Anda di halaman 1dari 3

STUDI STABILITAS TEROWONGAN DENGAN METODE ELEMEN

HINGGA 2D DAN 3D STUDI KASUS TEROWONGAN POWER


WATERWAY, WADUK JATIGEDE STASIONING 0+158,350-0+249,300

Rizki Haryanto
NIM 15008126

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Terowongan adalah suatu struktur yang menembus bagian bawah permukaan
tanah atau gunung. Saat ini terowongan diaplikasikan pada banyak infrastruktur
modern karena mampu menjawab kendala konstruksi, antara lain: ketidaksesuaian
kondisi permukaan dan mahalnya biaya pembebasan lahan.
Paper ini membahas proses pengumpulan data terkait konstruksi terowongan,
analisis gaya dalam awal, desain lining permanen terowongan, perhitungan angka
keamanan dari lining, perhitungan gaya dalam dan deformasi yang terjadi, dan
perbandingan hasil perhitungan antara metode elemen hingga 2D dan 3D.

Kata kunci: breccia, claystone, terowongan, PLAXIS, MIDAS GTS

1. Pendahuluan
Terowongan yang ditinjau adalah
terowongan power waterway, Waduk
Jatigede, Sumedang. Terowongan
berada pada lingkungan batuan
breccia dan claystone. Penampang
terowongan berbentuk tapal kuda
dengan diameter rata-rata 6,3737
meter dan dibagi menjadi bagian
upper dan lower selama masa
konstruksi. Penggalian di segmen
breccia dilakukan setiap 2 meter dan
claystone dilakukan setiap 1 meter.
Perkuatan yang digunakan selama
masa konstruksi terdiri atas
perkuatan sementara (berupa
shotcrete setebal 0,22 meter dan
rockbolt sepanjang 4-5 meter) dan
perkuatan permanen (berupa lining
beton bertulang setebal 0,5 meter; f
c

= 30 MPa; f
y
= 400 MPa).

2. Metode
Data lapangan berupa data batuan
utuh (intact rock) dan data massa
batuan (rockmass), keduanya diubah
menjadi data massa batuan dan
dibandingkan satu dengan yang lain.
Data terpilih, disesuaikan ke dalam
kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb
melalui bantuan perangkat lunak
roclab. Data lain yang dibutuhkan
adalah Modulus Young, berat jenis,
poisson ratio, dan nilai K
0
.
Perhitungan desain lining beton
menggunakan PLAXIS melalui dua
tipe material: material elastik untuk
perhitungan awal dan material
elastoplastik untuk perhitungan
akhir. Lebih lanjut, perhitungan akhir
tersebut bersama dengan perhitungan
PCACol digunakan untuk
mengetahui angka keamanan dari
desain.
Gaya dalam dan deformasi di sekitar
terowongan diketahui dari
pemodelan 2D menggunakan
PLAXIS dan pemodelan 3D
menggunakan MIDAS GTS.
Pemodelan 2D menggunakan 4
penampang kritis (titik tinjau 1-4),
sedangkan pemodelan 3D
memodelkan seluruh penampang
yang ada.



Gambar 1. Pemodelan 2D pada PLAXIS



Gambar 2. Pemodelan 3D pada MIDAS
GTS

3. Hasil dan Analisis
Analisis awal menggunakan material
elastik pada PLAXIS menghasilkan
nilai gaya aksial dan momen lentur
ekstrem untuk: breccia = 2700 kN/m
dan 1230 kN.m/m; claystone = 2640
kN/m dan 1670 kN.m/m. Desain
beton bertulang yang sesuai adalah
beton setebal 0,5 m (f
c
= 30 MPa, f
y

= 400 MPa) untuk breccia
menggunakan 16 tulangan D25 dan
untuk claystone menggunakan 36
tulangan D25.
Desain beton bertulang dihitung
ulang menggunakan PLAXIS dengan
tipe material elastoplastik (nilai
diperoleh dari diagram interaksi
beton) untuk memperoleh angka
keamanan desain. Perhitungan
menunjukkan bahwa desain tersebut
menghasilkan angka keamanan
bervariasi antara 1,305-4,451.
Analisis gaya dalam dan deformasi
diperhitungkan menggunakan desain
beton melalui PLAXIS dan MIDAS
GTS. Analisis lebih lanjut dilakukan
dengan perbandingan diantara
keduanya.
Analisis gaya dalam menunjukkan
bahwa hasil perhitungan PLAXIS
relatif lebih besar dibandingkan hasil
perhitungan MIDAS GTS. Melalui
PLAXIS, nilai gaya aksial ekstrem
adalah -2490 kN/m dan nilai momen
lentur ekstrem adalah 1330 kN.m/m.
Melalui MIDAS GTS, nilai gaya
aksial ekstrem adalah -2088,10
kN/m dan nilai momen lentur
ekstrem adalah -458,47 kN.m/m.
Analisis deformasi menunjukkan
bahwa hasil perhitungan PLAXIS
relatif lebih besar dibandingkan hasil
perhitungan MIDAS GTS. Nilai
deformasi ekstrem hasil perhitungan
MIDAS GTS adalah 4-30 kali lebih
kecil dibandingkan hasil perhitungan
PLAXIS. Lebih dari itu, pola
deformasi PLAXIS adalah
penurunan batuan pada elevasi di
atas setengah ketinggian terowongan
(selebihnya mengalami kenaikan)
dan pola deformasi MIDAS GTS
adalah kenaikan pada batuan dalam
radius enam kali radius terowongan
hingga ke permukaan batuan
(selebihnya mengalami penurunan).

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh
diketahui bahwa desain lining beton
setebal 0,5 m telah mampu
mengakomodasi gaya dalam yang
terjadi dengan angka keamanan
1,305-4,451. Hasil perhitungan (gaya
dalam dan deformasi) PLAXIS
relatif selalu lebih besar
dibandingkan hasil perhitungan
MIDAS GTS, sehingga dapat
digunakan untuk proses desain
sedangkan hasil perhitungan MIDAS
dapat digunakan untuk mengetahui
kondisi lokasi kontruksi terowongan
secara keseluruhan.
Perbedaan hasil perhitungan kedua
perangkat lunak disebabkan oleh
perbedaan metode perhitungan
tekanan awal, perbedaan tegangan air
pori, perbedaan lokasi nilai kritis,
perbedaan model rockbolt, dan
perbedaan ukuran mesh.
Perbedaan tersebut membutuhkan
perhatian dan perbaikan untuk
perhitungan selanjutnya.

5. Referensi
1. Hoek, E., Torres, C.C., Corkum,
B. (2002) : Hoek-Brown Failure
Criterion (2002 Edition).
Tersedia di:
www.rocscience.com/hoek/corn
er/11_Rock_mass_properties.pdf
[Diakses 31 juli 2012]
2. Kriswanto, A., Suyono, R.A.
(2008) : Analisis Stabilitas
Terowongan dengan Metode
Elemen Hingga 2D dan 3D Studi
Kasus Terowongan Irigasi Panti
Rao. Tugas Akhir S1, Institut
Teknologi Bandung.
3. MIDAS IT (2012) : MIDAS GTS
2012 Analysis Manual. Seoul.
4. PLAXIS (2002) : PLAXIS
Reference Manual V8. Delft.
5. Rai, M.A., Kramadibrata, S.,
Wattimena, R.K. (2011) :
Catatan Kuliah TA 3111
Mekanika Batuan. Bandung:
Penerbit ITB.

Anda mungkin juga menyukai