Anda di halaman 1dari 29

HUBUNGAN PERILAKU VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN PATOLOGIS

PADA SISWI KELAS X-XI DI SMA 1 BATURADEN


TAHUN 2014

Outline Proposal
Mata kuliah : Metode Penelitian






NAMA : RINI ANITA
NIM : 121540123540109



STIKES HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Permasalah penelitian
a. Justifikasi masalah :
Daerah tropis yang panas sering membuat kita berkeringat. Keringat
membuat tubuh lembab, terutama pada organ seksual dan reproduksi yang
tertutup dan berlipat. Akibatnya bakteri mudah berkembang biak dan
ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap serta
infeksi. Salah satu gejala terjadinya infeksi adalah keputihan. Keputihan
(leukore atau flour albus) adalah cairan yang keluar dari vagina. Keputihan
sering dikaitkan dengan kadar keasaman daerah vagina, karna keputihan bisa
terjadi akibat PH vagina yang tidak seimbang.
b. Justifikasi tempat :
Penelitian ini dilakukan di SMA 1 Baturaden, dikarenakan tingginya
laporan siswi yang mengalami keputihan.
c. Data- data yang mendukung :
Jumlah wanita di dunia yang pernah mengalami keputihan sekitar 75%,
sedangkan wanita di Eropa sebesar 25%. Di Indonesia sebanyak 75% wanita
Indonesia pernah mengalami keputihan dan 45% diantaranya mengalami
keputihan yang berulang.
2. Alternatif Penyelesaian :
Remaja adalah generasi penerus suatu bangsa dan seharusnya dijaga
kesehatan fisik maupun rohani terlebih lagi pada kesehatan reproduksinya
sehingga mempunyai kualitas yang baik dalam bidang kesehatan reproduksi
terutama remaja putri. Agar tidak terjadi keputuhan remaja putri harus dikenalkan
sejak dini cara dalam merawat organ reproduksi, cara yang baik dalam
membersihkan organ reproduksi adalah dengan rutin melakukan vulva hygiene.
B. Rumusa Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan perilaku Vulva
Hygiene dengan keputihan patologis pada siswi kelas X-XI di SMA 1 Baturaden Tahun
2014.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum :
Untuk mengetahui hubungan perilaku Vulva Hygiene dengan keputihan patologis
pada siswi kelas X-XI di SMA 1 Baturaden Tahun 2014.
Tujuan khusus :
1. Untuk mengetahui perilaku Vulva Hygiene siswi kelas X-XI di SMA 1 Baturaden
Tahun 2014.
2. Untuk mengetahui angka kejadian keputihan patologis pada siswi kelas X-XI di
SMA 1 Baturaden Tahun 2014.
3. Untuk mengetahui hubungan perilaku Vulva Hygiene dengan keputihan patologis
pada siswi kelas X-XI di SMA 1 Baturaden Tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wacana tentang
keputihan patologis, sehingga diharapkan dapat mengubah perilaku kesehatan
dengan lebih optimal terutama dalam pelaksanaan Vulva Hygiene.


2. Praktis
a. Tempat penelitian
Bagi SMA 1 Baturaden setelah diketahui hubungan prilaku vulva
haygiene dengan keputihan patologis peneliti berharap pihak sekolah dapat
memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi kepada siswi secara
berkala dan menambah sumber bacaan tentang kesehatan reproduksi
khususnya keputihan dalam perpustakaan SMA 1 Baturaden
b. Institusi Pendidikan
Bagi STIKES Harapan Bangsa dapat digunakan sebagai bahaj bacaan
tambahan bagi perpustakaan untuk penelitian lebih lanjut tentang hubungan
perilaku vulva hygiene dengan kepputihan patologis pada remaja putri.
c. Peneliti
Bagi peneliti sebagai sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang
sudah di dapat selama pendidikan tentang kesehatan reproduksi teerutama
hubungan antara prilaku vulva hygiene dengan kepputihan patologis serta
menambah pengalaman dalam melakukan penelitian ilmiah.
d. Profesi
Dapat digunakan untuk menentukan kebijakan serta meningkatkan
pelayanan kesehatan remaja, dapat digunakan sebagai bahan untuk
penyuluhan remaja mengenai pentingnya prilaku vulva hygiene dengan
kejadian keputihan patologis.




