Anda di halaman 1dari 16

TUGAS REFERAT

DEMAM TIFOID

Disusun Oleh :
Runy Dyaksani (030.09.216)

FAKULTAS KEDKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH TEGAL
28 APRIL 5 JULI 2014
1

LEMBAR PENGESAHAN
Judul referat

: DEMAM TIFOID

Nama mahasiswa

: Runy Dyaksani (030.09.216)

Dibacakan tanggal

Direvisi tanggal

Tegal, Juni 2014-06-16


Pembimbing

Dr. Sunarto, Sp. PD

DAFTAR ISI
Judul

Lembar Pengesahan

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan
Latar Belakang

Tujuan

4-5

BAB II :
Definisi

Epidemiologi

6-7

Etiologi

Patogenesis

7-9

Diagnosa

9-12

Tatalaksana

12-13

Komplikasi

13

Pencegahan

13-14

Prognosis

14

BAB III : Kesimpulan

15

Daftar Pustaka

16-17

BAB I
3

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berhubungan dengan kepadatan
penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higien
industri pengolahan makanan yang masih rendah.
S.typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan didalam lambung dan sebagian lagi masuk ke dalam usus
halus. Setelah masuk ke dalam usus, Salmonella typhi menembus ileum ditangkap oleh sel
mononuklear dan berkembang biak di dalam RES. Interaksi antara Salmonella dengan
makrofag memunculkan mediator-mediator sehingga terjadi hiperplasia, nekrosis, dan ulkus.
Gejala sistemik yang ditimbulkan seperti panas, instabilitas vaskuler, dan depresi sumsum
tulang.
Data WHO tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid
diseluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kemtian setiap tahun. Di negara berkembang,
kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis. Di Indonesia kasus ini tersebar
merata di seluruh propinsi dengan insidensi 385/100.000 penduduk/tahun. Umur penderita
yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
Pencegahan demam tifoid dilakukan dengan berbagai cara, seperti peningkatan higien
dan sanitasi . pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual
keliling makanan dan minuman.
TUJUAN
Untuk mengetahui lebih dalam tentang penyakit demam tifoid yang meliputi :
1.
2.
3.
4.

Mengetahui pengertian demam tifoid


Mengetahui etiologi dari demam tifoid
Mengetahui patogenesis demam tifoid
Mengetahui penetapan diagnosis dan penatalaksanaan demam tifoid

BAB II
I.

DEFINISI
5

Demam tifoid merupakan suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella enterica, khususnya Salmonella typhi, dapat juga disebabkan
oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C (demam paratifoid). Demam tifoid
menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi oleh orang yang
II.

terinfeksi. 1
EPIDEMIOLOGI
Demam tifoid tersebar di seluruh dunia, terutama di negara berkembang yang
kurang akan kebersihan lingkungan. Demam tifoid merupakan penyakit endemik
di Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Caribbean, namun 80% berasal dari China,
India, Bangladesh, dn Indonesia.
Demam tifoid merupakan merupakan penyakit menular dan dapat menyerang
banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.2
Diperkirakan angka kejadian 150/100.000/tahun di Amerika Selatan dan
900/100.000/tahun di Asia. Center for Disease Control (CDC) Indonesia
melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358-810/100.000 populasi pada
tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun, dan angka
mortalitas bervariasi antara 3,1 10,4 % pada pasien rawat inap. Menurut Buku
ajar Infeksi dan Pediatri Tropis tahun 2010, umur penderita yang terkena di
Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara usia 3 19 tahun mencapai 91%
kasus.3
Ada dua sumber penularan Salmonella typhii yaitu pasien dengan demam
tifoid dan yang lebih sering adalah pasien karier (orang yang sembuh dari demam
tifoid dan masih terus mengekskresi S. Typhi dalam tinja dan air kemih selama
lebih dari satu tahun). Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang
tercemar. Di daerah nonendemik penyebaran terjadi melalui tinja.4

Gambar 1. Indonesia termasuk wilayah kasus demam tifoid tertinggi


(Sumber : Coalition Against Typhoid)
6

III.

ETIOLOGI
Demam tifoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih tinggi yaitu Salmonella
paratyphi. Salmonella typhi adalah kuman gram negatif yang mempunyai flagel,
tidak membentuk spora, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif. S.typhi
memiliki antigen somatik O (komponen dinding sel lipopolisakarida), antigen
permukaan Vi, dan antigen flagel H.5

Gambar 2. Salmonella typhi


Salmonella typhi termasuk bakteri yang memproduksi endotoksin. Suhu
optimum yang dibutuhkan S.typhi untuk tumbuh yaitu 37C dengan pH antara 6-8.
Bakteri ini dapat dibunuh dengan pemanasan 60 selama 15-20 menit.,
IV.

pasteurisasi, pendidihan, dan khlorinisasi.


