Anda di halaman 1dari 90

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan
sumber daya alam perikanan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk kesejahteraan manusia dengan mengoptimalisasikan dan
memelihara produktivitas sumber daya perikanan dan kelestarian lingkungan.
Salah satu komoditas perikanan Indonesia yang sampai sekarang masih menjadi
primadona adalah udang. Udang merupakan salah satru sumber daya hayati laut
yang tersedia hampir di seluruh perairan Indonesia dan merupakan salah satu
komoditas ekspor andalan dari sub sector perikanan. Setiap tahunnya,terjadi
peningkatan pangsa pasar ekspor udang ke Negara-negara tujuan ekspor seperti
Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (Departemen Pertanian 1999).
Udang merupakan komoditi ekspor hasil perikanan terbesar Indonesia di
atas komoditas ikan tuna yang menempati urutan kedua. Dilihat dari data volume
ekspor udang Indonesia ke mancanegara dari bulan Januari sampai dengan
November pada tahun 2008 mencapai 158.000 ton sedangkan volume ekspor ikan
tuna hanya mencapai 111.000 ton. Volume ekspor udang ini meningkat
dibandingkan pada tahun 2007 yang hanya mencapai 154.747 ton (DJP2HP
2009). Sebagai komoditi perdagangan ekspor maka udang senantiasa dituntut
memiliki mutu yang prima. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem jaminan,
pengendalian dan pengawasan mutu hasil perikanan.
Kendala yang sering muncul pada berbagai perusahaan pengolahan udang
adalah kekurangan bahan baku udang, kesalahan label produk, adanya embargo
oleh importir karena teridentifikasinya senyawa antibiotik, masalah sanitasi dan
lain sebagainya. Maka untuk mengantisipasi masalah tersebut perusahaan
pengolahan udang diwajibkan melakukan kebijakan dalam penerapan program
manajemen mutu terpadu yang berkonsepsi pada prinsip Hazard Analysis Critical
Control point (HACCP). HACCP merupakan merupakan manejemen khusus
untuk bahan makanan termasuk hasil perikanan yang didasari pada pendekatan
sistematika untuk megantisipasi kemungkinan terjadinya bahaya (Hazard) selama
proses produksi serta menentukan titik kritis yang harus dilaksanakan pengawasan
2

secara ketat. Tujuan utama menerapkan HACCP adalah memberikan jaminan
mutu meningkakan mutu produk, meminimalkan kecacatan produk dan keluhan
konsumen serta memberikan efisiensi jaminan mutu. Keuntungan lain dari
penerapan HACCP adalah penggunaan sumberdaya secara lebih baik dan
pemecahan masalah lebih tepat (Mayes 2001).
Sistem HACCP dikenal secara luas oleh industri pangan sebagai suatu
tindakan pengendalian terhadap risiko bahaya yang dapat memberikan efek
merugikan terhadap keamanan pangan (Asian Productivity Organization 2005).
Hal ini berbeda dengan cara sebelumnya bahwa sistem pengendalian mutu
dilakukan hanya dengan pengawasan aspek-aspek keamanan pangan pada produk
akhir, dengan demikian apabila ditemukan ketidakamanan pada produk akhir,
baru dilakukan suatu tindakan koreksi. Hal ini merupakan tindakan yang kurang
efektif karena prasyarat yang mendasar dalam pengendalian risiko bahaya seperti
prasyarat kelayakan dasar yang terdiri atas cara penanganan dan pengolahan
produk yang baik dan benar (Good Manufacturing Practices GMP) serta
persyaratan sanitasi dan higiene (Sanitation Standard Operating Procedures
SSOP), tidak dievaluasi terkait dengan ketidakamanan produk sepanjang rantai
produksi. Pada sistem HACCP ditekankan tindakan pencegahan pada setiap
tahapan produksi terhadap terjadinya risiko bahaya yang akan mengakibatkan
ketidakamanan produk udang beku (Mayes 2001).
1.2 Tujuan
Tujuan dan manfaat dari pelaksanaan praktik lapang ini adalah untuk
menambah pengetahuan, pengalaman dan meningkatkan keterampilan mahasiswa
di bidang pengolahan hasil perikanan. Sedangkan tujuan khususnya adalah:
1. Mengetahui keadaan umum perusahaan pembekuan udang di PT Misaja
Mitra, Pati-Jawa Tengah.
2. Menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan mahasiswa dalam
bidang penanganan dan pengolahan hasil perikanan khususnya pembekuan
udang
3. Mempelajari sistem HACCP yang diterapkan pada perusahaan pembekuan
udang khususnya produk peeled beku.
3

4. Mengetahui cara-cara penerapan HACCP secara keseluruhan yang
diterapkan di PT Misaja Mitra, Pati-Jawa Tengah.
1.3 Metodologi
1.3.1 Waktu dan tempat pelaksanan praktik lapang
Waktu pelaksanaan praktik lapang dimulai tanggal 27 Juli 2009 sampai
tanggal 20 Agustus 2009, bertempat di PT Misaja Mitra Pati, yang bertempat di
Jalan Raya Pati Tayu Km.18, Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso Pati - Jawa
Tengah.
1.3.2 Metode pengumpulan data
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan praktik lapang ini adalah
pengumpulan data primer dan data sekunder.
1. Pengumpulan data primer meliputi :
a. Observasi, yaitu pengamatan langsung kegiatan di pabrik.
b. Mengamati dan melakukan kegiatan proses produksi mulai dari
penerimaan bahan baku sampai pada proses pengemasan.
c. Wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung
dengan kegiatan pengolahan pembekuan udang.
d. Mengevaluasi dan mempelajari penerapan HACCP yang diterapkan.
2. Pengumpulan data sekunder :
a. Pengumpulan data dan informasi hasil produksi dan kegiatan lainnya dari
pihak atau instansi setempat mengenai keadaan perusahaan.
b. Melakukan studi literatur yaitu mengumpulkan informasi yang berkaitan
dengan praktik lapang.





4

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Udang (Penaeus sp)
Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki
aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Proses pembekuan udang
merupakan salah satu cara pengawetan makanan karena dengan menurunkan suhu
maka pertumbuhan mikroorganisme dapat terhambat, mencegah reaksi kimia dan
aktivitas enzim. Tujuan pembekuan udang adalah mempertahankan sifat-sifat
mutu tinggi pada udang dengan teknik penarikan panas secara efektif dari udang
agar suhu udang turun sampai suhu rendah yang stabil dan mengawetkan udang
(Ilyas 1993). Menurut Suwignyo (1989), udang diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda
Sub Phylum : Mandibulata
Class : Crustaceae
Sub class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Natantia
Famili : Penaidae
Genus : Penaeus
Species : Penaeus sp

Gambar 1. Morfologi udang (Penaeus sp)
(Sumber : http://tbn1.google.com)
Secara morfologi, udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala yang
menyatu dengan dada (cephalothorax) dan bagian badan (abdomen) yang terdapat
ekor di belakangnya. Udang memiliki tubuh yang beruas-ruas dan seluruh bagian
tubuhnya tertutup kulit khitin yang tebal dan keras. Bagian kepala beratnya lebih
5

kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit 17-
23% (Purwaningsih 1995).
Ordo Decapoda umumnya hidup di laut, beberapa di air tawar dan sedikit
di darat. udang yang banyak terdapat di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis
tinggi antara lain udang windu (Penaeus monodon), udang putih (Penaeus
marguiensis) dan udang dogol (Metapenaeus monoceros). Sedangkan udang air
tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain udang galah
(Macrobranchium rosenbergii), udang kipas (Panulirus sp) dan udang karang
(Lobster) (Permana 2007).
2.2 Komposisi Kimia Udang
Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki
aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya
lebih kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit
17-23% (Anonim 2007). Komposisi kimia udang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia udang
No Komposisi kimia Jumlah
1 Kadar air (%) 78
2 Kadar abu (%) 3,1
3 Lemak (%) 1,3
4 Karbohidrat (%) 0,4
5 Protein (%) 16,72
6 Kalsium (Mg) 161
7 Fosfor (Mg) 292
8 Besi (Mg) 2,2
9 Natrium (Mg) 418
Sumber: USDA (2003)
Selain itu daging udang juga mempunyai asam amino esensial yang
penting bagi manusia, dimana asam amino tirosin, triptofan dan sistein lebih
tinggi dibandingkan hewan darat. Hal ini disebabkan tingginya protein pada udang
6

dengan 18 jenis asam amino yang terkandung didalamnya. Komposisi protein dan
asam amino esensial yang terdapat pada udang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi protein dan asam amino esensial pada udang.
Komposisi Satuan Konsentrasi
Protein :
- Mioplasma
- Miofibril
- Miostroma
Asam amino esensial :
- Isoleusin
- Leusin
- Lisin
- Metionin
- Sistein
- Fenilalanin
- Tirosin
- Treonin
- Triptofan
- Valin

%
%
%

g/100 g
g/100 g
g/100 g
g/100 g
g/100 g
g/100 g
g/100 g
g/100 g
g/100 g
g/100 g

32
59
5

0,985
1,612
1,768
0,572
0,228
0,858
0,676
0,822
0,283
0,956
Sumber : USDA (2003)
2.3 Persyaratan Mutu Udang
Udang sebagai salah satu produk perikanan yang memilliki sifat mudah
busuk (highly perishable), maka penanganan yang baik mutlak diperlukan agar
mutu udang tetap segar pada saat dikonsumsi. Mutu udang terutama ditentukan
oleh keadaan fisik dan organoleptik (rupa, warna, bau, rasa dan tekstur) dari
udang tersebut. Kemudian, ukuran dan keseragaman udang juga dapat
menentukan tingkat mutunya. Oleh karena itu, tidak boleh ada cacat, rusak atau
defect yang akan mengurangi nilai dari mutu udang (Hadiwiyoto 1993). Standar
syarat mutu dan keamanan pangan udang beku dapat dilihat pada Tabel 3.


7

Tabel 3. Standar syarat mutu dan keamanan pangan udang beku
Jenis Uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik angka (1-9) minimal 7
b. Cemaran mikroba:
ALT

koloni/g


maksimal 5,0 x 10
5
Escherichia coli APM/g maksimal < 2
Salmonella APM/25g Negative
Vibrio cholera APM/25g Negative
Vibrio
parahaemolyticus
(kanagawa positif)*
APM/g

maksimal < 3
c. Cemaran kimia*:
Kloramfenikol Ppb maksimal 0
Nitrofuran Ppb maksimal 0
Tetrasiklin Ppb maksimal 100
d. Fisika:
Suhu pusat, maks. C maksimal -18
e. Filth Jenis/jumlah maksimal 0
*: Bila diperlukan
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2007)
Udang yang digunakan dalam industri pengolahan hanyalah udang yang
memiliki mutu segar. Penilaian mutu udang dapat dilihat secara organoleptik
(visual). Mutu udang sebagai bahan baku akan mempengaruhi produk akhir.
Udang yang memiliki kesegaran yang baik akan menghasilkan produk akhir yang
baik pula atau sebaliknya. Berdasarkan kesegarannya, udang dapat dibedakan
menjadi empat kelas mutu, yaitu (Hadiwiyoto 1993):
a. Udang yang mempunyai mutu prima (prime) atau baik sekali, yaitu udang-
udang yang benar-benar masih segar, belum ada perubahan warna, transparan
dan tidak ada kotoran atau noda-nodanya.
b. Udang yang mempunyai mutu baik (fancy). Udang ini mutunya dibawah
prima, ditandai dengan adanya kulit udang yang sudah tampak pecah-pecah
atau retak-retak, tubuh udang lunak tetapi warnanya masih baik dan tidak
terdapat kotoran atau noda-nodanya.
c. Udang bermutu sedang (medium, black dan spot). Pecah-pecah pada kulit
udang lebih banyak daripada udang yang bermutu baik. Udang sudah tidak
8

utuh lagi, kakinya patah, ekornya hilang atau sebagian tubuhnya putus. Daging
udang sudah tidak lentur lagi, pada permukaan tubuhnya sudah tampak banyak
noda berwarna hitam atau merah gelap.
d. Udang yang bermutu rendah (jelek dan rusak). Kulit udang banyak yang pecah
atau mengelupas, ruas-ruas tubuh sudah banyak yang putus dan udang sudah
tidak utuh lagi.
2.4 Kemunduran Mutu Udang
Proses kemunduran mutu udang dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang
berasal dari badan udang itu sendiri dan faktor lingkungan. Penurunan mutu ini
terjadi secara autolisis, bakteriologis dan oksidatif.
Kemunduran mutu udang sangat berhubungan dengan komposisi kimia
dan susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan
yang mudah bususk bila dibandingkan dengan ikan. Oleh karena itu, penanganan
udang segar memerlukan perhatian dan perlakuan yang cermat. Susunan tubuh
udang mempunyai hubungan erat dengan masa simpannya. Bagian kepala
merupakan bagian yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan karena bagian
kepala mengandung enzim pencernaan dan bakteri pembusuk (Purwaningsih
1995).
Kerusakan biokimia disebabkan oleh kerusakan enzim yang ada dalam
tubuh udang. Enzim tersebut menguraikan atau membongkar senyawa-senyawa
makromolekul dan mudah menguap sehingga timbul bau busuk atau tidak sedap
(Hadiwiyoto 1993).
Kerusakan mikrobiologis dipacu oleh pertumbuhan mikroba yang terdapat
dalam tubuh dan permukaan udang, setelah udang mati pertahanan tubuhnya
berkurang sehingga mikroba dapat menyerang daging udang.
Pengaruh lingkungan seperti sinar matahari dan suhu dapat menjadi
penyebab utama kerusakan fisik. Penigkatan suhu dapat mempercepat proses
oksidasi dan tekstur udang menjadi lunak (Hadiwiyoto 1993).
Sebagai salah satu jenis bahan makanan yang terhitung mudah sekali
mengalami kemunduran mutu, maka penanganan udang memerlukan perhatian
yang menyeluruh dan perlakuan yang cermat. Dari segi kemunduran mutu ada
atau tidaknya kepala mempengaruhi daya simpan udang segar karena bagian
9

kepala terdapat insang dan isi perut yang merupakan salah satu sumber bakteri
pembusuk dan enzim-enzim pencernaan (Moeljanto 1992).
Salah satu cara untuk menghambat proses penurunan mutu udang segar
adalah dengan pembekuan yang merupakan cara yang paling baik untuk
penyimpanan jangka panjang. Apabila cara pengolahan dan pembekuan dilakukan
dengan baik dan bahan mentahnya masih segar, maka dapat dihasilkan udang
beku yang bila dicairkan mendekati sifat-sifat udang segar (Moeljanto 1992).
2.4.1 Aktivitas enzimatis
Penurunan mutu adalah suatu proses autolisis yang terkadi karena kegiatan
enzim dalam tubuh udang dan tidak terkendali sehingga senyawa pada jaringan
tubuh yang tekah mati terurai secara kimia (Purwaningsih 1995).
Seperti diketahui bahwa enzim pada udang berfungsi antara lain
menguraikan protein, karbohidrat dan lemak menjadi energy atau disimpan
sebagai cadangan makanan, tetapi setelah udang mati enzim masih terus
menguraikan jaringan tubuh, sementara pemasukan makanan dari luar terhenti,
akibatnya jaringan tubuh menjadi lembek. Selain itu, terjadi pula penguraian
protein menjadi asam amino dan perubahan-perubahan terhadap komponen flavor,
warna (diskolorasi) dari warna asli mejadi warna coklat atau hitam (black spot)
yang disebabkan oleh reaksi enzimatis.
2.4.2 Oksidasi
Kecepatan oksidasi lemak dapat diperlambat dengan penurunan suhu.
Melindungi produk agar tidak berhubungan dengan udara (dibungkus), dengan
pembunuhan antioksidan, mencegah kontak antara produk dengan logam-logam
berat lainnya (Ilyas 1983 dalam Irwanto 2002).
2.4.3 Aktivitas mikroorganisme
Proses penurunan mutu secara mokrobiologis adalah suatu proses
penurunan mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari
selaput lender, insang dan saluran pencernaan (Purwaningsih 1995).
Aktivitas bakteri dimulai setelah udang mati namun demikian kegiatannya
masih terbatas karena kondisi jaringan tubuh udang (pH dan suhu) yang belum
sesuai untuk aktivitas dan perkembangannya. Aktivitas perkembangbiakan baru
berlangsung setelah terjadi kelembekan pada daging akibat kerja enzim (proses
10

autolysis). Serangan bakteri pada udang terutama tertuju pada beberapa tempat
yang merupakan sumber pembusukan yaitu selaput lender dan kulit, isi perut yang
terletak di kepala, insang, dan kaki yang terdapat pada bagian kepala.
2.4.4 Dehidrasi
Produk udang beku akan mengalami proses dehidrasi (kekeringan) karena
adanya perpindahan panas yang membawa uap air dari produk kearah evaporator,
sehingga produk menjadi kering dan berwarna coklat. Cara mengatasinya adalah
dengan proses glazing dan pengemasan yang benar. Dengan diketahuinya
penyebab penurunan mutu pada udang beku, diharapkan penanganan terhadap
produk beku dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga tujuan dari pembekuan
itu sendiri akan tercapai.
2.5 Proses Pembekuan dan Produksi Udang Beku
Pada prinsipnya pembekuan udang merupakan salah satu cara
memperlambat terjadinya proses penurunan mutu, baik secara autolisis,
bakteriologis dan oksidasi dengan suhu rendah. Walaupun dapat memperlambat
pertumbuhan mikroorganisme serta memperlambat reaksi kimia dan aktivitas
enzim, pembekuan bukanlah cara untuk mensterilkan udang. Oleh karena itu,
setelah udang dibekukan dan disimpan dalam ruang beku (cold storage), tidak
akan lepas begitu saja dari proses penurunan mutu (Ilyas 1993).
Menurut Hadiwiyoto (1993), proses pembekuan berdasarkan sistem
pindah panas dari alat yang digunakan atau cara yang dikerjakan, proses
pembekuan terdiri atas:
Pembekuan konvensional, jika cara pembekuannya menggunakan alat
pendinginan sederhana yang tradisional atau konvensional sifatnya.
Blast freezing, pada metode ini bahan ditempatkan pada suatu ruang
pembekuan dengan udara bersuhu rendah dihembuskan. Beberapa cara metode
ini adalah pembekuan dalam alat berbentuk terowongan (tunnel freezing), air
blast freezing dan flow freezing.
Contact plate freezing, pada metode ini bahan dibekukan dengan alat pelat-
pelat pembekuan yang ditempatkan pada bahan.
11

Pembekuan celup (immersion freezing), pada metode ini bahan yang akan
dibekukan dicelupkan dalam cairan yang sangat dingin, misalnya larutan
garam (NaCl) dingin, campuran gliserol dan alkohol atau larutan gula dingin.
Pembekuan dengan cara penyemprotan bahan pendingin berbentuk cairan
(spray freezing)
Kombinasi pembekuan celup dengan blast freezing (the blend process)
Cryogenic freezing, merupakan metode pembekuan dengan menggunakan gas
nitrogen yang dicairkan atau karbondioksida cair.
Proses produksi udang beku dimulai dari tempat penerimaan sampai
dengan tempat penyimpanan udang beku (cold storage). Urutan-urutannya secara
umum adalah sebagai berikut (Purwaningsih 1995).
2.5.1 Penerimaan bahan baku di pabrik
Udang segar yang tiba di pabrik dalam bak fiberglass atau blong plastik
yang diberi es, kemudian dibongkar di ruang penerimaan. Udang tersebut
dipisahkan dari sisa-sisa es, dan disemprot dengan air bersih (Pencucian 1).
Setelah bersih, udang dipindahkan ke dalam keranjang-keranjang plastik besar.
Selanjutnya udang dibawa ke ruang proses untuk diolah lebih lanjut. Apabila
bahan baku masih banyak, maka udang ditampung dalam bak penampung (fiber
glass). Penampungan udang tidak boleh dari satu hari. Dalam bak penampung
tersebut diberi es dengan perbandingan udang dan es adalah 1:2.
2.5.2 Pemotongan kepala dan pembersihan genjer
Bentuk olahan udang beku yang paling umum adalah headless (HL).
Bentuk udang headless adalah udang yang dibekukan tanpa kepala dan genjer.
Bagian kepala merupakan tempat berkumpulnya kotoran udang sehingga menjadi
sumber bakteri. Genjer adalah kulit ari tebal yang terdapat pada sambungan antara
kepala dengan badan.
Pemotongan kepala dan pembersihan dilakukan dengan tangan. Menurut
Hariadi (1994), cara-cara pemotongan kepala adalah: udang dipegang
punggungnya oleh tangan kiri, dengan posisi tengkurap, jempol tangan kanan
memakai alat pemotong, kelopak kepala dan kaki jalan dibuang dengan alat
tersebut, arah cabikan ke atas, harus bersih dan tidak meninggalkan organ-organ
12

kepala (mandibula, maksila, dan lain-lain), rendemen harus sebesar mungkin yaitu
sekitar 68%.
2.5.3 Pencucian 1
Udang yang sudah dipotong kepalanya tanpa genjer, dicuci dengan air
dingin yang berklorin dengan konsentrasi sebesar 10 ppm. Pencucian ini bertujuan
untuk menghilangkan lendir, menghilangkan kotoran yang terbawa udang pada
saat di tambak dan mengurangi jumlah bakteri.
2.5.4 Pensortasian
Sortasi merupakan proses pemisahan udang berdasarkan kualitasnya.
Sortasi ini pun menentukan bahan baku udang akan dimasukkan ke dalam proses
produk tertentu. Ada tiga macam sortasi yang dilakukan yaitu:
1. Sortasi jenis
Pertama kali dilakukan sortasi adalah sortasi jenis udang. Untuk jenis
udang tambak biasanya dilakukan di tempat panen. Menurut Hariadi (1994),
sortir jenis ini dilakukan untuk memisahkan pesanan jenis udang tertentu oleh
konsumen.
2. Sortasi warna
Pada sortasi ini dilakukan proses pemisahan warna. Sortasi ini dilakukan
secara visual, yaitu dengan cara dilihat kemudian udang dipisahkan menurut
warnanya. Menurut Hariadi (1994), dalam sortasi warna pada dasarnya ada tiga
warna yang harus digunakan, dengan tujuan mempertinggi nilai artistik jika
disusun dalam bentuk beku nantinya. Meskipun kualitas udang lebih penting, akan
tetapi segi keindahan susunan dan kesegaran warna juga sangat berperan dalam
menarik minat konsumen. Adapun tiga warna tersebut adalah black (hitam), blue
(biru) dan white (putih).
3. Sortasi ukuran
Sortasi ukuran adalah suatu cara penyortiran udang berdasarkan ukuran.
Dalam sortasi ini dilakukan sesuai dengan jumlah tertentu untuk setiap pound.
Pada tahap ini udang selalu dipertahankan pada kondisi dingin yaitu dengan cara
memberi es curai pada udang yang sedang disortir. Jumlah standar ukuran udang
dapat dilihat pada Tabel 4.

