Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan masalah endokrin yang paling sering dihadapi ahli
anestesi dalam melakukan pekerjaannya. Sebanyak 5% orang dewasa di Barat mengidap
diabetes mellitus, lebih dari 50% penderita diabetes mellitus suatu saat mengalami tindakan
pembedahan dalam hidupnya dan 75% merupakan usia lanjut di atas 50 tahun. Sedangkan di
Indonesia angka prealensi penderita diabetes mellitus adalah !,5% dan diperkirakan "5%
penderita diabetes mellitus akan mengalami pembiusan dan pembedahan. #arena $aktor
penyulit inilah mereka lebih banyak memerlukan pembedahan dari pada orang lain.
!
%enyebab tingginya morbiditas dan mortalitas pada diabetes mellitus adalah karena
penyulit kronis, hal tersebut terjadi karena hiperglikemia yang tak terkontrol dalam jangka
waktu lama, berupa mikro dan makroangiopati. %enyulit kronis tersebut berhubungan dengan
dis$ungsi organ seperti penyakit arteri koroner, penyakit pembuluh darah otak, hipertensi,
insu$isiensi ginjal, neuropati autonomik diabetik, gangguan persendian jaringan kolagen
&keterbatasan ekstensi leher, penyembuhan luka yang buruk', gastroparesis, dan produksi
granulosit yang inadekuat. (leh karena itu perhatian utama ahli anestesi harus tertuju pada
ealuasi preoperati$ dan penanganan penyakit)penyakit tersebut untuk menjamin kondisi
preoperati$ yang optimal.
!
*da tiga komplikasi akut D+ yang mengan,am jiwa, yaitu ketoasidosis diabetik,
koma non ketotik hiperosmolar dan hipoglikomia. %enurunan akli$itas insulin meningkatkan
katabolisme asam lemak bebas menghasilkan benda keton &asetoasetat dan - hidroksibutirat'.
!
*kumulasi asam)asam organik berakibat timbulnya asidosis metabolik anion)gab
yang disebut kotoasidosis diabetik. #otoasidosis diabelik dapat diketahui dengan asidosis
laktat. Dimana asidosis laktat pada plasma terjadi peningkatan laktat &./ mmol01' dan tidak
terdapat aseton dalam urine dan plasma. #etoasidosis alkoholik dapat dibedakan dengan
ketoasidosis diabetik dari adanya riwayat baru saja mongkonsumsi alkohol dalam jumlah
yang banyak &pesta minum' yang terjadi pada pasien non diabetik dengan kadar glukosa
rendah atau sedikit meningkat.
!
1
+ani$estasi klinik dari ketoasidosis adalah dyspnue &uji kompensasi untuk asidosis
metabolik', nyeri perut yang menyerupai kolik abdomen, mual dan muntah, dan perubahan
sensoris. %enalalaksanaan kotoasidosis diabetik tergantung pada koreksi hiperglikemia &yang
mana jarang melebihi 500 mg0dl', penurunan kalium total tubuh, dan dehidrasi diin$us
dengan insulin, natrium dan ,airan isotonis.
!
%ertentangan akan terjadi antara kebutuhan biaya untuk mengurangi lama rawat inap
dan penanganan perioperati$ pasien diabetes mellitus yang tergantung pada periode stabilisasi
preoperati$. #ontrol gula darah yang lebih baik pada penderita yang akan mengalami
pembedahan mayor menunjukkan perbaikan morbiditas dan mortalitas perioperati$.
%en,egahan hipoglikemia dan hiperglikemia tidak sesuai lagi untuk perkembangan
pengetahuan saat ini. Sementara terdapat sedikit perbedaan pendapat tentang penanganan
pasien yang akan mengalami tindakan mayor, untuk bedah minor sendiri masih terdapat
banyak dilema. Dalam keadaan bagaimana kasus anestesi dan bedah sehari dapat dikerjakan2
*pakah waktu masuk pada saat hari pembedahan menambah risiko pada pasien2 3ika ada,
pemeriksaan apa yang dibutuhkan untuk menilai sistem kardioaskuler penderita
asimptomatis yang akan dilakukan pembedahan mayor. %atut disayangkan, hanya terdapat
sedikit data yang memberikan jawaban untuk pertanyaan)pertanyaan itu. %emahaman
pato$isiologi dan kepentingan dari penelitian terbaru akan memperbaiki perawatan
perioperati$ pasien yang akan mengalami pembedahan.
!
Dalam tinjauan kepustakaan ini akan dibahas tentang pato$isiologi diabetes mellitus
serta penatalaksanaan persiapan operasi.
1.2 Tujuan Umum
+engetahui tentang pato$isiologi diabetes mellitus serta penatalaksanaan persiapan
operasi pasien emergen,y pada diabetes mellitus.
1.3 Tujuan Khusus
4ntuk memenuhi tugas dokter muda dalam pemenuhan kredit kepanitraan klinik.
2
1.4 Batasan asalah
!. *pa yang dimaksud dengan diabetes mellitus 2
". Bagaimana pato$isiologi diabetes mellitus 2
5. Bagaimana persiapan operasi pasien emergen,y pada diabetes mellitus 2
BAB II
TIN!AUAN PU"TAKA
2.1 De#$n$s$ D$a%etes ell$tus
Diabetes +elitus &D+' adalah sindrom yang ditandai dengan gangguan metabolisme
dan peningkatan gula darah se,ara tidak normal disebabkan oleh leel yang rendah dari
hormon insulin atau resistensi abnormal terhadap insulin sementara kompensasi peningkatan
sekresinya tidak adekuat. 6iri khas gejalanya adalah produksi urin, rasa haus dan lapar yang
3
berlebihan, penglihatan kabur, dan badan lemah. Selain itu D+ dapat menyebabkan
komplikasi kronis termasuk gagal ginjal, penyakit jantung, gangguan neurologi, gangguan
penyembuhan luka dan kebutaan.
"
Saat ini, *meri,an Diabetes *sso,iation &*D*' dan 78( mengeluarkan kriteria
diagnostik terbaru. #edua badan tersebut menganjurkan penurunan nilai ambang kadar
glukosa plasma puasa dan menetapkan klasi$ikasi lebih berdasarkan etiologi.
!