PATOGENESIS
Patogenesis demam tifoid secara garis besar terdiri dari 3 proses, yaitu:
1. Proses invasi kuman S.typhi ke dinding sel epitel usus,
2. Proses kemampuan hidup dalam makrofag
3. Proses berkembang biaknya kuman dalam makrofag.
Akan tetapi tubuh mempunyai beberapa mekanisme pertahanan untuk menahan
dan membunuh kuman patogen ini, yaitu :
1. Mekanisme pertahanan non spesifik di saluran pencernaan, baik secara
kimiawi maupun fisik, dan
2. Mekanisme pertahanan spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan selular.
Penularan kuman S.typhi terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi yang tertelan melalui mulut. Hasil penelitian Levine dkk dalam
Brusch memberikan hasil bahwa lebih dari 50% sukarelawan yang sehat terinfeksi
oleh S.typhi ketika menelan sedikitnya 100.000 organisme.

Sebagian kuman oleh asam lambung dimusnahkan dalam lambung. Kuman


yang dapat melalui lambung selanjutnya masuk ke dalam usus dan selanjutnya
berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik
maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria. Di
lamina propria kuman berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya
dibawa ke plaque peyeri ileum dan selanjutnya ke kelenjar betah bening
mesenterika.6
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat dalam makrofag
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia pertama yang
asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama
hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan
kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk
lagi ke dalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteriemia kedua dengan tandatanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.7
Di dalam hati, kuman masuk dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
diekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu. Sebagian dari kuman
ini dikeluarkan melalui feses dan sebagian lainnya menembus usus lagi. Proses
yang sama kemudian terjadi lagi, tetapi dalam hal ini makrofag telah teraktivasi.
Kuman salmonella di dalam makrofag yang sudah teraktivasi akan merangsang
makrofag menjadi lebih hiperaktif dan melepaskan beberapa mediator (sitokin)
yang kemudian akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti
demam, malaise, dan sakit perut.8
Di dalam plaque peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan, S.typhi di dalam makrofag dapat merangsang reaksi hipersensitivitas tipe
lambat yang dapat menimbulkan hiperplasia dan nekrosis organ. Perdarahan
saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah plaque peyeri yang
mengalami hiperplasia dan nekrosis atau akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus.

Gambar 3. Patogenesis demam tifoid


Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguann neuropsikiatrik, kardiovaskular,
pernafasan, dan gangguan organ lainnya.8
V.

DIAGNOSA
Masa inkubasi demam tifoid adalah 10 -14 hari (mungkin kurang dari 7 hari
atau lebih dari 21 hari).6,11
Gejala dan tanda yang mencolok:
- Panas yang makin tinggi terutama pada malam hari dan menurun pada pagi
hari, bila panas sering disertai delirium, demam dapat bersifat remitten dapat
pula kontinu. Suhu meningkat dan bertahap seperti tangga, mencapai
-

puncaknya pada hari ke 5, dapat mencapai 39 - 40C


Lemah badan,
Nyeri kepala
Gangguan Saluran Pencernaan. Pada penderita sering didapatkan bau mulut
karena demam yang lama. Lidah terlihat kotor dan ditutupi oleh selaput putih.
Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor. Penderita umunya sering
9

mengeluh nyeri perut terutama di regio epigastriumdisertai mual dan muntah.


Pada awal sakit umunya menderita konstipasi. Pada minggu selanjutnya
timbul diare. Beberapa pasien mengalami diare encer yang berwarna hijau
-

kekuningan (pea soup diarrhea).


Gangguan kesadaran. Pada umumnya terdapat gangguan kesadaran ringan.
Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti berkabut. Bila
klinis berat, tidak jarangpenderita sampai pada kondisi somnolen dan koma

atau dengan gejala-gejala psikosis (Organic Brain Syndrome)


Nadi terjadi bradicardi relatif (peningkatan suhu 1C tidak diikuti oleh

peningkatan denyut nadi 8x/menit),


Hepatosplenomegali. Hati dan limpa sering didapatkan membesar. Hati terasa

nyeri tekan dan kenyal.


