M
M
Pada gambar 3.17 adalah gambar sinyal dari
PWM.
Dari sinyal PWM ini dapat dilakukan
pengaturan motor dengan memberi jarak frekuensi
semakin rapat maka motor akan semakin cepat. Bila
menginginkan laju motor melambat maka frekuensi
pada sinyal PWM diberi jarak yang agak jauh. Oleh
karena itu PWM dapat dioperasikan dengan
menggunakan pemrograman. Jika ingin motor berjalan
pada arah terbalik, bisa dengan membalikan arah
.
Pada gambar 3.18 dapat dilihat cara mengendalikan
motor dengan PWM.
Gambar 3.11. Mengubah arah gerak motor DC dengan
PWM
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANLISA SISTEM
4.1 Pengujian pada Arus pada KLBS G-1.
Pada pengujian tahap pertama ini pengukuran
dilakukan pada seberapa besar arus yang digunakan.
Disini nanti ada dua model grafik yaitu arus pada saat
beban hanya motor dan grafik pada saat kendaraan
melaju dengan penumpang, baik dengan satu
penumpang maupun dua penumpang . Jadi pengujian
ini menggunakan potensiometer yang diputar. Hasil
dari pengujian dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Pengujian Arus dengan 1 penumpang dan
tanpa penumpang
Jadi ketika dilakukan pengujian tanpa penumpang
dilakukan Pada pengujian tahap pertama ini
pengukuran dilakukan pada seberapa besar arus yang
digunakan. Sehingga dapat diketahui berapa lama
kendaraan itu dapat digunakan. Dibawah ini adalah
gambar pengujian arus dengan 3 perbandingan, yaitu
tanpa penumpang, dengan satu penumpang dan 2
penumpang. Gambar grafik dapat dilihat pada gambar
4.2.
Gambar 4.2. Pengujian Arus yang kedua
Dalam pengujian ini dapat dilihat bahwa arus
yang dikeluarkan oleh baterai sangatlah besar terutama
jika jumlah penumpang ditambah. Namun yang
menarik adalah justru pada saat potensiometer di putar
penuh arus kenaikannya paling kecil. Ini dikarenakan
menggunakan potensiometer nonlinier. Sehingga arus
keluar yang terbaik justru saat potensiometer diputar
penuh.
4.2 Pengujian Kapasitas Baterai pada KLBS G-1.
Kemudian ujicoba yang kedua adalah
bagaimana cara mengetahui kapasitas baterai.
Pengujian ini dilakukan dengan cara melakukan ketika
baterai penuh dengan tegangan 48V, kemudian motor
diputar dengan putaran maksimal. Setelah itu dapat
diketahui berapa lama baterai dapat digunakan. Pada
pengujian ini ada 2 tahap dengan 1 penumpang dan
dengan 2 penumpang. Pengujian kapasitas baterai
dengan satu penumpang dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Pengujian Kapasitas Baterai dengan melihat
penurunan tegangan.
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa saat
baterai mulai habis dapat dilihat ketika adanya
penurunan tegangan pada baterai itu. Pada saat diuji
tanpa penumpang baterai tidak mengalami penurunan
tegangan yang berarti. Namun setelah 4 jam kemudian
8
tegangan baterai terjadi penurunan, yang kemudian
menurunkan putaran motor juga.
Kemudian kendaraan dinaiki oleh satu orang
penumpang. Pada 1 jam pertama setelah kendaraan di
tumpangi, sudah mulai adanya penurunan penumpang.
Penurunan ini lebih cepat di karenakan arus yang
digunakan pada saat KLBS G-1 lebih besar. Hal ini
disebabkan oleh motor mendapat beban dari berat
KLBS G-1 dan berat penumpang.
Gambar 4.4. Pengujian Kapasitas Baterai dengan melihat
penurunan tegangan yang ditambah dengan 2 penumpang.
Hal ini juga akan sama ketika di tambahkan
penumpang lagi. Karena beban ditambah maka motor
juga akan mengambil arus yang lebih besar. Sehingga
Kapasitas baterai juga lebih cepat habis dan jarak
tempuh dari KLBS G-1 juga semakin pendek bila
beban ditambahkan. Gambar dapat dilihat pada gambar
4.4.
4.3 Pengujian Crusie Control
Kemudian pengujian kali ini adalah dengan
menguji kemampuan Curise Control. Pada pengujian
ini akan menggunakan empat tahap untuk mendapatkan
sistem kontrol yang baik untuk di terapkan pada Cruise
Kontrol sistem. Pertama Kontrol P, lalu Kontrol I,
Kontrol D dan yang terakhir menggunakan kontrol
PID.
4.3.1 Pengujian Kontrol P untuk Cruise Control
Pada pengujian awal KLBS-G1 diuji dengan
Kontrol P untuk menguji Kecepatan putar pada
motornya. Pada uji coba pertama motor diuji tanpa
beban. Dengan parameter dibawah ini.