*D* telah menspesi$ikasikan bahwa diagnosis diabetes mellitus dibuat jika kadar
glukosa plasma sewaktu pada indiidu asimtomatik . !!,! mmol01 &"00 mg0dl'. 3ika kadar
glukosa plasma puasa . 7,0 mmol01 &!"/ mg0dl' pada indiidu asimtomatik, pemeriksaan
harus diulang pada hari yang berbeda dan diagnosis dibuat jika nilainya tetap di atas batas ini.
*D* menetapkan kadar glukosa plasma diantara /,! dan 7,0 mmol01 &!!0 dan !"/ mg0dl'
sebagai kadar glukosa plasma puasa terganggu. 78( juga merekomendasikan bahwa
diagnosis diabetes mellitus dibuat jika kadar glukosa plasma sewaktu . !!,! mmol01 atau
"00 mg0dl &darah ena . !0,0 mmol01 atau !90 mg0dl'. Diabetes mellitus dapat
juga didiagnosis bila kadar glukosa plasma puasa . 7,0 mmol01 &!"/ mg0dl' dan tes kedua
yang serupa atau tes toleransi glukosa oral memberikan hasil pada batas diabetes.
!
2.2 Klas$#$kas$ D$a%etes ell$tus
Diabetes mellitus diklasi$ikasikan sebagai berikut :
!.
D+ tipe !, ditandai dengan hilangnya sel)sel beta penghasil insulin di pulau langerhans
kelenjar pankreas, onset dapat terjadi saat anak)anak atau dewasa, tanpa insulin eksogen
mudah terjadi diabetes ketoasidosis, disebabkan in$eksi dan autoimun.
".
D+ tipe ", ditandai dengan resisten atau berkurangnya sensi$itas sel terhadap insulin
sementara sekresi insulin relati$ kurang, onset saat dewasa, dapat dikontrol dengan
pengaturan pola makan, olahraga, dan obat oral, penyebab berhubungan dengan usia,
kegemukan dan riwayat keluarga.
5.
Diabetes ;estasional, ditandai dengan respon dan sekresi insulin yang berkurang, biasanya
onset pada trimester)" atau 5 dari ")5% kehamilan, biasanya diterapi dengan pengaturan
pola makan dan insulin, dan umumnya sembuh setelah bayi lahir.
<.
=ipe lain, men,akup diabetes melitus yang penyebabnya tidak termasuk pada ketiga tipe
diatas seperti: mutasi gen, insulin abnormal, penyakit pankreas, obat dan lain)lain.
"
4
=abel diunduh dari http://id.scribd.com/doc/56789079/29/IV-6-Diabetes-pada-
Pengelolaan-Perioperati pada tanggal 9 +ei "0!5 pukul "0.!/ 7IB
2.3 Et$&l&g$
Insulin Dependent Diabetes +ellitus &IDD+' atau Diabetes +elitus =ergantung Insulin
&D+=I' disebabkan oleh destruksi sel beta pulau lengerhands akibat proses autoimun.
Sedangkan >on Insulin Dependent Diabetes +elitus &>IDD+' atau Diabetes +elitus =idak
=ergantung Insulin &D+==I' disebabkan kegagalan relati$ sel beta dan resistensi insulin.
9
2.4 '$s$&l&g$ eta%&l$sme (luk&sa
+etabolisme glukosa adalah salah satu $ungsi penting hepar, pankreas dan sebagian
jaringan peri$er. 8epar memegang peranan penting pada regulasi glukosa, mengambil
glukosa dan menyimpannya dalam bentuk glikogen serta melakukan glukoneogenesis dan
glikogenolisis. %ankreas mensekresi hormon regulator: insulin dari kumpulan sel beta
5
menurunkan konsentrasi gula darah, sebaliknya glukagon dari kumpulan sel al$a
meningkatkan konsentrasi gula darah. #ontributor lainnya adalah hormon katabolik:
epine$rin, glukokortikoid dan growth hormon, semuanya meningkatkan gula darah.
"
?egulasi glukosa bertujuan mempertahankan $ungsi glukosa pada jaringan. Sebagai
,ontoh: pada saat puasa sekresi insulin menurun dan leel hormon katabolik meningkat. %ada
kasus de$isiensi insulin absolut &D+ tipe !' akti$itas katabolik menyebabkan hiperglikemia
dan dapat terjadi diabetes ketoasidosis. =ipe " ditandai dengan resistensi insulin di peri$er dan
se,ara keseluruhan jarang dihubungkan dengan ketoasidosis.
"
2.) Pat&#$s$&l&g$ D$a%etes ell$tus
+ekanisme pelepasan insulin dari sel)sel beta pankreas normal, jumlahnya tergantung
leel glukosa darah. Insulin ditampung dalam akuola)akuola sebelum pelepasannya yang
di,etuskan oleh peningkatan gula darah. Insulin adalah hormon utama yang meregulasi
pengambilan darah ke hampir semua sel tubuh &terutama otot dan jaringan lemak tapi tidak
pada sel)sel sara$ pusat'. #ekurangan insulin atau berkurangnya sensiitas reseptor sel
terhadap insulin berperan pada semua bentuk diabetes mellitus.
"
#arbohidrat dalam makanan dirubah dalam beberapa jam menjadi glukosa monosakarida,
sebagai karbohidrat utama dalam darah yang dibutuhkan sel sebagai bahan bakar. Beberapa
karbohidrat tidak dikonersi ,ontohnya $ruktosa juga dapat digunakan sel dan tidak
dipengaruhi hormon insulin. Sebagai tambahan karbohidrat selulosa tidak dikonersi menjadi
glukosa dan tidak dapat di,erna oleh manusia dan sejumlah besar hewan.
"
Insulin dibutuhkan oleh "05 sel)sel tubuh untuk menyerap glukosa dari dalam darah.
Insulin berikatan dengan reseptornya di dinding luar sel dan berperan seperti kun,i untuk
membuka pintu masuk ke dalam sel bagi glukosa. Sebagian glukosa disimpan sebagai
,adangan energi dalam bentuk glikogen atau asam lemak. Saat produksi insulin tidak
men,ukupi atau saat kun,i insulin sulit membuka pintu sel banyak glukosa akan tinggal
dalam darah dan tidak dapat masuk ke dalam sel menyebabkan hiperglikemia. 8iperglikemia
melebihi ambang batas reabsorbsi ginjal oleh tubulus proksimal sehingga sebagian glukosa
terbuang bersama urine. %eningkatan osmotik urine menghambat reabsorbsi air oleh ginjal.
