Anda di halaman 1dari 40

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentukhalusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang
paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak
sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau
yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara
dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam
mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang
atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang
dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan
misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat
ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan
kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan.
Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa Medan ditemukan 85%
pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus
tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi.

B. Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari mata kuliah Keperawatan Jiwa tentang Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Halusinasi, Mahasiswa dapat menjelaskan :
1. Pengertian Halusinasi
2. Etiologi Halusinasi
3. Klasifikasi Halusinasi
2
4. Rentang Respon Halusinasi
5. Psikopatologi Halusinasi
6. Proses terjadinya Halusinasi
7. Manifestasi Klinis Halusinasi
8. Hubungan Schizoprenia dengan Halusinasi
9. Penatalaksanaan Medis
10. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
b. Pohon Masalah Halusinasi
c. Diagnosa Keperawatan
d. Rencana Tindakan Keperawatan
e. Evaluasi

C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode :
1 Studi literatur dari beberapa buku dan internet
2 Diskusi kelompok
3 Konsultasi dengan dosen pembimbing

D. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam penulisan laporan ini adalah bagaimana aplikasi
Asuhan Keperawatan pada klien dengan masalah keperawatan utama kerusakan
interaksi sosial pada pasien dengan Halusinasi.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah:
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari : Latar Belakang, Tujuan Penulisan,
Metode Penulisan, Ruang Lingkup dan Sistematika penulisan.
3

BAB II : Landasan Teoritis, yang terdiri dari :
1. Landasan Teoritis, meliputi : Pengertian, Etiologi, Klasifikasi,
Rentang Respon, Psikopatologi, Proses Terjadinya Halusinasi,
Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Medis
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan, meliputi : Pengkajian,
Pohon Masalah Halusinasi, Diagnosa Keperawatan, Rencana
Tindakan Keperawatan dan Evaluasi
BAB III : Penutup yang memuat Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka


















4
BAB II
LANDASAN TEORITIS
HALUSINASI

A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi
pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang
salah). Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang
suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan atau pengecapan), sedangkan menurut Wilson (1983),
halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada
saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi
pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan.

B. E T I O L O G I
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien
dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia
dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan
gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari
berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan
antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi
sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan
individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik
5
seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada
pembicaraan.
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun
banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial
budaya, dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah
sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
a. Faktor predisposisi
1) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf syaraf pusat
dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah:
hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku
menarik diri.
2) Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons
psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
3) Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya.



6
Ada 4 ( empat) tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan
(Mahnum lailan Nasution,2004)
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I
Memberi rasa nyaman
tingkat ansietas sedang
secara umum, halusinasi
merupakan suatu
kesenangan.

- Mengalami ansietas,
kesepian, rasa bersalah
dan ketakutan.
- Mencoba berfokus pada
pikiran yang dapat
menghilangkan ansietas
- Fikiran dan pengalaman
sensori masih ada dalam
kontol kesadaran,
nonpsikotik.

- Tersenyum, tertawa
sendiri
- Menggerakkan
bibirtanpa suara
- Pergerakkan mata
yangcepat
- Respon verbal
yanglambat
- Diam dan
berkonsentrasi
Tahap II
- Menyalahkan
- Tingkat kecemasan
berat secaraumum
halusinasi menyebabkan
perasaan antipati

- Pengalaman sensori
menakutkan
- Merasa dilecehkan oleh
pengalaman sensori
tersebut
- Mulai merasa kehilangan
kontrol
- Menarik diri dari orang
lain non psikotik

- Terjadi peningkatan
denyut jantung,
pernafasan dan tekanan
darah
- Perhatian dengan
lingkungan berkurang
- Konsentrasi terhadap
pengalaman sensori
kerja
- Kehilangan
Kemampuanmembedak
an halusinasi dengan
realitas
7
Tahap III
- Mengontrol
- Tingkat kecemasan
berat
- Pengalaman halusinasi
tidak dapat ditolak lagi

- Klien menyerah dan
menerima pengalaman
sensori (halusinasi)
- Isi halusinasi menjadi
atraktif
- Kesepian bila
pengalaman sensori
berakhir psikotik


- Perintah halusinasi
ditaati
- Sulit berhubungan
dengan orang lain
- Perhatian terhadap
lingkungan berkurang
hanya beberapa detik
- Tidak mampu
mengikuti perintah dari
perawat, tremor dan
berkeringat
Tahap IV
- Klien sudah dikuasai
oleh halusinasi
- Klien panic

Pengalaman sensori
mungkin menakutkan
jika individu tidak
mengikuti perintah
halusinasi, bisa
berlangsung dalam
beberapa jam atau hari
apabila tidak ada
intervensi terapeutik.

