Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum. "Tapi aku datang tidak sebagai putramu," kata pengacara muda itu, "aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di negeri yang sedang kacau ini." Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung. "pa yang ingin kamu tentang, anak muda!" Pengacara muda tertegun. "yahanda bertanya kepadaku!" ""a, kepada kamu, bukan sebagai putraku, tetapi kamu sebagai ujung tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang dicabik#cabik korupsi ini." Pengacara muda itu tersenyum. "$aik, kalau begitu, nda mengerti maksudku." "Tentu saja. ku juga pernah muda seperti kamu. %an aku juga berani, kalau perlu kurang ajar. ku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. $ahkan tidak seperti para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak#injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya. &amu pasti tidak terlalu jauh dari keadaanku waktu masih muda. &amu sudah membaca riwayat hidupku yang belum lama ini ditulis di sebuah kampus di luar negeri bukan! 'ereka menyebutku Singa (apar. ku memang tidak pernah berhenti memburu pencuri#pencuri keadilan yang bersarang di lembaga#lembaga tinggi dan gedung#gedung bertingkat. 'erekalah yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. &amu bisa banyak belajar dari buku itu." Pengacara muda itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya, mencoba memandang pejuang keadilan yang kini seperti macan ompong itu, meskipun sisa#sisa keperkasaannya masih terasa. "ku tidak datang untuk menentang atau memuji nda. nda dengan seluruh sejarah nda memang terlalu besar untuk dibicarakan. 'eskipun bukan bebas dari kritik. ku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan#kebijakan yang sudah nda lakukan. %an aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. nda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. &arena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri." Pengacara tua itu meringis. "ku suka kau menyebut dirimu aku dan memanggilku kau. $erarti kita bisa bicara sungguh#sungguh sebagai pro)esional, Pemburu &eadilan." "Itu semua juga tidak lepas dari hasil gemblenganmu yang tidak kenal ampun*" Pengacara tua itu tertawa. "&au sudah mulai lagi dengan puji#pujianmu*" potong pengacara tua. Pengacara muda terkejut. Ia tersadar pada kekeliruannya lalu minta maa). "Tidak apa. +angan surut. &atakan saja apa yang hendak kamu katakan," sambung pengacara tua menenangkan, sembari mengangkat tangan, menikmati juga pujian itu, "jangan membatasi dirimu sendiri. +angan membunuh diri dengan diskripsi#diskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrin#doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini." Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. (alu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang. "ku datang kemari ingin mendengar suaramu. ku mau berdialog." "$aik. 'ulailah. $erbicaralah sebebas#bebasnya." "Terima kasih. $egini. $elum lama ini negara menugaskan aku untuk membela seorang penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun datang dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan kebahagiannya, bahwa pada akhirnya negara cukup adil, karena memberikan seorang pembela kelas satu untuk mereka. Tetapi aku tolak mentah#mentah. &enapa! &arena aku yakin, negara tidak benar# benar menugaskan aku untuk membelanya. ,egara hanya ingin mempertunjukkan sebuah teater spektakuler, bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini, sudah ada kebangkitan baru. Penjahat yang paling kejam, sudah diberikan seorang pembela yang perkasa seperti 'ike Tyson, itu bukan istilahku, aku pinjam dari apa yang diobral para pengamat keadilan di koran untuk semua sepak#terjangku, sebab aku selalu berhasil memenangkan semua perkara yang aku tangani. ku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin danbeku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. %i situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. (alu aku melakukan in-estigasi yang mendalam dan kutemukan )aktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. ,egara ingin menunjukkan kepada rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. $ila negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. ,egara hendak menjadikan aku sebagai pecundang. %an itulah yang aku tentang. ,egara harusnya percaya bahwa menegakkan keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang sudah nda lakukan selama ini." Pengacara muda itu berhenti sebentar untuk memberikan waktu pengacara senior itu menyimak. &emudian ia melanjutkan. "Tapi aku datang kemari bukan untuk minta pertimbanganmu, apakah keputusanku untuk menolak itu tepat atau tidak. ku datang kemari karena setelah negara menerima baik penolakanku, bajingan itu sendiri datang ke tempat kediamanku dan meminta dengan hormat supaya aku bersedia untuk membelanya." "(alu kamu terima!" potong pengacara tua itu tiba#tiba. Pengacara muda itu terkejut. Ia menatap pengacara tua itu dengan heran. "$agaimana nda tahu!" Pengacara tua mengelus jenggotnya dan mengangkat matanya melihat ke tempat yang jauh. Sebentar saja, tapi seakan ia sudah mengarungi jarak ribuan kilometer. Sambil menghela napas kemudian ia berkata. "Sebab aku kenal siapa kamu." Pengacara muda sekarang menarik napas panjang. ""a aku menerimanya, sebab aku seorang pro)esional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil#adilnya." Pengacara tua mengangguk#anggukkan kepala tanda mengerti. "+adi itu yang ingin kamu tanyakan!" "ntara lain." "&alau begitu kau sudah mendapatkan jawabanku." Pengacara muda tertegun. Ia menatap, mencoba mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati orang tua itu. "+adi langkahku sudah benar!" /rang tua itu kembali mengelus janggutnya. "+angan dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai pro)esional. &au tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakan keadilan sebagaimana yang kau kejar dalam pro)esimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada tujuan#tujuan politik. ,amun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena sebagai pro)esional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu membelanya dari praktik#praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan yang paling tepat. sal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan uang* &au tidak membelanya karena ketakutan, bukan!" "Tidak* Sama sekali tidak*" "$ukan juga karena uang!*" "$ukan*" "(alu karena apa!" Pengacara muda itu tersenyum. "&arena aku akan membelanya." "Supaya dia menang!" "Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. "ang ada hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. &alah#menang bukan masalah lagi. 0paya untuk mengejar itu yang paling penting. %emi memuliakan proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku." Pengacara tua termenung. "pa jawabanku salah!" /rang tua itu menggeleng. "Seperti yang kamu katakan tadi, salah atau benar juga tidak menjadi persoalan. 1anya ada kemungkinan kalau kamu membelanya, kamu akan berhasil keluar sebagai pemenang." "+angan meremehkan jaksa#jaksa yang diangkat oleh negara. ku dengar sebuah tim yang sangat tangguh akan diturunkan." "Tapi kamu akan menang." "Perkaranya saja belum mulai, bagaimana bisa tahu aku akan menang." "Sudah bertahun#tahun aku hidup sebagai pengacara. &eputusan sudah bisa dibaca walaupun sidang belum mulai. $ukan karena materi perkara itu, tetapi karena soal#soal sampingan. &amu terlalu besar untuk kalah saat ini." Pengacara muda itu tertawa kecil. "Itu pujian atau peringatan!" "Pujian." "sal nda jujur saja." "ku jujur." "$etul!" "$etul*" Pengacara muda itu tersenyum dan manggut#manggut. "ang tua memicingkan matanya dan mulai menembak lagi. "Tapi kamu menerima membela penjahat itu, bukan karena takut, bukan!" "$ukan* &enapa mesti takut!*" "'ereka tidak mengancam kamu!" "'engacam bagaimana!" "+umlah uang yang terlalu besar, pada akhirnya juga adalah sebuah ancaman. %ia tidak memberikan angka#angka!" "Tidak." Pengacara tua itu terkejut. "Sama sekali tak dibicarakan berapa mereka akan membayarmu!" "Tidak." "Wah* Itu tidak pro)esional*" Pengacara muda itu tertawa. "ku tak pernah mencari uang dari kesusahan orang*" "Tapi bagaimana kalau dia sampai menang!" Pengacara muda itu terdiam. "$agaimana kalau dia sampai menang!" ",egara akan mendapat pelajaran penting. +angan main#main dengan kejahatan*" "+adi kamu akan memenangkan perkara itu!" Pengacara muda itu tak menjawab. "$erarti ya*" ""a. ku akan memenangkannya dan aku akan menang*" /rang tua itu terkejut. Ia merebahkan tubuhnya bersandar. &edua tangannya mengurut dada. &etika yang muda hendak bicara lagi, ia mengangkat tangannya. "Tak usah kamu ulangi lagi, bahwa kamu melakukan itu bukan karena takut, bukan karena kamu disogok." "$etul. Ia minta tolong, tanpa ancaman dan tanpa sogokan. ku tidak takut." "%an kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atau perlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang#bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu, bukan!" "$etul." "&alau begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang. &eputusanmu sudah tepat. 'enegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan#akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang pro)esional." Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan. "ku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. (ebih baik kamu pulang sekarang. $iarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia." Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. ,ampaknya sudah lelah dan kesakitan. "Pulanglah sekarang. (aksanakan tugasmu sebagai seorang pro)esional." "Tapi..." Pengacara tua itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda. "'aa), saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. $eliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam." 2ntah karena luluh oleh senyum di bibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu, pengacara muda itu tak mampu lagi menolak. Ia memandang sekali lagi orang tua itu dengan segala hormat dan cintanya. (alu ia mendekatkan mulutnya ke telinga wanita itu, agar suaranya jangan sampai membangunkan orang tua itu dan berbisik. "&atakan kepada ayahanda, bahwa bukti#bukti yang sempat dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu tergesa#gesa. ku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan bajingan yang ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung di udara. %an semoga itu akan membuat negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya. &alau tidak, kita akan menjadi bangsa yang lalai." pa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. %engan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. $angsat itu tertawa terkekeh#kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. 3akyat pun marah. 'ereka terbakar dan mengalir bagai la-a panas ke jalanan, menyerbu dengan yel#yel dan poster#poster raksasa. 4edung pengadilan diserbu dan dibakar. 1akimnya diburu#buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. 3akyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita#berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu. "Setelah kau datang sebagai seorang pengacara muda yang gemilang dan meminta aku berbicara sebagai pro)esional, anakku," rintihnya dengan amat sedih, "ku terus membuka pintu dan mengharapkan kau datang lagi kepadaku sebagai seorang putra. $ukankah sudah aku ingatkan, aku rindu kepada putraku. (upakah kamu bahwa kamu bukan saja seorang pro)esional, tetapi juga seorang putra dari ayahmu. Tak inginkah kau mendengar apa kata seorang ayah kepada putranya, kalau berhadapan dengan sebuah perkara, di mana seorang penjahat besar yang terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat seperti bencana yang melanda negeri kita sekarang ini!" 555 PECUNDANG khirnya aku kembali ke tempat ini. ku tidak bisa menahan perasaanku untuk tidak menemuinya lagi. ku hanya ingin melihatnya dari jarak yang agak jauh, dari tempat yang agak terlindung. %ari balik malam, dengan leluasa aku bisa melihatnya tertawa dan tersenyum ##tawa dan senyum yang dibuat#buat## di hadapan para tamu. Tempat dia duduk menunggu tamu cukup terang bagi mataku, meski tempat itu hanya ditaburi cahaya merah yang redup. ku masih bisa merasakan pancaran matanya yang pedih. ku merasa dia sedang memperhatikan aku. ku berusaha bersembunyi di balik kerumunan para pengunjung yang berseliweran di luar ruangan. Tapi sejenak aku ragu, apakah benar dia melihatku! h, jangan#jangan itu hanya perasaanku saja. ku yakin dia kecewa dengan aku. %ia kecewa karena aku gagal membawanya pergi dari tempat ini. 1ampir setiap malam aku mengunjungi tempat ini hanya untuk melihatnya dari kegelapan dan memastikan dia baik#baik saja. ku seperti mata#mata yang sedang mengintai mangsanya. tau mungkin aku seorang pengecut yang tidak berani menunjukkan batang hidung setelah kegagalan yang menyakitkan hatiku. tau bisa jadi aku telah menjadi pecundang dari kenyataan pahit ini. $iasanya aku akan datang sekitar jam delapan malam. ku memarkir motor di kegelapan dan berjalan perlahan menuju tempat dia biasa menunggu tamu. +elas aku tidak akan berani masuk ke dalam ruangan yang pengab dengan asap rokok dan bau minuman itu. ku terlanjur malu dengan dia. 'akanya, aku hanya berani berdiri di luar, di dalam kegelapan, dengan tatapan mata yang sangat awas yang tertuju pada ruangan di mana dia duduk santai sambil mengepulkan asap rokoknya. Seringkali aku dibakar api cemburu ketika ada lelaki yang menghampirinya dan merayunya. pi cemburu itu semakin menjadi#jadi ketika dia juga meladeni lelaki yang merayunya dengan senyum dan tawa. %an hatiku benar#benar hangus ketika kulihat dia masuk ke dalam biliknya ditemani lelaki itu. Saat itu juga batok kepalaku dipenuhi berbagai pikiran#pikiran buruk. "a, sudah jelas, di dalam bilik sederhana itu mereka akan bergulat, bergumul, dan saling terkam dalam dengus napas birahi. h, sebenarnya tidak begitu. Itu hanya pikiran#pikiran burukku saja. ku tahu dia perempuan lugu yang terjebak dalam situasi seperti itu. Semacam anak kijang yang masuk perangkap pemburu. ku merasa aku telah jatuh hati padanya. &amu tahu, bagaimana proses jatuh hati itu kualami! $aiklah, akan kuceritakan untukmu. Saat itu aku diajak oleh kawan karibku datang ke tempat ini. &awanku itu menemui langganannya. Sedang aku hanya bengong# bengong di ruangan sambil minum kopi. Seorang ibu paruh baya menghampiriku. %engan mata genit ibu itu mengatakan padaku kenapa aku tidak masuk kamar! ku bilang bahwa aku lagi ingin sendiri, lagi ingin menikmati suasana saja. Ibu itu mengatakan ada yang baru, masih belia, baru datang dari kampung. Ibu itu bilang usianya baru 67 tahun. %alam hati aku tertarik juga dengan perkataan ibu itu. Wah, masih belia sekali! ku jadi ingin tahu kayak apa perempuan yang dibilang belia itu! Ibu tua itu kemudian memanggil dia. Sehabis mandi, ibu tua itu mengantar perempuan itu kepadaku. %engan malu#malu perempuan ingusan itu duduk di sebelahku. %ia hanya diam dan tidak berkata#kata. Wajahnya manis dan memang masih bau kencur. 2ntah anak siapa yang disesatkan ke tempat seperti ini. Ibu tua itu menyuruhku segera mengajaknya masuk kamar, tentu dengan tari) khusus, lebih mahal dari biasanya. %i dalam kamar, perempuan itu masih diam, tak banyak bicara. %ari wajah kekanak# kanakannya terpancar perasaan cemas dan keragu#raguan. ku jadi iba melihat tingkahnya yang memelas itu. ku segera mencegah saat dia hendak melucuti busananya. %ia bingung dengan tingkahku. "Saya harus melayani tamu saya," jelasnya. "ku tak perlu dilayani. ku hanya ingin ngobrol denganmu. %an aku akan tetap membayar sesuai tari) yang telah disepakati," ujarku. ku menatap wajah yang lugu itu. 2ntah kenapa aku jadi tidak tega dan merasa simpati dengan dia. 'ungkin aku terjebak pada pancaran matanya yang begitu diliputi kepolosan sekaligus kecemasan. ku telah mengenal sejumlah perempuan yang bekerja seperti ini. Tapi dengan perempuan satu ini, aku merasakan dalam diriku bangkit suatu keinginan menjadi hero, ingin menyelamatkannya. ku mendekapkan kepalanya ke dadaku. ku membelai#belai rambutnya yang sebahu. Tiba#tiba saja aku merasa menjadi seorang kakak yang ingin melindungi adiknya dari segala marabahaya. "'engapa kamu bisa berada di tempat seperti ini!" tanyaku lirih. "Seharusnya kamu menikmati masa#masa sekolahmu, seperti teman#temanmu yang lain.." Perempuan itu diam dan menatapku lembut. "Saya tidak tahu, 'as. Saya diajak oleh tante saya ke sini. Saya dijanjikan pekerjaan dengan gaji yang menggiurkan. Tapi ternyata saya dijebak di sini oleh tante saya sendiri." ku kaget mendengar pengakuannya yang memilukan itu. %iam#diam dalam hatiku, rasa kasihan perlahan menjelma rasa simpati dan keinginnan untuk mengasihinya. "&amu ingin pergi dari tempat ini!" ""a, jelas, 'as. Tapi bagaimana caranya saya bisa pergi dari sini!" "ku akan ngomong sama bosmu." "'ustahil, 'as*" "'engapa mustahil!" "'as tidak paham situasi di sini. Sekali perempuan terjebak dalam tempat ini, maka seumur hidup akan berkubang di sini." "Tidak. ku akan menyelamatkanmu. &amu harus melanjutkan sekolahmu. %an kamu mesti cari kerja yang lebih bagus dari kerja begini." Perempuan bau kencur itu menundukkan kepalanya. 'atanya memancarkan harapan, harapan bagi sebuah kebebasan. ku cium keningnya. ku bisikkan beberapa patah kata agar dia bersabar dan tabah. ku ke luar dari bilik dengan perasaan gundah. "4imana, 'as! $agus, kan!" Ibu paruh baya itu berdiri di depan pintu dan mengerlingkan mata genit ke arah mataku. Tiba#tiba saja aku ingin muntah melihat tampang ibu genit itu. "ku ingin ngomong sama bosmu," ujarku dengan nada agak geram. "da apa, 'as! pa ser-isnya tidak memuaskan ya...! Wah, kalo gitu saya akan lapor ke bos." "+angan. $ukan masalah itu. da yang aku ingin bicarakan sama bosmu. Tolong panggil dia." Perempuan paruh baya kepercayaan bos itu tergopoh#gopoh menemui bosnya. Tak berapa lama, dia muncul kembali mengiringi perempuan agak gembrot dengan wajah menyiratkan kelicikan. "da apa, 'as! pa dia tidak melayani 'as dengan baik!" "$ukan masalah itu, $u. &ira#kira kalau aku ingin mengajak dia keluar dari sini, gimana!" Wajah perempuan gembrot yang licik itu seketika berubah curiga. "'aksud 'as gimana!" "ku ingin mengajak dia pergi dari sini." "&alau begitu 'as harus menebusnya 3p 7 juta, gimana!" ku terkesiap. 4ila benar si gembrot ini. 'engapa aku mesti menebusnya sebanyak itu! $ukankah setiap orang berhak memilih kebebasannya! "&enapa aku mesti menebus sebanyak itu! %ia bukan barang mati. %ia manusia yang memiliki kebebasannya," ujarku geram. Si gembrot tersenyum sinis. "'as ini kayak tidak mengerti aja. %ia berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab saya. Tantenya telah menitipkan dia pada saya." "&alau begitu, kamu tidak berhak menjual dia dengan mempekerjakan dia sebagai pelacur," ujarku semakin geram melihat tingkah si gembrot. "1idup makin sulit 'as. Semua orang perlu uang dan sekarang ini segala sesuatu diukur dengan uang. $egini saja 'as. &alau 'as mau membawa dia, maka 'as sediakan uang 3p 7 juta. Itu saja." Si gembrot sambil menggerutu pergi meninggalkan aku yang masih terbengong#bengong. Sejenak aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat. ku pun pergi meninggalkan tempat itu dengan perasaan luka. Sepintas kulihat mata perempuan yang ingin kuselamatkan itu berkilat basah menatap kepergianku. $eberapa hari kemudian aku berusaha mendapatkan uang sebanyak itu untuk menebus dia. ku berusaha meminjam kepada kawan#kawanku. ,amun usaha kerasku hanya berbuah kesia#siaan. ku hanya bisa mengumpulkan 3p 8 juta. ku kembali ke tempat itu dan mencoba tawar#menawar dengan si germo gembrot, tapi sia#sia belaka. Si gembrot tetap pada pendapatnya semula. ku merasa kecewa dengan diriku sediri. ku tidak berdaya menyelamatkan dia. ku tidak habis#habisnya mengutuki diriku sendiri, mengapa aku tidak berkesempatan jadi orang kaya. 