8al ini juga menyebabkan peningkatan jumlah urine yang berlebihan dan glukosuria.
"
%eningkatan kadar glukosa darah dalam waktu lama menyebabkan penyerapan oleh lensa
mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
"
6
=ubuh mengatasi peningkatan leel glukosa dalam darah &hiperglikemia' dengan
menyerap air dari dalam sel sehingga kadar glukosa darah mengalami dilusi selanjutnya
diekskresi di urine. 8al ini menyebabkan rasa haus yang menetap dan produksi urine yang
berlebihan. %ada saat yang sama terjadi @puasaA sel terhadap glukosa dan memberi sinyal ke
tubuh untuk mendapatkan makanan yang lebih banyak sehingga pasien merasakan lapar yang
berlebihan.
"
4ntuk mendapatkan energi sel menggunakan protein dan lemak. %enguraian protein dan
lemak menghasilkan kompleks asam yang disebut keton. #eton dapat diekskresi di urine.
%eningkatan keton di dalam darah dapat menyebabkan kondisi ketoasidosis dan bila tidak
ditangani menyebabkan koma dan kematian.
"
Sedangkan pato$isiologi tipe II tidak jelas dipahami, tapi yang pasti ada hubungannya dengan
$aktor keturunan. %ada tipe II terjadi de$isiensi insulin relati$, hal ini kadang diperberat oleh
resistensi insulin yang biasanya disebabkan karena kegemukan.
Dianggap bahwa kegemukan akan :
+engurangi jumlah reseptor insulin di sel target
+enyebabkan resistensi terhadap insulin karena perubahan pada post
reseptor
) =ransport glukosa berkurang
) +enghalangi metabolisme glukosa intraseluler
+enimbulkan $aktor)$aktor yang bertanggung jawab terhadap de$ek seluler, berupa:
) Bertambahnya penimbunan lemak
) Bertambah masuknya energi ke dalam tubuh
) #omposisi diet &terutama banyak makanan lemak'
) Inaktiasi lemak
%ada malnutrisi protein dianggap sel)sel &5 banyak yang rusak. Sedangkan alkohol
dianggap menambah risiko terjadinya pankreatitis.
!
Diabetes mellitus meningkatkan risiko iskemik miokard, in$ark serebroaskular dan
iskemik renal karena meningkatnya insidensi dari penyakit arteri koronaria, ateromia arterial
dan penyakit parenkim ginjal. %eningkatan mortalitas dijumpai pada semua penderita yang
7
dilakukan )pembedahan dan terutama penderita tipe I men punyai risiko komplikasi pas,a
operasi.
?espon stres terhadap pembedahan yang dihubungkan dengan hiperglikenia pada
pasien non diabetes sebagai hasil dari meningkatnya sekresi hormon katabolik pada keadaan
de$isiensi insulin relati$. De$isiensi ini berkembang dari kombinasi antara menurunnya
sekresi insulin dan resistensi insulin. Sebagian dari resistensi insulin dihasilkan dari
meningkatnya sekresi katekolamin, kortisol dan growth hormone dan melibatkan perubahan
dari ikatan post)reseptor dari insulin dan selanjutnya penurunan dari transport glukosa
transmembran.
!
2.* D$agn&s$s
Diabetes mellitus dapat diketahui dengan adanya gejala yang timbul sebagai akibat
hiperglikemia seperti po$iuria, polidi$sia, po$i$agia, penurunan berat badan, gangguan
kesadaran, ketosis dan gangguan degenerati$ &neuropati, retinopati, ne$ropati'.
B,!0

Diagnosis diabetes dapat ditegakkan meta$ii 5 ,ara. Dua dari 5 ,ara ini dapat dikerjakan
dengan mudah oleh dokter di bagian emergensi &3inat tabe$'.
!<
TABEL I + K,ITE,IA DIA(N-"I" DIABETE" ELLITU"
;ejala diabetes C konsentrasi glukosa plasma sewaktu .D "00 mg0dl &!!,! mmol0k'.
Sewaktu dide$inisikan sebagai setiap saat tanpa memperhatikan waktu terakhir
makan. #adar glnkosa plasma puasa .D !"/ mg0dl &7,0 ,mmmo01'. %uasa
dide$inisikan sebagai tidak ada asupan kalori dalam 9 jam terakhir, atau
#adar glukosa plasma " jam setelah minum 75 gram glukosa oral pada tes toleransi
glukosa oral .D "00 mg0dl.
*pabila tidak terdapat hiperglikemia yang nyata pada keadaan dekompensasi
metabolik akut &seperti diabetes ketoasidosis atau sindrom hiperglikemik)
hiperosmolar)nonketotik', kriteria ini harus dikon$irmasi dengan mengulang penilaian
pada hari yang berbeda. %enilaian yang ketiga &tes toleransi glukosa oral' tidak
dianjurkan untuk penggunaan klinis rutin.
%ada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral usia juga harus diperhitungkan, karena respon
insulin terhadap rangsangan karbohidrat akan menurun untuk setiap dekade kehidupan.
8
%enyebab sekunder intoleransi karbohidrat harus selalu diperhitungkan sebagai diagnosis
banding. %enyakit tertentu seperti pankreatitis, hemokromatosis, $eokromositoma dan
hipertiroidisme harus selalu disingkirkan terlebih dahulu. ;angguan primer metabolisme
lemak seperti hiperlipidemia primer dapat pula menyebabkan intoleransi karbohidrat
sekunder. Semua penderita hiperglikemia tanpa ketosis harus di,ari kemungkinan
hipertrigliseridemia.
