Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
1
Konsep Dasar Hak Asasi Manusia
merupakan hak yang melekat pada manusia yang dimiliki oleh manusia semata-
mata karena ia manusia, bukan pemberian manusia lain ataupun pemberian hukum
positif melainkan semata-mata karena martabatnya sebagai manusia. Dan ini
berarti Hak Asasi Manusia tidak dapat dicabut dan dirampas sewenang-wenang
oleh orang lain.
Pada dasarnya, semua umat manusia memiliki hak untuk hidup apapun yang
terjadi terhadapnya, hal ini diatur dalam Pasal 6 ayat 1 ICCPR.
2
ICCPR yang
terdiri dari 53 pasal ini disetujui pada tahun 1996 dan mulai berlaku secara efektif
pada tanggal 23 Maret 1976 setelah diratifikasi oleh lebih dari 60 negara pihak.
3

Semua hak yang terdapat dalam Kovenan ini berlaku bagi semua orang, tidak
dipengaruhi oleh identitas apa pun seperti etnis, ras, warna kulit, bahasa, agama,
politik, dsb.
4
Perdebatan muncul ketika banyak orang mulai menanyakan apakah
pidana mati masih relevan atau layak diterapkan sebagai suatu hukuman di
Indonesia. Pertanyaan tersebut dilontarkan bukan tanpa alasan, karena

1
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
2
Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib
dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-
wenang.
3
Rahayu, Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), (Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2012), hlm. 95.
4
Ibid.
kebanyakan dari masyarakat Indonesia menganggap pidana mati melanggar Hak
Asasi Manusia (HAM) yaitu hak untuk hidup. Hak itu terdapat dalam UUD 1945
pasal 28A yang mengatakan setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya. Sehingga mereka menganggap bahwa
hak hidup merupakan hak yang paling mendasar dan tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun. Perdebatan tentang hukuman mati sudah ada sejak wacana HAM
didengungkan. Banyak negara yang setuju dan tetap menerapkan hukuman mati,
tetapi tidak sedikit (banyak pula) negara yang mulai menghapus hukuman mati
dari ketentuan perundang-undangan mereka.Inti perdebatan hukuman mati
terletak pada konteks hak membunuh secara legal formal dan konstitusional oleh
negara (the killing state), padahal hak untuk hidup justru dilindungi oleh negara.
Dalam konsep hukum pidana Islam, hak asasi mamusia menempati posisi
yang penting.Ancaman pidana yang tegas terhadap pelaku kejahatan tidak bisa
dikatakan sebagai suatu pelanggaran HAM.Adanya tuduhan bahwa sanksi yang
tegas itu melanggar HAM perlu diperjelas dengan suatu uraian.Sekali lagi,
penting dicatat bahwa ancaman yang keras bagi pelaku mengandung hikmah yang
besar. Yang penting bagi si terpidana sendiri adalah membangkitkan kesadaran
bahwa tindakannya keliru.Bahkan, jatuhnya pidana itu bisa menghapus sanksi
yang jauh lebih keras di akhirat.Tentu saja konsepsi ini tidak bisa dipahami oleh
hukum Barat yang sekuler
5
.
Terdapat tiga (3) bentuk Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Islam.
6
Al-
Syathibi membagi Maslahat sebagai tujuan syariat Islam menjadi tiga tingkatan,
yakni Dharuriyyah, hajiyyah, dan tahsiniyyah.Dharuriyyah adalah kemaslahatan
esensial bagi kehidupan manusia karena itu wajib ada sebagai syarat mutlak
terwujudnya kehidupan itu sendiri. Dengan kata lain, jika dharuriyyah ini tidak
terwujud, niscaya kehidupan manusia akan punah sama sekali. Di sisi lain,
hajiyyah adalah segala hal yang menjadi kebutuhan primer manusia agar hidup
bahagia dan sejahtera, dunia, dan akhirat, dan terhindar dari berbagai
kesengsaraan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, kehidupan manusia pasti

5
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani, 2003,hlm. 77.
6
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Mandiri,
(Jakarta: 2008), hlm, 135.
mengalami kesulitan meski tidak sampai menyebabkan kepunahan. Tingkatan
terakhir adalah tahsiniyyah, yakni kebutuhan hidup komplementer-sekunder untuk
menyempurnakan hidup manusia. Jika kemaslahatan ini tidak terpenuhi, maka
kemaslahatan hidup manusia kurang sempurna meski tidak menyebabkan
kesengsaraan dan kebinasaan hidup.
7





B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang diatas dapat didefinisikan beberapa pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini, yakni sebagai
berikut :
1. Bagaimana Hukuman Mati Dalam International Covenant Civil And
Politic Rights ( ICCPR) Dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia?
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hukuman Mati Dalam
International Covenant Civil And Politic Rights ( ICCPR) Dan Undang-
undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui Hukuman Mati Dalam International Covenant Civil
And Politic Rights ( ICCPR) Dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia.
2. Untuk mengetahui Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hukuman Mati
Dalam International Covenant Civil And Politic Rights ( ICCPR) Dan
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

7
As-Syatibi, Aspek Teologis Konsep Mashlahah dalam Kitab al-Muwafaqat, (Jakarta: Erlangga,
2007), hlm, 103-104.

Anda mungkin juga menyukai