Anda di halaman 1dari 12

1

Laporan Kasus
Identitas

Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan

Autoanamnesis
KU : telinga sebelah kanan sering gatal sejak 1 bulan yang lalu
RPS : pasien datang dengan keluhan telinga sebelah kanan sering gatal yang terus menerus
dan sangat mengganggu aktifitas pasien sehari-hari. Kelugan lainnya sering
mendenging, nyeri, dan rasa seperti penuh di telinga sebelah kanan. Sebelumnya, dari
lubang telinga kanan pasien sering keluar cairan agak kental putih kekuningan. Dan
sekrang sudah tidak keluar lagi. Kedua telinga pasien sering kemasukan air dan saat
ini penurunan pendengaran juga dirasakan oleh pasien.










2













ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

Telinga di bagi atas 3 bagian yaitu telinga luar,telinga tengah,telinga dalam.


3




II.I Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dan tangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri
dari tulang, dengan panjang 2,5 3 cm.

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat
banyak kelenjar serumen ( modifikasi kelenjar keringat ) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat
pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen. Serumen memiliki sifat antimikotik dan bakteriostatik dan juga repellant terhadap
serangga.
4

Serumen terdiri dari lemak ( 46-73 % ), protein, asam amino, ion-ion mineral, dan juga
mengandung lisozim, immunoglobulin, dan asam lemak tak jenuh rantai ganda. Asam lemak ini
menyebabkan kulit yang tak mudah rapuh sehingga menginhibisi pertumbuhan bakteri. Oleh
karena komposisi hidrofobiknya, serumen dapat membuat permukaan kanal menjadi
impermeable, kemudian mencegah terjadinya maserasi dan kerusakan epitel.
4

Otomikosis sendiri merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur yang terjadi di telinga
bagian luar, yang terkadang disebabkan oleh ketiadaan serumen.
3


4

II.II Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis )
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.
Batas atas : tegmen timpani ( meningen/otak )
Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontalis, kanalis
fasialis, tingkap lonjong ( oval window ) dan tingkap bundar ( round window ) dan
promontorium.
4

Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida ( membran
sharpnell ), sedangkan bagian bawah pars tensa ( membran propria ). Pars flaksida hanya berlapis
dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di
bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran didalam telinga saling
berhubungan . Prosessus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat dengan
inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba
eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring, dengan
telinga tengah.
4
II.III Telinga tengah
Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput ) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
4

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli disebelah
atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala
5

timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang
terdapat pada perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar
skala vestibuli disebut dengan membrane vestibuli ( Reissners membrane ), sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak Organ corti. Pada skala media
terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basalis
melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis Corti, yang
membentuk Organ Corti.
4

Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi pendengaran adalah
sebagai berikut : Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah
diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga
perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut ,
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis.
4


OTOMIKOSIS
III.I DIFINISI
Otomikosis ( dikenal juga dengan Singapore Ear ), adalah infeksi telinga yang
disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur, yang superficial pada kanalis auditorius eksternus.
4,6

Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat akut
dan subakut, dan khas dengan adanya inflammasi, rasa gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis ini
6

menyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial, adanya penumpukan
debris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi, dan nyeri.
6,7



III.II Epidemiologi
Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah dengan
cuaca yang panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah raga air. 1 dari 8 kasus infesi
telinga luar disebabkan oleh jamur. 90 % infeksi jamur ini disebabkan oleh Aspergillus spp, dan
selebihnya adalah Candida spp. Angka prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9 % dari seluruh
pasien yang mengalami gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai
pada daerah dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal dari
negara tropis dan subtropis. Di United Kingdom ( UK ), diagnosis otitis eksterna yang
disebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim panas.
8

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis dijumpai lebih
banyak pada wanita ( terutama ibu rumah tangga ) daripada pria. Otomikosis biasanya terjadi
pada dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering
pada remaja laki-laki, yang juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti lainnya.
9

Tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hueso,dkk, dari 102 kasus ditemukan
55,8 % nya merupakan lelaki, sedangkan 44,2% nya merupakan wanita.
3



III.III Etiologi
7

Faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna, dalam hal ini otomikosis, meliputi ketiadaan
serumen, kelembaban yang tinggi, peningkatan temperature, dan trauma lokal, yang biasanya
sering disebabkan oleh kapas telinga ( cotton buds ) dan alat bantu dengar. Serumen sendiri
memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan pertumbuhan bakteri dan jamur.
Olah raga air misalnya berenang dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh
karena paparan ulang dengan air yang menyebabkan keluarnya serumen, dan keringnya kanalis
auditorius eksternus. Bisa juga disebabkan oleh adanya prosedur invasif pada telinga.
Predisposisi yang lain meliputi riwayat menderita eksema, rhinitis allergika, dan asthma.
8

Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat saprofit, terutama
Aspergillus niger. Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A. fumigatus, Allescheria boydii,
Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan Candida Spp. Sebagai tambahan, otomikosis
dapat merupakan infeksi sekunder dari predisposisi tertentu misalnya otitis eksterna yang
disebabkan bakteri yang diterapi dengan kortikosteroid dan berenang.
9,10

Banyak faktor yang menjadi penyebab perubahan jamur saprofit ini mejadi jamur yang
patogenik, tetapi bagaimana mekanismenya sampai sekarang belum dimengerti. Beberapa dari
faktor dibawah ini dianggap berperan dalam terjadinya infeksi, seperti perubahan epitel,
peningkatan kadar pH, gangguan kualitatif dan kuantitatif dari serumen, faktor sistemik ( seperti
gangguan imun tubuh, kortikosteroid, antibiotik, sitostatik, neoplasia ), faktor lingkungan (
panas, kelembaban ), riwayat otomikosis sebelumnya, Otitis media sekretorik kronik, post
mastoidektomi, atau penggunaan substansi seperti antibiotika spectrum luas pada telinga.
3

Aspergillus niger dilaporkan sebagai penyebab paling terbanyak dari otomikosis ini. Pada
dua penelitian di Babol dan barat laut Iran, A.niger dilaporkan sebagai penyebab utama. Ozcan
dkk, dan Hurst melaporkan A.niger , juga sebagai penyebab terbanyak otomikosis di Turki dan
Australia. Tetapi, Kaur, dkk, menemukan bahwa A.fumigatus sebagai penyebab terbanyak diikuti
dengan A.niger. Spesies Aspergillus lainnya yang dihubungkan dengan otomikosis adalah
A.flavus. Penicillum juga dilaporkan oleh Pavalenko. Jamur lainnya yang berhubungan dengan
terjadinya otomikosis adalah C.albicans dan C. parapsilosis. Pada penelitian yang dilakukan Ali
Zarei di Pakistan Tahun 2006, dijumpai A.niger sebagai penyebab utama diikuti dengan
A.flavus.
9,10

8

Aspergillus niger, juga telah dilaporkan sebagai penyebab otomikosis pada pasien
immunokompromis, yang tidak berespon terhadap berbagai regimen terapi yang telah diberikan.
( aspergillus otomikosis ).
10


III.IV Gejala klinis
Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala otitis eksterna pada
umumnya yakni otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak dijumpai, kemudian
diikuti dengan kurangnya pendengaran, rasa penuh pada telinga dan gatal.
2

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Tang Ho,et al pada tahun 2006, yakni dari
132 kasus otomikosis didapati persentase masing- masing gejala otomikosis sebagai berikut :


Simptom Jumlah Pasien ( n
)
Persentase ( % )
Otalgia
Otorrhea
Kehilangan
pendengaran
Rasa penuh pada
telinga
Gatal
Tinnitus
63
63
59
44
20
5
48
48
45
33
23
4

gbr.6. tabel presentase masing-masing gejala otomikosis
( Tang Ho, et al, 2006)
2

Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini
ke bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam.
Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama halus. Bila meluas sampai kedalam,
sampai ke membran timpani, maka akan dapat mengeluarkan cairan serosanguinos.
10

Pada pemeriksaan telinga yang dicurigai otomikosis, didapati adanya akumulasi debris
fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan
9

kulit, hilangnya pembengkakan signifikan pada dinding kanalis, dan area melingkar dari jaringan
granulasi diantara kanalis eksterna atau pada membran timpani.
8


III.V Diagnosa
Diagnosa didasarkan pada :
Anamnesis.
Adanya keluhan nyeri di dalam telinga, rasa gatal, adanya secret yang keluar dari telinga. Yang
paling penting adalah kecenderungan beraktifitas yang berhubungan dengan air, misalnya
berenang, menyelam, dan sebagainya.
11

Gejala Klinik.
Yang khas, terasa gatal atau sakit di liang telinga dan daun telinga menjadi merah, skuamous dan
dapat meluas ke dalam liang telinga sampai 2/3 bagian luar. Didapati adanya akumulasi debris
fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan
kulit.
11

Pemeriksaan Laboratorium
Preparat langsung : skuama dari kerokan kulit liang telinga diperiksa dengan KOH 10 % akan
tampak hifa-hifa lebar, berseptum, dan kadang-kadang dapat ditemyukan spora-spora kecil
dengan diameter 2-3 u.
11

Pembiakan : Skuama dibiakkan pada media Agar Saboraud, dan dieramkan pada suhu kamar.
Koloni akan tumbuh dalam satu minggu berupa koloni filament berwarna putih. Dengan
mikroskop tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan spora
berjejer melekat pada permukaannya.
11