L = 0.062H
R = 2.5
Konstanta torsi motor, Ktn = 200 Nm/A
Konstanta tegangan balik emf, Kb = 0.02V/rad.s
-1
Momen inersia rotor dan beban, J
eff
= 6kg/m
2
Koefisien viskos rotor dan beban, f
eff
= 0.1
Dari parameter-parameter diatas motor dapat di
uji melalui simulasi pada Matlab. Pada gambar 4.5
dapat dilihat diagram simulink Kontrol P.
Gambar 4.5. Diagram Simulink Kontrol P pada Motor
KLBS G-1
Gambar 4.6. Grafik hasil percobaan Kontrol P pada Motor
KLBS G-1
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa ketika di
berikan nilai Kp yang besar akan menyebabkan osilasi
pada waktu start. Sedangkan jika diberikan nilai Kp
yang kecil maka offset atau steady-state error semakin
besar.
Kemudian pada percobaan yang kedua motor
pada KLBS G-1 di beri beban sebesar bergantian
pertama akan di beri beban hanya berupa berat dari
KLBS G-1 itu sendiri, yaitu seberat 150kg atau sama
dengan 1500N. Kemudian ditambah dengan massa dari
penumpang yaitu sebesar 70kg dan kedua 140 kg yaitu
diibaratkan ada 2 penumpang yang naik. Terus dari
hasil ujicoba yang pertama digunakan nilai Kp sebesar
2.5 yang hasilnya paling baik diantara yang lain,
sekalipun respon time tidak terlalu cepat. Gambar
diagram simulinknya dapat dilihat pada gambar 4.7.
Gambar 4.7. Diagram Simulink Kontrol P dengan beban
pada Motor KLBS G-1
9
Gambar 4.8. Grafik hasil Percobaan Kontrol P dengan
penambahan beban pada Motor KLBS G-1
Hasil percobaan dapat dilihat pada gambar 4.7
dan sesuai dugaan sebelumnya beban pada KLBS G-1
memang mempengaruhi kinerja dari motor. Sehingga
motor tidak dapat mencapai kecepatan maksimal, yang
sesuai dengan refrensi dan semakin berat beban yang
diberikan kecepatan motor juga semakin menurun.
4.3.2 Pengujian Kontrol I untuk Cruise Control
Kemudian pada percobaan yang kedua, yaitu
dengan mencoba kecepatan motor dengan Kontrol
Integral. Tujuan dari penggunaan Kontrol Integral
adalah untuk mengurangi steady-state error. Pada
penggunaannya tetap saja Kontrol Integral tidak bisa
digunakan sendiri. Biasanya Kontrol Integra digunakan
bersama dengan Kontrol P.
Pada percobaan ini Kontrol P diatur pada 2.5.
Karena yang akan dilihat adalah efek dari Kontrol
Integral yang mana nanti apakah mempengaruhi
kinerja motor KLBS G-1. Parameter Ki akan di atur
pada 0. 5 dan 20. Karena pada saat Ki = 0 ingin melihat
efek dari kontroler p saja. Pada gambar 4.9 adalah
gambar diagram Simulink dari Kontrol PI.
Gambar 4.9. Diagram Simulink Kontrol I Motor KLBS G-1
Gambar 4.10. Grafik hasil percobaan Kontrol I pada Motor
KLBS G-1
Dari diagram diatas kemudian dicoba
bagaimana pengaruh dari Kontrol I terhadap motor
KLBS G-1. Pada gambar 4.9 dapat dilihat bahwa
memang benar kontrol I dapat memperbaiki steady
state error pada Kontrol P. Namun jika pemberian nilai
Ki yang terlalu besar akan menyebabkan osilasi pada
waktu start. Sehingga penggunaan Kontrol I pada
Cruise Control ini menjadi kurang baik. Namun pada
percobaan ini dilakukan tanpa beban. Ini nanti akan
dilihat kembali apakah efeknya akan sam ketika
Kontrol I diberi beban atau tambah baik kinerja dari
Kontrol jika di beri beban.
Kemudian pada percobaan yang kedua pada
Kontrol I akan diberi beban. Pemberian beban ini
dilakukan sama seperti uji coba pada saat
menggunakan Kontrol P, yaitu dengan menggunakan
tiga tahap pembebanan. Pada gambar 4. 11 adalah
diagram simulink dengan beban.
Gambar 4.11. Diagram Simulink Kontrol I dengan
penambahan beban pada Motor KLBS G-1
Gambar 4.12. Grafik hasil Percobaan Kontrol I dengan
penambahan beban pada Motor KLBS G-1.
