Anda di halaman 1dari 7

1

Cervical Root Syndrome adalah keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi akar-akar
saraf cervicalis, yang ditandai dengan nyeri di leher yang menyebar ke lengan atau tergantung
pada akar saraf yang tertekan (Dorland, 1985).
2. Etiologi
Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau penjepitan dari akar
saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan gejala
dari CRS. Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh proses degeneratif dan herniasi
dari discus intervertebralis (Gartland, 1974).
3. Patologi
Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan jaringan elastis, yang
dikelilingi oleh annulus fibrosus yang terbentuk oleh jaringan fibrosus. Kandungan air
dalamnucleus pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur seseorang kadar air dalam nuleus
pulposussemakin berkurang terutama setelah seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan
itu terjadi perubahan degenerasi pada begian pusat discus, akibatnya discus ini akan menjadi
tipis, sehingga jarak antara vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan discus
menjadi sempit. Selanjutnya annulus fibrosus mengalami penekanan dan menonjol keluar.
Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu corpus-corpus vertebrae yang
berbatasan akan terjadi suatu perubahan. Perubahannya yaitu terbentuknya jaringan ikat baru
yang dikenal dengan nama osteofit. Kombinasi antara menipisnya discus yang menyebabkan
penyempitan ruangan discus dan timbulnya osteofit akan mempersempit diameter kanalis
spinalis. Pada kondisi normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai 18 mm (Adam
dan Victor, 1977). Tetapi pada kondisi CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada
umumnya antara 9 mm sampai 10 mm (Adorte dan Galsberg, 1980).
Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai seperlima,
sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada ruang yang tersisa.
Bila foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-akar saraf
yang ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan membengkok.
Perubahan ini menyebabkan akar-akar saraf tersebut terikat pada dinding foramen
intervertebralis sehingga mengganggu peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan
terus meningkat terhadap penekanan, yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat
fisiologisnya. Penekanan akan menimbutkan rasa nyeri di sepanjang daerah yang
mendapatkan persarafan dari akar saraf tersebut.
1. Sistem persarafan
Sistem persarafan merupakan sistem penghantar yang berfungsi sebagai perantara impuls-
impuls saraf yang berjalan di kedua arah antara susunan saraf pusat dan jaringan tubuh
lainya. Komponen badan saraf terdiri dari serabut-serabut yang terikat menjadi satu oleh
jaringan penyokong konektif. Sistem persarafan yang terletak pada plexsus brachialis
merupakan sistem saraf perifer yang mana terdapat beberapa persarafan antara lain, n.
medianus, n. ulnaris, n. cuaeus, dan n. radialis (Chusid, 1993).
a. Nerves Musculocutaneus
2

Nerves Musculocutaneus timbul dari fascicularis lateral plexsus brachialis dan terdiri
dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6. mula-mula nerves ini terletak di
sebelah lateral arteri axillaris, lalu menembus muscular coraco brachialis dan turun secara
oblique di sebelah lateral diantara musculus biceps dan brachialis (Chusid, 1993).
b. Nerves axillaris (circumflexa, C5-C6)
Nerves axillaris berasal dari fasciculer post plexus brachialis dan terdiri dari serabut-serabut
yang berasal dari segmen C5 dan C6, kemudian serabut berjalan ke dorsal (Chusid, 1993).
c. Nerves radialis (musculospiralis, C6-8 dan Th 1)
Nerves radialis merupakan cabang yang terbesar daripada batas bawah muscular pectoralis
sebagai kelanjutan langsung dari fasciculer pectoralis dan serabut-serabut yang berasal dari
tiga segmen thoracal pertama dari medulla spinalis. Selama berjalan turun sepanjang lengan,
n. radialis ini menyertai arteri profundus dan sekitar humerus serta di dalam sulcus
musculospinalis. (Chusid, 1993).
d. Nerves Medianus (C6-8, Th1)
Nerves medianus dipercabangkan dari pleksus brachialis dengan dua buah caput. Kedua caput
tersebut berasal dari fasikulus lateral dan fasikulus medial. Kedua caput tersebut bersatu pada
bawah otot pectoralis minor, jadi serabut-serabut dari dalam trunkus berasal dari tiga segmen
cervical yang bawah dan dari segmen thorakal pertama medulla spinalis di dalam lengan atas
bagian bawah (Chusid, 1993).
e. Nerves Ulnaris (C8-Th1)
Nerves ulnaris merupakan cabang terbesar daripada plexsus brachialis. Serabut syaraf
ini terdiri dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C8-Th1. Nerves ulnaris ini berasal
dari batas bawah musculus pectoralis minor dan berjalan turun pada sisi medial lengan dan
menembus septum intermuscular untuk melanjutkan perjalanan dalam sulcus pada caput
medialis (Chusid, 1993).

