Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS ALTERNATIF KOLAM RETENSI YANG EFISIEN

DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN


MULTI-CRITERIA EVALUATION




Oleh:
Ajeng Swariyanatar Putri, ST.




Program Pasca Sarjana
Universitas Gunadarma
Jakarta
2014

1. LATAR BELAKANG
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu produsen padi Jawa Barat yang
jumlah produksinya dapat mencapai 10 persen, dengan luas lahan yang mencapai
118 ribu hektar. Dalam skala nasional pun, Kabupaten Indramayu terhitung
sebagai lumbung pangan nasional yang dapat menghasilkan lebih 1,5 juta ton
gabah per tahun (Kabupaten Indramayu dalam Angka, 2013). Kabupaten
Indramayu pun tergolong sebagai Kota Pertanian Pesisir atau agrominapolitan,
karena letaknya yang berada di dataran rendah, dekat dengan Pantai Utara Jawa,
dan sebagai daerah perkotaan yang memiliki potensi untuk menjadi metropolitan.
Pada awal 2014, banjir merendam puluhan hektar sawah di 12 daerah di
Jawa Barat, mulai dari Kabupaten Bekasi, Tasikmalaya, Karawang hingga
Kabupaten Indramayu. Di Kabupaten Indramayu sendiri, luas genangannya
mencapai 40 ribuan hektar dari total 68.322 hektar jumlah lahan sawah yang
terendam di Jawa Barat menurut Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan
Jawa Barat, Diden Trisnadi (http://seputarjabar.com, 22 Januari 2014).
Melihat kerugian yang disebabkan oleh bencana banjir yang terjadi di
sepanjang Sungai Cimanuk-Cisanggarung, diperlukan alternatif terbaik dalam
pengendalian banjir yang dapat meminimalisasi dampak banjir yang menggenangi
tidak hanya areal persawahan, pemukiman, infrastruktur, fasilitas umum juga
fasilitas sosial. Multi-Criteria Evaluation dalam tesis ini akan MCE akan
digunakan untuk memberi peringkat dari yang paling disukai hingga paling tidak
disukai dalam pemilihan alternatif guna melakukan efisiensi waduk retensi di
Kabupaten Indramayu menggunakan pendekatan terstruktur.
2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada proposal penelitian ini mencakup beberapa hal,
yaitu:
1. Kabupaten Indramayu yang memiliki lahan sawah yang luas memiliki
potensi banjir yang harus diwaspadai karena menyempitnya lahan sungai,
curah hujan yang tinggi dan buruknya kondisi saluran drainase di beberapa
ruas jalan.
2. Karena besarnya potensi banjir diperlukan upaya pengendalian salah
satunya dengan mencari alternatif-alternatif waduk retensi yang sesuai
guna mengefisiensi pembangunan infrastruktur di Kabupaten Indramayu.

3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian pada proposal penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kriteria yaitu jumlah, letak dan bentuk guna pemilihan
alternatif.
2. Mencari alternatif terbaik dari beberapa alternatif yang ada
menggunakan MCE, dengan pembobotan faktor berdasarkan
wawancara pakar.
3. Merencanakan kapasitas waduk retensi berdasarkan kapasitas debit
sungai yang melintasi Kabupaten Indramayu yaitu Sungai Cimanuk dan
juga berdasarkan data curah hujan.


4. TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Kabupaten Indramayu
Kabupaten Indramayu mempunyai letak yang strategis karena dilalui oleh
jalur regional yang menghubungkan antara Ibukota Provinsi Jawa Barat, yaitu
Bandung dan Ibukota Jakarta. Secara geografis, Kabupaten Indramayu berada
pada posisi 1070 51 1080 32 BT dan 060 13 060 40 LS, dengan luas
wilayah Kabupaten Indramayu seluas kurang lebih 209.942 Ha, dengan panjang
pantai kurang lebih 147 Km yang membentang sepanjang pantai utara Laut Jawa
antara Kabupaten Cirebon Kabupaten Subang, dimana sejauh 4 mil dari pantai
merupakan kewenangan Kabupaten (Pokja Sanitasi Kabupaten Indramayu, 2012),
dan secara administratif berbatasan :
1) Sebelah Utara : Laut Jawa
2) Sebelah Timur : Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa
3) Sebelah Selatan : Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Sumedang
4) Sebelah Barat : Kabupaten Subang

Gambar 1. Peta Kabupaten Indramayu
Sumber: maps.google.com, 2014

Kabupaten Indramayu terdiri atas 33 kecamatan, yang dibagi lagi atas
sejumlah 315 desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan
Indramayu. Indramayu dilintasi jalur pantura, yakni jalur utama dan terpadat di
Pulau Jawa (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Indramayu, 2014).

