Anda di halaman 1dari 8

1.

Jelaskan patofis, gejala, pemeriksaan, diagnosis, dan tatalaksana Bells


Palsy.

Patofisiologi
disfungsi nervus facialis, saat saraf ini berjalan di dalam canalis facialis; kelainan ini
biasanya unilateral. Lokasi disfungsi menentukan aspek fungsional nervus facialis yang
tidak bekerja. Pembengkakan saraf di dalam canalis facialis menekan serabut-serabut
saraf; keadaan ini menyebabkan hilangnya fungsi saraf sementara dan menimbulkan tipe
paralisis facialis lower motor neuron.



Manifestasi klinis
- Bila lesi di foramen stylomastoid: gangguan komplit paralisis semua otot ekspresi
wajah. Saat menutup kelopak mata, kedua mata melakukan rotasi ke atas (Bells
phenomenon). Mata terasa berair karena aliran air mata ke sakus lakrimalis yang
dibantu muskulus orbikularis okuli terganggu.
- Makanan yang tersimpan antara gigi dan pipi akibat gangguan gerakan wajah dan air
liur keluar dari sudut mulut

- Lesi di kanalis fasialis (di atas persimpangan dengan korda timpani tetapi di bawah
ganglion genikulatum): = gejala seperti lesi di foramen stylomastoid + pengecapan
menghilang pada dua per tiga anterior lidah pada sisi yang sama

- Lesi di saraf yang menuju ke muskulus stapedius: hiperakusis


Pemeriksaan dan diagnosis
Anamnesis:
- Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada
salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat
gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya
lebih rendah.
- Tidak bisa menutup mata dengan sempurna
- Otalgia (nyeri pada telinga)
- Hiperakusis (sensitifitas berlebihan terhadap suara)
- Gangguan atau kehilangan pengecapan.
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan
terbuka atau di luar ruangan.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran
pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.
Pemeriksaan:
- Pemeriksaan neurologis ditemukan parese N.VII tipe perifer.
- Gerakan volunteer yang diperiksa, dianjurkan minimal:
1. Mengerutkan dahi
2. Memejamkan mata
3. Mengembangkan cuping hidung
4. Tersenyum
5. Bersiul
6. Mengencangkan kedua bibir
Bells palsy hampir selalu unilateral.

Pemeriksaan Penunjang
Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)
Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi
rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan
jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan it fasialis ireversibel.
Uji konduksi saraf (nerve conduction test)
Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan
hantaran listrik pada n. fasialis kiri dan kanan.
Elektromiografi
Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.
Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah
pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asin
dan rasa pahit (pil kina).
Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan
stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik.
Gangguan rasa kecap pada BP menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani
atau proksimalnya.
Uji Schirmer
Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak
mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada
kertas filter;berkurang atau mengeringnya air mate menunjukkan lesi n. fasialis setinggi
ggl. genikulatum
Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah
pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asin
dan rasa pahit (pil kina).
Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan
stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik.
Gangguan rasa kecap pada BP menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani
atau proksimalnya.
Uji Schirmer
Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak
mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada
kertas filter;berkurang atau mengeringnya air mate menunjukkan lesi n. fasialis setinggi
ggl. genikulatum

Tatalaksana
a) Terapi medikamentosa : Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih kontroversi juga
dalam diberikan neurotropik. Kortikosteroid, misalnya Prednison harus diberikan dalam
waktu tidak lebih dari 2 hari setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu.
Dosis 1mg/kg bb /hari atau 60mg p.o diturunkan sec tapp off.
b) Terapi operatif : Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi.
c) Rehabilitasi Medik


2. Jelaskan patofis, gejala, pemeriksaan, diagnosis, dan tatalaksana
Myastenia gravis

Patofisiologi
Antibodi langsung menuju ke reseptor acetilkolin di neuromuscular junction otot
skeletal
Mengakibatkan :
Penurunan jumlah reseptor nicotinic acetylcholine pada motor end-plate
Mengurangi lipatan membran postsinaps
Melebarkan celah sinaps
















Manifestasi klinis


Pemeriksaan dan diagnosis



Imaging
x-ray thoraks
Foto polos posisi AP dan lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa
mediatinum anterior
CT scan thoraks: identifikasi timoma
MRI otak dan orbita: menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak
digunakan secara rutin.

Tatalaksana
A. Anticholinesterase
B. Corticosteroid dan Immunosuppressant
C. Plasmapheresis
D. Thymectomy

Anda mungkin juga menyukai