Anda di halaman 1dari 38

Puasa Perioperative pada Dewasa dan Anak-anak:

panduan dari the European Society of


Anaesthesiology









Oleh:
Riana Sriwijayanti 04124705116
Sundari Hervinda 04101001097

Pembimbing:
Dr. Rizal Zainal, SpAn
Dr. Merdasari


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kepada Yang Maha Agung Allah SWT karena atas
semua kehendak-Nya lah refrat ini dapat diselesaikan dengan baik. Refrat yang
berjudul Puasa Perioperative pada Dewasa dan Anak-anak: panduan dari the
European Society of Anaesthesiology ini tidak lepas dari bantuan orang-orang
hebat disekeliling penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Rizal Zainal, SpAn dan dr. Merdasari yang telah bersedia membimbing dalam
pengerjaan refrat ini.

Penerjemahan refrat ini belumlah sempurna, untuk itu penulis mengharapkan
masukan, kritik dan saran untuk perbaikan refrat ini.



Hormat kami



Penulis







GUIDELINES
Puasa Perioperative pada Dewasa dan Anak-anak: Panduan dari
the European Society of Anaesthesiology
Ian Smith, Peter Kranke, Isabelle Murat, Andrew Smith, Geraldine OSullivan, Eldar Sreide,
Claudia Spies and Bas int Veld

Panduan ini bertujuan untuk memberikan gambaran terkini mengenai aspek puasa
perioperatif dengan menilai evidence yang berkualitas. Sebuah penelitian
sistematis berdasarkan e-database mengidentifikasi penelitian-penelitian yang
diterbitkan antara tahun 1950 dan akhir tahun 2009 yang berkaitan dengan puasa
pra-operatif, asupan oral yang lebih awal setalah operasi serta efek karbohidrat
oral pada pengosongan lambung dan penyembuhan post-operasi. Terdapat satu
penelitian tentang puasa pra-operatif yang belum termasuk dalam tinjauan
sebelumnya dan lebih dari 13 penelitian yang dipublikasikan sejak review terakhir
teridentifikasi. Peneliti juga mengidentifikasi 20 penelitian yang relevan untuk
kasus karbohidrat oral dan 53 penelitian tentang asupan peroral yang lebih awal.
Publikasi-publikasi tersebut diklasifikasikan sesuai level evidence, validitas ilmiah
dan relevansi klinis. Sistem penilaian Scottish Intercollegiate Guideline Network
digunakan untuk menilai level evidence dan grade rekomendasi. Kunci
rekomendasinya adalah bahwa orang dewasa dan anak-anak boleh minum clear
fluid sampai 2 jam sebelum operasi elektif (termasuk seksio sesarea), serta semua
anggota Guidelines group (kecuali satu) menganggap teh atau kopi yang ditambah
susu (hingga sekitar seperlima dari volume total) masih termasuk clear fluid.
Makanan padat sama sekali dilarang selama 6 jam sebelum operasi elektif pada
orang dewasa dan anak-anak, meskipun jadwal operasi tidak akan dibatalkan atau
ditunda hanya karena mereka mengunyah permen karet, makan permen atau
mengisap rokok segera sebelum induksi anestesi. Rekomendasi ini juga berlaku
untuk pasien dengan obesitas, refluks gastroesofagus, diabetes, dan wanita hamil
yang tidak dalam persalinan. Tidak ada cukup bukti yang merekomendasikan
penggunaan rutin antasida, metoklopramid, atau antagonis reseptor H2 sebelum
operasi elektif pada pasien non-obstetri, tapi antagonis reseptor H2 sebaiknya
diberikan sebelum seksio sesarea elektif secara intravena dan ditambahan natrium
sitrat 0,3mol/l sebanyak 30 ml jika anestesi umum direncanakan. Bayi harus
diberi makan sebelum operasi elektif. ASI aman hingga 4 jam dan susu lainnya
hingga 6 jam. Setelah itu, pemberian clear fluid sama seperti pada orang dewasa.
Pedoman ini juga mempertimbangkan keamanan dan manfaat karbohidrat pra-
operasif dan nasihat tentang asupan oral post-operatif
Eur J Anaesthesiol 2011;28:556569
Published online 28 June 2011














Mengapa panduan ini dibuat?
Banyak pendapat bahwa pedoman tentang puasa perioperatif akan berguna
untuk anggota European Society of Anaesthesiology (ESA).
Pedoman ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang puasa perioperatif
dengan menilaian evidence yang berkualitas untuk sehingga ahli anestesi di
seluruh Eropa dapat menerapkan pengetahuan ini dalam merawat pasien
sehari-hari.
Apa persamaannya dengan panduan yang sebelumnya?
Panduan ESA menganjurkan interval puasa 2 jam untuk clear fluid dan
interval 6 jam untuk makanan padat.
Apa perbedaannya dengan panduan yang sebelumnya?
Panduan ESA:
Merupakan panduan terbaru dan meliputi beberapa penelitian yang
diterbitkan sejak panduan terdahulu diterbitkan
Menegaskan agar pasien agar tidak puasa cairan lebih lama dari yang
dibutuhkan.
Berisi nasihat praktis tentang permen karet, merokok, dan minuman-
minuman yang mengandung susu, mempertimbangkan
Mempertimbangkan keamanan dan manfaat konsumsi karbohidrat pra-
operatif.
Berisi anjuran intake oral post-operatif


1. Ringkasan Rekomendasi

Evidence Rekomendasi
Puasa pada orang dewasa dan anak-anak
Orang dewasa dan anak-anak diperbolehkan
untuk minum clear fluid (termasuk air, jus
tanpa pulp dan teh atau kopi tanpa susu)
hingga 2 jam sebelum operasi elektif
(Termasuk seksio sesarea)
Semua (kecuali satu) anggota kelompok
menganggap bahwa teh atau kopi yang
ditambahkan susu (Sampai sekitar
seperlima dari total volume) masih clear
fluid.
Makanan padat dilarang selama 6 jam sebelum
operasi elektif pada orang dewasa dan anak-
anak
Pasien dengan obesitas, refluks gastroesofagus,
diabetes dan wanita hamil yang bukan dalam
masa melahirkan dapat mengikuti semua
panduan di atas
Namun, faktor-faktor ini dapat mengubah
manajemen anestesi mereka secara
keseluruhan
Operasi tidak akan dibatalkan atau ditunda
hanya karena mereka mengunyah permen
karet dan merokok segera sebelum induksi
anestesi
Hal tersebut didasarkan bahwa efek pada
pengosongan lambung dan asupan nikotin
(termasuk merokok dan permen karet
nikotin) bisa diperkecil sebelum operasi
elektif
Puasa pada bayi
Bayi harus diberi makan sebelum operasi elektif.
ASI aman hingga 4 jam dan susu lainnya
hingga 6 jam. Setelah itu, clear fluid harus
diberikan seperti pada orang dewasa
Prokinetik dan intervensi farmakologis lainnya
Tidak ada cukup bukti mengenai manfaat klinis
merekomendasikan penggunaan rutin
antasida, metoklopramid atau
antagonisreseptor H2 sebelum operasi elektif
pada pasien non-obstetrik
Antagonis reseptor H2 harus diberikan malam
dan pada pagi hari sebelum seksio sesarea
elektif
Guideline group mengakui bahwa sebagian

1++








1+


2-





1-








1++




1++



1++






1++

A








A


D





D








A




A



A






A


besar bukti berkaitan dengan perubahan
volume lambung dan pH dibanding
terhadap mortalitas
Antagonis reseptor H2 intravena harus diberikan
sebelum seksio sesarea emergensi
ditambahkan dengan 30 ml natrium sitrat 0,3
mol/l jika direncanakan anestesi umum
Guideline group mengakui bahwa sebagian
besar bukti berkaitan dengan perubahan
volum dan pH lambung dibanding
mortalitas
Karbohidrat oral
Mengonsumsi minuman kaya karbohidrat hingga
2 jam sebelum operasi elektif aman untuk
pasien (termasuk penderita diabetes)
Bukti keamanan berdasarkan penelitian
yang dikembangkan pada produk
perioperatif (terutama maltodekstrin); tidak
semua karbohidrat aman
Mengonsumsi minuman yang kaya karbohidrat
sebelum operasi elektif meningkatkan rasa
aman secara subjektif, mengurangi rasa haus
dan lapar, serta mengurangi resistensi insulin
post-operasi
Sampai saat ini, hanya terdapat sedikit
evidence tentang pengurangan masa rawat
dan mortalitas.
Puasa pada pasien obstetri
Wanita diperbolehkan mengonsumsi clear
fluid (seperti dijelaskan di atas) sesuai dengan
yang mereka inginkan selama persalinan
Pemberian makanan padat harus berhati-hati
jika diberikan selama persalinan aktif
Guideline group mengakui bahwa mungkin
tidak praktis untuk menghentikan asupan
makan pada semua ibu selama persalinan,
terutama wanita dengan risiko rendah.
Harus dipertimbangkan pemberian makanan
yang mudah dicerna dan rendah residu
Kebutuhan cairan postoperatif
Orang dewasa dan anak-anak diperbolehkan
minum segera setelah operasi elektif
kapanpun mereka mau. Namun, asupan
cairan tidak harus diberikan pada pasien one
day careatau pada pasien rawat jalan.