4.2 Sungai
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
dijelaskan bahwa sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan
air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan kirinya serta sampai
sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan dalam Pasal 1 ayat (1). Bantaran
sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi
sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam (Pasal 1 ayat (5)). Bangunan sungai
adalah bangunan yang berfungsi untuk perlindungan, pengembangan,
penggunaan, dan pengendalian sungai (Pasal 1 ayat (6)). Bangunan sungai
dimaksud adalah bendungan, anggelan, bronjong, talud tanggul, pintu air,
bangunan pembagi banjir dan sebagainya. Garis sempadan sungai adalah garis
batas luar pengaman sungai (Pasal 1 ayat (7)). Sungai sebagai sumber air
merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serbaguna bagi
kehidupan dan penghidupan manusia (Pasal 7 ayat (1)). Sungai mempunyai fungsi
yang luas antara lain sebagai penyedia air, prasarana transportasi, penyediaan
tenaga, penyediaan material (pasir, batu), sarana penyaluran air dan sarana
rekreasi.
Dalam sebuah sungai terdapat perbedaan antara bagian bagiannya. Ke arah
memanjang, sebuah sungai dapat dibagi ke dalam beberapa bagian yang berbeda
sifat sifatnya yaitu:
a. Hulu sungai yang dapat berupa sungai jeram atau torrential river, dan
sungai jalin atau braided river.
b. Sungai alluvial.
c. Sungai pasang surut atau tidal reach river.
d. Muara sungai atau estuary.
e. Delta sungai yang akan ditinjau karena berpengaruh terhadap sungai
yang membentuknya.

Gambar 2. River System dari Hulu ke Hilir
Sumber: http://mrescience.com/earth_slides_03.php

Perbedaan antara sebuah sungai dengan sungai lainnya dapat disebabkan
karena:
a. Perubahan waktu, misalnya sebuah sungai akan lebih landai karena
proses erosi dan sedimentasi yang terus terjadi sepanjang waktu.
b. Letak topografi dari sungai dan DASnya yang dapat berpengaruh
terhadap fungsifungsinya.
c. Perbedaan akibat pengaruh luar, misalnya karena tindakan manusia,
perubahan iklim dan lain lain.



4.3 BANJIR DAN STRATEGI DASAR PENGELOLAAN BANJIR
4.3.1 Banjir
Banjir adalah air yang melimpas dari badan air seperti selokan, saluran
drainase, sungai, situ atau danau, dan menggenangi bantaran serta kawasan
sekitarnya (Siswoko,2002). Banjir merupakan keadaan aliran air dan elevasi muka
air dalam sungai atau kali atau kanal yang lebih besar atau lebih tinggi dari
normal.
Banjir menimbulkan masalah dan menjadi bencana jika mengganggu dan
merugikan kehidupan manusia. Bencana banjir bisa diakibatkan oleh faktor alam
dan faktor manusia. Faktor alam yang dimaksud adalah curah hujan dan pengaruh
air pasang (rob), sedangkan faktor manusia adalah pengaruh perilaku masyarakat
terhadap alam serta lingkungan, misalnya perubahan tata guna lahan dan
kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. Penyebab bencana banjir
antara lain:
1) Kapasitas tampang sungai berkurang, seperti pendangkalan dasar sungai
(sedimentasi), penciutan alur sungai atau bantaran, dan hambatan atau
penutupan muara sungai
2) Peninggaktan debit sungai, seperti hujan bertambah besar atau lama dan
respon DAS terhadap hujan berubah.
3) Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti
dataran banjir berkurang dan land subsidence.
4) Bencana alam, seperti erupsi gunung vulkanik, tsunami, dan tanah
longsor
5) Kegagalan fungsi bangunan pengendali banjir sungai, seperti tanggul
atau bendungan jebol, pintu air tidak berfungsi, dan pompa air macet.

