Dalam pengantarnya prof ghufron memberikan gambaran singkat terhadap jenis asuransi kesehatan dan sumber dananya. yakni berbasis market/ pasar asuransi komersial- seperti di Amerika Serikat; berbasis pajak seperti di Malaysia dan Inggris (NHS); dan berbasis sosial asuransi sosial- seperti yang bermula di Jerman oleh Otto V. tahun 1883.
Fungsi Pembiayaan: 1. Revenue collection: beberapa contoh dari sumber pembiayaan adalah pajak, out of pocket, hibah, CSR, dll. 2. Pooling: mengumpulkan dana dari seluruh sumber dana tadi, bisa di tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional. Ke depan, pooling BPJS berada di tingkat nasional. 3. Purchasing: Dalam membeli pelayanan kesehatan. terdapat 2 jenis tipe mekanisme mekanisme pembayaran. Yakni: 1) retrospective payment system, misal; Fee for service; 2) prospective payment system, misal: Capitation, diagnosis related group, dll. Dampak dari mekanisme pembayaran fee for service menyebabkan moral hazard dari sisi provider. Sehingga seringkali terjadi pengobatan tidak perlu yang dilakukan. Namun sebaliknya, jika pembayaran berdasarkan gaji menyebabkan bisa-bisa waktu tunggu operasi selektif mencapai 6 bulan bahkan bisa sampai 2 tahun. Beliau juga menceritakan pengalaman pribadi, bagaimana dokter bedah terkadang melakukan operasi tanpa indikasi. Sehingga beliau sangat menginginkan mahasiswa ada yang meneliti mengenai bagaimana moral hazard dokter terhadap mekanisme pembayaran ini. Beliau bahkan bersedia menjadi pembimbing.
Demokrasi Pilar dari demokrai adalah civil society dan media. Masalahnya selama ini, penghitungan suara dihitung dengan bobot sama. Orang yang dengan lulusan SD yang hanya ogah-ogahan memilih, dibandingkan dengan Professor yang bisa menganalisis dihitung sama yakni 1 orang. Padahal di negara kita, menurut statistik mencapai 60% merupakan lulusan SD. Media terkadang bisa sangat berbahaya, karena kesalahan sedikit seseorang bisa menghakimi orang tersebut tanpa pembuktian yang benar. Oleh karena itu, media di Amerika, kepemilikan media oleh perorangan hanya boleh dimiliki 30% maksimum. Tapi kalau di Indonesia, bisa sampai 400% kepemilikan. Bisa-bisa isinya hanya kampanye. Jadi intinya, menjadi mahasiswa, dalam menanggapi sebuah berita harus kritis. Jangan ditangkap mentah-mentah. Karena orang jelek bisa jadi baik, atau sebaliknya.
UHC at Global Level Jaminan kesehatan harus masuk dalam resolusi PBB di seluruh negara. Resolusi ini disetujui, muncullah United Nation Resolution no 67 / 2012. Urusan kesehatan di dunia dipegang oleh Margareth Chan. Universal Health Coverage tergantung dari komitmen dari pimpinan negara. 3 hal yang bisa dilakukan menurut Margareth Chan adalah: 1) Berkumpulnya negara untuk sharing pengalaman terhadap pelaksanaan UHC 2) WHO memfasilitasi dengan alat analisis untuk memberikan bentuk UHC dari masing-masing negara karena keunikannya; (sejarah, capability, capacity, yang berdampak pada kecepatan untuk mencakup seluruh populasi dan layanan) 3) memberikan alat monitoring sehingga setiap negara dapat melihat pencapaian dan gap. Peningkatan status kesehatan masyarakat dengan memberikan hak kepada masyarakat melalui peningkatan akses, equity keadilan- kualitas pelayanan yang baik. Proses Agenda Prioritas 1 1. Regulasi 2. Pembiyaan dan tarif pelayanan 3. Pengalihan program dan kelembagaan 4. Penyiapan providers 5. Penguatan Yankes primer dan rujukan 6. SIM BPJS Kesehatan 7. Sosialisasi 8. SDM Kesehatan 9. Farmasi dan Alkes 10. Rencana Aksi 11. Model Penyiapan JKN