1++








1++






1++


1+







1++







A








A






A


A







A

Rekomendasi terbaik berdasarkan pengalaman klinis








2. Tujuan dan Pengembangan Panduan
The European Society of Anaesthesiology (ESA) bertanggung jawab
membuat panduan klinis berdasarkan eveidence based yang berkualitas.
Setelah dibentuk Guidelines Committee pada tahun 2008, yang menjadi
prioritas adalah panduan pada puasa perioperatif yang berguna bagi
anggota ESA dan mulai disusun pada Juni 2009. Ketua subkomite yang
relevan (Peningkatan kualitas dan praktis yang berdasarkan evidence,
ambulatory anastesia, anastesia obstetrik, anastesia pediatrik, dan anastesia
geriatrik) dari ESA Scientific Committee menominasi anggota yang ahli di
bidangnya untuk bergabung dalam proyek tersebut. Para ahli tersebut
selanjutnya memilih proyek yang dibutuhkan. Beberapa organisasi
anastesiologi nasional di Eropa sudah menghasilkan beberapa rekomendasi
puasa selama perioperatif. Panduan ini bertujuan memberikan pandangan
dan pengetahuan terkini pada subjek penelitian dengan menilai kualitas
evidence yang praktis bagi para anastesiologis di seluruh eropa.

Evidence yang mendukung rekomendasi dilampirkan. Sebuah penelitian
sistematis dari anggota Cochrane Anaesthesia Review Group dari e-
database Ovid, MEDLINE, dan Embase mengidentifikasi percobaan-
percobaan yang dipublikasikan antara tahun 1950 sampai akhir tahun 2009
yang fokus pada puasa perioperatif, asupan oral lebih awal, serta efek
karbohidrat oral pada pengosongan lambung dan penyembuhan post-
operative. Terdapat 3714 abstrak dari MEDLINE dan 3600 dari Embase
yang teridentifikasi. Setelah mengeliminasi duplikat, penelitian yang tidak
relevan, penelitian dan trial non-klinis, sebuah penelitian tentang puasa
preoperative tidak dimasukkan dalam review sebelumnya
1-4
, dan ada 13
penelitian yang dipublikasi sejak review sebelumnya
4
teridentifikasi. juga
ada 20 penelitian tentang karbohidrat oral yang cukup relevan dengan
penelitian ini dan 53 penelitian tentang asupan peroral yang lebih awal.

Publikasi-publikasi ini diklasifikasikan sesuai level evidence, validitas
ilmiah, dan relevansi klinis. Kami menggunakan sistem penilaian Scottish
Intercollegiate Guidelines Network (SIGN) untuk menilai level evidence
dan grade rekomendasi (Gambar 1).
5
Prioritas paling penting adalah
random meta-analisis, uji klinis terkontrol. Untuk mencapai konsensus,
penekanan khusus ditempatkan pada level evidence, aspek etika,
keinginan pasien, relevansi klinis, rasio risiko / manfaat, dan tingkat
penerapan. Misalnya, solusi pragmatis sebanyak apa teh atau kopi susu
yang disepakati sesuai pengalaman beberapa anggota kelompok.

Panduan ini sudah melewati proses review. Draf final di-review oleh
anggota-anggota Komite Sains ESA yang tidak terlibat dalam persiapan
awal pembuatan panduan ini. Draf ditampilkan pada situs ESA sealama 4
minggu dan dihubungkan melalui e-mail kepada seluruh anggota ESA
baik secara individu maupun nasional untuk mengundang mereka
memberikan komentar pada draf. Draf juga dikirim ke International
Association for Ambulatory Surgery (IAAS) sebagai informasi. Semua
yang mengomentari dibuat dalam daftar Acknowledgement. Pendapat-
pendapat tersebut disusun oleh ketua pembuat panduan dan panduan
dikembangkan untuk disetujui. Manuskrip final diakui oleh pengurus
komite guideline ESA sebelum dipublikasikan dalam European Journal of
Anaesthesiology.

Panduan ini dihasilkan sebagai layanan bagi anggota ESA dan anestesi
lain serta staf kesehatan di Eropa. ESA mengakui bahwa banyak sekali
variasi praktek dan opini yang berkembang di Eropa. Meskipun
ketersediaan informasi ilmiah sama, cara memberikan pelayanan
kesehatan bisa berbeda. Dengan demikian, panduan yang dihasilkan tidak
selalu bisa diterima dan relevan untuk diterapkan disetiap negara di Eropa.
Walaupun panduan ini boleh digunakan secara nasional ataupun individu,
tapi mereka tidak berkewajiban untuk mengubah panduan ini. Tidak dapat
dipungkiri bahwa panduan ini tidak selalu bisa diterapkan pada setiap
kondisi klinis. Keputusan untuk mengikuti panduan ini atau tidak tetap
berada ditangan dokter dan disesuaikan dengan kondisi pasien dan sarana
yang tersedia. Oleh karena itu, penyimpangan panduan karena alasan-
alasan khusus bisa terjadi dan tidak perlu diinterpretasikan sebagai
kelalaian. Kami berharap, panduan ini bisa membantu seluruh
anestesiologis di Eropa dalam menjalankan tugasnya menyediakan
dukungan bagi kolega dan tenaga medis lainnya dalam membuat
perubahan penting untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

Gambar. 1

Level evidence
1
++
High quality metaanalyses, RCT review sistematis, atau RCT
dengan risiko bias yang sangat kecil
1
+
Well conducted meta-analyses, review sistematik, atau RCT
dengan risiko bias yang kecil
1
-
Meta-analisis, review sistematis, dengan risiko bias tinggi
2
++
High-quality systematic review dari penelitian case control
atau kohort
2
+
Penelitian Well conducted case control atau kohort dengan
risiko cofounding atau bias yang sangat kecil dan
kemungkinan moderate adanya hubungan kausal.
2
-
Penelitian case-control atau kohort dengan risiko tinggi
cofounding dan bias serta risiko signifikan ditemukannya
hubungan yang bukan hubungan kausal.
3 Penelitian non-analitik sepeti case report dan case series
4 Expert opinion
Grade Rekomendasi
Catatan: Grade rekomendasi berhubungan dengan kekuatan
evidence pada dasar rekomendasi. Bukan berdasarkan kepentingan
klinis.
A Paling sedikit satu meta-analisis, review sistematik, atau RCT
dengan level evidence 1
++
dan dapat digunakan langsung pada
populasi target, atau
Level evidence 1
+
dan dapat digunakan langsung pada
populasi target dan hasil keseluruhannya konsisten.
B Level evidence 2
++
dan dapat digunakan langsung pada
populasi target dan hasil keseluruhannya konsisten, atau
Memperhitungkan evidence pada level 1
++
atau 1
+

C Level evidence 2
+
dan dapat digunakan langsung pada
populasi target dan hasil keseluruhannya konsisten, atau
Memperhitungkan evidence pada level 2
++

D Level evidence 3 dan 4, atau
Memperhitungkan evidence pada level 2
+

Point penting

Rekomendasi terbaik berdasarkan pengalaman klinis

Sistem skoring oleh Scottish Intercollegiate Guidelines Network
(SIGN). RCT, randomised controlled trial.
5



Perbedaan-perbedaan dari panduan sebelumnya.
Walaupun hanya ada sedikit bukti baru mengenai hubungan puasa cairan
dan makanan padat, panduan terbaru me-review lebih banyak literature

terbaru dibandingkan pedoman sebelumnya. Panduan-panduan dari
American Society of Anaesthesiology (ASA) seperti yang telah diteliti ini
7

dipulikasikan pada tahun 1997 dan berisi sedikit informasi mengenai
karbohidrat preoperatif. UK Royal College of Nusing Guidelines membahas
tentang pemberian karbohidrat pra-operatif tapi tidak membahas tentang
keuntunggannya. Pada penelitian ini, kami juga membahas tentang masalah
klinis menguyah permen karet.





3. Puasa
3.1.Cairan
Rekomendasi
Orang dewasa dan anak-anak diperbolehkan untuk minum clear fluid
(seperti air putih, jus tanpa pulp, teh/kopi tanpa susu) sampai 2 jam
sebelum operasi elektif dimulai (termasuk operasi sesar) (Level
evidence 1++, grade rekomendasi A)
Semua anggota kecuali satu orang peserta Guidelines group
menganggap bahwa teh/kopi yang ditambah susu (sampai 1/5 volume
total) masih termasuk clear fluid.

Dasar pemikiran
Berkat karya monumental Maltby et al.
8
pada tahun 1986, terdapat
bukti kuat bahwa pemberian clear fluid hingga 2 jam sebelum operasi
elektif tidak berbahaya.
3, 9,10
Banyak negara kemudian mengubah
panduan puasa, sehingga sebagian besar pasien mendapat asupan clear
fluid (air, jus, dan kopi/teh tanpa susu) hingga 2 jam sebelum operasi
elektif dimulai.
11


Kebebasan menggunakan fasting guideline, sekarang berubah dengan
kenyataan bahwa puasa berkepanjangan adalah cara yang tidak layak
saat pasien dipersiapkan untuk menghadapi stres operasi. Pantangan
minum yang terlalu lama sebelum operasi merugikan pasien terutama
bagi usia lanjut dan anak-anak. Dibanding memastikan interval
minimal puasa yang harus dicapai, lebih penting menyuruh pasien
minum sampai 2 jam sebelum operasi untuk mengurasi ketidaknyaman
pasien menunggu jadwal operasi dimulai.

