Puji dan syukur saya haturkan kepada Yang Maha Agung Allah SWT karena atas semua kehendak-Nya lah refrat ini dapat diselesaikan dengan baik. Refrat yang berjudul Puasa Perioperative pada Dewasa dan Anak-anak: panduan dari the European Society of Anaesthesiology ini tidak lepas dari bantuan orang-orang hebat disekeliling penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Rizal Zainal, SpAn dan dr. Merdasari yang telah bersedia membimbing dalam pengerjaan refrat ini.
Penerjemahan refrat ini belumlah sempurna, untuk itu penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran untuk perbaikan refrat ini.
Hormat kami
Penulis
GUIDELINES Puasa Perioperative pada Dewasa dan Anak-anak: Panduan dari the European Society of Anaesthesiology Ian Smith, Peter Kranke, Isabelle Murat, Andrew Smith, Geraldine OSullivan, Eldar Sreide, Claudia Spies and Bas int Veld
Panduan ini bertujuan untuk memberikan gambaran terkini mengenai aspek puasa perioperatif dengan menilai evidence yang berkualitas. Sebuah penelitian sistematis berdasarkan e-database mengidentifikasi penelitian-penelitian yang diterbitkan antara tahun 1950 dan akhir tahun 2009 yang berkaitan dengan puasa pra-operatif, asupan oral yang lebih awal setalah operasi serta efek karbohidrat oral pada pengosongan lambung dan penyembuhan post-operasi. Terdapat satu penelitian tentang puasa pra-operatif yang belum termasuk dalam tinjauan sebelumnya dan lebih dari 13 penelitian yang dipublikasikan sejak review terakhir teridentifikasi. Peneliti juga mengidentifikasi 20 penelitian yang relevan untuk kasus karbohidrat oral dan 53 penelitian tentang asupan peroral yang lebih awal. Publikasi-publikasi tersebut diklasifikasikan sesuai level evidence, validitas ilmiah dan relevansi klinis. Sistem penilaian Scottish Intercollegiate Guideline Network digunakan untuk menilai level evidence dan grade rekomendasi. Kunci rekomendasinya adalah bahwa orang dewasa dan anak-anak boleh minum clear fluid sampai 2 jam sebelum operasi elektif (termasuk seksio sesarea), serta semua anggota Guidelines group (kecuali satu) menganggap teh atau kopi yang ditambah susu (hingga sekitar seperlima dari volume total) masih termasuk clear fluid. Makanan padat sama sekali dilarang selama 6 jam sebelum operasi elektif pada orang dewasa dan anak-anak, meskipun jadwal operasi tidak akan dibatalkan atau ditunda hanya karena mereka mengunyah permen karet, makan permen atau mengisap rokok segera sebelum induksi anestesi. Rekomendasi ini juga berlaku untuk pasien dengan obesitas, refluks gastroesofagus, diabetes, dan wanita hamil yang tidak dalam persalinan. Tidak ada cukup bukti yang merekomendasikan penggunaan rutin antasida, metoklopramid, atau antagonis reseptor H2 sebelum operasi elektif pada pasien non-obstetri, tapi antagonis reseptor H2 sebaiknya diberikan sebelum seksio sesarea elektif secara intravena dan ditambahan natrium sitrat 0,3mol/l sebanyak 30 ml jika anestesi umum direncanakan. Bayi harus diberi makan sebelum operasi elektif. ASI aman hingga 4 jam dan susu lainnya hingga 6 jam. Setelah itu, pemberian clear fluid sama seperti pada orang dewasa. Pedoman ini juga mempertimbangkan keamanan dan manfaat karbohidrat pra- operasif dan nasihat tentang asupan oral post-operatif Eur J Anaesthesiol 2011;28:556569 Published online 28 June 2011
Mengapa panduan ini dibuat? Banyak pendapat bahwa pedoman tentang puasa perioperatif akan berguna untuk anggota European Society of Anaesthesiology (ESA). Pedoman ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang puasa perioperatif dengan menilaian evidence yang berkualitas untuk sehingga ahli anestesi di seluruh Eropa dapat menerapkan pengetahuan ini dalam merawat pasien sehari-hari. Apa persamaannya dengan panduan yang sebelumnya? Panduan ESA menganjurkan interval puasa 2 jam untuk clear fluid dan interval 6 jam untuk makanan padat. Apa perbedaannya dengan panduan yang sebelumnya? Panduan ESA: Merupakan panduan terbaru dan meliputi beberapa penelitian yang diterbitkan sejak panduan terdahulu diterbitkan Menegaskan agar pasien agar tidak puasa cairan lebih lama dari yang dibutuhkan. Berisi nasihat praktis tentang permen karet, merokok, dan minuman- minuman yang mengandung susu, mempertimbangkan Mempertimbangkan keamanan dan manfaat konsumsi karbohidrat pra- operatif. Berisi anjuran intake oral post-operatif
1. Ringkasan Rekomendasi
Evidence Rekomendasi Puasa pada orang dewasa dan anak-anak Orang dewasa dan anak-anak diperbolehkan untuk minum clear fluid (termasuk air, jus tanpa pulp dan teh atau kopi tanpa susu) hingga 2 jam sebelum operasi elektif (Termasuk seksio sesarea) Semua (kecuali satu) anggota kelompok menganggap bahwa teh atau kopi yang ditambahkan susu (Sampai sekitar seperlima dari total volume) masih clear fluid. Makanan padat dilarang selama 6 jam sebelum operasi elektif pada orang dewasa dan anak- anak Pasien dengan obesitas, refluks gastroesofagus, diabetes dan wanita hamil yang bukan dalam masa melahirkan dapat mengikuti semua panduan di atas Namun, faktor-faktor ini dapat mengubah manajemen anestesi mereka secara keseluruhan Operasi tidak akan dibatalkan atau ditunda hanya karena mereka mengunyah permen karet dan merokok segera sebelum induksi anestesi Hal tersebut didasarkan bahwa efek pada pengosongan lambung dan asupan nikotin (termasuk merokok dan permen karet nikotin) bisa diperkecil sebelum operasi elektif Puasa pada bayi Bayi harus diberi makan sebelum operasi elektif. ASI aman hingga 4 jam dan susu lainnya hingga 6 jam. Setelah itu, clear fluid harus diberikan seperti pada orang dewasa Prokinetik dan intervensi farmakologis lainnya Tidak ada cukup bukti mengenai manfaat klinis merekomendasikan penggunaan rutin antasida, metoklopramid atau antagonisreseptor H2 sebelum operasi elektif pada pasien non-obstetrik Antagonis reseptor H2 harus diberikan malam dan pada pagi hari sebelum seksio sesarea elektif Guideline group mengakui bahwa sebagian
1++
1+
2-
1-
1++
1++
1++
1++
A
A
D
D
A
A
A
A
besar bukti berkaitan dengan perubahan volume lambung dan pH dibanding terhadap mortalitas Antagonis reseptor H2 intravena harus diberikan sebelum seksio sesarea emergensi ditambahkan dengan 30 ml natrium sitrat 0,3 mol/l jika direncanakan anestesi umum Guideline group mengakui bahwa sebagian besar bukti berkaitan dengan perubahan volum dan pH lambung dibanding mortalitas Karbohidrat oral Mengonsumsi minuman kaya karbohidrat hingga 2 jam sebelum operasi elektif aman untuk pasien (termasuk penderita diabetes) Bukti keamanan berdasarkan penelitian yang dikembangkan pada produk perioperatif (terutama maltodekstrin); tidak semua karbohidrat aman Mengonsumsi minuman yang kaya karbohidrat sebelum operasi elektif meningkatkan rasa aman secara subjektif, mengurangi rasa haus dan lapar, serta mengurangi resistensi insulin post-operasi Sampai saat ini, hanya terdapat sedikit evidence tentang pengurangan masa rawat dan mortalitas. Puasa pada pasien obstetri Wanita diperbolehkan mengonsumsi clear fluid (seperti dijelaskan di atas) sesuai dengan yang mereka inginkan selama persalinan Pemberian makanan padat harus berhati-hati jika diberikan selama persalinan aktif Guideline group mengakui bahwa mungkin tidak praktis untuk menghentikan asupan makan pada semua ibu selama persalinan, terutama wanita dengan risiko rendah. Harus dipertimbangkan pemberian makanan yang mudah dicerna dan rendah residu Kebutuhan cairan postoperatif Orang dewasa dan anak-anak diperbolehkan minum segera setelah operasi elektif kapanpun mereka mau. Namun, asupan cairan tidak harus diberikan pada pasien one day careatau pada pasien rawat jalan.