'aka seperti saat ini, setiap malam aku hanya bisa menatap dia dari kegelapan malam. Sambil menahan hatiku yang hampir hangus dibakar cemburu, aku melihat dia bercengkerama dengan para tamu. Sepertinya dia bahagia dengan pekerjaan yang dijalaninya. Setiap melihat senyum dan tawanya, aku merasa bersalah sekaligus kecewa dengan diriku sendiri. Pada akhirnya aku hanya jadi pecundang.555 Bisikan Aneh... +angan lupakan aku. &abari aku jika kau sudah sampai di sana, begitu katamu ketika melepaskan kepergianku. ,amun, pada saat yang bersamaan, perasaan ini berkata lain. da sesuatu yang tiba#tiba melintas, dan dengan caranya yang aneh pula dia mengatakan bahwa yang akan terjadi adalah sebaliknya. /leh karenanya, mungkin jika kau memperhatikan tatapan mataku, atau mimik yang tergambar di raut wajahku, kau akan tahu bahwa aku meragukan setiap kata yang kau ucapkan kepadaku. Tetapi, itulah. ku sendiri tak tahu lagi kepada siapa aku menaruh kepercayaan. %usta itu sudah terlalu sering menghujaniku. &ebohongan rasanya seperti genting pada setiap rumah, atau jendela dengan kaca#kaca timah menorehkan warna#warninya di kehidupanku. Sehingga, jangan heran jika pada akhirnya aku pun mendiamkan saja apa yang terjadi pada diriku. Toh, akhirnya kau berbohong kepadaku. "+angan lupa, ya.." Itu ucapanmu sambil melemparkan senyum dari bibir yang biasa kau berikan padaku untuk kulumatkan di malam#malam kita tempo hari. h, sandiwara apa lagi yang tengah kau mainkan, manisku! $ahkan ketika kukatakan bahwa kepergianku ini untuk sesuatu yang penting bagi kita, dan kau menunjukkan keberatan karena lamanya kita berpisah, aku sudah tahu bahwa itu hanya pura#pura saja. &epura#puraan seutas tali layang#layang, yang kau tarik seolah menurunkan, yang sesungguhnya membuat terbangnya kian tinggi. ku tahu, sayangku, aku tahu. 'aka, ketika pesawat ini mendarat dan aku melanjutkan perjalanan dengan landro-er, mendaki dan menjelajahi tanah tak ramah, aku pun kian tergelak#gelak oleh sandiwara yang kau mainkan. Tidak, kau tidak bermain, tetapi menyutradari lakonku. ha, kau menjadi sutradaranya* ku tahu kau tengah menimbang#nimbang dan menggores#goreskan naskah yang kau edit sendiri, dan mengarahkan langkahku untuk menemui kegagalan itu. &au pikir aku tak tahu apa yang kucari! &au pikir aku tak tahu siapa yang akan kutemui! 'eskipun ketika kukatakan bahwa aku sendiri tak yakin benar akan apa yang akan kucari ini, dan kau mencegahku ##ah, betapa manisnya adegan itu## aku tahu bahwa sebetulnya kau tengah berdoa agar aku cepat#cepat pergi dan menjumpai bibir jurang kehampaan yang menganga. "Sudah lama kenal sama 'ahmud!" Tiba#tiba orang yang menjemputku bicara. ku tak percaya manusia besi ini bisa bicara. Sejak kedatangannya di bandara, dan setelah hampir tiga jam dia bersamaku, baru ini yang diucapkannya. &au tahu, sayangku, caranya bicara menunjukkan bahwa apa yang diucapkannya hanyalah sebuah basa#basi, pemerah bibir. %ia tak punya kepentingan apa#apa denganku, karenanya dia bertanya tentang sesuatu yang tak berkaitan dengan urusannya. $ayangkan, jika saja kujawab "sudah", lantas dia mau bilang apa! tau misalnya aku berdusta dengan mengatakan "belum", kira#kira apa yang akan dijadikannya pertanyaan berikutnya! Tak ada. Persis seperti caramu menghadapiku. Semuanya basa#basi. "Sudah." "/...berapa lama!" ,ah, apa kataku. %ia hanya mencoba berbasa#basi lagi. "Sepuluh tahun...," jawabku asal saja. "Teman kuliah!" "$ukan." "Teman kerja!" "$ukan." ,ah, betul, kan, kataku, dia tak bisa menyambung dengan kata#kata lagi. Itu semua karena dia hanya berbasa#basi. "&ita akan sampai di ibukota kecamatan kira#kira dua jam lagi. %an karena di dalam dua jam itu saya khawatir kita tidak menemukan kedai atau apa pun, sebaiknya kita mampir dulu di pasar ini. Sekalian kita cari pompa bensin." "/...bagaimana mungkin dalam dua jam perjalanan kita tidak bisa menemukan warung, atau kedai makanan!" "...!" %ia hanya menatapku dengan bingung. /taknya tak cukup cerdas mencari sebuah kalimat yang bisa membuatku paham. (alu, sambil menengok ke kanan dan ke kiri, mencari warung, dia kembali tenggelam dalam kebisuannya. 555 Selama menunggu makanan di kedai, aku membayangkan serbuk racun ditaburkan di makanan yang akan kumakan. h, jangan kau pura#pura, sayangku, dia adalah orang suruhanmu. +angan menyangkal, aku tahu. 2ngkau ingin tahu bagaimana aku bisa tahu! 1aha...untuk apa! 'embuktikan bahwa kau adalah seorang juru catat yang andal! %ia dengan mudahnya menyuruh si pemilik warung untuk menaburkan sejenis sianida atau racun apalah namanya, ke dalam makananku. "Saya belum lapar..." %an lihatlah wajahnya yang tolol itu. "Saya sudah pesan 8 piring dan nda setuju kita makan dulu. &enapa tiba#tiba merasa belum lapar!" "'aa), ini perut saya. Sayalah yang paling tahu kondisinya." "1mm...tapi kita harus bayar 8 piring." "Tak masalah. Saya akan bayar. &alau mau, silakan makan punya saya..." Piring dan lauk dihidangkan. Ikan bakar, sambal dan lalapan. %ia makan dengan lahapnya. ku hanya mengamatinya saja. %ia terlalu lahap, dan betul# betul menikmati nasi hangat dan ikan bakar itu. "+adi, nggak makan!" ku menggeleng. "Sayang kalau dibuang. Saya makan, ya!" %an dia langsung mengambil jatahku. %an kembali dia melahap habis nasiku, laukku dan lalapanku. %ia minum dengan tegukan besar dan mengeluarkan sendawa besar. Sungguh edan* &uamati perubahan di wajahnya. Sebentar lagi, ya, sebentar lagi dia akan... 555 neh. Si besi ini tak mati#mati juga, padahal, menurut dugaanku, piringku pasti beracun dan...mungkin aku salah. (andro-er menderum lagi membelah malam. %ia menyalakan rokok dan menikmati laju kendaraan dengan seenak perutnya. Sementara itu aku terayun#ayun dan merasakan kantuk mengganduli mataku. Tidak, tak mungkin aku tertidur, sementara kaki#tanganmu siap menikamku. Ini juga bagian sandiwaramu, bukan! Tiba#tiba mobil berdecit, membelok dan berhenti. "'aa), perut saya..." dia lari ke semak# semak sambil membawa sebotol air. "&ebanyakan sambal," teriaknya sebelum menghilang di semak#semak. $ukan kebanyakan sambal, tapi sianidamu mulai bekerja. $agaimana mungkin dia yang menyuruh menaburkan bubuk racun itu kemudian memakannya! pakah dia ingin meyakinkan aku bahwa... ah, sandiwara terlucu yang pernah kusaksikan. 'esin menyala, lampunya mengarah ke semak#semak. Sialan, aku disuruh menyaksikan dan menunggui pembunuhku buang air* &ret* ku sungguh tak mengerti jalan pikiranmu. &ita sebentar lagi akan menikah, dan dalam pernikahan itu, kujamin bahwa diriku akan bisa membuatmu menjadi wanita terhormat, ibu dari anak#anakku. "ang aku tak mengerti, mengapa kau sudah... ah, itu yang aku tak paham. pa sebetulnya moti-asimu! 555 %an 'ahmud itu, nama yang kau sebut#sebut sebagai kawan yang mungkin bisa membantuku itu, bukankah dia kekasih gelapmu! +angan kau sangkal dan membalikkan kenyataan itu sebagai bentuk kecemburuanku padamu. +ika bukan kekasih gelapmu, mana mungkin kau secara cepat memberikan nama itu kepadaku! palagi, rumahnya jauh dari rumah kita. $ayangkan, aku harus berpesawat, lalu naik landro-er ini berjam#jam, baru bisa menemukannya. ku curiga, jangan#jangan kau telah bersekongkol dengan 'ahmud. %an manusia besi yang sekarang sedang berjuang keras di balik semak#semak itu, tentunya adalah kaki#tangan 'ahmud juga. Tetapi, mengapa! ku sendiri meragukan apakah yang kucari ini akan kutemukan atau tidak. Tetapi, ketika kukatakan kepadamu, tempo hari itu, aku jadi curiga. +angan#jangan, sikapmu, ucapanmu, bahkan tangisanmu, sebetulnya adalah taktikmu saja agar aku meragukan kepergianku. Itu sebabnya, aku justru ingin pergi dan mencarinya. Seandainya saja, engkau tidak keberatan dan mempersilakan aku pergi, mungkin aku malah tak pergi. Tetapi karena kau merengek agar tak kutinggalkan, entahlah, keinginanku untuk pergi rasanya kian menggebu. Sungguh aku tidak mengerti sikapmu. "Wah, lega rasanya, bisa..." %an dia mengakhiri kalimatnya dengan ekspresi puas, diulas senyum lebar. Sungguh tak sopan manusia satu ini. Selesai buang hajat malah pamer* 555 Perjalanan berlanjut. 1anya bunyi mesin yang kudengar. +alan berkelok#kelok, mendaki, menurun, bergelombang. $elum mati juga, dia. "'erokok!" "Terima kasih. &ata orang merokok bisa memendekkan umur," jawabku berusaha ketus. 'aksudku agar dia mengerti bahwa sebetulnya aku keberatan kalau dia merokok. jaib dia malah tertawa terbahak#bahak. "1ebat benar, Tuhan bisa dikalahkan oleh rokok..." dan gelak tawanya kian nyaring di malam sunyi ini. Sinting, dia membawa#bawa nama Tuhan demi sebatang rokok sialan itu. "nak saya lima. "ang besar sudah S', 'as!" mpun, siapa yang mau tahu keluarganya! 'au punya anak selusin pun, aku tak peduli. "$elum kawin...," jawabku lesu. "(ho, saya pikir 'as ini suaminya 'bak %esy!" ,ah, nah...bagaimana mungkin dia tahu namamu! $ukankah kau pun tak mengenalnya! $agaimana mungkin dia tahu bahwa namamu %esy dan aku adalah pasanganmu! +ika bukan ada apa#apanya, tentu tak mungkin dia tahu banyak tentang kita. "Pak 'ahmud bilang bahwa 'as ini suaminya 'bak %esy. +adi, bukan! 'aksud saya, belum menikah!" %ia pun terbahak lagi. (ihatlah, %es, lihat... ah, seandainya saja kau bisa menyaksikan bagaimana laki#laki besi ini tertawa geli. %ia mengejekku. %ia menertawakanku. $ukankah ini sebetulnya maksudmu "melemparkan"#ku kemari! gar aku jadi bahan tertawaan orang lain! /h, %esy, %esy... aku semakin tak mengerti mengapa kau menyukai cara#cara aneh untuk menghina calon suamimu sendiri! "'umpung masih muda, kawinlah 'as. 'aa) usia 'as berapa!" 1mmm* 'au apa dia tanya#tanya umurku! "2mpat puluh." %ia diam. &urasa dia tak percaya atau angka empat puluh merupakan angka keramat baginya. %an, %esy, inikah caramu agar aku dicerca oleh orang lain! $ukankah sudah menjadi keputusanmu bahwa selisih usia kita yang nyaris dua puluh tahun ini bukan soal untuk berumah tangga! (alu, mengapa kau selalu menggiringku ke dalam bubu jebakan, agar setiap orang mempertanyakan masalah usia kita! pa rencanamu sebetulnya di balik ini semua! 555 +am 66 malam landro-er berhenti di depan sebuah rumah panggung. Sunyi dan gelap mengepung. 0ntunglah bulan masih mau membagi sinarnya. $ulan tanggal berapa sekarang, mengapa belum bulat penuh! 'ungkin, karena mendengar derum mobil, si tuan rumah membuka pintu. Seorang laki# laki besar, bercelana jins berkaos hitam, tegak di ambang pintu. Cahaya menyeruak menginginkan kebebasan. "$elum tidur, rupanya, Pak 'ahmud..." "Itu 'ahmud!" namun aku segera sadar bahwa tadi aku mengaku mengenalnya selama 69 tahun. %ia tentunya ##seharusnya curiga dengan ucapanku. Tapi, ah, si bodoh ini hanya diam saja. 