Anda di halaman 1dari 13

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

DEMENTIA ALZHEIMER
Patogenesis
Terdapat beberapa mekanisme bagaiman terjadinya dementia Alzheimer. Antara lain adalah :
a. Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen
autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita alzheimer
mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol
normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early onset
terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal long arm, sedangkan pada familial
late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down
syndrom memempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat
neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan marker kolinergik pada jaringan
otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer.
Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah
monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan
dalam penyakit alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya
ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor
lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.
b. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang
dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi
virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan
remisi.Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease , diduga berhubungan dengan
penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain, manifestasi
klinik yang sama, tidak adanya respon imun yang spesifik, adanya plak amyloid pada susunan
saraf pusat, timbulnya gejala mioklonus, adanya gambaran spongioform.
c. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa
penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc.
Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan
neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat
dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal
primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan
ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada
dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy
D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan
kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
d. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan
kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin
alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna
dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan
penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkanpada wanita muda karena peranan faktor
immunitas.
e. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma kepala.
Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya
ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
f. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai peranan yang
sangat penting seperti asetilkolin, noradrenalin, dopamin, serotonin, MAO (Monoamine
Oksidase).

Patofisiologi
Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik, neurofibrillary
tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan hirano bodies. Plak neuritik
mengandung beta amyloid ekstraselular yang dikelilingi neuritis distrofik,sementara plak difus
(atau non neuritik) adalah istilah yang kadang digunakan untuk deposisi amyloid tanpa
abnormalitas neuron. Deteksi adanya Apo E di dalam plak b-amyloid dan studi mengenai ikatan
high-avidity antara Apo E dengan b-amyloid menunjukkan bukti hubungan antara
amyloidogenesis dan Apo E. plak neuritik juga mengandung protein komplemen,mikroglia, yang
teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein fase akut, sehingga komponen inflamasi juga diduga
terlibat pada pathogenesis penyakit Alzheimer. Gen yang mengkode the amyloid precursor
protein (APP) terletak pada kromosom 21, menunjukkan hubungan hubungan potensial patologi
penyakit Alzheimer dengan sindrom down (trisomi-21), yang diderita oleh semua pasien
penyakit Alzheimer yang muncul pada usia 40 tahun.
Pada gambar 1 dapat dilihat bagaimana pembentukan amyloid merupakan pencetus berbagai
proses sekunder yang terlibat pada patogenesis penyakit Alzheimer (hipotesis kaskade amyloid).
Berbagai mekanisme yang terlibat pada patogenesis tersebut bila dapat dimodifikasi dengan obat
yang tepat diharapkan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit Alzheimer.


Adanya dan jumlah plak senilis adalah satu gambaran patologis utama yang penting
untuk diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya jumlah plak meningkat seiring usia, dan plak
ini juga muncul dijaringan otak orang usia lanjut yang tidak demensia. Juga dilaporkan bahwa
satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak demensia mempunyai deposisi amyloid
yangcukup di korteks serebri untuk memenuhi criteria diagnosis penyakit Alzheimer, namun
apakah ini mencerminkan fase preklinik dan penyakit masih belum diketahui. Neurofibrillary
tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung tau yang terhiperfosforilasi pada
pasangan filament helix. Individu usia lanjut yang normal juga diketahui mempunyai
neurofibrillary tangles dibeberapa lapisan hipokampus dan korteks entorhinal, tapi struktur ini
jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa demensia. Neurofibrillary tangles ini
tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga timbul pada penyakit lain, seperti subacute
sclerosing panencephalitis (SSPE), demensia pugilistika (boxers demensia), dan the
parkinsonian dementia complex of guam.


DEMENTIA VASKULER
Patogenesis
Demensia vaskular, atau gangguan kognitif vaskular, adalah hasil akhir dari kerusakan otak yang
disebabkan oleh penyakit serebrovaskular. Adanya infark multiple, infark lakunar, infark tunggal
di daerah tertentu pada otak, sindrom Binswanger, angiopati amiloid serebral, hipoperfusi,
perdarahan, dan berbagai mekanisme lain menjadi patogenesis timbulnya demensia vaskular.

1. Infark Multiple
Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan bilateral. Terdapat riwayat
satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal seperti hemiparesis/hemiplegi,
afasia,hemianopsia. Pseudobulbar palsy sering disertai disartria, gangguan berjalan (small step
gait),forced laughing/crying, refleks Babinski dan inkontinensia. Computed tomography imaging
(CT scan) otak menunjukkan hipodensitas bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang
disertai dilatasi ventrikel.