1++
1++
1++
1+
1++
A
A
A
A
A
Rekomendasi terbaik berdasarkan pengalaman klinis
2. Tujuan dan Pengembangan Panduan The European Society of Anaesthesiology (ESA) bertanggung jawab membuat panduan klinis berdasarkan eveidence based yang berkualitas. Setelah dibentuk Guidelines Committee pada tahun 2008, yang menjadi prioritas adalah panduan pada puasa perioperatif yang berguna bagi anggota ESA dan mulai disusun pada Juni 2009. Ketua subkomite yang relevan (Peningkatan kualitas dan praktis yang berdasarkan evidence, ambulatory anastesia, anastesia obstetrik, anastesia pediatrik, dan anastesia geriatrik) dari ESA Scientific Committee menominasi anggota yang ahli di bidangnya untuk bergabung dalam proyek tersebut. Para ahli tersebut selanjutnya memilih proyek yang dibutuhkan. Beberapa organisasi anastesiologi nasional di Eropa sudah menghasilkan beberapa rekomendasi puasa selama perioperatif. Panduan ini bertujuan memberikan pandangan dan pengetahuan terkini pada subjek penelitian dengan menilai kualitas evidence yang praktis bagi para anastesiologis di seluruh eropa.
Evidence yang mendukung rekomendasi dilampirkan. Sebuah penelitian sistematis dari anggota Cochrane Anaesthesia Review Group dari e- database Ovid, MEDLINE, dan Embase mengidentifikasi percobaan- percobaan yang dipublikasikan antara tahun 1950 sampai akhir tahun 2009 yang fokus pada puasa perioperatif, asupan oral lebih awal, serta efek karbohidrat oral pada pengosongan lambung dan penyembuhan post- operative. Terdapat 3714 abstrak dari MEDLINE dan 3600 dari Embase yang teridentifikasi. Setelah mengeliminasi duplikat, penelitian yang tidak relevan, penelitian dan trial non-klinis, sebuah penelitian tentang puasa preoperative tidak dimasukkan dalam review sebelumnya 1-4 , dan ada 13 penelitian yang dipublikasi sejak review sebelumnya 4 teridentifikasi. juga ada 20 penelitian tentang karbohidrat oral yang cukup relevan dengan penelitian ini dan 53 penelitian tentang asupan peroral yang lebih awal.
Publikasi-publikasi ini diklasifikasikan sesuai level evidence, validitas ilmiah, dan relevansi klinis. Kami menggunakan sistem penilaian Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN) untuk menilai level evidence dan grade rekomendasi (Gambar 1). 5 Prioritas paling penting adalah random meta-analisis, uji klinis terkontrol. Untuk mencapai konsensus, penekanan khusus ditempatkan pada level evidence, aspek etika, keinginan pasien, relevansi klinis, rasio risiko / manfaat, dan tingkat penerapan. Misalnya, solusi pragmatis sebanyak apa teh atau kopi susu yang disepakati sesuai pengalaman beberapa anggota kelompok.
Panduan ini sudah melewati proses review. Draf final di-review oleh anggota-anggota Komite Sains ESA yang tidak terlibat dalam persiapan awal pembuatan panduan ini. Draf ditampilkan pada situs ESA sealama 4 minggu dan dihubungkan melalui e-mail kepada seluruh anggota ESA baik secara individu maupun nasional untuk mengundang mereka memberikan komentar pada draf. Draf juga dikirim ke International Association for Ambulatory Surgery (IAAS) sebagai informasi. Semua yang mengomentari dibuat dalam daftar Acknowledgement. Pendapat- pendapat tersebut disusun oleh ketua pembuat panduan dan panduan dikembangkan untuk disetujui. Manuskrip final diakui oleh pengurus komite guideline ESA sebelum dipublikasikan dalam European Journal of Anaesthesiology.
Panduan ini dihasilkan sebagai layanan bagi anggota ESA dan anestesi lain serta staf kesehatan di Eropa. ESA mengakui bahwa banyak sekali variasi praktek dan opini yang berkembang di Eropa. Meskipun ketersediaan informasi ilmiah sama, cara memberikan pelayanan kesehatan bisa berbeda. Dengan demikian, panduan yang dihasilkan tidak selalu bisa diterima dan relevan untuk diterapkan disetiap negara di Eropa. Walaupun panduan ini boleh digunakan secara nasional ataupun individu, tapi mereka tidak berkewajiban untuk mengubah panduan ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa panduan ini tidak selalu bisa diterapkan pada setiap kondisi klinis. Keputusan untuk mengikuti panduan ini atau tidak tetap berada ditangan dokter dan disesuaikan dengan kondisi pasien dan sarana yang tersedia. Oleh karena itu, penyimpangan panduan karena alasan- alasan khusus bisa terjadi dan tidak perlu diinterpretasikan sebagai kelalaian. Kami berharap, panduan ini bisa membantu seluruh anestesiologis di Eropa dalam menjalankan tugasnya menyediakan dukungan bagi kolega dan tenaga medis lainnya dalam membuat perubahan penting untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.
Gambar. 1
Level evidence 1 ++ High quality metaanalyses, RCT review sistematis, atau RCT dengan risiko bias yang sangat kecil 1 + Well conducted meta-analyses, review sistematik, atau RCT dengan risiko bias yang kecil 1 - Meta-analisis, review sistematis, dengan risiko bias tinggi 2 ++ High-quality systematic review dari penelitian case control atau kohort 2 + Penelitian Well conducted case control atau kohort dengan risiko cofounding atau bias yang sangat kecil dan kemungkinan moderate adanya hubungan kausal. 2 - Penelitian case-control atau kohort dengan risiko tinggi cofounding dan bias serta risiko signifikan ditemukannya hubungan yang bukan hubungan kausal. 3 Penelitian non-analitik sepeti case report dan case series 4 Expert opinion Grade Rekomendasi Catatan: Grade rekomendasi berhubungan dengan kekuatan evidence pada dasar rekomendasi. Bukan berdasarkan kepentingan klinis. A Paling sedikit satu meta-analisis, review sistematik, atau RCT dengan level evidence 1 ++ dan dapat digunakan langsung pada populasi target, atau Level evidence 1 + dan dapat digunakan langsung pada populasi target dan hasil keseluruhannya konsisten. B Level evidence 2 ++ dan dapat digunakan langsung pada populasi target dan hasil keseluruhannya konsisten, atau Memperhitungkan evidence pada level 1 ++ atau 1 +
C Level evidence 2 + dan dapat digunakan langsung pada populasi target dan hasil keseluruhannya konsisten, atau Memperhitungkan evidence pada level 2 ++
D Level evidence 3 dan 4, atau Memperhitungkan evidence pada level 2 +
Point penting
Rekomendasi terbaik berdasarkan pengalaman klinis
Sistem skoring oleh Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN). RCT, randomised controlled trial. 5
Perbedaan-perbedaan dari panduan sebelumnya. Walaupun hanya ada sedikit bukti baru mengenai hubungan puasa cairan dan makanan padat, panduan terbaru me-review lebih banyak literature
terbaru dibandingkan pedoman sebelumnya. Panduan-panduan dari American Society of Anaesthesiology (ASA) seperti yang telah diteliti ini 7
dipulikasikan pada tahun 1997 dan berisi sedikit informasi mengenai karbohidrat preoperatif. UK Royal College of Nusing Guidelines membahas tentang pemberian karbohidrat pra-operatif tapi tidak membahas tentang keuntunggannya. Pada penelitian ini, kami juga membahas tentang masalah klinis menguyah permen karet.
3. Puasa 3.1.Cairan Rekomendasi Orang dewasa dan anak-anak diperbolehkan untuk minum clear fluid (seperti air putih, jus tanpa pulp, teh/kopi tanpa susu) sampai 2 jam sebelum operasi elektif dimulai (termasuk operasi sesar) (Level evidence 1++, grade rekomendasi A) Semua anggota kecuali satu orang peserta Guidelines group menganggap bahwa teh/kopi yang ditambah susu (sampai 1/5 volume total) masih termasuk clear fluid.
Dasar pemikiran Berkat karya monumental Maltby et al. 8 pada tahun 1986, terdapat bukti kuat bahwa pemberian clear fluid hingga 2 jam sebelum operasi elektif tidak berbahaya. 3, 9,10 Banyak negara kemudian mengubah panduan puasa, sehingga sebagian besar pasien mendapat asupan clear fluid (air, jus, dan kopi/teh tanpa susu) hingga 2 jam sebelum operasi elektif dimulai. 11
Kebebasan menggunakan fasting guideline, sekarang berubah dengan kenyataan bahwa puasa berkepanjangan adalah cara yang tidak layak saat pasien dipersiapkan untuk menghadapi stres operasi. Pantangan minum yang terlalu lama sebelum operasi merugikan pasien terutama bagi usia lanjut dan anak-anak. Dibanding memastikan interval minimal puasa yang harus dicapai, lebih penting menyuruh pasien minum sampai 2 jam sebelum operasi untuk mengurasi ketidaknyaman pasien menunggu jadwal operasi dimulai.
