib pajak dapat mengalir ke kas Negara (Safri Nurmantu : Pengantar
Perpajakan)
Sistem Perpajakan terdiri dari tiga jenis yaitu
a. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak menetapkan
sendiri jumlah pajak terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Self assessment System memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk:
Menghitung sendiri pajak yang terutang;
Memperhitungkan sendiri pajak yang kurang atau lebih dibayar;
Membayar sendiri; dan
11

Melaporkan sendiri pajak yang terutang
b. Official Assessent System
Adalah suatu sstem pemungutan pajak, dimana aparatur pajak menetapkan
sendiri jumlah pajak yang terutang. Dalam sistem ini inisiatif dan kegiatan dalam
menghitung dan menetapkan pajak sepenuhnya berada di tangan aparatur pajak.
c. Withholding System
Adalah suatu system pemungutan pajak, dimana penghitungan, pemotongan
dan pembayaran serta pelaporan dipercayakan kepada pihak ke tiga oleh
pemerintah.
2. Sistem Pengenaan Pajak
a. Stelsel Nyata (Riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) sesungguhnya,
pengenaannya baru dapat dilakukan setelah berakhir tahun pajak.
b. Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-
undang. Misal: penghasilan suatu tahun pajak dianggap sama dengan tahun
sebelumnya. Dengan demikian maka pada awal tahun pajak sudah dapat
ditetapkan besarnya pajak terutang pada tahun berjalan.
c. Stelsel Campuran
Pengenaan pajak yang didasarkan pada campuran stelsel (gabungan stelsel riel
dan stelsel fiktif)
E. Administrasi Perpajakan
Administrasi Pajak adalah suatu pekerjaan yang memiliki ciri-ciri sebagai pelayanan
yang sekaligus pengawasan dan juga pembinaan kepada para Wajib Pajak dalam
pelaksanaan kewajiban perpajakan. Oleh karena itu tata usaha perpajakan haruslah
disusun sedemikian rupa sehingga dalam rangkaian ketiga kegiatan tugas tersebut dapat
meningkatkan motivasi Wajib Pajak untuk dapat dengan mudah serta penuh kesadaran
melaksanakan kewajiban perpajakan.
Administrasi Pajak dalam arti sempit adalah penatausahaan dan pelayanan terhadap
kewajiban-kewajiban dan hak-hak wajib pajak, baik penatausahaan dan pelayanan
tersebut dilakukan di kantor fiskus maupun di kantor wajib pajak. Yang termasuk dalam
kegiatan penatausahaan (clerical works) adalah pencatatan (recording), penggolongan
(classifying) dan penyimpanan (filing).
12

Jenis-jenis dokumen Administrasi Perpajakan sebagai berikut :
1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajaksebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya.
2. Surat Setoran Pajak (SSP)
Apabila seseorang atau badan sudah memiliki NPWP, maka dia memiliki
kewajiban melakukan perhitungan pajak yang terutang dengan menggunakan sarana
SPT. Apabila berdasarkan perhitungannya ternyata terdapat pajak yang harus dibayar,
maka sarana untuk melakukan pembayaran pajak tersebut dinamakan Surat Setoran
Pajak (SSP). SSP yaitu surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor
Penerima Pembayaran.
Fungsi SSP:
Sebagai sarana untuk membayar pajak.
Sebagai bukti dan laporan pembayaran pajak.
Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak:
Bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
Kantor Pos.
Jenis-jenis SSP:
a. SSP Standar
SSP Standar adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara dan digunakan
sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi yang disesuaikan dengan
ketentuan Direktur Jenderal Pajak.
Satu SSP Standar berlaku untuk satu jenis pajak/masa pajak/tahun
pajak/ketetapan pajak dengan menggunakan satu Kode MAP dan satu kode jenis
setoran.
SSP Standar dibuat dalam rangkap 5, yang diperuntukan sebagai berikut:
a) Lembar ke-1 : untuk arsip Wajib Pajak.
b) Lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
c) Lembar ke-3 : untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP.
13