2. Infark Lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15mm, disebabkan kelainan pada small penetrating
arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari hipertensi. Pada seper
tiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik.Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi
gangguan sensorik, transient ischaemic attack hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar
bertambah maka akan timbul sindrom demensia,sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat
yang berat terjadi lacunar state. CT scan otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan ukuran
kecil, dapat juga tidak tampak pada CT scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di
daerah batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan penunjang
yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lakunar terutamadi daerah batang otak (pons).

3. Infark Tunggal di Daerah Strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada daerah kortikal atau
subkortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus angularis menimbulkan gejala afasia
sensorik,aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan gangguan konstruksi. Infark
daerah distribusi arteri serebri posterior menimbulkan gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi
visual,gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi arteri serebri anterior
menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan
kognitif dan tingkah laku yang disebabkan gangguan persepsispasial. Infark pada daerah
distribusi arteri paramedian thalamus menghasilkan thalamic dementia.

4. Sindrom Binswanger
Sindrom Binswanger menunjukkan demensia progresif dengan riwayat stroke, hipertensi dan
kadang-kadang diabetes melitus. Sering disertai gejala pseudobulbar palsy,kelainan piramidal,
gangguan berjalan (gait) dan inkontinensia. Terdapat atrofi white matter,pembesaran ventrikel
dengan korteks serebral yang normal. Faktor risikonya adalah small artery diseases (hipertensi,
angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran darah di otak pada usia lanjut,hipoperfusi
periventrikel karena kegagalan jantung,aritmia dan hipotensi.

5. Angiopati Amiloid Serebral
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia arteriola serebral.Insidensinya
meningkat dengan bertambahnya usia.Kadang-kadang terjadi demensia dengan onset mendadak.

6. Hipoperfusi
Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung, hipotensi
berat,hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan autoregulasi arteri serebral,
kegagalan fungsi pernafasan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan lesi vaskular di otak yang
multiple terutama di daerah white matter.

7. Perdarahan
Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma subdural kronik, gejala sisa dari
perdarahan sub arachnoid dan hematoma serebral.Hematoma multipel berhubungan dengan
angiopati amiloid serebral idiopatik atau herediter.

8. Mekanisme Lain
Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk kelainan pembuluh darah inflamasi
atau non inflamasi (poliartritis nodosa,limfomatoid granulomatosis, giant-cell arteritis, dan
sebagainya).
Patofisiologi
Pada demensia vaskular, penyakit vaskular menghasilkan efek fokal atau difus pada otak dan
menyebabkan penurunan kognitif. Penyakit serebrovaskular fokal terjadi sekunder dari oklusi
vaskular emboli atau trombotik. Area otak yang berhubungan dengan penurunan kognitif adalah
substansia alba dari hemisfera serebral dan nuklei kaudata, terutama striatum dan
thalamus.Mekanisme demensia vaskular yang paling banyak adalah infark kortikal multipel,
infark single strategi dan penyakit pembuluh darah kecil. Pada demensia vaskular patologi yang
dominan adalah adanya infark multipel dan abnormalitas substansia alba (White matter). Infark
jaringan otak yang terjadi pasca stroke dapat menyebabkan demensia bergantung pada volume
total korteks yang rusak dan bagian (hemisfer) mana yang terkena. Umumnya demensia muncul
pada stroke yang mengenai beberapa bagian otak (multi-infarct dementia) atau hemisfer kiri
otak. Sementara abnormalitas substansia alba (diffuse white matter disease) atau leukoraiosis
atau penyakit Binswanger) biasanya terjadi berhubungan dengan infark lakunar. Abnormalitas
substansia alba ini dapat ditemukan pada pemeriksaan MRI pada daerah subkorteks bilateral,
berupa gambaran hiperdens abnormal yang umumnya tampak dibeberapa tempat. Abnormalitas
substansia alba ini juga dapat timbul pada suatu kelaianan genetic yang dikenal sebagai cerebral
autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy (
CADASIL), yang secara klinis terjadi demensiayang progresif yang muncul pada decade kelima
sampai ketujuh kehidupan pada beberapa anggota keluarga yang mempunyai riwayat migren dan
stroke berulang tanpa hipertensi.
Demensia multi-infark merupakan kombinasi efek dari infark yang berbeda yang menghasilkan
penurunan kognitif dengan menggangu jaringan neural.
Demensia infark single merupakan lesi yang terjadi pada area otak yang berbeda menyebabkan
gangguan kognitif yang signifikan. Ini dapat diperhatikan pada kasus infark arteri serebral
anterior, lobus parietal, thalamus dan satu girus
Penyakit pembuluh darah kecil menyebabkan dua sindrom major, penyakit Binswanger dan
status lakunar. Penyakit pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan dinding arteri,
pengembangan ruangan Virchow-Robin dan gliosis parenkim perivaskular. Penyakit lakunar
disebabkan oleh oklusi pembuluh darah kecil dan menghasilkan lesi kavitas kecil di otak akibat
dari oklusi cabang arteri penetrasi yang kecil. Lakunae ini ditemukan lebih sering di kapsula
interna, nuklei abu-abu dalam, dan substansia alba.
Status lakunar adalah kondisi dengan lakunae yang banyak, mengindikasikan adanya penyakit
pembuluh darah kecil yang berat dan menyebar.
Penyakit Binswanger (juga dikenal sebagai leukoencephalopati subkortikal) disebabkan oleh
penyakit substansia alba difus. Pada penyakit ini, perubahan vaskular yang terjadi adalah
fibrohialinosis dari arteri kecil dan nekrosis fibrinoid dari pembuluh darah otak yang lebih besar.
GEJALA KLINIK
Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks, termasuk gangguan
memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan kognitif berikut ini: afasia, apraksia,
agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi eksekutif. Defisit kognitif harus sedemikian rupa
sehingga mengganggu fungsi sosial atau okupasional (pergi ke sekolah, bekerja, berbelanja,
berpakaian, mandi, mengurus uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus
menggambarkan menurunnya fungsi luhur sebelumnya.