3.1.1. Kopi/teh susu
Susu dalam jumlah yang besar akan menggumpal di lambung
dan menjadi seperti makanan padat, tapi jika dikonsumsi dalam
jumlah yang sedikit tidak akan menimbulkan masalah.
Sebuah anecdotal evidence (termasuk dari beberapa anggota
dari kelompok ini) menyatakan bahwa mengonsumsi teh atau
kopi yang ditambah susu sebelum operasi elektif tidak akan
menyebabkan regurgitasi/aspirasi. Tetapi tidak ada penelitian
yang secara khusus peneliti tentang ini. Beberapa penelitian
memperbolehkan pemberian teh atau kopi
12-14
yang
ditambahkan susu sebelum operasi jika pasien
menginginkannya (R. Maltby, komunikasi pribadi) tapi
pernyataan ini tidak dipublikasikan dan jumlah pasien yang
diteliti sedikit. Sebuah penelitian yang tidak dipublikasikan
menunjukkan bahwa penambahan sedikit susu kedalam model
lambung (12 ml/satu sendok takar) tidak menyebabkan
penundaan pengosongan lambung, tapi jika ditambahkan lebih
dari tiga sendok takar menyebabkan terjadi penggumpalan (R.
Maltby, komunikasi probadi). Tetapi model yang digunakan
dalam penelitian ini terbuat dari wadah kaca dengan keran
burret yang terfiksasi sehingga tidak bisa menggambarkan
spincter yang dapat berkontarasi dan relaksasi.

3.2.Makanan padat
Rekomendasi
Makanan padat boleh diberikan hingga 6 jam sebelum operasi pada
anak maupun dewasa (level evidence 1+, grade recommendation A).

Dasar pemikiran
Belum ada penelitian yang meneliti tentang waktu minimal yang aman
untuk puasa makan padat sebelum operasi. Satu penelitian sebelumnya
melaporkan tidak terjadi peningkatan volume lambung setelah
diberikan teh dan roti bakar 2-3 jam sebelum operasi,
15
namun
penelitian ini tidak meneliti pH lambung dan jumlah residu makan
padat dalam lambung selama induksi anestesi. Kebanyakan pasien
tidak menolak untuk puasa 6 jam sebelum operasi asalkan mereka
diperbolehkan untuk minum. Sampai saat ini belum ada keuntungan
untuk mengurangi waktu puasa makanan padat sebelum operasi.

3.3. Mengunyah permen karet, permen dan merokok
Rekomendasi
Operasi tidak akan diundur atau dibatalkan hanya karena pasien
mengunyah permen karet, permen atau merokok sebelum induksi
anestesi.

Dasar pemikiran
Mengunyah permen karet sebelum operasi operasi masih menjadi
perdebatan. Hingga saat ini hanya terdapat 3 penelitian yang meneliti
tentang mengunyah permen karet sebelum operasi.

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 77 pasien.
16
16 pasien tidak
diperbolehkan untuk mengonsumsi permen karet, 15 pasien
diperbolehkan mengunyah pemen karet hingga masuk keruang operasi
dan 46 pasien diperbolehkan mengunyah permen karet hingga
kapanpun mereka mau. Dari penelitian ini tidak didapatkan perbedaan
volume dan pH lambung yang signifikan antara ketiga kolompok yang
diteliti.

Penelitian yang lain meneliti 46 anak yang berusia antara 5 dan 17
tahun yang diperbolehkan untuk mengomsumsi permen karet tanpa
gula dan permen karet dengan gula hingga 30 menit sebelum masuk
ruangan operasi. Hasilnya didapatkan anak yang mengonsumsi permen
karet (baik dengan gula ataupun tanpa gula) memiliki volume dan pH
lambung lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak diperbolehkan
untuk mengkonsumsi permen karet.
17

Soreide dkk
18
meneliti 106 wanita yang akan menjalani operasi
ginekologi elektif. Subjek terdiri dari perokok ataupun bukan perokok.
Pada subjek yang perokok, dibagi menjadi 2 kolompok, satu kelompok
diperbolehkan untuk mengunyah permen karet yang mengandung
nikotin, satu kelompok lagi tidak diperboleh kan untuk mengkonsumsi
permen karet. Begitu juga dengan subjek yang bukan merokok satu
kelompok diperbolehkan untuk mengunyah permen karet yang
mengandung gula, yang satunya lagi tidak diperbolehkan untuk
mengkonsumsi permen karet. Subjek diberikan satu permen karet
perjam hingga dibawa keruangan operasi. Hasilnya didapatkan subjek
yang perokok dan mengonsumsi permen karet, perokok yang tidak
mengonsumsi permen karet dan yang bukan perokok dan
mengonsumsi permen karet memiliki volume lambung yang lebih
banyak dibandingkan yang bukan perokok dan tidak mengonsumsi
permen karet. Sedangkan pH lambung lebih tinggi pada kelompok
bukan perokok. Selama induksi anestesi tidak dilaporkan adanya
aspirasi ataupun komplikasi yang lain. Walaupun terdapat perbedaan
volume lambung dan pH yang signifikan secara statistic (30 vs 20 ml)
namun peneliti tidak percaya bahwa perbedaan tersebut signifikan.

3.4. Pasien dengan Pengosongan Lambung yang Tertunda
Rekomendasi
Pasien dengan obesitas, refluks gastro-esofageal, diabetes dan wanita
hamil yang tidak dalam persalinan dapat mengikuti pedoman diatas
dengan aman (level evidence 2-, grade rekomendasi D)

Faktor-faktor ini mungkin dapat mengubah managemen anetesi
mereka secara keseluruhan.

Dasar Pemikiran
Penundaan pengosongan lambung bisa disebabkan oleh banyak faktor
seperti obesitas, refluks gastro-esofageal dan obesitas. Namun, bukti
yang ada memperlihatkan terdapat penundaan pengosongan lambung
pada yang ringan pada kelompok ini, sehingga pasien dengan obesitas,
refluks gastro-esofageal dan wanita hamil yang tidak dalam proses
melahirkan bisa mengikuti panduan untuk orang dewasa. Analgesik
opioid juga bisa menyebabkan penundaan waktu pengosongan
lambung, tapi sekali lagi, tidak ada bukti yang cukup untuk membuat
rekomendasi. Namun, pasien yang baru saja mendapatkan analgesik
opioid dengan dosis yang punya efek signifikan pada pengosongan
lambung sebaiknya tidak dioperasi dalam waktu dekat.

4. Medikasi
Rekomendasi
Belum ada cukup bukti mengenai manfaat klinis penggunaan antasida
metoklopramid dan antagonis reseptor H2 sebelum operasi elektif pada
pasien non-obstetrik (level evidence 1++, grade rekomendasi 4).

Dasar pemikiran
4.1. Obat-obat prokinetik
Berbeda dengan prevalensi penggunaan prokinetik perioperatif, bukti
yang mendukung penggunaan prokinetik sebagai profilaksis untuk
menurunkan risiko aspirasi isi lambung perioperatif sangat terbatas.
Terdapat satu penelitian yang meneliti efek prokinetik terhadap pH dan
volume cairan lambung saat induksi anestesi. Iqbal dkk
19
meneliti 75
orang wanita yang menjalani seksio sesarea dengan anestesi umum. 25
orang diberikan antagonis reseptor H2 (ranitidine) dan prokinetik
(metoklopramid). 25 orang hanya diberikan ranitidine dan 25 orang
lainnya diberikan placebo (kelompok kontrol). Hasilnya kombinasi dua
obat lebih efektif untuk menurunkan pH dan volume lambung
dibandingkan plasebo.

Hong
20
meneliti efek ranitidine dan metoklopramid dibandingkan
placebo pada 40 pasien yang dijadwalkan untuk pembedahan
ginekologi laparaskopi. 20 pasien diberikan ranitidine 50 mg dan
metoklopramid 10 mg secara intravena. 20 pasien lainnya diberikan
cairan normal salin dengan volume yang sama. Volume cairan
lambung lebih banyak pada kelompok placebo, pH lambung
meningkat pada kelompok yang mendapatkan ranitidine dan
metoklopramid.
20

Bala dkk
21
membandingkan antara kombinasi ranitidin-eritromisin dan
ranitidin-metoplopramid. 40 orang pasien ASA I dan II diberikan
eritromisin 250 mg dan ranitidin 150 mg atau ranitidine 150 mg dan
metoklopramid 10 mg peroral 60-90 menit sebelum induksi anestesi.
Hasilnya tidak didapatkan perbedaan pH dan volume lambung secara
signifikan antara kedua kelompok.

Sejauh ini penelitian yang valid tentang efek penggunaan
metoklopramid pra-operatif terhadap pH dan volume lambung masih
kurang walaupun pemberian metoklopramid 18 jam sebelum operasi
jantung dapat mempercepat pengosongan lambung dibanding
plasebo.
22

Hingga saat ini belum ada cukup bukti pemberian metoklopramid pra-
operatif dapat memperbaiki keadaan klinis, menurunkan volume
lambung dan meningkatkan pH lambung.


