Program Pasca Sarjana Universitas Gunadarma Jakarta 2014
1. LATAR BELAKANG Kabupaten Indramayu merupakan salah satu produsen padi Jawa Barat yang jumlah produksinya dapat mencapai 10 persen, dengan luas lahan yang mencapai 118 ribu hektar. Dalam skala nasional pun, Kabupaten Indramayu terhitung sebagai lumbung pangan nasional yang dapat menghasilkan lebih 1,5 juta ton gabah per tahun (Kabupaten Indramayu dalam Angka, 2013). Kabupaten Indramayu pun tergolong sebagai Kota Pertanian Pesisir atau agrominapolitan, karena letaknya yang berada di dataran rendah, dekat dengan Pantai Utara Jawa, dan sebagai daerah perkotaan yang memiliki potensi untuk menjadi metropolitan. Pada awal 2014, banjir merendam puluhan hektar sawah di 12 daerah di Jawa Barat, mulai dari Kabupaten Bekasi, Tasikmalaya, Karawang hingga Kabupaten Indramayu. Di Kabupaten Indramayu sendiri, luas genangannya mencapai 40 ribuan hektar dari total 68.322 hektar jumlah lahan sawah yang terendam di Jawa Barat menurut Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat, Diden Trisnadi (http://seputarjabar.com, 22 Januari 2014). Melihat kerugian yang disebabkan oleh bencana banjir yang terjadi di sepanjang Sungai Cimanuk-Cisanggarung, diperlukan alternatif terbaik dalam pengendalian banjir yang dapat meminimalisasi dampak banjir yang menggenangi tidak hanya areal persawahan, pemukiman, infrastruktur, fasilitas umum juga fasilitas sosial. Multi-Criteria Evaluation dalam tesis ini akan MCE akan digunakan untuk memberi peringkat dari yang paling disukai hingga paling tidak disukai dalam pemilihan alternatif guna melakukan efisiensi waduk retensi di Kabupaten Indramayu menggunakan pendekatan terstruktur. 2. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah pada proposal penelitian ini mencakup beberapa hal, yaitu: 1. Kabupaten Indramayu yang memiliki lahan sawah yang luas memiliki potensi banjir yang harus diwaspadai karena menyempitnya lahan sungai, curah hujan yang tinggi dan buruknya kondisi saluran drainase di beberapa ruas jalan. 2. Karena besarnya potensi banjir diperlukan upaya pengendalian salah satunya dengan mencari alternatif-alternatif waduk retensi yang sesuai guna mengefisiensi pembangunan infrastruktur di Kabupaten Indramayu.
3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian pada proposal penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kriteria yaitu jumlah, letak dan bentuk guna pemilihan alternatif. 2. Mencari alternatif terbaik dari beberapa alternatif yang ada menggunakan MCE, dengan pembobotan faktor berdasarkan wawancara pakar. 3. Merencanakan kapasitas waduk retensi berdasarkan kapasitas debit sungai yang melintasi Kabupaten Indramayu yaitu Sungai Cimanuk dan juga berdasarkan data curah hujan.
4. TINJAUAN PUSTAKA 4.1 Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu mempunyai letak yang strategis karena dilalui oleh jalur regional yang menghubungkan antara Ibukota Provinsi Jawa Barat, yaitu Bandung dan Ibukota Jakarta. Secara geografis, Kabupaten Indramayu berada pada posisi 1070 51 1080 32 BT dan 060 13 060 40 LS, dengan luas wilayah Kabupaten Indramayu seluas kurang lebih 209.942 Ha, dengan panjang pantai kurang lebih 147 Km yang membentang sepanjang pantai utara Laut Jawa antara Kabupaten Cirebon Kabupaten Subang, dimana sejauh 4 mil dari pantai merupakan kewenangan Kabupaten (Pokja Sanitasi Kabupaten Indramayu, 2012), dan secara administratif berbatasan : 1) Sebelah Utara : Laut Jawa 2) Sebelah Timur : Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa 3) Sebelah Selatan : Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Sumedang 4) Sebelah Barat : Kabupaten Subang
Gambar 1. Peta Kabupaten Indramayu Sumber: maps.google.com, 2014
Kabupaten Indramayu terdiri atas 33 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 315 desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Indramayu. Indramayu dilintasi jalur pantura, yakni jalur utama dan terpadat di Pulau Jawa (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Indramayu, 2014).
