= A (t,m)
i
m=1
dengan :
A (t,m) : indikator bernilai 0, jika Y (m)
X (t,m)
A (t,m) : indikator bernilai 1, jika Y (m)
< X (t,m)
m : bulan ke m ; t adalah tahun ke t
Y(m) : pemepatan bulan m
X(t,m) : seri data hujan bulanan bulan m
tahun t
Dn : jumlah kekeringan dari bulan
ke m sampai ke m+i (mm)
Ln : durasi kekeringan dari bulan ke
m sampai ke m+i (bulan).
A (t,m) : indikator defisit atau surplus.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Perhitungan Kekeringan
Dalam penelitian ini, metode yang
digunakan dalam perhitungan
kekeringan adalah Metode Run. Nilai
kekeringan yang dihasilkan adalah
berupa nilai jumlah kekeringan (mm)
dan durasi kekeringan (bulan) pada Sub
DAS Abab. Adapun tahapan analisis
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Data Hujan
Data hujan yang digunakan adalah
data hujan bulanan, 15 harian dan 10
harian dari 22 stasiun hujan pada Sub
DAS Abab Tahun 1990-2011.
Gambar 1. Peta Lokasi dan Sebaran Stasiun
Hujan Pada Sub DAS Abab
2. Analisa Hidrologi
Analisa hidrologi dilakukan dengan
melakukan pengujian terhadap data
hujan. Pengujian data bertujuan untuk
mengetahui kualitas data dan keandalan
data yang akan dipergunakan dalam
perhitungan.
Adapun pengujian data yang akan
dilakukan pada studi ini adalah :
a. Uji Keacakan Data (Uji
Ketidakadaan Trend)
1. Uji Korelasi Metode
Spearman
2. Uji Mann-Whitney
b. Uji Stasioneritas Data (Uji
Kestabilan Nilai dan Rerata
Variansi)
1. Uji F
2. Uji T
c. Uji Konsistensi Data (Kurva
Masa Ganda)
3. Analisa Parameter Statistik Data
Parameter statistik data yang
dianalisa meliputi perhitungan rata-
rata, standar deviasi, kepencengan
dan keruncingan data hujan.
4. Analisis Kekeringan Metode Run
Metode Run digunakan untuk
menentukan jumlah bulan kering dan
kekeringan. Tahapan analisa kekeringan
dengan Metode Run adalah sebagai
berikut :
a. Menghitung nilai surplus dan defisit,
dengan mengurangkan data asli
masing-masing bulan setiap
tahunnya dengan rata rata dari
seluruh data pada bulan tersebut.
b. Hitung durasi kekeringan kumulatif,
perhitungan durasi kekeringan
dihitung menggunakan persamaan :
- Jika Y (m) < X (t,m), maka
D(t,m) = X (t,m) Y (m)
- Jumlah kekeringan
D
n
= Dt,mA (t,m)
i
m=1
- Durasi kekeringan,
= A (t,m)
i
m=1
Bila perhitungan yang dihasilkan
adalah positif, diberi nilai nol (0) dan
negatif akan diberi nilai satu (1). Bila
terjadi nilai negatif yang berurutan
maka nilai satu tersebut dijumlahkan
terus sampai dipisahkan kembali oleh
nilai nol, untuk kemudian
menghitung dari awal lagi. Langkah
ini dilakukan dari data tahun pertama
berurutan terus sampai data tahun
terakhir.
c. Hitung durasi kekeringan maksimum
(Ln), durasi kekeringan (Ln) dari
bulan ke m sampai ke m+1, nilai
yang dituliskan adalah nilai
maksimum saja.
d. Menghitung durasi kekeringan
terpanjang, tentukan nilai maksimum
durasi kekeringan selama T tahun.
Nilai maksimum durasi kekeringan
selama kurun waktu T (misalnya
sama dengan 5 tahun) tersebut dirata-
ratakan sehingga menghasilkan nilai
untuk periode ulang 5 tahunnya.
e. Hitung jumlah kekeringan kumulatif,
nilai jumlah kekeringan kumulatif
dihitung berdasarkan nilai durasi
kekeringan kumulatif. Jika nilai
durasi kekeringan kumulatif pada
bulan ke m > 0 maka nilai jumlah
kekeringan kumulatif bulan ke m
sama dengan nilai surplus dan Defisit
bulan ke m ditambah nilai jumlah
kekeringan kumulatif bulan ke m-1.
Jika nilai durasi kekeringan
kumulatif bulan ke m = 0 maka nilai
jumlah kekeringan kumulatif bulan
ke m sama dengan nilai jumlah
kekeringan kumulatif bulan ke m-1
ditambah 0.
f. Hitung jumlah kekeringan
maksimum (Dn), buat pada tabel
baru perhitungan jumlah kekeringan
maksimum (selama T tahun),
tuliskan hanya jumlah kekeringan
maksimum saja yang diabsolutkan.
g. Hitung jumlah kekeringan terbesar,
buat tabel baru kembali, tentukan
nilai maksimum jumlah kekeringan
selama T tahun. Nilai maksimum
selama selang waktu T = 5 tahun
tersebut dihitung rata-ratanya dan
merupakan nilai periode ulang untuk
5 tahun, dan seterusnya.