2.. E#ek Pem%e/ahan /an Pem%$usan 0a/a eta%&l$sme
Diabetes mellitus menggambarkan adanya pengaturan abnormal dan gula darah karena
salah satu sebab yaitu adanya kekurangan insulin retetif atau absolut atau karena resistensi
insulin. Kadar gula darah tergantung dari produksi dan penggunaan gula darah tubuh. Selama
pembedahan atau sakit/stres terjadi respon katabolik dimana terjadi peningkatan sekresi
katekolamin, glukagon, korfisol, tetapi di sana juga terjadi penurunan sekresi insulin. Jadi
pembedahan menyebabkan hiperglikemia, penurunan penggunaan gula darah, peningkatan
glukoneogenesis, katabolisme protein. Respon tersebut dipacu tidak hanya oleh nyeri tetapi
juga oleh sekresi, peptida seperti interleukin I dan berbagai hormon termasuk growth hormon
dan prolaktin. Efek pembiusan pada respon tersebut sangat bervariasi. Analgesia epidural
tinggi dapat menghambat respon katabolik terhadap pembedahan dengan cara blokade aferen.
dan saraf otonom. Teknik narkotik dosis tinggi (fentanyl 50 /kg) sebagian dapat mencegah
respon stres, sedangkan anestesia umum mempunyai efek menghambat yang lebih kecil,
meskipun dengan pemberian konsentrasi tinggi (2,1 MAC halotan)
1
2.1 'akt&r ,es$k& untuk Pas$en Be/ah D$a%etes
Suatu penelitian memperlihatkan bahwa pasien diabetes mempunyai mortalitas dan
morbiditas pas,a bedah lebih tinggi dibandingkan pasien normal. +asalah yang dapat mun,ul
adalah in$eksi, sepsis dan komplikasi dari arteriosklerosis. Suatu penelitian menunjukkan !!
% pasien diabetes mengalami komplikasi miokardiak pada pas,a bedah terutama in$eksi
pneumonia. #omplikasi jantung terjadi pada 7% dari pasien diabetes, mortalitas pas,a bedah
<%, terutama pada pasien yang sebelumnya menderita penyakit jantung. %enelitian
menunjukkan bahwa pembedahan pada pasien diabetes dapat meningkatkan mortalitas
sampai !0 kali, yang disebabkan oleh:
!.
Sepsis
9
".
>europati autonomik
5.
#omplikasi aterosklerosis &penyakit arteri koroner, stroke, penyakit pembuluh darah
peri$er'
<.
#etoasidosis dan koma hiperglikemik hiperosmolar
!,7
%ada tipe I terjadi proses autoimun yang dapat merusak sistem sara$ autonom dan
meningkatkan neuropati autonomik, dengan gejala klinik : hipohidrosisE berkurangnya respon
denyut jantung terhadap alsaa maneuer &F5 G0mnt' dan hipotensi ortostatik &penurunan
tekanan darah . 50 mm8g pada perubahan posisi tegak berdiri'.
!
%asien dengan neuropati autonomik dapat mengalami hipotensi berat setelah
pemberian obat anestesi, adanya peningkatan risiko gastroparesis, aspirasi, episode hipoksia
dan retensi urin. 8ipotensi dapat terjadi pada 50% pasien diabetes mellitus dengan neuropati
autonomik. Insidensi neuropati autonomik berariasi tergantung dari lamanya mengidap
penyakit %irart men,atat laju sebesar 7% dalam ! tahun setelah diagnosis dan sebesar 50 %
untuk mereka dengan diagnosis yang ditegakkan lebih dari "5 tahun sebelumnya. Burke
mendapatkan !,< % pasiennya mengalami ariasi laju jantung tak normal. 4mumnya
dis$ungsi autonomik meningkat dengan bertambahnya umur dan lamanya sakit *da hubungan
antara tes re$leks kardiaaskuler yang memburuk dan kontrol gula darah. Beberapa pasien
diabetes dengan neuropati autonomik dapat meninggal mendadak. #emungkinan ini terjadi
karena respon abnormal terhadap hipoksia, apnoe tidur atau aritmia jantung namun belum ada
penjelasan yang pasti. %asien dengan neuropati autonomik mengandung risiko tinggi.
!
%ada diabetes mellitus lanjut sering dijumpai penyakit ginjal. #ondisi tersebut dengan
mikroalbuminuria dan kelainan $iltrasi glomerulus yang dijumpai perubahan pada klirens
kreatinin. Dengan kontrol gula yang ketat pada penderita diabetes dapat melindungi $ungsi
ginjal. 8ipertensi, meskipun tidak pernah tinggi sekali akan timbul jika glomerular $iltration
rate &;H?' berkurang. 3ika ada hipertensi berat atau hipertensi timbul tiba)tiba, harus
di$ikirkan kemungkinan adanya suatu penyakit berupa stenosis arteria renalis yang
aterosklerotik. *kti$itas plasma renin adalah normal atau berkurang. 8ipoaldosteronisme
yang hiporeninemik dengan hiperkalemia dan asidosis metabolik dengan hiperkloremia
sedang adalah suatu keadaan biasa pada ne$ropati diabetik. In$eksi dan sepsis memainkan
peranan penting dalam meningkatkan mortalitas dan morbiditas pas,a bedah penderita , hal
tersebut dihubungkan dengan adanya $ungsi leukosit yang terganggu. %enderita dengan
kontrol gula yang ketat dimana kadar gula dipertahankan di bawah "50 mg0dl $ungsi leukosit
akan pulih.
!
10
8ogan melaporkan adanya peningkatan insiden kesulitan intubasi yang disebabkan
oleh Isti$$ joint syndromeI pada beberapa penderita . %ada awalnya sindrom ini terjadi pada
sendi phalanG proksimal jari IJ dan J, kemudian meluas ke persendian lainnya dari jari dan
tangan, sendi atlantooksipital leher, dan sendi besar lainnya. #etidak mampuan untuk
mengekstensikan kepala karena imobilitas atlantooksipital dapat menyulitkan intubasi. *kan
tetapi dari suatu penelitian retrospekti$ terhadap rekaman anestesi dari 7"5 pasien yang
dilakukan transplantasi ginjal dan atau transplantasi pankreas &"0B diantaranya mengidap
diabetes', tidak seorangpun yang dilaporkan mempunyai tingkat kesulitan laringoskopi
sedang sampai berat. Se,ara keseluruhan <,9% penderita diabetes yang mempunyai tingkat
kesulitan intubasi ringan sampai sedang dibandingkan !,0% pada non penderita diabetes.
#ekakuan sendi ini disebabkan karena adanya jaringan kolagen abnormal periartikuler yang
disebabkan oleh mikroangiopari progresi$. #elainan kolagen dihubungkan dengan glikosilasi
non enKimatik protein. LBanyak pasien ini mempunyai tanda I%rayer SignI yaitu
ketidakmampuan mendekatkan permukaan kedua palmar dan sendi)sendi jari. Insidens I sti$$
joint syndromeI dapat men,apai 50 % pada penderita D+ tipe I.
!