3.1.1. Kopi/teh susu Susu dalam jumlah yang besar akan menggumpal di lambung dan menjadi seperti makanan padat, tapi jika dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit tidak akan menimbulkan masalah. Sebuah anecdotal evidence (termasuk dari beberapa anggota dari kelompok ini) menyatakan bahwa mengonsumsi teh atau kopi yang ditambah susu sebelum operasi elektif tidak akan menyebabkan regurgitasi/aspirasi. Tetapi tidak ada penelitian yang secara khusus peneliti tentang ini. Beberapa penelitian memperbolehkan pemberian teh atau kopi 12-14 yang ditambahkan susu sebelum operasi jika pasien menginginkannya (R. Maltby, komunikasi pribadi) tapi pernyataan ini tidak dipublikasikan dan jumlah pasien yang diteliti sedikit. Sebuah penelitian yang tidak dipublikasikan menunjukkan bahwa penambahan sedikit susu kedalam model lambung (12 ml/satu sendok takar) tidak menyebabkan penundaan pengosongan lambung, tapi jika ditambahkan lebih dari tiga sendok takar menyebabkan terjadi penggumpalan (R. Maltby, komunikasi probadi). Tetapi model yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari wadah kaca dengan keran burret yang terfiksasi sehingga tidak bisa menggambarkan spincter yang dapat berkontarasi dan relaksasi.
3.2.Makanan padat Rekomendasi Makanan padat boleh diberikan hingga 6 jam sebelum operasi pada anak maupun dewasa (level evidence 1+, grade recommendation A).
Dasar pemikiran Belum ada penelitian yang meneliti tentang waktu minimal yang aman untuk puasa makan padat sebelum operasi. Satu penelitian sebelumnya melaporkan tidak terjadi peningkatan volume lambung setelah diberikan teh dan roti bakar 2-3 jam sebelum operasi, 15 namun penelitian ini tidak meneliti pH lambung dan jumlah residu makan padat dalam lambung selama induksi anestesi. Kebanyakan pasien tidak menolak untuk puasa 6 jam sebelum operasi asalkan mereka diperbolehkan untuk minum. Sampai saat ini belum ada keuntungan untuk mengurangi waktu puasa makanan padat sebelum operasi.
3.3. Mengunyah permen karet, permen dan merokok Rekomendasi Operasi tidak akan diundur atau dibatalkan hanya karena pasien mengunyah permen karet, permen atau merokok sebelum induksi anestesi.
Dasar pemikiran Mengunyah permen karet sebelum operasi operasi masih menjadi perdebatan. Hingga saat ini hanya terdapat 3 penelitian yang meneliti tentang mengunyah permen karet sebelum operasi.
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 77 pasien. 16 16 pasien tidak diperbolehkan untuk mengonsumsi permen karet, 15 pasien diperbolehkan mengunyah pemen karet hingga masuk keruang operasi dan 46 pasien diperbolehkan mengunyah permen karet hingga kapanpun mereka mau. Dari penelitian ini tidak didapatkan perbedaan volume dan pH lambung yang signifikan antara ketiga kolompok yang diteliti.
Penelitian yang lain meneliti 46 anak yang berusia antara 5 dan 17 tahun yang diperbolehkan untuk mengomsumsi permen karet tanpa gula dan permen karet dengan gula hingga 30 menit sebelum masuk ruangan operasi. Hasilnya didapatkan anak yang mengonsumsi permen karet (baik dengan gula ataupun tanpa gula) memiliki volume dan pH lambung lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi permen karet. 17
Soreide dkk 18 meneliti 106 wanita yang akan menjalani operasi ginekologi elektif. Subjek terdiri dari perokok ataupun bukan perokok. Pada subjek yang perokok, dibagi menjadi 2 kolompok, satu kelompok diperbolehkan untuk mengunyah permen karet yang mengandung nikotin, satu kelompok lagi tidak diperboleh kan untuk mengkonsumsi permen karet. Begitu juga dengan subjek yang bukan merokok satu kelompok diperbolehkan untuk mengunyah permen karet yang mengandung gula, yang satunya lagi tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi permen karet. Subjek diberikan satu permen karet perjam hingga dibawa keruangan operasi. Hasilnya didapatkan subjek yang perokok dan mengonsumsi permen karet, perokok yang tidak mengonsumsi permen karet dan yang bukan perokok dan mengonsumsi permen karet memiliki volume lambung yang lebih banyak dibandingkan yang bukan perokok dan tidak mengonsumsi permen karet. Sedangkan pH lambung lebih tinggi pada kelompok bukan perokok. Selama induksi anestesi tidak dilaporkan adanya aspirasi ataupun komplikasi yang lain. Walaupun terdapat perbedaan volume lambung dan pH yang signifikan secara statistic (30 vs 20 ml) namun peneliti tidak percaya bahwa perbedaan tersebut signifikan.
3.4. Pasien dengan Pengosongan Lambung yang Tertunda Rekomendasi Pasien dengan obesitas, refluks gastro-esofageal, diabetes dan wanita hamil yang tidak dalam persalinan dapat mengikuti pedoman diatas dengan aman (level evidence 2-, grade rekomendasi D)
Faktor-faktor ini mungkin dapat mengubah managemen anetesi mereka secara keseluruhan.
Dasar Pemikiran Penundaan pengosongan lambung bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti obesitas, refluks gastro-esofageal dan obesitas. Namun, bukti yang ada memperlihatkan terdapat penundaan pengosongan lambung pada yang ringan pada kelompok ini, sehingga pasien dengan obesitas, refluks gastro-esofageal dan wanita hamil yang tidak dalam proses melahirkan bisa mengikuti panduan untuk orang dewasa. Analgesik opioid juga bisa menyebabkan penundaan waktu pengosongan lambung, tapi sekali lagi, tidak ada bukti yang cukup untuk membuat rekomendasi. Namun, pasien yang baru saja mendapatkan analgesik opioid dengan dosis yang punya efek signifikan pada pengosongan lambung sebaiknya tidak dioperasi dalam waktu dekat.
4. Medikasi Rekomendasi Belum ada cukup bukti mengenai manfaat klinis penggunaan antasida metoklopramid dan antagonis reseptor H2 sebelum operasi elektif pada pasien non-obstetrik (level evidence 1++, grade rekomendasi 4).
Dasar pemikiran 4.1. Obat-obat prokinetik Berbeda dengan prevalensi penggunaan prokinetik perioperatif, bukti yang mendukung penggunaan prokinetik sebagai profilaksis untuk menurunkan risiko aspirasi isi lambung perioperatif sangat terbatas. Terdapat satu penelitian yang meneliti efek prokinetik terhadap pH dan volume cairan lambung saat induksi anestesi. Iqbal dkk 19 meneliti 75 orang wanita yang menjalani seksio sesarea dengan anestesi umum. 25 orang diberikan antagonis reseptor H2 (ranitidine) dan prokinetik (metoklopramid). 25 orang hanya diberikan ranitidine dan 25 orang lainnya diberikan placebo (kelompok kontrol). Hasilnya kombinasi dua obat lebih efektif untuk menurunkan pH dan volume lambung dibandingkan plasebo.
Hong 20 meneliti efek ranitidine dan metoklopramid dibandingkan placebo pada 40 pasien yang dijadwalkan untuk pembedahan ginekologi laparaskopi. 20 pasien diberikan ranitidine 50 mg dan metoklopramid 10 mg secara intravena. 20 pasien lainnya diberikan cairan normal salin dengan volume yang sama. Volume cairan lambung lebih banyak pada kelompok placebo, pH lambung meningkat pada kelompok yang mendapatkan ranitidine dan metoklopramid. 20
Bala dkk 21 membandingkan antara kombinasi ranitidin-eritromisin dan ranitidin-metoplopramid. 40 orang pasien ASA I dan II diberikan eritromisin 250 mg dan ranitidin 150 mg atau ranitidine 150 mg dan metoklopramid 10 mg peroral 60-90 menit sebelum induksi anestesi. Hasilnya tidak didapatkan perbedaan pH dan volume lambung secara signifikan antara kedua kelompok.
Sejauh ini penelitian yang valid tentang efek penggunaan metoklopramid pra-operatif terhadap pH dan volume lambung masih kurang walaupun pemberian metoklopramid 18 jam sebelum operasi jantung dapat mempercepat pengosongan lambung dibanding plasebo. 22
Hingga saat ini belum ada cukup bukti pemberian metoklopramid pra- operatif dapat memperbaiki keadaan klinis, menurunkan volume lambung dan meningkatkan pH lambung.
