SEKTOR PELAYANAN PEMBUATAN SURAT IZIN MENGEMUDI Paper ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) di smester 6 Program Studi Aeronautika
Oleh: Risky Pratama Putra 111221025 RR.Alvina Ranaprabowo 111221026 Saadilah Rasyid 111221027 Tria Satria 111221028 Ulfi Latipah 111221030 Yusuf Adiwinata 111221031 Zaskia Azhar Yasmin 111221032
JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2014 i
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 2 1.3 Tujuan .............................................................................................. 2 1.4 Sistematika Penulisan ..................................................................... 3 BAB II DASAR TEORI.................................................................................................. 4 2.1 Mewujudkan Konsep Good Governence di Indonesia .................. 4 2.2 Kaitan Prinsip Prinsip Good Governance Pada Pelayanan Publik 5 2.3 SIM (Surat Izin Mengemudi) ........................................................ 10 2.4 Jenis - Jenis SIM ........................................................................... 10 2.5 Persyaratan Permohonan SIM ...................................................... 11 2.6 SIM tembak ................................................................................... 12 2.7 Jual Beli ......................................................................................... 12 2.8 Pelayanan Publik ........................................................................... 12 2.9 Good and Clean Governance ........................................................ 12 BAB III PEMBAHASAN .............................................................................................14 3.1 Faktor-faktor yang membuat masyarakat memilih menggunakan jasa SIM tembak ............................................................................ 14 3.2 Mewujudkan good governance pada pelayanan pembuatan SIM ................................................................................................ 16 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................18 4.1 Kesimpulan .................................................................................... 18 4.2 Saran .............................................................................................. 18
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum, Good Governance adalah pemerintahan yang baik. Dalam versi World Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Hal ini bagi pemerintah maupun swasta di Indonesia ialah merupakan suatu terobosan mutakhir dalam menciptakan kredibilitas publik dan untuk melahirkan bentuk manajerial yang handal. Pemerintahan yang bersih (clean governance) umumnya terlaksana pada negara-negara yang komponen-komponennya menaati hukum yang berlaku. Sedangkan pemerintahan yang baik (good governance) hanya dapat berlangsung melalui pembangunan pemerintahan yang bersih dengan seluruh stakeholdersnya yang terbebas dari korupsi, kolusi serta nepotisme. Faktanya, Indonesia belumlah memiliki pemerintahan yang bersih sehingga belum bisa mengakreditasikan diri sebagai negara dengan pemerintahan yang baik. Jual-beli SIM (Surat Izin Mengemudi) tembak / SIM instan misalnya. Hal tersebut adalah bagian kecil dari sekian banyak perkara yang mendukung bahwa Indonesia belum memiliki pemerintahan yang baik dan bersih. Jual-beli sim tembak tersebut juga diketahui memiliki harga lebih tinggi dari harga SIM yang diperoleh dari hasil tes bertahap. Pada kenyataannya, tidak hanya keperluan mendesak, umur, dan niat masyarakat saja yang dapat memarakkan terjadinya jual-beli SIM tembak, bahkan pegawai instansi pembuatan SIM sendiri yang dewasa ini menjadi calo penawaran SIM tembak. 2
Dengan adanya kejadian tersebut, menurut kami terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan oleh pemerintah yaitu, pertama pemerintah harus menindak tegas para calo jual-beli SIM tembak dengan merancang undang-undang baru tentang calo. Kedua sistem birokrasi yang harus dipermudah agar masyarakat lebih memilih untuk membuat SIM secara legal. Selebihnya, dapat juga diselenggarakan observasi berbagai penyebab mengapa SIM tembak lebih laku daripada SIM original. Dengan diketahuinya berbagai macam penyebab, pelaksanaan revisi atas hal-hal yang menjadi penyebab maraknya SIM tembak tersebut sangatlah diperlukan. Diterapkannya Good Governance di Indonesia tidak hanya membawa dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan lahirnya Good Corporate Governance. Dengan landasan yang kuat diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih dan amanah.
