Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
Terowongan adalah suatu struktur yang menembus bagian bawah permukaan tanah atau gunung. Saat ini terowongan diaplikasikan pada banyak infrastruktur modern karena mampu menjawab kendala konstruksi, antara lain: ketidaksesuaian kondisi permukaan dan mahalnya biaya pembebasan lahan. Paper ini membahas proses pengumpulan data terkait konstruksi terowongan, analisis gaya dalam awal, desain lining permanen terowongan, perhitungan angka keamanan dari lining, perhitungan gaya dalam dan deformasi yang terjadi, dan perbandingan hasil perhitungan antara metode elemen hingga 2D dan 3D.
Kata kunci: breccia, claystone, terowongan, PLAXIS, MIDAS GTS
1. Pendahuluan Terowongan yang ditinjau adalah terowongan power waterway, Waduk Jatigede, Sumedang. Terowongan berada pada lingkungan batuan breccia dan claystone. Penampang terowongan berbentuk tapal kuda dengan diameter rata-rata 6,3737 meter dan dibagi menjadi bagian upper dan lower selama masa konstruksi. Penggalian di segmen breccia dilakukan setiap 2 meter dan claystone dilakukan setiap 1 meter. Perkuatan yang digunakan selama masa konstruksi terdiri atas perkuatan sementara (berupa shotcrete setebal 0,22 meter dan rockbolt sepanjang 4-5 meter) dan perkuatan permanen (berupa lining beton bertulang setebal 0,5 meter; f c
= 30 MPa; f y = 400 MPa).
2. Metode Data lapangan berupa data batuan utuh (intact rock) dan data massa batuan (rockmass), keduanya diubah menjadi data massa batuan dan dibandingkan satu dengan yang lain. Data terpilih, disesuaikan ke dalam kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb melalui bantuan perangkat lunak roclab. Data lain yang dibutuhkan adalah Modulus Young, berat jenis, poisson ratio, dan nilai K 0 . Perhitungan desain lining beton menggunakan PLAXIS melalui dua tipe material: material elastik untuk perhitungan awal dan material elastoplastik untuk perhitungan akhir. Lebih lanjut, perhitungan akhir tersebut bersama dengan perhitungan PCACol digunakan untuk mengetahui angka keamanan dari desain. Gaya dalam dan deformasi di sekitar terowongan diketahui dari pemodelan 2D menggunakan PLAXIS dan pemodelan 3D menggunakan MIDAS GTS. Pemodelan 2D menggunakan 4 penampang kritis (titik tinjau 1-4), sedangkan pemodelan 3D memodelkan seluruh penampang yang ada.
Gambar 1. Pemodelan 2D pada PLAXIS
Gambar 2. Pemodelan 3D pada MIDAS GTS
3. Hasil dan Analisis Analisis awal menggunakan material elastik pada PLAXIS menghasilkan nilai gaya aksial dan momen lentur ekstrem untuk: breccia = 2700 kN/m dan 1230 kN.m/m; claystone = 2640 kN/m dan 1670 kN.m/m. Desain beton bertulang yang sesuai adalah beton setebal 0,5 m (f c = 30 MPa, f y
= 400 MPa) untuk breccia menggunakan 16 tulangan D25 dan untuk claystone menggunakan 36 tulangan D25. Desain beton bertulang dihitung ulang menggunakan PLAXIS dengan tipe material elastoplastik (nilai diperoleh dari diagram interaksi beton) untuk memperoleh angka keamanan desain. Perhitungan menunjukkan bahwa desain tersebut menghasilkan angka keamanan bervariasi antara 1,305-4,451. Analisis gaya dalam dan deformasi diperhitungkan menggunakan desain beton melalui PLAXIS dan MIDAS GTS. Analisis lebih lanjut dilakukan dengan perbandingan diantara keduanya. Analisis gaya dalam menunjukkan bahwa hasil perhitungan PLAXIS relatif lebih besar dibandingkan hasil perhitungan MIDAS GTS. Melalui PLAXIS, nilai gaya aksial ekstrem adalah -2490 kN/m dan nilai momen lentur ekstrem adalah 1330 kN.m/m. Melalui MIDAS GTS, nilai gaya aksial ekstrem adalah -2088,10 kN/m dan nilai momen lentur ekstrem adalah -458,47 kN.m/m. Analisis deformasi menunjukkan bahwa hasil perhitungan PLAXIS relatif lebih besar dibandingkan hasil perhitungan MIDAS GTS. Nilai deformasi ekstrem hasil perhitungan MIDAS GTS adalah 4-30 kali lebih kecil dibandingkan hasil perhitungan PLAXIS. Lebih dari itu, pola deformasi PLAXIS adalah penurunan batuan pada elevasi di atas setengah ketinggian terowongan (selebihnya mengalami kenaikan) dan pola deformasi MIDAS GTS adalah kenaikan pada batuan dalam radius enam kali radius terowongan hingga ke permukaan batuan (selebihnya mengalami penurunan).
4. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa desain lining beton setebal 0,5 m telah mampu mengakomodasi gaya dalam yang terjadi dengan angka keamanan 1,305-4,451. Hasil perhitungan (gaya dalam dan deformasi) PLAXIS relatif selalu lebih besar dibandingkan hasil perhitungan MIDAS GTS, sehingga dapat digunakan untuk proses desain sedangkan hasil perhitungan MIDAS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi lokasi kontruksi terowongan secara keseluruhan. Perbedaan hasil perhitungan kedua perangkat lunak disebabkan oleh perbedaan metode perhitungan tekanan awal, perbedaan tegangan air pori, perbedaan lokasi nilai kritis, perbedaan model rockbolt, dan perbedaan ukuran mesh. Perbedaan tersebut membutuhkan perhatian dan perbaikan untuk perhitungan selanjutnya.
5. Referensi 1. Hoek, E., Torres, C.C., Corkum, B. (2002) : Hoek-Brown Failure Criterion (2002 Edition). Tersedia di: www.rocscience.com/hoek/corn er/11_Rock_mass_properties.pdf [Diakses 31 juli 2012] 2. Kriswanto, A., Suyono, R.A. (2008) : Analisis Stabilitas Terowongan dengan Metode Elemen Hingga 2D dan 3D Studi Kasus Terowongan Irigasi Panti Rao. Tugas Akhir S1, Institut Teknologi Bandung. 3. MIDAS IT (2012) : MIDAS GTS 2012 Analysis Manual. Seoul. 4. PLAXIS (2002) : PLAXIS Reference Manual V8. Delft. 5. Rai, M.A., Kramadibrata, S., Wattimena, R.K. (2011) : Catatan Kuliah TA 3111 Mekanika Batuan. Bandung: Penerbit ITB.