'ungkin dia mengantuk atau tak peduli. %ia turun tangga menyambutku. 1angat. 4enggaman tangannya kuat sekali dan sebaris gigi besarnya menyeringai. $ahagia betul dia menemukan korbannya* "&enapa lama sekali, %in!" ucapnya di sela#sela senyumnya. "'aa) Pak, tadi..." Si %in menepuk#nepuk perutnya sendiri sambil meringis. 'ahmud tergelak. 555 Paginya, aku terbangun dengan badan dirajam lelah. 'aklumlah, semalam aku tak makan dan langsung tertidur, begitu 'ahmud membukakan kamar untukku. &ubuka jendela kayu dan... Tuhanku, engkau pasti tersenyum ketika menciptakan alam ini. 4unung# gunung berlapis#lapis, berkelambu kabut yang membuatnya kian menipis. $ebukitan menggunduk di sana#sini, menyembul di antara padang rumput, pepohonan dan bebatuan besar. %an di leher#leher bukit itu, kabut tipis melayang perlahan, layaknya kain panjang seorang jelita putri di negeri dongeng. &uda#kuda merumput tenang, bersama sapi dan kambing. %i manakah aku saat ini! $elum pernah kusaksikan keramahan yang menyejukkan jiwa, seperti di tempat ini. "'ari sarapan dulu, istri saya sudah menyiapkan." Tiba#tiba suara yang kukenali membuatku tersadar dan melihat arloji. +am sembilan* "'mm... ini waktu Indonesia $agian Tengah. +amnya pasti belum disesuaikan." "/h...," berarti aku harus mengubahnya menjadi jam sepuluh* staga, aku terbangun jam sepuluh* $erarti lelap sekali tidurku. Sambil makan, 'ahmud berkata tentang sesuatu yang akan kucari itu. 'emang, dia bilang bahwa kayu itu tumbuh hanya di daerah ini, namun tidak semua orang bisa mencarinya. "danya di hutan dan hanya orang tertentu yang bisa menemukannya." ku berhenti menyuap. 4agal sudah harapanku. "0ntuk apa, sih, 'bak %esy mencari kayu itu!" "'mm... ini memang permintaan paling aneh.. &atanya untuk persyaratan mas kawin..." Tanpa kuduga, 'ahmud tertawa. Suaranya lantang memenuhi ruang#ruang di rumahnya. Sesaat dia tersedak. 'inum. (alu melanjutkan gelak tawanya lagi. ""a, ya... saya mengerti. Itu permintaan aneh, dan lebih aneh lagi, saya menurutinya. Saya harus ambil cuti dan...di sini ditertawakan orang," ucapku putus asa. 'ahmud berhenti tertawa tiba#tiba. "/h, maa), maa)...saya tidak menertawakan 'as. Saya hanya tak menyangka bahwa kayu itu begitu berharga bagi orang +akarta. Itu saja. +angan khawatir, saya akan membantu mencarikannya, jika memang sepenting itu." %ia lalu mengangkat 1P#nya. 4ila. %i lambung gunung seperti ini, 1P#nya masih ber)ungsi. ku terdiam. Siapakah engkau, 'ahmud! 555 ku tiba#tiba diserang hawa aneh yang membuatku berubah pikiran. 0capan 'ahmud yang sungguh#sungguh itu membuatku berpikir tentang semua yang tengah kulakukan ini. ku yang semula percaya padamu, %es, tentang syarat yang kau ajukan itu, dan itu kubuktikan dengan kesungguhanku berangkat, tiba#tiba menjadi ragu, karena setelah kupikir, mungkin ini hanya alasan penolakanmu atas lamaranku. ,amun, ketika kau pun agaknya meragukan permintaanmu sendiri, sementara aku jadi kian menggebu berangkat, aku mulai bimbang dengan semua ucapanmu. %an ketika sesampai di tempat ini, bicara dengan 'ahmud, aku...ah, entahlah. $agaimana jika kayu itu memang kutemukan! neh. 4ila. ,onsense. "da, 'as." "panya!" "&ayunya. 'au seberapa panjang!" ku terdiam. Terus terang, aku tak punya kesiapan untuk itu. "&alau mau dimasukkan tas, ya, paling#paling 79 cm cukup, kan!" ku masih diam. +adi, kayu itu memang ada dan bisa kumasukkan tasku. h, gila. Terus, aku harus bagaimana! Setelah kayu itu ada di tanganku dan itu mencukupi syarat perkawinan kita, %esy! ku harus bagaimana! "'aa), tapi permintaan 'bak %esy memang agak langka. Soalnya, biasanya yang minta kayu itu adalah seorang dukun." ujar 'ahmud sambil tersenyum, dan tangannya mencolek ikan goreng. %ukun! h, skenario apalagi yang kau kembangkan untuk lakon kita, %esy! hh, aku tak tahu lagi, apakah setelah berjam#jam waktuku hilang di jalan, dengan berbagai rajaman pikiran meninggalkanmu, cutiku yang terbuang sia#sia, dan kayu yang memang ada itu, kemudian..."dukun"! ku tak tahu lagi apakah aku masih punya sisa tenaga untuk mengawinimu, %es! Terus terang aku lelah mendengar bisik#bisik yang selalu menggaung di kepalaku ini. ku ingin berhenti. ku ingin agar bisikan itu berhenti dan aku bisa lebih tenang menjalani sisa lakonku sendiri. 555 Laki-Laki Sejati Seorang perempuan muda bertanya kepada ibunya. Ibu, lelaki sejati itu seperti apa! Ibunya terkejut. Ia memandang takjub pada anak yang di luar pengamatannya sudah menjadi gadis jelita itu. Terpesona, karena waktu tak mau menunggu. 3asanya baru kemarin anak itu masih ngompol di sampingnya sehingga kasur berbau pesing. Tiba#tiba saja kini ia sudah menjadi perempuan yang punya banyak pertanyaan. Sepasang matanya yang dulu sering belekan itu, sekarang bagai sorot lampu mobil pada malam gelap. Sinarnya begitu tajam. Sekelilingnya jadi ikut memantulkan cahaya. ,amun jalan yang ada di depan hidungnya sendiri, yang sedang ia tempuh, nampak masih berkabut. 1idup memang sebuah rahasia besar yang tak hanya dialami dalam cerita di dalam pengalaman orang lain, karena harus ditempuh sendiri. &enapa kamu menanyakan itu, anakku! Sebab aku ingin tahu. %an sesudah tahu! ku tak tahu. Wajah gadis itu menjadi merah. Ibunya paham, karena ia pun pernah muda dan ingin menanyakan hal yang sama kepada ibunya, tetapi tidak berani. Waktu itu perasaan tidak pernah dibicarakan, apalagi yang menyangkut cinta. &alaupun dicoba, jawaban yang muncul sering menyesatkan. &arena orang tua cenderung menyembunyikan rahasia kehidupan dari anak#anaknya yang dianggapnya belum cukup siap untuk mengalami. &ini segalanya sudah berubah. nak#anak ingin tahu tak hanya yang harus mereka ketahui, tetapi semuanya. Termasuk yang dulu tabu. 'ereka senang pada bahaya. Setelah menarik napas, ibu itu mengusap kepala putrinya dan berbisik. +angan malu, anakku. Sebuah rahasia tak akan menguraikan dirinya, kalau kau sendiri tak penasaran untuk membukanya. Sebuah rahasia dimulai dengan rasa ingin tahu, meskipun sebenarnya kamu sudah tahu. 1anya karena kamu tidak pernah mengalami sendiri, pengetahuanmu hanya menjadi potret asing yang kamu baca dari buku. $anyak orang tua menyembunyikannya, karena pengetahuan yang tidak perlu akan membuat hidupmu berat dan mungkin sekali patah lalu berbelok sehingga kamu tidak akan pernah sampai ke tujuan. Tapi ibu tidak seperti itu. Ibu percaya :aman memberikan kamu kemampuan lain untuk menghadapi bahaya#bahaya yang juga sudah berbeda. +adi ibu akan bercerita. Tetapi apa kamu siap menerima kebenaran walaupun itu tidak menyenangkan! 'aksud Ibu! (elaki sejati anakku, mungkin tidak seperti yang kamu bayangkan. &enapa tidak! Sebab di dalam mimpi, kamu sudah dikacaukan oleh bermacam#macam harapan yang meluap dari berbagai kekecewaan terhadap laki#laki yang tak pernah memenuhi harapan perempuan. %i situ yang ada hanya perasaan keki. pakah itu salah! Ibu tidak akan bicara tentang salah atau benar. Ibu hanya ingin kamu memisahkan antara perasaan dan pikiran. ntara harapan dan kenyataan. ku selalu memisahkan itu. 1arapan adalah sesuatu yang kita inginkan terjadi yang seringkali bertentangan dengan apa yang kemudian ada di depan mata. 1arapan menjadi ilusi, ia hanya bayang#bayang dari hati. Itu aku mengerti sekali. Tetapi apa salahnya bayang#bayang! &arena dengan bayang#bayang itulah kita tahu ada sinar matahari yang menyorot, sehingga berkat kegelapan, kita bisa melihat bagian#bagian yang diterangi cahaya, hal#hal yang nyata yang harus kita terima, meskipun itu bertentangan dengan harapan. Ibunya tersenyum. +adi kamu masih ingat semua yang ibu katakan! &enapa tidak! $erarti kamu sudah siap untuk melihat kenyataan! ku siap. ku tak sabar lagi untuk mendengar. Tunjukkan padaku bagaimana laki#laki sejati itu. Ibu memejamkan matanya. Ia seakan#akan mengumpulkan seluruh unsur yang berserakan di mana#mana, untuk membangun sebuah sosok yang jelas dan nyata. (aki#laki yang sejati, anakku katanya kemudian, adalah; tetapi ia tak melanjutkan. dalah! dalah seorang laki#laki yang sejati. h, Ibu jangan ngeledek begitu, aku serius, aku tak sabar. $agus, Ibu hanya berusaha agar kamu benar#benar mendengar setiap kata yang akan ibu sampaikan. +adi perhatikan dengan sungguh#sungguh dan jangan memotong, karena laki# laki sejati tak bisa diucapkan hanya dengan satu kalimat. (aki#laki sejati anakku, lanjut ibu sambil memandang ke depan, seakan#akan ia melihat laki#laki sejati itu sedang melangkah di udara menghampiri penjelmaannya dalam kata#kata. (aki#laki sejati adalah; (aki#laki yang perkasa!* Salah* &an barusan Ibu bilang, jangan menyela* (aki#laki disebut laki#laki sejati, bukan hanya karena dia perkasa* Tembok beton juga perkasa, tetapi bukan laki#laki sejati hanya karena dia tidak tembus oleh peluru tidak goyah oleh gempa tidak tembus oleh garukan tsunami, tetapi dia harus lentur dan berjiwa. Tumbuh, berkembang bahkan berubah, seperti juga kamu. / ya! $ukan karena ampuh, bukan juga karena tampan laki#laki menjadi sejati. Seorang lelaki tidak menjadi laki#laki sejati hanya karena tubuhnya tahan banting, karena bentuknya indah dan proporsinya ideal. Seorang laki#laki tidak dengan sendirinya menjadi laki#laki sejati karena dia hebat, unggul, selalu menjadi pemenang, berani dan rela berkorban. Seorang laki#laki belum menjadi laki#laki sejati hanya karena dia kaya#raya, baik, bijaksana, pintar bicara, beriman, menarik, rajin sembahyang, ramah, tidak sombong, tidak suka mem)itnah, rendah hati, penuh pengertian, berwibawa, jago bercinta, pintar mengalah, penuh dengan toleransi, selalu menghargai orang lain, punya kedudukan, tinggi pangkat atau punya karisma serta banyak akal. Seorang laki#laki tidak menjadi laki#laki sejati hanya karena dia berjasa, berguna, berman)aat, jujur, lihai, pintar atau jenius. Seorang laki#laki meskipun dia seorang idola yang kamu kagumi, seorang pemimpin, seorang pahlawan, seorang perintis, pemberontak dan pembaru, bahkan seorang yang ari)#bijaksana, tidak membuat dia otomatis menjadi laki#laki sejati* &alau begitu apa dong! Seorang laki#laki sejati adalah seorang yang melihat yang pantas dilihat, mendengar yang pantas didengar, merasa yang pantas dirasa, berpikir yang pantas dipikir, membaca yang pantas dibaca, dan berbuat yang pantas dibuat, karena itu dia berpikir yang pantas dipikir, berkelakuan yang pantas dilakukan dan hidup yang sepantasnya dijadikan kehidupan. Perempuan muda itu tercengang. 