4.3.2 Strategi Dasar Pengelolaan Banjir
Strategi dalam pengelolaan banjir harus dilakukan dengan melihat dampak
kerusakan yang disebabkan oleh banjir. Natural Hazard Research and Application
Research Center (1992) yang dikutip oleh Kodoatie dan Sjarief (2006)
menyebutkan empat strategi dasar untuk pengeloloan daerah banjir.
1) Mengurangi kerentanan/bahaya terhadap kerusakan dan gangguan
banjir (zona atau pengatur tata guna lahan dalam daerah banjir)
2) Mengurangi banjir (menggunakan waduk sebagai pengendali banjir)
3) Mengurangi dampak banjir pada individu dan masyarakat (misalnya,
menggunakan teknik mitigasi seperti asuransi dan ketahanan banjir)
4) Mengembalikan dan mempertahankan alam serta sumber daya budaya
dari daerah banjir (mengenali nilai atau harga daerah banjir dan
memanfaatkan untuk pariwisata serta aktivitas aktivitas lainnya yang
tepat).

4.4 Multi-Criteria Evaluation
Multi-Criteria Evaluation (MCE) digunakan untuk menganalisis
serangkaian alternatif atau tujuan dengan maksud untuk memberi peringkat dari
yang paling disukai hingga paling tidak disukai menggunakan pendekatan
terstruktur. Hasil akhir dari MCE kebih sering merupakan seperangkat bobot
terkait dengan berbagai alternatif. Bobot menunjukkan preferensi alternatif relatif
terhadap satu sama lain. Mereka juga dapat dilihat sebagai keuntungan atau
kerugian yang dirasakan ketika dilakukan perubahan dari salah satu alternatif ke
alternatif lain. Pilihan metodologi untuk perhitungan beban ini bervariasi dari teks
ke teks. Beberapa penulis (Stewart & Scott, 1995; Joubert et al 1997; Jankowski
et al, 2001; Ayalew & Yamagishi, 2005; Yahaya & Abdalla, 2010; Kourgialas &
Karatzas, 2011 dalam Kevin et al, 2012) telah menggunakan metode yang disoroti
oleh Malczewski (1999) ketika menghitung bobot pada MCE. Tabel 1
merangkum atribut dari berbagai metode MCE yang disajikan oleh Malczewski
(1999, dikutip dalam Kevin et al, 2012).
Tabel 1. Perbandingan Metode pada MCE
Metode pada MCE
Fitur Ranking Rating
Pairwise
Comparison
Trade-off
Analysis
Jumlah
Penilaian
n n n (n-1)/2 n
Skala Respon Ordinal (Urut) Interval Rasio Interval
Hirarki Memungkinkan Memungkinkan Ya Ya
Teori yang
Mendasari
Tidak Ada Tidak Ada
Statistik /
Heuristik
Aksioma /
Deduktif
Kemudahan
Penggunaan
Sangat Mudah Sangat Mudah Mudah Sulit
Kepercayaan Rendah Tinggi Tinggi Sedang
Presisi Mendekati Tidak Tepat Cukup Tepat Cukup Tepat
Ketersediaan
Perangkat
Spreadsheets Spreadsheets
Expert
Choice
Logical
Decisions
Lunak
Aplikasi di
SIG
Bobot dapat
Dimasukkan
Bobot dapat
Dimasukkan
Bagian dari
Integrated
Geographic
Information
System and
Remote
Sensing
(IDRISI)
Bobot dapat
Dimasukkan
Sumber: Malczewski, 1999 (Dikutip dari Kevin et al, 2012)

Metode MCE yang disajikan disini tidak berarti digunakan secara lengkap.
Sebagai contoh, peneliti lain telah menggunakan Metode Fuzzy (Jiang &
Eastman, 2000; Akter & Simonovic, 2005, 2006) dan MACBETH (Bana e Costa
et al, 2004). Selain itu, tinjauan menyeluruh dan klasifikasi artikel jurnal meliputi
Multi-Criteria Decision Analysis spasial dapat ditemukan di Malczewski (2006).