Gangguan memori
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru, atau lupa akan
hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian penderita demensia
mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita seringkali kehilangan dompet dan
kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan masakan di kompor yang menyala, dan merasa
asing terhadap tetangganya. Pada demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian
berat sehingga penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan
bahkan terhadap namanya sendiri.

Gangguan orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu.
Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit demensia. Sebagai
contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah
pergi ke kamar mandi. Tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak
menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.

Afasia
Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita afasia
berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata yang panjang,
dan menggunakan istilah-istilah yang tak menentu misalnya anu, itu, apa itu. Bahasa lisan
dan tertulis dapat pula terganggu. Pada tahap lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau
mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang dia dengar)
atau palilalia yang berarti mengulang suara atau kata terus-menerus.
Apraksia
Adalah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan motorik,
fungsi sensorik dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat mengalami kesulitan
dalam menggunakan benda tertentu (menyisir rambut) atau melakukan gerakan yang telah
dikenali (melambaikan tangan). Apraksia dapat mengganggu keterampilan memasak,
mengenakan pakaian, menggambar.

Agnosia
Adalah ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun fungsi
sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi, pena, meskipun visusnya
baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota keluarganya dan bahkan dirinya sendiri
yang tampak pada cermin. Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu
mengenali benda yang diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang
logam.

Gangguan fungsi eksekutif
Yaitu merupakan gejala yang sering dijumpai pada demensia. Gangguan ini mempunyai
kaitan dengan gangguan di lobus frontalis atau jaras-jaras subkortikal yang berhubungan dengan
lobus frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan kemampuan berpikir abstrak, merencanakan,
mengambil inisiatif, membuat urutan, memantau, dan menghentikan kegiatan yang kompleks.
Gangguan dalam berpikir abstrak dapat muncul sebagai kesulitan dalam menguasai tugas/ide
baru serta menghindari situasi yang memerlukan pengolahan informasi baru atau kompleks.

Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling mengganggu
bagi keluarga pasien yang terkena. Sifat kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat selama
perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga mungkin menjadi introvert dan
tampaknya kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien
demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap bermusuhan terhadap anggota
keluarga dan pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan
mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak.
Gangguan Lain
Psikiatri. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan adalah
gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50 persen pasien demensia, walaupun sindroma gangguan
depresif yang sepenuhnya mungkin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 persen pasien demensia.
Pasien dengan demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi
yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.
Neurologis. Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia adalah sering,
dan keberadaannya dimasukkan sebagai kriteria diagnostik potensial dalam DSM-IV. Tanda
neurologis lain yang dapat berhubungan dengan demensia adalah kejang, yang terlihat pada kira-
kira 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer dan 20 persen pasien dengan demensia
vaskular, dan presentasi neurologis yang atipikal, seperti sindroma lobus parietalis nondominan.
Refleks primitif-seperti refleks menggenggam, moncong, mengisap, kaki-tonik, dan
palmomental-mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis, dan jerks mioklonik ditemukan
pada lima sampai sepuluh persen pasien.
Pasien dengan demensia vaskular mungkin mempunyai gejala neurologis tambahan-
seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal, dan gangguan tidur-
mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Palsi serebrobulbar, disartria, dan
disfagia juga lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan demensia lain.
Reaksi katastropik. Pasien demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan untuk
menerapkan apa yang disebut oleh Kurt Goldstein sebagai perilaku abstrak. Pasien mempunyai
kesulitan dalam generalisasi dari suatu contoh tunggal, dalam membentuk konsep, dan dalam
mengambil perbedaan dan persamaan di antara konsep-konsep. Selanjutnya, kemampuan untuk
memecahkan masalah, untuk memberikan alasan secara logis, dan untuk membuat pertimbangan
yang sehat adalah terganggu. Goldstein juga menggambarkan suatu reaksi katastropik, yang
ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit intelektualnya di bawah
keadaan yang menegangkan. Pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi defek tersebut
dengan menggunakan strategi untuk menghindari terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual,
seperti mengubah subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan cara lain.
Tidak adanya pertimbangan atau control impuls yang buruk sering ditemukan, khususnya pada
demensia yang terutama mempengaruhi lobus frontalis. Contoh dari gangguan tersebut adalah
bahasa yang kasar, humor yang tidak sesuai, pengabaian penampilan dan higiene pribadi, dan
mengabaikan aturan konvensional tingkah laku sosial.

DEMENTIA ALZHEIMER
Alzheimer's Disease and Related Disorders Association (2001), membuat 10 gejala
penyakit Alzheimer Demensia yang sering muncul. Gejala-gejala tersebut adalah sebagai
berikut:
- Hilang ingatan
Pada awalnya penderita akan mengalami penurunan fungsi kognitif yang dimulai dengan
sulit mengingat informasi baru dan mudah melupakan informasi yang baru saja didapat.
Semakin lama individu menderita Alzheimer, penurunan fungsi kognitif ini akan semakin
parah. Pada gejala ini biasanya juga disertai dengan gejala agnosia, yaitu: kesulitan
mengenali orang-orang yang disayanginya, seperti keluarga dan teman.
- Apraxia
Hal ini ditandai dengan penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita sering
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat mereka ketahui,
contohnya mereka tidak mengetahui langkah-langkah untuk menyiapkan makanan,
berpakaian, atau menggunakan perabot rumah tangga.
- Gangguan bahasa
Pada awalnya penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam
mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan dan/ atau
tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita menggunakan kalimat
dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa digunakan. Contohnya: jika penerita sulit
menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya "sesuatu untuk mulut saya".
- Disfungsi visuo-spatial yang ditandai dengan disorientasi waktu dan tempat. Penderita
dapat tersesat di jalan dekat rumahnya sendiri, lupa di mana ia berada, bagaimana ia
sampai ke tempat tersebut, dan tidak tahu bagaimana caranya kembali ke rumah.
- Disfungsi eksekutif
Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan, ditandai dengan:
sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan dan penilaian. Misalnya
penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan cuaca, memakai beberapa kaos di
hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat minim ketika cuaca dingin.
- Bermasalah dengan pemikiran abstrak
Menyeimbangkan buku cek dapat menjadi begitu sulit ketika tugas tersebut lebih rumit
dari biasanya. Namun demikian, pada penderita, mereka akan benar-benar lupa berapa
jumlah atau angkanya, dan apa yang harus mereka lakukan terhadap angka-angka
tersebut.
- Salah menempatkan segala sesuatu
Penderita akan meletakkan segala sesuatu pada tempat yang tidak sewajarnya, contoh:
meletakkan gosokan di dalam freezer atau meletakkan jam tangan di dalam mangkuk
gula.
- Perubahan mood atau tingkah laku
Setiap orang dapat menjadi sedih atau mood dari waktu ke waktu, tetapi penderita
menampilkan mood yang berubah-ubah dari tenang menjadi ketakutan kemudian menjadi
marah secara tiba-tiba tanpa ada alasan yang jelas.
- Perubahan kepribadian
Merupakan bentuk lanjutan dari perubahan moody, ditandai dengan gejala psikitrik dan
perilaku. Penderita dapat sangat berubah, menjadi benar-benar kacau, penuh kecurigaan,
cemas, ketakutan atau menjadi bergantung pada anggota keluarga. Menurut Ethical
Digest, untuk gejala psikitrik, sekitar 50% penderita mengalami depresi. Selain itu
penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan terkadang juga mengalami
halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan untuk gangguan perilaku, meliputi
agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang berlebihan dan tidak selaras), wandering
(mondar-mandir, mencari-cari/ membututi caregiver ke mana pun mereka pergi, berjalan
mengelilingi rumah, keluyuran), dan gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku
yang melanggar norma-norma sosial, yang disebabkan oleh hilangnya fungsi
pengendalian diri individu).
- Kehilangan inisiatif/ apatis
Penderita jadi pasif, duduk di depan televisi selama berjam-jam, tidur lebih dari biasanya
atau tidak ingin melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.