4.2 Sungai Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai dijelaskan bahwa sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan kirinya serta sampai sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan dalam Pasal 1 ayat (1). Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam (Pasal 1 ayat (5)). Bangunan sungai adalah bangunan yang berfungsi untuk perlindungan, pengembangan, penggunaan, dan pengendalian sungai (Pasal 1 ayat (6)). Bangunan sungai dimaksud adalah bendungan, anggelan, bronjong, talud tanggul, pintu air, bangunan pembagi banjir dan sebagainya. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengaman sungai (Pasal 1 ayat (7)). Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia (Pasal 7 ayat (1)). Sungai mempunyai fungsi yang luas antara lain sebagai penyedia air, prasarana transportasi, penyediaan tenaga, penyediaan material (pasir, batu), sarana penyaluran air dan sarana rekreasi. Dalam sebuah sungai terdapat perbedaan antara bagian bagiannya. Ke arah memanjang, sebuah sungai dapat dibagi ke dalam beberapa bagian yang berbeda sifat sifatnya yaitu: a. Hulu sungai yang dapat berupa sungai jeram atau torrential river, dan sungai jalin atau braided river. b. Sungai alluvial. c. Sungai pasang surut atau tidal reach river. d. Muara sungai atau estuary. e. Delta sungai yang akan ditinjau karena berpengaruh terhadap sungai yang membentuknya.
Gambar 2. River System dari Hulu ke Hilir Sumber: http://mrescience.com/earth_slides_03.php
Perbedaan antara sebuah sungai dengan sungai lainnya dapat disebabkan karena: a. Perubahan waktu, misalnya sebuah sungai akan lebih landai karena proses erosi dan sedimentasi yang terus terjadi sepanjang waktu. b. Letak topografi dari sungai dan DASnya yang dapat berpengaruh terhadap fungsifungsinya. c. Perbedaan akibat pengaruh luar, misalnya karena tindakan manusia, perubahan iklim dan lain lain.
4.3 BANJIR DAN STRATEGI DASAR PENGELOLAAN BANJIR 4.3.1 Banjir Banjir adalah air yang melimpas dari badan air seperti selokan, saluran drainase, sungai, situ atau danau, dan menggenangi bantaran serta kawasan sekitarnya (Siswoko,2002). Banjir merupakan keadaan aliran air dan elevasi muka air dalam sungai atau kali atau kanal yang lebih besar atau lebih tinggi dari normal. Banjir menimbulkan masalah dan menjadi bencana jika mengganggu dan merugikan kehidupan manusia. Bencana banjir bisa diakibatkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang dimaksud adalah curah hujan dan pengaruh air pasang (rob), sedangkan faktor manusia adalah pengaruh perilaku masyarakat terhadap alam serta lingkungan, misalnya perubahan tata guna lahan dan kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. Penyebab bencana banjir antara lain: 1) Kapasitas tampang sungai berkurang, seperti pendangkalan dasar sungai (sedimentasi), penciutan alur sungai atau bantaran, dan hambatan atau penutupan muara sungai 2) Peninggaktan debit sungai, seperti hujan bertambah besar atau lama dan respon DAS terhadap hujan berubah. 3) Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti dataran banjir berkurang dan land subsidence. 4) Bencana alam, seperti erupsi gunung vulkanik, tsunami, dan tanah longsor 5) Kegagalan fungsi bangunan pengendali banjir sungai, seperti tanggul atau bendungan jebol, pintu air tidak berfungsi, dan pompa air macet.