E. Keaslian Penelitian
No Nama Judul
Jenis
Penelitian
Hasil
1 Prasetyowati
(2009)
Hubungan personal
hygiene dengan
kejadian keputihan
pada siswi SMU
Muhamadiah 1
Metro (2009)
Analitik
kualitatif
dengan
design
Cross
Sectional
Terdapat hubungan
antara personal
hygiene dengan
keputih
2 Nurmah (2010) Gambaran tingkat
pengetahuan remaja
putri tentang
keputihan fisiologis
dan keputihan
patologis serta sikap
dalam menangani
keputihan di
Madrasah Aliyah
Negri (MAN) 2
Mataram.
Deskriptif
dengan
design
cross
sectional
57,5% memiliki
tingkat
pengetahuan
cukup terhadap
keputihan
67,5% memiliki
sikap positif
terhadap
keputihan
3 Maghfiroh
(2010)
Hubungan
pengetahuan tentang
keputihan dan
penanganan
keputihan pada siswi
ppondok pesantren
Darul Hasanah
Kalikondang Demak
(2010)
Explanatory
Research
dengan
design
Cross
Sectional
Ada hubungan yang
bermakna antara
pengetahuan
keputihan dengan
penanganan
keputihan







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Perilaku
a. Definisi
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003 :
114). Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003:113),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Jadi yang dimaksud perilaku manusia pada
hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan sangat luas antara lain, berjalan, berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya (Notoatmodjo,
2007). Perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni :
1) Faktor-faktor Predisposing (predisposing faktor)
Faktor-faktor predisposing adalah faktor-faktor yang mempermudah
atau mempredisposisikan terjadinya perilaku seseorang. Faktor-faktor
ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
2) Faktor-faktor Pemungkin (enabling faktor)
Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan
atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini mencakup
ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi
masyarakat. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut juga
faktor pendukung. Misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat
pembuangan air, tempat pembuangan sampah,
dan sebagainya.
3) Faktor-faktor penguat (reinforcing faktor)
Faktor-faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang
mengetahui untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Faktor-
faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),
tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas
kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik
dari pusat maupun dari pemerintah daerah terkait dengan kesehatan.
Menurut Green dkk (1999) yang dikutip Gielen, dkk (2002), ada 6
langkah proses perubahan perilaku kesehatan yaitu :
a) Penilaian Sosial
Penilaian sosial menentukan persepsi orang akan kebutuhan
dan kualitas hidup mereka. Pada tahap ini ahli perencana memperluas
pemahaman mereka pada masyarakat dimana mereka bekerja dengan
beragam data, tindakan terpadu. Penilaian sosial penting untuk
berbagai alasan yaitu pengaruh antara kesehatan dan kualitas hidup
yang saling berpengaruh timbal balik dengan pengaruh masing-
masing.
b) Penilaian Epidemiologi
Penilaian epidemiologi membantu menetapkan permasalahan
kesehatan yang terpenting dalam suatu masyarakat. Penilaian ini
dihubungkan dengan kualitas hidup dari masyarakat, juga sumber
daya yang terbatas sebagai permasalahan kesehatan yang meluas di
masyarakat.
c) Penilaian Perilaku dan Lingkungan
Penilaian perilaku dan lingkungan merupakan faktor-faktor
yang memberi konstribusi kepada masalah kesehatan. Dimana
faktor perilaku merupakan gaya hidup perorangan yang beresiko
memberikan dukungan kepada kejadian dan kesulitan masalah
kesehatan. Sedangkan faktor lingkungan merupakan semua faktor-
faktor sosial dan fisiologis luar kepada seseorang, sering tidak
mencapai titik kontrol perorangan, yang dapat dimodifikasi untuk
mendukung perilaku atau memengaruhi hasil kesehatan.
d) Mengidentifikasi faktor yang mendahului dan yang dikuatkan
yang harus ditempatkan untuk memulai dan menopang proses
perubahan. Faktor ini diklasifikasikan sebagai pengaruh, penguat
dan pemungkin dan secara bersama-sama memengaruhi
kemungkinan perubahan perilaku dan lingkungan.
e) Penilaian Administrasi dan Kebijakan
Merancang intervensi yang strategis dan rencana akhir untuk
implementasi. yaitu, administrasi dan kebijakan. Tujuannya adalah
untuk mengidentifikasikan kebijakan, sumber-sumber dan keadaan
umum yang berlaku dalam konteks program diorganisasi yang dapat
menfasilitasi atau menghalangi program implementasi.
f) Implementasi dan Evaluasi
Dalam langkah ini program kesehatan siap untuk dilaksanakan
untuk mengevaluasi proses, dampak dan hasil dari program, final dari
tiga langkah dalam model perencanaan precede-proceed, secara
halus, proses evaluasi menentukan tingkat tertentu dari program yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Penilaian yang berpengaruh
kuat berubah pada predisposing, reinforcing dan enabling faktor
sebaik dalam perilaku dan faktor lingkungan.
b. Domain Perilaku
Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi
perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan
tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan
ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan
atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah
kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectife domain), dan ranah
psikomotor (psicomotor domain).
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk
kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :
1) Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah
yang dihadapi.
Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang :
a) Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya
intelegensia, minat, kondisi fisik.
b) Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga,
masyarakat, sarana.
c) Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya
strategi dan metode dalam pembelajaran.
Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu :
a) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap
suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b) Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar.
c) Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
d) Analisis
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam
suatu struktur organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain.
e) Sintesa
Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan baru.
f) Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melaksanakan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi /
objek.


2) Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954)
menjelaskan bahwa sikap
mempunyai tiga komponen pokok :
a) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
c. Determinan Perilaku
Menurut Spranger membagi kepribadian manusia menjadi 6 macam
nilai kebudayaan. Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai
budaya yang dominan pada diri orang tersebut. Secara rinci perilaku manusia
sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti
pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan
sebagainya.
Namun demikian realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala
kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah pengalaman,
keyakinan, sarana/fasilitas, sosial budaya dan sebagainya.
d. Perilaku Kesehatan
Adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dan
lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap tentang
kesehatannya serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. Menurut
L.W. Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan
non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu :
1) Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), adalah faktor yang
terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi
demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan
keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut.
2) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor pendukung
yang terwujud dalam lingkungan fisik, yang termasuk di dalamnya
adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana,
transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan sebagainya.
3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor
yang meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan,
termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari
pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
2. Remaja
a. Definisi Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia.
Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan
perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada
umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun
(Notoatdmojo, 2007).
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai
saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara us ia 11 atau 12 tahun sampai
dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.
b. Tahap tahap Perkembangan Remaja
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap
perkembangan remaja:
1) Remaja awal (early adolescent)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan
dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka
mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis,
dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja
oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-
lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego
menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti
orang dewasa.

2) Remaja madya (middle adolescent)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia
senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan
narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman
yang sama dengan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi
kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak
peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau
materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari
oedipus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-
anak) dengan mempererat hubungan dengan kawan - kawan.


3) Remaja akhir (late adolescent)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan
ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu:
a) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang
lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru.
c) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri
dengan orang lain. Tumbuh dinding yang memisahkan diri
pribadinya (private self) dan masyarakat umum (Sarwono,
2010).
Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu untuk
mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri
perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap yaitu:
1) Masa remaja awal (10-12 tahun)
a) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
b) Tampak dan merasa ingin bebas.
c) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan
tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).
2) Masa remaja tengah (13-15 tahun)
a) Tampak dan ingin mencari identitas diri.
b) Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.
c) Timbul perasaan cinta yang mendalam.