- Perilaku panik
- Resiko tinggi
mencederai
- Agitasi atau kataton
- Tidak mampu berespon
terhadap lingkungan







8
C. KLASIFIKASI HALUSINASI
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran: karakteristik ditandai dengan mendengar suara,
teruatama suara suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan
dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan /
atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
c. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis
dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang kadang
terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.





9
D. RENTANG RESPON HALUSINASI
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan ), klien
dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya
stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus
yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi
yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang
diterima.
Rentang respon halusinasi ( berdasarkan Stuart dan Laria, 2001) :
Respon Adaptif Respon Maladaptif :
>Pikiran logis >Distorsi pikiran >Gangguan pikir
>Persepsi akurat >Ilusi >Halusinasi
>Emosi konsisten dengan pengalaman >Reaksi emosi > atau >Sulit berespon emosi
>Prilaku sesuai >Prilaku aneh/tidak biasa >Prilaku disorganisasi
>Berhubungan sosial >Menarik diri >Isolasi sosial

E. PSIKOPATOLOGI
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi
yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak
sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sendiri
atau yang dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara
dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau
bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.
10
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-
lain.Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak
dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar
tubuh.Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam
sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai
pada keadaan normal atau patologis,maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus
atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan
yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan
rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam
bentuk stimulus eksterna.

F. PROSES TERJADINYA HALUSINASI
Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase
yang terdiri dari:
1. Fase Pertama
Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien
mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal
menyenangkan untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini
bersifat sementara, jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran
dan mengenal pikirannya namun intesitas persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran
11
internal menjadi menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya dapat
berupa bisikan yang jelas. Klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari
orang lain atau tempat lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih
terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya
tersebut memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah, memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia
yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan selamanya.
G. MANIFESTASI KLINIK
Tahap I
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata yang cepat
d. Respon verbal yang lambat
e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Tahap II
a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
12
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Tahap III
a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari
pada menolaknya
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan
untuk mengikuti petunjuk
Tahap IV
a. Prilaku menyerang teror seperti panik
b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri atau katatonik
d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

H. HUBUNGAN SKHIZOPRENIA DENGAN HALUSINASI
Gangguan persepsi yang utama pada skizoprenia adalah halusinasi, sehingga
halusinasi menjadi bagian hidup klien. Biasanya dirangsang oleh kecemasan,
halusinasi menghasilkan tingkah laku yang tertentu, gangguan harga diri, kritis diri,
atau mengingkari rangsangan terhadap kenyataan. halusinasi pendengaran adalah
paling utama pada skizoprenia, suara suara biasanya berasal dari Tuhan, setan,
tiruan atau relatif. halusinasi ini menghasilkan tindakan/perilaku pada klien seperti
yang telah diuraikan tersebut di atas (tingkat halusinasi, karakteristik dan perilaku
yang dapat diamati) (Mahnum lailan Nasution,2004).


13
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat obatan
dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat obatan anti
psikosis.
Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :
Kelas Kimia Nama Generik (Dagang) Dosis Harian
Fenotiazin Asetofenazin (Tindal)
Klorpromazin (Thorazine)
Flufenazine (Prolixine,
Permiti
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin
(Compazine)
Promazin (Sparine)
Tioridazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stelazine)
Trifluopromazin (Vesprin)
60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800mg
2-40 mg
60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan
Tiotiksen (Navane)
75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

14
b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)

J. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN ORIENTASI
REALITA : HALUSINASI
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar untuk
berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus mempunyai kesadaran yang
tinggi agar dapat mengenal, menerima dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga
dapat menggunakan dirinya secara terapeutik dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap klien halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu
memberi penghargaan namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal halusinasi
yang klien alami. Asuhan keperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajian sampai
dengan evaluasi.