1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana pelayanan pemerintah terhadap pembuatan SIM? 2. Apa saja faktor-faktor yang membuat masyarakat memilih menggunakan jasa SIM tembak? 3. Bagaimana solusi untuk mewujudkan good governance pada pelayanan pembuatan SIM tersebut? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui bagaimana cara pelayanan pemerintah terhadap pembuatan SIM. 2. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang membuat masyarakat memilih menggunakan jasa SIM tembak. 3. Mengetahui bagaimana solusi untuk mewujudkan good governance pada pelayanan pembuatan SIM. 3
1.4 Sistematika Penulisan Penulisan dilakukan dengan susunan yang secara umum dapat menjelaskan permasalahan secara terperinci dengan urutan sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Sistematika penulisan pada bab I yaitu menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, metodologi, serta sistematika penulisan tugas akhir. BAB II: PEMBAHASAN Sistematika penulisan pada bab IV yaitu menyajikan pembahasan dari topic utama. BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN Sistematika penulisan pada bab V yaitu menjelaskan secara komprehensif mengaitkan Antara hasil yang sudah didapatkan dengan tujuan awal Paper. Selain itu, dideskripsikan beberapa saran terkait Paper ini untuk keperluan optimasi kedepannya.
4
BAB II DASAR TEORI 2.1 Mewujudkan Konsep Good Governencedi Indonesia Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk. Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia. Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda- agenda reformasi. Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai good governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang baik 5
maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan keputusan (Hunja, 2009). 2.2 Kaitan Prinsip Prinsip Good GovernancePada Pelayanan Publik Menerapkan praktik good governance dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kapasitas pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Salah satu pilihan strategis untuk menerapkan good governance di Indonesia adalah melalui penyelenggaraan pelayanan publik. Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis untuk memulai menerapkan good governance. Pelayanan publik sebagai penggerak utama juga dianggap penting oleh semua aktor dari unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Ada tiga alasan penting yang melatar-belakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong praktik good governance di Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah , warga, dan sektor usaha. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan interaksi yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good governance diterjemahkan secara lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan sarat dengan permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang bertele-tele, ketidakpastian waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara wajar oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada pemberi pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan alternatif untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan memberikan biaya tambahan. Dalam pemberian pelayanan publik, disamping permasalahan diatas, juga tentang cara pelayanan yang diterima oleh masyarakat yang sering melecehkan martabatnya sebagai warga Negara. 6
Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan pejabat birokrasi, sehingga harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan kemauan dari para pejabatnya. Hal ini terjadi karna budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada budaya kekuasaan. Upaya untuk menghubungkan tata-pemerintahan yang baik dengan pelayanan publik barangkali bukan merupakan hal yang baru. Namun keterkaitan antara konsep good-governance (tata-pemerintahan yang baik) dengan konsep pelayanan publik tentu sudah cukup jelas logikanya publik dengan sebaik-baiknya. Argumentasi lain yang membuktikan betapa pentingnya pelayanan publik ialah keterkaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Inilah yang tampaknya harus dilihat secara jernih karena di negara- negara berkembang kesadaran para birokrat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat masih sangat rendah. Secara garis besar, permasalahan penerapan Good Governance meliputi : 1. Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat; 2. Tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan; 3. Masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur; 4. Makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik; 5. Meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik antara lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum; 6. Meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan dalam era desentralisasi; 7