Selain 10 gejala tersebut, juga terdapat penanda neuropatologis demensia Alzheimer,
yaitu neurotic plaque dan neurofibrillary tangles. Neurotic plaque pada penderita memiliki 2
jenis plaque amyloid, yaitu diffuse plaques dan plaque burn-out. Sedangkan neurofibrillary
tangles adalah kumpulan filamen abnormal dalam sel syaraf di otak, dimana filamen ini
terhubung dengan protein tau dan merupakan tanda tipikal dari penyakit Alzheimer. Gangguan
patologis lainnya yang umum terlihat pada otak penderita adalah neuropil threads,
granulovascuolar degeneration, dan amyloid angiopathy (ETHICAL DIGEST: Alzheimer, Edisi
45 tahun V, November 2007).
Berdasarkan National Alzheimer's Association (2003), gejala-gejala Alzheimer di atas dapat
dibagi menjadi 3 tahap, sesuai dengan tingkat keparahannya, yaitu:
- Gejala ringan, umum terdapat pada penderita early onset, yaitu: sering bingung dan
melupakan informasi yang baru dipelajari, disorientasi (tersesat di daerah yang
dikenalnya dengan baik), bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin, mengalami
perubahan dalam kepribadian dan penilaian.
- Gejala menengah, yaitu: kesulitan dalam mengerjakan aktivitas hidup sehari-hari (makan,
mandi), cemas, curiga, agitasi, mengalami gangguan tidur, keluyuran, agnosia.
- Gejala akut, umum pada penderita late onset, yaitu: kehilangan kemampuan berbicara,
hilangnya nafsu makan, menurunnya berat badan, tidak mampu mengontrol otot
spinchtes, sangat tergantung pada caregiver atau pengasuh.

DEMENTIA VASKULER
Tanda dan gejala kognitif pada demensia vaskular selalunya subkortikal, bervariasi dan
biasanya menggambarkan peningkatan kesukaran dalam menjalankan aktivitas harian seperti
makan, berpakaian, berbelanja dan sebagainya. Hampir semua kasus demensia vaskular
menunjukkan tanda dan simptom motorik.
Tanda dan gejala fisik:
- Kehilangan memori, pelupa
- Lambat berfikir (bradifrenia)
- Pusing
- Kelemahan fokal atau diskoordinasi satu atau lebih ekstremitas
- Inersia
- Langkah abnormal
- Konsentrasi berkurang
- Perubahan visuospasial
- Penurunan tilikan
- Defisit pada fungsi eksekutif seperti kebolehan untuk inisiasi, merencana
danmengorganisasi
- Sering atau Inkontinensia urin dan alvi. Inkontinensia urin terjadi akibat kandung kencing
yang hiperrefleksi
Tanda dan gejala perilaku :
- Perbicaraan tidak jelas
- Gangguan bahasa
- Depresi
- Berhalusinasi
- Tidak familiar dengan persekitaran
- Berjalan tanpa arah yang jelas
- Menangis dan ketawa yang tidak sesuai. Disfungsi serebral bilateral menyebabkan
inkontinensi emosional (juga dikenal sebagai afek pseudobulbar)
- Sukar menurut perintah
- Bermasalah dalam menguruskan uang

Anda mungkin juga menyukai