13



Tabel 4. Jumlah standar ukuran udang
No Size Banyaknya udang per pound
1 U-5 Dibawah 5
2 6-8 Antara 6- 8
3 8-12 Antara 8- 12
4 13-15 Antara 13- 15
5 16-20 Antara 16- 20
6 21-25 Antara 21- 25
7 26-30 Antara 26- 30
8 31-40 Antara 31- 40
9 41-50 Antara 41- 50
10 51-60 Antara 51- 60
11 61-70 Antara 61- 70
12 71-90 Antara 71-90
13 91-120 Antara 91-120
Sumber: Purwaningsih 1995
4. Sortasi final
Sortasi final dilakukan untuk mengoreksi hasil sortasi yang belum
seragam, baik mengenai mutu, ukuran, dan warna. Dalam sortasi ini diperlukan
ketelitian dan ketrampilan yang tinggi dibandingkan dengan sortasi sebelumnya.
Untuk pengecekan dilakukan per 1 pound dengan timbangan. Bila jumlah udang
sudah sesuai dengan jumlah standar pada daftar, maka proses penanganan dapat
dilanjutkan.
2.5.5 Penimbangan
Pada tahap ini ada dua aktivitas utama yaitu perhitungan jumlah dilakukan
untuk menentukan jumlah yang tepat dan ukuran yang seragam. Penimbangan
dilakukan setelah perhitungan jumlah standar. Berat produk disesuaikan dengan
ketentuan inner carton yaitu sebesar 4 pound atau 1,8 kg, untuk menjaga
penyusutan setelah thawing, maka timbangan dilebihkan 2-4% dari berat bersih.
Setelah penimbangan dilakukan pencatatan udang berdasarkan ukuran,
mutu, dan jumlah bobotnya. Kemudian setiap udang dalam keranjang
penimbangan diberi label serta ditambahkan es agar tetap dalam keadaan dingin
14

dan segar. Label udang menunjukkan kualitas dan jenis udang, sedangkan angka
menunjukkan ukuran udang dalam pound.
2.5.6 Pencucian 2
Udang dicuci dalam air bersih tanpa kaporit yang dicampur dengan es
sehingga udang tetap dalam keadaan dingin. Pencucian ini bertujuan untuk
membersihkan lendir, bakteri, serta kotoran sebelum dilakukan pembekuan.
Pencucian dilakukan dengan menggunakan keranjang plastik kecil dengan cara
menggoyang-goyangkan keranjang pada tiga deret bak pencuci.
2.5.7 Penyusunan dalam pan pembeku
Penyusunan dalam pan pembeku adalah penyusunan dengan cara ekor
bertemu dengan ekor dan potongan kepala mengahadap ke samping. Jumlah
udang pada setiap lapis tergantung pada ukuran yang disusun. Menurut Hariadi
(1994), sebelum disusun inner pan dilapisi plastik tipis terlebih dahulu dengan
tujuan untuk mempermudah dalam pelepasan udang dari pan jika telah masuk
beku, selain itu juga agar blok beku memiliki permukaan yang rata.
2.5.8 Pembekuan dan glazing
Pembekuan udang sering dilakukan dengan menggunakan alat Contact
Plate Freezing (CPF), yaitu dengan cara bahan dibekukan dengan alat pelat-pelat
pembekuan yang ditempatkan pada bahan, sedangkan Air Blast Freezing (ABF),
yaitu dengan cara bahan ditempatkan pada suatu ruang pembekuan dengan udara
suhu rendah dihembuskan, pembekuan ini dilakukan untuk udang yang dibekukan
dalam bentuk blok. Apabila udang dibekukan secara individu bias menggunakan
Individual Quick Freezer (IQF) (Hadiwiyoto 1993)
Setelah dibekukan udang harus dilakukan glazing atau diberi lapisan es
tipis sehingga permukaan udang beku atau blok udang tampak mengkilat. Tujuan
utama dari glazing adalah mencegah pelekatan antar bahan baku, melindungi
produk dari kekeringan selama penyimpanan, mencegah ketengikan akibat
oksidasi dan memperbaiki penampakan permukaan. Adapun glazing dilakukan
dengan cara menyiram atau mencelupkan udang beku dalam air bersuhu antara
0-5C. Setelah dilakukan glazing, udang dikemas dan disimpan dalam gudang
beku (cold storage).

15

2.5.9 Penyimpanan udang beku
Udang yang telah beku harus disimpan di dalam cold storage, yaitu sebuah
ruangan penyimpanan yang dingin. Suhu dalam cold strorage umumnya -30C
hingga -60C, tergantung pada kebutuhan. Suhu cold storage diukur dengan alat
pengukur suhu yang disebut dengan termostat. Selisih perubahan suhu cold
strorage tersebut biasanya tidak kurang dari 2C. Misalnya, jika suhu cold storage
secara nominal harus dipertahankan pada suhu -35C, maka pendinginan
dihentikan jika suhu ruang mencapai -36C, dan dijalankan jika suhu ruang naik
menjadi -34C (Purwaningsih 1995).
Udang di dalam cold storage mengalami banyak perubahan yang cenderung
menurunkan mutu ikan . Perubahan-perubahan tersebut meliputi perubahan fisik
dan biokimia, misalnya pengeringan (dehidrasi, dessication), oksidasi lemak,
denaturasi protein, dan penggumpalan senyawa-senyawa hasil perombakan yang
dilakukan oleh enzim serta bakteri (Purwaningsih 1995).
2.6 HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)
HACCP merupakan suatu sistem untuk mengidentifikasi, mengevaluasi,
dan mengendalikan setiap kemungkinan terjadinya resiko bahaya pada seluruh
tahapan proses (CAC 2003). Sistem HACCP merupakan suatu sistem yang
digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang
memfokuskan pada pencegahan. HACCP menekankan pentingnya mutu
keamanan pangan, karena itu sebagai suatu sistem jaminan mutu keamanan panga,
HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk
pangan mulai dari bahan baku sampai produk dikonsumsi (Muhandri dan
Kadarisman 2006).
HACCP adalah suatu sistem dengan pendekatan sistematik untuk
mengakses bahaya-bahaya dan resiko-resiko yang berkaitan dengan pembuatan,
distribusi dan penggunaan produk pangan. Sistem HACCP ini dikembangkan atas
dasar identifikaasi titik pengendalian kritis (Critical control point) dalam tahap
pengolahan dimana kegagalan dapat menyebabkan resiko bahaya. (Thaheer 2005).
Menurut (Wiryanti dan Witjaksono 2001) alasan utama pembuatan dan
penerapan sistem HACCP dalam industri pangan adalah:
1. Meningkatnya tuntutan konsumen atas keamanan pangan (food safety)
16

2. Pengujian pada produk akhir (end product inspection) sudah tidak mampu
memenuhi kebutuhan konsumen
3. Adanya pendekatan baru yang berdasarkan atas tindakan pencegahan
(preventive measure), pengawasan selama proses (in process inspection) dan
semakin dominannya peranan perusahaan dalam pengawasan mutu secara
mandiri (self regulatory quality control).
Secara umum, program HACCP didasarkan pada tujuh prinsip yang
dikembangkan oleh NACMCF (National Advisory Committee on Microbiological
Criteria for Foods). Ketujuh prinsip itu adalah (Muhandri dan Kadarisman 2006) :
1. Melakukan suatu analisis bahaya (hazard analysis) dengan mengidentifikasi
dan mengiventarisasi resiko bahaya-bahaya terhadap keamanan produk
pangan yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan
pencegahan yang diperlukan utnuk mengendalikan bahaya atau resiko
potensial yang membahayakan.
2. Mengidentifikasi titik pengendalian kritis (critical control points-CCP) pada
tahapan proses dimana resiko bahaya yang mempengaruhi mutu dan atau
keamanan pangan dapat dicegah, dikurangi atau dieliminasi.
3. Menetapkan batas-batas (critical limit) untuk dapat dilkukan tindakan-
tindakan pengendalian terhadap resiko bahaya pada setiap CCP. Suatu batas
kritis adalah nilai yang tidak boleh dilewati.
4. Melakukan pemantauan (monitoring) yang meliputi aktivitas pengamatan,
pengukuran atau pengujian untuk menilai apakah resiko bahaya berada dalam
batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak sesuai dengan ketentuan.
5. Melakukan tindakan korektif dan atau pencegahan yang diperlukan. Program
HACCP harus mencakup prosedur tindakan korektif dan atau preventif untuk
menghindari ketidaksesuaian terhadap ketentuan serta melakukan tindakan
korektif dengan menelusuri penyebab akar masalah.
6. Mendokumentasikan dan mengendalikan hasil pemantauan terhadap
penerapan program HACCP dan harus selalu tersedia untuk dilakukan analsis.
7. Melakukan verifikasi terhadap efektifitas penerapan program HACCP secara
berkala untuk melihat apakah sistem efektif sesuai dengan rencana awal dan
jika memungkinkan dapat dimodifikasi untuk mencapai tujuan.
17

Analisa program HACCP dalam pengawasan mutu produk menurut
Winarno dan Surono (2002) adalah sebagai berikut:
1. Keamanan Pangan (Food Safety)
Merupakan aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit atau bahkan kematian. Masalah itu umumnya
dihubungkan dengan masalah biologi, kimia dan fisika.
2. Kesehatan dan Kebersihan (Wholesomeness)
Merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan
kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene.
3. Kecurangan ekonomi (Economic Fraud)
Merupakan tindakan-tindakan yang ilegal atau penyelewengan yang dapat
merugikan pembeli. Tindakan ini meliputi pemalsuan spesies (bahan baku),
penggunaan bahan tambahan yang berlebih, berat yang tidak sesuai dengan
label, overglazing dan jumlah komponen yang kurang seperti tertera dalam
kemasan.
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (2000), dasar pengembangan
dalam penerapan program sistem manajemen HACCP berdasarkan sistem
HACCP meliputi beberapa aspek sebagai berikut:
a. Upaya pencegahan (preventive measure)
Yaitu upaya yang dilakukan untuk memperoleh produk akhir yang benar-
benar terjamin, aman, mutu konsisten serta jaminan yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada konsumen.
b. Pengawasan terhadap proses produksi (in-process inspections)
Untuk melakukan pencegahan maka sistem pengawasan yang dikembangkan
adalah pengawasan terhadap proses produksi mulai dari tahap awal sampai
distribusi produk akhir.
c. Pengujian laboratorium
Merupakan bagian dan penunjang dari keseluruhan sistem yang dilakukan
pada tempat dan waktu yang sesuai keperluan.
d. Peranan swasta
Mempunyai peranan yang sangat besar yaitu melakukan pengawasan secara
mandiri terhadap proses produksi mereka sendiri. Peranan pemeintah
18

bertindak sebagai pengawas dalam sisten sistem manajemen HACCP yang
dikembangkan dengan baik.
Beberapa alasan mengapa HACCP diperlukan dalam bisnis perikanan
menurut Winarno dan Surono (2002) adalah sebagai berikut:
a. Tujuan manajemen industri pangan dalam menjamin keamanan pangan
b. Keamanan pangan adalah syarat wajib konsumen
c. Banyaknya kasus keracunan pangan
d. Terbatasnya jaminan sistem inspeksi produk akhir melalui pengujian untuk
menjamin keamanan pangan
e. HACCP berkembang menjadi standar internasional dan persyaratan wajib
pemerintah
f. HACCP sebagai sistem yang memberikan efisiensi manajemen keamanan
pangan
g. Kebutuhan akan sistem keamanan pangan yang efektif
Keuntungan penerapan HACCP adalah menjamin keaman pangan dan
mengendalikan mutu. Menurut Herschdoerfer (1984), pengendalian mutu penting
untuk memperoleh produk yang bermutu, mengoptimalkan penjualan
hubungannya dengan keuntungan, mengurangi sampah (membuang produk)
dengan mencegah kesalahan sebelum terjadi, meningkatkan efisiensi proses
dengan menggunakan informasi dari tes QC, mengurangi komplain dari
konsumen dan menjaga citra produk serta kredibilitas perusahaan, membantu
untuk mengendalikan biaya bahan baku dan proses operasi, melindungi konsumen
dari keracunan makanan dan resiko lain yang berhubungan serta melengkapi
manajemen agar memenuhi hukum dalam semua aspek yang berkaitan dengan
kualitas produk.
2.7 Kelayakan Dasar
Sistem HACCP sebagai suatu sistem pengendalian keamanan pangan mutu
tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus didasari oleh faktor-faktor pengendali yang
mendasar terhadap resiko bahaya ketidakamanan pangan dan atau mutu (Wiryanti
dan Witjaksono 2001). Faktor pengendali yang menjadi prasyarat (pre-requisite
program-PRP) efektifitas penerapan program HACCP sebagai suatu sistem
19

pengendalian mutu adalah terpenuhinya persyaratan kelayakan dasar unit
pengolahan (CAC 2003), yang meliputi :
Cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufactoring Practise-GMP).
Good Manufactoring Practise (GMP) merupakan suatu metode atau cara
berproduksi yang baik dan benar dalam rangkamenghasilkan produk dengan mutu
yang baik sesuai dengan harapan. GMP meliputi delapan persyaratan yaitu :
1) Persyaratan bahan baku
2) Persyaratan bahan pembantu dan tambahan (food additives)
3) Persyaratan produk akhir
4) Peryaratan penanganan
5) Persyaratan pengolahan
6) Peryaratan pengemasan
7) Persyaratan penyimpanan
8) Persyaratan pengangkuatan dan distribusi.
Persyaratan sanitasi dan hygiene, meliputi :
1) Kondisi fisik sanitasi dan hygiene yang terdiri atas :
a) Lokasi dan lingkungan
b) Kondisi konstruksi bangunan (konstruksi ruang dan gedung, rancang
bangun, lantai, langit-langit, dinding, penerangan, ventilasi, saluran
pembuangan limbah cair, sumber dan distribusi pasokan air dan atau
es, instalasi pembuangan limbah, toilet, ruang istirahat, gudang beku
dan dingin, gudang kering, sarana pengawetan, dan fasilitas
pengujian)
c) Peralatan dan perlengkapan pengolahan (konstrusi dan pemeliharaan
peralatan serta perlengkapan pengolahan, bahan untuk perlatan dan
perlengkapan pengolahan, operasional pembersihan dan sanitasi
peralatan serta perlengakapan pengolahan)
2) Sanitasi dan kesehatan karyawan.
Manajemen harus mempunyai tindakan yang efektif untuk mencegah
karyawan yang diketahui mengidap penyakit yang dapat mencemari
produk. Selain itu, kebersihan karyawan yang menangani produk harus
20

dijaga. Perilaku karyawan di dalam ruang pengolahan harus mampu
mengurangi dan mencegah kontaminasi produk.
3) Prosedur pengendalian sanitasi.
Produsen perlu mempunyai dan melaksanakan rancangan tertulis
mengenai prosedur operasional standar sanitasi (Sanitasion Standard
Opering Procedures-SSOP), yang terdiri atas 8 kunci SSOP :
a) Keamanan air proses dan es
b) Kondisi dan kebersihan dari permukaan yang kontak dengan pangan.
c) Pencegahan kontaminasi silang
d) Fasilitas pencuci tangan/sanitasi dan fasilitas toilet
e) Perlindungan dari bahan kontaminan
f) Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksik
g) Kesehatan karyawan
h) Pengendalian hama
Penerapan program kelayakan dasar di perusahaan atau unit pengolahan
sering mengalami kendala-kendala teknis, sehingga mengakibatkan
ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku. Bentuk-bentuk penyimpangan
dalam kelayakan dasar meliputi (Ditjen PPHP 2007) :
a. Penyimpangan minor (minor deficiency)
Penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan dan
atau mutu yang kecil atau tidak secara langsung apabila tidak dilakukan
pengendalian.
b. Penyimpangan mayor (mayor deficiency)
Penyimpangan yang memberikan dampak keamanan pangan dan atau
mutu yang signifikan dapat mengganggu kesehatan apabila tidak
dilakuakn pengendalian.
c. Penyimpangan serius (serious deficiency)
Penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan yang
serius pada tingkat gawat terhadap gangguan keehatan konsumen apabila
tidak dilakuakn pengendalian.
d. Penyimpanagan kritis (critical deficiency)
21

Penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan tingkat
fatal dapat mengganggu kesehatan.
Untuk menentukan tingkat kelayakan unit pengolahan berdasarakan
penyimpangan yang ada digunakan daftar seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Penentuan nilai unit (rating) pengolahan berdasarkan jumlah
penyimpangan
Tingkat (rating) Jumlah Penyimpangan
MN (minor) MY (mayor) SR (serius) KT (kritis)
A (baik sekali) 0 6 0 5 0 0
B (baik) 7 6 10 1 2 0
C (kurang) - 11 3 4 0
D (jelek) - - 5 1

Sumber: Winarno (2002)
Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (1998) elemen-elemen minimal
dalam penyusunan sistem HACCP, adalah :
1. Kebijakan mutu
2. Organisasi
3. Deskripsi produk
4. Persyaratan dasar
5. Diagram alur proses
6. Analisis bahaya
7. Lembar kerja pengendalian mutu
8. Sistem penyimpanan catatan
9. Prosedur verifikasi
10. Prosedur pengaduan konsumen
11. Prosedur penelusuran dan penarik produk
12. Perubahan dokumen atau revisi





22

3. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
3.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT Misaja Mitra Pati merupakan salah satu cabang perusahaan PT. Misaja
Mitra yang berkantor pusat di Jakarta yang merupakan perusahaan patungan
(Joint Venture) antara PT. Pelindo Jaya (Indonesia) dengan Toho Bussan Kaisha
Co, Ltd (Jepang) dengan status penanaman Modal Asing (PMA). Kesepakatan
antra kedua perusahaan tercantum dalam Agreement for Join Enterprise tanggal 9
Juli 1968 sedangkan PT. Misaja Mitra Pati sendiri didirikan pada tanggal pada
tanggal 19 April 1984 dan kegitan produksinya dimulai setelah dilakukan
pemasangan mesin, peralatan dan pendekatan kepada petani tambak udang di
Kabupaten Pati.
Nama Misaja Mitra tercetus saat PT Pelindo Jaya sedang dalam usaha
mencari mitra dagang di Jepang Misaja berasal dari bahasa sansekerta yang
berarti mencari, sedangkan Mitra berasal dari bahasa Indonesia yang berarti
rekan. Sampai saat ini perusahaan mempunyai tiga cabang yaitu Kota Baru
(Kalimantan Selatan), Tarakan (Kalimantan Timur), dan Pati (Jawa Tengah).
PT. Misaja Mitra Pati merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dalam usaha pembekuan udang. Perusahaan didirikan pada tanggal 19 April 1984
dengan akte notaries Sugianto, SH No 14/1994/A.N/K dan mulai beroperasi pada
tanggal 19 April 1994. Perusahaan ini telah memperoleh izin dari berbagai pihak,
antara lain :
a) Izin tempat usaha, yang diberikan oleh kepala Daerah Tingkat II
kabupaten Pati No. 503/5547/1994 pada tanggal 20 Juli 1994.
b) Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) No. 5235/24/PH/II/2002 yang
dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah
pada tanggal 19 Februari 2002.
c) Izin usaha industri yang diberikan oleh Menteri Penggerak Dana
Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, No.
593/T/industry/1995 pada tanggal 1 Desember 1995.
d) Izin Kawasan Berikat yang diberikan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 23/HMK/04/2002 pada tanggal 7 Februari 2002.
23

e) Surat Keterangan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) No.
01.001.691.3507.001.
PT Misaja Mitra Pati yang merupakan salah satu perusahaan yang
berinduk di perusahaan Toho Bussan Co. Ltd dalam hal pencarian market,
produksinya tergantung order sesuai permintaan buyer. Sehingga dari awal berdiri
sampai sekarang PT Misaja Mitra Pati ini telah memproduksi beberapa jenis
produk udang beku. Pada awal produksi yaitu bulan April 1994 jenis produksinya
yaitu block frozen TSK brand, pada bulan Agustus 1995 mulai memproduksi
PDTO Nobashi Ebi NISSUI brand. Bulan Juli 1996 memproduksi breaded
shrimp NISSUI brand dan pada bulan Oktober 2003 memproduksi HO PDTO
bread shrimp NISSUI brand.
Sistem penerapan mutu yang dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati
disesuaikan dengan tujuan pasar. Perkembangan penerapan mutu dan beberapa
penghargaan yang diperoleh antara lain :
a) Memperoleh sertifikat HACCP pada Desember 1999
b) 10 besar terbaik kategori penerapan HACCP di perusahaan perikanan
seluruh Indonesia pada bulan Desember 2000.
c) Penghargaan A Excellent untuk penerapan HACCP dan GMP pada
Desember 2001.
d) Start HPLC pada bulan Februari 2005.
e) Meraih Higer Level Certificate of Comformity dari EFSIS Eropa sebagai
perusahaan penyedia produk makanan sesuai standar EFSIS Eropa pada
Juli 2005.
f) Meraih sertifikat Quality Management System ISO 9001:2000 (License
No. QEC22876) pada bulan Oktober 2005.
g) Meraih sertifikat Quality Management System ISO 9001 : 2008 (License
No. QEC22876) pada bulan April 2009.
3.2 Keadaan Perusahaan
PT Misaja Mitra didirikan di atas tanah + 17.200 m
2
dengan luas bangunan
+ 1.127,79 m
2
. Lokasi perusahaan bertempat di Jalan Raya Pati - Tayu Km.18,
Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso Pati Jawa Tengah. Adapun batas-batas
wilayahnya yaitu sebelah utara Kecamatan Tayu, sebelah selatan Kecamatan
24