4.2. Histamin H2 antagonis dan Proton Pump Inhibitor Mekanisme kerja H2 antagonis dan Proton Pump Inhibitor (PPI) berbeda . H2 antagonis memblok reseptor H2 pada sel parietal lambung sehingga efek stimulasi histamin untuk mensekresi asam lambung terhambat. Proton Pump Inhibitor menghambat kerja enzim pada sistem hydrogen/potasien ATP-ase (H/K ATP-ase) yang merupakan pompa proton pada sel parietal lambung sehingga aksi histamin, gastrin dan esetilkokin terhambat. Pemberian kedua obat ini bertujuan untuk mengurangi risiko efek merusak yang disebabkan oleh sindroma aspirasi asam lambung. Sebuah meta-analisis terbaru 23 membandingkan obat-obat ini untuk target terapi menunjukkan bahwa premedikasi dengan ranitidine lebih efektif daripada Proton Pump Inhibitor dalam menurunkan sekresi volume lambung (dengan rata-rata 0,22ml/kg, interval kepercayaan 95%, 0,04-0,41) dan meningkatkan pH lambung (rata-rata 0,85 pH unit, interval kepercayaan 95%, 1,14-0,28). Kesimpulan ini diambil berdasarkan 9 penelian secara acak terkontrol. Dimana 7 diantaranya cocok untuk meta-analisis. Pada percobaan ini sebanyak 223 pasien diberikan ranitidine yang merupakan satu-satunya golongan H2 antagonis yang digunakan dalam percobaan dan 222 pasien diberikan Proton Pump Inhibitor (omeprazol, lansoprazol, pantoprazol dan rabenprazol). Secara keseluruhan percobaan ini tergolong kecil. Heterogenitas penelitian ini bisa dilihat dari waktu puasa pra-operatif, cara pemberian obat, pengulangan pemberian obat, jenis Proton Pump Inhibitor yang digunakan. Yang menarik unuk dicatat dalam penelitian ini pasien diberikan ranitidine sesuai dengan dosis /kurang dari dosis yang direkomendasikan untuk pemeriharaan ulkus peptukum. Sedangkan yang mendapat Proton Pump Inhibitor diberikan dengan dosis yang sama atau lebih tinggi dari dosis yang dianjurkan untuk pemeliharaan ulkus peptikum. Namun, durasi efek protektif yang dihasilkan terhadap volume dan pH lambung belum bisa dinilai. Selain itu, juga belum bisa dipastikan apakah hasil penelitian ini bisa diterapkan pada populasi dengan risiko aspirasi yang tinggi, karena subjek dalam penelitian adalah pasien dengan risiko aspirasi yang sangat rendah dan parameter yang digunakan untuk menilai true outcome seperti mortalitas atau sindrom distress pernafasan yang disebabkan oleh aspirasi tidak bisa dinilai.
5. Karbohidrat Preoperatif: Pengosongan Lambung dan Manfaat Rekomendasi Mengonsumsi minuman kaya karbohidrat 2 jam sebelum operasi aman untuk pasien (termasuk pasien dengan diabetes) (level evidence 1 ++, grade rekomendasi A)
Bukti keamanan pemberian minuman kaya karbohidrat ini berasal dari penelitian produk khusus untuk perioperatif (terutama maltodextrins) tidak semua karbohidrat aman diberikan.
Dasar pemikiran Penelitian pada hewan yang mengalami stress berat, seperti perdarahan dan endotoxemia, menunjukkan bahwa beberapa sistem utama yang terlibat dalam respon stress terganggu, walaupun hewan telah dipuasakan dalam waktu singkat sebelum diberi stress. Sistem yang dimaksud adalah homeostasis cairan, pelepasan hormon stress, metabolisme, fungsi otot dan integritas usus. 24 Terdapat perbedaan kelangsungan hidup jika model dipuasakan selama 24 jam. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan metabolik disebabkan oleh makanan terakhir yang dimakan. Walaupun puasa dalam waktu singkat tetap akan menyebakan kehilangan glikogen dan mengubah respon stress.
Memperbolehkan pasien untuk minum 2 jam sebelum operasi tidak berpengaruh besar terhadap proses metabolisme, karena minuman biasanya tidak mengandung cukup energi. Metode terbaik utuk mengubah metabolisme dari keadaan puasa semalaman ke keadaan makan adalah dengan karbohidrat. kunci perubahan yang harus dicapai adalah mendorong respon insulin ketingkat yang serupa dengan setelah makan. Contoh pertama, penggunaan glukosa intravena. Respon insulin terhadap glukosa intravena tergantung kecepatan pengiriman glukosa dan tergantung dosis. Infuse glukosa (dan insulin) dapat menginduksi respon insulin hingga 60 g/ml, menurunkan resistensi insulin post-operatif 26 dan mempertahankan substrat oksidasi. Hal ini penting karena resistensi insulin postoperasif dan hiperglikemia berhubungan dengan gangguan setelah operasi. 27 Karbohidrat per oral pada manusia menyebabkan penurunan resistensi insulin post-operasi. intervensi diet merupakan strategi diet yang menjanjikan dan aktraktif untuk mengoptimalkan glikemia post-prandial. Sejauh ini, intervensi penambahan karbohidrat pra- operatif berfokus pada keamanan, efek metabolik, keamanan perioperatif personal dan jangka waktu rawat post-operatif.
5.1.Karbohidrat dibandingkan Clear Liquid atau Cairan IV Taniguci dkk 28 meneliti tentang keamanan dan ketidakefektifan pemberian rehidrasi oral dibandingkan rehidrasi intavena untuk anestesi umum. 50 pasien yang diambil secara acak diberikan 1000 ml rehidrasi oral atau 1000 ml cairan elektrolit intravena. Kemudian dilakukan pengukuran volume lambung, didapatkan pasien yang diberikan rehidrasi oral memiliki cairan lambung yang jauh lebih sedikit dibanding yang mendapatkan cairan intravena.
Penelitian yang diakukan oleh kaska dkk 29 yang membandingkan pasien yang puasa sebelum operasi dengan pasien yang tetap diberikan rehidrasi oral/intravena karbohidrat, mineral dan air. 29 Pemberian rehidrasi secara oral sebelum operasi tidak meningkatkan volume residu dan tidak menimbulkan risiko apapun.
Jarvela dkk 31 meneliti efek minum karbohidrat dan puasa sepanjang malam sebelum operasi pada 101 pasien non-diabetes yang akan menjalani operasi coronary artery bypass grafting. Berdasarkan hasil penelitian mereka, aman untuk memberikan karbohidrat oral 2 jam sebelum induksi anestesi karena akan terjadi pengosongan lambung yang total setelah minum dan hampir tidak pernah terjadi aspirasi.
Breurer dkk 32 meneliti tentang efek pemberian karbohidrat sebelum operasi terhadap volume lambung. 188 pasien dengan status fisik ASA III-IV yang akan menjalani bedah jantung elektif secara acak diberikan minuman karbohidrat 12,5%, atau placebo atau puasa (kontrol). Pemberian karbohidrat dan plasebo dilakukan dengan teknik double blind. 800 ml diberikan pada malam hari dan 400 ml diberikan 2 jam sebelum operasi elektif. Dilaporkan bahwa pemberian pemberian cairan peroral sebelum operasi tidak menyebabkan peningkatan volume lambung atau efek samping yang lain.
Dari kelima penelitian tersebut tidak satupun yang melaporkan peningkatan volume lambung setelah mendapatkan karbohidrat. Tapi tidak semua karbohidrat oral menimbulkan efek yang sama.
5.2. Pasien Diabetes Dibandingkan Individu Sehat Peneliti enggan untuk memberikan karbohidrat oral pada pasien diabetes mellitus karena efek glikemia dan pengosongan lambung pra- operati belum diketahui. Gustafson dkk 33 meneliti tentang efek pemberian karbohidrat pra-operatif pada 25 orang pasien diabetes tipe 2 dan 10 orang sehat sebagai kontrol. Pasien diberikan minuma kaya karbohidrat (400ml, 12,5%) dan 1,5 g parasetamol untuk menentukan waktu pengosongan lambung. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat tanda penundaan pengosongan lambung pada pasien diabetes tipe 2. Hal ini menandakan bahwa pemberian minuman kaya karbohidrat aman pada pasien diabetes mellitus jika diberikan 180 menit sebelum anestesi tanpa adanya risiko hiperglikemi atau aspirasi preoperatif.
Atas bukti terbatas ini, diabetes (tipe apapun) bukan merupakan kontraindikasi pemberian karbohidral oral pra-operatif.
5.3.Formula Baru Untuk Minuman Pra-operatif Minuman yang mengandung asam amino (glutamine) atau peptide (peptida kedelai) telah diteliti keamannnya. 34,35 Berdasarkan waktu pengosongan lambung, glutamin (15g) dengan karbohidrat dalam 300- 400 lm air aman untuk diberikan hingga 3 jam sebelum operasi pada orang sehat. Minuman yang mengandung peptide kedelai juga aman diberikan pada pasien yang menjalani reseksi usus. Tidak terdapat perbedaan waktu pengosongan lambung antara kelompok karbohidrat (12,5%/100 ml minuman karbohidrat) dengan kelompok karbohidrat/peptide (12,5%/100ml karbohidrat dan 3,5g/100ml protein kedalai terhidrolisis). 35 Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan efek clear liquid dengan asam amino atau protein terhidrolis terhadap respon metabolik dan sensitivitas insulin setelah operasi.
