Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Transformasi genetic merupakan teknik yang digunakan dalam memanfaatkan


potensi dari gen-gen yang dianggap menguntungkan baik yang berasal dari
tumbuhan, hewan, mikrobia, dan virus. Gen-gen terseleksi tersebut dipilih dan
digunakan untuk digabungkan dengan genom tumbuhan, sehingga tumbuhan dapat
mengekspresikan gen tersebut. Webb dan Morris (1992) mendefinisikan
transformasi genetik sebagai suatu perpindahan (transfer) gen asing yang
diisolasi dari tanaman, virus, bakteri atau hewan ke dalam suatu genom baru
(new genetic background). keberhasilan transformasi genetik ditunjukkan oleh
keberhasilan pertumbuhan tanaman baru yang normal, fertil dan dapat
mengekspresikan gen baru tersebut.
Proses transformasi genetik terdiri dari beberapa tahap yaitu insersi,
integrasi, ekspresi dan pewarisan sifat DNA baru. Metode insersi gen dapat
dilakukan dengan menggunakan bakteri (species Agrobacterium) atau virus dan
transfer gen langsung (direct gene transfer). Teknik ini memanfaatkan
konstruksi gen yang terdiri dari promoter bakteri atau virus. Pemilihan metode
transfer gen pada umumnya tergantung pada species tanaman yang digunakan
dan kemampuan regenerasi tanaman tersebut secara in vitro (Webb dan Morris,
1992).
Agrobacterium merupakan jenis bakteri tanah yang mempunyai kemampuan
untuk mentransfer T-DNA dari Ri plasmid (root inducing plasmid) ke dalam
sel tanaman melalui pelukaan (Nilson and Olsson 1997; Sukma 2002). T-DNA
akan terintegrasi pada kromosom tanaman dan akan mengekspresikan gen-gen
untuk mensintesis senyawa opin, yaitu turunan asam amino yang diproduksi
oleh tanaman terinfeksi A. rhizogenes dan digunakan bakteri tersebut sebagai
sumber karbon dan nitrogen (Aryanti 2001). T-DNA juga mengandung onkogen
yaitu gen-gen yang berperan untuk menyandi hormon pertumbuhan auksin dan
sitokinin. Ekspresi onkogen pada plasmid Ri mencirikan pembentukan akar
adventif secara besar-besaran pada tempat yang diinfeksi dan dikenal dengan
hairy root (Nilson and Olsson 1997; Aryanti 2001).
Untuk keperluan ekspresi di dalam sel tanaman, gen-gen asing memerlukan
promoter yang sesuai, sekuen awal 5 dan terminator 3 untuk menjamin transkripsi
yang efisien, stabil dan translasi mRNA. Besarnya perbedaan antara elemen regulator
dari prokariot dan eukariot menyebabkan sekuen gen bakteri tidak dapat berfungsi
dalam sel tanaman. Sebagai perkecualian dalam hal ini adalah adanya elemen
regulator dari gen-gen tertentu pada Agrobacterium tumefaciens dan A. rhizogenes
yang dapat berfungsi aktif pada sel-sel tanaman transforman. Gen-gen promoter
nos (nopaline synthase), ocs (octopine synthase) dan mas (mannopine synthase)
yang berasal dari kedua macam bakteri tersebut telah berhasil digunakan
sebagai sumber elemen regulasi.
Pada dasarnya Agrobacterium memberikan respon kemotaksis terhadap
senyawa fenol yang dilepaskan oleh jaringan tanaman yang terluka dan bergerak
menurut gradien konsentrasi menuju sel yang terluka.
Teknik pengembangan kultur akar rambut (hairy root) dan regenerasinya
merupakan salah satu teknik yang potensial untuk studi sintesis metabolit sekunder
(termasuk untuk bahan berkhasiat obat) secara in vitro pada tanaman yang bagian
akarnya mensintesis metabolit sekunder.(Tri dkk 2009). Terdapat beberapa factor
yang mempengaruhi keberhasilan dari transformasi genetic pada tanaman, antara lain
, jenis tanaman yang digunakan, strain dari agrobacterium, kerapatan sel
agrobacterium, senyawa fenol yang digunakan, antibiotic, dan lama infeksi bakteri
pada tanaman.