Trangkil, sebelah timur perkampungan penduduk Desa Waturoyo, dan sebelah
barat Jalan raya Pati-Tayu. Lokasi perusahaan sangat menguntungkan karena
terletak di kawasan perikanan yang dekat dengan sumber bahan baku, lokasi
perusahaan dekat dengan Jalan Raya Pati-Tayu yang memberikan kemudahan dan
kelancaran transportasi, dan ketersediaan air yang melimpah. Selain itu di lokasi
perusahaan upah tenaga kerja relatif murah sehingga dapat menekan biaya
produksi.
Bangunan pabrik terdiri dari satu unit kantor, beberapa ruangan lainnya
yaitu ruang pembongkaran udang dari pemasok, ruang purchise, ruang potong
kepala, ruang grading, 3 ruang proses, ruang laboratorium, 3 ruang packing,
gudang penyimpanan bahan pengemas, 5 ruang air blast, 3 ruang ice flaker, 3
ruang cold storage, ruang perebusan alat, dan ruang penggiling roti. Selain itu
terdapat bangunan penunjang lainnya seperti gudang, mushola, mess, ruang
makan, dapur, kamar mandi dan WC, ruang ganti pakaian, ruang mesin dan
control panel. Di halaman perusahaan terdapat tempat parkir, tempat tunggu
supplier, dan pos kemanan yang terdapat di samping pintu masuk.
Bangunan perusahaan terdapat dua lantai. Semua ruangan terdapat pada
lantai satu, kecuali ruangan kamar ganti wanita dan gudang penyimpanan bahan
pengemas. Setiap akan memasuki ruang proses terdapat bak pencuci kaki, tempat
cuci tangan dan tirai plastik. Serta pada waktu akan masuk ruang proses terdapat
penjaga, yang dikenal dengan koro-koro dan ruang air shower untuk
menghilangkan adanya resiko rambut, debu-debu, dan benda-benda halus lainnya
yang kemungkinana masih menempel pada pakaian atupun penutup kepala
karyawan.
3.3 Struktur Organisasi Perusahaan
PT Misaja Mitra Pati dipimpin oleh seorang General Manajer yang tugas
pokoknya adalah mengambil keputusan operasional perusahaan, menetapkan
kebijakan umum perusahaan, menentukan dan mengendalikan perusahaan,
membina koordinasi yang baik dengan berbagai bidang kerja yang ada di
bawahnya, meminta pertanggungjawaban dari masing-masing Manajer Pelaksana
(Kepala Bagian) serta bertanggung jawab atas kelangsungan hidup perusahaan.
General Manajer ini membawahi beberapa bagian yaitu bagian Quality Control,
25

bagian Mekanik, bagian Pembelian, bagian Proses, bagian Acounting, dan bagian
umum dan administrasi. Setiap Kepala Bagian ini bekerja sesuai dengan bidang
atau bagiannya dengan penuh tanggung jawab dan saling berkoordinasi. Meskipun
demekian, masih dijumpai seorang kepala bagian membawahi dua bagian yaitu
sebagai kepala bagian pembelian dan proses (produksi).
a. Bagian Quality Control
Bagian ini bertanggung jawab dalam mengendalikan, mengawasi dan
menjamin kualitas/ mutu produk yang dihasilkan, serta bertanggung jawab atas
sanitasi selama proses produksi yang berlangsung. Bagian Quality Control ini
bertugas dari bahan baku datang untuk menguji kualitas bahan baku diskala
laboratorium, dengan melakukan uji seperti pengujian kandungan antibiotik,
histamin, dan lain-lain. Selain itu melakukan control setiap kali produksi sesuai
dengan pedoman dan melakukan koreksi apbila terjadi kesalahan, serta
memastikan produk yang dihasilkan masih bermutu tinggi. Dalam pelaksanaan
proses produksi dilapangan, bagian QC ini juga dibantu bagian check line untuk
membantu dalam pemantauan secara langsung proses produksi disetiap bagian.
b. Bagian Mekanik
Bagian ini bertanggung jawab atas kelancaran dalam penggunaan mesin-
mesin pabrik, listrik, kendaraan, dan alat-alat penunjang lain seperti lori (kereta
dorong), sensor suhu ruang, dan lain sebagainya. Bagian ini juga bertanggung
jawab melakukan perbaikan apabila ada permasalahan, serta juga melakukan
pemeliharaan gedung/bangunan dan jalan. Kepala bagian ini berhak untuk
melakukan usulan penggantian mesin apabila mesin mengalami masalah dan
terjadi penurunan efisiensi kerja dan tidak memungkinkan untuk dilakukan
perbaikan.
c. Bagian Pembelian
Bagian ini bertanggung jawab atas pengadaan bahan baku baik dalam
bentuk kuantitas maupun kualitasnya. Bagian ini menentukan pembelian bahan
baku disesuaikan dengan order yang diminta pasar. Tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk membeli bahan baku yang nantinya akan dibekukan untuk
produksi selanjutnya. Bagian ini dibagi 4 bagian antara lain purchase, survey,
traceability, dan control; hal ini untuk memudahkan dalam keefektifan kerja.
26

d. Bagian Proses
Bagain ini bertanggung jawab atas semua proses produksi dan membawahi
bagian produksi, planning, control, dan warehouse (logistik). Bagian produksi
bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan produksi. Dalam pelaksanaannya
Bagian Produksi ini dibantu oleh beberapa supervisor dimana pada perusahaan ini
disebut hanchou. Seorang hanchou ada disetiap tahapan proses produksi yang
meliputi ruang penerimaan bahan baku, potong kepala, grading mesin, koreksi,
dan sampai ruang packing. Bagian planning bertanggung jawab atas perencanaan
produksi yang akan dilaksanakan perusahaan sesuai dengan keadaan pasar dan
sekaligus mengontrol jalannya proses produksi sehingga didapatkan produk yang
bermutu tinggi. Sedangkan bagian control bertugas untuk mengontrol setiap
tahapan proses untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dibagian proses. Dan
bagian terakhir yaitu warehouse yang bertugas untuk mencukupi kebutuhan alat-
alat yang digunakan selama proses pembuatan produk.
e. Bagian Accounting
Bagian-bagian ini bertangguang jawab atas fungsi-fungsi keuangan
meliputi pelaksanaan sistem pembukuan, anggaran, pemberian gaji pada
karyawan dan pembiayaan dalam rangka mendukung kelancaran operasional
perusahaan. Bagian Acounting dibagi menjadi bagian cost control (kasir) dan
general ledger (pembukuan). Bagian kasir bertugas melakukan kegiatan
penerimaan terhadap kegiatan tersebut. Seksi pembukuan bertugas membuat
laporan kas dan bank harian setiap hari akhir kerja dan melaporkannya pada
kepala bagian Acounting.
f. Bagian Urusan Umum (General Affair)
Kepala bagian dari bagian ini dikepalai langsung oleh manajer perusahaan.
Bagian urusan umum ini dibagi menjadi bagian personalia, ekspor impor, dan
warehouse. Bagian Personalia bertanggung jawab atas urusan kepegawaian dan
kesejahteraan pegawai, seperti menyediakan tenaga kerja yang diperlukan
perusahaan dan melakukan pegawasan terhadap kerja dan absensi karyawan.
Disamping itu, bagian ini juga bertanggung jawab atas keamanaan perusahaan,
rumah tangga, pengawasan, dan pengelolaan stok/ persediaan barang digudang.
Bagian ekspor impor bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor impor yang
27

dilakukan perusahaan. Sedangkan bagian warehouse bertanggung jawab atas
pengadaan logistik, seperti bahan pengemas, dan lain sebagainya.
3.4 Tenaga kerja
Tenaga kerja yang menjadi karyawan di perusahaan berasal dari daerah di
sekitar Kecamatan Margoyoso Pati dan sekitarnya. Penerimaan pekerja di
perusahaan dilakukan secara selektif. Tenaga kerja di perusahaan pada umumnya
terdiri atas tiga golongan, diantaranya :
1. Karyawan bulanan, merupakan karyawan yang sistem pembayaran besar
gajinya sama setiap bulannya.
2. Karyawan harian, merupakan karyawan yang sistem pembayaran gajinya
berdasarkan jumlah hari kerjanya dalam satu bulan.
3. Karyawan borongan, merupakan pekerja yang bekerja pada saat perusahaan
sedang berproduksi dengan kapasitas bahan baku yang cukup banyak. Sistem
pembayaran gaji pekerja borongan disesuaikan dengan banyaknya hasil
produksi yang mereka peroleh dalam sehari.
Jumlah data tenaga kerja di perusahaan berdasarkan status kerja pada
bulan Agustus 2009 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 6. Jenis dan jumlah karyawan
Jenis Karyawan Jumlah karyawan
1. Bulanan 37 orang
2. Harian 110 orang
3. Borongan 149 orang
Jumlah 296 orang
Sumber : Bagian Personalia PT Misaja Mitra Pati (2009)
Jam kerja di PT Misaja Mitra Pati, dimulai pada hari Senin sampai dengan
Kamis dari pukul 08.00 16.00 WIB dengan jam istirahat pukul 12.00 13.00
WIB. Sedangkan hari Jumat sampai dengan hari Sabtu dimulai dari pukul 08.00 -
15.00 WIB, dengan waktu istirahat yang sama kecuali pada hari Jumat, waktu
istirahat lebih lama yaitu pukul 11.30 13.00 WIB. Apabila jumlah produksi
meningkat, maka akan diberlakukan kerja lembur dengan pemberian kompensasi
berdasarkan tambahan jam kerja.
28

Berbeda dengan pekerja yang lain, bagian mekanik dan petugas keamanan
dibagi menjadi tiga shift, yaitu shift pertama jam 06.00 - 14.00 WIB, shift kedua
jam 14.00 - 22.00 WIB, dan shift tiga jam 22.00 - 06.00 WIB. Hal ini bertujuan
untuk mengawasi kerja mesin terutama pada cold storage agar bekerja sesuai
dengan semestinya untuk bagian mekanik. Sedangkan untuk bagian keamanan
untuk menjamin lingkungan pabrik tetap aman.
Untuk kesejahteraan karyawan di perusahaan mendapat jaminan melalui
program JAMSOSTEK. Jaminan perusahaan melalui program JAMSOSTEK ini
meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminaan kematian, dan
jaminan hari tua. Jaminan ini berlaku untuk semua jenis atau kelompok karyawan
diperusahaan..
3.5 Fasilitas Perusahaan
Secara keseluruhan ruangan-ruangan pada bangunan proses produksi
berdinding porselen dan keramik serta berlantai keramik putih agar mudah
dibersihkan. Lantainya dibuat dengan kemiringan 5
o
ke arah saluran pembuangan
air agar air mudah mengalir dan lantai tidak becek. Setiap pintu dilengkapi dengan
tirai plastic dan insect killer agar udara luar tidak terlalu banyak mempengaruhi
suhu ruang proses dan mencegah masuknya serangga ke dalam ruang proses.
Selain dilengkapi dengan tirai plastic, pada pintu masuk disediakan tempat cuci
kaki dan tangan. Pada pintu masuk dilengkapi juga dengan ruang gelap agar
serangga tidak dapat masuk ke ruang produksi.
Bangunan di sekeliling pabrik terdiri dari ruang istirahat, ruang ganti
pakaian, kamar mandi, WC, pos penjagaan, gudang pendingin, bengkel, gardu
listrik, musholla, dan ruang penampungan air bersih. Bangunan-bangunan lain
yang terdapat di PT Misaja Mitra Pati adalah tempat parker, ruang pertemuan,
mess, pos satpam, dan gudang bahan penolong. Adapun denah bangunan dari PT
Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Lampiran.
3.5.1 Fasilitas Produksi
Fasilitas produksi yang digunakan oleh PT Misaja Mitra Pati adalah sebagai
berikut :
1. Meja kerja
29

a) Meja sortasi, yaitu meja yang digunakan sebagai tempat udang pada saat
dilakukan sortasi mutu, size, dan warna. Ukuran dari meja sortasi ini
adalah 200 x 100 x 90 cm
3
yang terdapat pada ruang penerimaan bahan
baku, potong kepala, dan TSK.
b) Meja potong kepala, yaitu meja yang digunakan untuk tempat udang pada
saat dilakukan pemotongan kepala. Ukuran dari meja potong kepala ini
adalah 200 x 100 x 90 cm
3
dan bagian pinggir dari meja tersebut
dilengkapi dengan saluran pembuangan kepala dan mengarah pada
keranjang yang berada di bawah meja. Pada meja ini dibuat miring
sehingga tidak ada genangan air di tengah meja.
c) Meja kupas dan pencabutan usus, yaitu meja yang digunakan sebagai
tempat udang pada saat dilakukan pengupasan kulit udang dan
pencabutan usus. Ukuran dari meja ini adalah 200x100x90 cm
3
dan
terdapat 8 buah pada ruang proses.
d) Meja susun, yaitu meja yang digunakan pada saat penyusunan udang
dalam inner pan. Ukuran meja ini adalah 200x100x90 cm
3
dan terdapat di
ruang TSK.
e) Meja tiris, yaitu meja yang digunakan untuk meniriskan air pada udang
sebelum udang ditimbang dan terbuat dari bahan stainless steel. Meja tiris
terdapat pada ruang penerimaaan bahan baku.
2. Keranjang
a) Keranjang plastik berlubang-lubang berbentuk persegi panjang dengan tiga
macam ukuran, yaitu:
1) Ukuran besar (80 x 40 x 30) cm
3
. Keranjang ini berfungsi sebagai
wadah udang pada saat pembongkaran dan pencucian udang dalam
bak fiberglass setelah udang dipotong kepala.
2) Ukuran sedang (50 x 40 x 30) cm
3
, yang berfungsi dalam proses
sampling dan untuk menampung hasil sortasi.
3) Ukuran kecil (30 x 20 x 10) cm
3
, digunakan dalam proses sampling,
sebagai wadah sementara bagi udang hasil potong kepala dan cabut
usus serta sebagai wadah untuk penimbangan udang (1,8 kg) sebelum
disusun dalam pan.
30

b) Blong plastik yang berupa kantong berbentuk bulat dengan ukuran
sebagai berikut :
1) Diameter tutup 40 cm dengan kapasitas 50 liter yang berfungsi
sebagai tempat penampungan udang pada saat pembelian, sebagai
wadah tepung panko (tepung roti untuk produk panko ebi) dan
sebagai tempat penampungan air untuk membersihkan pakaian
karyawan dan lantai yang kotor.
2) Diameter tutup 20 cm dengan kapasitas 20 liter yang berfungsi
sebagai wadah kepala dan kulit udang yang akan dijual ke peternak
bebek.
c) Bak fiberglass
Bak fiberglass yang digunakan terdiri dari berbagai macam ukuran, yaitu :
1) Ukuran (200 x 175 x 75) cm
3
dengan kapasitas 500 kg yang
digunakan untuk menampung udang yang belum dapat diproses jika
suplai bahan baku melebihi kapasitas produksi per hari (5 ton per
hari).
2) Ukuran (125 x 70 x 60) cm
3
dengan ka[asitas 250 kg, digunakan
untuk penampungan udang yang akan diproses dan untuk pencucian
udang setelah pemotongan kepala dan setelah proses koreksi.
3) Ukuran (100 x 60 x 50) cm
3
dengan kapasitas 100 kg yang digunakan
intik pencucian udang setelah proses sampling.
3. Timbangan
PT Misaja Mitra Pati menggunakan empat macam timbangan, yaitu :
a. Timbangan duduk merk Yamato (model D903), dengan kapasitas 10-
100 kg, berfungsi untuk penimbangan udang setelah proses pembongkaran
dan proses pemotongan kepala.
b. Timbangan gantung dengan merk Hakutou dengan kapasitas 200 gr-4 kg
yang digunakan untuk menimbang sampel udang pada saat penerimaan
bahan baku dan penimbangan udang 1,8 kg sebelum disusun dalam pan.
c. Timbangan digital dengan merk And (model EW-3006), dengan
kapasitas 2 kg yang digunakan untuk menetukan size udang yang akan
31

dipanjangkan tubuhnya pada pengolahan produk jenis nobashi ebi dan
sumisho.
4. Pengatur waktu
Alat ini berfungsi untuk memberi tanda kepada karyawan untuk
melakukan sanitasi, baik karyawan itu sendiri maupun ruang kerja. Merk pengatur
waktu yang digunakan adalah Omron (model H3CR-A8) yang dapat dinyalakan
sesuai kebutuhan setiap ruang kerja.
5. Pan pembeku
Terdapat tiga macam pan pembeku yang digunakan, yaitu :
a. Inner pan yang berukuran (30 x 20 x 70) cm
3
, digunakan untuk
pembekeuan produk jenis block frozen. Inner pan dilengkapi dengan dua
lapis lempengan logam sebagai contact plate.
b. Long pan yang berukuran (60 x 20 x 6) cm
3
, berfungsi sebagai wadah
inner pan dalam pembekuan produk jenis block frozen (pembekuan
dengan menggunakan air) dan digunakan sebagi wadah dalam pembekuan
produk jenis sumisho (pembekuan tanpa menggunakan air). Sebuah long
pan dapat memuat dua buah inner pan.
c. Pan pembeku berukuran (60 x 30 x 5) cm
3
, digunakan sebagai wadah
pembekuan produk jenis panko ebi.
6. Kereta dorong (lori)
Lori digunakan sebagai alat pengangkut di sekitar unit pengolahan, yaitu
untuk mengangkut pan-pan dari contact plate freezer ke bagian pengemasan,
untuk mengangkut barang-barang persediaan untuk disimpan di gudang, dan
untuk mengangkut es curah ke seluruh unit pengolahan.
7. Rak dorong
Rak dorong digunakan sebagai tempat untuk meletakan pan-pan pembeku
yang berisi tray (wadah plastic untuk meletakkan produk jenis panko ebi) yang
akan dibekukan di dalam kamar pembeku air blast freezer. Rak ini berukuran (50
x 50 x 180) cm
3
dan terdiri dari 20 rak yang dapat menampung 40 buah pan
pembeku.
8) Shrimp size grading machine (mesin pemisah ukuran udang)
32

PT Misaja Mitra Pati memiliki mesin pemisah ukuran udang dengan merk
Yokozaki sebanyak dua unit, berfungsi untuk memisahkan udang hasil
potongan kepala ke dalam delapan ukuran, yaitu (mulai dari ukuran terbesar
sampai terkecil) 5L, 4L, 3L, 2LB, 2LK, L, M, dan MS. Mesin ini dilengkapi
dengan 81 buah piringan berjalan yang berfungsi sebagai timbangan dan
digerakkan dengan tenaga listrik. Setiap piringan hanya dapat memuat satu ekor
udang dan akan menjatuhkan udang sesuai dengan ukurannya ke dalam
keranjang-keranjang yang telah diletakkan dibawah mesin. Selama satu jam mesin
ini mampu memproses udang yang di grading sebanyak 300 kg.
9) Metal detector
Metal detector atau alat produksi logam digunakan untuk mendeteksi
adanya kandungan logam yang dapat mengkontaminasi produk, baik produk
udang beku, tray pack maupun jenis panko ebi. Alat pendeteksi logam yang
dimiliki PT Misaja Mitra Pati bermerk Anritsu yang berjumlah dua unit. Alat ini
akan mengeluarkan bunyi yang sangat nyaring jika mendeteksi adanya logam
pada produk.
10) Pendingin udara (AC)
Fungsi utama alat ini alat ini adalah untuk menjaga supaya suhu ruang
kerja tetap bersuhu rendah,yaitu sekitar 15-20
o
C. Selain itu juga untuk menjamin
kenyamanan kerja bagi karyawan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi panas
yang akan mempengaruhi produk udang beku maupun panko ebi dimana produk
tersebut tidak boleh mempunyai suhu permukaan lebih dari 5
o
C. Mesin pendingin
udara yang digunakan adalah AC dengan merk Toshiba.
11) Water chiller
Kebutuhan PT Misaja Mitra akan air dingin cukup besar. Water chiller
yang digunakan untuk mendinginkan air mempunyai kapasitas 0,5-30 ton/tanki.
Mesin yang digunakan adalah Bitzer (tipe 46-2) dan Box (tipe F5).
12) Ice flaker
Jenis es yang digunakan dalam proses produksi adalah es curai yang tidak
merusak jaringan udang apabila tertimbun dalam es tersebut. Ice flaker di PT
Misaja Mitra Pati ada beberapa unit, yaitu IF no. 1 dengan kapasitas 5 ton/hari
merk Mycom (tipe TWF N4WA); IF no.2 dengan kapasitas 5 ton/hari merk
33