1 PENGKAJIAN
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
a. Faktor predisposisi
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai factor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko
yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stress.
1) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.

15
Faktor perkembangan terlambat
a) Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda
b) Tidak ada komunikasi
c) Tidak ada kehangatan
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan
e) Komunikasi tertutup
f) Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang
otoritas dan komplik orang tua
3) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi
4) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Adanya kejadian terhadap fisik,
berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel
korteks dan limbic.
5) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi
16
realitas.Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,
ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran,
gambaran diri negatif dan koping destruktif.
6) Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini yaitu adanya pengaruh herediter
(keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami
schizoprenia dan kembar monozigot.
b. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang
lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama
diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah
sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan
stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
c. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak
nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk
yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi
dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa,
17
penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.


a) ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak
makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau
tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik
yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
b) Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat obatan dan zat
halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
c) Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan
penyalahgunaan obat.
d) Riwayat schizofrenia dalam keluarga
e) Fungsi sistim tubuh
(1) Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
(2) Neurologikal perubahan mood, disorientasi
(3) Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur (Mahnum
lailan Nasution, 2004).
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut. Afek tidak sesuai, perasaan bersalah
18
atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat atau panik,
suka berkelahi.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengontrol semua prilaku klien. Gangguan persepsi,
penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir tidak realistis,
tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping regresi
dan denial serta sedikit bicara.
4) Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu
proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien
selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan
mengatasi stress dan kecemasan.


19
5) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada
individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi,
individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem
kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya
individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat
mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan.
Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan
sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
e. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri.

2 POHON MASALAH HALUSINASI
Resti mencederai orang lain

Perubahan persepsi sensori halusinasi penglihatan Masalah utama

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan harga diri : harga diri rendah


20
3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran.
b. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan isolasi social:
menarik diri.
c. Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah.
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses fikir.
e. Perubahan proses fikir berhubungan dengan harga diri rendah.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat.

4 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DX I : Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
Tujuan Umum : Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya
1) Salam terapeutik
2) Perkenalkan diri
3) Jelaskan tujuan interaksi
4) Buat kontrak yang jelas
5) Menerima klien apa adanya
6) Kontak mata positif
7) Ciptakan lingkungan yang terapeutik
b. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
c. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati.


21
Rasional
a. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara
perawat dan klien
b. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai
perawat
c. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien
Evaluasi
Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara verbal

TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya
Intervensi
a. Adakan kontak secara sering dan singkat
b. Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait dengan
halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri,
terdiam di tengah tengah pembicaraan).
c. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi
perawat.
d. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi
dan frekuensi timbulnya halusinasi.
e. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul.
f. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi.
Rasional
a. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri.
b. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan halusinasi.
c. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien.
d. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya.
e. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan selanjutnya.
f. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi.
22
Evaluasi
a. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-4 kali
pertemuan dengan menceritakan hal hal yang nyata.
b. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya halusinasi setelah 3
kali pertemuan.
c. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi terjadi setelah
2 kali pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya
Intervensi
a. Identifikasi tindakan klien yang positif.
b. Beri pujian atas tindakan klien yang positif.
c. Bersama klien rencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
d. Diskusikan ajarkan cara mengatasi halusinasi.
e. Dorong klien untuk memilih cara yang disukai untuk mengontrol halusinasi.
f. Beri pujian atas pilihan klien yang tepat.
g. Dorong klien untuk melakukan tindakan yang telah dipilih.
h. Diskusikan dengan klien hasil atau upaya yang telah dilakukan.
i. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil dilakukan dan beri solusi jika
ada keluhan klien tentang cara yang dipilih.
Rasional
a. Mengetahui cara cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun
yang negatif.
b. Menghargai respon atau upaya klien.
c. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi.
d. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien.
e. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan
kemampuannya.
23
f. Meningkatkan rasa percaya diri klien.
g. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
h. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan
Evaluasi
a. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat halusinasi
terjadi setelah dua kali pertemuan.
b. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi.

TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya.
Intervensi
a. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
b. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai program
dokter.
c. Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping.
d. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat
Rasional
a. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien tentang efek
obat terhadap halusinasinya.
b. Memastikan klien meminum obat secara teratur.
c. Mengobservasi efektivitas program pengobatan.
d. Memastikan efek obat obatan yang tidak diharapkan terhadap klien.
Evaluasi
Klien meminum obat secara teratur sesuai instruksi dokter.

TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengendalikan halusinasi.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
24
b. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan
keluarga dalam merawat klien.
c. Beri penguatan positif atas upaya yang baik dalam merawat klien.
d. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga tentang : halusinasi, tanda tanda
dan cara merawat halusinasi.
e. Beri pujian atas upaya keluarga yang positif.
Rasional
a. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga.
b. Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya.
c. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
d. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi dan cara
merawat klien.
e. Pujian untuk menghargai keluarga.
Evaluasi
Keluarga dapat menyebutkan cara cara merawat klien halusinasi.

DX 2 : Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan
isolasi social : menarik diri.
Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan
sehingga halusinasi dapat dicegah.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya
1) Menyapa klien dengan ramah
2) Mengingatkan kontrak
3) Terima klien apa adanya
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Sikap terbuka dan empati
25
Rasional
Kejujuran, kesediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan hubungan antara
klien dengan perawat.
Evaluasi
Setelah 2 kali pertemuan klien dapat menerima kehadiran perawat.

TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri.
Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri.
c. Diskusikan bersama klien tentang menarik dirinya.
d. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional
a. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang menarik diri sehingga
perawat dapat merencanakan tindakan yang selanjutnya.
b. Untuk mengetahui alasan klien menarik diri.
c. Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan lingkungan
sosialnya.
Evaluasi
Setelah 1 kali pertemuan klien dapat menyebutkan penyebab atau alasan menarik diri.
TUK 3 : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
a. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
b. Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan
orang lain.
c. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat
berhubungan dengan orang lain.
26
Rasional
a. Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan dengan orang
lain.
b. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi yang telah
diberikan.
c. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi
Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain
a. Mendapat teman
b. Dapat mengungkapkan perasaan
c. Membantu memecahkan masalah

TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi
a. Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain.
b. Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap
antara lain :
1) Klien-perawat
2) Klien-perawat-perawat lain
3) Klien-perawat-perawat lain-klien lain
4) Klien-kelompok kecil (TAK)
5) Klien-keluarga
c. Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan
d. Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien.
Rasional
a. Untuk mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan.
b. Klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam berhubungan
sehingga perlu dilatih secara bertahap dalam berhubungan dengan orang lain.
27
c. Membantu klien dalam mempertahankan hubungan inter personal.
d. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi
Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain, misalnya :
a. Membalas sapaan perawat
b. Kontak mata positif
c. Mau berinteraksi

TUK 5 : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam berhubungan dengan orang
lain.
Intervensi
a. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
b. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan keluarga
c. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti : makan,
ibadah dan rekreasi.
d. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan klien.
e. Bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan dengan klien yaitu
memperlihatkan perhatian dengan kunjungan rumah sakit.
f. Beri klien penguatan misalnya : membawa makanan kesukaan klien.
Rasional
a. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan klien.
b. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien dengan keluarga.
c. Membantu klien dalam meningkatkan hubungan interpersonal dengan
keluarga.
d. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang khusus.
e. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam mengembangkan interaksi
dengan lingkungannya.
28
f. Meningkatkan rasa percaya diri klien kepada keluarga dan merasa
diperhatikan.
Evaluasi
a. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina hubungan dengan keluarga.
b. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit setiap minggu secara bergantian.

DX 3 Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga
diri rendah.
Tujuan Umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah
diri.
TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri.
Intervensi
a. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya.
b. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien.
c. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua
memilikikelebihan dan kekurangan.
d. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan kelebihan yang
dimiliki klien.
e. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki klien.
f. Beritahukan bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki.
Rasional
a. Mengidentifikasikan hal hal positif yang masih dimiliki klien.
b. Mengingatkan klien bahwa ia manusia biasa yang mempunyai kekurangan.
c. Menghadirkan realita pada klien.
d. Memberikan harapan pada klien.
e. Memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi.
f. Agar klien tidak merasa putus asa.