3) Masa remaja akhir (16-19 tahun)
a) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.
b) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.
c) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.
d) Dapat mewujudkan perasaan cinta.
e) Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.
(Widyastuti dkk, 2009).
c. Tugas tugas Perkembangan Remaja
Terdapat perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya
meninggalkan
sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai kemampuan bersikap dan
berperilaku dewasa.
Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan
perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan
pencapaian fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam
melaksanakan tugas-tugas perkembangannya itu dengan baik. Agar dapat
memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan, diperlukan kemampuan
kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan
kognitifnya (Ali dan Asrori, 2009)
d. Perubahan Fisik Pada Remaja
1) Tanda seks primer
Sebagai tanda bahwa fungsi organ reproduksi sudah matang pada pria
lazimnya terjadi mimpi basah. Sedangkan pada wanita adalah dengan
datangnya haid.

2) Tanda seks sekunder
Tanda-tanda seks sekunder merupakan tanda-tanda umum yang
membedakan pria dan wanita. Pada wanita bisa ditandai antara lain:
pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota badan menjadi
panjang), pertumbuhan payudara, tumbuh bulu yang halus dan lurus
berwarna gelap dikemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian badan
setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi keriting, haid, dan tumbuh bulu-
bulu ketiak.
Pada laki-laki bisa ditandai dengan pertumbuhan tulang-tulang,
tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal
perubahan suara, bulu kemaluan menjadi keriting, tumbuh rambut-rambut
halus diwajah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, rambut-rambut
diwajah bertambah tebal dan gelap, tumbuh bulu didada (Sarwono, 2010)
3. Vulva Hygiene
a. Definisi vulva hygiene
Kata hygine berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu untuk membentuk
dan manjaga kesehatan. Definisi lain menyebutkan bahwa hygiene adalah segala
usaha untuk memelihara dan menpertinggi derajat kesehatan.
Sedangkan vulva adalah organ reproduksi bagian luar wanita, yang berbantuk
lonjong dengan ukuran panjang dari muka kebelakang dan dibatasi dimuka oleh
klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil, dan di belakang oleh perinium,
embriologik sesuai dengan sinus urogenitalis. Di vulva 1-1,5 cm dibawah klitoris
ditemukan orifisium uretra eksternum (llubang kemih) berbentuk membujur 4-5
mm dan tidak jarang sukar ditemukan kerena tertutup oleh lipatan lipatan
vagina. Tidak jauh dari llubang kemih dikiri dan di kanan bawahnya dapat dilihat
dua ostia skene. Saluran skene analog dengan kelenjar prostat pada kaki. Kelenjar
bartolini, kelenjar ini dengan ukuran diameter lebuh kurang 1 cm terletak dibawah
otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang 1,5 2 cm yang
bermuara di vulva, tidak jauh dari fosa navikuler. Pada coitus kelenjar bartolini
mengeluarkan getah bening.
Jadi vulva hygiene adalah suatu tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan
organ eksternal genetalia wanita.
b. Tujuan melakukan vulva hygiene
Menurut Hidayat (2009), tujuan dilakukannya vulva hygiene adalah untuk
mencegah terjadinya infeksi pada vulva dan menjaga kebersihan vulva dan untuk
menjaga kebersihan perineum.
c. Cara vulva hygiene
1) Menjaga kebersihan usahakan agar vagina kering dan tidak lembap, karena