5.4.Karbohidrat, Respon Metabolik dan Ketidaknyamanan Setelah Operasi Rekomendasi Minum minuman kaya karbohidrat sebelum bedah elektif meningkatkan perasaan nyaman secara subjektif. Mengurangi rasa haus dan lapar serta menurunkan resistensi insuli postopertif (level evidence 1++, grade rekomendasi A)
Dasar pemikiran Penelitian menunjukkan penurunan angka mortalitas dan morbiditas pasien post-operatif yang membutuhkan terapi intensif yang glukosa darahnya dikontrol dengan terapi insulin secara intensif. 27
Pada penelitian yang dilakukan terhadap 252 pasien yang menjalani operasi gastrointestinal memperlihatkan bahwa pemberian cairan kaya karbohidrat hingga 2 jam sebelum operasi menurunkan rasa haus, lemah, letih dan gangguan konsentrasi dibandingkan plasebo. 36 Dua penetilian placebo-controled double-blind pada 15 dan 14 pasien yang menjalani operasi tulang punggung memperlihatkan bahwa pemberian cairan kaya karbohidrat hingga 2 jam sebelum operasi menurunkan kejadian resistensi insulin pada hari pertama dan ketiga. 37-38 Penelitian lain terhadap 14 pasien yang menjalani operasi kolorektal didapatkan penurunan resistensi insulin setelah mendapatkan karbohidrat oral sebelum operasi dibadingkan pasien yang dipuasakan sebelum operasi. 39 Penelitian terbaru melaporkan pasien yang menjalani operasi kolorektal yang diberikan karbohidrat oral sebelum operasi mengalami penurunan resistensi insulin post-operasi, menurunkan rasa haus dan lapar. 40 Tapi pemberian karohidrat oral pada 101 pasien non-diabetes yang menjalani coronary artery bypass grafting tidak terjadi penurunan resistensi insulin atau kejadian mual dan muntah post- operasi. 31
Penelitian secara acak terhadap 65 pasien yang menjalani operasi abdomen mayor, dilaporkan bahwa karbohidrat berperan dalam mempertahankan massa otot 41 sedangkan pada penelitian secara acak terhadap 86 42 dan 172 43 pasien yang menjalani laparoskosi kolostomi memperlihatkan bahwa tidak terdapat pengaruh atau hanya mengurangi rasa mual dan muntah post-operasi. 43 Faria dkk 44
melaporkan terdapat perbaikan metabolisme glikosa dan respon organik pada 21 orang wanita yang yang menjalani laparotomi kolesistektomi.
Helmine dkk 45 meneliti 210 pasien yang menjalani operasi gastrointestinal secara acak dipuasakan, diberikan karbohidrat intravena dan oral. Pemberian glukosa intravena tidak menurunkan rasa haus dan lapar seefektif karbohidral oral tetapi dapat mengurangi rasa lemas dan lelah.
Tanaguchi dkk 28 juga meneliti 50 pasien yang secara acak diberikan 1000 ml rehidrasi oral atau 1000 ml cairan elektrolit intarvena. Pasien yang mendapatkan rehidrasi oral tidak terlalu merasa lapar, mulut kering dan pengurangan mobilitas. Keuntungan yang sama juga dibuktikan dari penelitian kecil terhadap pasien ginekologi.
Kaska dkk 29 melakukan penelitian acak terkontrol membandingkan pasien yang puasa pra-operatif dengan pasien yang mendapatkan karbohidrat mineral dan air baik secara oral ataupun intavena. Mengkonsumsi campuran air, mineral dan karbohidrat memberikan beberapa perlindungan terhadap trauma bedah yang meliputi status metabolik, fungsi jantung dan status psikosomatis.
Breuer dkk 32 meneliti efek pemberian karbohidrat pra-opertif terhadap resistensi insulin post-operatif, ketidaknyamanan pra-operatif dan disfungsi berbagai organ pada 188 pasien ASA III-IV yang akan menjalani bedah jantung, termasuk pasien diabetes tipe 2. Karbohidrat dan plasebo diberikan dengan cara double-blind yang diberikan 800 ml disore hari dan 400 ml 2 jam sebelum operasi. Tidak terdapat perbedaan glukosa darah dan kebutuhan insulin antara kedua kelompok. Pasien yang mendapatkan karbohidrat dan plasebo tidak begitu merasa haus dibandingkan kelompok kontrol kelompok yang mendapatkan karbohidrat dan lebih sedikit membutuhkan support inotropik intaroperatif setelah inisiasi kardiopulmonary bypass weanig (p<0,05)
Sebuah penelitian terhadap 36 pasien yang menjalani operasi kolorektal memperlihatkan pengurangan waktu rawat pada pasien yang mendapatkan terapi karbohidrat oral. 47 Analisis retrospektif terhadap tiga penelitian prospektif acak, tujuan utama penelitian ini adalah untuk melihat resistensi insulin post operatif, penelitian ini terlalu kecil untuk membuktikan pengurangan waktu rawat secara individu. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yuil dkk 41 pada tahun 2005 terhadap 72 pasien yang akan menjalani operai elektif abdomen. Tapi bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wathur dkk 48 yang meneliti 142 pasien yang sedang menjalani operasi kolorektal atau sereksi hepar.
6. Puasa perioperatif pada bayi dan anak Rekomendasi Anak harus diberi minum clear fluid (air putih, jus bebas pulp, dan teh/kopi tanpa susu) hingga 2 jam sebelum operasi elektif (level evidence 1++, grade rekomendasi A).
Semua dari anggota kecuali satu orang berpendapat bahwa teh/kopi yang ditambahkan susu (jika diberi kurang dari 1/5 bagian) masih termasuk clear fluid.
Anak-anak harus diberi makan sebelum operasi elektif. ASI masih aman diberikan sampai 4 jam dan susu lain sampai 6 jam sebelum operasi. Kemudian clear fluid diberikan seperti pada orang dewasa. (level evidence 1++, grade rekomendasi A)
Dasar Pemikiran Rekomendasi tersebut didasarkan pada hasil review dan panduan yang dipublikasikan akhir tahun 1990-an hingga yang terbaru. 2-4,7,11,49-52 Puasa bertujuan mengurangi risiko aspirasi, tetapi pada serial kasus terbaru, insiden aspirasi sangat rendah dan walaupun risiko aspirasi terjadi sedikit lebih banyak pada anak-anak dibanding orang dewasa, 53 pada penelitian terbaru perbedaan insiden aspirasi pada anak dan dewasa sangat kecil dibanding laporan sebelumnya.
Ada banyak bukti mengenai pemberian clear fluid hingga 2 jam sebelum operasi pada neonatus, bayi, dan anak-anak. Pada neonatus dan bayi, pengosongan lambung terhadap clear fluid mengikuti first-order kinetics seperti pada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa. 54 Memperbolehkan minum clear fluid sebelum operasi meningkatkan kenyaman anak-anak dan orangtua, mengurangi kehausan, dan risiko dehidrasi perioperatif pada bayi. 55 Jumlah cairan yang diberikan tidak menimbulkan efek terhadap volume dan pH intragastrik pada anak-anak selama operasi berlangsung. 2 Hal ini juga berlaku pada anak yang berat badan lebih dan obesitas.
6.1.ASI dan susu formula Puasa perioperatif pada bayi dan anak yang masih menyusu masih kontroversial. Lebih dari 25 tahun yang lalu sudah didemonstrasikan bahwa pengosongan lambung yang berisi 110-200 ml ASI adalah 8211% setelah 2 jam pada neonatus dan bayi usia di bawah 1 tahun, 8421% setelah pemberian susu formula yang mengandung whey hidrosilat, 7419% setelah pemberian susu formula yang mengandung sebagian besar whey, 6117% setelah pemberian susu formula dominan kasein, dan 4519% setlah pemberian susu sapi. 57 Jadi, ASI dan dominan whey dikosongkan lebih cepat daripada yang mengandung kasein dan susu sapi. Dua penelitian lain menunjukkan bahwa sebelum anestesi dilakukan, ASI lebih cepat dikosongkan oleh lambung daripada kebanyakan susu formula yang membutuhkan waktu lebih dari 2 jam. 54,58 Menurut data tersebut, the American Guideline merekomendasikan 4 jam puasa dari ASI dan 6 jam puasa dari susu formula. 7 Rekomendasi ini didukung oleh The Royal College of Nursing yang menganggap belum ada bukti yang memadai untuk mengubah tindakan tersebut (misal ASI sampai 4 jam, dan susu sapi sampai 6 jam). 4 Panduan di Skandinavia merekomendasikan 4 jam untuk ASI dan kurang dari 6 jam untuk anak di bawah 6 bulan yang mendapat susu formula. 3 Jadi, rekomendasi puasa pada anak yang masih mendapat ASI adalah 4 jam sebelum anastesi dilakukan dan 4-6 jam pada anak yang mendapat susu formula disesuaikan dengan usia dan pertimbangan lain oleh dokter yang bertanggung jawab. Susu sapi dan susu bubuk lain dianggap makanan padat.
6.2.Makanan padat Rekomendasi puasa untuk makanan padat pada anak tidak berbeda dari orang dewasa yang sehat. Tidak ada bukti lain yang menyanggah rekomendasi tersebut.
6.3.Trauma Data-data mengenai puasa pada anak yang mengalami trauma/luka masih sedikit. Sebuah penelitian menganggap bahwa volume isi lambung tergantung dari jenis trauma, tetapi tidak berhubungan dengan lamanya puasa. 59 Volume lambung lebih baik dikaitkan dengan interval antara makan terakhir dan trauma. Jadi, anak yang terluka harus dianggap sebagai pasien yang full stomach. Walaupun prosedur bedah minor yang dilakukan dengan anastesia di bagian emergensi meningkat, tetapi belum ada literature yang kuat membahas tentang puasa perioperatif menurunkan insiden adverse outcome pada anak yang sedang dalam pengaruh sedasi sedang atau dalam.