Mycom (model F8C2); dan IF no.3 kapasitas 10 ton/hari merk Mitsubishi
(model ERW 450A).
13) Sarana pembekuan
Dalam melaksanakan proses pembekuan, PT Misaja Mitra Pati
menggunakan dua macam pembekuan, yaitu :
1) Contact plate freezer (CPF)
PT Misaja Mitra Pati mempunyai dua unit contact plate freezer
horizontal. CPF dengan merk Nissin dan Sabroe dengan kapasitas
masing-masing 650 kg dan 350 kg, suhu pembekuan -40
o
C dan lama
pembekuannya untuk Nissin selama 4,5 jam sedangkan untuk Sabroe selama
2,5 jam. CPF tersebut menggunakan bahan pembeku (refrigerant) Freon 22.
Sebelum dinyalakan terlebih dahulu pompa hidrolik dihidupkan sehingga
masing-masing rak merapat satu dengan yang lainnya. Jika CPF dinyalakan
maka refrigerant akan mengalir ke dalam rak dan proses pembekuan akan
berjalan.
2) Air blast freezer (ABF)
ABF merupakan kamar pembeku berukuran (3 x 3 x 4) m
3
dengan
suhu -35
o
C dan menggunakan sistem hembusan udara dingin dengan
refrigerant freon 12. Kamar pembeku ini digunakan untuk membekukan
produk jenis panko ebi yang membutuhkan waktu selama dua jam. Agar
pembekuan optimal jumlah rak dorong berisi panko ebi yang masuk setiap kali
pembekuan dibatasi 6 buah rak dorong. ABF yang ada di PT Misaja Mitra Pati
berjumlah 5 unit.
14) Sarana penyimpanan dengan suhu rendah
Penyimpanan dengan suhu rendah atau pendinginan adalah proses
pengambilan panas dari suatu ruangan yang terbatas untuk menurunkan dan
mempertahankan suhu di ruangan tersebut bersama isinya agar selalu lebih rendah
daripada suhu diluar ruangan. Sebagian penahan penurunan suhu PT Misaja Mitra
Pati menggunakan beberapa ruang penyimpanan dingin, diantaranya adalah cold
storage. PT Misaja Mitra Pati memiliki beberapa cold storage yang mengunakan
sistem air blast freezer dengan refrigerant freon 12. Cold storage pertama
digunakan untuk menyimpan produk udang beku dan panko ebi yang telah
34

dikemas dan siap untuk dikapalkan. Cold storage pertama digunakan untuk
menyimpan produk udang beku dan panko ebi yang telah dikemas dan siap untuk
dikapalkan. Cold storage pertama ini menggunakan merk Bitzer (tipe 46-2,
Jerman) bersuhu -25
o
C. Cold storage yang kedua digunakan untuk menyimpan
panko (roti) yang tersebut dari container yang dimodifikasi menjadi tempat
penyimpanan dengan mesin pendingin Bitzer (tipe SGF-2,Jerman) bersuhu
- 20
o
C.
15) Streamer alat-alat prosessing
Untuk memastikan higienitas alat-alat produksi terutama yang
bersinggungan langsung dengan produk akhir, maka alat produksi tersebut harus
di streamer supaya kontaminasi bakteri dapat diminimalkan. Proses steamer
dilakukan dengan memompakan udara panas dari boiler ke dalam bak melalui
pipa galfanis yang berdiameter 1 inch. Boiler tersebut menggunakan thermostat
yang bersuhu 85
o
C. Proses steamer itu sendiri berlangsung kurang lebih selama
10-15 menit.
16) Mesin pengemas
Mesin pengemas yang digunakan PT Misaja Mitra Pati untuk mengemas
produk (terutama jenis panko ebi) adalah mesin Omori (tipe M5000/I, Jepang)
sebanyak dua unit. Mesin ini digunakan untuk bahan pengemas jenis pillow bag
yang dapat mengemas produk dengan kecepatan tinggi.
17) Strapping band
Strapping band adalah alat yang digunakan untuk mengikat master karton
dengan tali polypropylene. Alat strapping band yang dimiliki PT Misaja Mitra
Pati berupa strapping band semi otomatis dengan spesifikasi merk Meiwa (tipe
TP-201 dan TP-202) yang mempunyai kecepatan ikatan 2,5 detik/strap.
18) Aerator limbah
Limbah cair yang dihasilkan selama proses produksi diolah secara primer
di dalam bak pengolahan limbah menggunakan aerator dengan menggunakan
merk Aerojet (tipe MTQ 2, daya 1-2HP). Aerojet ini berfungsi untuk
mengaerasi llimbah sehingga klorin yang terbawa dalam limbah diharapkan dapat
menguap dan tidak mengganggu lingkungan.

35

3.5.2 Fasilitas penunjang
Fasilitas lain yang digunkan untuk menunjang kegiatan produksi meliputi :
1. Telepon
2. Faximile
3. Mobil
4. Sepeda motor
5. Komputer
6. Laptop
7. Internet
8. Lapangan olahraga
9. Tong sampah
10. Lampu neon
11. Dispenser
12. Sapu, alat pel, dan lain-lain
3.5.3 Dampak keberadaan perusahaan terhadap masyarakat terkait.
Keberadaan perusahan PT Misaja Mitra Pati bagi masyarakat di sekitarnya
cukup memberikan dampak positif. Adanya PT Misaja Mitra Pati, mampu
menyerap tenaga kerja yang ada di sekitar area perusahaan sehingga dapat
memberikan masukan pendapatan kepada masyarakat. Selain itu, sistem
pengolahan limbah cair yang baik juga telah memberikan kontribusi yang nyata
terhadap pertanian di sekitar perusahaan, karena air limbah yang mengandung
berbagai macam komponen yang berasal dari ruang produksi ternyata bersifat
menyuburkan tanah dan membuat tanaman lebih baik pertumbuhannya.









36

4. PENGEMBANGAN HACCP PADA PROUK PEELED BEKU
4.1 Penilaian Status Kelayakan Dasar
Syarat utama dan mutlak yang harus dipenuhi oleh sebuah industri atau
perusahaan untuk menerapkan system manajemen keamanan pangan (dalam hal
ini HACCP) adalah terpenuhinya syarat kelayakan dasar. Tanpa terpenuhinya
kelayakan dasar sebuah industri atau perusahaana tidak diperbolehkan
menerapkan HACCP. Sesuai dengan namanya, kelayakan dasar merupakan
pondasi dasar untuk menerapkan sistem keamanan pangan atau HACCP.
Secara garis besar kelayakan dasr mencakup dua aspek penting, yaitu hal-
hal yang terkait dengan cara berproduksi yang baik dan benar (Good
Manufacturing Practises) dan standar operasi yang berkaitan dengan sanitasi dan
hygiene proses produksi (Sanitation Standard Operating Procedure).
4.1.1 Good manufacturing practices
Sebagaimana yang telah disebut dalam SNI 01-2705.2-1992, terdapat 9
persyaratan yang harus dipenuhi untuk menerapkan Good Manufacturing
Practices, yaitu
- Persyaratan bahan baku,
- Persyaratan bahan pembantu dan bahan tambahan pangan,
- persyaratan produk akhir,
- Persyaratan penanganan,
- Persyaratan pengolahan,
- Persyaratan pewadahan dan atau pengemasan,
- Persyaratan penyimpanan,
- Persyaratan pengangkutan dan distribusi, dan
- Persyaratan sanitasi dan hygiene perusahaan/unit pengolahan.
Namun secara garis besar dapat dikelompokkan dalam 3 aspek saja yang
terdiri dari aspek bahan baku, aspek bahan pembantu dan bahan tambahan yang
digunakan dalam proses produksi, dan aspek tahapan proses produksi.
4.1.1.1 Bahan baku
Bahan baku udang yang digunakan PT Misaja Mitra Pati yaitu udang jenis
Black Tiger atau yang lebih dikenal dengan udang windu (Penaeus monodon),
White shrimp (Penaeaus indicus), dan Pink shrimp (Metapenaeus endevour).
37

Penerimaan bahan udang tersebut berasal dari supplier yang mendatangkannya
langsung dari tambak di daerah Pati, Demak, Jepara, Kendal, Indramayu,
Pekalongan, Brebes, dan Cirebon. Udang diangkut dengan menggunakan truk atau
pick up yang ditempatkan pada blong plastik yang ditambahkan es supaya suhu
udang dan air maksimal 5
o
C.
Bahan baku udang yang diperoleh merupakan bahan baku yang sesuai
dengan persyaratan dan standar yang ditetapkan oleh perusahaan (mengacu
standar pembeli/buyer, dan SNI). Bahan baku diuji secara fisik, kimiawi maupun
mikrobiologis. Bahkan perusahaan mengharuskan pemasok bahan baku
menyertakan keterangan dan dokumen bahan baku secara detail dan lengkap.
Perusahaan akan melakukan cross check keterangan yang ada dalam dokumen
dengan hasil pengujian laboratorium perusahaan, apabila ditemukan
penyimpangan atau ketidaksaman data maka bahan baku akan dikembalikan
ataupun ditolak.
4.1.1.2 Bahan pembantu dan bahan tambahan
Bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan selama proses
pembuatan produk udang kupas (peeled) beku adalah es curia dan air berklorin.
PT. Misaja Mitra Pati ini menggunakan air tanah dengan 2 sumur yang
berada di bagian depan dan bagian belakang gedung. Tersedia tower air yang
berada dibagian samping pabrik. Sedangkan untuk es, yang digunakan adalah es
keping dan perusahaan memiliki mesin pembuat es sendiri yaitu mempunyai 3 ice
flake maker. Lantai ruang penampung es terbuat dari keramik dan dindingnya
terbuat dari bahan stainless. Di sebelah ruang potong kepala satu unit dan di
sebelah ruang proses 2 unit. Air dalam tower tersebut diberi klor 2 3 ppm, jadi
semua air yang dialirkan ke seluruh ruangan perusahaan yang digunakan untuk
seluruh proses pengolahan telah mengandung 2 3 ppm.
Bahan tambahan yang digunakan seperti es, air, dan klorin digunakan
dengan dosis pemakaian yang telah disesuaikan dengan persyaratan yang
ditetapkan pemerintah dan negara tujuan ekspor (buyer). Air yang digunakan di
ruang proses sudah mengalami water treatment. Air yang berasal dari sumur
difilter dengan 2 media yaitu media silica dan media karbon aktif. Tidak ada
38

kontak silang antara air bersih dengan air kotor. Air digunakan sesuai dengan
teknik sanitasi.
Senyawa klorin yang digunakan adalah kaporit. Kaporit ini berfungsi
sebagai disinfektan yang mempunyai kemampuan membunuh mikroorganisme.
Klorin yang digunakan sebagai disinfektan yaitu untuk menginaktifkan bakteri
dan virus patogenik dalam setiap tahapan proses telah sesuai dengan ketentuan
dimana semakin menuju proses akhir, konsentrasi semakin kecil. Konsentrasi
klorin yang digunakan PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Konsentrasi penggunaan klorin
Penggunaan klorin Konsentrasi Klorin
Pencucian tangan
Pencucian kaki
Pencucian peralatan
Pencucian udang
Bahan baku (HO)
Potong kepala
Koreksi
PDTO
Kupas (PD)
5 ppm
100 ppm
100 ppm

200 ppm
150 ppm
50 ppm
50 ppm
5-10 ppm
Sumber: Bagian Produksi PT Misaja Mitra Pati (2009)
4.1.1.3 Tahapan proses produksi udang kupas (peeled) beku
Tahapan proses pembuatan produk udang kupas (Peeled) beku adalah
sebagai berikut :
1. Penerimaan bahan baku
Bahan baku yang diproses di PT Misaja Mitra Pati yaitu udang jenis Black
Tiger atau yang lebih dikenal dengan udang windu (Penaeus monodon), White
shrimp (Penaeaus indicus), dan Pink shrimp (Metapenaeus endevour).
Penerimaan bahan udang tersebut berasal dari supplier yang mendatangkannya
langsung dari tambak di daerah Pati, Demak, Jepara, Kendal, Indramayu,
Pekalongan, Brebes, dan Cirebon. Udang diangkut dengan menggunakan truk atau
pick up yang ditempatkan pada blong plastik yang ditambahkan es supaya suhu
udang dan air maksimal 5
o
C.
39

Proses pembongkaran udang dilakukan di dalam ruang pembongkaran
yang tertutup agar tidak terkena sinar matahari sehingga suhunya tetap terjaga
dingin. Ruang pembongkaran berada di sebelah ruang purchase (penerimaan).
Antar ruangan tersebut dihubungkan dengan lubang kecil yang dilengkapi plastic
curey atau tirai plastik untuk menjaga kualitas suhu ruang. Proses penerimaan
udang dari ruang pembongkaran udang dapat dilihat seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses penerimaan bahan baku
Bahan baku yang akan diproses menjadi produk harus mempunyai tingkat
kesegaran tinggi, dimana udang tersebut harus memenuhi kriteria udang segar.
Kegiatan yang berlangsung di ruang penerimaan yaitu sortasi mutu dan ukuran
udang, penentuan size, pencucian I, dan pengambilan sampel untuk dilakuakan
pengujian laboratorium. Pembayaran kepada supplier dilakukan setelah bahan
baku ditimbang. Size udang menentukan harga beli udang.
Bahan baku yang telah diterima dipertahankan suhunya tetap pada kisaran
yang rendah (tidak lebih dari 5
o
C). Bahan baku yang diterima dilakukan pengujian
organoleptik, antibiotik dan K-point (Keuvler-Point). Pengujian organoleptik
dilakukan udang sebelum dan sesudah dilakukan perebusan. Perebusan bertujuan
untuk mengetahui apakah udang mengandung minyak atau zat lain yang
aromanya berbeda dengan aroma udang segar, selain itu untuk mengetahui
kekenyalan dan kesegaran udang. Sedangkan pengujian antibiotik disesuaikan
dengan permintaan yang diinginkan dari buyer. Pengujian K-point merupakan
pengujian untuk megetahui tingkat kesegaran udang yaitu pengujian kandungan
zat hypoxantin.


40

2. Koreksi I
Proses koreksi dilakukan untuk memisahkan udang sesuai dengan standar
perusahaan dan yang tidak sesuai. Pada proses koreksi ini udang yang tidak masuk
standar dipisahkan dalam lima buah basket yang berbeda yaitu udang ukuran
besar, kecil, udang mutu 2, udang kulit muda, dan udang broken. Udang ukuran
besar dan kecil dari standar akan dilakukan pembelian dengan harga yang berbeda
sesuai dengan ukuran sizenya. Udang mutu 2 yaitu dengan ciri ada bagian yang
patah dibeli dengan pemotongan harga Rp 2.500,00/kg. Udang kulit muda akan
dibeli dengan harga 50% dari harga standar dan untuk udang broken dengan ciri
bau, merah dan udang biru akan ditolak. Koreksi dilakukan dengan cepat dan pada
suhu ruangan tidak lebih dari 20
o
C untuk menjaga agar bahan baku tetap segar.
Koreksi dilakukan di atas meja stainless dengan kemiringan kurang lebih 5
o
sehingga air mudah mengalir saat dilakukan pembersihan. Proses koreksi dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses sortasi bahan baku
Pada proses koreksi I dilakukan juga proses penentuan size dan
penimbangan. Penentuan size ini bertujuan untuk penentuan harga dari udang,
dengan size udang yang semakin besar maka harganya semakin mahal. Selain itu
penentuan size bertujuan untuk mengetahui jenis produk yang akan diproduksi
oleh perusahaan sesuai dengan bahan baku yang masuk. Penentuan size pada PT
Misaja Mitra Pati ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu apabila udang > 50
kg, maka penentuan size dilakukan dengan penimbangan per kg. Banyaknya
udang 1 kg merupakan size dari udang tersebut. Sedangkan apabila bahan baku
> 50 kg penentuan size dikenal dengan sistem kretek, yaitu udang yang berada
dalam keranjang berukuran 25 kg dibagi dalam 5 keranjang kecil. Kemudian
41

salahsatu keranjang kecil diambil sebagai sampling yang menentukan size udang.
Size udang yaitu jumlah udang (ekor) dibagi dengan berat timbangan dari
sampling yang dipakai. Proses kretek lebih sering dipakai dikarenakan bahan baku
yang dating setiap dating biasanya > 50 kg. Proses kretek dapat dilihat pada
Gambar 4.
Ga
Gambar 4. Proses penentuan size dengan cara kretek
Setelah diketahui penentuan size udang kemudian dilakukan penimbangan
untuk mengetahui berapa total harga yang harus dibayar oleh perusahaan.
Penimbangan dibedakan antara udang standar dengan udang mutu dua, hal ini
dikarenakan akan mempengaruhi harga udang.
3. Pencucian I
Pencucian udang dilakukan setelah proses penimbangan yang dilakukan
dengan menggunakan air klorin 200 ppm (NaOCL) bersuhu 0 - 5
o
C dalam sebuah
fiber bervolume 250 liter selama 30 detik. Tujuan dari pencucian awal ini yaitu
untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan bau yang melekat pada udang tersebut,
sehingga kotoran-kotoran yang terbawa dari tambak maupun air laut akan larut
pada pencucian tersebut. Setelah dari bak pencucian I udang diangkat dengan
keranjang plastik untuk kemudian dibilas dengan air dingin biasa, fungsinya untuk
pembilasan dan mengurangi kandungan klorin yang terdapat pada tubuh udang.
Proses pencucian I dapat dilihat pada Gambar 5.
42


Gambar 5. Proses pencucian I
Udang yang telah dibilas kemudian dipindahkan ke ruang potong kepala.
Pemindahan dilakukan dengan melewatkan keranjang plastik ke sebuah bak air
dingin yang menghubungkan ruang purchise dan ruang potong kepala. Hal ini
berfungsi untuk menjaga kesegaran udang dan untuk meringankan proses
pemindahan. Setiap keranjang plastik diberi label supplier udang, untuk memberi
tanda asal bahan bakunya.
4. Pemotongan kepala
Pemotongan kepala hanya dilakukan dengan menggunakan sok yang
dipasang pada ibu jari dan terbuat dari bahan stainless. Untuk jenis head on (H/O)
juga dilakukan proses diruang yang sama, tetapi hanya berupa pemotongan
antena, rostrum, dan membelah bagian perut untuk menghilangkan kotoran di
dalamnya. Adapun cara pemotongan kepala (deheading), sebagai berikut:
- Udang dipegang punggungnya dengan tangan kiri, dalam posisi tengkurap.
- Jempol tangan kanan menggunakan alat pemotong yang disebut skop
terbuat dari bahan stainless
- Kulit dan kaki jangan dibuang, ekor jangan sampai terpotong.
- Pada saat pencabikan kepala udang mengarah kesamping, dilakukan
dengan hati-hati agar tidak terbawa genjer dan tidak merusak udang
tersebut.
- Dalam pemotongan,organ-organ masih melekat di kepala harus
dibersihkan.
Adapun sketsa gambar pemotongan kepala, seperti pada Gambar 6.


43




Gambar 6. Cara Pemotongan Kepala (Deheading)

Proses pemotongan kepala dilakukan dengan menggunakan dua lapis
sarung tangan. Pada lapisan dalam, sarung tangannya terbuat dari karet size S,
setiap selesai produksi, sarung tangan ini harus dibuang dan sebaiknya tidak
digunakan lagi karena sarung tangan ini terbuat dari bahan yang kedap air dan
tidak bisa dicuci kembali jika digunakan untuk produksi lagi maka besar
kemungkinan akan terjadinya kontaminasi dari bahan baku. Sedangkan untuk
lapisan luar, sarung tangannya terbuat dari kain. Sarung tangan ini bisa digunakan
kembali atau berkali-kali. Setelah sarung tangan ini digunakan maka harus
langsung dicuci dengan larutan khlorin 150 ppm dan dibilas dengan air bersih
berulang kali. Proses pemotongan kepala dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses pemotongan kepala udang
Proses pemotongan kepala dilakukan diatas meja yang terbuat dari
stainless yang cekung ditengah dan disetiap sisinya dilengkapi dengan tempat
untuk pembuangan kepala yang menuju keranjang dibawah meja. Hasil dari
potongan kepala disimpan didalam keranjang kecil kapasitas 25 kg. Setelah itu
dimasukkan kedalam ember plastik yang diberi tambahan es curai agar tidak
terjadi kenaikan suhu yang mengakibatkan kerusakan bahan. Sebelum dilakukan
pencucian II dilakukan penimbangan dari proses potong kepala tersebut.

44

5. Pencucian II
Pencucian II dilakukan setelah pemotongan kepala yang bertujuan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran dan membunuh bakteri pathogen terutama dari
sisa proses potong kepala. Udang dicuci pertama kali dengan memasukkannya ke
dalam sebuah viber yang bervolume 250 liter yang dilengkapi dengan sistem
aerator (gelembung-gelembung udara) yang berfungsi mendorong kotoran yang
masih menempel agar terlepas dari tubuh udang. Setelah itu udang dipindahkan ke
viber 250 liter lainnya dengan kadar klorin 150 ppm. Dan tahap terakhir yaitu
udang dibilas dengan air biasa sebelum dimasukkan ke ruang grading. Pada
proses pencucian ini suhu air pencucian 5
o
C yang dilakukan masing-masing
selama 30 detik. Bak pencucian pada proses pencucian II dapat dilihat pada
Gambar 8.