keadaan basah mudah terjangkit infeksi yang berasal dari luar.
2) Cara menyeka yang benar adalah dari arah depan kebelakang, agar bibit
penyakit yang kemungkinan bersarang di anus tidak terbawa ke vagina
yang dapat menimbulkan infeksi peradangan dan gatal-gatal.
3) Memakai pakaian dalam yang berbahan katn agar keringat lebih mudah
terserap.
4) Larangan menggunakan alat pembersih kimiawi tertentu karena dapat
merusak kadar keasaman vagina yang berfungsi menyebabkan bakteri atau
kuman masuk.
5) Ganti pembalut wanita yang bersih setiap 4-6 jam. posisikan pembalut
dengan baik sehingga tidak bergeser.
6) Menghindari pemakaian celana dalam yang ketat
7) Secara teratur membasuh bagian antara vulva dengan hati-hati dengan
membilas dengan air hangat /cairan antiseptik pada daerah perineum
setelah setiap buang air kecil, buang air besar, dan ketika mandi.
Keringkan dengan kain pembalut atau handuk dengan cara ditepuk-tepuk,
dan dari arah depan ke belakang.
d. Manfaat vulva hygine
Alat reproduksi merupakan salah satu organ tubuh yang sensitif dan
memerlukan perawatan khusus. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan
faktor penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi. Manfaat perawatan
vulva dan vagina, antara lain:
1) Menjaga vulva dan daerah sekitar agar tetap bersih
2) Mencegah infeksi
3) Memberikan rasa nyaman pada ibu
Peranan vulva hygiene yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan,
hal berikut:
1) Infeksi: kondisi alat genitelia yang terkena lochea dan menjadi lembab akan
sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan
timbulnya infeksi pada alat genitelia.
2) Komplikasi : munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada
saluran kencin atau pada saluran kandung kemih ataupun jalan lahir yang
dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih
maupun infeksi pada jalan lahir.
3) Kematian ibu postpartum : penanganan komplikasi yang lambat dapat
menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post partum, mengingat kondisi
fisik ibu post partum yang rentan terhadap infeksi.
4. Keputihan
a. Definisi Keputihan
Keputihan (leukorea/flouralbus/vaginal discharge) adalah pengeluaran
cairan dari alat genital yang tidak berupa darah. Cairan ini dalam keadaan normal
tidak sampai keluar. Keputihan yang berbahaya adalah keputihan yang tidak
normal/patologis (Blankast dalam Suparyanto, 2011).
Keputihan (Leukorea, white discharge, flour albus) adalah keluarnya cairan
dari vagina. Cairan yang keluar merupakan pelumas alami yang membuat
jaringan tetap lembab dan bebas infeksi.
Jadi dapat disimpulkan keputihan adalah keluarnya secret dari vagina yang
dapat bervariasi dalam konsistensi, warna, dan bau berfungsi sebagai pelicin,
pelembab, dan pertahanan dari infeksi. Keputihan dapat bersifat fisiologis
(normal) maupun bersifat patologis (tidak normal).
b. Klasifikasi Keputihan
1) Keputihan yang fisiologis
Keputihan yang fisiologis adalah cairan jernih,tidak berbau dan
tidak gatal. Keputihan fisiologis cairan jernih yang mengandung banyak
epitel dengan leukosit yang jarang (Sibagariang E., 2010). Keputihan
fisiologis muncul pada saat ovulasi, rangsangan seksual, menjelang
dan sesudah haid, atau pengaruh hormon (Manuaba, 2009).
2) Keputihan patologis
Keputihan patologis merupakan cairan eksudat dan cairan ini
mengandung banyak leukosit. Eksudat yang terjadi karena adanya luka,
cairan yang muncul bewarna, jumlahnya berlebihan, berbau tidak sedap,
terasa gatal atau panas dan menyebabkan luka didaerah mulut vagina.
Keputihan patologis muncul karena infeksi vagina, keganasan reproduksi,