Rose spot. Biasa ditemukan pada regio abdomen atas. Muncul pada 30%
pasien diakhir minggupertama dan menghilang setelah 2-5 hari.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Pada pemeriksaan darah perifer lengkap dapat ditemukan leukopenia,
dapat pula terjadi leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai indeksi sekunder. Selain itu dapat ditemukan anemia
ringan dan trombositopenia. LED dapat meningkat.
2. Pemeriksaan fungsi hati
SGOT dan SGPT sering meningkat, dan akan kembali normal setelah
sembuh.6
3. Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap S.typhi. pada uji
Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan
antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal
adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan. Uji Widal bertujuan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat
infeksi S.typhi, pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu6
a. Aglutininn O : dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman)
b. Aglutinin H : karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman)
c. Aglutinin Vi : karena rangsangan antigen Vi (berasal dari permukaan
kuman)

10

Dari ketiga aglutinin tersebut, hanya aglutinin H dan O yang digunakan


untuk mendiagnosis demam tifoid.
Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640.
- Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).
- Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada
kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).
- Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+)
pada pasien dengan gejala klinis khas.
Antibodi terhadap Antigen O : setelah 6 sampai 8 hari dari awal penyakit.
Antigen H : 10-12 hari dari awal penyakit.
4. Kultur (Gall culture)
Uji ini merupakan gold standard untuk pemeriksaan demam tifoid/
paratyphoid. Kultur Gall merupakan diagnosis definitif penyakit tifus dengan
isolasi bakteri Salmonella typhi dari spesimen yang berasal dari darah
penderita. Pengambilan spesimen darah sebaiknya dilakukan pada minggu
pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai 8090%, khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi antibiotik. Pada
minggu ke-3 kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% dan minggu ke-4

hanya 10-15%.3, 12
Interpretasi hasil :
Jika hasil (+) maka diagnosis pasti untuk demam tifoid/ paratifoid.
Sebalikanya jika hasil (-), belum tentu bukan demam tifoid/ paratifoid, karena
hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara

VI.

lain:
a. Jumlah darah terlalu sedikit (kurang dari 5mL),
b. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama,
c. Sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan
d. Sudah mendapat vaksinasi
TATALAKSANA
Trilogi penatalaksanaan demam tifoid 3
-

Perawatan :

11

Bed rest total sampai dengan bebas demam 1 minggu tetapi sebaiknya sampai
akhir minggu ke III untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
-

penyembuhan.
Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan demam

tifoid, karena status gizi pasien mempercepat penyembuhan.


Pemberian antimikroba
Antibiotik yang terpilih saat ini untuk terapi demam tifoid adalah golongan
quinolone yang cepat menurunkan demam, penderitanya jarang menjadi
karier, dan efek samping tergolong ringan.13
a. Levofloxacin dengan dosis 500 mg/hari, 1 kali sehari selama 7 hari secara
oral untuk demam tifoid tanpa komplikasi. Untuk demam tifoid dengan
komplikasi, levofloxacin dengan dosis 500 mg/hari, 1 kali sehari secara
intravena selama 3-5 hari dan dilanjutkan secara oral selama 7 hari.
Pemberian levofloxacin dapat menurunkan demam 2-3 hari
b. Ciprofloxacin 500 mg dua kali sehari selama 6 hari menurunkan demam
dalam kurun waktu 3-6 hari.
Konsensus Penatalaksanaan Demam Tifoid 2010, merekomendasikan
penggunaan Levofloxacin, baik untuk kasus ringan maupun berat. Untuk
kasus ringan diberikan levofloxacin 500 mg/hari selama 7 hari. Sedangkan
untuk kasus berat diberikan levofloxacin 500 mg secara intravena selama
3-5 hari dan secara oral selama 7 hari.13
c. Kloramfenikol. Dosis diberikan 4x500mg per hari dapat diberikan secara
oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas
d. Tiamfenikol. Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir
sama dengan Kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi lebih
rendah dibanding Kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4x500 mg,
demam rata-rata turun pada hari ke 5 sampai ke 6.2
e. Ampisislin dan Amoksisilin. Kemampuan menurunkan demam
lebihrendah dibanding kloramfenikol, dosis yang diberikan berkisar antara
50-150 mg/kgBB. Dan digunakan selama 2 minggu
f. Sefalosporin generasi ketiga. Hingga saat ini golongan sefalosporin
generasi ketiga yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriaxon,
dosis berkisar antara 3-4 gram dalam dextrosa 100 cc diberikan selama

VII.

jam per infus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari.