Gambar 8. Bak pencucian pada proses pencucian II
6. Grading Machine
Penentuan size dilakukan dengan menggunakan mesin grading sebanyak
dua unit. Satu unit mesin grading dilengkapi dengan 81 piringan tempat
meletakkan udang dan berkapasitas 272 kg/jam. Putaran mesin disesuaikan
dengan kemampuan operator, dimana waktu yang dibutuhkan dalam satu kali
putaran adalah 25 detik. Teknik yang diterapkan pada mesin grading ini adalah
semi otomatis. Proses penentuan size dengan mesin dapat dilihat pada Gambar 9.
45


Gambar 9. Proses grading machine
Udang diletakkan satu persatu pada piring mesin, kemudian piring ini akan
berputar dengan sendirinya secara otomatis bila piring tersebut melewati
timbangan maka piring tersebut akan menjatuhkan udang sesuai dengan ukuran
atau berat yang telah diatur pada mesin tersebut. Udang yang dijatuhkan akan
terkumpul pada basket yang berada didalam kapal mesin yang telah direndam air
dingin dengan suhu 5
o
C. Setelah proses ini udang kemudian diangkut menuju
ruang TSK untuk dilakukan proses koreksi. Adapun standar size yang ditetapkan
oleh PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Standar size Grading Machine di PT. Misaja Mitra Pati
Size (ukuran) Berat (gr)
5L 25,1 24,8
4L 19,8 19,5
3L 15,7 15,4
2LB 13,6 13,3
2LK 12,7 12,4
L 10,6 10,3
M 9,9 9,6
MS 6,4 6,1

7. Kupas (Peeling)
Udang yang akan dikupas akan di simpan diatas meja stainless, proses
pengupasan dilakukan berdasarkan warna udang yang telah dipisahkan dari ruang
penyortiran. Proses pengupasan dilakukan dengan menggunakan alat kupas
46

terbuat dari stainless steel yang steril dan diberi nomor, proses pengupasan
dilakukan secara hati-hati dan cepat selama proses pengupasan berlangsung udang
harus selalu ditaburi es curai agar suhu udang tetap terjaga.

Gambar 10. Pengupasan Kulit Udang
Proses pengupasan udang adalah sebagai berikut : Udang dipegang dengan
tangan kiri dengan posisi perut menghadap keatas, kemudian tiga ruas paling
depan dikupas oleh tangan kanan dan dilanjutkan dengan ruas berikutnya, limbah
yang berupa kulit ditampung dalam keranjang yang berwarna biru dan hijau.
Udang yang telah dikupas kulitnya akan disimpan didalam basket yang
berkapasitas 1 kg. Basket yang berisi udang kupas akan disusun diatas basket es
curai kemudian dilanjutkan pada tahap pencabutan usus.
8. Cabut Usus (Deveining)
Pencabutan usus dilakukan secara manual dengan alat bantu berupa kawat
stainless steel yang pangkalnya terbuat dari teflon yang biasanya disebut Kulk.
Pencabutan usus ini dilakukan untuk menghilangkan sumber bakteri yang terdapat
pada usus yang dapat menyebabkan pembusukan, proses pencabutan usus
dilakukan dengan hati-hati agar usus tidak patah sehingga masih tertinggal pada
tubuh udang, selain itu agar tidak merusak fisik udang. Pencabutan usus dilakukan
pada 2 tempat yaitu pada bagian punggung dan pada depan ruas ekor (catatan :
apabila pada tusukan pertama usus sudah tercabut semua maka, tusukan kedua
tidak perlu dilakukan) cara pencabutan usus dapat dilakukan seperti pada Gambar
11.
47


Gambar 11. Cabut Usus Udang
Rendemen yang dihasilkan dari proses pencabutan usus ini mencapai rata-
rata 83%. Selama proses ini suhu udang harus tetap dijaga 5
o
C supaya udang
tidak mengalami pembusukan. Usus yang sudah dikeluarkan dimasukkan kedalam
larutan Chlorine 50 ppm, penggunaan es sebagai alas dan pemberian pemberian es
curai secara merata untuk menjaga kesegaran mutu udang. Selama proses
pencabutan usus dilakukan pengoreksian terhadap hasil pencabutan usus dari
masing-masing karyawan. Apabila terdapat kotoran-kotoran baik berupa serpihan-
serpihan kulit udang usus juga sering tertinggal akibat pencabutan yang kurang
hati-hati. Pengoreksian ini dilakukan agar tidak terjadi kendala-kendala yang
berupa logam pada saat melalui metal detector.
9. Koreksi II
Proses koreksi dua ini dilakukan untuk memilih mutu dan warna udang.
Selama proses koreksi udang di atas meja harus diberi es curah untuk menjaga
suhu udang. Proses koreksi ini dilakukan diruang TSK, setelah bahan baku
diangkut dari ruang greading. Biasanya bahan baku dari produk udang block beku
tanpa kepala ini merupakan udang yang sizenya tidak masuk untuk pembuatan
jenis produk udang beku lainnya. Proses koreksi II dapat dilihat pada Gambar 12
dan spesifikasi size produk udang block head less (H/L) di PT Misaja Mitra Pati
dapat dilihat pada Tabel 8.

Gambar 12. Proses koreksi II
48

Mutu udang tanpa kepala di PT Misaja Mitra Pati dibagi dalam 4 jenis
mutu, yaitu mutu A, mutu B, mutu L, dan mutu C. Spesifikasi mutu udang tanpa
kepala beku masing-masing mutu sebagai berikut :
Mutu A :
1. Udang segar
2. Tidak ada cacat pada tubuh, daging, ekor
3. Warna cerah segar, dan mengkilat alami
4. Tidak ada black spot
Mutu B :
1. Udang segar
2. Tidak ada cacat pada tubuh, daging, ekor
3. Warna kurang mengkilat
4. Tidak ada black spot
Mutu L :
1. Udang segar
2. Daging lembek
3. Warna sudah mengalami perubahan
4. Tidak ada black spot
Mutu C :
1. Udang kurang segar, kulit lembek, daging lembek
2. Sudah menglami perubahan warna
3. Ada black spot pada ekor






49

Tabel 9. Spesifikasi size produk udang tanpa kepala beku
Kode size Isi per block (1,8
kg)
00 Under 4 17 under
01 4 6 19 1
02 6 -8 31 2
03 8 12 39 3
04 13 -15 54 4
05 16 20 70 4
06 21 -25 90 4
07 26 -30 112 7
08 31 40 140 10
09 41 - 50 180 15
11 51 60 225 20
12 61 -70 260 20
16 71 -100 330 30

10. Pencucian III
Udang yang telah melewati serangkaian proses koreksi kemudian
dilakukan tahap pencucian yang ke-3 dengan menggunakan air dingin dengan
suhu tidak lebih dari 5
o
C dengan penambahan klorin sebesar 5 ppm dengan
diaduk-aduk selama 30 detik. Untuk memastikan pencucian 30 detik digunakan
bell alarm. Setelah 30 detik udang dicuci dengan air dingin biasa dengan suhu
kurang dari 5
o
C. Setelah proses pencucian sebelum ditimbang udang ditiriskan di
rak khusus selama 10 menit. Proses pencucian III dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Proses pencucian III
50

11. Penimbangan dan pelabelan
Udang yang berukuran sama mutu dan warnanya akan ditimbang
perblock, berat perblock telah ditentukan sesuai kesepakatan antara perusahaan
dan buyer. Dalam hal ini perusahaan menetapkan standar udang untuk tiap
blocknya adalah 1,8 kg atau 1800 gr dengan tambahan 2-3% agar mencegah
terjadinya penurunan berat akibat penyusutan pada saat preoses pembekuan.
Proses penimbangan dan pelabelan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Proses penimbangan dan pelabelan
Udang dilakukan penimbangan dengan menggunakan basket atau kranjang
plastik kecil, setelah beratnya masuk dalam standar size kemudian udang di
masukkan dalam inner pan. Hasil dari timbangan tersebut di dalamnya diberi
label sesuai dengan mutu, size, dan jumlah ekor udang. Warna label disesuikan
dengan mutu produk, perbedaan warna label sesuai mutu produk dapat dilihat
pada Tabel 9. Dalam menunggu proses penyusunan udang di bagian atasnya
diberi es curah untuk mempertahankan suhu rendah udang tersebut.
Tabel 9. Warna label sesuai dengan mutu produk
Warna label Mutu
Hitam A
Hijau B
Biru L
Merah C

12. Penyusunan
Penyusunan dimulai dengan meletakkan kertas label ditengah inner pan.
Cara penyusunan udang sendiri disesuikan dengan size udang masing-masing.
Selama proses penyusunan setiap udang diamati apabila ada foreign material
51

(rambut, rumput, dll) dan apabila ada diambil dan dilakukan pencatatan. Proses
penyusunan dapat dilihat pada Gambar 15 dan sistem penyusunan udang beku
tanpa kepala di PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 10.

Gambar 15. Proses penyusunan dalam inner pan
13. Pembekuan
Produk yang telah disusun dalam inner pan kemudian disusun ke dalam
long pan, setiap long pan dapat memuat 2 inner pan. Setelah itu produk sebelum
masuk ke Contact Plat Freezer (CPF) diberi air dingin sampai penuh dan merata.
Pengisian medium air disamping sebagai precooling, juga berfungsi untuk
membentuk block es udang itu sendiri. Setelah itu diatas setiap inner pan diberi
penutup yang telah dilapisi plastik untuk kemudian baru dapat di masukkan ke
dalam CPF. Proses pembekuan dalam CPF dapat dilihat pada Gambar 16.


Gambar 16. Proses pembekuan dalam CPF
Contact Plat Freezer di PT Misaja Mitra Pati ada 2 buah, yang pertama
memiliki kapasitas 360 inner pan dengan lama pembekuan 4,5 jam dan yang
kedua memiliki kapasitas 196 inner pan dengan lama pembekuan 2,5 jam. Suhu
pembekuan dari produk block ini mencapai 40
o
C. Udang dianggap beku apabila
lapisan es pada permukaan pan sudah berwarna putih susu, tidak basah dan
52

permukaan segmen udang tampak pucat. Suhu akhir produk dibawah 18
o
C,
produk setelah beku akan dicek mutu dengan menggunakan schoor sheet udang
beku.
14. Glazing
Produk udang tanpa kepala beku setelah dicek sudah beku kemudian
dilakukan pembongkaran semuanya. Pengambilan produk dari CPF untuk
pelepasan produk dari inner pan dilakukan dengan shower selama 10 detik
(produk lepas dari inner pan). Setelah produk lepas kemudian dimasukkan
kedalam plastik tipis atau plastik inner. Proses glazing dapat dilihat pada Gambar
17.

Gambar 17. Proses glazing
15. Metal detector
Pendeteksian logam adalah suatu kegiatan mendeteksi adanya benda asing
terutama dari logam pada produk. Pendeteksian ini dilakukan dengan melewatkan
produk yang sudah dikemas plastik ke atas ban konveyor mesin pendeteksi logam.
Apabila terdapat logam maka ban konveyor berhenti dan mesin akan berbunyi,
kemudian produk akan dipisahkan dan diperiksa oleh pengawas. Produk yang
lolos metal detector selanjutnya akan dikemas dengan inner karton sedangkan
produk yang yang tidak lolos metal detector akan dipisahkan dan dicairkan untuk
diambil benda asing didalamnya. Proses produk udang tanpa kepala beku
melewati metal detector dapat dilihat pada Gambar 17.
53


Gambar 17. Proses pendeteksi logam
16. Packing
Setelah melewati metal detector produk dipisah sesuai dengan mutu, size
dan jenis produk lalu dimasukkan dalam inner karton. Kemudian produk
dimasukkan ke dalam master karton yang setiap master karton berisi 6 inner
karton dengan mutu, size, dan jenis produk yang sama. Produk setelah dibungkus
master karton kemudian dibungkus dengan plastik tebal dan diikat dengan
strapping band. Packing dilakukan dengan cepat dan hati-hati untuk menjaga
kemungkinan kerusakan pada produk.


Gambar 18. Proses packing
Adapun isi label yang terdapat pada pengemas master karton adalah
sebagai berikut :
1. Label size
2. Mutu udang
3. Berat
4. Tanggal produksi
54

5. Nama produk
6. Jenis produk
7. Kode Pabrik
17. Cold storage
Produk akhir yang sudah dikemas langsung disimpan dalam cold storage
yang bersuhu -20
o
C. Cara penyimpanan disusun dengan pemberian jarak yang
bertujuan untuk sirkulasi udara. Suhu cold storage di cek oleh bagian mekanik
setiap 2 jam sekali untuk menjaga suhu ruang cold storage. Keadaan ruang cold
storage dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Keadaan ruang cold storage
18. Ekspor
Produk yang pertama masuk harus keluar terlebih dahulu atau dengan
penggunaan sistem yang dikenala dengan first in first out (FIFO). Produk
kemudian diangkut dengan kontainer yang dilengkapi dengan pendingin
(Container Pendingin), suhu container - 18
o
C dan pemuatan produk dilakukan
dengan hati-hati dan cepat untuk menghindari kerusakan pada produk.Keadaan
pada saat proses ekspor dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Keadaan pada saat proses ekspor
55

4.1.2 Sanitation Standard Operating Procedure
Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) adalah suatu prosedur
pelaksanaan standar sanitasi yang harus dipenuhi oleh suatu unit produksi untuk
mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah terutama produk
pangan. SSOP bertujuan untuk mencegah kontaminasi secara langsung terhadap
produk yang dihasilkan. Kegiatan ini mencakup keseluruhan bagian yang
berhubungan dengan produk dan mengandung uraian tentang proses produksi
yang akan dilakukan dalam unit pengolahan.
FDA USA telah menyebutkan 8 kunci pokok SSOP yang harus dipenuhi
oleh suatu perusahaan makanan untuk menghasilkan mutu yang lebih baik, yaitu:
1. Keamanan air/es
2. Kondisi/kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan
3. Pencegahan kontaminasi silang
4. Kebersihan pekerja
5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi
6. Pelabelan dan penyimpanan yang tepat bahan tambahan, bahan
pembantu dan bahan beracun berbahaya
7. Pengendalian kesehatan karyawan
8. Pemberantasan hama
Pelaksanan SSOP di PT Misaja Mitra Pati mengikuti 8 aspek kunci pokok
SSOP yaitu :
1. Keamanan air proses dan es.
PT. Misaja Mitra Pati ini menggunakan air tanah dengan 2 sumur yang
berada di bagian depan dan bagian belakang gedung. Tersedia tower air yang
berada dibagian samping pabrik. Sedangkan untuk es, yang digunakan adalah es
keping dan perusahaan memiliki mesin pembuat es sendiri yaitu mempunyai 3 ice
flake maker. Lantai ruang penampung es terbuat dari keramik dan dindingnya
terbuat dari bahan stainless. Di sebelah ruang potong kepala satu unit dan di
sebelah ruang proses 2 unit. Air dalam tower tersebut diberi klor 2 3 ppm, jadi
semua air yang dialirkan ke seluruh ruangan perusahaan yang digunakan untuk
seluruh proses pengolahan telah mengandung 2 3 ppm.
56

Bahan tambahan yang digunakan seperti es, air, dan klorin digunakan
dengan dosis pemakaian yang telah disesuaikan dengan persyaratan yang
ditetapkan pemerintah dan negara tujuan ekspor (buyer). Air yang digunakan di
ruang proses sudah mengalami water treatment. Air yang berasal dari sumur
difilter dengan 2 media yaitu media silica dan media karbon aktif. Tidak ada
kontak silang antara air bersih dengan air kotor. Air digunakan sesuai dengan
teknik sanitasi.
Senyawa klorin yang digunakan adalah kaporit. Kaporit ini berfungsi
sebagai disinfektan yang mempunyai kemampuan membunuh mikroorganisme.
Klorin yang digunakan sebagai disinfektan yaitu untuk menginaktifkan bakteri
dan virus patogenik dalam setiap tahapan proses telah sesuai dengan ketentuan
dimana semakin menuju proses akhir, konsentrasi semakin kecil.
Konsentrasi klorin yang digunakan PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Konsentrasi penggunaan klorin
Penggunaan klorin Konsentrasi Klorin
Pencucian tangan
Pencucian kaki
Pencucian peralatan
Pencucian udang
Bahan baku (HO)
Potong kepala
Koreksi
PDTO
Kupas (PD)
5 ppm
100 ppm
100 ppm

200 ppm
150 ppm
50 ppm
50 ppm
5-10 ppm
Sumber: Bagian Produksi PT Misaja Mitra Pati (2009)
2. Kondisi dan kebersihan dari permukaan yang kontak dengan makanan
PT Misaja Mitra Pati telah mendesain sarana dan prasarana produksi
dengan mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, daya tahan dan kemudahan
dalam membersihkannya. Meja produksi, alat pengaduk, inner-pan semua terbuat
dari logam stainless steel yang tidak mudah berkarat dan mudah untuk
57

dibersihkan. Sedangkan untuk alat lain yang kontak dengan produk seperti
keranjang semua terbuat dari fiberglass yang memiliki sifat kuat dan tahan lama.
Bak pencucian ada yang terbuat dari logam stainless steel ada juga yang terbuat
dari fiberglass.
Peralatan dan wadah yang masih digunakan dirawat dengan baik sebelum
dan sesudah digunakan dengan cara dibersihkan menggunakan air berklorin
100ppm. Setiap kali sortasi, potong kepala, kupas dan cabut usus serta proses
penyusunan dalam pan untuk menunggu bahan yang lain datang meja ataupun alat
dibersihkan dahulu menggunakan air kran yang telah mengandung klorin 5 ppm.
Khusus proses potong kepala, kupas dan cabut usus sebelum dan sesudah proses
selalu dilakukan penyemprotan alkohol 70% pada meja yang digunakan untuk
melakukan proses tersebut, sampai datang bahan baku yang baru yang akan
diproses potong kepala, kupas maupun cabut usus. Adapun tahapan pembersihan
meja dan peralatan setelah selesai digunakan adalah sebagai berikut :
- Penyiraman meja dengan air untuk menghilangkan kotoran besar
- Penyikatan meja dengan sabun
- Penyiraman sabun yang masih tersisa dengan air yang mengandung klorin 5
ppm
- Pensterilan meja dengan klorin 100 ppm
- Penggarukan menggunakan pel karet agar cepat kering
- Penyemprotan meja dengan alkohol 70% setiap pagi sebelum digunakan
3. Pencegahan kontaminasi silang
Pencegahan kontaminasi silang telah dilakukan dengan baik oleh PT
Misaja Mitra Pati. Perusahaan telah mendesain lay-out/rancang bangunan pabrik
yang bergerak satu arah (layout perusahan dapat dilihat pada lampiran). Selain
itu ada aturan yang berlaku bahwa karyawan yang bekerja di area non produksi
apabila ingin masuk ke dalam ruang produksi harus meminta izin kepada petugas
kebersihan karyawan dan harus dibersihkan badan dan menggunakan pakaian
yang telah disediakan untuk masuk ke dalam ruang produksi. Setiap karyawan
baru yang diterima ataupun tamu yang akan masuk ke proses produksi di PT
Misaja Mitra Pati harus melakukan cek Stapylococcus aureus di bagian tangan
(calon karyawan/karyawan baru dan tamu), dan secara visual terhadap penyakit
58

kulit yang mungkin diderita. Pengujian tersebut juga dilakukan pada seluruh
karyawan setiap bulan sekali untuk mengecek kebersihan tangan karyawan.
Petugas sanitasi dan kebersihan juga selalu mengawasi kegiatan karyawan
selama jam kerja. Karyawan dilarang keluar ruang produksi selama jam kerja jika
tidak ada keperluan yang penting. Karyawan yang pergi ke toilet harus melepas
semua seragam yang dikenakan untuk bekerja di ruang produksi. Karyawan yang
diketahui melanggar aturan ini akan dikenakan sanksi oleh perusahaan.
Tangan pekerja, sarung tangan, baju seragam, peralatan yang kontak
langsung dengan produk, yang mengalami kontak dengan limbah, lantai, dan
objek lain yang tidak saniter, tidak boleh kontak dengan produk sebelum
dibersihkan dan disanitasi. Sebagian besar proses produksi di industri pembekuan
udang ini dilakukan secara manual. Kontak langsung operator pada produk
memiliki peluang cukup besar menyebabkan kontaminasi. PT Misaja Mitra Pati
telah menetapkan prosedur dalam hal program mencegah kontaminasi silang
berupa aturan-aturan yang harus dilaksanakan terutama oleh karyawan sebelum
memasuki ruang proses, sebagai berikut :
- Menggunakan pakaian pekerja yang telah disiapkan perusahaan yang dicuci 2
hari sekali dilengkapi dengan kerudung atau penutup kepala sebanyak 3 lapis,
serta dilengkapi sepatu karet dan apron.
- Melewati pembersih yang dikenal dengan koro-koro apabila dimungkinkan
ada kotoran yang menempel pada badan atau ada rambut yang keluar,
sebanyak 2 kali setelah memakai pakaian dan sebelum memasuki ruang
proses.
- Mencuci tangan dengan air kran dan menggunakan hand soap.
- Merendam tangan dalam liquid soap selama 20 detik dan dikeringkan
menggunakan kain.
- Waktu mencuci tangan melewati kolam yang berisi genangan air yang
mengandung klorin 100 ppm setinggi kurang lebih 20 cm untuk mencuci
sepatu.
- Megeringkan tangan dengan hand dryer, memakai sarung tangan proses, dan
menyemprotkan alkohol pada sarung tangan sebelum memulai kerja.
4. Kebersihan pekerja
59