Update Progress Jaminan Kesehatan 1. Perpres no 12/ 2013 tentang jaminan (kemenkes) 2. PP no101/2012 tentang PBI jaminan kesehatan (kemensos) 3. PP pencabutan PP no 69 tahun 1991, PP no 28 tahun 2003, dan revisi PP no 14 / 1993 (kemenkes) 4. Permenkes tentang pelayanan kesehatan pada jaminan kesehatan nasional (kemenkes) 5. Permenkes tentang standar tarif jaminan kesehatan nasional (kemenkes) 6. PP tentang tata cara pengenaan sanksi administratif bagi anggota dewan pengawas dan direksi BPJS (Kemenkes) 7. Perpres tentang perubahan atas perpres nomor 12 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan (kemenkes) 8. PP tentang pengelolaan aset dan liabilitas BPJS dan DJS kesehatan (keenkes) 9. Perpres tentang tata cara pemilihan dan penetapan dewan pengawas dan dewan direksi BPJS (Kemenkes) 10. Keppres tentang dewan pegawas dan dewan direksi BPJS kesehatan (Kemenkes) 11. Prepres tentang bentuk dan isi laporan pengelolaan perogram BPJS (Kemenkes) 12. Prepres tentang gaji atau upah dan manfaatan tambahan lainnya bagi dewan pengawas dan direksi BPJS (Kemenkes) 13. Peraturan BPJS kesehatan (Askes) 14. Pedoman (SOP) BPJS kesehatan (Askes) tapi menurut UKP4 progressnya masih merah semua. karena salah satu syaratnya adalah kesepakatan kepada stakeholder terkait.
Sebagai contoh kesepakatan mengenai jumlah orang miskin di indonesia. hal ini bisa berbeda- beda. menurut statistik indonesia, hanya 29 juta yang miskin. tapi BPJS akan mengcover 86,4 juta jiwa. Angka 86,4 juta jiwa itu adalah mengacu data dari PPLS 2011 karena mencakup (miskin dan tidak mampu). Sehingga total untuk Askes tahun 2014 untuk jaminan kesehatan, anggaranya adalah 19,93 triliun rupiah. Dibandingkan dana untuk monorail di jakarta adalah 17 triliun. Kementerian Keuangan selalu bertanya, lebih pilih mana? dan apa benefit dan dampak dari sisi ekonomi dengan membiayai jaminan kesehatan yang sebesar hampir 20 triliun. intinya, ke depan kita harus berpikir value for money, mana yang paling cost effective untuk digunakan? bagaimana opportunity cost?
Iuran non Penerima Bantuan Iuran PNS/TNI/ POLRI/ PENSIUNAN prosentase upah = 5%. 2% oleh PNS/ TNI/ POLRI/ PENSIUNAN dari gaji pokok. 3% oleh pemerintah Pekerja prosentase upah = 5% dengan usulan pemerintah 4% pemberi kerja dan 1% pekerja Pekerja bukan penerima upah dengan nilai nominal. kontribusi 25.500 ranap kelas 3; 42.500 ranap kelas 2 dan 59.500 ranap kelas 1. Batas atas upah (ceiling wage) untuk pekerja penerima upah swasta ditetapkan 2 kali PTKP- K1 (Rp. 4.725.000).
Dokter di layanan primer harus minimal mampu memiliki 155 kompetensi, yang diterjemahkan dalam diagnosis yang dikembangkan oleh AIPKI. Jumlah puskesmas saat ini adalah 9.185 dengan 163 rusak berat. Rumah dinas sebanyak 10.146. Rencana anggaran perbaikan puskemas, rumah dinas dokter dan perawat tahun 2014 sebanak 1,043 triliun. Bed yang dibutukan kurang lebih sekitar 256 ribu tempat tidur untuk menghadapi BPJS. Melalui e-planning untuk pengusulan anggaran bangunan, alat dan ambulans mencapai 26,5 triliun rupiah. Jadi yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, mana yang lebih baik? 20 trilun dipakai untuk menjamin pelayanan kesehatan kepada orang miskin (86,4 juta jiwa) dengan full package, atau pekerja informal (135 juta jiwa) dengan benefit yang lebih sedikit. Atau 10 triliun untuk perbaikan dan pembangunan fasilitas kesehatan (puskesmas) dan 10 triliun untuk jaminan kesehatan? pemberi pelayanan yang telah bekerja dengan askes sekitar 15 ribuan untuk pelayanan kesehatan tingkat pertama dan 23 ribuan bed.