6.4.Cairan post-operatif Cairan peroral selalu diberikan 3 jam setelah operasi pada kebanyakan pasien anak. Sebelumnya, asupan oral yang lebih awal diperbolehkan pada kebanyakan rumah sakit sebelum pasien dipulangkan. Pandangan ini kemudian berubah, sebuah penelitian melaporkan penundaan pemberian cairan peroral anak yang menjalani one day surgery dengan anestesi umum menurunkan kejadian muntah. 62,63 Tetapi, kebanyakan penelitian terbaru melaporkan melaporkan puasa post-operatif tidak menyebabkan penurunan kejadian muntah. 64 Jadi, cukup masuk akal untuk membiarkan anak makan dan minum sesuka mereka, tetapi tidak memaksakan pemberian makanan peroral sebelum keluar dari rumah sakit. 7. Puasa pada pasien obstetrik Rekomendasi Wanita yang sedang melahirkan diperbolehkan untuk minum clear fluid (air putih, jus tanpa pulp, teh atau kopi tanpa susu) sesuai keinginan (level evidence 1++, grade rekomendasi A)
Hindari pemberian makanan pada saat melahirkan (level evidence 1+, grade rekomendasi A)
Wanita hamil, termasuk yang obesitas boleh minum clear fluid hinggga 2 jam sebelum operasi (baik menggunakan anestesi regional ataupun umum) (level evidence 2-, grade rekomendasi D)
Antagonis reseptor H2 diberikan pada malam dan pagi hari sebelum operasi seksio sesarea elektif (level evidence 1++, grade rekomendasi A)
Antagonis reseptor H2 sebaiknya diberikan sebelum seksio sesarea emergensi. Jika menggunakan anestesi umum, dianjurkan untuk diberikan bersama sodium citral 0,3 ml/l. (level evidence 1++, grade rekomendasi A)
Dasar pemikiran 7.1. Asupan Oral Saat Melahirkan Operasi saat melahirkan biasanya tidak terprediksi dan jika hal ini terjadi, derajat kegawatan berkisar dari minimal hingga harus memilih untuk menyelamatkan ibu atau bayi. Atas dasar ini, seharusnya wanita yang sedang melahirkan harus dipuasakan. Tapi masih sering diperdebatkan bahwa pemberian makan atau minum saat melahirkan dapat mencegah ketosis atau dehidrasi dan akan memperbaiki outcome. Di Eropa, pendapat tentang makan saat persalinan masih sangat bervariasi. Namun, telah terbukti bahwa pemberian makan saat melahirkan memang dapat mencegah kejadian ketosis 65 tapi juga dapat meningkatkan volume lambung, 65 tapi jika hanya diberikan cairan isotonik oral tidak hanya mencegah ketosis tapi juga mencegah peningkatan volume lambung.
Sebuah penelitian terbaru meneliti tentang efek pemberian makan saat melahirkan terhadap outcome obstetrik. Sebanyak 2443 wanita nulipara dengan risiko rendah diberikan makan atau hanya diberikan air putih. Hasilnya tidak terdapat perbedaan jumlah kelahiran normal, penggunaan alat bantu kelahiran pervaginam, jumlah seksio sesarea, durasi saat melahirkan atau kejadian muntah. 67
Kematian ibu yang disebabkan oleh aspirasi atau regurgitasi isi lambung saat ini jarang ditemui. Kejadian ini lebih disebabkan oleh penggunaan anestesi regional untuk seksio sesarea dibandingkan aturan untuk berpuasa. Karena banyaknya penggunaan anestesi regional untuk melahirkan, puasa tidak lagi dianjurkan dan ibu diperbolehkan untuk mengkonsumsi ice chips atau clear fluid saat melahirkan.
Pemberian makanan padat saat melahirkan tidak memberikan dampak yang menguntungkan, sehingga wanita hamil tidak diperbolehkan untuk makan selama proses persalinan. Angka kejadian kematian akibat aspirasi sangat jarang terjadi, sehingga wanita dengan risiko rendah diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan dengan residu yang sedikit (seperti biskuit, roti bakar atau sereal) saat melahirkan, tapi hindari pemberian opioid karena dapat menghambat pengosongan lambung. Tapi jika menggunakan anestesi umum, sebaiknya tidak membiarkan wanita yang sedang melahirkan untuk makan.
Kehamilan dengan risiko tinggi sebaiknya tidak makan saat melahirkan dan hanya diberikan hidrasi terbatas melalui oral atau intravena.
7.2. Persiapan Seksio Cesaria 7.2.1. Puasa Pra-operatif Pada Operasi Obstetrik Elektif Wanita hamil, termasuk yang obesitas, boleh mengonsumsi clear fluid hingga 2 jam sebelum operasi (baik menggunakan anestesi regional atau umum) (level evidence 1+, grade rekomendasi A)
7.2.2. Rekomendasi Obat 7.2.2.1.Operasi Obstetrik Elektif Semua ibu dapat meminta untuk anestesi regional untuk seksio sesarea elektif, antagonis reseptor H2 (misal 150 mg ranitidin) atau PPI (seperti omeprazol 40 mg) harus diberikan pada malam hari dan 60-90 menit sebelum induksi anestesi. Pemberian metoklopramid 10 mg juga dapat dipertimbangkan.
7.2.2.2. Operasi Emergensi dengan Anestesi Regional H2 antagonis intravena (seperti ranitidin 50 mg) dapat diberikan segera setelah keputusan operasi dibuat. Pada wanita hamil dengan risiko tinggi dapat dipertimbangkan untuk pemberian H2 antagonis oral (Ranitidin 150mg) secara reguler saat melahirkan.
7.2.2.3. Operasi Emergensi dengan Anestesi Umum Antagonis reseptor H2 dan antasid oral (seperti 30 ml sodium sitrat 0,3 mol/l) diberikan segera sebelum induksi anestesi.
7.3. Makan dan Minum Setelah Seksio sesarea Keuntungan pemberian makan segera setelah operasi telah dibuktikan pada pasien yang menjalani operasi kolorektal. Secara tradisonal, makan dan minum setalah seksio cesaria tidak dianjurkan, biasanya baru diberikan 12-24 jam setelah operasi. Minum boleh diberikan sedikit sedikit dengan hati hati dan baru diperbolehkan untuk makan jika sudah terdengar bising usus dan sudah kentut. Cochrome review yang dipublikasikan pada tahun 2002 (review dari 6 artikel yang dipublikasikan antara tahun 1993 dan 2001) menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang membenarkan pengurangan minum dan makan setelah seksio sesarea tanpa komplikasi. 70
Banyak penelitian terbaru yang menyatakan pemberian clear fluid antara 30 menit hingga 2 jam setelah seksio cesaria dapat ditoleransi dengan baik, menurunkan kebutuhan cairan intravena, mempercepat mobilitas dan mempercepat pemberian ASI. Pemberian makanan padat terlalu cepat dapat menyebabkan mual yang akan hilang sendiri. 71-73
Penelitkan terakhir menyatakan pemberiakan rehidrasi oral setelah seksio cesaria bisa ditoleransi dengan baik dan dianjurkan . Pemberian makanan padat harus hati-hati.
7.4. Efek Kehamilan Terhadap Fungsi Lambung Refluks esofageal, menyebabkan rasa terbakar pada dada, hal ini merupakan komplikasi utama pada akhir masa kehamilan. Kehamilan menyebabkan penurunan integritas spingter bawah esofagus karena adanya perubahan secara anatomis hubungan esofagus ke diafragma dan lambung, peningkatan tekanan intragastrik dan efek relaksasi otot polos oleh progesteron. Wanita hamil cukup bulan yang membutuhkan anestesi dianggap memiliki spingter esofagus bagian bawah tidak kompeten. Perubahan ini terjadi secara fisiologis 48 jam setelah melahirkan. 74
Sekresi asam lambung tidak berubah saat hamil. 75 Kehamilan juga tidak mengubah waktu pengosongan lambung secara signifikan. 76
Pengosongan lambung masih normal saat awal proses persalinan dan menjadi tertunda saat akhir proses persalinan. 77 Pemberian opioid secara parenteral dapat menyebabkan penundaan pengosongan lambung secara signifikan saat melahirkan, begitu juga dengan dosis bolus epidural atau intratekal. 78-80 Pemberian infus fentanil epidural secara terus menerus dengan dosis rendah tidak menyebabkan penundaan pengosongan lambung, hingga dosis fentanis melebihi 100 mikrogram. 68
Pengosongan lambung tidak tertunda pada wanita hamil cukup bulan dengan obesitas maupun tidak obesitas yang minum 300 ml air setelah puasa semalaman. 69,81 Penelitian yang dilakukan oleh Lewis dan Crawford 82 pada pasien yang menjalani seksio sesarea elektif yang diberikan teh (dengan volum yang tidak diketahui) dan roti bakar dalam 2-4 jam sebelum operasi didapatkan peningkatan volume lambung dan penurunan pH lambung jika dibandingkan dengan kelompok kontrol hal ini diketahui dari matarial partikulat yang diaspirasi dari lambung 2 dari 11 orang pasien yang mengkonsumsi teh dan roti bakar. Pasien hanya mengkonsumsi teh menyebabkan peningkatan volume lambung tapi tidak pengubah pH.