7. Rendahnya kinerja sumberdaya manusia dan kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan daerah yang belum memadai; Untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam buku van walt yang berjudul changing public services values mengatakan bahwa para birokrat bekerja dalam sebuah bermuatan nilai dan lingkungan yang yang didorong oleh sejumlah nilai. nilai-nilai ini yang menjadi pijakan dalam segala aktivitas birokrasi saat memberi pelayanan publik. Terkait dengan pernyataan tersebut ada beberapa nilai yang harus dipegang teguh para formulator saat mendesain suatu naklumat pelayanan. beberapa nilai yang dimaksud yakni: 1. Kesetaraan 2. Keadilan 3. Keterbukaan 4. Kontinyuitas dan regualitas 5. Partisipasi 6. Inovasi dan perbaikan 7. Efesiensi 8. Efektifitas Dengan metode tersebut penerapan prinsip good governance dalam pelayanan publik akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di lingkungan birokrasi maupun di lingkungan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, adalah pemerintah yang dekat dengan masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Esensi kepemerintahan yang baik (good governance) dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan publik yang baik, hal ini sejalan dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang ditujukan untuk memberikan 8
keleluasaan kepada daerah mengatur dan mengurus masyarakat setempat, dan meningkatkan pelayanan publik. Beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik (khususnya dibidang perizinan dan non perizinan) menjadi strategis, dan menjadi prioritas sebagai kunci masuk untuk melaksanakan kepemerintahan yang baik di Indonesia. Salah satu pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis dan prioritas untuk ditangani adalah, karena dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik sangat buruk dan signifikan dengan buruknya penyelenggaraan good governance. Dampak pelayanan publik yang buruk sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja pelayanan pemerintah. Buruknya pelayanan publik, mengindikasikan kinerja manajemen pemerintahan yang kurang baik. Pendidikan, Kesehatan dan Hukum (administrasi) adalah tiga komponen dasar pelayanan publik yang harus diberikan oleh penyelenggaran negara (pemerintah) kepada rakyat. Hingga saat ini, pelayanan tersebut tampak belum maksimal. Kondisi iklim investasi, kesehatan, dan pendidikan saat ini sangat tidak memuaskan, sebagai akibat tidak jelasnya dan rendahnya kualitas pelayanan yang ditawarkan oleh institusi-institusi pemerintahan. Bahkan muncul berbagai permasalahan; masih terjadinya diskriminasi pelayanan, tidak adanya kepastian pelayanan, birokrasi yang terkesan berbelit-belit serta rendahnya tingkat kepuasan masyarakat. Faktor-faktor penyebab buruknya pelayanan publik selama ini antara lain: a. Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik dan sama sekali tidak pro rakyat. b. Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis- mekanis saja dan bukan pedekatan pe-martabat-an kemanusiaan. c. Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap nrima (pasrah) apa adanya yang telah diberikan oleh pemerintah sehingga berdampak pada sikap kritis masyarakat yang tumpul. 9
d. Adanya sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan mengedepankan informality birokrasi dan mengalahkan proses formalnya dengan asas mendapatkan keuntungan pribadi. Terdapat 3 unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu unsur pertama, adalah organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu Pemerintah Daerah, unsur kedua, adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat atau organisasi yang berkepentingan, dan unsur ketiga, adalah kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan (pelanggan). 1. Unsur pertama menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki posisi kuat sebagai (regulator) dan sebagai pemegang monopoli layanan, dan menjadikan Pemda bersikap statis dalam memberikan layanan, karena layanannya memang dibutuhkan atau diperlukan oleh orang atau masyarakat atau organisasi yang berkepentingan. Posisi ganda inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab buruknya pelayanan publik yang dilakukan pemerintah daerah, karena akan sulit untuk memilah antara kepentingan menjalankan fungsi regulator dan melaksanakan fungsi meningkatkan pelayanan. 2. Unsur kedua, adalah orang, masyarakat atau organisasi yang berkepentingan atau memerlukan layanan (penerima layanan), pada dasarnya tidak memiliki daya tawar atau tidak dalam posisi yang setara untuk menerima layanan, sehingga tidak memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Posisi inilah yang mendorong terjadinya komunikasi dua arah untuk melakukan KKN dan memperburuk citra pelayanan dengan mewabahnya Pungli, dan ironisnya dianggap saling menguntungkan. 3. Unsur ketiga, adalah kepuasan pelanggan menerima pelayanan, unsur kepuasan pelanggan menjadi perhatian penyelenggara pelayanan (Pemerintah), untuk menetapkan arah kebijakan pelayanan publik yang berorienntasi untuk memuaskan pelanggan, 10
dan dilakukan melalui upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan daerah.
2.3 SIM (Surat Izin Mengemudi) SIM merupakan bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan (Pasal 77 ayat (1) UU No.22 Tahun 2009). (Adib Bahari S.H, 2009:37). Tujuan diwajibkannya memiliki SIM yaitu agar keselematan dalam berkendara tercipta dengan baik. Hal tersebutlah yang menjadi sebab dalam memperoleh SIM, masyarakat harus lolos mengikuti serangkaian tes kepemilikan SIM. Prosedur lain bagi SIM tembak. Segala umur dan bagaimanapun kemampuan berkendara masyarakat tidak berpengaruh dalam memperoleh SIM tembak. Hal tersebut secara otomatis dapat menyebabkan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas yang tinggi. Tidak hanya itu, keuntungan pribadi bagi calo-calo tak bertanggung jawab yang memfasilitasi jasa SIM tembak tersebut juga semakin tinggi.