bisa juga karena benda asing dalam vagina (Manuaba, 2009).
c. Penyebab Keputihan
Keputihan bisa karena banyak hal. Benda asing, luka pada vagina, kotoran
dari lingkungan, air tak bersih, pemakaian tampon atau panty liner
berkesinambungan. Semua ini potensial membawa jamur, bakteri, virus, dan
parasit:
1) Jamur Candida
Warnanya putih susu, kental, berbau agak keras, disertai rasa gatal
pada vagina. Akibatnya, mulut vagina menjadi kemerahan dan meradang.
Biasanya, kehamilan, penyakit kencing manis, pemakaian pil KB, dan
rendahnya daya tahan tubuh menjadi pemicu. Bayi yang baru lahir juga
bisa tertular keputihan akibat Candida karena saat persalinan tanpa sengaja
menelan cairan ibunya yang menderita penyakit tersebut.
2) Parasit Trichomonas Vaginalis
Ditularkan lewat hubungan seks, perlengkapan mandi, atau bibir
kloset. Cairan keputihan sangat kental, berbuih, berwarna kuning atau
kehijauan dengan bau anyir. Keputihan karena parasit tidak menyebabkan
gatal, tapi liang vagina nyeri bila ditekan.
3) Kuman (bakteri)
Bakteri Gardnella-Infeksi ini menyebabkan rasa gatal dan
mengganggu. Warna cairan keabuan, berair, berbuih, dan berbau amis.
Juga menyebabkan peradangan vagina tak spesifik. Biasanya mengisi
penuh sel-sel epitel vagina berbentuk khas clue cell. Menghasilkan asam
amino yang akan diubah Menjadi senyawa amin bau amis, berwarna
keabu-abuan.
Beberapa jenis bakteri lain juga memicu munculnya penyakit
kelamin. Gonococcus, atau lebih dikenal dengan nama GO. Warnanya
kekuningan, yang sebetulnya merupakan nanah yang terdiri dari sel darah
putih yang mengandung kuman Neisseria gonorrhoea. Kuman ini mudah
mati setelah terkena sabun, alkohol, deterjen, dan sinar matahari. Cara
penularannya melalui senggama.
4) Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan penyakit kelamin,
seperti condyloma, herpes, HIV/AIDS. Condyloma ditandai tumbuhnya
kutil-kutil yang sangat banyak disertai cairan berbau. Ini sering pula
menjangkiti wanita hamil. Sedang virus herpes ditularkan lewat hubungan
badan. Bentuknya seperti luka melepuh, terdapat di sekeliling liang vagina,
mengeluarkan cairan gatal, dan terasa panas. Gejala keputihan akibat virus
juga bisa menjadi faktor pemicu kanker rahim.
Hal lain yang juga dapat menyebabkan keputihan antara lain : pemakaian
tampon vagina, celana dalam terlalu ketat, alat kontrasepsi, rambut yang tak
sengaja masuk ke vagina, pemakaian antibiotika yang terlalu lama dan lain-lain.
5. Hubungan perilaku vulva hygiene dengan keputihan
Oragan intim wanita, seperti vagina sangat sensitif dengan kondisi lingkungan.
Karena letaknya tersembunyi dan tertutup, vagina memerlukan suasana kering.
Kondisi lembab akan mengundang perkembangbiakan jamur dan patogen. Ini adalah
salah satu penyebab keputihan. Jadi sangat penting untuk menjaga hygiene pada
daerah kewanitaan agar terhindar dari gangguan masalah sistem reproduksi seperti
keputihan.
Keputihan sering dikaitkan dengan kadar keasaman daerah vagina, karena
keputihan bisa terjadi akibat pH vagina yang tidak seimbang. Kadar keasaman vagina
dipengaruhi oleh dua hal yaitu, faktor intern dan ekstern. Faktor intern antaralain
disebabkan oleh pil kontrasepsi yang mengandung homo estrogen, IUD yang bisa
menyebabkan bakteri, trauma akibat pembedahan, terlalu lama menggunakan
kortikosteroid dan obat imunosupresan pada penderita asma, kanker atau HIV positif.
Sedangkan faktor ekstern antara lain, kurangnya vulva hygiene, kehamilan dan
diabetes melitus, pakaian dalam yang ketat, hubungan seks dengan pria yang
membawa bakteri neiserria gonorhoea dan WC umum yang tercemari bakteri
Chlamydia