1anya itu! Seorang laki#laki sejati adalah seorang laki#laki yang satu kata dengan perbuatan* /rang yang konsekuen! (ebih dari itu* Seorang yang bisa dipercaya! Semuanya* Perempuan muda itu terpesona. pa yang lebih dari yang satu kata dan perbuatan! Tulus dan semuanya! hhhhh* Perempuan muda itu memejamkan matanya, seakan#akan mencoba membayangkan seluruh si)at itu mengkristal menjadi sosok manusia dan kemudian memeluknya. Ia menikmati lamunannya sampai tak sanggup melanjutkan lagi ngomong. %ari mulutnya terdengar erangan kecil, kagum, memuja dan rindu. Ia mengalami orgasme batin. hhhhhhh, gumannya terus seperti mendapat tusukan nikmat. ku jatuh cinta kepadanya dalam penggambaran yang pertama. ku ingin berjumpa dengan laki#laki seperti itu. &atakan di mana aku bisa menjumpai laki#laki sejati seperti itu, Ibu! Ibu tidak menjawab. %ia hanya memandang anak gadisnya seperti kasihan. Perempuan muda itu jadi bertambah penasaran. %i mana aku bisa berkenalan dengan dia! 0ntuk apa! &arena aku akan berkata terus#terang, bahwa aku mencintainya. ku tidak akan malu# malu untuk menyatakan, aku ingin dia menjadi pacarku, mempelaiku, menjadi bapak dari anak#anakku, cucu#cucu Ibu. $iar dia menjadi teman hidupku, menjadi tongkatku kalau nanti aku sudah tua. 'enjadi orang yang akan memijit kakiku kalau semutan, menjadi orang yang membesarkan hatiku kalau sedang remuk dan ciut. 'embangunkan aku pagi# pagi kalau aku malas dan tak mampu lagi bergerak. ku akan meminangnya untuk menjadi suamiku, ya aku tak akan ragu#ragu untuk merayunya menjadi menantu Ibu, penerus generasi kita, kenapa tidak, aku akan merebutnya, aku akan berjuang untuk memilikinya. %ada perempuan muda itu turun naik. pa salahnya sekarang wanita memilih laki#laki untuk jadi suami, setelah selama berabad#abad kami perempuan hanya menjadi orang yang menunggu giliran dipilih! Perempuan muda itu membuka matanya. $ola mata itu berkilat#kilat. Ia memegang tangan ibunya. &atakan cepat Ibu, di mana aku bisa menjumpai laki#laki itu! $unda menarik na)as panjang. 4adis itu terkejut. &enapa Ibu menghela na)as sepanjang itu! &arena kamu menanyakan sesuatu yang sudah tidak mungkin, sayang. pa! Tidak mungkin! "a. &enapa! &arena laki#laki sejati seperti itu sudah tidak ada lagi di atas dunia. /h, perempuan muda itu terkejut. Sudah tidak ada lagi! Sudah habis. "a Tuhan, habis! &enapa! (aki#laki sejati seperti itu semuanya sudah amblas, sejak ayahmu meninggal dunia. Perempuan muda itu menutup mulutnya yang terpekik karena kecewa. Sudah amblas! "a. Sekarang yang ada hanya laki#laki yang tak bisa lagi dipegang mulutnya. Semuanya hanya pembual. ktor#aktor kelas tiga. Cap tempe semua. $anyak laki#laki yang kuat, pintar, kaya, punya kekuasaan dan bisa berbuat apa saja, tapi semuanya tidak bisa dipercaya. Tidak ada lagi laki#laki sejati anakku. 'ereka tukang kawin, tukang ngibul, semuanya bakul jamu, tidak mau mengurus anak, apalagi mencuci celana dalammu, mereka buas dan jadi macan kalau sudah dapat apa yang diinginkan. &alau kamu sudah tua dan tidak rajin lagi meladeni, mereka tidak segan#segan menyiksa menggebuki kaum perempuan yang pernah menjadi ibunya. Tidak ada lagi laki#laki sejati lagi, anakku. +adi kalau kamu masih merindukan laki#laki sejati, kamu akan menjadi perawan tua. (ebih baik hentikan mimpi yang tak berguna itu. 4adis itu termenung. 'ukanya nampak sangat murung. +adi tak ada harapan lagi, gumamnya dengan suara tercekik putus asa. Tak ada harapan lagi. &alau begitu aku patah hati. Patah hati! "a. ku putus asa. &enapa mesti putus asa! &arena apa gunanya lagi aku hidup, kalau tidak ada laki#laki sejati! Ibunya kembali mengusap kepala anak perempuan itu, lalu tersenyum. &amu terlalu muda, terlalu banyak membaca buku dan duduk di belakang meja. Tutup buku itu sekarang dan berdiri dari kursi yang sudah memenjarakan kamu itu. &eluar, hirup udara segar, pandang lagit biru dan daun#daun hijau. da bunga bakung putih sedang mekar beramai#ramai di pagar, dunia tidak seburuk seperti yang kamu bayangkan di dalam kamarmu. 1idup tidak sekotor yang diceritakan oleh buku#buku dalam perpustakaanmu meskipun memang tidak seindah mimpi#mimpimu. &eluarlah anakku, cari seseorang di sana, lalu tegur dan bicara* +angan ngumpet di sini* ku tidak ngumpet* +angan lari* Siapa yang lari! 'engurung diri itu lari atau ngumpet. yo keluar* &eluar ke mana! &e jalan* Ibu menunjuk ke arah pintu yang terbuka. $ergaul dengan masyarakat banyak. 4adis itu termangu. 0ntuk apa! %alam rumah kan lebih nyaman! &alau begitu kamu mau jadi kodok kuper* Tapi aku kan banyak membaca! ku hapal di luar kepala sajak#sajak &ahlil 4ibran* Tidak cukup* &amu harus pasang omong dengan mereka, berdialog akan membuat hatimu terbuka, matamu melihat lebih banyak dan mengerti pada kelebihan#kelebihan orang lain. Perempuan muda itu menggeleng. Tidak ada gunanya, karena mereka bukan laki#laki sejati. 'akanya keluar. &eluar sekarang juga* &eluar! "a. Perempuan muda itu tercengang, suara ibunya menjadi keras dan memerintah. Ia terpaksa meletakkan buku, membuka earphone yang sejak tadi menyemprotkan musik 3 < $ ke dalam kedua telinganya, lalu keluar kamar. 'atahari sore terhalang oleh awan tipis yang berasal dari polusi udara. Tetapi itu justru menolong matahari tropis yang garang itu untuk menjadi bola api yang indah. %alam bulatan yang hampir sempurna, merahnya menyala namun lembut menggelincir ke kaki langit. Silhuet seekor burung elang nampak jauh tinggi melayang#layang mengincer sasaran. Wajah perempuan muda itu tetap kosong. ku tidak memerlukan matahari, aku memerlukan seorang laki#laki sejati, bisiknya. 'akanya keluar dari rumah dan lihat ke jalanan* 0ntuk apa! $anyak laki#laki di jalanan. Tangkap salah satu. mbil yang mana saja, sembarangan dengan mata terpejam juga tidak apa#apa. Tak peduli siapa namanya, bagaimana tampangnya, apa pendidikannya, bagaimana otaknya dan tak peduli seperti apa perasaannya. 4aet sembarang laki#laki yang mana saja yang tergapai oleh tanganmu dan jadikan ia teman hidupmu* Perempuan muda itu tecengang. 1ampir saja ia mau memprotes. Tapi ibunya keburu memotong. sal, lanjut ibunya dengan suara lirih namun tegas, asal, ini yang terpenting anakku, asal dia benar#benar mencintaimu dan kamu sendiri juga sungguh#sungguh mencintainya. &arena cinta, anakku, karena cinta dapat mengubah segala#galanya. Perempuan muda itu tercengang. %an lebih dari itu, lanjut ibu sebelum anaknya sempat membantah, lebih dari itu anakku, katanya dengan suara yang lebih lembut lagi namun semakin tegas, karena seorang perempuan, anakku, siapa pun dia, dari mana pun dia, bagaimana pun dia, setiap perempuan, setiap perempuan anakku, dapat membuat seorang lelaki, siapa pun dia, bagaimana pun dia, apa pun pekerjaannya bahkan bagaimana pun kalibernya, seorang perempuan dapat membuat setiap lelaki menjadi seorang laki#laki yang sejati* 555 Kekasih Seorang Lelaki Ini kesekian kalinya aku ingin pergi. %ari rumah yang lima tahun lalu kubangun sedikit demi sedikit hingga akhirnya menjadi tempat berteduh bagiku dan 'aya, istriku. Tapi kemudian aku tidak lagi merasa nyaman, ketika peristiwa itu terjadi di suatu malam, setelah aku kelelahan menulis. ku berjumpa dengan kekasihku, dan kami saling jatuh cinta. Ia bilang telah menungguku begitu lama. 1ingga tergurat luka rindu yang merentang panjang di antara aku dan dia. Waktu itu aku menatapnya tajam dan ia tertunduk malu. &ukatakan padanya aku akan datang menujunya. Ia bertanya, "&apan!", seolah tak percaya pada perkataan dan janjiku. &ujawab, "Segera." Tetapi setelah itu aku selalu gagal. Sepuluh kali aku mencoba pergi, tak pernah ada yang berhasil. ku masih di sini, di rumahku bersama 'aya, istriku. Saat itu 'aya tidak tahu tentang rencanaku untuk pergi. Ia hanya sesekali bertanya dan merasa curiga padaku. &atanya sikapku semakin aneh di matanya. $iasanya aku meredam kecurigaan istriku itu dengan memeluk tubuhnya erat#erat. 'encium keningnya dan berkata, "Tidak ada yang aneh. Semua biasa saja." Setelah itu 'aya diam. %an aku tidak merasa bersalah sama sekali karena ketidakjujuranku. $eberapa kali kekasihku datang menemuiku. Terutama ketika 'aya tidak sedang berada di sampingku. &ulihat wajah kekasihku kian mengkerut dan tampak kelelahan. "&au kenapa!" tanyaku ragu#ragu karena cemas. ku laki#laki pencemas. Terutama terhadap seorang yang kucintai. "Terlalu lama aku menunggumu. Terlalu lama aku memetiki penanggalan hanya untuk menghitung waktu kedatanganmu yang palsu. &au lihat, jari#jariku telah kaku dan membiru. Tubuhku beku tak terjamah pelukanmu. &epulan asap putih yang menerbangkan rindumu padaku semakin mengabur. 'elemah. %an aku mulai tak sadarkan diri di kesendirianku yang panjang. Tapi kau tak datang juga padaku. $ahkan semakin jarang mengintip dan mengetuk pintu rumahku. &au mengurung diri dalam kematian singkatmu yang menyedihkan. $ersama jiwa#jiwa yang tak benar#benar hidup. &au menduakanku dengan kesementaraan. Sedang penantian dan cintaku adalah abadi bagimu. ku menunggumu dalam kehidupan, tapi kau mengubur diri di makam yang kau lihat subur itu. &ita terlampau lama terpisah." ku melihat jelas mata kekasihku meredup. &uulurkan tangan dan kukatakan padanya aku merasakan hal sama. 3indu yang menuntut penuntasan yang segera. "ku akan pulang. 0ntuk bersamamu," kataku. Tetapi tubuh kekasihku berguncang. Seperti tertiup angin malam, ia berangsur menghilang dari hadapanku. ku makin mencemaskannya yang pergi tanpa sempat berkata apa#apa lagi padaku. Tanpa pikir panjang, esoknya aku memutuskan pergi. Sengaja aku tak membawa apa pun dari rumahku, karena aku tahu 'aya akan membutuhkannya jika aku tak ada di sisinya lagi. ,amun baru sampai teras rumah, 'aya melihatku. ,a)asnya naik turun menangkapku yang berniat pergi. Ia marah padaku. "&au mau pergi! 