2.4 Jenis - Jenis SIM - Golongan SIM A SIM untuk kendaraan bermotor roda 4 dengan berat yang diperbolehkan tidak lebih dari 3.500 Kg. - Golongan SIM A Khusus SIM untuk kendaraan bermotor roda 3 dengan karoseri mobil (Kajen VI) 11
yang digunakan untuk angkutan orang / barang (bukan sepeda motor dengan kereta samping) - Golongan SIM B1 SIM untuk kendaraan bermotor dengan berat yang diperbolehkan lebih dari 1.000 Kg. - Golongan SIM B2 SIM untuk kendaraan bermotor yang menggunakan kereta tempelan dengan berat yang diperbolehkan lebih dari 1.000 Kg - Golongan SIM C SIM untuk kendaraan bermotor roda 2 yang dirancang dengan kecepatan lebih dari 40 Km / Jam. (H.M Iwan Gayo, 2007:29)
2.5 Persyaratan Permohonan SIM Persyaratan permohonan SIM terdiri dari beberapa hal penting, antara lain : 1. Permohhonan tertulis 2. Bisa membaca dan menulis 3. Memiliki pengetahuan peraturan lalu lintas jalan dan tekhnik dasar kendaraan bermotor. 4. Batas usia 16 Tahun untuk SIM Golongan C 17 Tahun untuk SIM Golongan A 20 Tahun untuk SIM Golongan BI / BII 5. Trampil mengemudikan kendaraan bermotor 6. Sehat jasmani dan rohani 7. Lulus ujian teori dan praktek (H.M Iwan Gayo, 2007:98)
12
2.6 SIM tembak Permohonan kepemilikan surat izin mengemudi tanpa melalui tahapan- tahapan tes yang dilaksanakan oleh instansi terkait , melainkan melalui calo- calo dengan harga yang lebih tinggi daripada SIM original.
2.7 Jual Beli Jual beli adalah transaksi tukar menukar yang berkonsekuensi beralihnya hak kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad, baik berupa ucapan maupun perbuatan (Abdur Rahman Saleh; Dr. Iur Adnan Buyung Nasution; Stewart Fenwick, 2006:22).
2.8 Pelayanan Publik Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Hanif Nurcholis, 2005:65)
2.9 Good and Clean Governance Good governance sering di gunakan sebagai standar sistem good local governance di katakan baik dalam menjalankan sistem disentaralisasi dan sebagai parameter yang lain untuk mengamati praktek demokrasi dalam suatu negara. Para pemegang jabatan publik harus dapat mempertangung jawabkan kepada publik apa yang mereka lakukan baik secara pribadi maupun secara publik. Seorang presiden Gebernur, Bupati, Wali Kota, anggota DPR dan MPR 13
dan pejabat politik lainnya harus menjelaskan kepada publik mengapa memilih kebijaksanaan X, bukan kebijaksanaan Y, mengapa memilih menaikkan pajak ketimbang melakukan efesiensi dalam pemerintahan dan melakukan pemberantasan korupsi sekali lagi apa yang di lakukan oleh pejabat publik harus terbuka dan tidak ada yang di tutup untuk di pertanyakan oleh publik. Good and clean governance digunakan sebagai wacana dimana korupsi, kolusi dan nepotisme sedang marak.(Santoso; Syamsul Hadi; Rio Syahrial Jaslim; Jepri Edi; Vidia Arianti; Dwidia Pradana; Dessy Damayanti; 2004:14)
14
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Faktor-faktor yang membuat masyarakat memilih menggunakan jasa SIM tembak 3.1.1 Lebih mudah dan praktis dalam proses memperoleh SIM tembak Diketahui bahwa proses pembuatan SIM illegal (SIM tembak) memang membutuhkan biaya yang sedikit mahal jika dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan untuk membuat SIM legal. Tetapi, berdasarkan fakta dan analisis yang diperoleh, dapat dilihat perbedaan yang begitu besar diantara keduanya. Berbekal biodata, foto diri, fotokopi KTP serta uang kurang lebih Rp. 350.000,00 melalui calo, SIM selesai dalam kurun waktu 2 jam tanpa melalui tes apapun (tes kesehatan, teori, praktek, dan/atau tes simulator) untuk SIM C. Tidak diperhatikan pula persyaratan lain seperti usia dan kemampuan baca-tulis. Adapula dengan cara yang sama, tes tertulis yaitu tes teori dilakukan sebagai formalitas untuk pembuatan SIM tanpa harus mengikuti tes praktek maupun simulator. Dengan hasil yang sama, dalam kurun waktu 2 jam SIM tembak sudah dapat dinikmati. Berbeda dengan prosedur untuk SIM legal. SIM legal diperoleh dengan memenuhi persyaratan-persyaratan permohonan SIM, seperti: usia, kemampuan baca tulis, administratif (fotokopi KTP dan sidik jari), tes kesehatan, tes teori, tes praktek, dan/atau tes keterampilan ujian simulator.