III.VI Diagnosa banding
Otomikosis dapat didiagnosa banding dengan otitis eksterna yang disebabkan oleh
bakteri, kemudian dengan dermatitis pada liang telinga yang sering memberikan gejala gejala
yang sama.
11


10


III.VII Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering , jangan lembab, dan
disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang yang kotor seperti korek
api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-kotoran telinga harus sering dibersihkan.
10

Pengobatan yang dapat diberikan seperti :
Larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang diteteskan kedalam liang telinga biasanya
dapat menyembuhkan.
4

Tetes telinga siap beli seperti VoSol ( asam asetat nonakueus 2 % ), Cresylate ( m-kresil
asetat ) dan Otic Domeboro ( asam asetat 2 % ) bermanfaat bagi banyak kasus.
4

Larutan timol 2 % dalam spiritus dilutes ( alkohol 70 % ) atau meneteskan larutan
burrowi 5 % satu atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan desinfektan biasanya
memberi hasil pengobatan yang memuaskan.
8

Dapat juga diberikan Neosporin dan larutan gentian violet 1-2 %.
8

Akhir-akhir ini yang sering dipakai adalah fungisida topikal spesifik, seperti preparat
yang mengandung nystatin , ketokonazole, klotrimazole, dan anti jamur yang diberikan secara
sistemik.
2,4,10

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak secara komplit
mengobati proses dari otomikosis ini, oleh karena agen-agen diatas tidak menunjukkan
keefektifan untuk mencegah otomikosis ini relaps kembali. Hal ini menjadi penting untuk diingat
bahwa, selain memberikan anti jamur topikal, juga harus dipahami fisiologi dari kanalis
auditorius eksternus itu sendiri, yakni dengan tidak melakukan manuver-manuver pada daerah
tersebut, mengurangi paparan dengan air agar tidak menambah kelembaban, mendapatkan terapi
yang adekuat ketika menderita otitis media, juga menghindari situasi apapun yang dapat
merubah homeostasis lokal. Kesemuanya apabila dijalankan dengan baik, maka akan membawa
kepada resolusi komplit dari penyakit ini.
3


III.VIII Komplikasi
Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari membran
timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi, dan cenderung sembuh
11

dengan pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran timpani mungkin berhubungan dengan
nekrosis avaskular dari membran timpani sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah.
Angka insiden terjadinya perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar
antara 12-16 % dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk memprediksi
terjadinya perforasi tersebut, keterlibatan membran timpani sepertinya merupakan konsekuensi
inokulasi jamur pada aspek medial dari telinga luar ataupun merupakan ekstensi langsung infeksi
tersebut dari kulit sekitarnya.
2



III.IX Prognosa
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat terapi dengan
anti jamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi ( penyembuhan ) yang baik secara
imunologi. Bagaimanapun juga, resiko kekambuhan sangat tinggi, jika faktor yang menyebabkan
infeksi sebenarnya tidak dikoreksi, dan fisiologi lingkungan normal dari kanalis auditorius
eksternus masih terganggu.
1












DAFTAR PUSTAKA
1. K Murat Ozcan, Muge Ozcan, Aydin Karaarslan, & Filiz Karaarslan. (2003). Otomycosis in
Turkey: Predisposing factors, aetiology and therapy. The Journal of Laryngology and Otology,.
Retrieved July , 2009, from ProQuest Medical Library.
12

2. Tang Ho, Jeffrey T Vrabec, Donald Yoo, Newton J Coker. (2006). Otomycosis : Clinical features
and treatment implications. The Journal of Otolaryngology-Head and neck Surgery.
3. P Hueso Gutirrez, S Jimenez Alvarez, E Gil-carcedo Sanudo, et al. (2005). Presumed diagnosis :
Otomycosis.
4. Rusmarjono, Kartosoediro S. Odinofagi. Dalam : Soepardi E, Iskandar N (eds). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga - Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : FK UI. 2001.
5. Figure 1, ear diagram, available from www.entusa.com
6. Otomycosis, available from www.wikipedia.com, last update on June 1, 2009.
7. Dixon, Bernard. (1995). Treating swimmer's ear. British Medical Journal, Retrieved July , 2009,
from ProQuest Medical Library.
8. Fungal Ear Infection. available from www.patient.co.uk last update on June 22,2008.
9. Ali Zarei Mahmoudabadi. (2006). Mycological Studies in 15 Cases of Otomycosis. Pakistan
Journal of Medical Sciences.
10. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri,dkk. (2001). Otomikosis.Kapita Selekta
Kedokteran ,Jakarta: Media Aesculapius, 3 ( 1),75.
11. Trelia Boel. (2003).Mikosis Superfisial.Retrieved from USU digital Library.

Anda mungkin juga menyukai