7.5. Profilaksis Aspirasi Pulmonal pada Obstetrik Risiko gagal intubasi 3-11 kali lebih besar pada pasien hamil, dibandingkan dengan pasien tidak hamil. 83 Edema saluran nafas, pembesaran mammae, obesitas dan tingginya kemungkinan operasi emergensi merupakan risiko gagal intubasi pada wanita hamil. Kejadian aspirasi pneumonia berhubungan dengan sulit dan gagal intubasi pada saat induksi anestesi umum. Wanita hamil yang akan menjalani seksio cesaria (baik anestesi regional ataupun umum) harus mendapatkan antasid profilaksis.
7.5.1. H2 Reseptor Antagonis Antagonis reseptor H2 memblok reseptor histamin pada sel oxintin sehingga menyebabkan penurunan sekresi asam lambung dan volume lambung pada pasien yang berpuasa. Efek H2 reseptor antagonis yang diberkan secara intravena akan timbul dalam 30 menit dan efek puncaknya dicapai dalam waktu 60-90 menit setelah pemberian. Setelah pemberian secara oral terjadi peningkatan pH lambung menjadi 2,5 pada 60% pasien dalam 10 menit dan 90% pasien dalam 90 menit.
Banyak penelitian yang menilai pemberian 50-100 mg ranitidin intravena dan intramuskular atau 150 mg oral. 84-86 Dari penelitian tersebut, didapatkan pH lambung lebih besar dari 2,5 dalam satu jam. Efek trapeutik ranitidin bertahan dalam 8 jam.
7.5.2. Proton Pump Inhibitor Omeprazol (20-40mg oral) dan lansoprazol (15-30mg oral) menghambat pompa ion hidrogen pada sel oxinyin dipermukaan lambung. 87-88 Efektifitas pemberian PPI sebagai profilaksis bedah elektif sama seperti anatagonis resptorH2, berdasarkan penelitian, pemberian antagonis reseptor H2 dan PPI intravena pada seksio sesarea emergensi, sama efektifnya untuk menurunkan keasaman dan volume lambung dengan pemberian sodium sitrat 0,3 mol/l .
Meta-analisis terakhir membahas tentang efek PPI dan H2 antagonis (penelitian ini meliputi pasien obstetri dan non obstetri) menyimpulkan bahwa H2 antagonis lebih efektif dibandingkan PPI untuk menurunkan volume dan meningkatkan pH lambung. 23 Sodium sitrat 0,3mol/l bisa menyebabkan mual dan muntah. Sodium sitrat tidak diberikan untuk bedah elektif dengan regional anestesi jika telah mendapatkan H2 antagonis dan PPI. Pada operasi obstetri emergensi dengan anestesi umum antasid harus diberikan sedekat mungkin dengan induksi anestesi (misal dalam 2 menit) dengan antagonis reseptor H2. Karena kendala waktu efisien antagonis reseptor H2 tidak dijamin saat induksi.
Metoklopramid 10 mg bisa juga menurunkan volume lambung jika diberikan dengan H2 antagonis saat seksio sesarea. 89 penggunaan metoklopramid dapat dipertimbangkan saat seksio sesarea elektif dan emergensi.
REFERENSI 1. Brady M, Kinn S, Stuart P. Preoperative fasting for adults to prevent perioperative complications. Cochrane Database Syst Rev 2003:CD004423. 2. Brady M, Kinn S, Ness V, et al. Preoperative fasting for preventing perioperative complications in children [review]. Cochrane Database Systematic Rev 2009:CD005285. 3. Sreide E, Eriksson LI, Hirlekar G, et al. Preoperative fasting guidelines: an update [review]. Acta Anaesthesiol Scand 2005; 49:10411047. 4. Royal College of Nursing. Perioperative fasting in adults and children: an RCN guideline for the multidisciplinary team. London: Royal College of Nursing; 2005. 5. Scottish Intercollegiate Guidelines Network, Elliott House, 8-10 Hillside Crescent, Edinburgh EH7 5EA. 2010. www.sign.ac.uk. 6. Schwartz PJ, Breithardt G, Howard AJ, et al. Task force report: the legal implications of medical guidelines a task force of the European Society of Cardiology. Eur Heart J 1999; 20:11521157. 7. American Society of Anesthesiologists Task Force on Preoperative Fasting. Practice guidelines for preoperative fasting and the use of pharmacologic agents to reduce the risk of pulmonary aspiration: application to healthy patients undergoing elective procedures. Anesthesiology 1999; 90: 896905. 8. Maltby JR, Sutherland AD, Sale JP, Shaffer EA. Preoperative oral uids: is a ve-hour fast justied prior to elective surgery? Anesth Analg 1986; 65:11121116. 9. Phillips S, Hutchinson S, Davidson T. Preoperative drinking does not affect gastric contents. Br J Anaesth 1993; 70:69. 10. Sreide E, Stromskag KE, Steen PA. Statistical aspects in studies of preoperative uid intake and gastric content. Acta Anaesthesiol Scand 1995; 39:738743. 11. Eriksson LI, Sandin R. Fasting guidelines in different countries. Acta Anaesthesiol Scand 1996; 40 (8 Pt 2):971974. 12. Scarr M, Maltby JR, Jani K, Sutherland LR. Volume and acidity of residual gastric uid after oral uid ingestion before elective ambulatory surgery. CMAJ 1989; 141:11511154. 13. Hutchinson A, Maltby JR, Reid CRG. Gastric uid volume and pH in elective inpatients. Part I: Coffee or orange juice versus overnight fast. Can J Anaesth 1988; 35:1215. 14. Maltby JR, Reid CRG, Hutchinson A. Gastric uid volume and pH in elective inpatients. Part II: Coffee or orange juice with ranitidine. Can J Anaesth 1988; 35:1619. 15. Miller M, Wishart HY, Nimmo WS. Gastric contents at induction of anaesthesia. Is a 4-h fast necessary? Br J Anaesth 1983; 55:11851188. 16. Dubin SA, Jense HG, McCranie JM, Zubar V. Sugarless gum chewing before surgery does not increase gastric uid volume or acidity. Can J Anaesth 1994; 41:603606. 17. Schoenfelder RC, Ponnamma CM, Freyle D, et al. Residual gastric uid volume and chewing gum before surgery. Anesth Analg 2006; 102:415 417. 18. Sreide E, Holst-Larsen H, Veel T, Steen PA. The effects of chewing gum on gastric content prior to induction of general anesthesia. Anesth Analg 1995; 80:985989. 19. Iqbal MS, Ashfaque M, Akram M. Gastric uid volume and pH: a comparison of effects of ranitidine alone with combination of ranitidine and metoclopramide in patients undergoing elective caesarean section. Ann King Edward Med Coll 2000; 6:189191. 20. Hong JY. Effects of metoclopramide and ranitidine on preoperative gastric contents in day-case surgery. Yonsei Med J 2006; 47:315318 21. Bala I, Prasad K, Bhukal I, et al. Effect of preoperative oral erythromycin, erythromycin-ranitidine, and ranitidine- metoclopramide on gastric uid pH and volume. J Clin Anesth 2008; 20:3034. 22. Sustic A, Zelic M, Protic A, et al. Metoclopramide improves gastric but not gallbladder emptying in cardiac surgery patients with early intragastric enteral feeding: randomized controlled trial. Croat Med J 2005; 46:239244 23. Clark K, Lam LT, Gibson S, Currow D. The effect of ranitidine versus proton pump inhibitors on gastric secretions: a meta-analysis of randomized control trials [review]. Anaesthesia 2009; 64:652657. 24. Ljungqvist O, Nygren J, Thorell A. Insulin resistance and elective surgery [review]. Surgery 2000; 128:757760. 25. Wolfe RR, Allsop JR, Burke JF. Glucose metabolism in man: responses to intravenous glucose infusion. Metabolism 1979; 28:210220. 26. Ljungqvist O, Thorell A, Gutniak M, et al. Glucose infusion instead of preoperative fasting reduces postoperative insulin resistance [review]. J Am Coll Surg 1994; 178:329336. 27. Van den Berghe GH. Role of intravenous insulin therapy in critically ill patients [review]. Endocr Pract 2004; 2:1720 28. Taniguchi H, Sasaki T, Fujita H, et al. Preoperative uid and electrolyte management with oral rehydration therapy. J Anesth 2009; 23:222229. 29. Kaska M, Grosmanova T, Havel E, et al. The impact and safety of preoperative oral or intravenous carbohydrate administration versus fasting in colorectal surgery: a randomized controlled trial.Wien Klin Wochenschr 2010; 122:2330. 30. Nygren J, Thorell A, Jacobsson H, et al. Preoperative gastric emptying. Effects of anxiety and oral carbohydrate administration. Ann Surg 1995;222:728734. 31. Jarvela K, Maaranen P, Sisto T. Preoperative oral carbohydrate treatment before coronary artery bypass surgery. Acta Anaesthesiol Scand 2008;52:793797. 