Kebersihan pekerja merupakan faktor penting yang harus selalu dijaga dan
diawasi. Kebersihan pekerja yang terjaga akan menghasilkan produk yang aman.
Karena selama proses produksi berlangsung, pkerja selalu bersentuhan dengan
produk.
PT Misaja Mitra Pati telah menyediakan sarana dan prasarana untuk tetap
menjaga kebersihan karyawannya, antara lain ; menyediakan fasilitas cuci tangan,
menyediakan petugas kebersihan yang selalu memantau dan memeriksa
kebersihan pakaian dan badan karyawan, menyediakan kolam air klorin untuk
merendam sepatu boot di area yang memungkinkan terjadi kontaminasi, ruang
ganti (karyawan wanita dan pria yang dilengkapi loker), tempat makan, tempat
penyimpanan sepatu/sandal para karyawan dan sarana toilet yang selalu dijaga
kebersihannya. Di ruang proses juga dilengkapi bak cuci tangan berupa air dengan
kandungan klorin 5 ppm dan alkohol 70%, seluruh karyawan diwajibkan
melakukan cuci tangan setiap 30 menit sekali yang ditandai dengan bunyi bel
alarm.
Pada waktu-waktu tertentu diadakan inspeksi rutinan utuk memeriksa
kuku dan rambut karyawan untuk menjaga kebersihan dan keamanan mutu produk
yang dihasilkan. Apabila ditemukan karyawan yang memiliki kuku yang panjang
dan rambut yang keluar dari kerudung penutup kepala, maka karyawan tersebut
tidak diizinkan bekerja sebelum memotong kuku dan merapihkan rambutnya.
5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi
Pencegahan dan perlindungan dari adulterasi (pencemaran bahan-
bahan/zat-zat berbahaya) telah dilakukan oleh perusahaan dengan berbagai cara.
Untuk mencegah terjadinya adulterasi dari bahan/zat yang beracun atau berbahaya
dilakukan dengan memisahkan bahan-bahan tersebut ditempatkan di ruang yang
terpisah dengan ruang produksi.
Adulterasi dari limbah pengolahan dicegah dengan penanganan limbah
secara cepat dan berhati-hati. Limbah tidak boleh dibiarkan menumpuk di meja
kerja selama kerja berlangsung. Petugas sanitasi selalu berkeliling membersihkan
limbah padat seperti kulit, kepala, usus dan limbah padat lain, dan membuang
limbah tersebut di ruang limbah padat yang terpisah dengan ruang produksi tetapi
mudah dijangkau oleh petugas sanitasi.
60

Sedangkan limbah cair dialirkan ke penampungan limbah cair yang berada
cukup dari ruang produksi dan dipastikan tidak akan kembali ke ruang produksi.
Bahan-bahan kimia dan tambahan yaitu klorin digunakan sesuai metode yang
dipersyaratkan. Semua bahan-bahan kimia tersebut disimpan terpisah dan diberi
label. Untuk bahan-bahan kimia berbahaya disimpan pada tempat yang berbeda
untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
6. Pelabelan dan penyimpanan, bahan tambahan, bahan pembantu dan
bahan beracun yang tepat dan benar
Pelabelan dan penyimpanan bahan beracun yang tepat dan benar telah
dilakukan oleh PT Misaja Mitra. Bahan-bahan seperti klorin, sabun cair dan racun
tikus telah diletakkan, dilabel dan disimpan di tempat yang benar.
Untuk penggunaan bahan-bahan tersebut juga tidak sembarang orang yang
diperbolehkan, hanya petugas sanitasi yang memiliki wewenang dan pengetahuan
cara pemakaian yang boleh menggunakan bahan-bahan tersebut. Sedangkan
penggunaan, penyimpanan dan pelabelan bahan tambahan adan bahan pembantu
juga tepat dan benar.
7. Pengendalian kesehatan karyawan
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan produk
yang bermutu dan aman adalah kesehatan karyawan. Kesehatan karyawan yang
baik dan terjaga akan memberikan kontribusi positif terhadap produk yang
dihasilkan. Sedangkan karyawan sakit atau tingkat kesehatannya rendah akan
berdampak pada tingkat produktivitas perusahaan dan lebih penting adalah
karyawan yang sakit secara tidak langsung menjadi carrier bagi mikroba
pathogen yang dapat menjadi kontaminan terhadap produk.
PT Misaja Mitra sangat memberikan perhatian terhadap kesehatan
karyawannya. Perusahaan tidak akan memperbolehkan karyawan yang sakit untuk
bekerja. Karyawan yang sakit diperbolehkan bekerja kembali ketika telah benar-
benar sembuh. Selain itu pihak perusahaan memberikan jaminan kesehatan
Jamsostek dan kesehatan karyawan dicek 1 tahun sekali.
8. Pengendalian dan pemberantasan hama.
61

Sumber kontaminan selain berasal dari karyawan dan lingkungan pabrik,
juga dapat berasal dari binatang-binatang yang ada di lingkungan sekitar pabrik
seperti; tikus, lalat, kumbang, burung, semut, kecoa dan lain sebagainya.
PT Misaja Mitra Pati mengantisipasi adanya hama dan binatang dengan
memasang jebakan, alat pembunuh, racun dan sebagainya. Untuk menghalau
masuknya burung dan serangga ke dalam ruang produksi, perusahaan memasang
blower dan kawat kasa pada lubang ventilasi, untuk mencegah masuknya lalat,
semut dan kecoa dipasang plastik curtain disetiap pintu masuk dan keluar, dan
untuk membunuh lalat yang masuk ke dalam ruang produksi dipasang insect
lamp, sedangkan untuk mencegah masuknya tikus, disetiap got/pipa telah
dipasang kawat kasa. Selain itu untuk menghindari munculnya hama dan binatang
yang ada diluar ruang produksi, selalu diadakan pemeriksaan dan penyemprotan
jika ditemukan adanya kumpulan hama. PT Misaja Mitra Pati untuk menjaga
masuknya hama dan untuk menjaga mutu produk diberlakukan system reward dan
vonisment untuk semua karyawan. Dimana setiap karyawan yang melaporkan
temuan berupa rambut, serangga dan lainnya ke bagian QC akan mendapat hadiah
berupa uang tunai, sedangkan bagi karyawan yang lalai akan mendapatkan sanksi
pemotongan gaji.
4.2 Penyusunan dan Pelatihan Tim HACCP
Tim HACCP harus memiliki pegetahuan dan pengalaman multi disiplin
dalam mengembangkan dan menerapkan sistem manejemen keamanan pangan.
Keahlian yang dicakup diantaranya tentang produk, proses dan sistem manajemen
keamanan pangan yang diterapkannya. Tim HACCP di PT Misaja Mitra yaitu
Factory Manager, Kepala Bagian QC, Kepala Bagian Pembelian dan Proses,
Supervisor Proses, QC staff dan QC Laboratorium.
4.3 Deskripsi produk
Deskripsi produk adalah sebuah daftar yang berisikan seluruh jenis produk
akhir yang dicakup dalam konsep HACCP. Dengan deskripsi produk ini maka
akan lebih mudah diidentifikasi mengenai produk udang tersebut. Deskripsi udang
beku dapat dilihat pada Tabel 11.

62

Tabel 11. Deskripsi udang kupas beku
Nama Produk TSK Frozen Shrimp
Nama species Black Tiger Shrimp (Penaeus Monodon)
White Shrimp (Penaeaus merguensis)
Pink Shrimp (Metapenaeus Endevour)
Asal bahan baku Udang diambil dari tambak tradisional, air payau,
dan laut utara Jawa.
Penerimaan bahan baku Dari supplier di angkut dengan alat pengangkut,
udang disimpan dalam blong plastik/viber dengan
penambahan es supaya udang dan air suhunya 5
o
C.
Udang yang telah diterima langsung diproduksi
dengan penanganan cepat.
Hail produksi Udang kupas (Peeled) beku
Pembekuan Pembekuan menggunakan Contact Freezer
NISSIN : kapasitas 648 kg, (360 inner)
Waktu pembekuan 4 jam.
Cara pengepakan Blok udang beku : 4 lbs/inner carton (1,8Kgs) dan 6
inner carton/master carton.
Bahan pengepakan Plastik tipis, inner karton, master karton, plastik
tebal, strapping band.
Penyimpanan Disimpan pada tempat yang dingin dengan suhu
- 20
o
C.
Batas pemakaian 1 tahun
Pelabelan Label yang harus dicantumkan adalah mutu udang,
nama produk, jenis produk, label size, berat, tanggala
produksi, kode pabrik.
Anjuran penggunaan Dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi
Pemasaran Dipasarkan di Jepang dan Eropa
Sumber: Bagian Produksi PT Misaja Mitra Pati (2009)
4.4 Identifikasi Konsumen
Produk udang kupas (Peeled) beku yang dihasilkan PT Misaja Mitra Pati
merupakan produk dengan mutu ekspor yang ditujukan untuk negara Jepang dan
63

Eropa. Dengan diterapkannya HACCP dalam unit pengolahan udang diharapkan
dapat menghindari dan mencegah bahaya-bahaya yang kemungkinan beresiko
buruk terhadap konsumen dan menghasilkan produk yang aman,bermutu tinggi,
dan tidak merugikan secara ekonomi.
4.5 Membuat Diagram Alir Proses Produksi Udang Kupas (Peeled) Beku
Proses pembuatan produk udang kupas (peeled) beku meliputi penerimaan
bahan baku, koreksi I, pencucian I, pemotongan kepala, pencucian II, pemisahan
ukuran dan grading machine, pengupasan, pembuangan usus, koreksi II,
pencucian III, penimbangan/pelabelan, penyusunan, pembekuan, glazing, metal
detector, packing, cold storage, dan ekspor. Secara ringkas proses pembuatan
produk udang kupas beku dapat dilihat dari diagram alir proses pembuatan produk
udang kupas beku pada Gambar 21.











Gambar 21. Diagram alir proses pembuatan produk udang kupas beku
Penerimaan bahan baku
Pengkoreksian I
Pencucian I
Pemotongan kepala
Pencucian II
Pensortiran dan grading
machine
pengupasan
Pencabutan usus
Pengkoreksian II
Pencucian III
Penimbangan/pelabelan
penyusunan
n
pembekuan
glazing
Metal detector
pengemasan
Cold storage
ekspor
64


4.6 Verifikasi Diagram Alir
Tim HACCP harus memverifikasi keakuratan diagram alir yang ada di
lapangan. Tujuan dari dibuatnya diagram alur proses pembekuan udang ini yaitu
sebagai dasar untuk menganalisa bahaya pada setiap tahap proses. Diagram alir
tersebut dibuat berdasarkan pengamatan tahap proses produksi yang dijalankan.
Tahapan ini sangat penting karena menjadi dasar atau sarana untuk menganalisa
bahaya. Diagram alir tersebut telah ditetapkan atau dinyatakan valid dalam
pertemuan/rapat tim HACCP, artinya sudah sesuai dengan kondisi sebenarnya.
4.7 Menerapkan Tujuh Prinsip HACCP pada Produk Udang Kupas Beku
Penerapan 7 prinsip HACCP harus sesuai dengan aturan yang telah
distandarkan di seluruh dunia dan harus taat azas, artinya tiap tahap harus
dilakukan sesuai urutannya serta sistematik sehingga diperoleh hasil yang
maksimal. Penerapan 7 prinsip HACCP meliputi
4.7.1 Analisis bahaya ( Hazard Analysis)
Analisa bahaya di PT Misaja Mitra Pati dilakukan dengan melakukan
pengamatan pada tiap tahapan proses pembuatan produk udang kupas beku, sejak
udang dipanen, diterima, diolah hingga menjadi produk yang siap dipasarkan dan
membuat dugaan kemungkinan/resiko bahaya yang akan timbul dari tiap tahapan.
Analisa bahaya meliputi tahapan proses, penyebab bahaya, bahaya potensial yang
terjadi, kategori bahaya, pengendalian, peluang bahaya (probabilty), tingkat
keparahan (severity), dan upaya pencegahan. Kategori bahaya yang mungkin
ditemukan ada 3 jenis yaitu, bahaya keamanan pangan (food safety), mutu pangan
(wholesomeness) dan penipuan ekonomi (economic frauds).
Ruang lingkup dalam penyusunan HACCP ini meliputi seluruh bahaya
yang terkait yaitu bahaya fisik, kimia dan biologi. Produk yang dipilih adalah
udang kupas (Peeled) beku.
a. Bahaya biologis
Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan bahaya biologis pada
HACCP, yaitu pertama faktor intristik seperti pH, kadar air, struktur biologis dan
lain-lain. Faktor bahaya yang kedua adalah faktor ekstrinsik seperti suhu,
65

kelembaban dan lain-lain. Bahaya potensial biologis pada proses udang kupas
(Peeled) beku dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Pengelompokan bahaya biologis
Kelompok bahaya Jenis
Bakteri 1. S. aureus
2. V. cholera
3. V. parahaemolyticus
4. E. coli
5. Salmonella spp.
Sumber: Thaheer (2005)
b. Bahaya kimia
Kontaminasi bahan kimia dapat terjadi pada bahan baku dan pada tahap
produksi. Bahaya potensial kimia pada proses udang kupas (Peeled) beku dapat
dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Pengelompokan bahaya kimia
Kelompok bahaya Jenis
Kimia 1. Klorin
2. Senyawa
antibiotik
Chloramphenicol
Nitrofurant (AOZ)
OTC / CTC
Sumber: Thaheer (2005)
c. Bahaya fisik
Secara umum, bahaya fisik banyak disebabkan adanya benda asing yang
seharusnya tidak terdapat dalam lingkup ruang produksi atau dapat disebabkan
oleh pekerja. Bahaya potensial fisik pada proses udang kupas (Peeled) beku dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 15. Pengelompokan bahaya fisik
Kelompok bahaya Sumber
66

Logam Meja, mesin sortasi, alat pemotong,
triple pan, perhiasan
Serangga Ruang proses, lingkungan kotor,
bahan baku
Penanganan kasar Pekerja
Sumber: Thaheer (2005)
Prinsip pertama konsep HACCP adalah melakukan analisa bahaya.
Analisa bahaya adalah proses pengumpulan dan menilai informasi mengenai
bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk menentukan mana
yang berdampak nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani dalam
rencana HACCP. Lembar analisa bahaya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Di dalam analisa bahaya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut .
1. Menganalisa semua potensi bahaya yang mungkin timbul pada setiap
tahapan proses dan kemungkinan penyebabnya
2. Menentukan kategori-kategori bahay food safety (biologi, kimia, fisika),
wholesomeness atau economic fraud
3. Menganalisa keterkaitan antara suatu bahaya dan penyebabnya dengan
SSOP dan GMP
4. Menganalisa peluang terjadinya bahaya dan tingkat keseriusan bahaya yang
terjadi
5. Mengidentifikasi apakah suatu potensi bahaya nyata atau tidak
6. Memberikan alasan secara jelas mengapa suatu bahaya dinyatakan nyata
atau tidak
7. Melakukan tindakan pencegahan agar bahaya atau penyimpangan yang
terjadi tidak melampaui batas kritis atau critical limit.
Berdasarkan table analisa bahaya pada proses pembekuan udang bentuk
kupas didapatkan 3 jenis bahaya yang signifikan, yaitu bahaya yang tidak dapat
dieliminasi dengan menerapkan GMP ataupun SSOP. Bahaya signifikan terletak
pada tahap penerimaan bahan baku, tahap pendeteksian logam dan tahapan
penyimpanan.
Pada tahap penerimaan bahan baku bahaya signifikan yang timbul adalah
karena adanya residu antibiotik. Residu antibiotic yang mungkin terdapat pada
67

udang adalah chloramphenicol (CAP) dan Oksitetracikline (OTC). Bahaya ini
termasuk bahaya yang dapat mempengaruhi keamanan pangan.
Pada tahap pembekuan terdapat bahaya yang signifikan dan dapat
mempengaruhi mutu dari produk, yaitu berupa driploss. Driploss merupakan
kerusakan karakteristik udang dikarenakan pembekuan terjadi dalam waktu yang
lambat/terlalu lama. Walaupun produk awwet, tetapi jika telah mengalami
driploss, produk sudah turun mutunya.
Pada tahap pendeteksian logam didapatkan bahaya yang signifikan yang
dapat mempengaruhi keamanan pangan berupa logam atau benda asing lainnya
yang mungkin terbawa ke dalam produk, baik yang berasal dari tambak (dalam
hal ini supplier) ataupun yang berasal dari pecahan alat karyawan selama proses
produksi berlangsung.
Penerapan system HACCP pada proses produksi produk udang kupas
(Peeled) beku di PT Misaja Mitra Pati adalah sebagai berikut :
1. Penerimaan bahan baku
Bahaya potensial ditahap ini disebabkan kontaminasi bakteri patogen
akibat suhu penyimpanan udang tidak sesuai standar (>5
o
C). Tindakan
pencegahan yang dilakukan adalah memeriksa suhu dan kesegaran udang saat
bahan baku datang. Ruang penerimaan bahan baku yang dekat dengan pintu
keluarnya sampah juga dapat mengkontaminasi bahan baku yang masuk. Bahaya
potensial lainnya yang dapat terjadi adalah dekomposisi bahan baku (udang), hal
ini bisa disebabkan karena proses penanganan yang salah. Tindakan pencegahan
yang dilakukan adalah pelaksanaan penanganan dengan rantai dingin dan
mengontrolnya dengan GMP. Bahaya potensial selanjutnya adalah residu
antibiotik dan nitrofuran akibat pengunaan antibiotik selama budidaya. Residu
antibotik sebagai bahaya potensial yang nyata dapat terjadi jika tidak dilakukan
kontrol yang tepat. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah melakukan
pengujian residu antibiotik setiap bahan baku yang datang ke perusahaan dan
adanya jaminan atau garansi dari supplier bahwa udang miliknya bebas antibotik
dapat ditunjukkan dengan adanya sertifikat bebas antibiotik.
2. Koreksi
68

Bahaya potensial pada tahap ini yaitu penurunan mutu dan ukuran, hal ini
bisa dikarenakan kesalahan manusia pada saat penanganan. Tindakan pencegahan
yang dilakukan adalah dengan melakukan penanganan dengan benar dan tetap
memperhartikan rantai dingin dalam penanganan dan dapat terkontrol dengan
GMP. Bahaya potensial lainnya yaitu adanya kontaminasi dari pekerja dan
pertumbuhan bakteri akibat penggunaan suhu yang tidak sesuai standar. Hal
tersebut dapat terkontrol dengan GMP dan SSOP.
3. Pencucian
Bahaya potensial yang ada pada tahap ini disebabkan oleh kontaminasi air,
dekomposisi apabila air pencucinya suhunya >5
0
C serta adanya residu klorin
akibat dari kelebihan penggunaan klorin dalam pengolahan. Tindakan pencegahan
yang tepat adalah memeriksa suhu air secara berkala, mengganti air jika sudah 3
kali dipakai dan mengkontrolnya dengan SSOP.
4. Sortasi
Bahaya potensial pada tahap ini adalah adanya kesalahan ukuran akibat
kesalahan dari mesin ataupun karyawan saat dilakukan sortasi. Kesalahan ukuran
sebagai bahaya potensial yang nyata dapat terjadi jika tidak dilakukan kontrol
dengan tepat. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah pemeriksaan ulang
oleh petugas QC, pengontrolan dengan GMP.
5. Penimbangan
Bahaya potensial ditahap ini disebabkan kurangnya berat produk akibat
kesalahan karyawan yang menimbang dan timbangan yang digunakan. Bahaya ini
terjadi apabila tidak dilakukan kontrol yang tepat. Tindakan pencegahan yang
dilakukan adalah mengkalibrasi timbangan secara periodik, pemeriksaan
timbangan oleh staf QC dan pelatihan yang baik untuk karyawan yang melakukan
penimbangan.
6. Penyusunan dalam inner pan
Bahaya potensial ini yang dapat terjadi yaitu dekomposisi dari bahan baku,
hal ini bisa dikarenakan penggunaan temperature yang tidak standar. Bahaya ini
termasuk dalam kategori mutu (wholesomeness). Peluang terjadinya dekomposisi
69

termasuk dalam kategori rendah. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
yaitu dengan mengecek bahan baku dan memastikannya tetap segar.
7. Pembekuan
Bahaya potensial pada tahapan proses pembekuan adalah terjadinya
kekurangan yang diakibatkan oleh pembekuan yang lambat. Bahaya ini termasuk
dalam kategori economic fraud, peluang terjadinya kekurangan berat termasuk
dalam kategori rendah. Bahaya ini dapat dicegah oleh GMP, dengan melakukan
pembekuan cepat (- 40
o
C).
8. Glazing
Bahaya potensial yang dapat terjadi yaitu yang bisa disebabkan oleh suhu
yang tidak standard an kontaminasi pada air yang digunakan. Bahaya ini termasuk
dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan peluang terjadinya termasuk
dalam kategori rendah. Hal ini dapat dikontrol dengan SSOP dan GMP.
9. Metal detecting
Bahaya potensial ditahap ini disebabkan terdapatnya metal atau logam
pada produk akibat adanya benda logam yang masuk atau kontaminasi
lingkungan. Bahaya ini terjadi apabila tidak dilakukan kontrol yang tepat. Bahaya
terdapatnya logam tidak dapat dicegah oleh GMP dan SSOP, tetapi yang dapat
dilakukan adalah pengontrolan produksi yang layak sehingga kontaminasi tidak
terjadi dan dilakukan pengecekan mesin deteksi logam setiap 1 jam ketika
dipakai.
10. Pengepakan/pelabelan
Bahaya potensial pada tahap ini adalah kesalahan dalam melakukan
pelabelan, hal ini terjadi dikarenakan kesalahan manusia. Bahaya ini termasuk
dalam kategori economic fraud, peluang terjadinya termasuk dalam kategori
sedang (medium) dan tidak bisa dikendalikan oleh GMP maupun SSOP. Tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan check fisik atau penglihatan, jika
tidak terkontrol berbahaya kesalahan pelabelan akan terjadi.
11. Gudang penyimpanan dingin
70

