Kalau di luar gereja ada pencuri tentu kita kesal apalagi kalau kita sendiri yang kecurian. Tetapi kalau di gereja, di dalam kehidupan umat Allah ada pencuri, maka ini bukan hanya kejahatan, tetapi kelewatan memalukan. Tuhan pasti akan sangat marah! Kalau di luar gereja ada korupsi, ada fitnah, ada saling menipu, tentu tetap buruk dan jahat. Tetapi kalau itu terjadi di gereja, dalam persekutuan umat Allah dan dilakukan oleh sesama orang Kristen- menurut saya- , itu sepuluh kali lebih jahat. Dan sangat memalukan. Dulu kalau ada acra-acara seperti ini (pengucapan syukur), mereka yang punya ikan, ayam, anjing, babi dll (binatang- binatang yang sering menghias meja makan kita), akan diproteksi, diikat dan dijaga menjelang H min 1. Jangan sampai tuan rumah yang memelihara, orang lain yang menikmati hehehe. Termasuk saat kami melayani di poso. Mau tuduh orang lain tidak mungkin sebab mereka haram dengan binatang-binantang itu. Pastilah itu perbuatan orang dalam..mungkin jemaat sendiri. Dan ini amat sangat memalukan. Tuhan pasti akan sangat murka dengan kelakuan orang-orang Kristen model begini. Begitu juga dengan masalah korupsi, yang mengambil sesuatu yang bukan hak dan miliknya telah menjadi citra buruk untuk para pemimpin bangsa ini. Banyak pejabat takut untuk jujur dan diperiksa harta kekayaannya. Kalau memang itu adalah jerih juang yang diperoleh dengan tetesan keringat sendiri, mengapa harus malu atau takut untuk jujur? Rupanya masalah pencurian, mengambil yang bukan hak dan miliknya, bukan hanya persoalan sekarang tetapi juga persoalan umat Allah dalam Alkitab. Dalam Keluaran 22:1-5 dengan jelas aturan tentang jaminan harta sesama manusia dicatat. Mengapa perlu dicatat? Supaya umat belajar tentang kejujuran dan kebenaran! Dan sanksi yang dituliskan sangat berat. Bila seorang mencuri 1 ekor lembu/domba lalu membantai atau menjualnya, dia harus mengganti 5 ekor lembu /4 ekor domba. 1 ekor ditukar 5/4 ekor. Jika kedapatan mencuri dan dipukul lalu mati, (asalkan masih malam) maka yang melakukannya tidak berhutang darah. Artinya sah, legal dan pantas dilakukan. Tetapi jika siang hari, si pelaku pembunuhan berhutang darah. Pencuri harus mengganti kerugian sepenuhnya, bahkan jika dia orang miskin, dia harus dijual untuk membayar kerugiannya. Jika yang dicurinya masih ada padanya dan dalam keadaan hidup, gantinya 2 kali lipat. Bahkan jika seorang menggembalakan ternak di ladang dan membiarkan ternak itu terlepas dan merugikan ladang orang lain, maka dia harus mengganti kerugian yang ditimbulkan oleh ternaknya dengan memberi hasil ladang terbaiknya. Aturan-aturan ini sangat berat sanksinya! Tetapi inilah cara untuk menjamin harta milik sesamanya; inilah cara menghargai kepunyaan orang lain. Jadi jangan mencuri, jangan mengambil yang bukan milik sendiri dan jangan merencanakan kejahatan kepada sesama. Dalam Perjanjian Baru juga ada kisah yang memalukan yang terjadi di jemaat mula-mula. Kisah Ananias dan Safira pasti bukan iklan yang menarik untuk gereja yang pada waktu itu baru mulai berkembang. Seharusnya kisah seperti ini perlu disembunyikan . Membuat malu gereja perdana! Tetapi mengapa Lukas menulisnya juga? Karena Lukas mau jujur, dan ia ingin kita umat Tuhan di masa kinipun jujur. Di gereja kita bukan hanya akan bertemu dengan orang-orang yang baik, jujur, yang saleh, tetapi juga ada orang-orang yang seperti Ananias dan Safira. Jika Alkitab menceritakan kisah tentang Ananias dan Safira maksudnya adalah supaya kita jangan sampai meniru perbuatan mereka. Sebab betapa mengerikan dan fatal hukuman Tuhan atas mereka! Betapa marah dan murkanya Tuhan atas tindakan mereka yang membohongi dan menipu Tuhan. Mengkorupsi apa yang sebenarnya menjadi hak dan milik Tuhan. Mereka sebenarnya munafik! Sebab mereka sebenarnya tidak rela memberi, tetapi ingin dapat nama hebat di mata jemaat. Petrus katakan: Selama tanah itu tidak dijual, bukankah itu kepunyaanmu, dan setelah dijual bukankah hasilnya itu tetap dalam kuasamu?...Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah (ay.4). Mereka menganggap Tuhan itu bodoh dan bisa ditipu. Jika kita berbuat dosa, lalu mengakuinya, Tuhan pasti akan mengampuni kita. Tetapi kalau seperti Ananias dan Safira yang tetap teguh tidak mau mengakui kesalahannya, itu artinya menganggap Tuhan itu bodoh dan karena itu hukumannya amat berat. Mungkin kita berpikir, untung sekarang tidak ada yang mengalami seperti Ananias dan Safira lagi. Tuhan dibohongi, uang gereja dikorupsi, pencurian di antara sesama umat terjadi, tetapi orang-orang yang melakukannya tetap safety, tetap enjoy-enjoy aja? Hati-hati saudara,..hukuman Tuhan sedang menanti! Jangan main-main dengan Tuhan, nanti kita akan menyesal. Dari satu segi, Ananias dan Safira ini sebenarnya adalah pasangan suami istri yang kompak. Ay. 1: ia beserta istrinya Safira menjua sebidang tanah. Lalu ay.2: dengan setahu istrinya, ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu. Jadi apa yang mereka lakukan sudah dirundingkan bersama, tidak saling mengkhianati. Sudah sepakat harganya sekian, merekapun sepakat memberi jawab yang sama ketika Petrus bertanya. Ini benar-benar pasangan yang sehidup semati. Hidup sama-sama, matipun sama-sama. Hanya beda 3 jam, dan di tempat yang juga sama. Kita bisa meniru kekompakan mereka, tetapi bukan kompak untuk berbuat jahat. Bila suami atau istri anda salah, tegurlah dia, koreksi, kalau perlu dimarahi. Jangan malah ditutupi, dibela atau diikuti. Jangan berprinsip: Benar atau salah, suami/istri saya harus dibela. Ini bukan prinsip Kristen. Prinsip Kristen adalah: benar adalah benar, salah adalah salah. Siapapun yang melakukannya, kalau salah ya salah. Jangan malah saling menjerumuskan untuk berbuat dosa. Berusaha masuk sorga sama-sama, itu baik. Tetapi jangan mau masuk neraka sama-sama. Bila suami.istri jelas-jelas melakukan kesalahan dan mengeraskan hati, bilang kepadanya: Silahkan kalau kamu mau masuk neraka, tetapi saya tidak mau ikut! Tema kita adalah kejujuran sebagai senjata melawan korupsi. Di masa kini, masalah korupsi menjadi trending topic pemberitaan media. Dan pelakunya bukanlah orang-orang yang secara ekonomi tidak mampu, tetapi justru sudah kaya! Bukan orang-orang yang secara akademi biasa-biasa saja, tetapi justru para pemikir, doctor dan petinggi negeri ini. Dari pejabat, politikus bahkan agamawan. Mungkin karena jaman sekarang setiap orang dinilai berdasarkan berapa banyak yang dipunyainya. Rumahnya berapa, mobilnya, tabungannya, kebunnya, motornya, hartanya. Semuanya fisik/materi yang bisa diukur. Sedangkan moral, kejujuran, kesetiaan, menjadi hal-hal yang dianggap kuno, kampungan dan tak laku untuk dijual. Kejujuran menjadi barang yang sangat mahal saat ini. Kecenderungan manusia semakin merasa tidak puas dengan apa yang ada padanya, manusia semakin rakus dan tamak, semua cara dipakai untuk memenuhi ambisinya. Bahkan manusia telah menjadi serigala bagi sesamanya demi kekayaan dan nama besar. Bukan rahasia lagi bila hubungan kakak beradik, saudara bersaudara menjadi renggang hanya gara-gara kecenderungan hidup seperti ini. Padahal yang Tuhan kehendaki adalah kehidupan yang jujur, yang tidak mengeksploitasi sesama, yang mampu bersyukur dan menikmati semua berkat yang Tuhan beri. Berkat Tuhan itu selalu cukup untuk setiap orang sesuai kebutuhannya. Kitalah yang sering merasa tidak cukup, apalagi bila orang lain kita anggap lebih dari kita dan menjadi saingan kita. Pengucapan syukur saat ini akan sangat berarti bila yang kita persembahkan dan siapkan untuk jamuan makan adalah apa yang ada pada kita, bukan apa yang tidak ada. Kata Paulus dalam II Korintus 8:12, Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu. Karena itu, jangan memaksa diri demi gengsi dan harga diri, sehingga segala cara dipakai supaya orang menganggap kita hebat. Padahal itu bukan jerih lelah kita! Jangan pikir Tuhan akan senang dengan persembahan dan persiapan makan besar yang asalnya bukan milik kita atau karena hasil korupsi kita. Tuhan tidak bisa dibohongi! Sekali lagi yang Tuhan kehendaki adalah kehidupan yang jujur, yang tidak mengambil yang bukan milik kita, yang mampu bersyukur dan menikmati berkat-berkat yang Tuhan beri. Jangan mengecilkan arti berkat Tuhan dalam hidup kita! Kata Mazmur 50:23, Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya. Selamat bersyukur. Amin