B. Contoh : kerangka teori
Kerangaka teori suatu kerangka yang berhubungan dengan abstrak atau
kenyataan yang disusun berdasarkan suatu tema atau topik, (Notoatmodjo, 2005).
Dapat digambarkan sebagai berikut :

Faktor pembentukan prilaku :
Pengetahuan
Sikap
tindakan















C. Contoh : Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat


perilaku Vulva hygiene
baik cukup
kurang
Kondisi organ reproduksi baik
Adanya kelembaban
dalam organ reproduksi
Adanya kelembaban
dalam organ reproduksi
Pertumbuhan jamur dan
bakteri
Keputihan patologis
Tindakan memelihara
kebersihan dan kesehatan
organ eksternal genetalia
wanita.
Perilaku Vulva
Hygiene
Keputihan
Patologis


Keterangan
= variabel yang diteliti
= Arah hubungan














BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini adalah deskriptif Korelational yaitu mengkaji hubungan antara
variabel variabel bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara
variabel. Pada penelitian ini, mengambarkan hubungan antara variabel perilaku vulva
hygiene dengan variabel keputihan patologis.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional yaitu
mempelajari dinamika korelasi antara faktor- faktor resiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat ( point time
approch).
B. LOKASI PENELITIAN

C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi
dalam penelitian dapt berupa manusia, hewan, tumbuhan dan lain-lain. Populasi
dalam penelitian ini adalah semua siswi kelas X-XI SMA 1 Baturaden 551 siswi
yang terdiri dari kelas X sebanyak 302 siswi dan kelas XI sebanyak 249 siswi.
2. Sampel
a. Defenisi sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi. Menurut Arikunto (2006), untuk jumlah subjek kurang dari 100
sebaiknya diambil secra keseluruhan sehingga penelitian merupakan
penelitian populasi. Sedangkan untuk subjek dalam jumlah besar cukup
diambil 10-15% atau 20-25%.
b. Jumlah sampel
Penelitian ini menggunakan sampel 10% dari populasi 551 siswi adalah
sebanyak 55 responden yang terdiri dari 31 responden dari kelas X dan 24
responden dari kelas
D. VARIABEL PENELITIAN
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap
sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Soeparto, 2000 dalam Nursalam, 2008).
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel independen
Variabel independen (bebas) adalah variabel yang nilainya menentukan
variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel independen dalam penelitian ini adalah
perilaku Vulva Hygiene
2. Variabel dependen
Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh
variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
keputihan patologis






E. DEFINISI OPERASIONAL
NO Variabel /Sub
Variabel
Keterangan Cara mengukur Skala
1 Perilaku Vulva
Hygiene
Tindakan yang
dilakukan responden
untuk menjaga
kebersihan daerah
organ kewanitaan
(vulva)
kuesioner Ordina l
2 Keputihan
patologis
Responden yang
mengalami keputihan
diluar siklus
menstruasi da
menimbulkan rasa
gatal
kuesioner Nominal

F. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian diartikan sebagai alat bantu yang merupakan sasaran yang
dapat diwujudkan dalam benda, misalnya angket (questionnaire), daftar cocok
(checklist) atau pedoman wawancara (interview guide atau interview schedule),
lembar pengamatan atau panduan pengamatan (observation sheet atau observation
schedule) soal tes, dan lain sebagainya (Arikunto, 2009). Instrumen yang digunakan
dalam penelitian adalah dengan menggunakan Kuesionar untuk mengetahui perilaku
vulva hygiene dan kejadian keputihan.

G. CARA PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilaksanakan berdasarkan cara dan alat pengumpulan data
(Notoatmodjo, 2010). Adapun alur pengumpulan data pada penelitian ini, yaitu
dimulai dengan permohonan surat izin ke STIKes Harapan Bangsa Purwokerto
kemudian pengajuan izin pada tempat penelitian. Data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu data primer yang didapat langsung dari responden dan data
sekunder yang diperoleh dari pihak lain.
H. CARA ANALISIS DATA
1. PENGOLAHAN DATA
2. ANALISIS DATA
I. TAHAPAN PENELITIAN
J. ETIKA PENELITIAN
1. Lembar persetujuan responden

Anda mungkin juga menyukai