3.2 Penggambaran Durasi dan Jumah
Kekeringan Menggunakan I DW
dan Kriging
Adapun tahapan dalam
penggambaran durasi dan jumlah
kekeringan menggunakan metode
Inverse Distance Weight (IDW) dan
Kriging adalah sebagai berikut :
1. Penggambaran durasi dan jumlah
kekeringan menggunakan software
ArcGIS versi 10.0 dari ESRI.
2. Data yang digunakan adalah berupa
koordinat X, Y, Z dimana data X dan
Y adalah koordinat stasiun hujan dan
data Z adalah data durasi kekeringan
terpanjang dan jumlah kekeringan
terbesar pada masing-masing stasiun
hujan.
3. Setelah data diproses menggunakan
aplikasi IDW dan kriging pada
software ArcGIS, maka selanjutnya
dilakukan overlap hasil plotting
isohyet dengan peta Sub DAS Abab.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan Kekeringan Metode
Run
Langkah awal yang dilakukan
adalah perhitungan nilai surplus dan
defisit dari seri data hujan pada Sub
DAS Abab selama 22 tahun. Nilai
surplus dan defisit diperoleh dengan
mengurangkan data asli setiap tahunnya
dengan rata-rata dari seluruh data
tersebut.
Ketika nilai surplus dan defisit
telah didapatkan, selanjutnya dapat
dihitung panjang durasi dan besar
kekeringan pada Sub DAS Abab.
Perhitungan durasi kekeringan
dilakukan dengan langkah sebagai
berikut :
1. Bila nilai yang dihasilkan adalah
positif, maka diberi nilai nol (0) dan
bila nilainya negatif diberi nilai satu
(1).
2. Bila terjadi nilai negatif yang
berurutan, maka nilai satu
dijumlahkan terus sampai dipisahkan
kembali oleh nilai nol, kemudian
dihitung dari awal lagi.
Tabel 1. Durasi Kekeringan Kumulatif Hujan
Bulanan Stasiun Hujan Birowo
Sumber : Perhitungan
Perhitungan jumlah kekeringan
dilakukan dengan memberikan nilai 0
pada run surplus (positif) dan apabila
nilai run negatif maka diberikan nilai
sebesar nilai negatif run. Apabila
terdapat nilai negatif yang berurutan
maka nilai negatif tersebut dijumlahkan
(dikumulatifkan) sampai dipisahkan
kembali oleh angka 0.
Tabel 2. Jumlah Kekeringan Kumulatif Hujan
Bulanan Stasiun Hujan Birowo
4.2 Peta Sebaran Kekeringan Metode
IDW dan Kriging
Penggambaran peta sebaran
kekeringan dilakukan dengan teknik
interpolasi yang terdapat pada ArcGIS
10.0. Adapun teknik interpolasi yang
dipergunakan adalah IDW dan Kriging
Exponential dikarenakan nilai
interpolasi yang didapatkan hampir
sama atau mendekati dari nilai
perhitungan kekeringan menggunakan
metode Run.
Data X dan Y dalam interpolasi
merupakan data koordinat stasiun hujan
sedangkan data Y merupakan data
durasi dan jumlah kekeringan hasil
perhitungan dengan Meode Run.
Gambar 2. Peta Sebaran Kekeringan Rata-Rata
Pada Sub DAS Abab Dalam Kurun Waktu 22
Tahun (1990-2011)
Peta diatas menunjukkan besar
kekeringan yang terjadi pada Sub DAS
Abab periode 1990-2011. Selama kurun
waktu 22 tahun tersebut, wilayah pada
Sub DAS Abab yang mengalami
kekeringan dengan jumlah yang relatif
besar adalah wilayah Stasiun Hujan
Bantaran dan Stasiun Hujan Ngrendeng.
Secara administratif, wilayah yang
masuk dalam area pengaruh Stasiun
Hujan Bantaran meliputi Kecamatan
Srengat, Kecamatan Sukorejo dan
Kecamatan Sanan Wetan dan wilayah
yang masuk dalam area pengaruh
Kecamatan Ngrendeng adalah
Kecamatan Kesamben.