10
Ini ada hal yang menarik pada Kontrol I karena
ketika KLBS G-1 dibebani jutru terjadi pengurangan
osilasi pada saat motor start. Tidak hanya itu, steady-
state error juga dapat dikurangi. Tetapi jika sistem
tetap dimasukan kedalam Cruise control yang terjadi
adalah KLBS G-1 akan mengalami hentakan pada saat
start. Ini nanti akan mengganggu kenyamanan dari
penumpang. Oleh karena itu perlu dicoba juga
pengujian dengan Kontrol D.
4.3.3 Pengujian Kontrol D untuk Cruise Control
Pada percobaan dengan Kontrol I dapat dilihat
bahwa memang steady-state error dapat berkurang
namun terjadi osilasi pada saat motor KLBS G-1.
Untuk mengurangi terjadinya efek overshoot (respon
yang berlebihan) maka uji coba yang ketiga dengan
menggunakan Kontrol D. Karena memang Kontrol D
digunakan untuk mengurangi efek dari respon
berlebihan pada waktu start.
Pengujian ini dengan nilai Kp = 2.5. Lalu nilai
Kd = 0, 0.075, 0.1. Dengan member nilai Kd = 0
bertujuan supaya memberi perbedaan ketika diberi
bagaimana fungi dari Kontrol D terhadap sistem ini.
Gambar 4.13. Diagram Simulink Kontrol D Motor KLBS
G-1.
Gambar 4.14. Grafik hasil percobaan Kontrol D pada
Motor KLBS G-1.
Dari hasil pengujian menggunakan Kontrol D
dapat dilihat bahwa pada saat Kp = 2.5 dan Kd = 0
terjadi overshoot. Kemudian pada ketika diberi Kd =
0.075 didapatkan efek overshoot atau respon yang
berlebihan memang banyak berkurang. Namun respon
motor menjadi lambat. Lalu dengan menambahkan
nilai Kd = 0.1, yang terjadi respon bertambah lambat
dan steady-state error juga bertambah.
Kemudian pada percobaan yang kedua pada
Kontrol D, yaitu dengan penambahaan beban.
Penambahann beban yang dilakukan dengan
menggunakan parameter-parameter yang sama dengan
Kontrol I. Percobaan ini juga dilakukan dengan tiga
tahap supaya mengetahui efek dari pembebanan
terhadap Kontrol D.
Gambar 4.15. Diagram Simulink Kontrol D dengan
penambahan beban pada Motor KLBS
Gambar 4.16. Grafik hasil Percobaan Kontrol D dengan
penambahan beban pada Motor KLBS G-1
Pada waktu uji coba dilakukan didapatkan hasil
bahwa Kontrol D memang tidak responsif ketika diberi
beban. Begitu beban terpasang pada Kontrol D, steady-
state error juga semakin besar dan tidak bisa mendekati
nol. Jadi ketika beban semakin besar maka error yang
terjadi juga semakin membesar. Hasil dari pengujian
dapat dilihat pada gambar 4.16. Penerapan Kontrol D
pada Cruise Control Sytem sepertinya masih kurang
baik. Hal ini disebabkan Kontro D masih kurang
tangguh apabila diberi beban. Sehingga bisa
mengakibatkan KLBS G-1 tidak akan bisa mencapai
kecepatan yang diinginkan dan akan terus berkurang
jika beban yang diberikan semakin berat. Untuk itu
pengujian terakhir akan menggunakan Kontrol PID
untuk melihat memperbaiki kinerja dari motor KLBS
G-1.
4.3.4 Pengujian Kontrol PID untuk Cruise
Control
Dari percobaan-percobaan sebelumnya dapat
diketahui bahwa pada Kontrol P, I, maupun D
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Untuk mendapatkan hasil terbaik untuk sistem Cruise
Control pada KLBS G-1. Maka pada percobaan
terakhir ini pengujian dilakukan dengan
11
menggabungkan dari ketiga Kontroler tersebut.
Penggabungan dari kontroler tersebut adalah PID, dan
diharapkan Kontroler ini dapat memperbaiki respon
gerakaan motor pada KLBS G-1. Pada percobaan kali
ini nilai Kp = 2.5, Ki = 5 dan Kd = 0.075. Nilai-nilai
ini coba diberikan karena mengacu pada hasil terbaik
ketika nilai-nilai ini diberikan pada percobaan
sebelumnya. Namun bukan berarti nilai-nilai ini
menjadi yang terbaik. Oleh karena itu percobaan ini
akan dilakukan tiga kali untuk mendapatkan nilai
terbaik. Pada gambar 4.17 adalah gambar diagram
simulink dari Kontrol kecepatan PID.
Gambar 4.17. Diagram Simulink Kontrol PID Motor
KLBS G-1
Gambar 4.18. Grafik hasil percobaan Kontrol PID pada
Motor KLBS G-1
Setelah pengujian tanpa beban pada Kontrol
PID didapatkanlah nilai Kp = 7 Ki = 2.5 dan Kd =
0.175. Pada nilai-nilai ini kemudian akan diuji dengan
pemeberian beban yang sama dilakukan pada saat
pengujian pada Kontrol I dan Kontrol D.