4.2. Histamin H2 antagonis dan Proton Pump Inhibitor
Mekanisme kerja H2 antagonis dan Proton Pump Inhibitor (PPI)
berbeda . H2 antagonis memblok reseptor H2 pada sel parietal
lambung sehingga efek stimulasi histamin untuk mensekresi asam
lambung terhambat. Proton Pump Inhibitor menghambat kerja enzim
pada sistem hydrogen/potasien ATP-ase (H/K ATP-ase) yang
merupakan pompa proton pada sel parietal lambung sehingga aksi
histamin, gastrin dan esetilkokin terhambat. Pemberian kedua obat ini
bertujuan untuk mengurangi risiko efek merusak yang disebabkan oleh
sindroma aspirasi asam lambung.
Sebuah meta-analisis terbaru
23
membandingkan obat-obat ini untuk
target terapi menunjukkan bahwa premedikasi dengan ranitidine lebih
efektif daripada Proton Pump Inhibitor dalam menurunkan sekresi
volume lambung (dengan rata-rata 0,22ml/kg, interval kepercayaan
95%, 0,04-0,41) dan meningkatkan pH lambung (rata-rata 0,85 pH
unit, interval kepercayaan 95%, 1,14-0,28). Kesimpulan ini diambil
berdasarkan 9 penelian secara acak terkontrol. Dimana 7 diantaranya
cocok untuk meta-analisis. Pada percobaan ini sebanyak 223 pasien
diberikan ranitidine yang merupakan satu-satunya golongan H2
antagonis yang digunakan dalam percobaan dan 222 pasien diberikan
Proton Pump Inhibitor (omeprazol, lansoprazol, pantoprazol dan
rabenprazol). Secara keseluruhan percobaan ini tergolong kecil.
Heterogenitas penelitian ini bisa dilihat dari waktu puasa pra-operatif,
cara pemberian obat, pengulangan pemberian obat, jenis Proton Pump
Inhibitor yang digunakan. Yang menarik unuk dicatat dalam penelitian
ini pasien diberikan ranitidine sesuai dengan dosis /kurang dari dosis
yang direkomendasikan untuk pemeriharaan ulkus peptukum.
Sedangkan yang mendapat Proton Pump Inhibitor diberikan dengan
dosis yang sama atau lebih tinggi dari dosis yang dianjurkan untuk
pemeliharaan ulkus peptikum. Namun, durasi efek protektif yang
dihasilkan terhadap volume dan pH lambung belum bisa dinilai. Selain
itu, juga belum bisa dipastikan apakah hasil penelitian ini bisa
diterapkan pada populasi dengan risiko aspirasi yang tinggi, karena
subjek dalam penelitian adalah pasien dengan risiko aspirasi yang
sangat rendah dan parameter yang digunakan untuk menilai true
outcome seperti mortalitas atau sindrom distress pernafasan yang
disebabkan oleh aspirasi tidak bisa dinilai.





5. Karbohidrat Preoperatif: Pengosongan Lambung dan Manfaat
Rekomendasi
Mengonsumsi minuman kaya karbohidrat 2 jam sebelum operasi aman
untuk pasien (termasuk pasien dengan diabetes) (level evidence 1 ++,
grade rekomendasi A)

Bukti keamanan pemberian minuman kaya karbohidrat ini berasal dari
penelitian produk khusus untuk perioperatif (terutama maltodextrins) tidak
semua karbohidrat aman diberikan.

Dasar pemikiran
Penelitian pada hewan yang mengalami stress berat, seperti perdarahan
dan endotoxemia, menunjukkan bahwa beberapa sistem utama yang
terlibat dalam respon stress terganggu, walaupun hewan telah dipuasakan
dalam waktu singkat sebelum diberi stress. Sistem yang dimaksud adalah
homeostasis cairan, pelepasan hormon stress, metabolisme, fungsi otot dan
integritas usus.
24
Terdapat perbedaan kelangsungan hidup jika model
dipuasakan selama 24 jam. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan
metabolik disebabkan oleh makanan terakhir yang dimakan. Walaupun
puasa dalam waktu singkat tetap akan menyebakan kehilangan glikogen
dan mengubah respon stress.

Memperbolehkan pasien untuk minum 2 jam sebelum operasi tidak
berpengaruh besar terhadap proses metabolisme, karena minuman
biasanya tidak mengandung cukup energi. Metode terbaik utuk mengubah
metabolisme dari keadaan puasa semalaman ke keadaan makan adalah
dengan karbohidrat. kunci perubahan yang harus dicapai adalah
mendorong respon insulin ketingkat yang serupa dengan setelah makan.
Contoh pertama, penggunaan glukosa intravena. Respon insulin terhadap
glukosa intravena tergantung kecepatan pengiriman glukosa dan
tergantung dosis. Infuse glukosa (dan insulin) dapat menginduksi respon
insulin hingga 60 g/ml, menurunkan resistensi insulin post-operatif
26
dan
mempertahankan substrat oksidasi. Hal ini penting karena resistensi
insulin postoperasif dan hiperglikemia berhubungan dengan gangguan
setelah operasi.
27
Karbohidrat per oral pada manusia menyebabkan
penurunan resistensi insulin post-operasi. intervensi diet merupakan
strategi diet yang menjanjikan dan aktraktif untuk mengoptimalkan
glikemia post-prandial. Sejauh ini, intervensi penambahan karbohidrat pra-
operatif berfokus pada keamanan, efek metabolik, keamanan perioperatif
personal dan jangka waktu rawat post-operatif.

5.1.Karbohidrat dibandingkan Clear Liquid atau Cairan IV
Taniguci dkk
28
meneliti tentang keamanan dan ketidakefektifan
pemberian rehidrasi oral dibandingkan rehidrasi intavena untuk
anestesi umum. 50 pasien yang diambil secara acak diberikan 1000 ml
rehidrasi oral atau 1000 ml cairan elektrolit intravena. Kemudian
dilakukan pengukuran volume lambung, didapatkan pasien yang
diberikan rehidrasi oral memiliki cairan lambung yang jauh lebih
sedikit dibanding yang mendapatkan cairan intravena.

Penelitian yang diakukan oleh kaska dkk
29
yang membandingkan
pasien yang puasa sebelum operasi dengan pasien yang tetap diberikan
rehidrasi oral/intravena karbohidrat, mineral dan air.
29
Pemberian
rehidrasi secara oral sebelum operasi tidak meningkatkan volume
residu dan tidak menimbulkan risiko apapun.

Jarvela dkk
31
meneliti efek minum karbohidrat dan puasa sepanjang
malam sebelum operasi pada 101 pasien non-diabetes yang akan
menjalani operasi coronary artery bypass grafting. Berdasarkan hasil
penelitian mereka, aman untuk memberikan karbohidrat oral 2 jam
sebelum induksi anestesi karena akan terjadi pengosongan lambung
yang total setelah minum dan hampir tidak pernah terjadi aspirasi.

Breurer dkk
32
meneliti tentang efek pemberian karbohidrat sebelum
operasi terhadap volume lambung. 188 pasien dengan status fisik
ASA III-IV yang akan menjalani bedah jantung elektif secara acak
diberikan minuman karbohidrat 12,5%, atau placebo atau puasa
(kontrol). Pemberian karbohidrat dan plasebo dilakukan dengan teknik
double blind. 800 ml diberikan pada malam hari dan 400 ml diberikan
2 jam sebelum operasi elektif. Dilaporkan bahwa pemberian pemberian
cairan peroral sebelum operasi tidak menyebabkan peningkatan
volume lambung atau efek samping yang lain.

Dari kelima penelitian tersebut tidak satupun yang melaporkan
peningkatan volume lambung setelah mendapatkan karbohidrat. Tapi
tidak semua karbohidrat oral menimbulkan efek yang sama.

5.2. Pasien Diabetes Dibandingkan Individu Sehat
Peneliti enggan untuk memberikan karbohidrat oral pada pasien
diabetes mellitus karena efek glikemia dan pengosongan lambung pra-
operati belum diketahui. Gustafson dkk
33
meneliti tentang efek
pemberian karbohidrat pra-operatif pada 25 orang pasien diabetes tipe
2 dan 10 orang sehat sebagai kontrol. Pasien diberikan minuma kaya
karbohidrat (400ml, 12,5%) dan 1,5 g parasetamol untuk menentukan
waktu pengosongan lambung. Penelitian ini menunjukkan tidak
terdapat tanda penundaan pengosongan lambung pada pasien diabetes
tipe 2. Hal ini menandakan bahwa pemberian minuman kaya
karbohidrat aman pada pasien diabetes mellitus jika diberikan 180
menit sebelum anestesi tanpa adanya risiko hiperglikemi atau aspirasi
preoperatif.

Atas bukti terbatas ini, diabetes (tipe apapun) bukan merupakan
kontraindikasi pemberian karbohidral oral pra-operatif.


5.3.Formula Baru Untuk Minuman Pra-operatif
Minuman yang mengandung asam amino (glutamine) atau peptide
(peptida kedelai) telah diteliti keamannnya.
34,35
Berdasarkan waktu
pengosongan lambung, glutamin (15g) dengan karbohidrat dalam 300-
400 lm air aman untuk diberikan hingga 3 jam sebelum operasi pada
orang sehat. Minuman yang mengandung peptide kedelai juga aman
diberikan pada pasien yang menjalani reseksi usus. Tidak terdapat
perbedaan waktu pengosongan lambung antara kelompok karbohidrat
(12,5%/100 ml minuman karbohidrat) dengan kelompok
karbohidrat/peptide (12,5%/100ml karbohidrat dan 3,5g/100ml protein
kedalai terhidrolisis).
35
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
menentukan efek clear liquid dengan asam amino atau protein
terhidrolis terhadap respon metabolik dan sensitivitas insulin setelah
operasi.