d) Lembar ke-4 : untuk Bank Persepsi, kantor pos dan giro.
e) Lembar ke-5 : untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain.
b. SSP Khusus
SSP Khusus yaitu bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor
Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan
menggunakan mesin transaksi atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang
ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
SSP khusus mempunyai fungsi sama dengan SSP standar dalam administrasi
perpajakan.
Paling sedikit SSP Khusus memuat keterangan sebagai berikut:
a) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
b) Nama Wajib Pajak;
c) Identitas Kantor Penerima Pembayaran;
d) Mata Anggaran Penerimaan (MAP)/Kode Jenis Pajak dan Kode
Jenis Setoran;
e) Masa Pajak dan atau Tahun Pajak;
f) Nomor Ketetapan (untuk pembayaran: STP, SKPKB, atau SKPKBT);
g) Jumlah dan tanggal pembayaran; dan
h) Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor
Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP).
SSP Khusus tidak dapat digunakan untuk pembayaran pajak:
a) Fiskal Luar Negeri (Kode MAP/Jenis Pajak 0118, Kode Jenis Setoran 100)
yang dibayar pada counter-counter di bandara dan pelabuhan laut
b) PPh Pasal 26 Subjek Pajak Luar Negeri (kode MAP/jenis pajak 0117, semua
kode jenis setoran) baik untuk perorangan maupun badan.
c) PPN yang terutang atas pengalihan aktiva dalam rangka restrukturisasi
perusahaan (kode MAP/jenis pajak 0131, kode jenis setoran 104)
d) PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar
Daerah Pabean (kode MAP/jenis pajak 0131, kode jenis setoran 101 dan 104)
e) PPh Pasal 22 impor dan PPN impor atas barang bawaan penumpang, awak
sarana pengangkut, pelintas batas dan kiriman pos sebagaimana diatur oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai


14

3. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak (STP) yaitu surat yang digunakan untuk melakukan tagihan
pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Surat Tagihan Pajak
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga
dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.
Fungsi STP :
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak,
b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
c. Sarana untuk menagih pajak.
STP diterbitkan dalam hal:
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis
dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi denda atau bunga;
d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN tetapi tidak
melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat faktur pajak atau
pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau
membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya
faktur pajak.
4. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Surat Ketetapan Pajak (SKP) yaitu surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB).
Penerbitan suatu SKP hanya terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh
ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak
dilaporkan oleh WP. Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 5
(lima) tahun sejak akhir Masa Pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
Fungsi SKP
a. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata
atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau
kewajiban materil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan
15

c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak
d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar
e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
Jenis surat ketetapan pajak :
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah
yang masih harus dibayar.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan sebelumnya.
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.SKPN diterbitkan apabila
berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak, jumlah
kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang
terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
e. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah
yang masih harus dibayar.
f. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
16

SKPLB diterbitkan apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. SKPLB berfungsi sebagai alat
atau sarana untuk mengembalikan kelebihan pembayaran pajak.
F. Pengendalian Kebocoran Penerimaan Perpajakan
Adapun cara-cara mencegah terjadinya kebocoran perpajakan antara lain dapat
berupa:
1. Pemeriksaan pajak (tax audit);
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Sistem Informasi dan Teknologi
Pengendalian kebocoran melalui perbaikan sitem informasi dan teknologi ini bisa
dilakukan dengan
a. Dialog dan saling tukar pandangan antara Wajib Pajak dan fiskus
Dengan adanya dialog antara wajib pajak dan fiskus ini diharapkan akan
ditemukan titik temu dalam mengatasi permasalahan yang sering dihadapi oleh
para wajib pajak yang kurang mempahami regulasi perpajakan. Dengan dialog
diharapkan para wajib pajak lebih memiliki kesadaran dalam membayar pajak.
b. Penerapan Teknologi Informasi
Teknologi informasi ini merupakan faktor utama yang menopang bangunan
sistem administrasi perpajakan yang dikelola DJP, karena mampu menyajikan
informasi secara akurat. Namun seandainya informasi yang tersaji tidak akurat,
dapat dibayangkan keputusan yang diambil pun akan menjadi tidak tepat.
3. Perbaikan Administrasi Pajak
Administrasi perpajakan memiliki peranan yang krusial di dalam menentukan
seberapa efektif sistem perpajakan suatu negara. Untuk mengoptimalkan administrasi
perpajakan ini dilakukan dengan perbaikan dibeberapa sector antara lain :
a. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia selama ini merupakan sumber keluhan masyarakat
Wajib Pajak dan menjadi sumber yang menimbulkan citra negatif. Kondisi ini
17