PROSEDUR PRAKTIKUM

Alat dan Bahan
Petri disc Timbangan analitik
Botol kultur ukuran 150 ml Magnetic stirer
Erlenmeyer 250 ml Alkohol 70%
Gelas ukur 10 ml, 500 ml NaOCl (bayclin)
Gelas beker 1000 ml Aquades steril
Pinset Senyawa Fenol (Acetosyringone)
Scapel dan blade Antibiotik (Cefotaxime)
Mikropipet Medium Luria Bertani
Lampu Bunsen Spiritus Medium MS tanpa zpt dalam bentuk cair
Kertas saring steril Medium MS tanpa zpt dalam bentuk setengah padat
Alumunium Foil Medium MS tanpa zpt dalam bentuk padat
Plastik Warp Agrobacterium rhizogenese 510 (pada media agar miring)
Autoclave Sarung tangan karet
Laminar Air Flow (LAF) Masker
Rotary Sheker Daun Talinum paniculatum (Jacq.) Gaerth
Kertas pH







Prosedur Kerja :
A. Pembuatan Medium MS tanpa Zat Pengatur tumbuh (MS
0
)
1. Membuat larutan Stok mineral hara untuk medium, sebagai berikut
- Stok Hara Makro 1 : NH
4
NO
3
(1.650 mg/L), KNO
3
(1.900 mg/L),
MgSO
4
.7H
2
O (370 mg/L)
Menimbang bahan tersebut dengan berat 5x lipat, selanjutnya dilarutkan
dalam 100 ml aquades. Pengambilan larutan stok untuk 1 liter medium
sebanyak 20 ml/L
- Stok Hara Makro 2 : CaCl
2
.2H
2
O (440 mg/L)
Menimbang bahan tersebut dengan berat 5x lipat, selanjutnya dilarutkan
dalam 100 ml aquades. Pengambilan larutan stok untuk 1 liter medium
sebanyak 20 ml/L
- Stok Hara Makro 3 : KH
2
PO
4
(170 mg/L)
Menimbang bahan tersebut dengan berat 5x lipat, selanjutnya dilarutkan
dalam 100 ml aquades. Pengambilan larutan stok untuk 1 liter medium
sebanyak 20 ml/L
- Stok Hara Mikro : MnSO
4
.H
2
O (22,3 mg/L), ZnSO
4.
H
2
O (8,6 mg/L), H
3
BO
3
(6,2 mg/L), KI (0,83 mg/L), CuSO
4
.5H
2
O (0,025 mg/L), CoCl
2
.6H
2
O (0,025
mg/L)
Menimbang bahan tersebut dengan beral 100x lipat, selanjutnya dilarutkan
dalam 100 ml aquades. Pengambilan larutan stok untuk 1 liter medium
sebanyak 1 ml/L
- Stok Zat Besi : Na
2
EDTA.2H
2
O (37,3 mg/L) dan Fe
2
SO
4
.7H
2
O (27,8 mg/L)
Menimbang bahan tersebut dengan berat 20x lipat, selanjutnya melarutkan
Na
2
EDTA.2H
2
O dalam aquades. Jika bahan telah larut, kemudian
ditambahkan Fe
2
SO
4
.7H
2
O hingga bahan larut sempurna. Pengambilan
larutan stok untuk 1 liter medium sebanyak 5 ml/L
- Stok Vitamin : Thiamine-HCl (0,1 mg/L), Nicotinic acid (0,5 mg/L),
Pyridoxin-HCl (0,5 mg/L), Glycine (0,2 mg/L)
Menimbang bahan tersebut dengan berat 100x lipat, selanjutnya dilarutkan
dalam 100 ml aquades. Pengambilan larutan stok untuk 1 liter medium
sebanyak 1 ml/L
2. Menimbang myoinositol sebanyak 100 mg untuk 1liter medium
3. Menimbang gula (sukrosa) sebanyak 30 gr untuk 1 liter medium
4. Menimbang agar atau pemadat sebanyak 3,6 gr untuk 450 ml medium (padat)
dan 2 gr untuk 450 ml medium (setengah padat)
5. Mengambil aquades sebanyak 500 ml dalam gelas beker, selanjutnya