15
3.1.2 Lamanya waktu pengulangan tes kepemilikan SIM untuk calon pemilik SIM yang tidak lulus tes Berdasarkan hasil analisis teoritis dan analisis angket, diketahui bahwa apabila dalam salah satu tes SIM legal terdapat kegagalan, maka pemohon dapat mengulang kembali dalam jangka waktu yang relatif lama, yaitu 10-14 hari kedepan. Sedangkan telah diketahui, melalui jalur tembak, tidak terdeteksi adanya kegagalan sehingga pemohon tidak takut akan gagal dan tidak khawatir akan mengulang dalam waktu yang relatif lama. Terutama bagi pemohon yang memiliki kepentingan mendesak yang berhubungan dengan kepemilikan SIM. 3.1.3 Pengetahuan masyarakat yang minim terhadap proses permohonan kepemilikan SIM dan tata-cara berlalu-lintas yang baik dan benar beserta dampaknya Kelancaran proses permohonan SIM tak hanya melibatkan kemampuan pemohon dalam berkendara, tetapi juga pengetahuan pemohon akan proses permohonan SIM dan materi uji tes. Pengetahuan masyarakat yang masih minim akan permohonan SIM menyebabkan masyarakat malas mengurus SIM legal dan juga terjadi banyak kegagalan ketika mengikuti tes akibat kurangnya wawasan akan materi uji tes, khususnya materi uji tes teori. Sedangkan bimbingan teori untuk tes permohonan SIM sendiri diberikan apabila peserta tidak lulus ujian teori SIM (data disampaikan pada lampiran 1). Hal tesebut dinilai tidak bernilai efisien atas waktu serta membuat masyarakat malas mengikuti tes karena harus kembali mengikuti bimbingan ujian teori. Wawasan masyarakat akan tata-cara berlalu-lintas yang baik dan benar beserta dampaknya juga mempengaruhi permohonan SIM legal. Dapat dimisalkan apabila masyarakat tahu akan pentingnya proses pembuatan SIM legal yang melibatkan tes praktek dan simulator berkendara yang tak lain 16
dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan pemohon dalam berkendara dan penerapannya dalam lalu lintas. Sedangkan SIM tembak hanya merupakan formalitas untuk memenuhi surat-surat izin berkendara tanpa mengetahui kecakapan pemohon dalam hal berkendara. Hal tersebut dapat berakibat buruk pada sistem perlalu-lintasan di wilayah kota Probolinggo yang diketahui kini telah mencapai angka laka lantas (kecelakaan lalu-lintas) yang demikian tinggi. Pada era 80-an terdapat buku-buku tentang perlalu-lintasan yang banyak diterbitkan di kalangan masyarakat serta dapat dijadikan pedoman sebagai tata-cara berlalu lintas yang baik dan benar. Sedangkan pada realitanya, dewasa ini jarang ditemukan buku-buku yang dapat menambah wawasan masyarakat dalam berlalu lintas sehingga menjadi salah satu faktor minimnya pengetahuan masyarakat akan lalu-lintas. 3.1.4 Anggota pihak berwajib menawarkan langsung SIM tembak serta mencerminkan sikap nepotisme Dalam proses permohonan SIM, terdapat banyak kasus yang melibatkan pihak berwajib sebagai calo atau distributor permohonan SIM tembak. Hasil survei mengatakan bahwa pihak berwajib bahkan menawari pemohon yang awalnya hanya bertanya mengenai prosedur permohonan kepemilikan SIM legal. Selain itu, dalam proses pembuatan SIM juga tercermin perilaku nepotisme, yaitu perilaku yang mengutamakan kerabat/ teman sejawat. Berdasarkan analisis data referensi, kerabat maupun kerabat teman sejawat memiliki tingkat kelancaran lebih daripada kalangan biasa dalam proses permohonan SIM. Dapat dimisalkan seperti ketika mengikuti ujian simulator dan belum mendapat predikat lulus, tetapi karena kerabat dekat atau kerabat teman sejawat, maka predikat lulus dapat diperoleh dengan mudah. 3.2 Mewujudkan good governancepada pelayanan pembuatan SIM