Sumber : Perhitungan
Jan Pebr Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des
1990 0 1 0 1 2 3 0 1 2 3 4 0
1991 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1
1992 0 0 0 0 1 2 3 0 0 0 1 0
1993 0 1 2 0 1 0 1 2 3 4 5 0
1994 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1995 0 0 0 1 2 0 0 1 2 0 0 0
1996 0 1 0 1 2 3 4 0 1 0 1 2
1997 0 0 1 2 0 1 2 3 4 5 6 7
1998 8 9 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1
1999 2 3 0 0 1 2 3 0 1 2 0 1
2000 2 3 0 1 0 0 1 2 3 0 0 1
2001 0 0 1 2 3 0 1 2 3 0 0 0
2002 0 0 1 2 0 1 2 3 4 5 6 0
2003 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1
2004 2 0 1 2 0 1 2 3 0 1 0 0
2005 0 1 2 3 4 5 0 1 0 0 1 0
2006 0 0 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7
2007 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0
2008 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1
2009 2 0 1 2 0 1 0 1 0 1 2 3
2010 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
2011 2 3 4 0 1 2 3 4 5 6 7 0
Tahun
Bulan
Jan Pebr Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des
1990 0,0 -104,1 0,0 -37,5 -42,7 -62,2 0,0 -3,7 -17,2 -83,3 -234,0 0,0
1991 0,0 -7,1 -15,9 -24,4 -89,5 -120,1 -142,6 -146,3 -178,8 -261,9 0,0 -35,1
1992 0,0 0,0 0,0 0,0 -27,2 -52,7 -75,3 0,0 0,0 0,0 -28,8 0,0
1993 0,0 -38,1 -112,9 0,0 -42,2 0,0 -22,5 -24,2 -56,7 -139,8 -209,6 0,0
1994 -2,4 0,0 0,0 -95,5 -152,7 -185,2 -207,8 -211,5 -244,0 -254,0 -409,8 -591,9
1995 0,0 0,0 0,0 -78,5 -132,7 0,0 0,0 -3,7 -36,2 0,0 0,0 0,0
1996 0,0 -72,1 0,0 -24,5 -106,7 -139,2 -145,8 0,0 -32,5 0,0 -124,8 -195,9
1997 0,0 0,0 -214,8 -94,9 0,0 -27,5 -50,1 -53,8 -83,3 -148,4 -286,1 -528,2
1998 -684,6 -835,7 0,0 0,0 -34,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 -17,1
1999 -99,5 -123,6 0,0 0,0 -48,2 -80,7 -101,3 0,0 -32,5 -70,6 0,0 -28,1
2000 -76,5 -100,6 0,0 -10,5 0,0 0,0 -22,5 -26,2 -54,7 0,0 0,0 -119,1
2001 0,0 0,0 -34,8 -70,3 -99,5 0,0 -22,5 -26,2 -58,7 0,0 0,0 0,0
2002 0,0 0,0 -35,8 -68,3 0,0 -22,5 -45,1 -48,8 -81,3 -164,4 -337,1 0,0
2003 0,0 -91,1 -175,9 -337,4 -392,5 -423,1 -445,6 -449,3 -456,8 -485,9 0,0 -40,1
2004 -175,5 0,0 -23,8 -145,3 0,0 -19,5 -42,1 -45,8 0,0 -78,1 0,0 0,0
2005 0,0 -64,1 -91,9 -119,4 -201,5 -206,1 0,0 -3,7 0,0 0,0 -152,8 0,0
2006 0,0 0,0 -83,8 0,0 0,0 -32,5 -55,1 -58,8 -91,3 -162,4 -347,1 -427,2
2007 -587,6 -632,7 0,0 -52,5 -63,7 -21,2 -43,8 -47,5 -80,0 -86,0 -95,8 0,0
2008 -142,4 0,0 0,0 -15,5 -49,7 -82,2 -104,8 -108,5 -141,0 -164,0 0,0 -116,1
2009 -253,5 0,0 -159,8 -211,3 0,0 -23,5 0,0 -3,7 0,0 -62,1 -92,9 -325,0
2010 -327,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 -25,1
2011 -76,5 -112,6 -196,4 0,0 -20,2 -36,7 -59,3 -63,0 -95,5 -162,5 -235,3 0,0
Tahun
Bulan
Tabel 3. Rekapitulasi Durasi Kekeringan Tahunan Sub DAS Abab Periode Hujan Bulanan
Tabel 4. Rekapitulasi Jumlah Kekeringan Tahunan Sub DAS Abab Periode Hujan Bulanan
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
1 Bantaran 4,0 11,0 3,0 10,0 5,0 4,0 4,0 10,0 1,0 3,0 3,0 3,0 7,0 7,0 3,0 2,0 1,0 8,0 4,0 3,0 0,0 6,0