Bahaya potensial yang dapat terjadi yaitu dehidrasi penurunan berat, hal ini
bisa disebabkan karena fluktuasi naik turunnya suhu gudang penyimpanan.
Bahaya ini termasuk dalam kategori mutu (wholesomeness), peluang terjadinya
termasuk dalam kategori rendah. Hal ini dapat dilakukan pencegahan dengan
melakukan pengontrolan suhu setiap waktu dengan menjaga naik atau turunnya
suhu maximal 2
o
C, dan dapat dikendalikan dengan SSOP.
12. Pengisian barang ke container ekspor
Bahaya potensial yang dapat terjadi adalah kerusakan pada produk, hal ini
dapat dikarenakan pada proses penanganan yang kasar. Bahaya ini termasuk
dalam kategori mutu (wholesomeness), peluang terjadinya termasuk dalam
kategori rendah. Tindakan pencegahannya yaitu melakukan proses penanganan
dengan baik dan benar tidak secara kasar, hal ini dapat dikontrol dengan GMP.
Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi ketiga
bahaya tersebut dengan menggunakan pohon keputusan. Berdasarkan hasil pohon
keputusan akan diketahui apakah ketiga bahaya tersebut termasuk titik kendali
kritis (Critical Control Point) atau bukan.
4.8 Identifikasi Titik Kendali Kritis (Critical Control Point/CCP)
Titik kendali kritis merupakan tahapan, langkah atau prosedur dimana
pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan dapat dihilangkan atau
direduksi hingga batas yang dapat diterima. Setiap tahapan yang menyebabkan
adanya bahaya yang nyata harus diidentifikasi lebih lanjut untuk meyakinkan
apakah tahapan tersebut termasuk dalam CCP atau tidak. Identifikasi dapat
dilakukan dengan menilai CCP dan dapat dilakukan diantaranya mengunakan
decision tree atau diargram pengambilan keputusan. Identifikasi CCP dapat dilihat
pada Lampiran 4.
Melalui pohon keputusan yang telah ditabulasikan, diperoleh 2 bahaya
signifikan yang termasuk dalam titik kendali kritis. Bahaya signifikan yang
termasuk ke dalam CCP adalah adanya residu antibiotic pada bahan baku udang.
Antibiotic digunakan para petambak udang untuk mengeliminasi bakteri
pathogen, yang sering mengkontaminasi udang, seperti Salmonella sp, Vibrio
parahaemoliticus, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Antibiotic yang
71

bias digunakan oleh petambak udang adalah chloramphenicol, chlortetracycline,
oksitetrasiklin dan nitrofuran (Furaltadone AMOZ) dan Furazolidon (AOZ).
Antibiotic berbahaya bagi tubuh manusia, jika penggunaanya tidak dengan resep
dokter. Karena dapat menyebabkan resistensi mikroba target terhadap kinerja
antibiotic tersebut.
Bahaya signifikan lain yang termasuk dalam titik kendali kritis adalah
bahaya logam yang ada dalam produk. Logam yang ada dalam produk dapat
berasal dari bahan baku ataupun berasal dari proses pengolahan. Logam yang
berasal dari bahan baku biasanya berasal dari usus udang, karena factor
lingkungan biasanya dalam usus udang terdapat pasir dan bahan yang
mengandung logam. Sedangkan asal logam dari proses biasanya berasal dari alat
kerja seperti pecahan meja stainless, wadah untuk penimbangan, inner pan, dan
alat logam lainnya. logam yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran
pencernaan sangat berbahaya karena dapat merusak saluran pencernaan.
Metal detector termasuk CCP karena merupakan suatu tahap untuk
mereduksi adanya kontaminan dan bahaya signifikannya dapat berupa pecahan
logam yang dapat membahayakan konsumen. Sedangkan pada packaging dan
pelabelan termasuk CCP karena apabila salah pelabelan akan bisa merugikan
perusahaan ataupun nantinya juga konsumen.
4.9 Penetapan Batas Kritis (Critical Limit)
Batas kritis merupakan kondisi/keadaan yang memberikan batasan atau
perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman. Batas kritis juga dapat
diartikan sebagai satu atau lebih toleransi yang harus dipenuhi untuk menjamin
bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis,
kimia dan fisik (Thaheer 2005).
Batas kritis ini tidak boleh dilampaui karena batas-batas ini sudah
merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol. Batas kritis
ini tidak boleh dilanggar untuk menjamin keamanan produk akhir. Penentuan
batas kritis ini sudah ditetapkan dan dapat dilihat pada lampiran ...
4.10 Menetapan Prosedur Monitoring (Monitoring Procedure)
72

Batas kritis yang telah ditetapkan sebagai batasan titik kendali tidaklah
dibiarkan begitu saja, melainkan harus selalu dipantau dan dimonitoring
keberadaanya. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa penanganan terhadap
titik kendali kritis masih dalam kondisi terkendali.
Monitoring merupakan tindakan dari pengujian atau observasi yang dicatat
oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Kegiatan ini untuk menjamin
bahwa critical limit tidak terlampaui. Prosedur monitoring dapt dilihat pada
Lampiran 6.
4.10.1 Deteksi logam
Pemantauan dilakukan terhadap pecahan logam yang terdapat pada bahan
baku udang dengan melakukan pengecekan dengan mesin metal detektor. Bagian
cek metal memasukkan setiap block beku dalam mesin metal detektor untuk
mengetahui ada tidaknya logam didalam produk. Apabila ditemukan adanya
logam maka produk dipisahkan dengan produk yang lain dan dilakukan tindakan
pencatatan dan koreksi nantinya.
4.10.2 Pengepakan dan pelabelan
Pemantauan dilakukam terhadap label disetiap inner maupun master carton
dilakukan dengan cara mengecek secara visual kebenaran produk dengan wadah
ataupun label yang digunakan. Pengecekan dilakukan pada beberapa sampel
produk oleh bagian packaging.
4.10.3 Gudang penyimpanan
Bahaya yang muncul adalah produk mencair dikarenakan suhu
penyimpanan yang tidak standar. Pemantauan terhadap suhu dilakukan dengan
menggunakan thermometer untuk mengetahui suhu produknya di setiap size oleh
bagian QC. Pengecekan juga harus dilakukan oleh bagian QC untuk
menanggulangi terjadinya pencairan produk di cold storage untuk mengetahui
keadaan produk.
4.11 Menetapkan tindakan koreksi (Corrective Action)
Tindakan koreksi merupakan prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan
ketika kesalahan serius atau kritis ditemukan atau batas kritis terlampaui.
Tindakan koreksi secara terencana dalam HACCP plan, sehingga setiap titik
kendali kritis memiliki tindakan koreksi yang spesifik dan penerapan tindakan
73

koreksi harus jelas orang yang berwenang untuk melaksanakan tindakan koreksi
tersebut. Selain itu tindakan koreksi yang dilakukan haruslah terekam dan tercatat.
Tindakan koreksi harus segera dilaksanakan apabila terjadi kegagalan dalam
pengawasan pada CCP. Tindakan koreksi harus mengurangi atau mengeliminasi
potensi bahaya dan resiko yang terjadi ketika batas kritis terlampaui pada CCP.
Tindakan koreksi dapt dilihat pada Lampiran 6.
Jika bahan baku terbukti mengandung residu antibiotik, tindakan koreksi
yang dilakukan adalah menolak dan mengembalikan bahan baku tersebut kepada
suppliernya.
4.11.1 Deteksi Logam
Jika mesin deteksi logam berbunyi maka terdapat logam pada produk
tersebut. Tindakan perbaikan yang dilakukan adalah dengan mencairkan blok
tersebut dan diambil potongan logamnya kemudian proses pembekuan diulang
kembali. Mesin pendeteksi metal ini harus di cek dahulu setiap akan digunakna.
Tindakan perbaikan ini diawasi oleh QC.
4.11.2 Pengepakan dan pelabelan
Pengecekan dilakukan secara visual setiap melakukan packaging pada
inner maupun master carton yang digunakan. Tindakan perbaikan yang harus
dilakukan untuk menghindari bahaya ini adalah dengan dengan melakukan
packaging dan pelabelan ulang. Tindakan ini dikontrol setiap hari oleh bagian
QC.
4.11.3 Gudang penyimpanan
Tindakan koreksi pada tahap ini yaitu produk ditolak atau tidak diekspor.
Tindakan perbaikan yang dapat dilakukan yaitu apabila produk masih dalam
keadaan baik dapat dilakukan penanganan ulang, tetapi produk yang sudah
mengalami kemunduran mutu tidak dilakukan penanganan ulang kembali.
4.12 Menetapkan Prosedur Verifikasi (Verification Procedure)
Verifikasi adalah konfirmasi yang dilakukan dengan menyertakan bukti
dan penjelasan objektif bahwa suatu persyaratan khusus telah terpenuhi (ISO 8402
1994 dalam Thaheer 2005). Verifikasi merupakan metode, prosedur, pengujian,
dan cara penilaian lainnya disamping pemantauan untuk menentukan kesesuaian
74

dengan HACCP plan. Tindakan verifikasi yang dapat dilakukan adalah :
penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat, pemeriksaan kembali rencana
HACCP dan catatan CCP, catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang
menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP atau penyimpangan dari rencana
dan tindakan koreksi yang dilakukan.
Suatu sistem pemeriksaan oleh pihak perusahaan untuk menentukan
efektif tidaknya rencana HACCP. Pelaksanaan verifikasi ini dapat dibedakan
menjadi dua bagian besar yaitu :
- internal verifikasi oleh pihak perusahaan
- eksternal verifikasi oleh pihak pemerintah (6 bulan atau 1 tahun sekali)
Pada tahap penerimaan bahan baku, metal detecting, pengepakan dan
pelabelan, serta gudang penyimpanan verifikasi yang dilakukan adalah adanya
evaluasi oleh kepala bagian QC.
4.13 Prosedur Pencatatan dan Dokumentasi (Record Keeping)
Salah satu kunci dari keberhasilan jalannya sistem HACCP yaitu
keakuratan sistem pencatatan (record keeping). Semua kegiatan yang
berhubungan dengan pemantauan CCP dan kegiatan lainnya yang terkait harus
dicatat dengan baik, pencatatan ini akan menyediakan data dimana terjadi
penyimpangan terhadap batas kritis dan tindakan koreksi untuk mengatasi
penyimpangan tersebut.
Pada metal detecting dilakukan pencatatan keadaan mesin metal detecting
sebelum dilakukan proses pengemasan produk pada checking metal detector.
Adanya produk yang mengandung logam kemudian dilakukan pencatatan dalam
record sheet of reprocessed untuk kemudian dilakukan proses ulang setelah logam
dihilangkan. Pada pengepakan dan pelabelan dilakukan pencatatan dalam record
of packing and labelling. Pada gudang penyimpanan, keadaan produk dicatat
dalam check product in the cold storage.




75

5. PEMBAHASAN
5.1 Program Kelayakan Dasar
Program Kelayakan dasar merupakan fondasi awal sebelum konsepsi
manajemen mutu HACCP diterapkan di suatu unit pengolahan. Penilaian
kelayakan dasar suatu unit pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan
lembar penilaian yang telah dibakukan. Nilai dari status kelayakan dasar akan
menentukan apakah unit pengolahan mampu menerapkan dan mengembangkan
konsepsi HACCP (Wiryanti dan Witjaksono 2001).
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan, pelaksanaan Good
Manufacturing Pratices (GMP) dan Standard Sanitation Operating Procedure
(SSOP) sebagian besar telah diterapkan oleh perusahaan dengan baik sesuai
prosedur yang dituangkan dalam pedoman mutu perusahaan. Akan tetapi, masih
ada beberapa penyimpangan yang terjadi terhadap kelayakan dasar (GMP dan
SSOP). Hasil penilaian terhadap penerapan program kelayakan dasar di PT Misaja
Mitra Pati menunjukkan jumlah penyimpangan sebanyak 1 penyimpangan minor,
4 penyimpangan mayor, 1 penyimpangan serius, dan tidak ada penyimpangan
kritis yang dapat dilihat Lampiran 3 mengenai daftar penilaian/check list Unit
Pengolahan Ikan (UPI). Dengan jumlah penyimpangan tersebut, maka PT Misaja
Mitra Pati dikategorikan sebagai UPI dengan nilai B (baik), artinya unit
pengolahan tersebut dapat melakukan ekspor ke negara mana saja sesuai dengan
peraturan yang diberlakukan oleh Ditjen PPHP No. PER.011/DJ-P2HP/2007
kecuali negara yang mempunyai persyaratan harus bernilai A (Wiryanti dan
Witjaksono 2001).
Penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kelayakan dasar
perusahaan serta efektivitas penerapan GMP dan SSOP akan mempengaruhi
penerapan sistem HACCP di perusahaan. Penyimpangan-penyimpangan ini pun
dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap produk yang
berujung pada tingkat penerimaan konsumen terhadap produk akhir.
5.1.1 Good manufacturing practices (GMP)
Good Manufacturing Practices (GMP) yang dilaksanakan pada pembuatan
produk udang kupas (Peeled) beku di PT Misaja Mitra Pati telah memenuhi
76

standar GMP yang ditetapkan (dalam hal ini perusahaan telah membuat panduan
mutu yang menjadi standar GMP).
Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kekurangan yang masih
perlu diperbaiki. Penyimpangan-penyimpangan GMP yag terjadi pada proses
pembuatan udang kupas (Peeled) beku di PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pda
Tabel 16.
Tabel 16. Penyimpangan persyaratan kelayakan dasar pada unit pengolahan.
Penyimpangan Minor
Lantai pada ruang pendinginan, es, dan gudang beku tidak dibuat miring.
Penyimpangan Mayor
Kabel diruang proses terutama pada saat penimbangan udang tidak ditutup,
dibiarkan menjulur.
Tidak mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah, pencucian dilakukan
langsung ditempat proses.
Tempat pencucian tidak mempunyai pintu masuk dan keluar yang terpisah,
karena pencucian langsung di ruang proses.
Tempat / wadah berisi produk ditumpuk sebelum dan sesudah pencucian
karena keterbasan tempat.
Penyimpangan Serius
Perusahaan tidak mempunyai fasilitas perban tahan air, karyawan yang
terluka tidak boleh bekerja.

Lantai pada ruang pendinginan, es, dan gudang beku tidak dibuat miring
atau kurang miring. Kemiringan lantai harus 1
o
untuk menghindari genangan air
sehingga air langsung mengalir ke saluran pembuangan (Wiryanti 2001). Pada
ruang proses masih dijumpai kabel yang menjulur, hal ini dapat membahayakan
keselamatan karyawan dalam bekerja apabila ada kabel yang terkelupas.
Tidak mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah, pencucian
dilakukan langsung ditempat proses. Hal ini dikarenakan pencucian dilakukan
sekaligus dengan pencucian meja dan dinding apabila pekerjaan setelah selesai
yaitu apabila waktu karyawan ingin pulang. Sehingga dengan ini perusahaan tidak
memiliki pintu masuk dan keluar yang berbeda untuk tempat pencucian alat.
77

Tempat atau wadah berisi produk biasanya ditumpuk sebelum dan sesudah
pencucian. Hal ini dikarenakan untuk mengefesienkan penggunaan tempat dan
memudahkan dalam penanganannya. Tahapan proses produksi yang panjang dan
dengan tujuan untuk mempercepat pekerjaan sehingga para karyawan terpaksa
melakukan hal tersebut. Adanya penumpukan bahan baku ini akan memberikan
peluang timbulnya kontaminasi silang apabila ada salahsatu produk yang tercemar
khususnya yang keadaannya masih basah dan juga penumpukan yang tidak benar
akan menyebabkan kerusakan pada produk. Proses penurunan mutu udang
disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari badan udan itu sendiri dan faktor
lingkungan. Penurunan mutu udang ini terjadi secara autolisis, bakteriologis, dan
oksidasi (Purwaningsih 2000).
Hasil wawancara di perusahaan, perusahaan tidak mempunyai fasilitas
perban tahan air, namun dalam pelaksanaannya karyawan yang terluka tidak
diperbolehkan bekerja dalam ruang proses. Hal ini bertujuan untuk
meminimalisasi kemungkinan kontaminasi silang akibat adanya luka pada
karyawan sehingga produk yang dihasilkannya pun terjamin kualitasnya, dan
untuk menjamin pelaksanaan program HACCP yang baik.
Selain penyimpangan diatas, terdapat juga kebiasaan buruk dari para
karyawan/pekerja, yaitu ketidakhati-hatian dan ketidakramahan dalam
memperlakukan peralatan. Ketika pengamatan sering terlihat karyawan yang
membawa keranjang fiber (keranjang limbah maupun wadah) meletakkan
keranjang dengan cara membanting dan melempar, hal ini selain berbahaya
terhadap karyawan juga dapat mengurangi keawetan peralatan. Bahaya lain yang
dapat timbul adalah pecahan alat (baik plastik maupun logam) yang nantinya akan
ikut terbawa produk yang diekspor. Menurut Wiryanti (2001), program HACCP
bukanlah merupakan sistem pengendalian mutu yang dapat berdiri sendiri,
melainkan sebagai salah satu bagian dari sistem yang menyeluruh dalam proses
pengendalian mutu. Penerapan program HACCP akan efektif apabila program
kelayakan dasar memenuhi persyaratan yaitu cara penanganan yang baik dan
benar serta persyaratan sanitasi dan higiene yang baik.


78

5.1.2 Sanitation standart operating procedure (SSOP)
Apabila dengan menerapkan GMP yang baik akan menghasilkan produk
yang bermutu, maka penerapan SSOP yang baik akan menghasilkan produk yang
sehat dan aman, karena bebas dari kontaminan.
Penerapan SSOP pada pembuatan produk udang kupas beku di PT Misaja
Mitra Pati juga telah mengikuti prosedur dan standar yang berlaku. Persyaratan
dan prosedur yang digunakan dalam menerapkan SSOP di PT Misaja Mitra Pati
adalah persyaratan legal dan persyaratan/prosedur yang ditetapkan oleh
perusahaan. Secara umum pelaksanaan SSOP di PT Misaja Mitra telah memenuhi
dan mengikuti standard an prosedur yang telah ditetapkan. 8 kunci pokok SSOP
telah terpenuhi dengan baik. Namun, masih terdapat dengan perilaku karyawan
dan ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang keberhasilan pelaksanaan
SSOP.
Hasil pengamatan di lapangan dari penerapan SSOP masih terhalang oleh
kedisiplinan karyawan. Sedangkan untuk penerapan SSOP dibeberapa bagian
lainnya sudah dapat berlangsung cukup baik, dilihat dari pelaksanaan delapan
kunci SSOP. Hal ini terlihat tahap penerimaam bahan baku sampai ekspor dan
juga dalam pengolahan limbanya. Pada tahap penerimaan bahan baku ditemukan
perilaku karyawan yang kurang baik. Ada beberapa karyawan yang bertugas di
bagian penerimaan bahan baku, memakai seragam kerja tidak sesuai aturan yaitu
kerudung bermasker masih terbuka, sehingga rambut karyawan tersebut terlihat
(keluar kerudung) dan dapat mengkontaminasi produk. Selain itu ada beberapa
karyawan di bagian bahan baku yang masih menggunakan seragam produksi
keluar masuk ruang produksi tanpa melakukan penggantian pakaian. Sehingga hal
ini dapat menjadi sumber terjadinya kontaminasi produk.
Pencegahan kontaminasi silang yang merupakan bagian dari SSOP adalah
salah satu permasalahan tersendiri yang banyak di setiap perusahaan pangan.
Dalam penerapannya, perusahaan sudah memiliki prosedur yang baik untuk
meminimalisasi hal tersebut tetapi dalam pelaksanaannya masih terhalang oleh
kesadaran para karyawan untuk dapat disiplin. Seperti untuk menjaga kebersihan
tangannya karyawan dituntut untuk melakukan cuci tangan setiap 30 menit sekali
dalam air berklorin dan disemprot dengan alkohol 70%. Namun, dalam
79

pelaksanaanya masih ada beberapa karyawan yang masih kurang memiliki
kesadaran untuk melakukan hal tersebut, sehingga masih diperlukan suatu upaya
untuk dapat meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan karyawan dalam bekerja
dalam hal ini yang bertugas untuk mengingatkan karyawan untuk melakukan cuci
tangan adalah supervisor yang dibantu dengan alarm/bel yang berbunyi 30 menit
sekali dan terpasang di setiap ruangan produksi.
Penanganan bahan baku di PT Misaja Mitra Pati sesuai dengan syarat
sanitasi karena bahan baku yang masuk dilakukan sampling untuk melihat kualitas
udang dan dilakukan pengujian di laboratorium. Pengujian dilakukan untuk
mengetahui kondisi antibiotik dan mikrobiologi telah sesuai dengan persyaratan
yang berlaku baik dari perusahaan, pemerintah maupun negara tujuan ekspor.
Bahan tambahan yang digunakan seperti air, es dan klorin dosis
pemakaiannya sudah baik karena penggunaannya telah disesuaikan dengan
persyaratan yang telah ditetapkan perusahaan, pemerintah dan negara tujuan
ekspor. Air yang digunakan telah memenuhi standar mutu karena air tersebut telah
diolah di water treatment, tetapi dalam pemakaiannya semua air yang masuk
ruang proses telah ditambahkan klorin. Perusahaan menambahkan klorin 3-5 ppm
untuk pasokan air yang menuju ruang proses. Hal ini bertujuan selain sebagai
pembersih, air juga dapat digunakan sebagai desinfektan dalam penggunaannya.
Penggunaan klorin ini disesuaikan dengan negara tujuan ekspor dari produk yang
akan dihasilkan. Penambahan klorin ini disesuaikan dengan tujuan ekspor, Negara
tujuan utamanya ke Jepang, sedangkan untuk ekspor ke Eropa tidak digunakan
klorin tetapi air ozone. Klorin yang digunakan sebagai disinfektan yaitu untuk
menginaktifkan bakteri dan virus patogenik dalam setiap tahapan proses telah
sesuai dengan ketentuan dimana semakin menuju proses akhir, konsentrasi
semakin kecil. Es yang digunakan perusahaan adalah flake ice, penggunaan flake
ice ini bertujuan agar lebih cepat menurunkan suhu udang.
Produk akhir yang dihasilkan PT Misaja Mitra Pati dari produk udang
kupas (peeled) beku ada beberapa macam jenisnya, kebanyakan pengolahan
produk ini disesuaikan permintaan pasar ataupun ukuran udang yang ada tidak
sesuai untuk jenis produk yang lainnya. Pada penanganannya sudah berlangsung
cukup baik dengan tujuan untuk tetap menjaga kesegaran produk. Hal ini
80

dilakukan dengan pencucian menggunakan klorin dan juga tetap memperhatikan
rantai dingin dalam penanganannya.
Pengolahan produk udang kupas (Peeled) beku dilakukan sesuai dengan
diagram alir proses dan secara saniter serta higienis. Proses pembekuan telah
sesuai persyaratan jenis produk, suhu dan waktu pembekuan. Produk yang sudah
dalam bentuk beku telah mempunyai ukuran dan bentuk yang teratur. Sistem
pemberian kode-kode dilakukan pada waktu memproses bahan baku seperti
supplier, size, jenis produk, waktu produksi, tanggal kadaluarsa, dan lainnya. Hal
tersebut dilakukan dengan tujuan mempermudah dalam pengawasan mutu dan
pelacakan produk-produk setelah dilepas ke pasar apabila terjadi komplain dari
pembeli.
Produk udang kupas yang telah dibekukan biasanya langsung dikemas
dengan cepat, tepat dan saniter dengan tujuan untuk mempertahankan mutu dan
mencegah kontaminasi produk. Apabila tidak dapat langsung dikemas, untuk
sementara waktu produk disimpan di ruang penyimpanan beku. Inner carton dan
master carton yang digunakan untuk mengemas produk telah sesuai dengan
persyaratan bahan pengemas sehingga aman bagi produk. Inner carton terbuat
dari bahan dengan campuran lilin, hal ini bertujuan agar wadah tidak cepat rusak
dan menjga suhu produk tetap stabil. Setiap bahan pengemas yang dipakai telah
memuat label yang minimal berisi merk produk, size udang, berat bersih produk,
jenis dan tanggal produksi. Hal ini berguna dalam memberikan informasi kepada
konsumen dan untuk pelacakan produk jika terjadi komplain dari konsumen.
Setiap produk akhir yang telah dikemas langsung disimpan di ruang penyimpanan
beku yang bersuhu -20
o
C sampai -18
o
C dan disusun rapi sehingga memudahkan
pengangkutan nantinya dan menerapkan system first in first out dalam
pengangkutannya.
Kondisi alat angkut dan distribusi produk akhir udang kupas beku yang
digunakan PT Misaja Mitra Pati sesuai dengan jenis produk. Suhu kontainer di
setting dalam kisaran suhu penyimpanan beku yang berguna untuk
mempertahankan mutu produk yang akan didstribusikan yaitu bersuhu -18
o
C.

