Anda di halaman 1dari 3

KEJUJURAN SEBAGAI SENJATA MELAWAN KORUPSI

Keluaran 22:1-5 dan Kisah 5:1-11


Kalau di luar gereja ada pencuri tentu kita kesal apalagi kalau kita sendiri
yang kecurian. Tetapi kalau di gereja, di dalam kehidupan umat Allah ada pencuri,
maka ini bukan hanya kejahatan, tetapi kelewatan memalukan. Tuhan pasti akan
sangat marah! Kalau di luar gereja ada korupsi, ada fitnah, ada saling menipu,
tentu tetap buruk dan jahat. Tetapi kalau itu terjadi di gereja, dalam persekutuan
umat Allah dan dilakukan oleh sesama orang Kristen- menurut saya- , itu sepuluh
kali lebih jahat. Dan sangat memalukan. Dulu kalau ada acra-acara seperti ini
(pengucapan syukur), mereka yang punya ikan, ayam, anjing, babi dll (binatang-
binatang yang sering menghias meja makan kita), akan diproteksi, diikat dan
dijaga menjelang H min 1. Jangan sampai tuan rumah yang memelihara, orang lain
yang menikmati hehehe. Termasuk saat kami melayani di poso. Mau tuduh orang
lain tidak mungkin sebab mereka haram dengan binatang-binantang itu. Pastilah
itu perbuatan orang dalam..mungkin jemaat sendiri. Dan ini amat sangat
memalukan. Tuhan pasti akan sangat murka dengan kelakuan orang-orang Kristen
model begini. Begitu juga dengan masalah korupsi, yang mengambil sesuatu yang
bukan hak dan miliknya telah menjadi citra buruk untuk para pemimpin bangsa ini.
Banyak pejabat takut untuk jujur dan diperiksa harta kekayaannya. Kalau memang
itu adalah jerih juang yang diperoleh dengan tetesan keringat sendiri, mengapa
harus malu atau takut untuk jujur?
Rupanya masalah pencurian, mengambil yang bukan hak dan miliknya,
bukan hanya persoalan sekarang tetapi juga persoalan umat Allah dalam Alkitab.
Dalam Keluaran 22:1-5 dengan jelas aturan tentang jaminan harta sesama
manusia dicatat. Mengapa perlu dicatat? Supaya umat belajar tentang kejujuran
dan kebenaran! Dan sanksi yang dituliskan sangat berat. Bila seorang mencuri 1
ekor lembu/domba lalu membantai atau menjualnya, dia harus mengganti 5 ekor
lembu /4 ekor domba. 1 ekor ditukar 5/4 ekor. Jika kedapatan mencuri dan
dipukul lalu mati, (asalkan masih malam) maka yang melakukannya tidak
berhutang darah. Artinya sah, legal dan pantas dilakukan. Tetapi jika siang hari, si
pelaku pembunuhan berhutang darah. Pencuri harus mengganti kerugian
sepenuhnya, bahkan jika dia orang miskin, dia harus dijual untuk membayar
kerugiannya. Jika yang dicurinya masih ada padanya dan dalam keadaan hidup,
gantinya 2 kali lipat. Bahkan jika seorang menggembalakan ternak di ladang dan
membiarkan ternak itu terlepas dan merugikan ladang orang lain, maka dia harus
mengganti kerugian yang ditimbulkan oleh ternaknya dengan memberi hasil ladang
terbaiknya. Aturan-aturan ini sangat berat sanksinya! Tetapi inilah cara untuk
menjamin harta milik sesamanya; inilah cara menghargai kepunyaan orang lain.
Jadi jangan mencuri, jangan mengambil yang bukan milik sendiri dan jangan
merencanakan kejahatan kepada sesama.
Dalam Perjanjian Baru juga ada kisah yang memalukan yang terjadi di
jemaat mula-mula. Kisah Ananias dan Safira pasti bukan iklan yang menarik untuk
gereja yang pada waktu itu baru mulai berkembang. Seharusnya kisah seperti ini
perlu disembunyikan . Membuat malu gereja perdana! Tetapi mengapa Lukas
menulisnya juga? Karena Lukas mau jujur, dan ia ingin kita umat Tuhan di masa
kinipun jujur. Di gereja kita bukan hanya akan bertemu dengan orang-orang yang
baik, jujur, yang saleh, tetapi juga ada orang-orang yang seperti Ananias dan
Safira. Jika Alkitab menceritakan kisah tentang Ananias dan Safira maksudnya
adalah supaya kita jangan sampai meniru perbuatan mereka. Sebab betapa
mengerikan dan fatal hukuman Tuhan atas mereka! Betapa marah dan murkanya
Tuhan atas tindakan mereka yang membohongi dan menipu Tuhan. Mengkorupsi
apa yang sebenarnya menjadi hak dan milik Tuhan. Mereka sebenarnya munafik!
Sebab mereka sebenarnya tidak rela memberi, tetapi ingin dapat nama hebat di
mata jemaat. Petrus katakan: Selama tanah itu tidak dijual, bukankah itu
kepunyaanmu, dan setelah dijual bukankah hasilnya itu tetap dalam
kuasamu?...Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah (ay.4).
Mereka menganggap Tuhan itu bodoh dan bisa ditipu. Jika kita berbuat dosa, lalu
mengakuinya, Tuhan pasti akan mengampuni kita. Tetapi kalau seperti Ananias dan