menambahkan stok hara makro 1, makro 2, dan makro 3 masing-masing
sebanyak 20 ml (ditambahkan bergantian) dan dihomogenkan menggunakan
magnetic stirer.
6. Menambahkan stok hara mikro sebanyak 1 ml ke dalam larutan tersebut
7. Menambahkan stok zat besi sebanyak 5 ml ke dalam larutan tersebut
8. Menambahkan stok vitamin sebanyak 1 ml dan myoinositol ke dalam larutan
tersebut
9. Menambahkan gula ke dalam larutan tersebut, dihomogenkan hingga gula larut
sempurna
10. Menambahkan aquades hingga volume larutan menjadi 900 ml
(dihomogenkan kembali) dan memeriksa pH larutan menggunakan kertas pH.
Jika larutan terlalu asam dapat ditambahkan NaOH 0,1 M, sebaliknya jika
larutan terlalu basa dapat ditambahkan HCl 0,1 M hingga pH larutan berkisar
5,6 5,8.
11. Menambahkan aquades hingga voleme larutan menjadi 1000 ml dan
dihomogenkan. Larutan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu 450 ml untuk medium
padat, 450 ml untuk medium setengah padat, dan 100 ml untuk medium cair.
12. Membagi larutan medium 100 ml ke dalam 2 botol kultur ukuran 150 ml.
masing-masing botol diisi dengan 50 ml medium dan ditutup rapat dengan
alumunium foil (untuk medium MS
0
cair).
13. Menambahkan agar atau pemadat sebanyak 3,6 gr ke dalam larutan medium
450 ml dan dipanaskan hingga agar larut. Membagi larutan ke dalam 9 botol
kultur dengan volume masing-masing 50 ml dan ditutup rapat dengan
alumunium foil (untuk medium MS
0
padat)
14. Menambahkan agar atau pemadat sebanyak 2 gr ke dalam larutan medium
450 ml dan dipanaskan hingga agar larut. Membagi larutan ke dalam 9 botol
kultur dengan volume masing-masing 50 ml dan ditutup rapat dengan
alumunium foil (untuk medium MS
0
setengah padat)
15. Melabel atau menandai masing-masing medium pada botol kultur.
16. Medium disterilisasi menggunakan autoklav selama 15 menit pada suhu
121
0
C dengan tekanan 1,5 cm/kg.
17. Menyimpan medium pada tempat yang bersih setelah dipindahkan dari
tempat sterilisasi.

B. Membuat Medium Luria Bertani
1. Menimbang trypton 1 gr, yeast extract 0,5 gr, NaCl 1 gr menggunakan neraca
analitik.
2. Mengambil aquades 50 ml dalam gelas beker 200 ml. menambahkan trypton
ke dalam aquades dan dilarutkan menggunakan magnetic stirrer hingga
homogeny.
3. Menambahkan yeast extract ke dalam larutan dan dihomogenkan.
4. Menambahkan NaCl ke dalam larutan dan dihomogenkan hingga sempurna.
5. Menambahkan aquades hingga volume larutan menjadi 100 ml.
6. Membagi larutan ke dalam 2 botol kultur ukuran 150 ml. masing-masing botol
diisi 50 ml.
7. Melabel atau menandai masing-masing botol kultur.
8. Medium disterilisasi menggunakan autoklav selama 15 menit pada suhu
121
0
C dengan tekanan 1,5 cm/kg.
9. Menyimpan medium pada tempat yang bersih setelah dipindahkan dari tempat
sterilisasi.