32. Breuer JP, von Dossow V, von Heymann C, et al. Preoperative oral carbohydrate administration to ASA III-IV patients undergoing elective cardiac surgery. Anesth Analg 2006; 103:10991108. 33. Gustafsson UO, Nygren J, Thorell A, et al. Preoperative carbohydrate loading may be used in type 2 diabetes patients.Acta Anaesthesiol Scand 2008; 52:946951. 34. Henriksen MG, Hessov I, Dela F, et al. Effects of preoperative oral carbohydrates and peptides on postoperative endocrine response, mobilization, nutrition and muscle function in abdominal surgery. Acta Anaesthesiol Scand 2003; 47:191199. 35. Lobo DN, Hendry PO, Rodrigues G, et al. Gastric emptying of three liquid oral preoperative metabolic preconditioning regimens measured by magnetic resonance imaging in healthy adult volunteers: a randomized double-blind, crossover study. Clin Nutr 2009; 28:636641. 36. Hausel J, Nygren J, Lagerkranser M,et al.A carbohydrate-rich drink reduces preoperative discomfort in elective surgery patients. Anesth Analg 2001;93:13441350. 37. Soop M, Nygren J, Myrenfors P, et al. Preoperative oral carbohydrate treatment attenuates immediate postoperative insulin resistance. Am J Physiol Endocrinol Metab 2001; 280:E576E583. 38. Soop M, Nygren J, Thorell A, et al.Preoperative oral carbohydrate treatment attenuates endogenous glucose release 3 days after surgery. Clin Nutr 2004; 23:733741. 39. Nygren J, Soop M, Thorell A, et al. Preoperative oral carbohydrate administration reduces postoperative insulin resistance. Clin Nutr 1998; 17:6571. 40. Wang ZG, Wang Q, Wang WJ, Qin HL. Randomized clinical trial to compare the effects of preoperative oral carbohydrate versus placebo on nsulin resistance after colorectal surgery. Br J Surg 2010; 97:317327. 41. Yuill KA, Richardson RA, Davidson HI, et al. The administration of an oral carbohydrate-containing uid prior to major elective upper-gastrointestinal surgery preserves skeletal muscle mass postoperatively: a randomized clinical trial. Clin Nutr 2005; 24:3237. 42. Bisgaard T, Kristiansen VB, Hjortso NC, et al. Randomized clinical trial comparing an oral carbohydrate beverage with placebo before laparoscopic cholecystectomy. Br J Surg 2004; 91:151158. 43. Hausel J, Nygren J, Thorell A, et al.Randomized clinical trial of the effects of oral preoperative carbohydrates on postoperative nausea and vomiting after laparoscopic cholecystectomy. Br J Surg 2005; 92:415421. 44. Faria MS, de Aguilar-Nascimento JE, Pimenta OS, et al. Preoperative fasting of 2 h minimizes insulin resistance and organic response to trauma after video- cholecystectomy: a randomized, controlled, clinical trial.World J Surg 2009; 33:11581164. 45. Helminen H, Viitanen H, Sajanti J. Effect of preoperative intravenous carbohydrate loading on preoperative discomfort in elective surgery patients. Eur J Anaesthesiol 2009; 26:123127. 46. Meisner M, Ernhofer U, Schmidt J. Liberalisation of preoperative fasting guidelines: effects on patient comfort and clinical practicability during elective laparoscopic surgery of the lower abdomen [German]. Zentralbl Chir 2008; 133:479485. 47. Noblett SE, Watson DS, Huong H, et al. Preoperative oral carbohydrate loading in colorectal surgery: a randomized controlled trial. Colorectal Dis 2006; 8:563569. 48. Mathur S, Plank LD, McCall JL, et al. Randomized controlled trial of preoperative oral carbohydrate treatment in major abdominal surgery. Br J Surg 2010; 97:485494. 49. Splinter WM, Schreiner MS. Preoperative fasting in children [review].Anesth Analg 1999; 89:80 89. 50. Cook-Sather SD, Litman RS. Modern fasting guidelines in children [review]. Best Pract Res Clin Anaesthesiol 2006; 20:471481. 51. Sreide E, Ljungqvist O. Modern preoperative fasting guidelines: a summary of the present recommendations and remaining questions [review]. Best Pract Res Clin Anaesthesiol 2006; 20:483491. 52. Shime N, Ono A, Chihara E, Tanaka Y. Current practice of preoperative fasting: a nationwide survey in Japanese anesthesia-teaching hospitals. J Anesth 2005; 19:187192. 53. Flick RP, Schears GJ, Warner MA. Aspiration in pediatric anesthesia: is there a higher incidence compared with adults? Curr Opin Anaesthesiol 2002; 15:323327. 54. Litman RS, Wu CL, Quinlivan JK. Gastric volume and pH in infants fed clear liquids and breast milk prior to surgery.Anesth Analg1994; 79:482 485. 55. Nicolson SC, Schreiner MS. Feed the babies [editorial]. Anesth Analg1994; 79:407409. 56. Cook-Sather SD, Gallagher PR, Kruge LE, et al. Overweight/obesity and gastric uid characteristics in pediatric day surgery: implications for fasting guidelines and pulmonary aspiration risk. Anesth Analg 2009; 109:727736. 57. Billeaud C, Guillet J, Sandler B. Gastric emptying in infants with or without gastro-oesophageal reux according to the type of milk. Eur J Clin Nutr 1990; 44:577583. 58. Van der Walt JH, Foate JA, Murrell D,et al.A study of preoperative fasting in infants aged less than three months. Anaesth Intensive Care 1990; 18:527 531. 59. Bricker SR, McLuckie A, Nightingale DA. Gastric aspirates after trauma in children. Anaesthesia 1989; 44:721 724. 60. Green SM, Roback MG, Miner JR,et al.Fasting and emergency department procedural sedation and analgesia: a consensus-based clinical practice advisory. Ann Emerg Med 2007; 49:454461. 61. Green SM, Krauss B. Pulmonary aspiration risk during emergency department procedural sedation: an examination of the role of fasting and sedation depth [review]. Acad Emerg Med 2002; 9:3542. 62. Kearney R, Mack C, Entwistle L. Withholding oral uids from children undergoing day surgery reduces vomiting.Paediatr Anaesth1998;8:331 336. 63. Schreiner MS, Nicolson SC. Pediatric ambulatory anesthesia: NPO before or after surgery? [review]. J Clin Anesth 1995; 7:589596. 64. Radke OC, Biedler A, Kolodzie K, et al. The effect of postoperative fasting on vomiting in children and their assessment of pain. Paediatr Anaesth 2009; 19:494499. 65. Scrutton MJ, Metcalfe GA, Lowy C, et al. Eating in labour. A randomized controlled trial assessing the risks and benets. Anaesthesia 1999;54:329 334. 66. Kubli M, Scrutton MJ, Seed PT, OSullivan G. An evaluation of isotonic sport drinks during labor. Anesth Analg 2002; 94:404408. 67. OSullivan G, Liu B, Hart D, et al. Effect of food intake during labour on obstetric outcome: randomised controlled trial. BMJ 2009; 338:b784. 68. Porter JS, Bonello E, Reynolds F. The inuence of epidural administration of fentanyl infusion on gastric emptying in labour. Anaesthesia 1997;52:1151 1156. 69. Wong CA, Loffredi M, Ganchiff JN, et al. Gastric emptying of water in term pregnancy. Anesthesiology 2002; 96:13951400. 70. Mangesi L, Hofmeyr GJ. Early compared with delayed oral uids and food after caesarean section [review]. Cochrane Database Syst Rev 2002:CD003516. 71. Orji EO, Olabode TO, Kuti O, Ogunniyi SO. A randomised controlled trial of early initiation of oral feeding after cesarean section. J Mater Fetal Neonatal Med 2009; 22:6571 72. Mulayim B, Celik NY, Kaya S, Yanik FF. Early oral hydration after cesarean delivery performed under regional anesthesia. Int J Gynaecol Obstet2008; 101:273276. 73. Teoh WH, Shah MK, Mah CL. A randomised controlled trial on benecial effects of early feeding post- Caesarean delivery under regional anaesthesia. Singapore Med J 2007; 48:152157. 74. Vanner RG, Goodman NW. Gastro- oesophageal reux in pregnancy at term and after delivery. Anaesthesia 1989; 44:808811. 75. Murray FA, Erskine JP, Fielding J. Gastric secretion in pregnancy. J J Obstet Gynaecol Br Empire 1957; 64:373381. 76. Davison JS, Davison MC, Hay DM. Gastric emptying time in late pregnancy and labour. J Obstet Gynaecol Br Commonw 1970; 77:37 41.