81

5.2 Analisis Bahaya pada Pembekuan Produk Udang Kupas Beku
Analisis bahaya yang dilakukan pada produk udang kupas beku di PT
Misaja Mitra Pati menemukan beberapa bahaya pada tiap tahapan (Tabel,,). Jenis
bahaya yang timbul dikelompokkan kedalam 3 kriteria yaitu bahaya yang
menyangkut keamanan pangan (food safety), mutu produk (wholesomenes) dan
bahaya yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (economic froud). Bahaya
yang paling banyak timbul adalah bahaya kontaminasi dari karyawan dan alat,
dekomposisi karena perubahan suhu, kesalahan/ketidakhati-hatian karyawan, dan
kerusakan mesin serta alat kerja.
Berdasarkan hasil analisa bahaya ditemukan banyak sekali bahaya yang
mungkin timbul selama proses pembuatan produk udang kupas beku berlangsung.
Namun, bila dilihat signifikasinya, hanya 2 bahaya yang termasuk bahaya yang
signifikan. Bahaya tersebut antara lain, adanya residu senyawa antibiotik pada
bahan baku yang terjadi pada tahap penerimaan bahan baku dan bahaya karena
adanya logam (baik Fe maupun non-Fe) pada produk akhir yang terjadi pada
tahap pendeteksian logam oleh metal detector.
Hasil analisis bahaya kemudian diuji apakah bahaya tersebut termasuk
bahaya yang menjadikan tahapannya sebagai titik kendali kritis. Pengujian yang
dilakukan adalah dengan mengujikan semua bahaya signifikan dengan
menggunakan decision tree (pohon keputusan).
5.3 Identifikasi Titik Kendali Kritis/CCP pada Pembuatan Produk Udang
Kupas Beku
Identifikasi Titik Kendali Kritis/CCP merupakan tahap lanjutan setelah
tahap analisis bahaya. Berdasarkan analisis bahaya pada produk udang kupas beku
ditemukan 2 bahaya yang signifikan yaitu residu antibiotik dan logam. Kedua
bahaya signifikan tersebut selanjutnya diuji dengan decision tree, apakah
keduanya merupakan CCP atau bukan. Melalui decision tree diketahui bahwa
adanya residu antibiotik pada bahan baku udang dan logam pada produk akhir,
keduanya merupakan CCP. Karena keduanya tidak dapat ditangani hanya dengan
penerapan GMP dan SSOP, dan membutuhkan tindakan pengendalian.
Bahaya yang dikarenakan residu antibiotik merupakan bahaya yang
menyangkut kesehatan/keamanan konsumen yang mengkonsumsinya, sehingga
82

digolongkan kedalam food safety hazard (bahaya keamanan pangan). Antibiotik
digunakan oleh petambak untuk membunuh mikroba patogen yang biasanya
menjangkiti udang yang dibudidayakan. Tetapi jika antibiotik dikonsumsi oleh
manusia yang terbawa pada produk olahan udang secara terus menerus dapat
menyebabkan mikroba target antibiotik tersebut menjadi resisten (kebal) terhadap
kerja antibiotik. Untuk itu tidak boleh ada residu antibiotik di dalam produk.
Bahaya lain yang termasuk CCP adalah adanya logam di dalam produk.
Semua benda asing yang tidak dapat dicerna dan dapat menimbulkan gangguan
kerja organ tubuh tidak boleh ada di dalam produk. Logam sebgai salah satu
benda yang tidak dapat dicerna oleh tubuh merupakan bahaya yang harus
dihindari dan dicegah. Bahaya adanya logam di dalam produk digolongkan ke
dalam bahaya keamanan pangan (food safety hazard). Logam yang ada dalam
produk berasal dari pecahan peralatan logam yang terjadi pada saat tahapan
pengolahan berlangsung atauun berasal dari bahan baku itu sendiri. Biasanya
berasal dari usus udang. Untuk produk yang berbentuk blok, seperti produk udang
kupas beku, keberadaan logam sangat susah diamati dengan mata telanjang.
Untuk itu dibutuhkan alat yang dapat mendeteksi keberadaan logam. PT Misaja
Mitra Pati telah memasang alat deteksi logam sebagai alat yang dapat mendeteksi
keberadaan logam pada produk baik besi maupun non besi dengan ukuran
tertentu.
5.4 Pengawasan CCP
Langkah pengawasan titik kendali kritis meliputi tahap penentuan batas
kritis, pemantauan batas kritis, tindakan pengendalian, prosedur verifikasi dan
pencatatan (dokumentasi).
5.4.1 Penentuan batas kritis
Batas kritis adalah keadaan atau kondisi yang menjadi batas suatu produk
dalam kondisi aman atau tidak. Bila suatu kondisi yang menjadi fokus perhatian
telah melampaui batas kritis berarti produk tersebut tidak aman dan demikian juga
sebaliknya.
Batas kritis yang ditetapkan oleh PT Misaja Mitra Pati mengacu pada
Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2705-1992 dan standar yang ditetapkan oleh
pihak pembeli (buyer). Batas kritis untuk produk udang kupas beku dapat dilihat
83

pada Tabel.... standar yang ditetapkan meliputi aspek fisik, kimia dan
mikrobiologis. Batas kritis untuk bahaya antibiotik termasuk ke dalam aspek
kimia. Sedangkan batas kritis untuk logam dalam produk termasuk ke dalam
aspek fisik.
Batas kritis untuk antibiotik berbeda untuk masing-masing jenis. Batasan
kadar kloramfenikol dalam produk adalah 1 ppb, Nitrofuran (Furazolidone) 0.3
ppb dan oksitetrasiklin harus negatif. Sedangkan batasan kritis kandungan logam
dalam produk juga ditentukan. Perusahaan memberi batasan kandungan logam
sebesar < 1.5 untuk Fe dan < 2.5 untuk logam selain Fe.
5.4.2 Pemantauan batas kritis pada tiap titik kendali kritis
Pemantauan batas kritis pada tiap titik kendali kritis merupakan upaya dan
langkah preventif agar bahaya yang menjadi titik kendali kritis tetap terpantau dan
dalam kondisi yang terkendali. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Thaheer
(2005), bahwa pemantauan batas kritis meliputi apa yang dipantau, siapa yang
melakukan pemantauan, kapan dilakukan pemantauan, bagaimana cara
pemantauan dan dimana tempat/tahap yang dipantau.
Pemantauan batas kritis sekaligus pemantauan titik kendali kritis yang
dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel....
5.4.3 Penentuan tindakan pengendalian
Jika penentuan batas kritis dilakukan untuk mengendalikan terjadinya
bahaya yang mempengaruhi keamanan pangan, maka perlu dirancang suatu
tindakan yang harus dilakukan apabila kadar bahaya telah melampaui batas kritis
yang telah ditetapkan. Untuk itulah pentingnya dilakukan tindakan pengendalian.
Tindakan pengendalian untuk setiap bahaya yang termasuk dalam titik kendali
kritis berbeda antara satu bahaya dengan bahaya yang lain.
Apabila dalam pengujian ditemukan masing-masing antibiotik dengan
kadar melebihi batas yang telah ditentukan, maka bahan baku udang akan ditolak
dan tidak akan diproses lebih lanjut. Karena bahan baku telah mengandung residu
antibiotik akan tetap mengandung antibiotik walaupun telah dilakukan
pengolahan. Sedangkan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan bila ditemukan
produk yang mengandung logam dengan ukuran melebihi batas yang telah
ditentukan adalah dengan menahan produk tersebut. Bila berkemungkinan dapat
84

dibersihkan dan dipastikan tidak terdeteksi keberadaan logamnya, maka produk
tersebut dapat diolah kembali. Tetapi bila masih terdeteksi keberadaan logamnya,
maka produk tersebut diolah menjadi produk non pangan (biasanya dibuat sebagai
pakan ternak).
5.4.4 Prosedur verifikasi
Prosedur verifikasi merupakan upaya untuk melihat apakah sistem
HACCP yang telah direncanakan dan dilaksanakan telah bekerja secara efektif
atau belum.
Prosedur verifikasi mencakup beberapa hal, yaitu validasi HACCP,
peninjauan hasil pemantauan, pengujian produk dan auditing. Validasi dilakukan
untuk memeriksa ketepatan dan keakuratan hasil pengukuran suatu alat sesuai
dengan ukuran sebenarnya. Validasi alat dilakukan oleh perusahaan sendiri dan
oleh lembaga yang dapat melakukan kaliberasi pada alat tersebut.
Untuk peninjauan hasil pemantauan dilakukan dengan memeriksa setiap
hasil pantauan yang telah terekam dalam dokumen pemantauan pada tahap
pengawasan titik kendali kritis. Apakah semua tahapan telah sesuai dengan
HACCP plan. Pengujian produk dilakukan dengan menguji semua parameter yang
telah distandarkan. Pengujian meliputi parameter fisik, sensori, visual, kimiawi
dan mikrobiologis. Pengujian produk dilakukan oleh pihak perusahaan (dalam hal
ini dilakukan oleh bagian Quality control yang dilakukan dalam laboratorium
perusahaan) dan pengujian produk sebelum diekspor oleh pihak pembeli (pihak
eksternal).
Kegiatan audit dilakukan oleh perusahaan secara berkala setiap harinya
dan audit mutu secara berkala oleh lembaga/badan yang memiliki kompetensi dan
kewenagan di bidang auditing. PT Misaja Mitra Pati telah melakukan proses
verifikasi secara internal maupun eksternal dengan baik. Semua hasil verifikasi
tercatat dan tersimpan dengan rapi serta berada dalam pengawasan dan wewenang
divisi Quality Control.
5.4.5 Prosedur pencatatan (Dokumentasi)
Tujuan dilakukan pencatatan (dokumentasi) adalah untuk membuktikan
bahwa sistem HACCP yang dilaksanakan masih relevan untuk dipertahankan atau
85

harus direvisi, serta menjadi acuan untuk pengambilan keputusan dan kebijakan
manajer puncak.
Sistem dokumentasi yang dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati telah
memenuhi kriteria pendokumentasian yang baik dan benar. Dokumentasi yang
dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati bersifat tepat waktu, tepat guna, tepat sasaran
dan dapat/mudah dipahami.


























86



6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
PT. Misaja Mitra Pati merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dalam usaha pembekuan udang. Ada beberapa jenis produk dari hasil olahan
udang oleh PT Misaja Mitra Pati yaitu, udang tanpa kepala beku (Head Less),
udang kupas (Peeled) beku, Nobashi Ebi (PDTO Stretched) beku, Frozen shrimp
Panko Ebi, dan Frozen Shrimp Panko Ebi Head On.
PT Misaja Mitra Pati telah menerapkan sistem manajemen keamanan
pangan telah diterapkan sejak lama. Hal ini untuk menjamin bahwa produk yang
dihasilkannya aman dan bermutu. Sistem manajemen tersebut adalah HACCP
(Hazard Analysis Critical Control Point). Secara keseluruhan penerapan HACCP
di PT Misaja Mitra Pati sudah dapat berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari
pelaksanaan kelayakan dasar (GMP dan SSOP) sudah dapat berjalan dengan baik
dan efektif. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap kondisi perusahaan
dan hal-hal yang terjadi di lapangan, terdapat beberapa penyimpangan yang
terdapat di perusahaan yaitu satu penyimpangan minor, empat penyimpangan
mayor, dan satu penyimpangan serius.
Penyimpangan minor yang terjadi di PT Misaja Mitra pati, yaitu lantai pada
ruang pendinginan, es, dan gudang beku tidak dibuat miring. Penyimpangan
mayor yang ditemukan yaitu; kabel diruang proses terutama pada saat
penimbangan udang tidak ditutup dan dibiarkan menjulur, tidak mempunyai
tempat pencucian alat yang terpisah, tempat pencucian tidak mempunyai pintu
masuk dan keluar yang terpisah, dan tempat/wadah berisi produk ditumpuk
sebelum dan sesudah pencucian. Sedangkan penyimpangan serius yang ditemukan
adalah perusahaan tidak mempunyai fasilitas perban tahan air bagi karyawan
yang terluka.
Berdasarkan hasil analisis bahaya yang dilakukan terhadap tahap pembuatan
produk udang kupas beku, telah ditemukan dua jenis bahaya yang termasuk
kedalam titik kendali kritis/CCP, yaitu bahaya adanya residu antibiotik pada tahap
penerimaan bahan baku dan bahaya adanya logam pada tahap pendeteksian
87

logam. Bahaya yang teridentifikasi sebagai CCP tersebut, kemudian diawasi,
ditentukan batas kritisnya, dilakukan tindakan pengendalian, diverifikasi dan
didokumentasikan.
Setelah dilihat dari hasil penilain terhadap penerapan sistem HACCP yang
sesuai dengan kriteria tertentu, PT Misaja Mitra Pati memperoleh nilai kelayakan
dasar B. Hal ini tidak sesuai dengan dengan Sertifikat Kelayakan Pengolahan
(SKP) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan (DJP2HP) pada tahun 2007 dengan rating A maka perlu dilakukan
tindakan koreksi dari perusahaan agar dapat diperbaiki penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi.
Secara garis besar penerapan sistem HACCP untuk produk udang kupas
beku di PT Misaja Mitra Pati telah sesuai dengan HACCP plan yang dibuat oleh
perusahaan sebelumnya. Pemantauan (audit) yang dilakukan oleh pihak internal
perusahaan maupun pihak eksternal merupakan upaya untuk menjaga sistem
HACCP yang dilaksanakan tetap baik dan sesuai dengan koridor yang telah
ditetapkan.
6.2 Saran
Sebaik apapun suatu sistem dibuat pasti tidak akan mencapai
kesempurnaan, tidak terkecuali sistem HACCP yang diterapkan di PT Misaja
Mitra Pati. Kekeurangan dalam penerapan sistem manajemen keamanan pangan
atau HACCP terletak pada program kelayakan dasar. Kekurangan tersebut
menyangkut perilaku karyawan yang kurang disiplin (kurang sadar akan
pentingnya menerapkan sistem manajemen keamanan pangan) dan ketersediaan
peralatan/sarana kerja.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya peningkatan kualitas
sumberdaya manusia di perusahaan untuk dapat meningkatkan kedisiplinan dan
kesadaran karyawan dalam bekerja dan juga perlu dilakukan pengawasan yang
lebih ketat pada setiap tahapan dalam proses. Upaya untuk meningkatkan
kesadaran karayawan meliputi penyuluhan dan pelatihan (baik pelatihan di dalam
perusahaan ataupun diluar perusahaan) bagi karyawan PT Misaja Mitra Pati.
Selain itu perusahaan perlu menerapkan sistem penilaian kinerja karyawan yang
88

baik dan efektif dengan memberi bonus kepada karyawan yang berprestasi dalam
menerapkan manajemen mutu dan memberikan sanksi kepada karyawan yang
melakukan kelalaian kerja dalam menerapkan manajemen mutu di perusahaan.
Namun dalam pelaksanaannya perlu supervisor yang terlatih dan mengerti dalam
menerapkan sistem penilaian kinerja ini, sehingga penilaian kinerja dilakukan
secara objektif.
Dengan adanya pengawasan yang ketat terhadap kinerja karyawan, maka
diharapkan hal ini dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan kesadaran
dalam bekerja dan mengurangi kelalaian dalam bekerja yang dapat menyebabkan
bahaya dalam keamanan produk yang dihasilkan. Peningkatan sarana yang belum
memenuhi/terpenuhi seperti penyediaan perban tahan air bagi karyawan yang
terluka dan tempat pencucian alat yang terpisah dengan ruang produksi. Perlu
adanya penjelasan ulang tentang job description dan job specification bagi semua
pegawai di perusahaan, sehingga tidak ada yang over lapping dalam menjalankan
tugasnya masing-masing dan tetap terfokus dalam menerapkan sistem manajemen
keamanan pangan (HACCP).
















89

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2007. Shrimp. www.wikipedia.org. [10 Mei 2009]

Asian Productivity Organization. 2005. Guide to Quality Control. New York.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998. Sistem Analisis
Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical
Control Point) serta Pedoman Penerepannya. Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2007. RSNI 01-2705-2005. Udang Beku.
Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2003. Recommended International
Code of Practice General Principles of Food Hygiene. Rev. 4. Food and
Agriculture Organization/World Health Organization. Rome, Italy.

Direktorat Jendral Perikanan. 2000. Ketentuan Penetapan SSOP Unit Pengolahan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan.

[Ditjen PPHP] Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan.
2007. Peraturan No. PER.011/DJ-P2HP/2007 tentang Pedoman Teknis
Penerapan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Jakarta :
Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan,
Departemen Kelautan dan Perikanan.

[DJP2HP] Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2009.
Perkiraan relasi ekspor dan proyeksi ekspor hasil perikanan tahun 2009.
http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/876. [1 Juni 2009].

Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. CV Liberty.
Yogyakarta.

Hariadi S. 1994. Pembekuan Udang Jilid I. Surabaya : Karya Anda.

Herschdoerfer S.M.1984. Quality Control in The Food Industry. Vol.1. 2
nd
Ed.
London: Academic Press Inc.

Ilyas S. 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan : Teknik Pembekuan Ikan.
Jakarta : Departemen Pertanian.

Mayes J. 2001. HACCP : Principles and Applications. New York : Van Nostrand
Reinhold.

Moeljanto.1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
90


Muhandri T, Kadarisman D. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan.
Bogor : IPB Press.

Permana, RJ. 2007. Penerapan HACCP pada Pembekuan Udang Beku Tanpa
Kepala (headless) di PT. Satu Tiga Enam Delapan Banyuwangi Jawa
Timur. [Laporan Magang] Jurusan Agroteknlogi Hasil Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

PT. Misaja Mitra Pati. 2009. Dokumen Bagian Produksi PT Misaja Mitra Pati.
Pati: PT Misaja Mitra Pati.

Purwaningsih S. 1995. Teknologi Pembekuan Udang. Jakarta: PT.Penebar
Swadaya

Suwignyo. 1989. Avertebrata Air. Bogor: Lembaga Sumberdaya dan Informasi.
IPB

Thaheer H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Buku Aksara

USDA. 2003. Shrimp Nutrition Information. www.healthzone.com. [10 Mei
2009].

Winarno FG. 2002. Keamanan Pangan Jilid Ke-1. Bogor : M-BRIO Press.

Winarno F.G, Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan.
Bogor: M-Brio Press.

Wiryanti J, Witjaksono HT. 2001 Hazard analysis and critical control point dalam
Pelatihan Manajemen Dokumentasi dan Perekaman serta Audit Internal
Hazard Analysis and Critical Control Point. 12-20 Maret 2001. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai