Anda di halaman 1dari 6

PROSES VACUUM FREEZE DRYING UBUR UBUR

DENGAN MEMANFAATKAN UDARA LINGKUNGAN



Arif Hermanza

Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok 16424 Indonesia
arif.hermanza@ui.ac.id

Abstrak
Kanker merupakan penyakit keturunan mematikan yang pertumbuhannya diluar kendali.
Green Flourescnet Protein yang terdapat pada ubur ubur dapat mendeteksi kanker. Untuk
mengawetkan bahan ini digunakan proses freeze vacuum drying. Freeze vacuum drying adalah
metode pengeringan yang terbaik, tetapi tidak hemat energi karena proses pengeringan yang relatif
lama. Skripsi ini membahas efek penambahan udara sebagai usaha untuk mempercepat laju
pengeringan material. Hasil penelitian membuktikan bahwa waktu pengeringan akibat
penambahan udara lingkungan malah memperlama proses pengeringan. Hal ini diakibatkan karena
adanya perbedaan temperatur ruang yang menyebabkan laju sublimasi percobaan tanpa udara luar
lebih besar dibandingkan dengan penambahan udara yang mana temperatur ruang yang lebih
tinggi. Oleh karenanya untuk penambahan udara lingkungan membutuhkan kalor yang lebih besar
untuk mengeringkan material.
Abstract
Cancer is a deadly genetic diseases wich it grown out of control. Green Flourescnet protein
found in jellyfish can be used to detect cancer. To preserve this material freeze vacuum drying
process is used. Vacuum freeze drying is the best drying method, but high energy consumtion
because of the relatively long drying process. This thesis discusses the effect of the addition air in
an effort to decrease drying process time. The results of the research show that the drying time due
to the addition air have increase the drying time. This is caused by the difference in room
temperature which causes the rate of sublimation experiment without outside air is greater than the
addition of air where ambient temperatures are higher. Therefore, the experiment with additional
air need more heat to dry the material.
Key word : Cancer, Green Flourescnet Protein, Freeze Vacuum Drying, Additional Air,
Sublimation Rate, Heat Rate

1. PENDAHULUAN
Kanker merupakan penyakit keturunan
mematikan yang pertumbuhannya diluar
kendali. Namun untuk mendeteksi
keberadaan kanker pada stadium awal
sangatlah susah, dan kanker biasanya
terdeteksi setelah stadium empat dimana
penanganannya sangatlah susah dan
membutuhkan biaya yang mahal.
Belakangan ini telah ditemukan protein yang
dapat mendeteksi kanker, yaitu Green
Flourescnet Protein yang terdapat pada ubur
-ubur. Roger Tsien, profesor dari Universitas
California, San Diego; Martin Chalfie dari
Universitas Columbia; dan Osamu
Shimomura, peneliti Jepang di Laboratorium
Biologi Kelautan di Woods Hole, Mass,
merupakan ilmuan yang telah meneliti
tentang Green Flourescnet Protein [1].
Banyak cara dilakukan untuk
mendapatkan protein ubur ubur tersebut.
Salah satunya yaitu menggunakan proses
freeze vacuum drying. Freeze drying
merupakan proses pengeringan beku dimana
air yang terkandung didalam bahan
dibekukan kemudian air yang telah membeku
tersebut disublimasi dari keadaan padat ke
fase gas [2]. Freeze drying memiliki
kelebihan dalam menjaga kualitas bahan yang
baik, namun memerlukan biaya yang tinggi
dan proses yang lama untuk mendapatkan
hasil pengeringan yang optimal. Dengan
menggabungkan proses freeze drying,
microwave drying dan vacuum drying dapat
mengurangi waktu proses pengeringan dan
perubahan struktur yang tidak signifikan [3].
Penelitian ini menerapkan prinsip
prinsip freeze vacuum drying dengan
melakukan inovasi pada mesin freeze vacuum
drying sebelumnya, dimana menggunakan
sistem refrigerasi cascade untuk menurunkan
temperatur, dan penggunaan pompa vakum
untuk menurunkan tekanan diruang
pengeringan. Dan juga digunakan kombinasi
pendinginan dan pemanasan pada ruang
pengeringan beserta penambahan udara untuk
mempercepat laju pengeringan [4].
2. LANDASAN TEORI
Proses Pengeringan
Pengeringan secara umum menjelaskan
proses penghilangan kandungan air pada
suatu material menggunakan pemanfaatan
panas yang terkontrol. Kandungan air yang
terikat secara kimiawi dalam material,
merupakan unsur pokok material dan
merupakan bagian integral dari material dan
dalam banyak kasus tidak diperhitungkan
dalam penghitungan rasio kelembaban
(moisture ratio) disebut air hidrasi (water of
hidration).Air yang terikat secara longgar
pada material dan menghasilkan tekanan uap
kurang dari tekanan uap air murni disebut air
ikatan (bound water), sedangkan air
selebihnya yang tekanan uapnya sama dengan
tekanan uap air murni disebut air bebas
(unbound/free water) [5][6].
Perilaku pengeringan dapat
dikarakteristikkan dengan jalan menghitung
perubahan rasio kelembaban (Moisture Ratio)
material sebagai sebuah fungsi waktu.
Metode yang digunakan adalah metode
perbedaan kelembaban, metode penimbangan
kontinyu, dan metode penimbangan berselang
waktu [8].


Gambar 1 Kurva laju pengeringan, kondisi pengeringan
konstan
Sumber :Arun S Mujumdar Principles,
Classification, and Selection of Dryers, In Handbook of
Industrial Drying, Arun S Mujumdar.

Gambar 1 memperlihatkan kurva laju
pengeringan pada material higroskopis.
Material yang mengandung air mempunyai
perilaku yang berbeda pada saat pengeringan
tergantung pada kadar air yang ada. Selama
tahap pertama pengeringan, laju
pengeringannya adalah konstan. Penguapan
dimulai dari permukaan material, penyusutan
dapat terjadi pada proses ini karena air
bergerak menuju permukaan material, pada
akhir tahap ini air telah dipindahkan dari
dalam material menuju permukaan oleh gaya
kapilar air dan laju pengeringan masih
konstan. Pada akhir tahap pertama
pengeringan ini kandungan air akan mencapai
kondisi kritisnya, lapisan film di permukaan
material akan menipis karena adanya proses
evaporasi oleh tahap kedua pengeringan
(tahap pertama falling rate period). Pada
tahap kedua pengeringan lapisan film pada
permukaan material akan terevaporasi
seluruhnya. Pada tahap ketiga pengeringan (
tahap kedua falling rate period) air bergerak
melalui lapisan solid material dikarenakan
perbedaan konsentrasi antara bagian yang
dalam material dengan bagian permukaannya
[9].
3. METODOLOGI PENGUJIAN
Pembekuan
Proses pembekuan yaitu proses dimana
air atau pelarut didinginkan ke suhu dimana
seluruh air atau pelarut tersebut berubah fase
menjadi padat atau mengkristal
Jumlah panas yang digunakan untuk
menurunkan temperatur material selama
pembekuan terlihat pada persamaan
(1),(2),(3) dan (4) [10].
Total kalor yang diperlukan selama proses
pembekuan :


(1)
Kalor yang dibutuhkan untuk mencapai titik
beku

)

(2)
Kalor yang dibutuhkan untuk merubah fase
dari cairan ke padat



(3)
Kalor yang dibutuhkan untuk mencapai suhu
yang diinginkan dibawah titik beku

)

(4)
Dimana :
Q
tot
, Q
1
, Q
2
, Q
3
= Kalor yang dibutuhkan [kJ]
m = Massa produk [kg]
c
1
= Specific heat dari produk diatas
freezing [kJ/(kg.K)]
t
1
= Suhu awal produk [
o
C]
t
f
= Suhu beku produk [
o
C]
Untuk merubah fase material dari
material basah menjadi material beku
memerlukan waktu yang dapat dihitung
dengan persamaan (5) dan (5a) [2].

)+ (5)

( )+ (5a) (2.20a).
Dimana :
t
e
= Waktu pembekuan [s]
= Perbedaan enthalpy antara suhu beku
dengan suhu awal [kJ/kg]
= Perbedaan suhu beku dengan suhu
awal [
o
C]

= Density dari produk beku [kg/m


3
]
= Ketebalan produk [m]

= Konduktivitas termal dari produk beku


[W/(m.K)]

= Koefisien perpindahan kalor


permukaan antara [W/(m
2
.K)]
Pengeringan Primer
Pengeringan primer dimulai sejak
tekanan ruang diturunkan dan temperatur
ruang dinaikan supaya sublimasi es dapat
terjadi [11]. Persamaan untuk menghitung
laju sublimasi yang terjadi pada saat proses
pengeringan primer dapat dihitung dengan
perpindahan panas secara konveksi
dikarenakan material wadah uji coba
merupakn isolator, sehingga perpindahan
panas secara konduksi dapat diabaikan.
digambarkan dengan persamaan (6) dan (7):
( ) (6)

(7)
Dimana :
Q = Kalor sublimasi (watt)
h = Koefisien konveksi [W/(m
2
.K)]
A = Luas permukaan [m
2
]
dT = Beda temperatur [
o
C]

s
= Laju sublimasi massa [kg/s]
C
p
= Specific heat dari material [J/(kg.K)]
dT/dt = Perbedaan temperatur material
sebelum dan sesudah (K/s)
h
ig
= Kalor sublimasi es ke gas [J/kg]
Pengeringan Sekunder
Pengeringan sekunder adalah tahap di
mana air diserap dari konsentrat beku,
biasanya pada suhu tinggi dan tekanan
rendah. Beberapa bagain dari material
mengalami pengeringan sekunder terjadi
bahkan pada awal pengeringan primer yang
es nya telah tersublimasi, namun sebagian
besar pengeringan sekunder terjadi setelah
pengeringan primer terjadi dan suhu material
meningkat [11].


Skema Alat Pengujian

Gambar 2 Skema alat pengujian
Diagram Alir Pengujian
Untuk tahapan pengujiannya sesuai
dengan diagram alir berikut ini :


Gambar 3 Diagram alir tahapan pengujian
Persiapan Benda Uji
Benda uji yang akan digunakan dalam
pengujian ini adalah ubur- ubur (Aurella Sp.)
. Ubur- ubur memiliki kandungan moisture
sebesar 95,6 % dalam 50 g massa spesimen.
Namun tidak semua bagian dari ubur- ubur
dapat dimanfaatkan. Bagian yang
dimanfaatkan dari ubur- ubur adalah
tentakelnya. Tentakel tersebut dipotong
kemudian dipisahkan ke dalam beberapa
toples plastik kecil sebanyak 50 g untuk
kemudian diblender. Maksud pemisahan
tersebut adalah untuk memastikan jumlah
kandungan air yang terkandung dalam tiap
material yang digunakan untuk pengujian
sama banyaknya.Agar tahan lama, toples
berisi ubur- ubur tersebut disimpan di dalam
freezer.
Variasi pengujian
Pengambilan data terbagi menjadi dua
variable, yaitu dengan menambahkan udara
dan tanpa penambahan udara. Untuk
pengambilan data dengan memberikan udara,
prosesnya dimulai dengan membekukan
material dengan membuka katup refigerasi ke
ruang pengeringan dan setelah beku, maka
katup ke cooltrap dibuka. Setelah itu pompa
vakum dinyalakan dan katup flow meter
dibuka setelah ruang memiliki tekanan sekitar
10 mbar. Untuk pengambilan data dengan
memberikan udara, prosesnya dimulai dengan
membekukan material dengan membuka
katup refigerasi ke ruang pengeringan dan
setelah beku, maka katup ke cooltrap dibuka.
Setelah itu pompa vakum dinyalakan dan
katup flow meter dibuka setelah ruang
memiliki tekanan sekitar 10 mbar.
Tabel 1 Variasi Pengujian

Prosedur Pengambilan Data
Langkah- langkah pengambilan data
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan benda uji
2. Menghubungkan alat- alat ukur digital
seperti thermocouple dan pressure
transmitter ke DAQ National Instrument
3. Meletakkan benda uji ke dalam ruang
material dan kemudian ditutup
4. Menyalakan software LabView
5. Menyalakan sistem HS
6. Mengatur needle valve HS sistem hingga
didapat suhu evaporator HS yang
diinginkan
7. Membuka katup sistem LS yang ke ruang
pengeringan yang mana awalnya semua
katup LS dalam keadaan tertutup
8. Menyalakan sistem LS
9. Mengatur needle valve LS sistem hingga
didapat suhu evaporator LS yang
diinginkan
10. Setelah material membeku secara
visualisasi, katup ke cooltrap dibuka
sampai
11. Setelah sistem LS setimbang, maka
pompa vakum dapat dinyalakan
12. Untuk percobaan dengan penambahan
udara, katup flow meter dibuka setelah
tekanan ruang pengeringan sekitar 10
mbar
13. Percobaan selesai ketika material sudah
kering secara visualisai
14. Mematikan pompa vakum dan sistem
refrijerasi.
4. HASIL DAN ANALISA
Temperatur Terhadap Waktu
Pada grafik variasi 1 terlihat waktu
pembekuan sekitar 5.5 jam dan 5 jam untuk
variasi 2, kemudian material divakum dan
terjadilah proses pengeringan primer selama
kurang lebih 12 jam pada variasi 1 dan 13
jam pada variasi 2. Proses selanjutnya yaitu
pengeringan sekunder sampai material kering
secara visual. Total waktu pengeringan
sekitar 23 jam untuk variasi 1 dan 24 jam
untuk variasi 2. Pada grafik perbandingan
variasi 1 dan 2 terlihat ada perbedaan waktu
proses pembekuan, hal ini dimungkinkan
karena perbedaan suhu yang dihasilkan oleh
sistem refrigerasi yang mana sulit untuk
diseting agar konstan. Proses sublimasi
variasi 2 lebih lama 2 jam dibandingkan
variasi 1, hal ini dimungkinkan karena adanya
perbedaan suhu di ruang pengering.

Gambar 4 Grafik temperatur terhadap waktu
Temperatur Material Terhadap Tekanan


Gambar 7 grafik kalor sublimasi
Pada grafik variasi 1, material cair
dibekukan hingga suhu kurang lebih -4C
yang mana secara visual telah beku. Proses
sublimasi terjadi pada tekanan 5 mbar dan
suhu -3C. proses pengeringan terjadi akibat
adanya heat transfer dan mass transfer.
Perbandingan yang terlihat antara variasi 1
dan variasi 2 terlihat keadaan vakum yang
berbeda, hal ini kemungkinan diakibatkan
oleh penambahan udara yang masuk ke ruang
pengering saat percobaan 2. Dan seperti yg
dibahas sebelumnya waktu pengeringan
variasi 2 lebih lama 1 jam secara keseluruhan
dibandingkan variasi 1 dimungkinkan juga
diakibatkan oleh perbedaan tekanan ruang
pengering.
Laju Sublimasi Material

Gambar 5 grafik temperatur terhadap tekanan
Laju sublimasi massa dihitung setelah
ruangan divakum sampai dibawah 6.1 mbar.
Pada grafik perbandingan laju pengurangan
massa material terlihat laju sublimasi variasi
1 lebih cepat dibandingkan dengan laju
variasi 2. Dimana laju sublimasi massa
variasi 1 sebesar 4.58 x 10
-2
gr/menit dan laju
sublimasi variasi 2 sebesar 4.21 x 10
-2

gr/menit, sehingga untuk variasi 1
membutuhkan waktu 16.68 jam dan 19.03
jam untuk varisai 2.
Kalor Sublimasi
Gambar 6 grafik kalor sublimasi
Kalor sublimasi dihitung setelah
ruangan divakum sampai dibawah 6.1 mbar.
Pada grafik perbandingan kalor sublimasi
terlihat variasi 1 memerlukan kalor sublimasi
yang lebih rendah dibandingkan kalor
sublimasi yang dibutuhkan oleh variasi 2.
Jumlah kalor total yang dibutuhkan oleh
variasi 1 untuk mengeringkan 50 gram
material ubur ubur yaitu sebesar 2728.879
joule, dan variasi 2 membutuhkan 4158.847
joule.

Moisture Konten
Kandungan air pada ubur- ubur adalah
95,6 % dalam 50 g massa ubur- ubur (Uji
kandungan air Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi IPB, Juni 2011 ),
artinya material kering atau produk yang
dihasilkan seharusnya mempunyai massa
sebesar 2,2 g.
Pada percobaan tanpa pemberian udara
panas, massa ubur-ubur adalah sebagai
berikut :
Variasi 1
Massa Awal : 50 g
Massa Akhir : 1,34 g
Artinya masa yang hilang dari percobaan ini
sebesar 0,86 g.
Variasi 2
Massa Awal : 50 g
Massa Akhir : 1,48 g
Artinya masa yang hilang dari percobaan ini
sebesar 0,72 g.
Dapat terlihat bahwa massa akhir pada
material relatif lebih sedikit dibandingkan
daripada yang seharusnya. Kemungkinan
adalah akibat material material masih
menempel pada wadah sehingga mengurangi
massa pada material. Perbedaan massa variasi
1 dan variasi 2 dimungkinkan akibat keadaan
kering material yang berbeda, karena keadaan
kering hanya berdasarkan keadaan visual.


Gambar 6 Hasil Pengeringan Variasi 1


Gambar 7 Hasil Pengeringan Variasi 2

5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis dari data yang
diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1 Pengeringan freeze vacuum drying
melalui tiga fase yaitu dari fase cair ke
fase padat, dan kemudian ke fase gas.
2 Waktu pembekuan material berkisar
antara 5 6 jam dengan menggunakan
sistem refrigerasi cascade.
3 Waktu pengeringan total untuk
percobaan berkisar antara 23 24 jam,
dimana waktu pengeringan antara
pengeringan dengan dan tanpa
penambahan udara pada percobaan
menunjukan perbedaan waktu selama 1
jam yang mana dengan udara tambah
lebih lama dibandingkan tanpa udara
tambah.
4 Laju sublimasi massa percobaan tanpa
penambahan udara sebesar 4.54 x 10
-2

gram/menit dengan kalor sublimasi total
2728.879 joule sedangkan untuk laju
sublimasi untuk penambahan udara
lingkungan sebesar 4.21 x 10
-2

gram/menit dengan kalor sublimasi total
4158.847 joule.
5 Proses pengeringan terjadi akibat proses
penyubliman pada tekanan dibawah 6,11
mbar.
6 Massa material hasil proses freeze
vacuum drying berkurang dari hasil yang
seharusnya sekitar 30% dari jumlah yang
seharusnya.
Saran
Adapun beberapa saran yang dapat
diberikan penulis untuk kemajuan dan
perbaikan ke depannya adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mempercepat laju pengeringan,
ruang pengering harusnya berubah fungsi
sebagai pemanas dengan memanfaatkan
panas kondenser pada sistem HS yang
memiliki suhu kondenser yang lebih tinggi
supaya perbedaan yang suhu yang terjadi
pada percobaan yang telah dilakukan
menjadi sama antara tanpa udara tambah
dengan udara tambah lingkungan.
2. Katup ekspansi pada sistem refrigerasi
dapat diubah dari needle valve menjadi
TXV, supaya temperatur yang dihasilkan
oleh sistem refrigerasi dapat seragam pada
percobaan yang berbeda.

UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Dr. Ir. Engkos A.
Kosasih MT, selaku dosen pembimbing yang
sudah meluangkan waktu memberikan
pengarahan, diskusi dan bimbingan, Pak
Yulianto yang telah ikut membantu dan
membimbing dalam menyelesaikan alat uji,
serta seluruh teman-teman satu bimbingan
skripsi; Rekky S.P, Ferry I.S, Yanuar K.,
Hendsy, Alfiandi dan Wuwut Rija.

DAFTAR ACUAN
[1] Hasegawa Satoshi, Yang Meng,
Chishima Takashi, Miyagi Yohei,
Shimada Hiroshi, Moossa A.R., Hoffman
Robert M., In Vivo Tumor Delivery of
the Green Fluorescent Protein Gene to
Report Future Occurrence of Metastasis
[2] George-Wilhelm Oetjen, Peter Haseley,
2004. Freeze Drying Second Edition,
Completely Revised and Extended
Edition. WILEY-VCH Verlag
GmbH&Co. KGaA, Weinheim ISBN:
978-3-527-30620-6.
[3] S. Litvin, C. H. Mannheim & J. Miltz,
1997. Dehydration of Carrots by a
Combination of Freeze Drying,
Microwave Heating and Air or Vacuum
Drying. Journal of Food Engineering 36
(1908) 103- 111.
[4] Ratti C., Hot Air and Freeze Drying of
High Value Food. Journal of Food
Engineering.
[5] J. Nastaj, A parabolic cylindrical Stefan
problem in vacuum freeze drying of
random solids, Int. Commun. Heat Mass
Transfer 30 (1) (2003) 93104.
[6] Y.C. Fey, M.A. Boles, Analytical study
of vacuum-sublimation in an initially
partially filled frozen porous medium
with recondensation, Int. J. Heat Mass
Transfer 31 (1988) 16451653.
[7] A.I. Liapis, R. Bruttini, H. Sadikoglu,
Optimal control of the primary and
secondary drying stages of the freeze
drying of pharmaceuticals in vials,
in:Proceedings of the 12th IDS, 2000, pp.
115124.
[8] J. Nastaj, B. Ambro_ zek, Modeling of
vacuum desorption in freeze-drying
process, Drying Technol. 23 (8) (2005)
16931709.
[9] Zhai Suling, Su Haiyun, Tailor Richard,
Slater Nigel K.H., Pure Ice Sublimation
within Vials in Laboratory Lyophiliser;
Comparison of Theory with Experiment.
Elsevier: Chemical Engineering Science.
[10] ASHRAE Handbook, 2006,
Refrigeration (SI), American Society of
Heating, Refrigerating, and Air-
Conditioning Engineer, Atlanta, Georgia.
[11] Charlie Xiaolin Tang, Pikal Michael J.,
Design of Freeze-Drying Processes for
Pharmaceuticals: Practical Advice,
Pharmaceutical Research, Vol. 21, No. 2,
February 2004

Anda mungkin juga menyukai