4.3.2 Strategi Dasar Pengelolaan Banjir Strategi dalam pengelolaan banjir harus dilakukan dengan melihat dampak kerusakan yang disebabkan oleh banjir. Natural Hazard Research and Application Research Center (1992) yang dikutip oleh Kodoatie dan Sjarief (2006) menyebutkan empat strategi dasar untuk pengeloloan daerah banjir. 1) Mengurangi kerentanan/bahaya terhadap kerusakan dan gangguan banjir (zona atau pengatur tata guna lahan dalam daerah banjir) 2) Mengurangi banjir (menggunakan waduk sebagai pengendali banjir) 3) Mengurangi dampak banjir pada individu dan masyarakat (misalnya, menggunakan teknik mitigasi seperti asuransi dan ketahanan banjir) 4) Mengembalikan dan mempertahankan alam serta sumber daya budaya dari daerah banjir (mengenali nilai atau harga daerah banjir dan memanfaatkan untuk pariwisata serta aktivitas aktivitas lainnya yang tepat).
4.4 Multi-Criteria Evaluation Multi-Criteria Evaluation (MCE) digunakan untuk menganalisis serangkaian alternatif atau tujuan dengan maksud untuk memberi peringkat dari yang paling disukai hingga paling tidak disukai menggunakan pendekatan terstruktur. Hasil akhir dari MCE kebih sering merupakan seperangkat bobot terkait dengan berbagai alternatif. Bobot menunjukkan preferensi alternatif relatif terhadap satu sama lain. Mereka juga dapat dilihat sebagai keuntungan atau kerugian yang dirasakan ketika dilakukan perubahan dari salah satu alternatif ke alternatif lain. Pilihan metodologi untuk perhitungan beban ini bervariasi dari teks ke teks. Beberapa penulis (Stewart & Scott, 1995; Joubert et al 1997; Jankowski et al, 2001; Ayalew & Yamagishi, 2005; Yahaya & Abdalla, 2010; Kourgialas & Karatzas, 2011 dalam Kevin et al, 2012) telah menggunakan metode yang disoroti oleh Malczewski (1999) ketika menghitung bobot pada MCE. Tabel 1 merangkum atribut dari berbagai metode MCE yang disajikan oleh Malczewski (1999, dikutip dalam Kevin et al, 2012). Tabel 1. Perbandingan Metode pada MCE Metode pada MCE Fitur Ranking Rating Pairwise Comparison Trade-off Analysis Jumlah Penilaian n n n (n-1)/2 n Skala Respon Ordinal (Urut) Interval Rasio Interval Hirarki Memungkinkan Memungkinkan Ya Ya Teori yang Mendasari Tidak Ada Tidak Ada Statistik / Heuristik Aksioma / Deduktif Kemudahan Penggunaan Sangat Mudah Sangat Mudah Mudah Sulit Kepercayaan Rendah Tinggi Tinggi Sedang Presisi Mendekati Tidak Tepat Cukup Tepat Cukup Tepat Ketersediaan Perangkat Spreadsheets Spreadsheets Expert Choice Logical Decisions Lunak Aplikasi di SIG Bobot dapat Dimasukkan Bobot dapat Dimasukkan Bagian dari Integrated Geographic Information System and Remote Sensing (IDRISI) Bobot dapat Dimasukkan Sumber: Malczewski, 1999 (Dikutip dari Kevin et al, 2012)
Metode MCE yang disajikan disini tidak berarti digunakan secara lengkap. Sebagai contoh, peneliti lain telah menggunakan Metode Fuzzy (Jiang & Eastman, 2000; Akter & Simonovic, 2005, 2006) dan MACBETH (Bana e Costa et al, 2004). Selain itu, tinjauan menyeluruh dan klasifikasi artikel jurnal meliputi Multi-Criteria Decision Analysis spasial dapat ditemukan di Malczewski (2006).