29
Evaluasi
a. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 kali
pertemuan.
b. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi
halangan untuk mencapai keberhasilan.

TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya.
Intervensi
a. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di RS, rencana
klien setelah pulang dan apa cita cita yang ingin dicapai.
b. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang
dimilikinya.
c. Beri kesempatan klien untuk berhasil.
d. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
Rasional
a. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dari harapan klien.
b. Membantu klien membentuk harapan yang realistis.
c. Meningkatkan percaya diri klien.
d. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif.
Evaluasi
Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya
setelah 1 kali pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi
a. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau yang berhasil dicapainya.
b. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut.
c. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab sebab kegagalan.
30
d. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara
mengatasinya.
e. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran
untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional
a. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
b. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri.
c. Mengetahui apakah kegagalan tersebut mempengaruhi klien.
d. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien.
e. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan
akhir dari suatu usaha.
Evaluasi
a. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 kali
pertemuan.
b. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali
pertemuan.

TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi
a. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya.
b. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
c. Bantu klien memilih priotitas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
d. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
e. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai klien.
f. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
g. Beri reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok.
Rasional
a. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
31
b. Mempertahankan klien untuk tetap realistis.
c. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
d. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
e. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
f. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan
kemampuannya.
g. Meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi
a. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali pertemuan.
b. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali
pertemuan.

TUK 5 : Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya.
Intervensi
a. Diskusikan dengan keluarga tanda tanda harga diri rendah.
b. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai klien tidak
mengejek, tidak menjauhi.
c. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil pada klien.
d. Anjurkan pada keluarga untuk menerima klien apa adanya.
e. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan keluarga.
Rasional
a. Mengantisipasi masalah yang timbul.
b. Menyiapkan support sistem yang akurat.
c. Memberikan kesempatan pada klien untuk sukses.
d. Membantu meningkatkan harga diri klien.
e. Meningkatkan interaksi klien dengan anggota keluarga.
Evaluasi
a. Keluarga dapat menyebutkan tanda tanda harga diri rendah.
32
1) Mengatakan diri tidak berharga
2) Tidak berguna dan tidak mampu
3) Pesimis dan menarik diri dari realita
b. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien secara tepat setelah 2 kali
pertemuan.

DX 4 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir.
Tujuan Umum : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
TUK 1 : Klien dapat mengenal akan wahamnya.
Intervensi
a. Adakan kontrak sering dan singkat.
1) Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
2) Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
b. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien.
Rasional
Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya
dan akhirnya mendorong klien untuk mendiskusikannya. Untuk memudahkan rasa
percaya dan kemampuan untuk mengerti akan tindakan dan komunikasi pasien
membantah atau menyangkal tidak akan bermanfaat apa apa.
Evaluasi
Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan dari perawat
dalam 4 x pertemuan.
TUK 2 : Klien dapat mengendalikan wahamnya.
Intervensi
a. Bantu klien untuk mengungkapkan anansietas, takut atau tidak aman.
b. Focus dan kuatkan pada orang orang yang nyata, ingatan tentang pikiran
irasional. Bicarakan kejadian kejadian dan orang orang yang nyata.
33
c. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada orang lain,
belajar akan kenyataan, bicara dengan orang lain, yakin akan dirinya bahwa
tidak ada yang akan mengerti perasaannya bila tidak cerita dengan orang lain.
Rasional
a. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak terancam
akan mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin
sudah terpendam.
b. Diskusikan yang berfokus pada ide ide yang salah tidak akan mencapai
tujuan dan mungkin buat psikosisnya lebih buruk jika pasien dapat belajar
untuk menghentikan ansietas yang meningkat, pikiran waham dapat dicegah.
Evaluasi
Klien dapat mengendalikan wahamnya dengan bantuan perawat dengan
menggunakan cara yang efektif dalam 4 x pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi
a. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang berhasil
dicapainya.
b. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan.
c. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab sebab kegagalan
d. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasi
e. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran
untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional
a. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
b. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri
c. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien
34
d. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan
akhir dari suatu usaha.
Evaluasi
a. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 x
pertemuan.
b. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 x
pertemuan.

TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi
a. Bantu klien memuaskan tujuan yang ingin dicapainya.
b. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
c. Bantu klien untuk memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
d. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
e. Tunjukkan keterampilan yang telah dicapai klien.
f. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
Rasional
a. Agar klien dapat tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
b. Mempertahankan klien agar tetap realistis.
c. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
d. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
e. Memberi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
f. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan
kemampuannya.

DX 5 : Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
Tujuan Umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah
diri.
35
TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri
Intervensi
a. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya
b. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
c. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki
kelebihan dan kekurangan.
d. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang
dimiliki.
e. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki
Rasional
a. Mengidentifikasi hal hal positif yang masih dimiliki klien
b. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai kekurangan
c. Menghadirkan harapan pada klien
d. Agar klien tidak merasa putus asa
Evaluasi
a. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 x
pertemuan
b. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi
halangan untuk mencapai keberhasilan


TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya
Intervensi
a. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa rencana selama di RS, rencana
klien setelah pulang dan apa cita cita yang ingin dicapai
b. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang
dimilikinya
c. Beri kesempatan pada klien untuk berhasil
36
d. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
Rasional
a. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan pasien.
b. Membantu klien untuk membentuk harapan yang realistis
c. Meningkatkan rasa percaya diri klien
d. Memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif
Evaluasi
Klien dapat menyebutkan cita cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya
setelah 1 x pertemuan.

DX 6 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
Tujuan Umum : Klien dapat melakukan perawatan diri
TUK 1 : Klien mengetahui keuntungan melakukan perawatan diri
Intervensi
a. Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri
b. Dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dalam melakukan
perawatan diri
c. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan keuntungan
melakukan perawatan diri
Rasional
a. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri
b. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yang telah
diberikan
c. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati pasien
Evaluasi
Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan diri seperti
memelihara kesehatan dan memberi rasa nyaman dan segar.

37


TUK 2 : Klien mengetahui kerugian jika tidak melakukan perawatan diri
Intervensi
a. Diskusikan tentang kerugian tidak melakukan perawatan diri
b. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan kerugian tidak
melakukan perawatan diri.
Rasional
a. Untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan klien tentang perlunya
perawatan diri.
b. Reinforcement positif untuk menyenangkan hati klien.
Evaluasi
Klien dapat menyebutkan kerugian dari tidak melakukan perawatan diri seperti
terkena penyakit, sulit mendapat teman.

TUK 3 : Klien berminat melakukan perawatan diri
Intervensi
a. Dorong dan bantu klien dalam melakukan perawatan diri
b. Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri
Rasional
a. Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri
b. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan meningkatkan
minat klien untuk melakukan perawatan diri.
Evaluasi
Klien melakukan perawatan diri seperti : mandi memakai sabun 2 x sehari,
menggosok gigi dan mencuci rambut, memotong kuku.


38
BAB III
P E N U T U P

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan
secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang dapat
menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang
diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan
halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem
pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu
perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam
memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam memberi
perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa
peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan
klien.

B. SARAN
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mengikuti
langkah-langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis
dan tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal
2. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan
pendekatan secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan
39
saling percaya antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan
3. Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit,
sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat
membantu perawat bekerja sama dalam pemberian asuhan keperawatan bagi
klien






















40
DAFTAR PUSTAKA


Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1987
Maramis, W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga Universitas Press, Surabaya, 1990
Residen Bagian Psikiatri UCLA, Buku Saku Psikiatri, EGC, 1997
Stuart & Sunden, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, EGC, Jakarta, 1998
http://susternada.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan.html
http://lensaprofesi.blogspot.com/2008_11_01_archive.html
http://gudangaskep.wordpress.com/2009/01/18/asuhan-keperawatan-halusinasi/
http://jovandc.multiply.com/journal/item/35/HALUSINASI
http://antoencatur.blogspot.com/2009/02/halusinasi.html

Anda mungkin juga menyukai