4.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Pairwise Comparison
Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah teknik untuk mendukung proses
pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari
beberapa alternatif yang dapat diambil. AHP dikembangkan oleh Thomas L.Saaty
pada tahun 1970-an, dan telah mengalami banyak perbaikan dan pengembangan
hingga saat ini. Kelebihan AHP adalah dapat memberikan kerangka yang
komprehensif dan rasional dalam menstrukturkan permasalahan pengambilan
keputusan.
Tahapan pertama dari AHP adalah Structuring, yaitu menstrukturkan alur
pengambilan keputusan berdasarkan dua komponen utama; Komponen pertama
adalah tujuan dari AHP dan variabel yang digunakan, sedangkan komponen kedua
adalah alternatif-alternatif yang dapat diambil untuk memenuhi tujuan AHP
tersebut. Pada Tahap Structuring, akan ditentukan apa tujuan dari AHP, apa saja
variabel dan sub-variabel yang digunakan, dan apa saja alternative yang tersedia.
Tahapan Structuring pada AHP dengan menggunakan software EXPERT
CHOICE.
Tahap berikutnya pada AHP adalah Assessment, yaitu tahap pemberian nilai
atau bobot terhadap variabel, sub-variabel, dan alternatif. Pemberian bobot ini
dapat berupa Direct Assessment atau pemberian bobot secara langsung, Verbal
Assessment, pemberian bobot berdasarkan persepsi verbal seperti (Sangat penting,
Tidak penting, dan lain-lain) dan juga dapat dengan menggunakan Visual
Assessment, yaitu pemberian bobot dengan bantuan visualisasi grafik. Tutorial
yang menunjukkan prosedur Assessment dengan software EXPERT CHOICE
(http://www.pwktech.info, 2014).
Model AHP didasarkan pada Pairwise Comparison Matrix, dimana elemen-
elemen pada matriks tersebut merupakan judgment dari decision maker. Seorang
decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun
memperkirakan kemungkinan dari sesuatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks
tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP
yang membagi habis suatu persoalan (HD Manalu, 2010).

4.6 KOLAM RETENSI
Kolam Retensi adalah kolam/waduk penampungan air hujan dalam jangka
waktu tertentu. Fungsinya untuk memotong puncak banjir yang terjadi dalam
badan air/sungai (Ditjen Cipta Karya, 2009). Kolam retensi memiliki berbagai
tipe, seperti:
1. Kolam Retensi Tipe di Samping Badan Sungai

Gambar 3. Kolam Retensi Tipe di Samping Badan Sungai
Sumber: Ditjen Cipta Karya, 2009

Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet,
bangunan pelimpah samping, pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi,
ambang rendah di depan pintu outlet, saringan sampah dan kolam penangkap
sedimen. Kolam retensi jenis ini cocok diterapkan apabila tersedia lahan yang luas
untuk kolam retensi sehingga kapasitasnya bisa optimal. Keunggulan dari tipe ini
adalah tidak mengganggu sistem aliran yang ada, mudah dalam pelaksanaan dan
pemeliharaan (http://gilangrupaka.wordpress.com, 2012).

2. Kolam Retensi di Dalam Badan Sungai

Gambar 4. Kolam Retensi di Dalam Badan Sungai
Sumber: Ditjen Cipta Karya, 2009

Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling,
pintu outlet, bendung, saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan
bila lahan untuk kolam retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah
kapasitas kolam yang terbatas, harus menunggu aliran air dari hulu, pelaksanaan
sulit dan pemeliharaan yang mahal (http://gilangrupaka.wordpress.com, 2012).