Uji coba/ model persiapan JKN SK Menkes nomor 142 / menkes/ SK/ III/ 2013 tentang uji coba penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional di daerah provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Provinsi Jawa Barat (untuk model persiapan rujukan). secara sekilas, beliau juga menyampaikan mengenai wacana integrasi Jamkesda dalam BPJS.
Penutup Penyelenggaraan JKN pada 1 januari 2014 harus dipersiapkan sebaik-baiknya Waktu persiapan sangat pendek > perlu bekerja intense Aspek regulasi menjadi sangat penting agar pelaksanaan JKN berjalan optimal Sosialisasikan JKN seluas-luasnya agar berbagai pihak memahami mekanisme penyelenggaraan JKN
Diskusi 1. Bagaimana nasib Jamkesda? AGM: jamkesda tetap harus berjalan. tidak ada halangan untuk menjalankan Jamkesda. 2. Puskesmas diharapkan ke depan menjadi BLUD. 3. Kekhawatiran terhadap kurangnya nilai pembayaran dengan INA-CBGs sebenarnya tidak perlu. Karena penghitungan tarif, tim nya diketuai oleh direktur rumah sakit. Sehingga kalau pelayanan dilakukan secara benar maka seharusnya sudah seusai dengan nilai rata-rata. 4. Obat terjadi perubahan yang mendasar. ada e-katalog saat ini. Sehingga sudah ada harganya dan tidak perlu tender dalam pengadaan. yang menegosiasikan adalan pemerintah pusat. 5. Formularium nasional akan dibangun untuk BPJS.
Artikel ke 2 Proses Sakit Kartu Sehat Oleh: Badrul Munir
Dalam setiap kampanye atau debat publik pemilihan kepala daerah di seluruh Indonesia, selalu ada janji kesehatan murah, bahkan gratis. Pilgub Jakarta yang dimenangi Jokowi-Ahok juga mengeluarkan ''jurus maut'' isu kesehatan dengan nama Kartu Jakarta Sehat (KJS). Namun, implementasinya ternyata sangat sulit, rumit, dan perlu perbaikan sangat mendasar. Romantika Jokowi dalam membangun KJS bisa menjadi pelajaran daerah lain yang punya gagasan luhur seperti itu. Jelas, DKI tidak sesederhana Solo.
Penduduk DKI yang lebih dari 10 juta orang adalah 20 kali lipat penduduk Kota Solo. Namun, ikhtiar menyukseskan KJS sangat mulia. Gubernur Jokowi, yang mantan wali Kota Solo, begitu ingin meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Jakarta, terutama golongan miskin yang sering terabaikan. Dari pemikiran tersebutlah digagas suatu metode ''berkeadilan'' dalam pelayanan kesehatan tanpa melihat status sosial ekonomi yang bersangkutan. Tetapi, kenyataan di lapangan tidak sesederhana di kertas konsep. Perencanaan yang kurang sempurna dan waktu pelaksanaan yang mepet membuat lonjakan pasien di RS penerima JKS begitu besar, sehingga RS tidak mampu melayani. Sistem rujukan tidak berjalan, sehingga semua pasien datang ke RS walaupun sebenarnya penyakit tersebut bisa ditangani di layanan kesehatan primer seperti puskesmas. Syukurlah masalah itu sudah dapat diselesaikan dengan mengaktifkan sistem rujukan dan sistem dokter keluarga. Yang dilupakan pemerintah DKI adalah sistem pembiayaan KJS dan kesejahteraan para petugas kesehatan. Saat ini, sistem yang dipakai adalah sistem yang disebut KJS oleh PT Askes dengan system Indonesia-Case Base Groups (INA-CBG's).
Sistem yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan mulai 2013 yang didasarkan pada sistem paket tersebut ternyata tidak dapat diterima RS swasta. Sebagai contoh, biaya pengobatan pasien stroke sumbatan dipatok Rp 2,5 juta per pasien dengan lama perawatan 7 hari. Bila rumah sakit mampu merawat kurang dari 7 hari dan kurang dari Rp 2,5 juta, rumah sakit bisa mendapat untung. Tetapi, bila perawatan lebih dari itu atau lebih lama, rumah sakit harus membiayai sendiri kekurangannya. Satu penelitian yang dilakukan Edy Mulyanto di RS RA Kartini Jepara tentang pelaksanaan INA Group dengan biaya riil 2012 dengan 4.941 sampel mendapat hasil, ada perbedaan yang sangat besar antara biaya riil Rp 4 juta -Rp 5 juta, padahal biaya berdasar INA Group Rp 2.083.173. Perbedaan itu sangat bermakna secara statistik. Parkir Kalahkan Fee Dokter Pada dasarnya, pola seperti itu sangat baik dilihat dari system pembiayaan. Tetapi, jika dilihat dari kualitas perawatan, sulit dipertanggungjawabkan.