5.4.Karbohidrat, Respon Metabolik dan Ketidaknyamanan Setelah
Operasi
Rekomendasi
Minum minuman kaya karbohidrat sebelum bedah elektif
meningkatkan perasaan nyaman secara subjektif. Mengurangi rasa
haus dan lapar serta menurunkan resistensi insuli postopertif (level
evidence 1++, grade rekomendasi A)

Dasar pemikiran
Penelitian menunjukkan penurunan angka mortalitas dan morbiditas
pasien post-operatif yang membutuhkan terapi intensif yang glukosa
darahnya dikontrol dengan terapi insulin secara intensif.
27

Pada penelitian yang dilakukan terhadap 252 pasien yang menjalani
operasi gastrointestinal memperlihatkan bahwa pemberian cairan kaya
karbohidrat hingga 2 jam sebelum operasi menurunkan rasa haus,
lemah, letih dan gangguan konsentrasi dibandingkan plasebo.
36
Dua
penetilian placebo-controled double-blind pada 15 dan 14 pasien yang
menjalani operasi tulang punggung memperlihatkan bahwa pemberian
cairan kaya karbohidrat hingga 2 jam sebelum operasi menurunkan
kejadian resistensi insulin pada hari pertama dan ketiga.
37-38
Penelitian
lain terhadap 14 pasien yang menjalani operasi kolorektal didapatkan
penurunan resistensi insulin setelah mendapatkan karbohidrat oral
sebelum operasi dibadingkan pasien yang dipuasakan sebelum
operasi.
39
Penelitian terbaru melaporkan pasien yang menjalani operasi
kolorektal yang diberikan karbohidrat oral sebelum operasi mengalami
penurunan resistensi insulin post-operasi, menurunkan rasa haus dan
lapar.
40
Tapi pemberian karohidrat oral pada 101 pasien non-diabetes
yang menjalani coronary artery bypass grafting tidak terjadi
penurunan resistensi insulin atau kejadian mual dan muntah post-
operasi.
31

Penelitian secara acak terhadap 65 pasien yang menjalani operasi
abdomen mayor, dilaporkan bahwa karbohidrat berperan dalam
mempertahankan massa otot
41
sedangkan pada penelitian secara acak
terhadap 86
42
dan 172
43
pasien yang menjalani laparoskosi kolostomi
memperlihatkan bahwa tidak terdapat pengaruh atau hanya
mengurangi rasa mual dan muntah post-operasi.
43
Faria dkk
44

melaporkan terdapat perbaikan metabolisme glikosa dan respon
organik pada 21 orang wanita yang yang menjalani laparotomi
kolesistektomi.

Helmine dkk
45
meneliti 210 pasien yang menjalani operasi
gastrointestinal secara acak dipuasakan, diberikan karbohidrat
intravena dan oral. Pemberian glukosa intravena tidak menurunkan
rasa haus dan lapar seefektif karbohidral oral tetapi dapat mengurangi
rasa lemas dan lelah.

Tanaguchi dkk
28
juga meneliti 50 pasien yang secara acak diberikan
1000 ml rehidrasi oral atau 1000 ml cairan elektrolit intarvena. Pasien
yang mendapatkan rehidrasi oral tidak terlalu merasa lapar, mulut
kering dan pengurangan mobilitas. Keuntungan yang sama juga
dibuktikan dari penelitian kecil terhadap pasien ginekologi.

Kaska dkk
29
melakukan penelitian acak terkontrol membandingkan
pasien yang puasa pra-operatif dengan pasien yang mendapatkan
karbohidrat mineral dan air baik secara oral ataupun intavena.
Mengkonsumsi campuran air, mineral dan karbohidrat memberikan
beberapa perlindungan terhadap trauma bedah yang meliputi status
metabolik, fungsi jantung dan status psikosomatis.

Breuer dkk
32
meneliti efek pemberian karbohidrat pra-opertif terhadap
resistensi insulin post-operatif, ketidaknyamanan pra-operatif dan
disfungsi berbagai organ pada 188 pasien ASA III-IV yang akan
menjalani bedah jantung, termasuk pasien diabetes tipe 2. Karbohidrat
dan plasebo diberikan dengan cara double-blind yang diberikan 800 ml
disore hari dan 400 ml 2 jam sebelum operasi. Tidak terdapat
perbedaan glukosa darah dan kebutuhan insulin antara kedua
kelompok. Pasien yang mendapatkan karbohidrat dan plasebo tidak
begitu merasa haus dibandingkan kelompok kontrol kelompok yang
mendapatkan karbohidrat dan lebih sedikit membutuhkan support
inotropik intaroperatif setelah inisiasi kardiopulmonary bypass weanig
(p<0,05)

Sebuah penelitian terhadap 36 pasien yang menjalani operasi
kolorektal memperlihatkan pengurangan waktu rawat pada pasien yang
mendapatkan terapi karbohidrat oral.
47
Analisis retrospektif terhadap
tiga penelitian prospektif acak, tujuan utama penelitian ini adalah
untuk melihat resistensi insulin post operatif, penelitian ini terlalu kecil
untuk membuktikan pengurangan waktu rawat secara individu. Hal ini
juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yuil dkk
41
pada
tahun 2005 terhadap 72 pasien yang akan menjalani operai elektif
abdomen. Tapi bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wathur dkk
48
yang meneliti 142 pasien yang sedang menjalani operasi
kolorektal atau sereksi hepar.

6. Puasa perioperatif pada bayi dan anak
Rekomendasi
Anak harus diberi minum clear fluid (air putih, jus bebas pulp, dan
teh/kopi tanpa susu) hingga 2 jam sebelum operasi elektif (level evidence
1++, grade rekomendasi A).

Semua dari anggota kecuali satu orang berpendapat bahwa teh/kopi yang
ditambahkan susu (jika diberi kurang dari 1/5 bagian) masih termasuk
clear fluid.

Anak-anak harus diberi makan sebelum operasi elektif. ASI masih aman
diberikan sampai 4 jam dan susu lain sampai 6 jam sebelum operasi.
Kemudian clear fluid diberikan seperti pada orang dewasa. (level evidence
1++, grade rekomendasi A)

Dasar Pemikiran
Rekomendasi tersebut didasarkan pada hasil review dan panduan yang
dipublikasikan akhir tahun 1990-an hingga yang terbaru.
2-4,7,11,49-52
Puasa
bertujuan mengurangi risiko aspirasi, tetapi pada serial kasus terbaru,
insiden aspirasi sangat rendah dan walaupun risiko aspirasi terjadi sedikit
lebih banyak pada anak-anak dibanding orang dewasa,
53
pada penelitian
terbaru perbedaan insiden aspirasi pada anak dan dewasa sangat kecil
dibanding laporan sebelumnya.

Ada banyak bukti mengenai pemberian clear fluid hingga 2 jam sebelum
operasi pada neonatus, bayi, dan anak-anak. Pada neonatus dan bayi,
pengosongan lambung terhadap clear fluid mengikuti first-order kinetics
seperti pada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa.
54
Memperbolehkan minum clear fluid sebelum operasi meningkatkan
kenyaman anak-anak dan orangtua, mengurangi kehausan, dan risiko
dehidrasi perioperatif pada bayi.
55
Jumlah cairan yang diberikan tidak
menimbulkan efek terhadap volume dan pH intragastrik pada anak-anak
selama operasi berlangsung.
2
Hal ini juga berlaku pada anak yang berat
badan lebih dan obesitas.

6.1.ASI dan susu formula
Puasa perioperatif pada bayi dan anak yang masih menyusu masih
kontroversial. Lebih dari 25 tahun yang lalu sudah didemonstrasikan
bahwa pengosongan lambung yang berisi 110-200 ml ASI adalah
8211% setelah 2 jam pada neonatus dan bayi usia di bawah 1 tahun,
8421% setelah pemberian susu formula yang mengandung whey
hidrosilat, 7419% setelah pemberian susu formula yang mengandung
sebagian besar whey, 6117% setelah pemberian susu formula
dominan kasein, dan 4519% setlah pemberian susu sapi.
57
Jadi, ASI
dan dominan whey dikosongkan lebih cepat daripada yang
mengandung kasein dan susu sapi. Dua penelitian lain menunjukkan
bahwa sebelum anestesi dilakukan, ASI lebih cepat dikosongkan oleh
lambung daripada kebanyakan susu formula yang membutuhkan waktu
lebih dari 2 jam.
54,58
Menurut data tersebut, the American Guideline
merekomendasikan 4 jam puasa dari ASI dan 6 jam puasa dari susu
formula.
7
Rekomendasi ini didukung oleh The Royal College of
Nursing yang menganggap belum ada bukti yang memadai untuk
mengubah tindakan tersebut (misal ASI sampai 4 jam, dan susu sapi
sampai 6 jam).
4
Panduan di Skandinavia merekomendasikan 4 jam
untuk ASI dan kurang dari 6 jam untuk anak di bawah 6 bulan yang
mendapat susu formula.
3
Jadi, rekomendasi puasa pada anak yang
masih mendapat ASI adalah 4 jam sebelum anastesi dilakukan dan 4-6
jam pada anak yang mendapat susu formula disesuaikan dengan usia
dan pertimbangan lain oleh dokter yang bertanggung jawab. Susu sapi
dan susu bubuk lain dianggap makanan padat.

6.2.Makanan padat
Rekomendasi puasa untuk makanan padat pada anak tidak berbeda dari
orang dewasa yang sehat. Tidak ada bukti lain yang menyanggah
rekomendasi tersebut.