C. Membuat Stok Acetosyringone
1. Menentukan berat Acetosyringone dengan cara sebagai berikut :
- Stok yang akan dibuat ialah 10.000 M
- Mr Acetosyringone : 196,2
- M = gr/Mr/l
10.000 l = gr/Mr/1 L
10.000 x 10
-6
L = gr/196,2/1
196,2 x 10
-2
= gr
1,962 = gr
- Berat Acetosyringone yang didapatkan untuk membuat stok 10.000 M
ialah 1,962 gr/L
- Volume stok yang dibuat 100 ml, jadi Acetosyringone yang ditimbang ialah
0,1962 gr/100 ml
2. Menimbang Acetosyringone sebanyak 0,1962 gr
3. Melarutakan Acetosyringone dalam 10 ml alcohol 96% di dalam gelas ukur 10
ml menggunakan magnetic strirer.
4. Memindahkan larutan ke dalam gelas ukur 100 ml, kemudian ditambahkan
aquades hingga volume 100 ml dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer.
5. Larutan Acetosyringone di sterilisasi menggunakan membrane filter (bentuk
syringe) dengan pori 0,02 m dan ditempatkan dalam botol kultur kosong
yang steril. Selanjutnya ditutup alumunium foil steril dengan rapat (tahap ke 5
dilakukan di dalam LAF).
6. Menyimpan larutan Acetosyringone di dalam lemari es.
7. Menentukan volume stok yang harus digunakan untuk prosedur transformasi
genetic.
- Konsentrasi Acetosyringone yang dibutuhkan ialah 100 M, Volum yang
dibutuhkan untuk konsentrasi Acetosyringone dihitung sebagai berikut :
M1.V1 = M2.V2
10.000 M.V1 = 100 l.50 ml
V1 = 5000/10000
V1 = 0,5 ml
- Stok Acetosyringone yang diambil untuk transformasi genetic ialah 0,5 ml
(500 l)/ 50 ml larutan medium MS
0


D. Membuat stok antibiotic Cefotaxime
Bahan cefotaxime sudah dalam keadaan steril didalam botol vial dengan berat
serbuk 1 gr.
Stok cefotaxim yang akan dibuat ialah stok konsentrasi 100.000 ppm (mg/l)
Perhitungan konsentrasi cefotaxim sebagai berikut :
1 ppm = 1 mg/l
100.000 ppm = 100.000 mg/1000 ml
= 1000 mg/10 ml atau 1 gr/10ml
Prosedur yang dilakukan sebagai berikut :
1. Menyiapkan bahan Cefotaxim, aquades steril, syringe ukuran 10 ml, plastic
warp, dan lampu Bunsen spiritus ke dalam LAF. Prosedur dilakukan
menggunakan teknik aseptic di dalam LAF
2. Mengambil aquades steril sebanyak 10 ml menggunakan syringe.
3. Membuka penutup bagian atas botol vial berisi cefotaxim (bagian
alumunium) dan menambahkan aquades steril tersebut ke dalam botol dengan
cara menyuntikkan aquades secara perlahan menggunakan syringe melalui
karet penutup botol.
4. Melarutkan dan menghomogenkan cefotaxim dengan cara menggoyangkan
atau dikocok secara perlahan hingga larut secara sempurna.
5. Menutup bagian atas botol dengan menggunakan plastic warp
6. Menyimpan larutan cefotaxim di dalam lemari es
Konsentrasi cefotaxim yang dibutuhkan untuk transformasi genetic ialah 500
ppm (mg/l), maka dapat diambi larutan cefotaxim dari stok dengan perhitungan
sebagai berikut :
M1.V1 = M2.V2
100.000 ppm.V1 = 500 ppm. 50 ml
V1 = 25000/100000
V1 = 0,25 ml
Stok cefotaxime yang diambil untuk transformasi genetic ialah 0,25 ml (250
l)/50 ml larutan medium MS
0