2.2 Pen$la$an Pra%e/ah
%enilaian prabedah diutamakan pada penilaian $ungsi utama organ jantung, ginjal, dan
susunan syara$ pusat, tak kalah penting dibandingkan penilaian status metabolik pasien.
4ntuk itu diperlukan penilaian laboratorium dasar yang men,akup gula darah puasa,
elektrolit, ureum, kreatinin, dan M#;. #omplikasi kardioaskuler &penyakit arteri koroner,
gagal ginjal kongesti$, hipertensi' hendaknya diatasi dahulu karena berkaitan dengan
meningkatnya mortalitas pada pasien diabetes mellitus . %asien dengan hipertensi mempunyai
insidensi neuropati autonomik hingga 50 %, sedangkan pasien tanpa hipertensi mempunyai
insiden hanya !0%. #arenanya dis$ungsi autonomik harus di,ari se,ara rutin pada peralatan
pra bedah.
!,
2.1 Pengaruh -%at Anestes$ 0a/a Pen/er$ta D
Seperti telah diketahui beberapa obat anestesi dapat meningkatkan gula darah, maka
pemilihan obat anestesi dianggap sama pentingnya dengan stabilisasi dan pengawasan status
diabetesnya.
!
11
Beberapa obat yang dipakai untuk anestesi dapat mengakibatkan perubahan di dalam
metabolisme karbohidrat, tetapi mekanisme dan tempat kerjanya belum jelas. (bat)obat
induksi dapat mempengaruhi homeostatis glukosa perioperati$. Mtomediat menghambat
steroidogenesis adrenal dan sintesis kortisol melalui aksinya pada !!b)hydroGylase dan enKim
peme,ah kolesterol, dan akibatnya akan menurunkan respon hiperglikemia terhadap
pembedahan kira)kira ! mmol per liter pada pasien non diabetes. %engaruh pada pasien
diabetes belum terbukti.
!

BenKodiaKepin akan menurunkan sekresi *6=8, dan juga akan memproduksi kortisol jika
digunakan dengan dosis tinggi selama pembedahan. (bat)obat golongan ini akan
menurunkan stimulasi simpatis, tetapi merangsang sekresi growth hormone dan akan
menyebabkan penurunan respon glikemia pada pembedahan. M$ek)e$ek ini minimal jika
midaKolam diberikan pada dosis sedati$, tetapi dapat bermakna jika obat diberikan se,ara
kontinyu melalui in$us intraena pada pasien di I64.
!

=eknik anestesia dengan opiat dosis tinggi tidak hanya memberikan keseimbangan
hemodinamik, tetapi juga keseimbangan hormonal dan metabolik. =eknik ini se,ara e$ektil
menghambat seluruh sistem sara$ impatis dan sumbu hipotalamik)pituitari, kemungkinan
melalui e$ek langsung pada hipotalamus dan pu,at yang lebih tinggi. %eniadaan respon
hormonal katabolik terhadap pembedahan akan meniadakan hiperglikemia yang terjadi pada
pasien normal dan mungkin berman$aat pada pasien diabetes.
!
Mther dapat meningkatkan kadar gula darah, menoegah e$ek insulin untuk transport glukosa
menyeberang membran sel dan se,ara tak langsung melalui peningkatan akti$itas simpatis
sehingga meningkatkan glikogenolisis di hati. +enurut ;reene penggunaan halotan pada
pasien ,ukup memuaskan karena kurang pengaruhnya terhadap peningkatan hormon E
pertumbuhan, peningkatan kadar gula atau penurunan kadar insulin. %enelitian initro halotan
dapat menghambat pelepasan insulin dalam merespon hiperglikemia, tetapi tidak sama N
pengaruhnya terhadap leel insulin selama anestesi. Sedangkan en$luran dan iso$luran tak
nyata pengaruhnya terhadap kadar gula darah.
!

%engaruh propo$ol pada se,resi insulin tidak diketahui. %asien)pasien diabetik menunjukkan
penurunan kemampuan untuk membersihkan lipid dari sirkulasi. +eskipun hal 7 tidak
relean selama anestesia singkat jika propo$ol digunakan untuk pemeliharaan atau hanya
sebagai obat induksi. #eadaan ini dapat terlihat pada pasien)pasien yang mendapat propo$ol
untuk sedasi jangka panjang di I64. (bat)obat anestesi intra ena yang biasa diberikan
12
mempunyai e$ek yang tidak berarti terhadap kadar gula darah ke,uali ketamin yang
menunjukkan peningkatan kadar gula akibat e$ek simpatomimetiknya.
!

%enggunaan anestesi lokal baik yang dilakukan dengan teknik epidural atau subarakhnoid tak
bere$ek pada metabolisme karbohidrat. 4ntuk prosedur pembedahan pada pasien yang
menderita insu$isiensi askuler pada ekstremitas bawah sebagai suatu komplikasi penderita,
teknik subarakhnoid atau epidural lebih memuaskan dan tanpa menimbulkan k,mplikasi.
Mpidural anestesia lebih e$ekti$ dibandingkan dengan anestesia umum dalam
mempertahankan perubahan kadar gula, growth hormon dan kortisol yang disebabkan
tindakan operasi.
!
2.13 Tekn$k Anestes$a 0a/a Pen/er$ta D
=eknik anestesia, terutama dengan penggunaan spinal, epidural, spiangnik dan blokade
regional yang lain, dapat mengatur sekresi hormon katabolik dan sekresi insulin residual,
%eningkatan sirkulasi glukosa perioperati$, konsentrasi epine$rin dan kortisol yang dijumpai
pada pasien non diabetik yang timbul akibat stres pembedahan dengan anestesia umum
dihambat oleh anestesia epidural. In$us phentolamine perioperati$, suatu penghambat
kompetiti$ reseptor a)adrenergik, menurunkan respon gula darah terhadap pembedahan
dengan menghilangkan penekanan sekresi insulin se,ara parstal.
!