4.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Pairwise Comparison Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah teknik untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif yang dapat diambil. AHP dikembangkan oleh Thomas L.Saaty pada tahun 1970-an, dan telah mengalami banyak perbaikan dan pengembangan hingga saat ini. Kelebihan AHP adalah dapat memberikan kerangka yang komprehensif dan rasional dalam menstrukturkan permasalahan pengambilan keputusan. Tahapan pertama dari AHP adalah Structuring, yaitu menstrukturkan alur pengambilan keputusan berdasarkan dua komponen utama; Komponen pertama adalah tujuan dari AHP dan variabel yang digunakan, sedangkan komponen kedua adalah alternatif-alternatif yang dapat diambil untuk memenuhi tujuan AHP tersebut. Pada Tahap Structuring, akan ditentukan apa tujuan dari AHP, apa saja variabel dan sub-variabel yang digunakan, dan apa saja alternative yang tersedia. Tahapan Structuring pada AHP dengan menggunakan software EXPERT CHOICE. Tahap berikutnya pada AHP adalah Assessment, yaitu tahap pemberian nilai atau bobot terhadap variabel, sub-variabel, dan alternatif. Pemberian bobot ini dapat berupa Direct Assessment atau pemberian bobot secara langsung, Verbal Assessment, pemberian bobot berdasarkan persepsi verbal seperti (Sangat penting, Tidak penting, dan lain-lain) dan juga dapat dengan menggunakan Visual Assessment, yaitu pemberian bobot dengan bantuan visualisasi grafik. Tutorial yang menunjukkan prosedur Assessment dengan software EXPERT CHOICE (http://www.pwktech.info, 2014). Model AHP didasarkan pada Pairwise Comparison Matrix, dimana elemen- elemen pada matriks tersebut merupakan judgment dari decision maker. Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari sesuatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan (HD Manalu, 2010).
4.6 KOLAM RETENSI Kolam Retensi adalah kolam/waduk penampungan air hujan dalam jangka waktu tertentu. Fungsinya untuk memotong puncak banjir yang terjadi dalam badan air/sungai (Ditjen Cipta Karya, 2009). Kolam retensi memiliki berbagai tipe, seperti: 1. Kolam Retensi Tipe di Samping Badan Sungai
Gambar 3. Kolam Retensi Tipe di Samping Badan Sungai Sumber: Ditjen Cipta Karya, 2009
Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet, bangunan pelimpah samping, pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi, ambang rendah di depan pintu outlet, saringan sampah dan kolam penangkap sedimen. Kolam retensi jenis ini cocok diterapkan apabila tersedia lahan yang luas untuk kolam retensi sehingga kapasitasnya bisa optimal. Keunggulan dari tipe ini adalah tidak mengganggu sistem aliran yang ada, mudah dalam pelaksanaan dan pemeliharaan (http://gilangrupaka.wordpress.com, 2012).
2. Kolam Retensi di Dalam Badan Sungai
Gambar 4. Kolam Retensi di Dalam Badan Sungai Sumber: Ditjen Cipta Karya, 2009
Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling, pintu outlet, bendung, saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan bila lahan untuk kolam retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitas kolam yang terbatas, harus menunggu aliran air dari hulu, pelaksanaan sulit dan pemeliharaan yang mahal (http://gilangrupaka.wordpress.com, 2012).