E. Persiapan Alat untuk transformasi genetic
Alat yang dipersiapakan untuk melakukan transformasi genetic sebagai berikut :
1. Membungkus pinset dengan kertas, masing-masing 3 buah
2. Membungkus scalper dengan kertas, masing-masing 3 buah
3. Membungkus petri disc dengan kertas, masing-masing 20 buah
4. Membungkus kertas saring yang diletakkan di dalam petri disc (masing-
masing 10-20 lembar), masing-masing 2 buah
5. Menutup mulut Erlenmeyer ukuran 250 ml dengan alumunium foil, masing-
masing 4 buah
6. Menutup mulut Gelas ukur 100 ml dengan alumunium foil
7. Mengisi botol ukuran 450 ml (botol saus) dengan aquades sebanyak 180 ml
dan ditutup dengan alumunium foil, masing-masing 5 botol
8. Menempatkan tip mikropipet ke dalam botol dan ditutup dengan alumunium
foil.
9. Melakukan sterilisasi alat no 1 8 dengan autoklav selama 15 menit pada
suhu 121
0
C dengan tekanan 1,5 cm/kg.
10. Menyimpan medium pada tempat yang bersih setelah dipindahkan dari tempat
sterilisasi

F. Persiapan kultur Agrobacterium rhizogenes 510
Kultur Agrobacterium rhizogenes dipersiapkan untuk transformasi genetic. Kultur
bakteri diinokulasi pada medium Lurian Bertani (LB) 24 jam sebelum kultur
digunakan. Prosedur inokulasi sebagai berikut :
1. Mempersiapkan isolate Agrobacterium rhizogenes 510 dalam medium LB
padat (agar miring di dalam tabung reaksi), medium LB cair 50 ml dalam
botol, ose, plastic warp dan lampu Bunsen spiritus ke dalam LAF.
2. Melakuakn teknik aseptic untuk mengambil isolate bakteri menggunakan ose
dan diinokulasikan ke dalam medium cair kedalam botol.
3. Menutup rapat medium cair yang telah diinokulasi dan dilapisi dengan plastic
warp.
4. Menempatkan medium LB cair yang telah diinokulasi ke dalam rotary sheker
dengan kecepatan 80 rpm selama 24 jam.
5. Mengambil kultur bakteri setelah 24 jam yang selanjutnya digunakan untuk
prosedur transformasi genetic.
6. Volume kultur bakteri yang digunakan ialah dengan perbandingan 1 : 9 (kultur
bakteri : medium cair MS
0
). Jadi volume yang digunakan 5 ml kultur bakteri :
45 ml medium cair MS
0
.