KOMPLIKASI
1. Kompllikasi intestinal : Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik,
pankreatitis14
12

2. Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis


3. Darah : anemia hemolitik,
4. Hepatobilier : hepatitis6
5. Neuropsikiatrik
VIII. PENCEGAHAN
Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskna transmisi tifoid :
1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tiphoid
maupun kasus karier tifoid
2. Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S.typhi akut maupun
karier
3. Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi6
Imunisasi pencegahan tifoid termasuk dalam program pengembangan imunisasi
yang dianjurkan di Indonesia. Indiksai vaksinasi ialah :
1. Hendak mengunjungi daerah endemik demam tifoid
2. Orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid
3. Petugad laboratorium/mikrobiologi kesehatan
Jenis vaksinasi yang tersedia adalah :
1. Vaksin parenteral utuh
Berasal dari sel S. typhi utuh yang sudah mati. Setiap cc vaksin mengandung
sekitar 1 miliar kuman. Dosis untuk anak usia 1-4 tahun adalah 0,1 cc, anak
usia 6-12 tahun 0,25 cc, dan dewasa 0,5 cc. Dosis diberikan 2 kali dengan
interval 4 minggu. Karena efek samping dan tingkat perlindungannya yang
pendek, vaksin jenis ini sudah tidak beredar lagi.
2. Vaksin oral Ty21a
Ini adalah vaksin oral yang mengandung S. typhi strain Ty21a hidup. Vaksin
diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari
selama 1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral Ty21a bisa memberikan
perlindungan selama 5 tahun.
3. Vaksin parenteral polisakarida
Vaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman Salmonella. Vaksin
diberikan secara parenteral dengan dosis tunggal 0,5 cc intramuskular pada
usia mulai 2 tahun dengan dosis ulangan setiap 3 tahun. Jenis vaksin ini
IX.

menjadi pilihan utama karena relatif paling aman.7


PROGNOSIS
Prognosis demam tifoid tergntung dari umur, keadaan umum, derajat
kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella typhi serta cepat dan tepatnya
pengobatan. Angka kematian anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%.

13

BAB III
KESIMPULAN
A. Demam tifoid merupakan suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella enterica, khususnya Salmonella typhi, dapat juga disebabkan
oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C (demam paratifoid).
B. Salmonella typhi adalah kuman gram negatif yang mempunyai flagel, tidak
membentuk spora, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif yang memiliki
antigen somatik O, Vi, dan H
C. Penegakan diagnosis selain dari keluhan pasien dan pemeriksaan fisik perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang seperti uji Widal dan kultur Gall yang akan
menunjukkan adanya infeksi dari Salmonella typhi
D. Penatalaksanaan demam tifoid dapat dilakukan dengan perawatan/bed rest, diet
dan terapi penunjang juga diberikan antimikroba

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Diseases and Conditions Typhoid fever, Available at:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/typhoid-fever/basics/definition/con20028553 (Accessed: 16 Juli 2014).
2. John L Brusch, MD, FACP (2014) Typhoid fever, Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview#a0199 (Accessed: 16 Juli
2014).
3. Crump JA, Luby SP, Mintz ED. The global burden of typhoid fever. Bull World
Health Organ. May 2004;82(5):346-53.
4. Jatin M. Vyas, MD, PhD (2013) Typhoid fever, Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001332.htm (Accessed: 17 Juli
2014).
5. Parry CM. Typhoid fever. N Eng J Med 2002 ; 347(22): 1770-82
6. Widodo, Djoko. Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jilid III.
2006. Jakarta : IPD FKUI
7. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, K. Marcellius S, Setati S. Buku Ajar Penyakit
Dalam. Edisi V. Jakarta: Internal Publishing, 2009. P. 2797-2809
8. John L Brusch, MD, FACP (2014) Typhoid fever, Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview#a0199 (Accessed: 16 Juli
2014).
9. Perkembangan Terkini Terapi Demam Tifoid, Available at:
http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2011/edisi-no-09-vol-xxxvii-2011/363kegiatan/727-perkembangan-terkini-terapi-demam-tifoid (Accessed: 17 Juli 2014).
10. Current Infectious and Tropical Disease Management 2011, Available at:
http://www.kalbemed.com/News/tabid/229/id/1198/Current-Infectious-and-TropicalDisease-Management-2011.aspx (Accessed: 17 Juli 2014).
11. Lifshitz, Edward I. Travel trouble: Typhoid fever--a case presentation and
review.Journal of America College Health. 07448481, Vol. 45, Issue 3

15

12. John L Brusch, MD, FACP (2014) Typhoid fever, Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview#a0199 (Accessed: 16 Juli
2014).
13. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Keriga. 2000. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI

16

Anda mungkin juga menyukai