3. Kolam Retensi Tipe Storage Memanjang
Gambar 5. Kolam Retensi Tipe Storage Memanjang Sumber: Ditjen Cipta Karya, 2009
Kelengkapan sistem dari kolam retensi tipe ini adalah saluran yang lebar dan dalam serta cek dam atau bendung setempat. Tipe ini digunakan apabila lahan tidak tersedia sehingga harus mengoptimalkan saluran drainase yang ada. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitasnya terbatas, menunggu aliran air yang ada dan pelaksanaannya lebih sulit. Ukuran ideal suatu kolam retensi adalah dengan perbandingan panjang/lebar lebih besar dari 2:1. Sedang dua kutub aliran masuk (inlet) dan keluar (outlet) terletak kira-kira di ujung kolam berbentuk bulat telor itulah terdapat kedua mulut masuk dan keluarnya (aliran) air. Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa dengan bentuk kolam yang memanjang semacam itu, ternyata sedimen relatif lebih cepat mengendap dan interaksi antar kehidupan (proses aktivitas biologis) di dalamnya juga menjadi lebih aktif karena terbentuknya air yang terus bergerak, namun tetap dalam kondisi tenang, pada saatnya tanaman dapat pula menstabilkan dinding kolam dan mendapat makanan (nutrient) yang larut dalam air (http://gilangrupaka.wordpress.com, 2012).
5. METODOLOGI PENELITIAN 5.1 Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data menggunakan metode primer dan sekunder dengan menggunakan data yang ada atau data yang didapatkan dari instansi terkait. Diagram alur proses analisis potensi banjir Sungai Cimanuk dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram Alur Pengumpulan Data
5.2 Teknik Penggolahan Data Tahapan berikutnya yaitu menentukan berbagai alternatif yang mempengaruhi tiga kriteria ini, yaitu: (1) Letak Kolam Retensi, Bentuk Kolam MULAI 1. Data Curah Hujan 2. Intensitas Curah Hujan SELESAI Mengetahui Kapasitas Sungai Peta: 1. Tata Guna Lahan 2. Topografi 3. Kontur Retensi dan Jumlah Kolam Retensi. (2) Setelah ditemukan alternatif-alternatif yang mempengaruhi tiga kriteria tersebut, maka akan diidentifikasi dampak positif dan negatif dari masing-masing alternatif. (3) Kemudian, akan dibuat beberapa skenario pengawinan alternatif dari ketiga kriteria tersebut. (4) Selanjutnya akan dilakukan pembobotan dengan melibatkan para pakar dan menentukan pemeringkatan skenario terbaik ke terburuk berdasarkan dampak negatif yang ada. Untuk (3) dan (4) akan digunakan aplikasi EXPERT CHOICE dalam pengerjaannya. (5) Terakhir, memunculkan kapasitas dari kolam retensi berdasarkan analisis MCE yang telah dilakukan.
Gambar 7. Diagram Alur Proses Pengolahan Data MULAI Pemilihan Lokasi Mengidentifikasi Alternatif dari 3 Kriteria
Membuat Skenario Pengawinan Alternatif* Pembobotan dengan Melibatkan Pakar* Memunculkan Kapasitas Kolam Rentensi dari Hasil Analisis MCE SELESAI 6. SISTEMATIKA PENULISAN Tesis ini akan dibagi menjadi lima bab dengan penguraian sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang teori teori yang berkaitan dengan tujuan studi penelitian yang ingin dicapai. BAB 3 METODE PENELITIAN Berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari data yang diperlukan dan metode analisis data. BAB 4 DATA PENELITIAN Berisi gambaran umum wilayah penelitian, serta data-data yang diperlukan dalam penelitian. BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Berisi pembahasan dan hasil penilaian risiko banjir menggunakan PCM dengan SIG dalam pemetaan risiko kerentanan. BAB 6 PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan.