2 Bendogerit 3,0 9,0 3,0 4,0 9,0 3,0 4,0 2,0 12,0 3,0 7,0 3,0 8,0 9,0 8,0 5,0 6,0 6,0 6,0 5,0 7,0 5,0
3 Birowo 4,0 9,0 3,0 5,0 9,0 2,0 4,0 7,0 9,0 3,0 3,0 3,0 6,0 9,0 3,0 5,0 7,0 9,0 7,0 3,0 4,0 7,0
4 Garum 7,0 10,0 2,0 6,0 9,0 3,0 8,0 3,0 9,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 6,0 1,0 9,0 6,0 7,0 1,0 5,0
5 Gogolatar 4,0 10,0 1,0 4,0 9,0 3,0 3,0 1,0 9,0 1,0 3,0 2,0 2,0 9,0 9,0 3,0 2,0 8,0 4,0 4,0 8,0 6,0
6 Judeg 4,0 1,0 10,0 2,0 8,0 2,0 3,0 0,0 12,0 5,0 7,0 10,0 7,0 2,0 3,0 3,0 5,0 4,0 7,0 2,0 7,0 6,0
7 Kademangan 4,0 9,0 3,0 5,0 9,0 3,0 3,0 1,0 12,0 4,0 3,0 3,0 10,0 9,0 4,0 1,0 7,0 3,0 6,0 5,0 0,0 5,0
8 Kalimanis 4,0 10,0 1,0 6,0 6,0 2,0 3,0 0,0 12,0 6,0 4,0 2,0 6,0 8,0 8,0 4,0 2,0 9,0 6,0 2,0 6,0 6,0
9 Kaulon 5,0 18,0 4,0 8,0 9,0 3,0 6,0 3,0 8,0 4,0 3,0 2,0 6,0 9,0 6,0 3,0 6,0 4,0 6,0 3,0 0,0 4,0
10 Kepanjenlor 4,0 9,0 3,0 5,0 8,0 3,0 4,0 1,0 12,0 3,0 5,0 3,0 10,0 10,0 8,0 2,0 6,0 5,0 6,0 5,0 7,0 4,0
11 Kesamben 4,0 10,0 1,0 8,0 9,0 3,0 3,0 0,0 12,0 4,0 4,0 3,0 6,0 9,0 5,0 4,0 2,0 8,0 6,0 5,0 1,0 5,0
12 Klampok 3,0 7,0 3,0 6,0 1,0 11,0 0,0 14,0 11,0 3,0 3,0 3,0 8,0 5,0 5,0 4,0 2,0 9,0 7,0 5,0 0,0 4,0
13 Lodoyo 7,0 9,0 5,0 4,0 9,0 3,0 3,0 3,0 8,0 6,0 5,0 4,0 9,0 2,0 5,0 2,0 1,0 8,0 6,0 3,0 1,0 4,0
14 Mangunan 3,0 8,0 4,0 4,0 8,0 3,0 3,0 4,0 9,0 5,0 4,0 2,0 7,0 6,0 3,0 2,0 6,0 5,0 6,0 5,0 6,0 5,0
15 Ngrendeng 4,0 7,0 1,0 6,0 8,0 3,0 3,0 1,0 9,0 5,0 4,0 6,0 7,0 8,0 11,0 5,0 1,0 10,0 4,0 2,0 7,0 4,0
16 Putih 4,0 7,0 2,0 3,0 9,0 3,0 8,0 1,0 7,0 2,0 7,0 4,0 6,0 5,0 1,0 9,0 6,0 4,0 4,0 5,0 1,0 4,0
17 Slemanan 2,0 8,0 3,0 6,0 8,0 2,0 8,0 0,0 15,0 11,0 4,0 12,0 11,0 4,0 2,0 4,0 4,0 5,0 5,0 5,0 1,0 6,0
18 Srengat 7,0 7,0 1,0 4,0 8,0 2,0 4,0 2,0 11,0 6,0 7,0 3,0 7,0 5,0 4,0 4,0 6,0 6,0 8,0 4,0 6,0 5,0
19 Sumberingin 5,0 7,0 1,0 4,0 8,0 4,0 4,0 2,0 12,0 10,0 4,0 5,0 8,0 5,0 5,0 2,0 6,0 5,0 6,0 2,0 7,0 4,0
20 Talun 4,0 0,0 14,0 4,0 9,0 1,0 4,0 1,0 1,0 3,0 3,0 2,0 7,0 7,0 5,0 6,0 7,0 4,0 4,0 2,0 6,0 2,0
21 Wlingi 3,0 8,0 2,0 12,0 9,0 3,0 4,0 10,0 2,0 3,0 5,0 2,0 7,0 1,0 10,0 3,0 6,0 4,0 4,0 3,0 1,0 4,0
22 Wonodadi 7,0 7,0 3,0 6,0 8,0 3,0 3,0 3,0 11,0 7,0 4,0 2,0 8,0 5,0 4,0 7,0 6,0 5,0 6,0 3,0 6,0 4,0
96,0 181 73 122 175 69 89 69 204 100 96 84 159 141 120 86 96 138 124 83 83 105
7,0 18 14 12 9 11 8 14 15 11 7 12 11 10 11 9 7 10 8 7 8 7
2,0 0 1 2 1 1 0 0 1 1 3 2 2 1 1 1 1 3 4 2 0 2
4,4 8,2 3,3 5,5 8,0 3,1 4,0 3,1 9,3 4,5 4,4 3,8 7,2 6,4 5,5 3,9 4,4 6,3 5,6 3,8 3,8 4,8
Sumber : Perhitungan
Kejadian Kekeringan Tepanjang = 18,0 bulan = Stasiun Hujan Kaulon Tahun 1991 : Durasi Kekeringan Terkecil
: Durasi Kekeringan Terbesar
Min
Rata-Rata
Jumlah
Max
No Stasiun Hujan
Tahun
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
1 Bantaran 517,8 1282,1 156,5 983,7 403,1 311,4 363,2 1235,9 198,4 361,5 283,5 213,5 539,0 715,8 490,3 218,7 10,3 1112,0 384,4 266,4 0,0 593,0
2 Bendogerit 367,0 592,5 147,0 332,5 591,5 106,4 280,2 127,8 1297,9 205,5 174,0 227,0 690,4 475,9 509,3 391,9 262,3 153,0 315,5 570,3 172,6 388,5