3. Kolam Retensi Tipe Storage Memanjang

Gambar 5. Kolam Retensi Tipe Storage Memanjang
Sumber: Ditjen Cipta Karya, 2009

Kelengkapan sistem dari kolam retensi tipe ini adalah saluran yang lebar
dan dalam serta cek dam atau bendung setempat. Tipe ini digunakan apabila lahan
tidak tersedia sehingga harus mengoptimalkan saluran drainase yang ada.
Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitasnya terbatas, menunggu aliran air yang
ada dan pelaksanaannya lebih sulit.
Ukuran ideal suatu kolam retensi adalah dengan perbandingan
panjang/lebar lebih besar dari 2:1. Sedang dua kutub aliran masuk (inlet) dan
keluar (outlet) terletak kira-kira di ujung kolam berbentuk bulat telor itulah
terdapat kedua mulut masuk dan keluarnya (aliran) air. Keuntungan yang
diperoleh adalah bahwa dengan bentuk kolam yang memanjang semacam itu,
ternyata sedimen relatif lebih cepat mengendap dan interaksi antar kehidupan
(proses aktivitas biologis) di dalamnya juga menjadi lebih aktif karena
terbentuknya air yang terus bergerak, namun tetap dalam kondisi tenang, pada
saatnya tanaman dapat pula menstabilkan dinding kolam dan mendapat makanan
(nutrient) yang larut dalam air (http://gilangrupaka.wordpress.com, 2012).

5. METODOLOGI PENELITIAN
5.1 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menggunakan metode primer dan sekunder
dengan menggunakan data yang ada atau data yang didapatkan dari instansi
terkait. Diagram alur proses analisis potensi banjir Sungai Cimanuk dapat dilihat
pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram Alur Pengumpulan Data

5.2 Teknik Penggolahan Data
Tahapan berikutnya yaitu menentukan berbagai alternatif yang
mempengaruhi tiga kriteria ini, yaitu: (1) Letak Kolam Retensi, Bentuk Kolam
MULAI
1. Data Curah Hujan
2. Intensitas Curah Hujan
SELESAI
Mengetahui Kapasitas Sungai
Peta: 1. Tata Guna Lahan
2. Topografi
3. Kontur
Retensi dan Jumlah Kolam Retensi. (2) Setelah ditemukan alternatif-alternatif
yang mempengaruhi tiga kriteria tersebut, maka akan diidentifikasi dampak positif
dan negatif dari masing-masing alternatif. (3) Kemudian, akan dibuat beberapa
skenario pengawinan alternatif dari ketiga kriteria tersebut. (4) Selanjutnya akan
dilakukan pembobotan dengan melibatkan para pakar dan menentukan
pemeringkatan skenario terbaik ke terburuk berdasarkan dampak negatif yang ada.
Untuk (3) dan (4) akan digunakan aplikasi EXPERT CHOICE dalam
pengerjaannya. (5) Terakhir, memunculkan kapasitas dari kolam retensi
berdasarkan analisis MCE yang telah dilakukan.






Gambar 7. Diagram Alur Proses Pengolahan Data
MULAI
Pemilihan Lokasi
Mengidentifikasi Alternatif dari 3
Kriteria

Membuat Skenario Pengawinan
Alternatif*
Pembobotan dengan Melibatkan
Pakar*
Memunculkan Kapasitas Kolam
Rentensi dari Hasil Analisis MCE
SELESAI
6. SISTEMATIKA PENULISAN
Tesis ini akan dibagi menjadi lima bab dengan penguraian sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika
penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang teori teori yang berkaitan dengan tujuan studi
penelitian yang ingin dicapai.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari data yang
diperlukan dan metode analisis data.
BAB 4 DATA PENELITIAN
Berisi gambaran umum wilayah penelitian, serta data-data yang
diperlukan dalam penelitian.
BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berisi pembahasan dan hasil penilaian risiko banjir
menggunakan PCM dengan SIG dalam pemetaan risiko
kerentanan.
BAB 6 PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang
dilakukan.