7. DAFTAR PUSTAKA Abbot, J, Chambers, R, Dunn, C, Harris, T, de Merode, E, Porter, G, Townsend, J, & Weiner, D 1998, Participatory GIS: Opportunity or Oxymoron, PLA Notes, Vol. 33, pp. 2734. Abbot, JR 2000, An Integrated spatial information framework for informal settlement upgrading, International Archives of Photogrammetry and Remote Sensing, Vol. 33, Part B2, pp. 716. Ayalew, L. & Yamagishi, H 2005, The application of GIS-based logistic regression for landslide susceptibility mapping in the KakudaYahiko Mountains, Central Japan, Geomorphology, Vol. 65, No. 2, pp. 1531. Bana e Costa, CA, Anto da Silva, P, &NunesCorreia, F 2004, Multi-criteria evaluation of flood control measures: The case of Ribeira do Livramento, Water Resources Management, Vol. 18, No. 3, pp. 263283. Cardona, OD 2004, The Need for Rethinking the Concepts of Vulnerability and Risk from a Holistic Perspective: A Necessary Review and Criticism for Effective Risk Management, in G Bankoff, G Frerks and DHilhorst (eds.), Mapping Vulnerability: Disasters, Development and People, Earthscan, London Crichton, D 1999, The Risk Triangle, in JIngleton (ed.), Natural Disaster Management, Tudor Rose, London. Ditjen Cipta Karya. 2009. Tata Cara Pembuatan Kolam Retensi dan Polder (NSPM). Departemen PU: Jakarta Jiang, H & Eastman, JR 2000, Application of fuzzy measures in multi-criteria evaluation in GIS, International Journal of Geographical Information Systems, Vol. 14, No. 2, pp. 173 184. Kabupaten Indramayu dalam Angka, 2013 Kelman, I. 2003. Defining Risk, Flood Risk Newsletter, Issue 2, Winter 2003 Kumpulainen, S 2006, Vulnerability concepts in hazard and risk assessment. Natural and technological hazards and risks affecting the spatial development of European regions, Geological Survey of Finland, Special Paper 42, pp. 6574. Lewis, J 1999, Development in Disaster-prone Places: Studies of Vulnerability, Intermediate Technology Publications, London. Malczewski, J 1999, GIS and Multi-criteria Decision Analysis, John Wiley and Sons, New York Manalu, HD. 2010. Chapter II. Tugas Akhir. Universitas Sumatera Utara: Medan. Meyer, V, Scheuer, S & Haase, D 2009, A multi-criteria approach for flood risk mapping exemplified at the Mulde river, Germany, Natural Hazards, Vol. 48, No.1, pp. 1739. Musungu, Kevin; Motala, Siddique; Smit, Julian. 2012. Using Multi-criteria Evaluation and GIS for Flood Risk Analysis in Informal Settlements of Cape Town: The Case of Graveyard Pond. South African Journal of Geomatics, Vol. 1, No. 1, January 2012 Pokja Sanitasi Kabupaten Indramayu. 2012. Gambaran Umum Kabupaten Indramayu. Pokja Sanitasi : Kabupaten Indramayu Stewart, TJ & Scott, L 1995, A Scenario-Based Framework for Multicriteria Decision Analysis in Water Resources Planning, Water Resources Research, Vol.31, No. 11, pp.28352843. Turner II, BL, Kasperson, RE, Matson, PE, McCarthy, JJ, Corell, RW, Christensen, L, Eckley, N, Kasperson, JX, Luerse,A, Martellog, ML, Polsky, C, Pulsipher, A, and Schiller, A 2003, A framework for vulnerability analysis in sustainability science, Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America, Vol. 100, pp. 8074 8079. UN DHA 1992, Internationally Agreed Glossary of Basic Terms Related to Disaster Management, UN DHA (United Nations Department of Humanitarian Affairs), Geneva, December 1992. Yahaya, S, Ahmad, N. & Abdalla, RF 2010, Multi-criteria analysis for flood vulnerable areas in Hadejia-Jamaare River basin, Nigeria, European Journal of Scientific Research,Vol.42, No. 1, pp. 7183. Yalcin, G & Akyurek, Z 2004, Analysing Flood Vulnerable Areas with Multi- criteria Evaluation, 20th ISPRS Congress, Istanbul, Turkey, 1223 July. http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Indramayu, 2014 diakses pada 27 Juni 2014 http:// http://gilangrupaka.wordpress.com/2012/03/19/kolam-retensi/, diakses pada 14 Juli 2014 http://seputarjabar.com, 22 Januari 2014 diakses pada 27 Juni 2014 http:// pwktech.info, 2014 diakses pada 27 Juni 2014