'eninggalkanku!" tanyanya dengan ketus. ku menjawab dalam hati. "a, istriku. ku akan pergi. %an kau tahu itu, pergi berarti meninggalkan. Tapi aku bukan mau meninggalkanmu. ku akan meninggalkan kesementaraan ini. &ekasihku menungguku dalam kehidupan abadi. 'aka aku akan pergi, jauh dari kematian ini. 'aya, istriku, memasang wajah kecewa. %ilipatnya gurat#gurat kebahagiaan yang selama ini menghiasi tulang pipinya yang merona. Sinar matanya meremang. Seperti mata kekasihku yang lelah menungguku. ku mendadak cemas. $ukan pada 'aya, tapi kekasihku. 3asanya aku akan gagal lagi, untuk pergi dari sini. 'aya, istriku, menahanku. "+angan pergi," katanya. (angkahku terhenti. $ayangan kekasihku hilang di benakku. 'aya memenjarakanku dalam peluknya yang berbau kematian. ,a)asku sesak mengingat kekasihku yang jauh. +angan kemari, kekasihku. $atinku. &alau tidak, kau akan terbakar cemburu dan menangisiku yang bercengkerama bersama jiwa yang tak abadi ini. &ubiarkan 'aya terus memelukku erat. Peluklah aku sekuat yang kau mampu perempuanku. Tapi kau tak akan pernah memeluk jiwaku. &arena jiwaku telah pergi terbawa rindu kekasihku. %an kau tak pernah tahu itu. "&atakan. &enapa kau ingin meninggalkanku!" tanya 'aya di antara pelukan panjangnya. ku harus pulang, 'aya. 'enemui kekasihku yang abadi. &au hanya jiwa yang terkurung dalam makam kesementaraan. &ematian singkat yang menyedihkanku. %an kekasihku sudah terlampau lama menungguku. Seperti aku juga merindukannya sejak dulu. &ini kami telah bertemu dan saling jatuh cinta. 'enyatukan cinta yang terpisah lama dalam rentangan dua kejadian. &au dan aku, di sini hanya sebuah kematian. Seperti pelukan ini yang kau tawarkan padaku. 'embuatku mual oleh aroma kehinaan. ku harus pulang, 'aya. %an aku tak perlu meminta maa) karena semua ini. +angan menahanku dalam kedukaan ini, istriku. 'engapa tak kau temui saja kekasihmu seperti aku menjumpai kekasihku! Tidakkah kalian juga saling merindu! %an kita tinggalkan pemakaman ini. Terbang menuju rumah cinta kekasih#kekasih kita. "'engapa kau diam! Sudahkah tidak ada yang berharga lagi di sini bagimu!" 'aya makin erat memelukku. yolah, 'aya. ku bukan siapa#siapa di sini. ku hanya menjadi rumput liar yang tumbuh di sela#sela batu yang kau injak. $ahkan aku tak dapat tumbuh membesar. ku mati dalam kekerdilanku. &elemahanku. &esementaraanku yang sangat singkat. 'elindungimu pun aku tak dapat. (epaskan genggamanmu yang melukaiku, istriku. tau lemparkan saja aku ke arus sungai yang beriak dan menampar wajahku dengan kasar. gar aku tersadar, dan tak lagi menyurutkan diri ke dalam lubang kematian yang memanggilku berulang#ulang. 'elarangku untuk pergi, dan memelukku dengan aroma kematian yang mencekat. 'aya, aku akan pergi. Pulang menuju kekasihku. %an aku tak perlu minta maa) padamu. "&au tidak mencintaiku lagi!" 'aya, istriku, membentengiku dengan pagar#pagar ketakutan dan kesedihan miliknya. Ia menyalahkan dirinya atas kepergianku. Sungguh, perempuan yang mengajakku pada kematian, aku tak berani mencintai yang lain selain kekasihku. Tidakkah kau tahu aku begitu bahagia bisa bertemu dengannya lagi dan merajut percintaan abadi! (alu kenapa kau ingin menarik kedua tanganku untuk kembali jatuh terguling#guling di dasar kesedihan! 'engapa kau minta dadaku hanya untuk menangisi kesementaraan! 'aya, kau buat dadaku hancur tertusuki duri#duri bening yang mengesalkanku. ku mulai tak tahan. "+angan katakan kau punya seorang yang lain," 'aya mengisak. ku bertemu dengannya di suatu malam yang terang. "a, aku mempunyai seorang yang lain. &ekasihku dari kehidupan yang abadi. "ku takkan melepaskanmu." 'aya, istriku, ini ancaman darimu! pakah kesementaraan dapat mengancam sebuah penujuan keabadian! ku akan pulang bersatu dengan kekasihku. 'aya, sudahlah. $iarkan aku pergi. %an 'aya tetap memelukku dalam pelukannya yang beraroma kematian. Semalaman aku dikuburnya dalam#dalam. &ekasihku datang menemuiku dalam satu kesunyian. 'aya tengah terlelap dalam mimpi malamnya. (agi#lagi kekasihku mengajakku untuk bersatu dengannya. "pa yang kau tunggu! Sampai kematian itu memanggil dan merebutmu lagi untuk tenggelam dalam kesedihan ini!" &ekasihku mengulurkan tangannya kepadaku. "'aya adalah kematian yang ingin selalu mengurungku di sini. Ia adalah kematian yang memiliki warna kesedihannya sendiri. "ang dapat membuatku selalu jatuh dan kembali padanya." "Pulanglah. +angan menyiksa dirimu sendiri. &ematian itu sudah terlalu lama melakukannya padamu dan jiwa#jiwa lainnya. 'engapa kau masih ingin memelihara tangisan yang merugikan!" &utatap kekasihku yang begitu lama kurindu. "ku pulang bersamamu," kataku. %an aku bangkit meninggalkan rumahku, menuju rumah cinta bersama kekasihku. %an ini adalah yang kesekian kalinya 'aya mencoba menahan kepergianku. Tubuhnya hanya terbalut pakaian tidur tipis ketika mengejarku. Tidak, jangan lagi. Pikirku. "$aiklah. &au boleh pergi. $ukankah kau selalu ingin pergi! Seperti dulu, saat kau berkeras ingin menjadi seorang penulis. &au juga mengatakan itu sebagai kepergian atas sebuah panggilan. &au bilang aku tak sampai untuk mendengar panggilan itu. Seperti itukah kali ini yang kau lakukan! %an kau menyuruhku untuk melepasmu lagi, seperti dulu kubiarkan kau pergi di jalan kepenulisanmu yang nyata#nyata nyaris membunuhku! $etapa egoisnya kau." Suara 'aya menjadi petir di malam itu. $enarkah! $atinku. 'ungkinkah kematian ini menemui mati yang kedua kali karena sebuah kepergian! Peninggalan! 'aya, istriku, kali ini kau memanggilku dengan cara yang berbeda. &esedihan yang lain. Tapi mengapa aku harus menoleh dan mendengarkan! 'engapa aku harus melupakan kekasihku dan menemuimu kembali! 'engapa aku harus menemanimu dalam kematian ini untuk terus bersedih dan tenggelam dalam kesementaraan! $agaimana dengan kekasihku yang menungguku begitu lama! ku demikian cemas. Terhadap kekasihku yang mulai melenyapkan dirinya di benakku. 'aya mendekat. 'enghampiriku yang mencari bayang kekasihku yang hilang. Setengah sadar, aku sudah berada dalam pelukan yang sangat kukenal. Pelukan beraroma kematian. 'aya mendekapku erat. +iwaku terus memikirkan kekasihku yang entah ke mana. Tunggu aku, kekasihku. ku akan datang. Segera. ku berduka. &arena penyatuan yang sekali lagi harus tertunda. Tapi pikiranku memberiku jalan lain. 'ungkin kelak aku mesti mengajak 'aya, istriku. 0ntuk meninggalkan kematian ini. $erkenalan dengan kekasihku yang abadi. Tetapi 'aya memelukku dalam pelukannya yang beraroma kematian. 'alam itu, dan malam#malam yang lain. 555 Kiai a!id dan Si Anjing "ita# Syahdan, pada :aman dahulu, ada seorang kiai besar yang sangat dihormati. /rang#orang di sekitarnya memanggi &iai "a:id ##lengkapnya &iai bu "a:id al#$ustami. Santrinya banyak. 'ereka belajar di bawah bimbingan Sang 4uru. 'ereka datang dari berbagai penjuru dunia= ada yang dari Irak, Iran, rab, Tanah 4ujarat, ,egeri Pasai dan sebagainya. 'ereka setia dan tunduk patuh atas semua naSihat dan bimbingan Sang 'ursyid. Selain &iai "a:id punya santri di pesantrennya, banyak pula masyarakat yang menginginkan nasihat dari beliau. 'ereka pun datang dari berbagai penjuru dunia. da yang menanyakan tentang perjalanan spiritual yang sedang dihayatinya, ada pula yang bertanya cara menghilangkan penyakit#penyakit hati, bahkan tak jarang yang menginginkan usaha mereka lancar serta keperluan#keperluan yang Si)atnya pragmatis dan teknis lainnya. Semuanya dilayani dan diterima dengan baik oleh Sang &iai. 'eski demikian, kadang#kadang terjadi pula tamu yang datang dengan maksud menguji dan mencobai Sang &iai. apakah &iai "a:id itu memang benar#benar waskita >tajam penglihatan mata batinnya?! Para tamu yang datang, bukan hanya didominasi kalangan lelaki saja, tetapi juga ada perempuan su)i yang belajar kepadanya. 'ereka ingin ber#ta@arrub kepada llah sebagaimana yang dilalui Sang &iai. %i antara mereka ada yang berhasil, ada pula yang gagal di tengah jalan. Semua itu, kata &iai "a:id, memang bergantung pada ketekunannya masing#masing. $eliau hanya mengarahkan dan membimbing= semuanya bergantung dari keputusan#,ya jua. &arena ke#Aalim#annya itu, akhirnya masyarakat memang benar#benar menganggap bahwa &iai "a:id adalah sosok yang patut dijadikan tauladan atau panutan. $ukan hanya itu. Para kalangan su)i pun menghormati kedalaman rasa Sang &iai. Para su)i pun banyak yang mengajak diskusi, konsultasi, musyawarah dan membahas soal#soal spiritual yang pelik#pelik. ,glangut. 1adir dan menghadirkan. $erpisah dan bersatu. &edalaman rasa Sang &iai, misalnya, ia bisa saja merasa kesepian atau "menyendiri" ketika berkumpul dengan orang banyak. %i tempat lain, Sang &iai sangat merasakan ramai, padahal ia sendirian. $egitulah, semua rasa itu tertutup oleh penampilan beliau yang memikat, mengayomi, melindungi, mengajar, dan gaul dengan banyak orang. 555 Pada suatu hari, &iai "a:id sedang menyusuri sebuah jalan. Ia sendirian. Tak seorang santri pun diajaknya. Ia memang sedang menuruti kemauan langkah kakinya berpijak= tak tahu ke mana arah tujuan dengan pasti. Ia mengalir begitu saja. 'aka dengan enjoy#nya ia berjalan di jalan yang lengang nan sepi. Tiba#tiba dari arah depan ada seekor anjing hitam berlari#lari. &iai "a:id merasa tenang# tenang saja, tak terpikirkan bahwa anjing itu akan mendekatnya. 2!.ternyata tahu#tahu sudah dekat= di sampingnya. 'elihat &iai "a:id ##secara re)lek dan spontan## segera mengangkat jubah kebesarannya. Tindakan tadi begitu cepatnya dan tidak jelas apakah karena #barangkali## merasa khawatir. jangan#jangan nanti bersentuhan dengan anjing yang liurnya najis itu* Tapi, betapa kagetnya Sang &iai begitu ia mendengar Si njing 1itam yang di dekatnya tadi memprotes. "Tubuhku kering dan aku tidak melakukan kesalahan apa#apa*" 'endengar suara Si njing 1itam seperti itu, &iai "a:id masih terbengong. benarkah ia bicara padanya!