Penyebabnya, tata laksana pengolahan pasien adalah based on money, bukan based on value. Jadi, dokter segera memulangkan pasien stroke walaupun masih belum sembuh karena rumah sakit akan terbebani biaya perawatan tambahan di luar 7 hari. Pak Jokowi harus lebih terbuka dan memahami kondisi seperti itu dengan kepala dingin. Beberapa komentar gubernur dan wakil gubernur yang cenderung menyalahkan rumah sakit serta dokter dalam pelaksanaan KJS itu saya kira perlu dievaluasi. Sebab, mereka adalah partner kerja untuk menyukseskan program pemerintah DKI. Pemerintah daerah harus mengetahui gaji minimal dokter di Jakarta dan Indonesia dibanding jam kerja serta risiko yang harus ditanggung yang bersangkutan bila tersandung kasus.
Contohnya, dalam INGA, dokter spesialis mendapat fee Rp 5 ribu per pasien per hari dalam merawat pasien dan dokter umum mendapat Rp 3 ribu. Dalam sehari, dokter bisa mendapat telepon berkali-kali dari rumah sakit untuk mengabarkan kondisi terbaru pasien dan langkah yang harus dilakukan untuk kesembuhan pasien. Pantaskah mereka diberi honor Rp 3 ribu per hari (bandingkan dengan tarif parkir di Jakarta)? Memang, kesehatan adalah urusan yang sangat rumit dan complicated. Perlu perencanaan yang matang dan melibatkan semua pihak sebelum benar-benar dilaksanakan. Jangan sampai suatu kebijakan dilaksanakan dengan membuat ''sakit'' pihak lain di lapangan. Juga, calon kepala daerah lain jangan dengan gampang mengampanyekan isu kesehatan yang tidak realistis untuk mendapat suara. Bila buruh yang diupah rendah dibela mati- matian oleh gubernur, bagaimana dengan petugas kesehatan? Adakah kebijakan pemerintah yang pro mereka? Lihatlah bagaimana para perawat menuntut pengesahan RUU keperawatan karena mereka belum sejahtera. Atau, lihatlah demo para dokter yang menolak politisasi KJS, rencana mundurnya beberapa RS swasta dari KJS. RS dan unsur medis jangan sampai ''sakit'' karena menjadi korban kebijakan populer pemerintah. Jadikan mereka partner kerja dengan kerja sama yang saling menguntungkan. KJS semestinya bisa meningkatkan derajat kesehatan dan kemakmuran. Bukan hanya masyarakat Jakarta, tetapi juga dokter, petugas kesehatan, dan rumah sakit. Akan indah bila kesuksesan kemitraan itu menyebar ke seluruh tanah air.
KESIMPULAN Value for money menghendaki organisasi sektor publik bisa memenuhi prinsip efisiensi dan efektivitas secara bersama-sama. Dengan kata lain, value for money menghendaki suatu organisasi sektor publik dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan biaya yang lebih rendah. Organisasi sektor publik sangat dipengaruhi oleh faktor politik. Konsep value for money terdiri dari ekonomi, efisiensi, dan efektivitas perlu diperluas lagi dengan adanya keadilan (equity). Prinsip keadilan ini terkait juga dengan prinsip kesetaraan (equality).
Kesetaraan berarti pemerintah mengutamakan pelayanan kepada masyarakat yang lebih membutuhkan. Keadilan berarti bahwa setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pelayanan, tidak ada diskriminasi, atau hak istimewa atas kelompok tertentu. Penambahan konsep equity dan equality disebabkan bila pemerintah hanya berfokus pada ekonomi, efisiensi, dan efektivitas saja maka sangat mungkin akan mengorbankan pihak tertentu dan juga dapat menyebabkan organisasi mengabaikan etika bisnis dan tanggung jawab sosial, padahal sektor public bertujuan mewujudkan kesejahteraan sosial.