Safira yang tetap teguh tidak mau mengakui kesalahannya, itu artinya
menganggap Tuhan itu bodoh dan karena itu hukumannya amat berat. Mungkin
kita berpikir, untung sekarang tidak ada yang mengalami seperti Ananias dan Safira
lagi. Tuhan dibohongi, uang gereja dikorupsi, pencurian di antara sesama umat
terjadi, tetapi orang-orang yang melakukannya tetap safety, tetap enjoy-enjoy
aja? Hati-hati saudara,..hukuman Tuhan sedang menanti! Jangan main-main
dengan Tuhan, nanti kita akan menyesal.
Dari satu segi, Ananias dan Safira ini sebenarnya adalah pasangan suami istri
yang kompak. Ay. 1: ia beserta istrinya Safira menjua sebidang tanah. Lalu ay.2:
dengan setahu istrinya, ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu. Jadi apa
yang mereka lakukan sudah dirundingkan bersama, tidak saling mengkhianati.
Sudah sepakat harganya sekian, merekapun sepakat memberi jawab yang sama
ketika Petrus bertanya. Ini benar-benar pasangan yang sehidup semati. Hidup
sama-sama, matipun sama-sama. Hanya beda 3 jam, dan di tempat yang juga
sama. Kita bisa meniru kekompakan mereka, tetapi bukan kompak untuk berbuat
jahat. Bila suami atau istri anda salah, tegurlah dia, koreksi, kalau perlu dimarahi.
Jangan malah ditutupi, dibela atau diikuti. Jangan berprinsip: Benar atau salah,
suami/istri saya harus dibela. Ini bukan prinsip Kristen. Prinsip Kristen adalah:
benar adalah benar, salah adalah salah. Siapapun yang melakukannya, kalau salah
ya salah. Jangan malah saling menjerumuskan untuk berbuat dosa. Berusaha
masuk sorga sama-sama, itu baik. Tetapi jangan mau masuk neraka sama-sama.
Bila suami.istri jelas-jelas melakukan kesalahan dan mengeraskan hati, bilang
kepadanya: Silahkan kalau kamu mau masuk neraka, tetapi saya tidak mau ikut!
Tema kita adalah kejujuran sebagai senjata melawan korupsi. Di masa kini,
masalah korupsi menjadi trending topic pemberitaan media. Dan pelakunya
bukanlah orang-orang yang secara ekonomi tidak mampu, tetapi justru sudah
kaya! Bukan orang-orang yang secara akademi biasa-biasa saja, tetapi justru para
pemikir, doctor dan petinggi negeri ini. Dari pejabat, politikus bahkan agamawan.
Mungkin karena jaman sekarang setiap orang dinilai berdasarkan berapa banyak
yang dipunyainya. Rumahnya berapa, mobilnya, tabungannya, kebunnya,
motornya, hartanya. Semuanya fisik/materi yang bisa diukur. Sedangkan moral,
kejujuran, kesetiaan, menjadi hal-hal yang dianggap kuno, kampungan dan tak
laku untuk dijual. Kejujuran menjadi barang yang sangat mahal saat ini.
Kecenderungan manusia semakin merasa tidak puas dengan apa yang ada
padanya, manusia semakin rakus dan tamak, semua cara dipakai untuk memenuhi
ambisinya. Bahkan manusia telah menjadi serigala bagi sesamanya demi kekayaan
dan nama besar. Bukan rahasia lagi bila hubungan kakak beradik, saudara
bersaudara menjadi renggang hanya gara-gara kecenderungan hidup seperti ini.
Padahal yang Tuhan kehendaki adalah kehidupan yang jujur, yang tidak
mengeksploitasi sesama, yang mampu bersyukur dan menikmati semua berkat
yang Tuhan beri. Berkat Tuhan itu selalu cukup untuk setiap orang sesuai
kebutuhannya. Kitalah yang sering merasa tidak cukup, apalagi bila orang lain kita
anggap lebih dari kita dan menjadi saingan kita. Pengucapan syukur saat ini akan
sangat berarti bila yang kita persembahkan dan siapkan untuk jamuan makan
adalah apa yang ada pada kita, bukan apa yang tidak ada. Kata Paulus dalam II
Korintus 8:12, Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan
diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan
berdasarkan apa yang tidak ada padamu. Karena itu, jangan memaksa diri demi
gengsi dan harga diri, sehingga segala cara dipakai supaya orang menganggap kita
hebat. Padahal itu bukan jerih lelah kita! Jangan pikir Tuhan akan senang dengan
persembahan dan persiapan makan besar yang asalnya bukan milik kita atau
karena hasil korupsi kita. Tuhan tidak bisa dibohongi! Sekali lagi yang Tuhan
kehendaki adalah kehidupan yang jujur, yang tidak mengambil yang bukan milik
kita, yang mampu bersyukur dan menikmati berkat-berkat yang Tuhan beri.
Jangan mengecilkan arti berkat Tuhan dalam hidup kita! Kata Mazmur 50:23,
Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku; siapa
yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan
kepadanya. Selamat bersyukur. Amin

Anda mungkin juga menyukai