G. Prosedur transformasi genetic tanaman Talinum paniculatum (Jacq.) Gaerth untuk
menginduksi akar rambut (Hairy root)
1. Tahap I : menanam eksplan dalam medium MS
0
padat
a. Mempersiapkan LAF dalam kondisi bersih dan di usap dengan alcohol
70% dengan menggunakan kain atau tisu bersih. Selanjutnya menyalakan
lampu UV di dalam LAF selama 30 menit.
b. Memanaskan medium padat dalam botol kultur menggubakan penangas air
hingga mencair. Meletakkan medium yang dicairkan, cawan petri steril ke
dalam LAF, dan lampu Bunsen spiritus (sebelumnya disemprot alcohol
70%).
c. Menuangkan semua medium ke dalam cawan peteri steril (50 ml medium
untuk 3 petri disc) dengan metode aseptic.
d. Mempersiapkan alat yang terdiri dari pinset, skapel + balade, petri disc
steril , petri disc + kertas saring, aquades, Erlenmeyer, gelas ukur seteril,
medium cair 2 botol kultur, Bayclin, syringe steril ukuran 1 ml atau
mikropipet, Tip 1 ml steril, dan plastic warp ke dalam LAF. Menyalakan
lampu UV dan kipas Blower selama 10 menit.
e. Mempersiapkan eksplan daun Talinum paniculatum. Mencuci daun dengan
air mengalir, menambahkan sabun cair dan menggosok dengan lembut
permukaan daun satu-persatu. Membilas daun dengan air mengalir hingga
busa sabun menghilang. Daun di tiriskan pada wadah (gelas beker) bersih.
.
f. Mematikan lampu UV pada LAF dan menghidupkan lampu neon LAF.
Memasukkan eksplan daun ke dalam LAF.
g. Menggunakan masker dan sarung tangan karet saat mulai bekerja di dalam
LAF. Sebelum masuk LAF, tangan dibasahi dengan menggunakan alcohol
70%. Menggunakan teknik aseptic saat bekerja di dalam LAF
h. Memasukkan daun kedalam Erlenmeyer menggunakan pinset.
i. Membuat larutan antiseptik bayclin konsentrasi 10% dengan cara
menuangkan larutan byclin sebanyak 10 ml ke dalam gelas ukur dan
menambahkan aquades steril hingga volume 100 ml (volume yang
digunakan tergantung dengan kebutuhan eksplan yang dicuci).
j. Mencuci eksplan dengan menggunakan larutan byclin 10% selama 5
menit. Selanjutnya larutan dibuang dalam wadah pembuangan dan
menggantikannya dengan aquades steril untuk membilas. Membilas
dengan aquades steril dilakukan sebanyak 3 kali secara bergantian dengan
lama masing-masing 5 menit.
k. Meniriskan daun di dalam petri disc yang dialasi kertas saring steril.
l. Memasang blade pada scalpel, selanjutnya mengambil daun satu persatu
dan memotongnya dengan scalpel. Potongan daun dengan cara
menghilangkan baagian pangkal, ujung, dan tepi daun. Setiap helai daun di
potong menjadi 3 bagian dengan ukuran 1-2 cm.
m. Menuangkan medium MS
0
cair ke dalam Erlenmeyer sebanyak 90 ml.
menyimpan potongan daun dalam petri disc yang tertutup rapat.
n. Memasukkan kultur bakteri Agrobacterium rhizogenes dan larutan
acetosyringone ke dalam LAF.
o. Mengambil larutan acetosyringone 1 ml menggunakan syringe atau
mikropipet dan menambahkannya ke dalam medium cair (2 x 0,5 ml/50
ml) dan memasukkan kultur bakteri sebanyak 10 ml (2 x 5 ml/45 ml)
dengan menggunakan syringe.
p. Memasukkan potongan eksplan dengan pinset ke dalam Erlenmeyer yang
berisi medium cair, bakteri, dan acetosyringone. Menutup rapat
Erlenmeyer dan dikocok atau digoyang perlahan selama 10 menit untuk
menginfeksi eksplan dengan bakteri.
q. Meniriskan eksplan yang telah diinfeksi dalam petri disc dengan alas
kertas saring. Eksplan ditempatkan secara teratur diatas kertas saring steril
dan ditempatkan secara bersusun secara teratur.
r. Menanam eksplan yang telah ditiriskan ke dalam medium MS
o
padat pada
petri disc. Eksplan ditanam sebanyak 7-9 eksplan / petri disc.
s. Menutup atau menyegel petri disc dengan menggunakan plastic warp
untuk menghindari kontaminasi.
t. Melakukan inkubasi/kultivasi dari eksplan yang ditanam selama 3 hari
dalam kondisi gelap.