6.3.Trauma
Data-data mengenai puasa pada anak yang mengalami trauma/luka
masih sedikit. Sebuah penelitian menganggap bahwa volume isi
lambung tergantung dari jenis trauma, tetapi tidak berhubungan dengan
lamanya puasa.
59
Volume lambung lebih baik dikaitkan dengan
interval antara makan terakhir dan trauma. Jadi, anak yang terluka
harus dianggap sebagai pasien yang full stomach. Walaupun prosedur
bedah minor yang dilakukan dengan anastesia di bagian emergensi
meningkat, tetapi belum ada literature yang kuat membahas tentang
puasa perioperatif menurunkan insiden adverse outcome pada anak
yang sedang dalam pengaruh sedasi sedang atau dalam.

6.4.Cairan post-operatif
Cairan peroral selalu diberikan 3 jam setelah operasi pada kebanyakan
pasien anak. Sebelumnya, asupan oral yang lebih awal diperbolehkan
pada kebanyakan rumah sakit sebelum pasien dipulangkan. Pandangan
ini kemudian berubah, sebuah penelitian melaporkan penundaan
pemberian cairan peroral anak yang menjalani one day surgery dengan
anestesi umum menurunkan kejadian muntah.
62,63
Tetapi, kebanyakan
penelitian terbaru melaporkan melaporkan puasa post-operatif tidak
menyebabkan penurunan kejadian muntah.
64
Jadi, cukup masuk akal
untuk membiarkan anak makan dan minum sesuka mereka, tetapi tidak
memaksakan pemberian makanan peroral sebelum keluar dari rumah
sakit.
7. Puasa pada pasien obstetrik
Rekomendasi
Wanita yang sedang melahirkan diperbolehkan untuk minum clear fluid
(air putih, jus tanpa pulp, teh atau kopi tanpa susu) sesuai keinginan (level
evidence 1++, grade rekomendasi A)

Hindari pemberian makanan pada saat melahirkan (level evidence 1+,
grade rekomendasi A)

Wanita hamil, termasuk yang obesitas boleh minum clear fluid hinggga 2
jam sebelum operasi (baik menggunakan anestesi regional ataupun umum)
(level evidence 2-, grade rekomendasi D)

Antagonis reseptor H2 diberikan pada malam dan pagi hari sebelum
operasi seksio sesarea elektif (level evidence 1++, grade rekomendasi A)

Antagonis reseptor H2 sebaiknya diberikan sebelum seksio sesarea
emergensi. Jika menggunakan anestesi umum, dianjurkan untuk diberikan
bersama sodium citral 0,3 ml/l. (level evidence 1++, grade rekomendasi A)

Dasar pemikiran
7.1. Asupan Oral Saat Melahirkan
Operasi saat melahirkan biasanya tidak terprediksi dan jika hal ini
terjadi, derajat kegawatan berkisar dari minimal hingga harus memilih
untuk menyelamatkan ibu atau bayi. Atas dasar ini, seharusnya wanita
yang sedang melahirkan harus dipuasakan. Tapi masih sering
diperdebatkan bahwa pemberian makan atau minum saat melahirkan
dapat mencegah ketosis atau dehidrasi dan akan memperbaiki outcome.
Di Eropa, pendapat tentang makan saat persalinan masih sangat
bervariasi. Namun, telah terbukti bahwa pemberian makan saat
melahirkan memang dapat mencegah kejadian ketosis
65
tapi juga dapat
meningkatkan volume lambung,
65
tapi jika hanya diberikan cairan
isotonik oral tidak hanya mencegah ketosis tapi juga mencegah
peningkatan volume lambung.

Sebuah penelitian terbaru meneliti tentang efek pemberian makan saat
melahirkan terhadap outcome obstetrik. Sebanyak 2443 wanita
nulipara dengan risiko rendah diberikan makan atau hanya diberikan
air putih. Hasilnya tidak terdapat perbedaan jumlah kelahiran normal,
penggunaan alat bantu kelahiran pervaginam, jumlah seksio sesarea,
durasi saat melahirkan atau kejadian muntah.
67

Kematian ibu yang disebabkan oleh aspirasi atau regurgitasi isi
lambung saat ini jarang ditemui. Kejadian ini lebih disebabkan oleh
penggunaan anestesi regional untuk seksio sesarea dibandingkan
aturan untuk berpuasa. Karena banyaknya penggunaan anestesi
regional untuk melahirkan, puasa tidak lagi dianjurkan dan ibu
diperbolehkan untuk mengkonsumsi ice chips atau clear fluid saat
melahirkan.

Pemberian makanan padat saat melahirkan tidak memberikan dampak
yang menguntungkan, sehingga wanita hamil tidak diperbolehkan
untuk makan selama proses persalinan. Angka kejadian kematian
akibat aspirasi sangat jarang terjadi, sehingga wanita dengan risiko
rendah diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan dengan residu
yang sedikit (seperti biskuit, roti bakar atau sereal) saat melahirkan,
tapi hindari pemberian opioid karena dapat menghambat pengosongan
lambung. Tapi jika menggunakan anestesi umum, sebaiknya tidak
membiarkan wanita yang sedang melahirkan untuk makan.

Kehamilan dengan risiko tinggi sebaiknya tidak makan saat
melahirkan dan hanya diberikan hidrasi terbatas melalui oral atau
intravena.

7.2. Persiapan Seksio Cesaria
7.2.1. Puasa Pra-operatif Pada Operasi Obstetrik Elektif
Wanita hamil, termasuk yang obesitas, boleh mengonsumsi
clear fluid hingga 2 jam sebelum operasi (baik menggunakan
anestesi regional atau umum) (level evidence 1+, grade
rekomendasi A)

7.2.2. Rekomendasi Obat
7.2.2.1.Operasi Obstetrik Elektif
Semua ibu dapat meminta untuk anestesi regional untuk
seksio sesarea elektif, antagonis reseptor H2 (misal 150 mg
ranitidin) atau PPI (seperti omeprazol 40 mg) harus
diberikan pada malam hari dan 60-90 menit sebelum
induksi anestesi. Pemberian metoklopramid 10 mg juga
dapat dipertimbangkan.

7.2.2.2. Operasi Emergensi dengan Anestesi Regional
H2 antagonis intravena (seperti ranitidin 50 mg) dapat
diberikan segera setelah keputusan operasi dibuat. Pada
wanita hamil dengan risiko tinggi dapat dipertimbangkan
untuk pemberian H2 antagonis oral (Ranitidin 150mg)
secara reguler saat melahirkan.

7.2.2.3. Operasi Emergensi dengan Anestesi Umum
Antagonis reseptor H2 dan antasid oral (seperti 30 ml
sodium sitrat 0,3 mol/l) diberikan segera sebelum induksi
anestesi.

7.3. Makan dan Minum Setelah Seksio sesarea
Keuntungan pemberian makan segera setelah operasi telah dibuktikan
pada pasien yang menjalani operasi kolorektal. Secara tradisonal,
makan dan minum setalah seksio cesaria tidak dianjurkan, biasanya
baru diberikan 12-24 jam setelah operasi. Minum boleh diberikan
sedikit sedikit dengan hati hati dan baru diperbolehkan untuk makan
jika sudah terdengar bising usus dan sudah kentut. Cochrome review
yang dipublikasikan pada tahun 2002 (review dari 6 artikel yang
dipublikasikan antara tahun 1993 dan 2001) menyimpulkan bahwa
tidak ada bukti yang membenarkan pengurangan minum dan makan
setelah seksio sesarea tanpa komplikasi.
70

Banyak penelitian terbaru yang menyatakan pemberian clear fluid
antara 30 menit hingga 2 jam setelah seksio cesaria dapat ditoleransi
dengan baik, menurunkan kebutuhan cairan intravena, mempercepat
mobilitas dan mempercepat pemberian ASI. Pemberian makanan padat
terlalu cepat dapat menyebabkan mual yang akan hilang sendiri.
71-73

Penelitkan terakhir menyatakan pemberiakan rehidrasi oral setelah
seksio cesaria bisa ditoleransi dengan baik dan dianjurkan . Pemberian
makanan padat harus hati-hati.

7.4. Efek Kehamilan Terhadap Fungsi Lambung
Refluks esofageal, menyebabkan rasa terbakar pada dada, hal ini
merupakan komplikasi utama pada akhir masa kehamilan. Kehamilan
menyebabkan penurunan integritas spingter bawah esofagus karena
adanya perubahan secara anatomis hubungan esofagus ke diafragma
dan lambung, peningkatan tekanan intragastrik dan efek relaksasi otot
polos oleh progesteron. Wanita hamil cukup bulan yang membutuhkan
anestesi dianggap memiliki spingter esofagus bagian bawah tidak
kompeten. Perubahan ini terjadi secara fisiologis 48 jam setelah
melahirkan.
74

Sekresi asam lambung tidak berubah saat hamil.
75
Kehamilan juga
tidak mengubah waktu pengosongan lambung secara signifikan.
76

Pengosongan lambung masih normal saat awal proses persalinan dan
menjadi tertunda saat akhir proses persalinan.
77
Pemberian opioid
secara parenteral dapat menyebabkan penundaan pengosongan
lambung secara signifikan saat melahirkan, begitu juga dengan dosis
bolus epidural atau intratekal.
78-80
Pemberian infus fentanil epidural
secara terus menerus dengan dosis rendah tidak menyebabkan
penundaan pengosongan lambung, hingga dosis fentanis melebihi 100
mikrogram.
68

Pengosongan lambung tidak tertunda pada wanita hamil cukup bulan
dengan obesitas maupun tidak obesitas yang minum 300 ml air setelah
puasa semalaman.
69,81
Penelitian yang dilakukan oleh Lewis dan
Crawford
82
pada pasien yang menjalani seksio sesarea elektif yang
diberikan teh (dengan volum yang tidak diketahui) dan roti bakar
dalam 2-4 jam sebelum operasi didapatkan peningkatan volume
lambung dan penurunan pH lambung jika dibandingkan dengan
kelompok kontrol hal ini diketahui dari matarial partikulat yang
diaspirasi dari lambung 2 dari 11 orang pasien yang mengkonsumsi teh
dan roti bakar. Pasien hanya mengkonsumsi teh menyebabkan
peningkatan volume lambung tapi tidak pengubah pH.