Pelayanan yang diberikan tidak semata-mata didasarkan atas ketersediaan dana, akan tetapi pemberiaan pelayanan adalah karena adanya kebutuhan masyarakat jangan sampai menyediakan organisasi sektor publik menjanjikan pelayanan yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh masyarakat dan akhirnya sia-sia, dengan demikian sering kali sektor publik dinilai sebagai sarang inefisiensi, pemborosan, dan sumber kebocoran dana. Dalam penerapan konsep value for money ini tidak semudah apa yang ditulis dalam konsep. Masyarakat menghendaki pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money tersebut, yaitu: ekonomis (hemat cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisien (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya dalam arti penggunaannya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan, serta efektif (berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan dan sasaran namun dalam prakteknya masih banyak pihak yang merasa dirugikan oleh kebijakan pemerintah. Misalnya, sistem yang dipakai adalah sistem yang disebut KJS, jamkesmas, jamkesda, JKN, oleh PT Askes dengan system Indonesia- Case Base Groups (INA-CBG's) serta kekhawatiran terhadap kurangnya nilai pembayaran dengan INA-CBGs, sistem tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan mulai 2013 yang didasarkan pada sistem paket tersebut ternyata tidak dapat diterima RS swasta. Sebagai contoh, biaya pengobatan pasien stroke sumbatan dipatok Rp 2,5 juta per pasien dengan lama perawatan 7 hari. Bila rumah sakit mampu merawat kurang dari 7 hari dan kurang dari Rp 2,5 juta, rumah sakit bisa mendapat untung. Tetapi, bila perawatan lebih dari itu atau lebih lama, rumah sakit harus membiayai sendiri kekurangannya. Tetapi, jika dilihat dari kualitas perawatan, sulit dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu, perlunya pemeratan pada pendistribusian pembayaran klaim dana pada seluruh jaringan rumah sakit yang berkerja sama. Ditinjau dari sudut value for money terlihat belum optimal terutama dari keterlambatan pembayaran klaim, atau terjadinya kerugian biaya yang ditanggung RS menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pelayanan rumah sakit terhadap pasien kartu sehat sering terkesan kurang memuaskan (dinomer duakan), tata laksana pengolahan pasien adalah based on money, bukan based on value. Jadi, dokter segera memulangkan pasien stroke walaupun masih belum sembuh karena rumah sakit akan terbebani biaya perawatan tambahan di luar 7 hari. Jika berbicara tentang keadilan dan kesetaraan jelas dalam praktiknya dilapangan masih jauh dari prinsip tersebut, kebijakan hanya berfokus kepada satu pihak saja, yaitu masyarakat miskin golongan kebawah yang membutuhkan.
Seperti perencanaan kebijakan KJS yang kurang sempurna dan waktu pelaksanaan yang terlalu mendesak membuat lonjakan pasien di RS penerima KJS begitu besar, sehingga RS tidak mampu melayani. Sistem rujukan tidak berjalan, sehingga semua pasien datang ke RS walaupun sebenarnya penyakit tersebut bisa ditangani di layanan kesehatan primer seperti puskesmas. Maka dari itu perlu adanya perencanaan yang matang perhitungan yang pasti mengenai input (sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan aktivitas), output (hasil yang dicapai dari suatu program, aktivitas, dan kebijakan), outcome (dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu) serta harus melibatkan seluruh pihak yang terkait sebelum benar-benar dilaksanakan jangan sampai suatu kebijakan dilaksanakan dengan merugikan pihak lain di lapangan. Baru-baru ini terjadi demo para dokter yang menolak politisasi KJS, rencana mundurnya beberapa RS swasta dari KJS dan para perawat yang menuntut pengesahan RUU keperawatan karena mereka belum sejahtera. RS dan unsur medis jangan sampai menjadi susah dan dirugikan karena menjadi korban kebijakan pemerintah, perlakukan mereka sebagai partner kerja dengan kerja sama yang saling menguntungkan. Jamkesmas, askeskin, kartu sehat, KJS, Jamkesda, JKN, dll semestinya bisa meningkatkan derajat kesehatan dan kemakmuran, bukan hanya untuk masyarakat tetapi juga dokter, petugas kesehatan, dan rumah sakit. Diharapkan penyelenggaraan JKN pada 1 januari 2014 harus dipersiapkan sebaik-baiknya, sosialisasikan JKN seluas-luasnya agar berbagai pihak memahami mekanisme penyelenggaraan JKN. Semoga pada waktu yang akan datang konsep value for money mampu melahirkan kesuksesan kemitraan di Indonesia antara sektor publik dan sektor swasta .