Pengujian pertama dengan member beban
sebesar 1470N. Kemudian yang kedua dengan
pemberian beban sebesar 2156N. Pengujian beban
yang terakhir adalah dengan memberi beban sebesar
2842N. Pengujian ini nanti pasti akan member efek
yang berbeda pada Kontroler PID. Diagram blok
simulink dapat dilihat pada gambar 4.19.
Gambar 4.19. Diagram Simulink Kontrol PID dengan
penambahan beban pada Motor KLBS G-1
Gambar 4.20. Grafik hasil Percobaan Kontrol PID dengan
penambahan beban pada Motor KLBS G-1
Dari sekian banyak pengujian yang dilakukan,
yang memberikan hasil yang terbaik adalah ketika
diberikan Kontrol PID. Hasil simulasi menunjukan
respon kontroler PID terhadap perubahan beban pada
motor. Terlihat bahwa kontroler PID mampu menjaga
konvergensi atas perubahan tersebut. Memang nilai-
nilai pada uji coba ini, di-tune secara manual dengan
metode trial and error. Hasilnya pun memang bukan
yang terbaik. Tetapi bisa di jadikan referensi ketika
dilakukan pengujian kembali.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada bagian ini akan dibahas tentang
kesimpulan dari pengujian yang sudah dilakukan. Pada
pengujian ini didapatkan hasil bahwa.
1. Cara mendesain yang baik dalam
mengembangkan sistem Elektronik dan
pengendalian atau pada bagian ini ECU adalah
dengan melihat kebutuhan dari sebuah
kendaraan itu sendiri. Seperti pada KLBS G-1
hanya menggunakan Atmega 16 sebagai
mikrokontroler. Kemudian untuk sensor
menggunakan potensiometer, limit swtich dan
sensor arus.
12
2. Untuk Sistem Pengendaliannya ketika
pengujian dilakukan yaitu dengan mencoba
Kontrol P, I, D maupun Kontrol PID hasil
yang terbaik dalam mengendalikan kecepatan
motor pada KLBS G-1 adalah Kontrol PID.
Terlihat bahwa kontroler PID mampu menjaga
konvergensi atas perubahan tersebut, sehingga
overshoot semakin mengecil dan steady-state
error juga semakin kecil.
5.2 Saran
Adapun saran yang bisa diberikan dalam
pengembangan perangkat keras ini lebih lanjut adalah
sebagai berikut :
1. Perlunya pengendali pada masing-masing motor
sehingga pergerakan pada saat KLBS G-1
berbelok dapat lebih nyaman dan aman.
2. Penyempurnaan bentuk kendaraan sehingga
kendaraan dapat digunakan pada berbagai
kondisi.
Dengan memanfaatkan pengereman dengan motor
bisa digunakan untuk meyimpan energi yang terbuang
dari hasil pengereman.
DAFTAR PUSTAKA
_________. (1999) Panasonic Solar Cell Technical
book, Panasonic Sales Companies and
Panasonic Agencies. U.S.A.
_________. (2002), Toyota Electronic Control
Transmission, Toyota Motor Sales, U.S.A.
_________. (2003), Sistem Penggerak Mobil Listrik
yang diterapkan pada MARLIP, LIPI,
Bandung.
Electricians Toolbox Etc (E.T.E.). Motor
Characteristics. 1997.
www.electoolbox.com/motorchar.htm.
Fush, A. (2009). Hybrid Vehicle. Buku Teks. Boca
Raton: CRC Press.
Masrah. (2001). Laporan teknis Sistem Penggerak
Mobil Listrik. Puslit telimek-LIP.
Rahardjo, A. (2008) Optimalisai Pemanfaatan Sel
Surya Pada Bangunan Komersial Secara
Terintegrasi Sebagai Bangunan Hemat Energi
, Seminar Sains dan Teknologi II,
Universitas Indonesia. Jakarta.
Rill, G . (2006), Vehicle Dynamic. Lecture Notes.
University of Alpplied Sciences Hochschule
fur.
Pitowarno, E. (2006). ROBOTIKA: Desain, Kontrol
dan Kecerdasan Buatan. Buku Teks.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Strong, Steven J. (2002) Solar Electric House, Solar
Design Associates, Inc. Harvard
Massachusetts.
Sutantra, N. (1999). Rancang Bangun Sistem Kemudi
4 Roda Multifungsi. Laporan Penelitian
Hibah Bersaing VII. DIKTI. Jakarta.
Sutantra, N. (2001). Teknologi Otomotif. Buku Teks.
Surabaya: Penerbit Guna Widya