7.5. Profilaksis Aspirasi Pulmonal pada Obstetrik
Risiko gagal intubasi 3-11 kali lebih besar pada pasien hamil,
dibandingkan dengan pasien tidak hamil.
83
Edema saluran nafas,
pembesaran mammae, obesitas dan tingginya kemungkinan operasi
emergensi merupakan risiko gagal intubasi pada wanita hamil.
Kejadian aspirasi pneumonia berhubungan dengan sulit dan gagal
intubasi pada saat induksi anestesi umum. Wanita hamil yang akan
menjalani seksio cesaria (baik anestesi regional ataupun umum) harus
mendapatkan antasid profilaksis.

7.5.1. H2 Reseptor Antagonis
Antagonis reseptor H2 memblok reseptor histamin pada sel
oxintin sehingga menyebabkan penurunan sekresi asam
lambung dan volume lambung pada pasien yang berpuasa. Efek
H2 reseptor antagonis yang diberkan secara intravena akan
timbul dalam 30 menit dan efek puncaknya dicapai dalam
waktu 60-90 menit setelah pemberian. Setelah pemberian
secara oral terjadi peningkatan pH lambung menjadi 2,5 pada
60% pasien dalam 10 menit dan 90% pasien dalam 90 menit.

Banyak penelitian yang menilai pemberian 50-100 mg ranitidin
intravena dan intramuskular atau 150 mg oral.
84-86
Dari
penelitian tersebut, didapatkan pH lambung lebih besar dari 2,5
dalam satu jam. Efek trapeutik ranitidin bertahan dalam 8 jam.

7.5.2. Proton Pump Inhibitor
Omeprazol (20-40mg oral) dan lansoprazol (15-30mg oral)
menghambat pompa ion hidrogen pada sel oxinyin
dipermukaan lambung.
87-88
Efektifitas pemberian PPI sebagai
profilaksis bedah elektif sama seperti anatagonis resptorH2,
berdasarkan penelitian, pemberian antagonis reseptor H2 dan
PPI intravena pada seksio sesarea emergensi, sama efektifnya
untuk menurunkan keasaman dan volume lambung dengan
pemberian sodium sitrat 0,3 mol/l .

Meta-analisis terakhir membahas tentang efek PPI dan H2
antagonis (penelitian ini meliputi pasien obstetri dan non
obstetri) menyimpulkan bahwa H2 antagonis lebih efektif
dibandingkan PPI untuk menurunkan volume dan
meningkatkan pH lambung.
23
Sodium sitrat 0,3mol/l bisa
menyebabkan mual dan muntah. Sodium sitrat tidak diberikan
untuk bedah elektif dengan regional anestesi jika telah
mendapatkan H2 antagonis dan PPI. Pada operasi obstetri
emergensi dengan anestesi umum antasid harus diberikan
sedekat mungkin dengan induksi anestesi (misal dalam 2
menit) dengan antagonis reseptor H2. Karena kendala waktu
efisien antagonis reseptor H2 tidak dijamin saat induksi.

Metoklopramid 10 mg bisa juga menurunkan volume lambung
jika diberikan dengan H2 antagonis saat seksio sesarea.
89
penggunaan metoklopramid dapat dipertimbangkan saat seksio
sesarea elektif dan emergensi.