3 Birowo 234,0 261,9 75,3 209,6 591,9 132,7 195,9 528,2 835,7 123,6 119,1 58,7 337,1 485,9 175,5 206,1 427,2 632,7 164,0 325,0 76,5 235,3
4 Garum 324,7 785,0 219,1 247,5 569,9 100,2 474,6 319,0 687,2 158,3 124,2 434,5 335,4 378,7 335,7 421,8 6,0 683,2 320,6 371,7 84,1 397,5
5 Gogolatar 449,6 807,8 14,0 319,6 841,1 137,4 219,1 284,7 1004,5 152,0 151,8 166,2 467,7 544,0 635,4 322,1 34,8 746,6 428,0 614,0 645,6 315,3
6 Judeg 291,3 221,7 822,8 109,7 386,2 69,7 143,2 0,0 943,9 509,1 476,3 622,2 180,4 137,4 187,0 116,4 131,5 413,8 226,7 166,6 454,5 367,1
7 Kademangan 244,1 578,4 56,4 474,2 441,8 136,6 263,3 133,7 868,7 305,0 222,8 95,1 591,5 367,7 320,4 74,1 288,2 140,7 244,3 322,5 0,0 133,9
8 Kalimanis 249,3 657,1 44,5 273,3 342,5 198,1 230,4 0,0 1178,8 163,5 260,6 142,4 406,5 535,7 418,7 418,3 42,5 679,1 181,2 347,2 467,0 253,1
9 Kaulon 489,5 1062,5 121,9 372,3 611,4 89,7 373,4 374,7 722,9 250,0 128,9 75,3 276,0 407,7 246,0 127,9 253,0 176,0 441,9 244,6 0,0 238,0
10 Kepanjenlor 335,5 444,0 149,0 503,7 492,2 174,3 517,0 980,5 1350,4 261,2 192,9 148,5 432,2 385,2 373,5 123,3 343,8 187,5 273,1 300,4 255,1 116,2
11 Kesamben 319,7 536,1 40,3 598,4 512,0 214,5 109,8 0,0 1051,4 402,0 202,2 244,2 410,6 564,9 221,4 323,3 427,3 600,9 147,6 384,6 69,8 222,3
12 Klampok 335,5 444,0 149,0 503,7 492,2 174,3 517,0 100,5 1350,4 261,2 192,9 148,5 432,2 385,2 373,5 123,3 343,8 187,5 273,1 300,4 255,1 116,2
13 Lodoyo 407,9 364,9 222,7 279,0 478,7 126,5 86,0 255,5 586,7 509,5 410,9 356,5 358,9 159,9 96,8 90,3 116,1 467,2 190,4 138,8 27,1 87,2
14 Mangunan 178,5 368,0 81,3 253,6 587,0 188,5 161,6 479,0 596,5 199,1 122,5 183,1 226,3 241,5 194,4 191,4 316,7 295,2 246,4 262,0 435,4 135,7
15 Ngrendeng 399,3 474,5 71,9 399,0 844,0 208,4 131,4 315,9 919,0 480,5 527,3 384,5 584,5 446,6 790,4 740,1 95,8 1171,5 196,8 406,1 737,5 662,3
16 Putih 305,6 316,0 145,6 208,6 579,8 131,8 586,8 290,5 658,3 92,5 253,5 685,1 346,6 228,0 74,0 1057,2 470,6 197,1 262,2 427,1 80,4 171,6
17 Slemanan 228,6 320,2 137,0 192,1 579,4 243,3 426,3 0,0 1319,6 438,0 335,1 1814,9 619,4 283,0 172,6 239,9 111,0 195,5 126,0 116,6 0,8 114,6
18 Srengat 367,9 304,5 60,5 220,2 513,8 95,8 303,9 252,7 951,2 365,6 306,0 180,2 297,5 314,7 367,7 285,7 287,8 287,8 295,3 146,7 331,6 225,3
19 Sumberingin 301,2 422,5 63,3 143,2 674,1 217,6 510,7 140,9 1297,5 640,9 434,9 573,7 481,1 278,2 198,6 206,6 366,2 261,2 301,5 183,9 446,0 329,4
20 Talun 250,5 0,0 1002,4 334,3 750,0 115,5 222,5 325,6 583,8 80,3 209,5 284,5 409,2 379,9 245,6 304,8 451,8 69,4 182,9 208,8 489,8 254,9
21 Wlingi 318,7 591,0 112,5 1088,1 700,5 150,1 230,6 1017,9 63,9 180,2 334,4 177,1 435,7 33,8 555,2 245,4 456,2 376,6 146,2 239,5 141,3 157,7
22 Wonodadi 952,0 270,5 94,4 315,9 509,2 105,4 211,0 205,2 687,4 352,4 129,5 147,6 264,1 252,5 276,7 279,7 265,7 238,4 176,1 91,6 264,4 128,6
7868,1 11105 3987,1 8362 12492 3428,1 6557,9 7368,2 19154 6491,9 5592,7 7363,5 9122,4 8002,3 7258,8 6508,2 5508,5 9272,9 5524,1 6434,9 5434,5 5643,86