=idak ada bukti bahwa anestesia regional sendiri, atau kombinasi dengan anestesia umum
memberikan banyak keuntungan pada pasien diabetes yang dilakukan pembedahan dalam hal
mortalitas dan komplikasi mayor. *nestesia regional dapat memberikan risiko yang lebih
besar pada pasien diabetes dengan neuropati autonomik. 8ipotensi yang dalam dapat terjadi
dengan akibat gangguan pada pasien dengan penyakit arteri koronaria, serebroaskular dan
retinoaskular. ?isiko in$eksi dan gangguan askular dapat meningkat dengan penggunaan
teknik regsonal pada pasien diabetes. *bses epidural lebih sering terjadi pada anestesia spinal
dan epidural. Sebaliknya, neuropati peri$er diabetik yang timbul setelah anestesia epidural
dapat dlka,aukan dengan komplikasi anestesia dan blok regional. #ombinasi anestesi lokal
dengan epine$rin dapat menyebabkan risiko yang lebih besar terjadinya ,edera sara$ iskemik
dan atau edema pada penderita diabetes mellitus.
!
2.11 K&ntr&l eta%&l$k Per$&0erat$#
13
Tujuan 0&k&k a/alah +
1. +engoreksi kelainan asam basa, ,airan dan elektrolit sebelum pembedahan.
2. +emberikan ke,ukupan karbohidrat untuk men,egah metabolisme katabolik
dan ketoasidosis.
3. +enentukan kebutuhan insulin untuk men,egah hiperglikemia.
%embedahan pada penderita D+ tipe II tidak meningkatkan risiko, sehingga hanya
membutuhkan sedikit perubahan terapi yang sudah ada sebelumnya. *pakah terapi insulin
perlu diberikan pada perioperati$2 4ntuk bedah yang relati$ ke,il, jangan diberikan obat anti
diabetes oral kerja pendek pada hari operasi, dan obat kerja lama " hari sebelum pembedahan.
4ntuk bedah besar, dosis ke,il insulin mungkin dibutuhkan untuk mengontrol kadar gula
darah dan glikosuria.
!
;ain mengindikasikan pemberian insulin pada penderita D+ tipe II dengan kondisi
seperti di bawah :
!. ;ula darah puasa . !90 mg0dl
". 8emoglobin glikosilasi 9)!0 g%
5. 1ama pembedahan lebih " jam
%ada D+ tipe I, idealnya kontrol gula darah yang dapat diterima harus ter,apai dalam "
sampai 5 hari sebelum pembedahan. 4ntuk pasien)pasien yang kronis, dengan kontrol
metabolik yang buruk, mungkin perlu dirawat di rumah sakit selama " sampai 5 hari untuk
penyesuaian , dosis insulin. 4ntuk bedah minor ,ukup dengan pemberian insulin subkutan.
%ada pagi hari sebelum pembedahan, pasien diberikan !05 sampai "05 dosis insulin normal
se,ara subkutan, bersamaan dengan pemberian ,airan deGtrose 5% !00 ,,0jam070 kgBB. Dua
pertiga dosis insulin normal diberikan jika kadar glukosa darah puasa lebih dari "50 mg0dl
setengah dosis insulin normal untuk kadar glukosa antara !"0 sampai "50 mg0dO, dan
sepertiga dosis insulin normal untuk kadar glukosa di bawah !"0 mg0dl. %asien dengan kadar
glukosa darah rendah, atau normal tetap membutuhkan sejumlah ke,il insulin untuk
mengimbangi peningkatan e$ek katabolik stres pembedahan, penurunan metabolisme protein,
dan men,egah lipolisis. =anpa insulin, D+ tipe I berisiko tinggi untuk mengalami ketosis
dengan pembedahan.
!
14
=erdapat beberapa regimen tatalaksana perioperati$ untuk pasien D+. Pang paling
sering :
t
digunakan adalah pasien menerima sebagian )biasanya setengah dari dosis total
insulin pagi hari dalam bentuk insulin kerja sedang:
=abel: Dua teknik yang umum digunakan untuk tatalaksana insulin perioperati$ pada
pasien D+
Pemberian secara bolus Infus kontinyu
Preoperatif D5W (1,5 ml/kg/jam)
NPH insulin (1/2 dosis biasa
pagi hari) (NPH=neutral
protamine Hagedorn)
D5W (1 ml/kg/jam) Regular
insulin Unit/jam = Glukosa
plasma : 150
Intraoperattf Regular insulin (berdasarkan
sliding scale)
Sama dengan preoperatif
Pascaoperatif Sama dengan intraoperatif Sama dengan preoperatif
Untuk mengurangi risiko hipoglikemia, insulin diberikan setelah akses intravena
dipasang dan kadar gula darah pagi hari diperiksa. Sebagai contoh, pasien yang normalnya
mendapat 20 unit NPH dan 10 unit regular insulin (RI) tiap pagi dan kadar gula darahnya 150
mg/dl akan mendapat 15 unit NPH s.c. atau i.m. sebelum pembedahan bersama-sama dengan
infus cairan dextrose 5% (1,5 ml/kg/jam). Dextrose tambahan dapat diberikan apabila pasien
mengalami hipoglikemia (<100 mg/dl). Sebaliknya, hiperglikemia intra operatif (>250 mg/dl)
diobati dengan RI intravena berdasarkan slicing scale. Satu unit RI yang diberikan kepada
orang dewasa akan menurunkan glukosa plasma sebanyak 65 sampai 30 mg/dl. Harus diingat
bahwa dosis ini adalah suatu perkiraan dan tidak bisa dipakai pada pasien dalam keadaan
katabolik (sepsis, hipertermi).
6,8
Metode lainnya adalah dengan memberikan insulin kerja pendek dalam infus secara
kontinyu. Keuntungan teknik ini adalah kontrol pemberian insulin akan lebih tepat
dibandingkan dengan pemberian NPH insulin s.c atau i.m. Dan 10 sampai 15 unit RI dapat
ditambahkan 1 liter cairan dekstose 5% dengan kecepatan infus 1 - 1,5 ml/kg/jam (1
unit/jam/70 kg). Pemberian infus dextrose 5% (1 ml/kg/jam) dan insulin (50 unit RI dalam
250 ml NaCl 0,9%) melalui jalur intravena yang terpisah akan lebih fleksibel. Apabila terjadi
fluktuasi gula darah, infus RI dapat disesuaikan berdasarkan rumus dibawah ini (Rumus
Roizen):
15
Gukosa plasma (mg/dl)
Unit perjam =
150
atau
Glukosa plasma (mg/dl)
Unit per jam =
100
pada pemakaian steroid, obesitas, terapi insulin dalam jumlah tinggi dan infeksi
Diperlukan penambahan 30 mEq KCl untuk tiap 1 L dextrose karena insulin
menyebabkan pergeseran kalium intraselular.