17
Terdapat beberapa cara untuk mewujudkan good governence pada pelayanan pembuatan SIM diantaranya; 1. Mempermudah sistem administrasi permohonan SIM legal dengan mengefektikan permohonan SIM online dengan pembayaran melalui rekening tertentu yang kemudian mendapat PIN pembayaran yang digunakan sebagai PIN untuk mendownload file-file formulir yang dibutuhkan dalam proses permohonan SIM. Dengan sarana e-mail yang kini sudah menjadi kebiasaan surat-menyurat publik, masyarakat yang mengajukan permohonan SIM dapat mengirimkan data-data administrasi melalui email seperti scan KTP, foto diri, dan lain-lain. 2. Mengadakan program mingguan SIM keliling ke daerah-daerah pinggiran kota untuk memudahkan masyarakat dalam pengurusan permohonan SIM, bukan hanya pengurusan perpanjangan SIM dimana urusan administratif pemohon dapat dilakukan di tempat dan waktu itu juga. 3. Mengusahakan untuk mempersingkat waktu pengulangan bagi pemohon yang belum mendapat predikat lolos tes permohonan SIM. 4. Mengadakan sosialisasi seputar proses permohonan kepemilikan SIM legal serta wawassan berlalu-lintas yang baik dan benar. 5. Menerbitkan buku dengan harga terjangkau tentang wawasan berlalu- lintas di kalangan masyarakat. 6. Memberikan informasi online tentang materi uji tes yang dilaksanakan untuk permohonan SIM agar masyarakat lebih siap untuk tes yang akan dilaksanakan 7. Memperketat hukum dan merancang UU khusus para calo SIM tembak demi terciptanya masyarakat yang aman, damai dan sejahtera serta mengurangi angka kecelakaan yang kini kian meninggi akibat SIM tembak yang diperoleh masyarakat dimana setiap pemohon belum teruji dengan kualitas yang baik dalam berkendara.
18
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik tercermin dalam berbagai bidang yang memiliki peran yang peting dalam gerak roda pemerintahan di Indonesia yang meliputi: bidang politik, ekonomi, sosial, dan hukum. Penerapan good governence pada sektor pelayanan publik khususnya pelayanan pembuatan SIM masih belum terwujud. . Good governance tidak akan bisa tercapai apabila integritas pemerintah dalam menjalankan pemerintah tidak dapat dijamin. Hukum hanya akan menjadi bumerang yang bisa balik menyerang negara dan pemerintah menjadi lebih buruk apabila tidak dipakai sebagaimana mestinya. Konsistensi pemerintah dan masyarakat harus terjamin sebagai wujud peran masing-masing dalam pemerintah. Setiap pihak harus bergerak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangan masing- masing. 4.2 Saran Berbagai permasalahan nasional menjadi alasan belum maksimalnya good governance. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka tiga pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil saling menjaga, support dan berpatisipasi aktif dalam penyelnggaraan pemerintahan yang sedang dilakukan. Terutama antara pemerintah dan masyarakat menjadi bagian penting tercapainya good governance. Tanpa good governance sulit bagi masing-masing pihak untuk dapat saling berkontribusi dan saling mengawasi. 19
Pemerintah wajib memperbaiki layanan publiknya terhadap masyarakat khususnya dalam bidang administrasi. Demikian halnya, diharapkan pula pemerintah mendapat rujukan yang bermanfaat guna menciptakan good and clean governance khususnya dalam bidang pelayanan publik yang diterapkan melalui pemberantasan jual-beli SIM tembak di kalangan masyarakat.
20
DAFTAR PUSTAKA http://www.banyumaskab.go.id/berita-378-pelaksanaan-good-governance--di- indonesia.html