952,0 1282,1 1002,4 1088,1 844,05 311,41 586,82 1235,9 1350,4 640,86 527,27 1814,9 690,41 715,82 790,36 1057,2 470,64 1171,5 441,86 614 737,45 662,273
178,5 0 14,045 109,68 342,5 69,682 86,045 0 63,909 80,273 119,09 58,727 180,36 33,773 74,045 74,136 6,0455 69,409 126,05 91,636 0 87,1818
357,6 504,8 181,2 380,1 567,8 155,8 298,1 334,9 870,6 295,1 254,2 334,7 414,7 363,7 329,9 295,8 250,4 421,5 251,1 292,5 247,0 256,5
Jumlah Kekeringan Terbesar Pertahun = = Tahun 1998 : Jumlah Kekeringan Terkecil
Jumlah Kekeringan Terkecil Pertahun = = Tahun 1995 : Jumlah Kekeringan Terbesar
Kejadian Kekeringan Terbesar = = Stasiun Hujan Slemanan Tahun 2001
Stasiun dengan Jumlah Kekeringan Terbesar Selama 22 Tahun adalah Stasiun Hujan Ngrendeng = 10987,0 mm selama 22 tahun
1814,9
19154,0
3428,1
Jumlah
Max
Min
Rata-Rata
Stasiun Hujan No
Tahun
4.3 Analisa Hasil Perhitungan
Dari rekapitulasi pada Tabel 3-
Tabel 4, hasil dari perhitungan durasi
dan besar kekeringan yang terjadi di
Sub DAS Abab dalam kurun waktu 22
tahun (1990-2011) kemudian
diklasifikasikan menurut teori
pembagian iklim Scmidth-Ferguson,
sehingga didapatkan hasil tren
kekeringan sebagai berikut
Tabel 5.Klasifikasi Trend Kekeringan Tahunan
Pada Sub DAS Abab Berdasarkan Teori
Pembagian Iklim Schmidth-Ferguson
1. Tahun Kering :
1991,1994, 1997, 1998, 2002,
2006
2. Tahun Normal :
1990, 1993, 1996, 1999, 2000,
2001, 2003, 2004, 2005, 2008,
2009, 2011
3. Tahun Basah :
1992,1995, 2007, 2010
Trend kekeringan pada Sub DAS
Abab terjadi dalam jangka waktu 3-4
tahun sekali. Maka, diperkirakan
kejadian kekeringan akan kembali
terjadi setiap kurun waktu 4 tahun. Dari
rekapitulasi perhitungan pada tabel
diatas serta analisa pada peta sebaran
kekeringan dalam kurun waktu 22
tahun, tahun 1998 merupakan tahun
dengan jumlah kekeringan maksimum
terbesar yaitu defisit sebesar 19154,0
mm/tahun dan merupakan tahun
terjadinya fenomena El-nino di
Indonesia. Jumlah kekeringan pada
tahun 1998 tersebut dapat diartikan
bahwa dalam 1 periode kekeringan
tahun 1998, sub DAS Abab mengalami
kekurangan air (defisit) sebesar 19154,0
mm dari keadaan rata-ratanya.
Kekeringan tahun 1998 terjadi rata-rata
selama 10 bulan mulai bulan April 1997
sampai dengan Pebruari 1998. Hal ini
diperkuat dengan terjadinya penurunan
debit antara Maret 1997 sampai dengan
awal Pebruari 1998 pada AWLR Kali
Lahar.
Gambar 3. Perbandingan Kekeringan dan Debit
(Stasiun Hujan Mangunan dan AWLR Kali
Lahar) April 1997-Pebruari 1998
Tahun 1992 dan 2010 merupakan
tahun basah dengan jumlah kekeringan
paling kecil dan juga merupakan tahun
terjadinya fenomena La-nina di
Indonesia. Stasiun hujan Ngrendeng
merupakan stasiun hujan dengan
kejadian kekeringan tertinggi dalam
kurun waktu 22 tahun, yaitu rata-rata
sebesar 499,4 mm/ tahun dengan durasi
kekeringan antara 2 sampai 11 bulan,
dan stasiun hujan Lodoyo merupakan
stasiun hujan yang mengalami jumlah
kekeringan terendah dalam kurun waktu
22 tahun, yakni sebesar 270,2
mm/tahun.