* taukah itu hanya perasaan dan ilusinya semata! Sang &iai masih terdiam dengan renungan#renungannya. $elum sempat bicara, Si njing 1itam meneruskan celotehnya. "Seandainya tubuhku basah, engkau cukup menyucinya dengan air yang bercampur tanah tujuh kali, maka selesailah persoalan di antara kita. Tetapi apabila engkau menyingsingkan jubah sebagai seorang Parsi >kesombonganmu?, dirimu tidak akan menjadi bersih walau engkau membasuhnya dengan tujuh samudera sekalipun*" Setelah yakin bahwa suara tadi benar#benar suara Si njing 1itam di dekatnya, &iai "a:id baru menyadari kekhila)annya. Secara spontan pula, ia bisa merasakan kekecewaan dan keluh kesah Si njing 1itam yang merasa terhina. Ia juga menyadari bahwa telah melakukan kesalahan besar= ia telah menghina sesama makhluk Tuhan tanpa alasan yang jelas. ""a, engkau benar njing 1itam," kata &iai "a:id, "2ngkau memang kotor secara lahiriah, tetapi aku kotor secara batiniah. &arena itu, marilah kita berteman dan bersama# sama berusaha agar kita berdua menjadi bersih*" 0ngkapan &iai "a:id tadi, tentu saja, merupakan ungkapan rayuan agar Si njing 1itam mau memaa)kan kesalahannya. +ikalau binatang tadi mau berteman dengannya, tentu dengan suka rela ia mau memaa)kan kesalahannya itu. "2ngkau tidak pantas untuk berjalan bersama#sama denganku dan menjadi sahabatku* Sebab, semua orang menolak kehadiranku dan menyambut kehadiranmu. Siapa pun yang bertemu denganku akan melempariku dengan batu, tetapi Siapa pun yang bertemu denganmu akan menyambutmu sebagai raja di antara para mistik. ku tidak pernah menyimpan sepotong tulang pun, tetapi engkau memiliki sekarung gandum untuk makanan esok hari*" kata Si njing 1itam dengan tenang. &iai "a:id masih termenung dengan kesalahannya pada Si njing 1itam. Setelah dilihatnya, ternyata Si njing 1itam telah meninggalkannya sendirian di jalanan yang sepi itu. Si njing 1itam telah pergi dengan bekas ucapannya yang menyayat hati Sang &iai. ""a llah, aku tidak pantas bersahabat dan berjalan bersama seekor anjing milik#'u* (antas, bagaimana aku dapat berjalan bersama#'u "ang badi dan &ekal! 'aha $esar llah yang telah memberi pengajaran kepada yang termulia di antara makhluk#'u yang terhina di antara semuanya*" seru &iai "a:id kepada Tuhannya di tempat yang sepi itu. &emudian, &iai "a:id dengan langkah yang sempoyongan meneruskan perjalanannya. Ia melangkahkan kakinya menuju ke pesantrennya. Ia sudah rindu kepada para santri yang menunggu pengajarannya. 555 &eunikan dan ke#nyleneh#an &iai "a:id memang sudah terlihat sejak dulu. &epada para santrinya, beliau tidak selalu mengajarkan di pesantrennya saja, tetapi juga diajak merespon secara langsung untuk membaca ayat#ayat alam yang tergelar di alam semesta ini. $anyak pelajaran yang didapat para santri dari Sang &iai= baik pembelajaran secara teoritis maupun praktis dalam hubungannya dengan ketuhanan. Suatu hari, &iai "a:id sedang mengajak berjalan#jalan dengan beberapa orang muridnya. +alan yang sedang mereka lalui sempit dan dari arah yang berlawanan datanglah seekor anjing. Setelah diamati secara seksama, ternyata ia bukanlah Si njing 1itam yang dulu pernah memprotesnya. Ia Si njing &uning yang lebih jelek dari Si njing 1itam. $egitu melihat Si njing &uning tadi terlihat tergesa#gesa ##barangkali karena ada urusan penting## maka &iai "a:id segera saja mengomando kepada para muridnya agar memberi jalan kepada Si njing &uning itu. "1ai murid#muridku, semuanya minggirlah, jangan ada yang mengganggu Si njing &uning yang mau lewat itu* $erilah dia jalan, karena sesungguhnya ia ada suatu keperluan yang penting hingga ia berlari dengan tergesa#gesa," k ata &iai "a:id kepada para muridnya. Para muridnya pun tunduk#patuh kepada perintah Sang &iai. Setelah itu, Si njing &uning melewati di depan &iai "a:id dan para santrinya dengan tenang, tidak merasa terganggu. Secara sepintas, Si njing &uning memberikan hormatnya kepada &iai "a:id dengan menganggukkan kepalanya sebagai ungkapan rasa terima kasih. 'aklum, jalanan yang sedang dilewati itu memang sangat sempit, sehingga harus ada yang mengalah salah satu= rombongan &iai "a:id ataukah Si njing &uning. Si njing &uning telah berlalu. Tetapi rupanya ada salah seorang murid &iai "a:id yang memprotes tindakan gurunya dan berkata. "llah "ang 'aha $esar telah memuliakan manusia di atas segala makhluk#makhluk#,ya. Sementara, kiai adalah raja di antara kaum su)i, tetapi dengan ketinggian martabatnya itu beserta murid#muridnya yang taat masih memberi jalan kepada seekor anjing jelek tadi. pakah pantas perbuatan seperti itu!*" &iai "a:id menjawab. "nak muda, anjing tadi secara diam#diam telah berkata kepadaku. "pakah dosaku dan apakah pahalamu pada awal kejadian dulu sehingga aku berpakaian kulit anjing dan engkau mengenakan jubah kehormatan sebagai raja di antara para mistik >kaum su)i?!" $egitulah yang sampai ke dalam pikiranku dan karena itulah aku memberikan jalan kepadanya." 'endengar penjelasan &iai "a:id seperti itu, murid#muridnya manggut#manggut. Itu merupakan pertanda bahwa mereka paham mengapa guru mereka berlaku demikian. Semuanya diam membisu. 'ereka tidak ada yang membantah lagi. 'ereka pun terus meneruskan perjalanannya. 555 Per$aka%an Pat&ng-Pat&ng $0(, sebesar semangka tersepuh perak, tergantung di langit kota, dini hari. Cahayanya yang lembut, tipis berselaput kabut, menerpa lima sosok patung pahlawan yang berdiri di atas 'onumen +oang yang tak terawat dan menjadi sarang gelandangan. Cahaya bulan itu seperti memberi tenaga kepada mereka untuk bergerak#gerak, dari posisi mereka yang berdiri tegak. 'ereka seperti mencuri kesempatan dari genggaman warga kota yang terlelap dirajam kantuk dalam ringkus selimut. (ima patung yang terdiri dari tiga lelaki dan dua perempuan itu, menggoyang#goyangkan kaki, menggerakkan tangan, kemudian duduk dan bahkan ada yang tiduran. 'ungkin, mereka sangat letih karena selama lebih dari empat puluh tahun berdiri di situ. Wajah mereka yang kaku, dengan lipatan#lipatan cor semen yang beku pun kerap bergerak#gerak seperti orang mengaduh, mengeluh, menjerit dan berteriak. Tentu, hanya telinga setajam kesunyian yang mampu mendengarnya. "%ulu, ketika jasad kita terbujur di sini, kota ini sangat sunyi. 1anya beberapa lampu berpendar bagai belasan kunang#kunang yang membangunkan malam. &ini, puluhan bahkan ratusan lampu, bependar#pendar seterang siang. ,egeri ini benar#benar megah," ujar patung lelaki yang dikenal dengan nama Wibagso sambil mengayun#ayunkan senapannya. "Tapi lihatlah di sana, $ung Wibagso. &umpulan gelandangan tumpang#tindih bagi jutaan cendol sedang makan bangkai anjing dengan lahap. %an di sana, lihatlah deretan gubug# gubug reyot menyatu dengan gelandangan yang berjejal bagai benalu menempel di tembok gedung#gedung. 'ulut mereka menganga menyemburkan abab bacin serupa aroma mayat, mengundang jutaan lalat terjebak di dalamnya. "a, Tuhan, mereka mengunyah lalat#lalat itu..." desis patung lelaki bernama %urmo. 3atri, patung perempuan yang dulu dikenal sebagai mata#mata kaum gerilyawan, menukas, "Itu biasa rekan %urmo. %alam negeri yang gemerlap, selalu dirawat kemiskinan sebagai ilham bagi kemajuan. &ita mesti bangga, negeri ini sangat kaya. (ihatlah di sana deretan rumah mewah menyimpan jutaan keluarga bahagia. da mobil# mobil mewah, ada lapangan gol) pribadi, bahkan ada pesawat terbang pribadi... %an lihatlah di sana, orang#orang berdansa#dansi sampai pagi. "aaa... ampun malah ada yang orgi..." Patung Sidik, yang sejak tadi menyidik dunia sekitar dengan mata nanar melenguh bagai sapi di ruang jagal, "Ternyata mereka hanya sanggup mengurus perut dan kelamin mereka sendiri. ku jadi menyesal, kenapa dulu ikut memerdekakan negeri ini." "ku pun jadi tidak lagi pede sebagai pahlawan," timpal %urmo, "&ita bediri di sini tak lebih dari hantu sawah. Ternyata mereka tak sungkan apalagi hormat kepada kita. $uktinya, mereka menggaruk apa saja." "&amu jangan terlalu sentimentil. ku rasa mereka tetap hormat kepada kita. $uktinya, mereka membangunkan kita monumen yang megah," tukas Wibagso. Tapi kenapa kita hanya diletakkan di sini, di tempat njepit ini. 'osok monumen pahlawan kok cuma dislempitkan," gugat patung perempuan bernama Cempluk, yang dulu dikenal sebagai pejuang dari dapur umum. ngin bertiup mengabarkan hari sudah pagi. 4elandangan#gelandangan yang tidur melingkar di kaki monumen itu menggeliat. 'ulut mereka menguap kompak. roma abab bacin yang membadai dari sela gigi#gigi kuning, menguasai udara sekitar. Tercium oleh para patung pahlawan. Sontak mereka serempak berdiri, dan masing#masing kembali pada tempatnya, sebelum keheningan pagi dirajam hiruk#pikuk kota, sebelum udara bersih pagi dicemari deru na)as kota yang keruh. %alam posisi asal, patung#patung pahlawan itu terus bergumam. Tapi hanya telinga setajam kesunyian yang mampu menangkapnya. "0 Seblak, pelacur senior yang dikenal sebagai danyang alias "penunggu" monumen itu, duduk tak:im di kaki monumen. Tangannya di angkat di atas kepala. Tergenggam dupa yang mengepulkan asap. &epulan asap itu menari#nari mengikuti gerak tangan "u Seblak. &e kanan, ke kiri, ke atas, dan ke bawah. 4erakan "u Seblak diikuti lima#enam orang yang duduk di belakang perempuan berdandan menor itu. "u Seblak bergumam meluncurkan kata#kata mantera. "ku mendengar ada banyak orang mendoakan kita. 'ereka memberi kita sesaji. da bunga#bunga, ada jajan pasar, ada juga rokok klembak menyan," 'ata Wibagso terus mengikuti upacara yang dipimpin "u Seblak. "&urang ajar* &ita dianggap dhemit* 'alah ada yang minta nomer buntut segala* Ini apa# apaan Wibagso*" teriak %urmo. "Ssssttt. Tenanglah. pa susahnya kita membikin mereka sedikit gembira. nggap saja ini interme::o dalam perjalanan kita menuju jagat keabadian," ujar Wibagso. "Tapi kalau pahlawan sudah disuruh ngurusi togel itu kebangeten*" protes Cempluk. "1idup mereka gelap rekan Cempluk. 'ereka hanya bisa mengadu kepada kita, karena yang hidup tak pernah mengurusi nasib mereka. +ustru menghardik mereka...," tukas 3atri. "u Seblak terus mengucapkan doa dalam irama cepat, diikuti orang#orang di belakangnya. Selesai memimpin doa, "u Seblak menerima berbagai keluhan para "pasiennya". "Wah kalau pahlawan disuruh ngurusi garukan pelacur, ya enggak bisa. Punya permintaan itu mbok yang sopan gitu lho..." "1abis, saya selalu kena garuk, "u. +adinya BdaganganB saya sepi. 2hhh siapa tahu, para petugas ketertiban kota itu takut dengan &anjeng Wibagso dan semua pahlawan di sini. Tolong ya... "u..." ujar jeng, perempuan berparas malam itu, sambil menyerahkan amplop di genggaman "u Seblak. ""aahhh akan saya usahaken. Semoga saja &anjeng Wibagso dan rekan bisa mempertimbangken..." Wibagso tersenyum. Sidik manggut#manggut. %urmo tampak tersinggung. "'ereka ini payah. 