Diagnosis: Penderita mengaku nyeri aksial pada leher di ikuti oleh nyeri pada
lengan. Nyeri radikuler berupa nyeri tumpul atau tajam dengan lokasi yang berbeda-
beda.
- Bagi an medi al s capul a ( C5, C6, at au C7)
- S u p e r i o r t r a p e s i u s ( C5 a t a u C6 )
- P r e c o r d i u m ( C 5 a t a u C 6 )
- Daer ah del t oi d dan l engan l at er al ( C5 at au C6)
- Pos t er omedi al l engan ( C7, C8 at au T1) - An t e r o l a t e r a l l e n g a n a t a s
( C6 a t a u C7 )
- P o s t e r i o r l e n g a n a t a s ( C7 a t a u C8 )
- J a r i - j a r i t a n g a n ( C6 , C7 , C8 a t a u T 1 )
Nyeri akan diperberat oleh aktifitas yang meningkatkan tekanan pada subaraknoid, batuk,
bersin atau pada tes valsava.

4. Tanda gejala
Adapun gejala yang khas dari CRS yaitu rasa nyeri yang menjalar mengikuti alur segmentasi
serabut syaraf yang lesi sehingga disebut dengan nyeri radikuler, gangguan fungsi motoris
yang ditandai dengan kelemahan otot berdasarkan distribusi myotom, terjadi spasme otot,
gangguan sensibilitas pada segmen dermatom, gangguan postural yang terjadi akibat
3

menghindari posisi nyeri, dan pada kondisi kronis timbul kontraktur otot dan kelemahan otot
pada regio cervical (Adam dan victor, 1980).
5. Diagnosis banding
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan bahu serta rasa tak nyaman
pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan bagaimana mekanisme
terjadinya. Diagnosis banding untuk CRS ini adalah :
1. Carpal Tunnel Syndrome,
Adalah suatu gejala yang muncul bila ada penekanan nervus medianus oleh
ligamen transversum sehingga timbul kesemutan, nyeri menjalar ke tangan (Cailliet, 1991).
2. Thoracic outlet syndrome
a. Anterior sclanei syndrome
Disebabkan karena adanya kompresi bundle neurovaskuler diantara otot sclanei dan
costa pertama. Gejalanya adalah numbness, tingling, di lengan dan jari-jari tangan. Biasanya
menggambarkan kesemutan datang dan pergi dari tangan dan jari tangan. Nyeri ini letaknya
dalam biasanya datang setelah duduk lama (Cailliet, 1991).
b. Petoralis minor syndrome
Muncul bila ada penekanan bundle neuromuscular diantara bagian antero lateral atas dan otot
pectoralis minor terjadi bila hiperabduksi humerus mengulur otot pectoralis minor ( Cailliet,
1991).
3. Claviculocostal syndrome
Timbul karena adanya penekanan pada bundle neurovasculer saat melewati belakang
clavicula di sebelah anterior costa pertama, gejala lainnya adalah adanya dropy posture yaitu
posturnya salah, lelah, cemas, dam depresi. (Cailliet, 1991).
6. Komplikasi
Komplikasi dari CRS adalah atrofi otot-otot leher dan adanya kelemahan otot-otot leher dan
bahu, dan ketidakmampuan tangan untuk melakukan aktifitas (Sidharta, 1984).
7. Problematika fisioterapi
1. Impairment, yaitu berupa nyeri, penurunan kekuatan otot bahu dan leher, serta
penurunan lingkup gerak sendi bahu dan leher..
2. Functional limitation, berupa gangguan saat menengok dan menunduk, nyeri saat
bangun tidur dan tidur miring, nyeri saat mengangkat lengannya.
3. Disability, yaitu tidak ada gangguan dalam bersosialisasi dengan masyarakat.
C. Teknologi Fisioterapi
Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam penanganan CRS ini adalah SWD, ultra sonic,
dan terapi latihan.
1. SWD (Short Wave Diatermy)
SWD adalah alat yang menggunakan energi listrik elektromagnetik yang dihasilkan
arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada penggunaan SWD
adalah 27 MHz dengan panjang gelombang 11 m. Energi elektromagnetik yang dipancarkan
4

dari emitter akan menyebar sehingga kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak
semakin jauh. Berkurangnya intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh
penyerapan jaringan (Banress, 1996).
Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa Short Wave Diatermy (
SWD ). Pemberian SWD diharapkan dapat merangsang serabut syaraf tipe II dan tipe III,
sehingga akan menghalangi masuknya impuls nosiseptif di tingkat medulla spinalis sehingga
nyeri akan berkurang dan selanjutnya akan memutus siklus nyeri, kemudian akan
memberikan efek relaksasi otot-otot lain yaitu mempengaruhi aliran darah lokal yang
membuat spasme otot berkurang sehingga terapi relaksasi dan nyeri dapat terhambat (
Cailliet, 1991).
2. Ultra Sonic
Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat didengar oleh manusia.
Merupakan gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah ke dan dari dan
perambatannya memerlukan media penghantar. Media pengahantar harus elastis agar partikel
bisa merubah bentuk dan kembali ke bentuk semula untuk memungkinkan gerakan ke dan
dari. Dari sini dijumpai daerah padat atau compression dan daerah renggang
atau refraction (Sujatno dkk, 2002).
Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic
efektif untuk mengurangi nyeri, karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang,
mekanisme dari efek termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta
sonic terhadap gerbang nyeri dan dari suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra
sound dengan pulsa rendah .
a. Efek Ultra sonic
1) Efek mekanik
Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra
sonic menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi
yang sama dengan frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro
massage. Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan
dan meningkatkan metabolisme (Cameron, 1999).
Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting karena semua efek
yang timbul oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro massage ini (Cameron, 1999).
2) Efek termal
Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang dipakai, intensitas
dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas adalah jaringan antar kulit
dan otot. Efek termal akan memberikan pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas
sel, vasodilatasi yang mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan
memperlancar proses metabolisme (Cameron, 1999).
3) Efek biologi
5

Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan termal.
Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:
a) Memperbaiki sirkulasi darah
Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan
vasodilatasi sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan
memungkinkan proses metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai oksigen
dan nutrisi menjadi meningkat (Cameron, 1999).
b) Rileksasi otot
Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak
ada. Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses pengangkutan
sel P (zat asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi pada otot (Cameron, 1999).
c) Meningkatkan permeabilitas jaringan
Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh mekaniknya
dapat memperlunak jaringan pengikat.(Cameron, 1999).
d) Mengurangi nyeri
Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf. Hal ini
akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan analgetik
pada ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan dasar dari pengurangan rasa nyeri
ini diperoleh dari, perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot, berkurangnya
tekanan dalam jaringan, berkurangnya derajat keasaman (Cameron, 1999).
e). Mempercepat penyembuhan
Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak . Adanya
peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang mempercepat penyembuhan
dan perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan ( Cameron, 1999).
g). Pengaruh terhadap saraf parifer
Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent,
ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3 w/cm2 dengan gelombang
kontinyu dapat mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek
panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak terlalu berpengaruh (Sujatno dkk, 2002).
3. Terapi latihan
a. Dengan metode PNF
Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaanya
menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau pula dapat
didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan dari suatu cidera
6

yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau adanya
hambatan dalam melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan dirinya untuk
hidup secaraindependent yaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja (Priyatna, 1985).
Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2) Memperbaiki
otot yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi yang normal tanpa
memperlambat usaha mencapai gerakan yang berfungsi dan efisien, (3) Memajukan
kemampuan penderita yang telah ada untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi
serta bertujuan, sehingga dapat beraktifitas normal (Priyatna, 1985).
Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan
menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan
rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan
perangsangan yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah
untuk meningkatkan kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang
menyatakan bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro
musuloseletal. Tehnik ini bermanfaat untuk assisted otot-otot yang lemah sekaligus
strengthening otot-otot yang lebih kuat tanpa melupakan prinsip-prinsip dasar PNF dan
teknik PNF.
Adapun prinsip-prinsip dasar yang berhubumgan dengan kasus CRS ini antara lain:
1. Tahanan maksimal (optimal)
Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa dilawan
oleh penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk mempertahankan suatu
posisi (kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus. Tahanan ini tergantung toleransi
pasien ( Voss, 1985).
Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan rotasi.
Tahanan diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis
seperti cara kerja lever., letak as dan gaya berat (gravitasi) sangat mempengaruhi
terhadap besar-kecilnya tahanan yang diberikan ( Voss, 1985).
2. Manual contact
Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang
diminta oleh terapis dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga mudah untuk
memberikan tahanan ataupun assisted ( Voss, 1985).
3.Stimulasi verbal (komando)
Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam
memberikan aba-aba kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.
4. Body position dan body mechanic
7

Terapis berdiri pada grove dan menghadap ke pasien sehingga
memungkinkan selalu memperhatikan pasien agar dalam melakukan latihan di rumah sama
seperti yang diajarkan terapis.
2. Traksi dan aproksimasi.
Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu
terhadap segmen yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas.
Aproximasi adalah saling menekanya atau memberikan tekanan pada suatu
segmern atau ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi sendi.
1. Pola gerak
Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi, fleksi-
adduksi-eksorotasi, ektsensi, abduksi-eksorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-
adduksi-endorotasi.
Teknik yang digunakan pada kasus ini adalah repeated
contration.Repeated contration adalah suatu teknik isotonic untuk kelompok agonis, yang
dilakukan pada bagianbagian tertentu, dari lintasan gerakan dengan jalan memberikan
restrech yang disusun dengan kontraksi isotonic. Dan tujuan dari teknik ini antara lain
memperbaiki kekuatan otot dan daya tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara aktif,
menurunkan ketegangan atau penguluran antagonis, serta penguatan (strengtening)
(Wahyono, 2002).
b. Dengan traksi cervical.
Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu
terhadap segmen yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas.
Dengan traksi cervical diharap terjadi penambahan ruangan pada
intervertebralis maka penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta
diperoleh relaksasi otot-otot leher (Musthafa, 1988).
Dalam percobaan traksi yang diberikan pada susunan vertebrae cervicalis.
oleh Olachis dan Strohm disebutkan bahwa dalam keadaan lordosis servical normal. Traksi
diberikan dengan tarikan diperoleh regangan jarak antara prosessus spinosus pada vertebrae
yng berbatasan sebesar 1-1,5mm (Musthafa, 1988).

Anda mungkin juga menyukai