6,8
Pada pasien yang menjalani pembedahan besar diperlukan perencanaan yang
seksama. Teknik yang dianjurkan oleh Hins adalah sebagai berikut:
Glukosa 5-10 gr/jam ekuivalen dengan 100 - 200 cc dextrose 5% perjam diberikan intra vena.
Kalium dapat ditambahkan tetapi hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Infus
lain diberikan lewat kanul yang sama sebagai berikut:
1. Campur 50 RI kedalam 500cc 0,9%Nacl.
2. Infuskan dengan larutan 0,5-1 /jam (5-10 cc/jam dengan pompa infus).
3. Ukur kadar gula darah tiap jam dan sesuaikan dengan kebutuhan insulin seperti di
bawah ini :
Kadar gula darah mmol (mg/dl) Kebutuhan insulin
4,4 ( 80 ) Matikan pompa, beri glukosa IV
4,4 - 6,6 ( 80 - 120 ) Kurangi insulin menjadi 0,2 - 0,7 u/jam
6,6-9,9 (120 - 180)
teruskan insulin 0,5 - 1 /jam
9,9 - 13,2 (180 - 240) .
Naikkan laju insulin 0,8 - 1,5 /jam
> 13,75 (>250)
Laju insulin 1,5 /jam atau lebih
Obesitas dan infeksi berat akan menambah kebutuhan insulin 1,5 - 2 kali lipat Hal penting
yang harus diingat dalam mengelola kadar gula prabedah pada pasien diabetes adalah
menetapkan sasaran yang jelas kemudian pemantauan kadar gula darah untuk menyesuaikan
terapi sesuai sasaran.
1,9
Regimen lain untuk pemberian infus glukosa insulin dan kalium (GIK) dikenal
dengan regimen Alberti. Pemberiannya dapat terpisah atau bersama-sama. Berikut ini salah
satu teknik GIK. Pagi hari diberikan dosis intemiten insulin, kemudian 500 cc dextrose 5%
ditambah 10 KCl diberikan dengan kecepatan 2 cc/kg/jam. Infus insufin disiapkan dengan
mencampurkan 50 unit RI ke dalam 250 cc Nad 0,9% sehingga berkonsentrasi 0,2 unit/cc
larutan. Sebelum pemberian dextrose - kalium atau insulin, ukur kadar gula darah kemudian
16
cek gula darah tiap 2-3 jam, dan berikan dosis insulin sesuai dengan hasil pengukuran di
bawah ini:

Kadar gula Infus insulin
< 150 mg/dl 5 cc/jam (1 unit/jam)
150 - 250 mg/dl 10 cc/jam (2 unit/jam)
250 - 300 mg/dl 15 cc/jam (3 unit/jam)
300 - 400 mg/dl 20 cc/jam (4 unit/jam)
2.12 Pera4atan Pas5a Be/ah
Infus glukosa dan insulin harus tetap diteruskan sampai kondisi metabolik pasien
stabil dan pasien sudah boleh makan. Infus glukosa dan insulin dihentikan hanya setelah
pemberian subkutan insulin kerja pendek. Setelah pembedahan besar, infus glukosa dan
insulin harus diteruskan sampai pasien dapat makan makanan padat. Pada pasien-pasien ini,
kegunaan dari suntikan subkutan insulin kerja pendek sebelum makan dan insulin kerja
sedang pada waktu tidur dianjurkan selama 24-48 jam pertama setelah infus glukosa dan
insulin dihentikan dan sebelum regimen insulin pasien dilanjutkan.
1

Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia atau hiperglikemia pasien
pasca bedah terutama bite terdapat keterlambatan bangun atau penurunan kesadaran. Harus
dipantau kadar gula darah pasca bedah. Pemeriksaan EKG postoperatif serial dianjurkan pada
pasien DM usia lanjut, penderita DM tipe I, dan penderita dengan penyakit jantung Infark
miokard postoperatif mungkin tanpa gejala dan mempunyai mortalitas yang tinggi. Jika ada
perubahan status mental, hipotensi yang tak dapat dijelaskar., atau disrimia, maka perlu
diwaspadai kemungkinan terjadinya infark miokard.
1
17
2.13 Penatalaksanaan 0a/a Kasus Pem%e/ahan Darurat
#eadaan yang jarang tetapi mungkin dijumpai adalah keadaan darurat yaitu
pembedahan yang harus dilakukan pada penderita dibetes mellitus dengan ketoasidosis.
Dalam keadaan seperti ini bila memungkinkan maka pembedahan ditunda beberapa jam.
7aktu yang sangat terbatas ini digunakan untuk memeriksa, mengoreksi keseimbangan
,airan, asam basa dan etektro$it yang merupakan keadaan yang mengan,am jiwa

sebelum
pembedahan di3akukan. Bila waktu penundaan ,ukup maka dapat dilakukan koreksi
ketoasklosis se,ara tuntas, namun koreksi de$isit ,airan dan ketidakseimbangan dektrolit
bermakna dapat di,apai dalam beberapa jam. %enderita harus segera di ealuasi se,ara
lengkap meliputi anamnesis, pemeriksaan $isik, pemeriksaan gula darah, aseton, elektrolit dan
analisa gas darah. #emudian dilakukan koreksi dehidrasi dengan >a,l 0,B% dengan
ke,epatan "50 ) !000 ,,0jam, apabila kadar gula darah men,apai "50 mg0dl ,airan diganti
dengan yang mengandung glukosa. Berikan ?I bolus 5)!0 unit kemudian dilanjutkan dengan
in$us 50 unit dalam 500 ,, >a,l dimulai dengan ")9 unit0jam atau "0 ) 90 ,,0jam, sebagai
patokan mengatur ke,epatan in$us dengan rumus kadar gula darah terakhir dibagi !50 atau
!00 bila penderita memakai steroid, oerweight atau ada in$eksi. Dilakukan pengukuran
kadar gula darah serial tiap ")5 jam pemantauan yang penting ialah analisa gas darah dan
elektrolit. =etesan dapat diatur dengan mempertahankan kadar gula darah antara !"0 ) "50
mg0dl.
!

%enggunaan terapi bikarbonat pada ketoasidosis merupakan hal yang kontroersial.