7. DAFTAR PUSTAKA
Abbot, J, Chambers, R, Dunn, C, Harris, T, de Merode, E, Porter, G, Townsend, J,
& Weiner, D 1998, Participatory GIS: Opportunity or Oxymoron, PLA
Notes, Vol. 33, pp. 2734.
Abbot, JR 2000, An Integrated spatial information framework for informal
settlement upgrading, International Archives of Photogrammetry and
Remote Sensing, Vol. 33, Part B2, pp. 716.
Ayalew, L. & Yamagishi, H 2005, The application of GIS-based logistic
regression for landslide susceptibility mapping in the KakudaYahiko
Mountains, Central Japan, Geomorphology, Vol. 65, No. 2, pp. 1531.
Bana e Costa, CA, Anto da Silva, P, &NunesCorreia, F 2004, Multi-criteria
evaluation of flood control measures: The case of Ribeira do Livramento,
Water Resources Management, Vol. 18, No. 3, pp. 263283.
Cardona, OD 2004, The Need for Rethinking the Concepts of Vulnerability and
Risk from a Holistic Perspective: A Necessary Review and Criticism for
Effective Risk Management, in G Bankoff, G Frerks and DHilhorst (eds.),
Mapping Vulnerability: Disasters, Development and People, Earthscan,
London
Crichton, D 1999, The Risk Triangle, in JIngleton (ed.), Natural Disaster
Management, Tudor Rose, London.
Ditjen Cipta Karya. 2009. Tata Cara Pembuatan Kolam Retensi dan Polder
(NSPM). Departemen PU: Jakarta
Jiang, H & Eastman, JR 2000, Application of fuzzy measures in multi-criteria
evaluation in GIS, International Journal of Geographical Information
Systems, Vol. 14, No. 2, pp. 173 184.
Kabupaten Indramayu dalam Angka, 2013
Kelman, I. 2003. Defining Risk, Flood Risk Newsletter, Issue 2, Winter 2003
Kumpulainen, S 2006, Vulnerability concepts in hazard and risk assessment.
Natural and technological hazards and risks affecting the spatial
development of European regions, Geological Survey of Finland, Special
Paper 42, pp. 6574.
Lewis, J 1999, Development in Disaster-prone Places: Studies of Vulnerability,
Intermediate Technology Publications, London.
Malczewski, J 1999, GIS and Multi-criteria Decision Analysis, John Wiley and
Sons, New York
Manalu, HD. 2010. Chapter II. Tugas Akhir. Universitas Sumatera Utara: Medan.
Meyer, V, Scheuer, S & Haase, D 2009, A multi-criteria approach for flood risk
mapping exemplified at the Mulde river, Germany, Natural Hazards, Vol.
48, No.1, pp. 1739.
Musungu, Kevin; Motala, Siddique; Smit, Julian. 2012. Using Multi-criteria
Evaluation and GIS for Flood Risk Analysis in Informal Settlements of
Cape Town: The Case of Graveyard Pond. South African Journal of
Geomatics, Vol. 1, No. 1, January 2012
Pokja Sanitasi Kabupaten Indramayu. 2012. Gambaran Umum Kabupaten
Indramayu. Pokja Sanitasi : Kabupaten Indramayu
Stewart, TJ & Scott, L 1995, A Scenario-Based Framework for Multicriteria
Decision Analysis in Water Resources Planning, Water Resources
Research, Vol.31, No. 11, pp.28352843.
Turner II, BL, Kasperson, RE, Matson, PE, McCarthy, JJ, Corell, RW,
Christensen, L, Eckley, N, Kasperson, JX, Luerse,A, Martellog, ML,
Polsky, C, Pulsipher, A, and Schiller, A 2003, A framework for
vulnerability analysis in sustainability science, Proceedings of the National
Academy of Sciences of the United States of America, Vol. 100, pp. 8074
8079.
UN DHA 1992, Internationally Agreed Glossary of Basic Terms Related to
Disaster Management, UN DHA (United Nations Department of
Humanitarian Affairs), Geneva, December 1992.
Yahaya, S, Ahmad, N. & Abdalla, RF 2010, Multi-criteria analysis for flood
vulnerable areas in Hadejia-Jamaare River basin, Nigeria, European
Journal of Scientific Research,Vol.42, No. 1, pp. 7183.
Yalcin, G & Akyurek, Z 2004, Analysing Flood Vulnerable Areas with Multi-
criteria Evaluation, 20th ISPRS Congress, Istanbul, Turkey, 1223 July.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Indramayu, 2014 diakses pada 27 Juni
2014
http:// http://gilangrupaka.wordpress.com/2012/03/19/kolam-retensi/, diakses pada
14 Juli 2014
http://seputarjabar.com, 22 Januari 2014 diakses pada 27 Juni 2014
http:// pwktech.info, 2014 diakses pada 27 Juni 2014

Anda mungkin juga menyukai