REFERENSI
1. Brady M, Kinn S, Stuart P.
Preoperative fasting for adults to
prevent perioperative complications.
Cochrane Database Syst Rev
2003:CD004423.
2. Brady M, Kinn S, Ness V, et al.
Preoperative fasting for preventing
perioperative complications in children
[review]. Cochrane Database
Systematic Rev 2009:CD005285.
3. Sreide E, Eriksson LI, Hirlekar G, et
al. Preoperative fasting guidelines: an
update [review]. Acta Anaesthesiol
Scand 2005; 49:10411047.
4. Royal College of Nursing.
Perioperative fasting in adults and
children: an RCN guideline for the
multidisciplinary team. London: Royal
College of Nursing; 2005.
5. Scottish Intercollegiate Guidelines
Network, Elliott House, 8-10 Hillside
Crescent, Edinburgh EH7 5EA. 2010.
www.sign.ac.uk.
6. Schwartz PJ, Breithardt G, Howard AJ,
et al. Task force report: the legal
implications of medical guidelines a
task force of the European Society of
Cardiology. Eur Heart J 1999;
20:11521157.
7. American Society of Anesthesiologists
Task Force on Preoperative Fasting.
Practice guidelines for preoperative
fasting and the use of pharmacologic
agents to reduce the risk of pulmonary
aspiration: application to healthy
patients undergoing elective
procedures. Anesthesiology 1999; 90:
896905.
8. Maltby JR, Sutherland AD, Sale JP,
Shaffer EA. Preoperative oral uids: is
a ve-hour fast justied prior to
elective surgery? Anesth Analg 1986;
65:11121116.
9. Phillips S, Hutchinson S, Davidson T.
Preoperative drinking does not affect
gastric contents. Br J Anaesth 1993;
70:69.
10. Sreide E, Stromskag KE, Steen PA.
Statistical aspects in studies of
preoperative uid intake and gastric
content. Acta Anaesthesiol Scand
1995; 39:738743.
11. Eriksson LI, Sandin R. Fasting
guidelines in different countries. Acta
Anaesthesiol Scand 1996; 40 (8 Pt
2):971974.
12. Scarr M, Maltby JR, Jani K, Sutherland
LR. Volume and acidity of residual
gastric uid after oral uid ingestion
before elective ambulatory surgery.
CMAJ 1989; 141:11511154.
13. Hutchinson A, Maltby JR, Reid CRG.
Gastric uid volume and pH in elective
inpatients. Part I: Coffee or orange
juice versus overnight fast. Can J
Anaesth 1988; 35:1215.
14. Maltby JR, Reid CRG, Hutchinson A.
Gastric uid volume and pH in elective
inpatients. Part II: Coffee or orange
juice with ranitidine. Can J Anaesth
1988; 35:1619.
15. Miller M, Wishart HY, Nimmo WS.
Gastric contents at induction of
anaesthesia. Is a 4-h fast necessary? Br
J Anaesth 1983; 55:11851188.
16. Dubin SA, Jense HG, McCranie JM,
Zubar V. Sugarless gum chewing
before surgery does not increase gastric
uid volume or acidity. Can J Anaesth
1994; 41:603606.
17. Schoenfelder RC, Ponnamma CM,
Freyle D, et al. Residual gastric uid
volume and chewing gum before
surgery. Anesth Analg 2006; 102:415
417.
18. Sreide E, Holst-Larsen H, Veel T,
Steen PA. The effects of chewing gum
on gastric content prior to induction of
general anesthesia. Anesth Analg 1995;
80:985989.
19. Iqbal MS, Ashfaque M, Akram M.
Gastric uid volume and pH: a
comparison of effects of ranitidine
alone with combination of ranitidine
and metoclopramide in patients
undergoing elective caesarean section.
Ann King Edward Med Coll 2000;
6:189191.
20. Hong JY. Effects of metoclopramide
and ranitidine on preoperative gastric
contents in day-case surgery. Yonsei
Med J 2006; 47:315318
21. Bala I, Prasad K, Bhukal I, et al. Effect
of preoperative oral erythromycin,
erythromycin-ranitidine, and ranitidine-
metoclopramide on gastric uid pH and
volume. J Clin Anesth 2008; 20:3034.
22. Sustic A, Zelic M, Protic A, et al.
Metoclopramide improves gastric but
not gallbladder emptying in cardiac
surgery patients with early intragastric
enteral feeding: randomized controlled
trial. Croat Med J 2005; 46:239244
23. Clark K, Lam LT, Gibson S, Currow
D. The effect of ranitidine versus
proton pump inhibitors on gastric
secretions: a meta-analysis of
randomized control trials [review].
Anaesthesia 2009; 64:652657.
24. Ljungqvist O, Nygren J, Thorell A.
Insulin resistance and elective surgery
[review]. Surgery 2000; 128:757760.
25. Wolfe RR, Allsop JR, Burke JF.
Glucose metabolism in man: responses
to intravenous glucose infusion.
Metabolism 1979; 28:210220.
26. Ljungqvist O, Thorell A, Gutniak M, et
al. Glucose infusion instead of
preoperative fasting reduces
postoperative insulin resistance
[review]. J Am Coll Surg 1994;
178:329336.
27. Van den Berghe GH. Role of
intravenous insulin therapy in critically
ill patients [review]. Endocr Pract
2004; 2:1720
28. Taniguchi H, Sasaki T, Fujita H, et al.
Preoperative uid and electrolyte
management with oral rehydration
therapy. J Anesth 2009; 23:222229.
29. Kaska M, Grosmanova T, Havel E, et
al. The impact and safety of
preoperative oral or intravenous
carbohydrate administration versus
fasting in colorectal surgery: a
randomized controlled trial.Wien Klin
Wochenschr 2010; 122:2330.
30. Nygren J, Thorell A, Jacobsson H, et
al. Preoperative gastric emptying.
Effects of anxiety and oral
carbohydrate administration. Ann Surg
1995;222:728734.
31. Jarvela K, Maaranen P, Sisto T.
Preoperative oral carbohydrate
treatment before coronary artery
bypass surgery. Acta Anaesthesiol
Scand 2008;52:793797.
32. Breuer JP, von Dossow V, von
Heymann C, et al. Preoperative oral
carbohydrate administration to ASA
III-IV patients undergoing elective
cardiac surgery. Anesth Analg 2006;
103:10991108.
33. Gustafsson UO, Nygren J, Thorell A, et
al. Preoperative carbohydrate loading
may be used in type 2 diabetes
patients.Acta Anaesthesiol Scand 2008;
52:946951.
34. Henriksen MG, Hessov I, Dela F, et al.
Effects of preoperative oral
carbohydrates and peptides on
postoperative endocrine response,
mobilization, nutrition and muscle
function in abdominal surgery. Acta
Anaesthesiol Scand 2003; 47:191199.
35. Lobo DN, Hendry PO, Rodrigues G, et
al. Gastric emptying of three liquid oral
preoperative metabolic preconditioning
regimens measured by magnetic
resonance imaging in healthy adult
volunteers: a randomized double-blind,
crossover study. Clin Nutr 2009;
28:636641.
36. Hausel J, Nygren J, Lagerkranser M,et
al.A carbohydrate-rich drink reduces
preoperative discomfort in elective
surgery patients. Anesth Analg
2001;93:13441350.
37. Soop M, Nygren J, Myrenfors P, et al.
Preoperative oral carbohydrate
treatment attenuates immediate
postoperative insulin resistance. Am J
Physiol Endocrinol Metab 2001;
280:E576E583.
38. Soop M, Nygren J, Thorell A, et
al.Preoperative oral carbohydrate
treatment attenuates endogenous
glucose release 3 days after surgery.
Clin Nutr 2004; 23:733741.
39. Nygren J, Soop M, Thorell A, et al.
Preoperative oral carbohydrate
administration reduces postoperative
insulin resistance. Clin Nutr 1998;
17:6571.
40. Wang ZG, Wang Q, Wang WJ, Qin
HL. Randomized clinical trial to
compare the effects of preoperative
oral carbohydrate versus placebo on
nsulin resistance after colorectal
surgery. Br J Surg 2010; 97:317327.
41. Yuill KA, Richardson RA, Davidson
HI, et al. The administration of an oral
carbohydrate-containing uid prior to
major elective upper-gastrointestinal
surgery preserves skeletal muscle mass
postoperatively: a randomized clinical
trial. Clin Nutr 2005; 24:3237.
42. Bisgaard T, Kristiansen VB, Hjortso
NC, et al. Randomized clinical trial
comparing an oral carbohydrate
beverage with placebo before
laparoscopic cholecystectomy. Br J
Surg 2004; 91:151158.
43. Hausel J, Nygren J, Thorell A, et
al.Randomized clinical trial of the
effects of oral preoperative
carbohydrates on postoperative nausea
and vomiting after laparoscopic
cholecystectomy. Br J Surg 2005;
92:415421.
44. Faria MS, de Aguilar-Nascimento JE,
Pimenta OS, et al. Preoperative fasting
of 2 h minimizes insulin resistance and
organic response to trauma after video-
cholecystectomy: a randomized,
controlled, clinical trial.World J Surg
2009; 33:11581164.
45. Helminen H, Viitanen H, Sajanti J.
Effect of preoperative intravenous
carbohydrate loading on preoperative
discomfort in elective surgery patients.
Eur J Anaesthesiol 2009; 26:123127.
46. Meisner M, Ernhofer U, Schmidt J.
Liberalisation of preoperative fasting
guidelines: effects on patient comfort
and clinical practicability during
elective laparoscopic surgery of the
lower abdomen [German]. Zentralbl
Chir 2008; 133:479485.
47. Noblett SE, Watson DS, Huong H, et
al. Preoperative oral carbohydrate
loading in colorectal surgery: a
randomized controlled trial. Colorectal
Dis 2006; 8:563569.
48. Mathur S, Plank LD, McCall JL, et al.
Randomized controlled trial of
preoperative oral carbohydrate
treatment in major abdominal surgery.
Br J Surg 2010; 97:485494.
49. Splinter WM, Schreiner MS.
Preoperative fasting in children
[review].Anesth Analg 1999; 89:80
89.
50. Cook-Sather SD, Litman RS. Modern
fasting guidelines in children [review].
Best Pract Res Clin Anaesthesiol 2006;
20:471481.
51. Sreide E, Ljungqvist O. Modern
preoperative fasting guidelines: a
summary of the present
recommendations and remaining
questions [review]. Best Pract Res Clin
Anaesthesiol 2006; 20:483491.
52. Shime N, Ono A, Chihara E, Tanaka Y.
Current practice of preoperative
fasting: a nationwide survey in
Japanese anesthesia-teaching hospitals.
J Anesth 2005; 19:187192.
53. Flick RP, Schears GJ, Warner MA.
Aspiration in pediatric anesthesia: is
there a higher incidence compared with
adults? Curr Opin Anaesthesiol 2002;
15:323327.
54. Litman RS, Wu CL, Quinlivan JK.
Gastric volume and pH in infants fed
clear liquids and breast milk prior to
surgery.Anesth Analg1994; 79:482
485.
55. Nicolson SC, Schreiner MS. Feed the
babies [editorial]. Anesth Analg1994;
79:407409.
56. Cook-Sather SD, Gallagher PR, Kruge
LE, et al. Overweight/obesity and
gastric uid characteristics in pediatric
day surgery: implications for fasting
guidelines and pulmonary aspiration
risk. Anesth Analg 2009; 109:727736.
57. Billeaud C, Guillet J, Sandler B.
Gastric emptying in infants with or
without gastro-oesophageal reux
according to the type of milk. Eur J
Clin Nutr 1990; 44:577583.
58. Van der Walt JH, Foate JA, Murrell
D,et al.A study of preoperative fasting
in infants aged less than three months.
Anaesth Intensive Care 1990; 18:527
531.
59. Bricker SR, McLuckie A, Nightingale
DA. Gastric aspirates after trauma in
children. Anaesthesia 1989; 44:721
724.
60. Green SM, Roback MG, Miner JR,et
al.Fasting and emergency department
procedural sedation and analgesia: a
consensus-based clinical practice
advisory. Ann Emerg Med 2007;
49:454461.
61. Green SM, Krauss B. Pulmonary
aspiration risk during emergency
department procedural sedation: an
examination of the role of fasting and
sedation depth [review]. Acad Emerg
Med 2002; 9:3542.
62. Kearney R, Mack C, Entwistle L.
Withholding oral uids from children
undergoing day surgery reduces
vomiting.Paediatr Anaesth1998;8:331
336.
63. Schreiner MS, Nicolson SC. Pediatric
ambulatory anesthesia: NPO before or
after surgery? [review]. J Clin Anesth
1995; 7:589596.
64. Radke OC, Biedler A, Kolodzie K, et
al. The effect of postoperative fasting
on vomiting in children and their
assessment of pain. Paediatr Anaesth
2009; 19:494499.
65. Scrutton MJ, Metcalfe GA, Lowy C, et
al. Eating in labour. A randomized
controlled trial assessing the risks and
benets. Anaesthesia 1999;54:329
334.
66. Kubli M, Scrutton MJ, Seed PT,
OSullivan G. An evaluation of
isotonic sport drinks during labor.
Anesth Analg 2002; 94:404408.
67. OSullivan G, Liu B, Hart D, et al.
Effect of food intake during labour on
obstetric outcome: randomised
controlled trial. BMJ 2009; 338:b784.
68. Porter JS, Bonello E, Reynolds F. The
inuence of epidural administration of
fentanyl infusion on gastric emptying
in labour. Anaesthesia 1997;52:1151
1156.
69. Wong CA, Loffredi M, Ganchiff JN, et
al. Gastric emptying of water in term
pregnancy. Anesthesiology 2002;
96:13951400.
70. Mangesi L, Hofmeyr GJ. Early
compared with delayed oral uids and
food after caesarean section [review].
Cochrane Database Syst Rev
2002:CD003516.
71. Orji EO, Olabode TO, Kuti O,
Ogunniyi SO. A randomised controlled
trial of early initiation of oral feeding
after cesarean section. J Mater Fetal
Neonatal Med 2009; 22:6571
72. Mulayim B, Celik NY, Kaya S, Yanik
FF. Early oral hydration after cesarean
delivery performed under regional
anesthesia. Int J Gynaecol Obstet2008;
101:273276.
73. Teoh WH, Shah MK, Mah CL. A
randomised controlled trial on
benecial effects of early feeding post-
Caesarean delivery under regional
anaesthesia. Singapore Med J 2007;
48:152157.
74. Vanner RG, Goodman NW. Gastro-
oesophageal reux in pregnancy at
term and after delivery. Anaesthesia
1989; 44:808811.
75. Murray FA, Erskine JP, Fielding J.
Gastric secretion in pregnancy. J J
Obstet Gynaecol Br Empire 1957;
64:373381.
76. Davison JS, Davison MC, Hay DM.
Gastric emptying time in late
pregnancy and labour. J Obstet
Gynaecol Br Commonw 1970; 77:37
41.

Anda mungkin juga menyukai