4aruk#menggaruk itu kan bukan urusan kita. 'estinya mereka mengadu ke anggota dewan..." "h anggota dewan kan lebih senang kasak#kusuk untuk saling menjatuhkan...," ujar Sidik. "Tampung saja keluhan itu," sahut Wibagso. "Tapi urusan kita banyak, $ung* &ita masih harus mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan kita selama hidup. +ujur saja, waktu berjuang dulu, aku menembaki musuh tanpa ampun seperti aku membasmi tikus," mata %urmo menerawang jauh. "Perang memungkinkan segalanya, $ung. &ita tidak mungkin bersikap lemah lembut terhadap musuh, yang mengincar nyawa kita. &ita membunuh bukan demi kepuasan melihat mayat#mayat mengerjat#ngerjat karena nyawanya oncat. &ita hanya mempertahankan hak yang harus digenggam," Wibagso mencoba menghibur %urmo. "&ita yakin saja, malaikat penghitung pahala pasti mencatat seluruh kebaikan kita," 3atri menimpali. %ari penjual rokok di seberang jalan, sayup#sayup terdengar warna berita dari radio. "'onumen +oang untuk mengenang lima pahlawan yang gugur dalam pertempuran &ota $aru melawan pasukan $elanda akan dipugar. Status mereka pun sedang diusulkan untuk ditingkatkan dari pahlawan kota telah menyiapkan anggaran sebesar tiga milyar." (ima patung itu mendengarkan berita dengan tak:im. Wibagso meloncat girang. 3atri menari# nari. Cempluk hanya diam terpekur. %urmo masih dibalut perasaan gelisah. Sidik berdiri mematung, meskipun sudah sangat lama jadi patung. "&enapa kalian hanya diam! $erita itu mesti kita rayakan*" ujar Wibagso. "0ntuk apa! ku sendiri tak terlalu bangga jadi pahlawan. Ternyata negeri yang kumerdekakan ini, akhirnya hanya menjadi meja prasmanan besar bagi beberapa gelintir orang. Sedang jutaan mulut yang lain, hanya menjadi tong sampah yang mengunyah sisa# sisa pesta," ujar Sidik. "Itu bukan urusan kita, $ung. Tugas kita sudah selesai. &ita tinggal bersyukur melihat anak cucu hidup bahagia," sergah Wibagso. "Tapi jutaan orang#orang bernasib gelap itu terus menjerit. +eritan mereka memukul# mukul rongga batinku." "h, sudah jadi arwah kok masih perasa." "Tapi perasaanku masih hidup*" "0ntuk apa memikirkan semua itu. &alau masih ada yang kurang beruntung, itu biasa. 1idup ini perlombaan. da pemenang, ada juga pecundang*" "+angan#jangan kamu ini kurang ikhlas berjuang, $ung Sidik," timpal 3atri. "&urang ikhlas bagaimana! &akiku yang pengkor ini telah kuberikan kepada hidup. $ahkan jantungku telah menjadi sarang peluru#peluru musuh. 'ereka memberondongku tanpa ampun hingga tubuhku luluh latak bagai dendeng." "/oo kalau soal itu, penderitaanku lebih dahsyat. &alian tahu, ketika aku merebut kota yang dikuasai musuh, puluhan peluru merajamku. Tapi aku puas, karena berkat keberanianku, nyali kawan#kawan kita terpompa dan akhirnya berhasil memenangkan pertempuran. Ini semua berkat aku*" "2nak saja kau bilang aku," sergah %urmo. "%alam pertempuran merebut &ota $aru itu, aku dan Sidik yang berdiri paling depan. 'enghadapi musuh satu lawan satu. &amu sendiri, lari terbirit#birit ke hutan dan ke gunung. %an kamu, tanpa malu, menyebut sedang bergerilya*" "Tapi akulah yang punya ide untuk menyerang. ku juga yang memimpin serangan )ajar itu*" "Siapa yang mengangkatmu jadi pemimpin, Wibagso! Siapa! Waktu itu, kita tak lebih dari pemuda yang hanya bermodal nyali. Tak ada jabatan. Tak ada hierarki. palagi pimpinan produksi perang*" hardik %urmo. "Tapi perang tidak hanya pakai otot, $ung* Perang juga pakai otak. Pakai strategi*" ,apas Wibagso naik#turun. "Tapi strategi tanpa nyali bagai kepala tanpa kaki*" kilah %urmo. "$ung Wibagso," tukar Sidik, "&enapa kamu sibuk menghitung#hitung jasa yang sesungguhnya hampa!*" $ulan mengerjap, seperti tersentak. Wajah Wibagso memerah. "Sidik* $elajarlah kamu menghargai jasa orang lain. +angan anggap kamu paling pahlawan di antara para pahlawan*" "&apan aku membangga#banggakan diri! &apan! &amu ingat, waktu berjuang dulu, aku justru menghilang ketika ada Panglima $esar mengunjungi kawan#kawan kita yang berhasil menggempur musuh. &alau aku mau, bisa saja aku mencatatkan diri menjadi prajurit resmi. %an aku yakin, ketika negeri ini merdeka, aku mampu jadi petinggi yang bisa mborongi proyek. Tapi, puji Tuhan, maut keburu menjemputku," ujar Sidik. "$egitu juga aku," sergah %urmo, "ku berpesan kepada anak#anakku, kepada seluruh keturunanku, untuk tidak mengungkit#ungkit jasa kepahlawananku, demi uang tunjangan yang tak seberapa banyak. Itu pun masih banyak potongannya*" "'una)ik. &alian ini muna)ik*" bentak Wibagso. $ulan kembali mengerjap. ngin terasa mati. ,apas kota kembali berhembus. +antung kota kembali berdegup. 4elandangan, pelacur dan copet kembali menggeliat. 'ulut mereka kompak menguap menyemburkan abab bacin penuh bakteri. "ku yakin, kalau monumen ini jadi dipugar, kita akan kehilangan tempat," ujar &alur, pencopet bertubuh tinggi kurus itu. "&ita harus turun ke jalan. &ita kerahkan semua gelandangan di kota ini. &ita demo besar#besaran*" timpal &arep yang dijuluki "gelandangan intelektual" karena gemar mengutip kata#kata gagah. Percakapan mereka dihentikan suara radio milik "u Seblak yang menyiarkan warta berita. "%rs 4insir, &epala &otapraja yang menggantikan 3' Picis, membatalkan rencana pemugaran 'onumen +oang. 'enurut %rs 4ingsir, proyek itu muba:ir. $ertenangan dengan a:as keman)aatan bagi publik. palagi pengajuan perubahan status menjadi pahlawan nasional, ditolak Tim Pakar Sejarah ,asional. %ana sebesar tiga milyar dialihkan untuk memberikan bantuan pangan kepada masyarakat prasejahtera." 4elandangan#gelandangan sontak bersorak. 'ereka menari. $eberapa orang menenggak minuman oplosan alkohol. $ahkan ada yang mencampurinya dengan spritus. +antung mereka berdetak cepat. 4erakan tubuh mereka semakin rancak, semakin panas. $ulan pucat di angkasa berselimut kabut. &ota kembali tidur. Tapi di sebuah gedung pemerintahan kotapraja, tampak lampu masih menyala. "Saya setuju saja, jika %en $ei Taipan mau bikin mall di sini," ujar %rs 4insir sambil minum anggur. "Terima kasih... terima kasih. $apak 4insir ternyata welcome. 2eee soal pembagian keuntungan, itu dinegosiasikan. $iasanya, C9.D9." %en $ei menenggak anggur merah. "Tapi tunggu dulu, %en $ei. Saya mesti mengusulkan masalah ini pada %ewan. %an biasanya itu agak lama. 'aklum..." "2eee bagaimana kalau C7.D7. Tidak ada konglomerat gila macam saya." "Tapi masih banyak konglomerat lain yang lebih gila, %en $ei..." "$agaimana kalau E9.D9. Ini peningkatan yang sangat progresi)." "Well...well...well... Saya kira %en $ei bisa bikin mall tidak hanya satu. Tanah di sini masih sangat luas." "$apak ini ternyata cerdas. Setidaknya, mendadak cerdas." &eduanya tertawa berderai. "%en $ei tinggal pilih. lun#alun, bekas benteng 3otenberg atau di 'onumen +oang." "Semuanya akan saya ambil." "Terima kasih. Sulaplah kota kami ini jadi metropolitan." &eduanya berjabat tangan. 555 "P2,4&1I,T* Culas* (icik dan sombong* Penguasa demi penguasa datang, ternyata hanya bertukar rupa. 'ereka tetap saja menikamkan pengkhianatan demi pengkhianatan di tubuh kita*" Wibagso menggebrak, hingga tubuh monumen bergetar. "'ereka menganggap kita sekadar bongkahan batu yang beku. 'ereka hendak menggerus kita menjadi butiran#butiran masa silam yang kelam*" hardik 3atri. Sidik, %urmo, dan Cempluk tersenyum. "&enapa kalian hanya diam! &ita ini hendak diluluhlantakkan. (ihatlah buldoser# buldoser itu datang. $erderap#derap. &ita harus bertahan. $ertahan*" teriak Wibagso. %i bawah monumen, "u Seblak memimpin penghadangan penggusuran. "&ita harus bertahan* &ita lawan buldoser#buldoser itu* jeng, &arep, &alur, di mana kalian!" teriak "u Seblak. "&ami di sini. %i belakangmu*" jawab mereka kompak. "&ita lawan mereka. &ita pertahankan liang#liang kita. (ebih baik mati daripada selamanya dikutuk jadi kecoa*" %eru buldoser#buldoser mengepung monumen. $eberapa orang berseragam memberi aba#aba. $uldoser#buldoser terus merangsek. "(ihatlah, mereka yang hanya gelandangan saja membela kita. 'estinya kalian malu*" hardik Wibagso. "Wibagso* &alau kami akhirnya melawan mereka, itu bukan untuk membela kepongahan kita sebagai pahlawan. Tapi membela mereka yang juga punya hak hidup*" teriak Sidik. "ku tak butuh penjelasan. Tapi butuh kejelasan sikap kalian untuk melawan mereka 3atri, meloncatlah kamu. %an masuklah ke ruang kemudi. Cekik leher sopir#sopir itu. Cempluk, tahan moncong buldoser itu. 4anjal dengan tubuhmu. Sidik, dan kamu %urmo hancurkan mesin buldoser#buldoser itu. Cepat*" Wibagso mengatur perlawanan seperti ketika menghadapi tentara#tentara penjajah. $uldoser terus merangsek. 'eluluhlantakkan badan monumen. 'enerjang orang#orang yang mencoba bertahan. &alur, &arep, jeng, dan orang#orang lainnya lari lintang pukang. "&alian benar#benar pengecut*" teriak "u Seblak. "Sia#sia melawan mereka* 'ereka ternyata buaanyaakkk sekali*" teriak &alur. "&ita menyingkir saja. Pahlawan saja mereka gilas, apalagi kecoa makam kita* 'enyingkir... 'enyingkir saja***" &arep mencoba menarik "u Seblak yang berdiri beberapa sentimeter dari moncong#moncong buldoser. Tapi "u Seblak tetap bertahan, sambil terus mengibar#ngibarkan kain dan kutangnya. Tak ada yang menahan "u Seblak untuk telanjang. $uldoser#buldoser itu dengan rakus dan bergairah menggilas tubuh "u Seblak. Tubuh kuning langsat itu bagaikan buah semangka yang dilumat blender. Wibagso tersentak. 3atri menjerit histeris. %urmo dan Sidik berteriak#teriak penuh amarah. 'ereka mencoba menghadang buldoser#buldoser itu. Tapi mesin penghancur itu terlalu kuat buat dilawan. Patung#patung itu dilabrak dan dihajar hingga lumat. $ulan di angkasa mengerjap, ngin mati. "&alian telah membunuh kami untuk yang kedua kalinya..." ujar Wibagso lirih. 0capan itu terus bergema, hingga mall itu selesai dibangun, dan diresmikan &epala &otapraja, %rs 4ingsir. 1ingga kini, suara#suara itu terus mengalun. Tapi hanya telinga setajam kesunyian yang mampu mendengar gugatan itu.5