Dalam kurun waktu 1990-2011,
terjadi kekeringan ekstrim pada Stasiun
Hujan Slemanan, yaitu sebesar 1814,9
mm pada tahun 2001. Hal ini
dikarenakan terjadinya kemarau yang
berkepanjangan mulai bulan Juni 2000
Tahun BB BK Tipe Iklim Tipe Tahun
1990 6 4 Sedang Normal
1991 3 8 Sangat Kering Kering
1992 10 1 Basah Basah
1993 6 5 Sedang Normal
1994 4 7 Kering Kering
1995 9 2 Basah Basah
1996 6 5 Sedang Normal
1997 2 9 Ekstrim Kering Kering
1998 4 8 Kering Kering
1999 6 4 Sedang Normal
2000 7 4 Agak Basah Normal
2001 8 3 Agak Basah Normal
2002 4 8 Kering Kering
2003 5 6 Agak Kering Normal
2004 6 5 Sedang Normal
2005 8 3 Agak Basah Normal
2006 4 8 Kering Kering
2007 9 2 Basah Basah
2008 5 6 Agak Kering Normal
2009 6 4 Sedang Normal
2010 11 1 Sangat Basah Basah
2011 7 3 Agak Basah Normal
sampai Mei 2001 pada stasiun hujan
tersebut. Secara umum, kejadian
kekeringan rata-rata terjadi pada bulan
Mei-November dengan durasi
kekeringan berkisar antara 2 sampai
dengan 8 bulan. Durasi kekeringan
terpanjang yang terjadi dalam kurun
waktu 22 tahun terakhir adalah
sepanjang 18 bulan yaitu pada tahun
1990-1991. Berikut merupakan tabel
periode rata-rata kejadian kekeringan
dalam 22 tahun (1990- 2011) pada Sub
DAS Abab :
Tabel 6. Periode Terjadinya Kejadian
Kekeringan Sub DAS Abab (1990-2011)
Dari analisa kesesuaian nilai
kekeringan dengan debit dan hujan
dapat dilihat bahwa ketika jumlah hujan
yang turun kecil, maka debit sungai
juga kecil. Semakin kecil debit air yang
tersedia, maka semakin besar jumlah
kekeringan yang terjadi. Sebaliknya,
ketika terjadi hujan dalam jumlah besar
maka debit akan semakin besar dan
jumlah kekeringan akan semakin kecil.
Meski secara umum semakin
panjang durasi kekeringan maka
semakin besar jumlah kekeringan yang
terjadi, namun hal tersebut bukan
merupakan suatu pola yang mutlak
karena pada beberapa kejadian
kekeringan, meski durasinya besar
namun jumlah kekeringannya kecil. Hal
ini disebabkan karena keragaman nilai
curah hujan dari satu tempat dengan
tempat yang lain dan dari satu waktu
dengan waktu lainnya. Berdasarkan
hasil durasi dan jumlah kekeringan yang
kemudian di bandingkan dengan tren
hujan dan debit maka Metode Run
cukup sesuai untuk digunakan pada
perhitungan kekeringan di Sub DAS
Abab.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Durasi kekeringan yang terjadi di
Sub DAS Abab secara umum
terjadi rata-rata selama 2-8 bulan
per tahun yaitu pada bulan Mei
sampai dengan November. Durasi
kekeringan terpanjang yang pernah
terjadi pada Sub DAS Abab selama
kurun waktu 22 tahun adalah
selama 18 bulan yaitu pada Stasiun
Hujan Kaulon Tahun 1991 mulai
bulan Juli 1990 Desember 1991.
2. Jumlah kekeringan tahunan terbesar
yang terjadi di Sub DAS Abab terjadi
pada Tahun 1998 dengan rata-rata
870,6 mm/stasiun dalam 1 tahun.
Kejadian kekeringan pada Sub DAS
Abab rata-rata terjadi sebesar 348,1
mm/tahun dengan kejadian
kekeringan terbesar selama 22 tahun
terjadi pada Stasiun Hujan Slemanan
yaitu pada 2001 dengan durasi
kekeringan selama 12 bulan (Juni
2000-Mei 2001). Tren kekeringan
yang terjadi pada Sub DAS Abab
berdasarkan hasil perhitungan dan
kemudian diklasifikasikan menurut
pembagian iklim Schmidth
Ferguson adalah sebagai berikut :
- Tahun Kering :
1991,1994, 1997, 1998,
2002,2006
Tahun Periode Kekeringan Rata-Rata
1990 Agustus - Desember 1990
1991 Mei - Desember 1991
1992 Mei - Juli 1992
1993 Juli - November 1993
1994 Mei - Desember 1994
1995 Juli - Oktober 1995
1996 Pebruari - Mei 1996
1997 November 1996 - Januari 1997
1998 April 1997 - Pebruari 1998
1999 Mei - Agustus 1999
2000 Juli - Oktober 2000
2001 Juli - Oktober 2001
2002 Mei - Desember 2002
2003 April - September 2003
2004 Juni - Oktober 2004
2005 Pebruari - Mei 2005
2006 Juni - Oktober 2006
2007 Juni - November 2007
2008 April - September 2008
2009 Maret - Juni 2009
2010 November 2009 - Pebruari 2010
2011 Juni - September 2011
- Tahun Normal : 1990,
1993, 1996, 1999,2000 , 2001,
2003, 2004, 2005, 2008, 2009,
2011
- Tahun Basah :
1992,1995, 2007 dan 2010
Tahun kering terjadi rata-rata
setiap 4 tahun sekali maka kejadian
kekeringan diperkirakan akan
kembali terjadi dalam kurun waktu 4
tahun.