+eskipun p8 kurang dari 7,! dapat mengganggu $ungsi miokard, koreksi ,epat asidosis
dengan bikarbonat dapat menimbulkan peningkatan 60", karena itu koreksi asidosis yang
terlalu ,epat tidak dianjurkan.
!
18
BAB III
PENUTUP
5.!. #M4>=4>;*> #M=(?(1*6 SMB*;*I (B*= *>*1;M=I#
#etorola, memiliki khasiat mirip dengan mor$in dan meperidin 7 * dosis 50)mg
ketorola, I+ memberikan setara nyeri dengan mor$in / mg sampai !" mg.
Dalam dua double)blind studi pasien pas,aoperasi dengan nyeri sedang sampai
berat, I+ injeksi ketorola, dibandingkan dengan meperidin atau mor$in I+, dan IJ ketorola,
dibandingkan dengan mor$in intraena atau melalui pasien dikendalikan analgesik. Selama
satu jam pertama, timbulnya tindakan analgesik serupa untuk ketorola, trometamin dan
opioid, namun analgesia berlangsung lebih lama dengan trometamin ketorola,.
Studi klinis juga menunjukkan bahwa menggabungkan ketorola, dan opioid
se,ara signi$ikan mengurangi kebutuhan untuk mor$in.
5.". #M?4;I*> #M=(?(1*6 SMB*;*I (B*= *>*1;M=I#
#etorola, diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri
akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. #etorola, tidak dianjurkan untuk pra)
operati$ analgesia atau ,o)administrasi dengan anestesi karena menghambat trombosit
agregasi dan dengan demikian dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko pendarahan.
Durasi total #etorola, tidak boleh lebih dari lima hari. #etorola, se,ara
parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. 8arus diganti ke analgesik alternati$
sesegera mungkin, asalkan terapi #etorola, tidak melebihi 5 hari.
?isiko yang paling serius yang berhubungan dengan ketorola, adalah, seperti
>S*ID lainnya, gastrointestinal borok , perdarahan dan per$orasi, ginjal & ginjal ' peristiwa
mulai dari interstisial ne$ritis untuk menyelesaikan gagal ginjal, perdarahan, dan
hipersensitiitas reaksi .
19
5.5. #MSI+%41*>
Ket&r&la5 atau ket&r&la5 tr&metam$n adalah non)steroid anti)in$lamasi obat
&>S*ID' dalam keluarga heterosiklik asam asetat deriati$ , sering digunakan sebagai
analgesik. #etorola, adalah obat golongan analgetik non)narkotik yang mempunyai e$ek
antiin$lamasi dan antipiretik. #etorola, bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin
yang merupakan mediator yang berperan pada in$lamasi, nyeri, demam dan sebagai
penghilang rasa nyeri peri$er. #etorola, merupakan obat penghambat prostaglandin yang
bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin dan menghambat aksi prostaglandin pada
organ target.
#etorola, adalah suatu (*I>S yang menunjukkan e$ek analgesik yang potensial
namun e$ek anti in$lamasinya sedang, dapat diberikan se,ara I+ dan IJ (bat ini sangat
berguna untuk men,egah nyeri pas,a bedah, baik obat tunggal atau diberikan bersama opioid.
#eadaan ini menunjukkan bahwa ketorola, bersi$at potensiasi dalam e$ek anti opioid.
#etorola, dapat digunakan sebai oat tambahan pada terapi analgesia dengan mor$in,
menghasilkan penurunan dosis mor$in dan mempertinggi e$ek analgesia dibandingkan
penderita)penderita yang tidak mendapat ketorola,.
#etorola, diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri
akut sedang sampai berat pada post operasi. %enatalaksanaan analgesik #etorola, pas,a
bedah diberikan se,ara intraena, dengan dosis sebagai berikut :
*mpul : Dosis awal #etorola, yang dianjurkan adalah !0 mg
diikuti dengan !0Q50 mg tiap < sampai / jam bila diperlukan. 8arus diberikan
dosis e$ekti$ terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari B0 mg untuk
orang dewasa dan /0 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan
pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg. %ada seluruh populasi, gunakan
dosis e$ekti$ terendah dan sesingkat mungkin.
Durasi total #etorola, tidak boleh lebih dari lima hari. #etorola, se,ara
parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. 8arus diganti ke analgesik alternati$
sesegera mungkin, asalkan terapi #etorola, tidak melebihi 5 hari.
20
DA'TA, PU"TAKA
!. Diunduh http://i"an-at#eh.blogspot.com/20$$/$2/anestesi-pada-diabetes-mellit%s.html
pada tanggal / +ei "0!5 pukul 0/.<< 7IB
". Diunduh http://phandirahim-anestesi.blogspot.com/20$0/$2/pengelolaan-perioperati-
penderita.html pada tanggal / +ei "0!5 pukul !B.!" 7IB
5. Diunduh http://cal"ariatmc.blogspot.com/20$0/$2/persiapan-pre-anestesi.html pada
tanggal / +ei "0!5 pukul !B.!5 7IB
<. Diunduh http://pera&atpintar.&eb.id/20$0/08/stat%s-asa-sebel%m-operasi/ pada tanggal
7 +ei "0!5 pukul 05.00 7IB
5. Diunduh http://id.scribd.com/doc/$$97'5527/persiapan pada tanggal 7 +ei "0!5 pukul
05.!5 7IB
/. Diunduh http://id.scribd.com/doc/$'0$(0'80/Persiapan-)perasi-Pada-Diabetes-
*elit%s pada tanggal 7 +ei "0!5 pukul 05."0 7IB
7. Diunduh http://health.deti+.com/read/20$$/07/27/$508$'/$690627/76'/persiapan-
p%asa-%nt%+-penderita-diabetes,l77$$08bc# pada tanggal 9 +ei "0!5 pukul !/.00 7IB
9. Diunduh http://n%rsing-doc%ment.blogspot.com/20$2/08/diabetes-mellit%s-dm-a.html
pada tanggal 9 +ei pukul !B.00 7IB
B. Diunduh http://daas+lepios.blogspot.com/20$$/05/mana#emen-perioperati"e-pasien.html
pada tanggal / +ei "0!5 pukul !7.00 7IB
!0. Diunduh http://id.scribd.com/doc/56789079/29/IV-6-Diabetes-pada-Pengelolaan-
Perioperati pada tanggal 9 +ei "0!5 pukul "0.!/ 7IB
21

Anda mungkin juga menyukai