harus direspon dengan melakukan perubahan dari sisi manusia. Sasaran perubahan
ini adalah dengan melaukan perbaikan pada remunerasi, perbaikan jenjang karir,
kompetensi dan pendidikan, perbaikan pada sisi job grading, serta internalisasi
nilai-nilai baru organisasi melalui penerapan kode etik.
b. Struktur Organisasi
Struktur organisasi tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat yang dinamis dan cepat berubah. Struktur organisasi ini
mempengaruhi efektivitas pelayanan kepada masyarakat dan bahkan dapat
dimanfaatkan oleh pihak internal dan eksternal akibat adanya celah kelemahan
dari sisi struktur yang tidak terintegrasi.
Di sisi lain, strategi segmentasi Wajib Pajak hanya dapat dijalankan dengan
lebih efisien, terarah dan fokus apabila struktur organisasi dirombak dengan tidak
lagi berdasar jenis pajak tapi berdasar fungsi. Perubahan struktur organisasi ini
juga memberi pengaruh pada perbaikan proses bisnis, mekanisme sistem dan
prosedur, dan jalur koordinasi dan informasi.
c. Prosedur Perpajakan
Prosedur pengurusan pajak diseluruh level dikeluhkan masyarakat sebagai
berbelit-belit dan tidak efisien, serta menjadi salah satu sumber ekonomi biaya
tinggi. Perbaikan pada proses bisnis merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan
dengan perbaikan pada struktur organisasi. Mekanisme dan sistem prosedur akan
menjadi lebih efisien jika proses bisnis tidak dipahami secara parsial, tetapi
merupakan suatu jaringan besar yang saling terkait dan terintegrasi. Oleh karena
itu, perbaikan prosedur harus diimbangi dengan memanfaatkan kelebihan dari
teknologi informasi.
4. Penegakan Hukum
a. Penegakan Hukum Kepada Wajib Pajak
Sistem perpajakan di Indonesia adalah self assessment, di mana Wajib Pajak
diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri pajak
yang terutang. Wajib pajak juga harus melaporkan kewajiban tersebut sesuai
dengan jenis Pajak dan batas waktu yang telah ditentukan dalam undang-undang
perpajakan. Agar pelaksanaan kewajiban perpajakan terwujud dengan baik, tidak
hanya dilakukan penyuluhan dan pelayanan perpajakan kepada Wajib pajak.
Tetapi juga dilksanakan tindakan penegakan hukum melalui verifikasi data,
pemeriksaan pajak, penyidikan, dan penagihan pajak.
18

b. Penegakan Hukum kepada Fiskus
Dalam rangka penerapan Good Governance (GG) yang didukukng oleh tiga
pilar yang saling berhubungan. Dalam hal ini negara dan perangkatnya sebagai
regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna
produk dan jasa dunia usaha, maka terhadap aparat perpajakan (fikus) perlu
dilakukan pengawasan. Penegakan hukum kepada fiskus meliputi penegakan
disiplin sebagai PNS serta penegakan hukum terhadap korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN).

Anda mungkin juga menyukai