3. Dari rangkaian peta sebaran
kekeringan di wilayah studi secara
historis tahunan, kejadian kekeringan
di wilayah studi menggambarkan
beberapa trend kejadian kekeringan
dengan intensitas tertentu. Tren
kekeringan pada peta adalah sebagai
berikut :
- Pada tahun kering seperti 1998,
jumlah kekeringan yang tinggi
tersebar merata di seluruh DAS.
- Pada tahun basah seperti tahun
2010, sekitar 80% wilayah DAS
mengalami kekeringan yang
sangat kecil atau bahkan tidak
mengalami kekeringan sepanjang
tahun.
- Pada tahun normal, terjadi
kekeringan dalam jumlah sedang
di seluruh Sub DAS atau terjadi
kekeringan yang cukup tinggi di
sebagian wilayah Sub DAS
namun tidak terjadi kekeringan
pada sebagian wilayah yang lain.
Dari peta, dapat dilihat Stasiun Hujan
Bantaran dan Ngrendeng merupakan
wilayah yang mengalami
kecenderungan tingkat kekeringan
paling tinggi selama 22 tahun.
Penggambaran sebaran kekeringan
dengan metode interpolasi IDW dan
Kriging tipe Eksponensial
memberikan hasil yang cukup sesuai
dengan trend kekeringan hasil
perhitungan Metode Run.
4. Berdasarkan analisa tahun
kekeringan terbesar yaitu tahun
1998, terdapat penurunan curah
hujan dan debit pada April 1997-
Maret 1998. Kecilnya debit pada
rentang waktu April 1997 Maret
1998 merupakan dampak dari
kecilnya curah hujan yang turun pada
lokasi studi, yang kemudian
menyebabkan semakin tingginya
nilai kekeringan pada kurun waktu
tersebut. Sehingga ada kesesuaian
antara hasil perhitungan kekeringan
Metode Run dengan hujan dan debit
yang terjadi pada Sub DAS Abab
dalam kurun waktu 22 tahun (1990-
2011).
5.2 Saran
1. Hasil perhitungan kekeringan
dengan Metode Run cukup sesuai
untuk dipergunakan untuk
menghitung kekeringan pada lokasi
studi, namun dalam
pemanfaatannya hendaknya
disesuaikan dan dibandingkan lagi
dengan parameter parameter lain.
2. Hasil perhitungan kekeringan
Metode Run dapat dijadikan salah
satu indikasi terjadinya kekeringan
meteorologis. Namun untuk
menentukan suatu daerah benar-
benar mengalami bencana
kekeringan tidak dapat hanya
ditinjau sari kekeringan
meteorologis saja namun juga harus
ditinjau dari kekeringan hidrologis,
kekeringan pertanian dan
kekeringan sosio-ekonomi.
3. Hasil perhitungan nilai kekeringan
dapat diterapkan dalam
penanggulangan dan pengurangan
dampak kekeringan meliputi
penyusunan strategi mitigasi
bencana kekeringan. Dalam
pengelolaannya, kekeringan
membutuhkan suatu manajemen
yang terpadu dan terencana dengan
prinsip dasar pengelolaan
kekeringan adalah keseimbangan
air (water balance) antara
ketersediaan air dengan kebutuhan
serta antisipasi kekeringan.
DAFTAR PUSTAKA
Adidarma, Wanny. 2003. Analisa
Kekeringan Dengan Berbagai
Pendekatan. Bandung. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sumber Daya Air,
Departemen Pemukiman dan Prasarana
Wilayah.
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta. Gadjah Mada University
Press.
Departemen Pekerjaan Umum. 2004.
Perhitungan Indeks Kekeringan
Menggunakan Teori RUN. Bandung :
Departemen Pekerjaan Umum.
Ersyidarfia, Novreta., Fauzi, Manyuk.,
Sujatmoko, Bambang. Perhitungan
Indeks Kekeringan Menggunakan
Teori RUN Pada Daerah Aliran
Sungai (DAS) Indragiri. Riau :
Jurusan Teknik Sipil Fakutas
Teknik Universitas Riau.
ESRI. 1996. Using ArcView Spatial
Analyst. Redlands, Enviromental
System Research Institute, Inc.
Lam, N. S. 1983. Spatial Interpolation
Methods Review. The American
Cartographer 10 : 129-149.
NCGIA. 2007. Interpolation : Inverse
Distance Weighting.
http://www.ncgia.ucsb.edu/pubs/spher
ekit/inverse.html (26 September 2013)
NOAA. 2008. Drought, National Oceanic
and Atmosphere Administration
National Weather Service.
Santoso, Basillius Retno. 2013.
Penerapan Teori RUN Untuk
Menentukan Indeks Kekeringan
di Kecamatan Entikong.
Pontianak : Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas
Tanjungpura.
Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi
Teknik. Surabaya : Usaha
Nasional.
Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi
Metode Statistik Untuk Analisa
Data Jilid I. Bandung : Nova
Tnewartha, Glenn T. dan Horn, Lyle H.
1995. Pengantar Iklim. Yogyakarta
: Gajah Mada University Press.