2. Tahap II : menanam eksplan pada medium MS
0
setengah padat
Setelah eksplan dikultivasi selama 3 hari, selanjutnya ditanam ke dalam
medium MS
0
setengah padat (semi solid medium) sebagai berikut :
a. Mempersiapkan LAF dalam kondisi bersih dan di usap dengan alcohol
70% dengan menggunakan kain atau tisu bersih. Selanjutnya menyalakan
lampu UV di dalam LAF selama 30 menit.
b. Memanaskan medium dalam botol kultur menggubakan penangas air
hingga mencair. Meletakkan medium yang dicairkan, cawan petri steril ke
dalam LAF, dan lampu Bunsen spiritus (sebelumnya disemprot alcohol
70%).
c. Memasukkan medium ke dalam LAF dan didinginkan hingga suhu + 40
0

C (hangat). Selanjutnya menambahkan larutan antibiotic cefotaxim
sebanyak 0,25 ml/botol (50 ml medium) dengan menggunakan syringe 1
ml atau mikropipet .
d. Menuangkan semua medium ke dalam cawan peteri steril (50 ml medium
untuk 3 petri disc) dengan metode aseptic.
e. Mempersiapkan alat yang terdiri dari pinset dan plastic warp ke dalam
LAF. Menyalakan lampu UV dan kipas Blower selama 10 menit.
f. Mematikan lampu UV pada LAF dan menghidupkan lampu neon LAF.
Menggunakan masker dan sarung tangan karet saat mulai bekerja di dalam
LAF. Sebelum masuk LAF, tangan dibasahi dengan menggunakan alcohol
70%. Menggunakan teknik aseptic saat bekerja di dalam LAF.
g. Memindahkan eksplan dari medium MS
0
padat ke dalam medium MS
0

setengah padat menggunakan pinset.
h. Menutup atau menyegel petri disc dengan menggunakan plastic warp
untuk menghindari kontaminasi.
i. Melakukan inkubasi/kultivasi dari eksplan yang ditanam selama 14 hari
dalam kondisi gelap.
H. Pengamatan Hairy root dari hasil transformasi genetik tanaman Talinum
paniculatum
1. Melakukan pengamatan selama 14 hari
2. Mencatat kondisi eksplan selama pengamatan dan menentukan prosentase
keberhasilan transformasi genetic dengan menggunakan perhitungan sebagai
berikut :
T = E
h
/E x 100%
T : prosen transformasi
E
h
: Eksplan yang tumbuh akar
E : Eksplan total yang digunakan









HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum transformasi genetik pada Talinum paniculatum
(Jacq.) Gaerth menggunakan Agrobacterium rhizogenes LB510 untuk menginduksi
terbentuknya akar rambut (hairy root) didapatkan hasil prosentase transforman yang
terbentuk sebagai berikut :
Tabel 1. Prosentase transforman pada eksplan daun ginseng jawa
(Talinum paniculatum (Jacq.) Gaerth)

No n
Jumlah
Transforman *
Prosentase
Transforman (%)
Keterangan
1 9 5 55.56
2 9 8 88.89
3 9 2 22.22 Kontaminasi dihari ke-7
4 10 3 30.00
5 8 0 0.00 Kontaminasi dihari ke-7
6 10 4 40.00
7 9 7 77.78
8 9 6 66.67
9 8 4 50.00 Kontaminasi dihari ke-3
10 9 0 0.00
11 9 1 11.11
12 9 5 55.56
13 8 4 50.00
14 8 5 62.50
15 9 7 77.78
Total 133 61 45.86
n : Jumlah eksplan daun yang digunakan dalam transformasi genetik
* : Pengamatan selama 15 hari kultivasi di dalam medium semi padat

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, didapatkan bahwa eksplan daun
ginseng jawa berhasil ditransformasi genetik membentuk akar rambut sebanyak
45,86% dari total eksplan yang digunakan, yaitu 133 eksplan. Keberhasilan
transformasi genetik dipengaruhi oleh beberapa parameter, yaitu strain bakteri,
eksplan, waktu ko-kultivasi (Chakrabarty et al. 2002). Selama waktu kultivasi dalam
medium semi padat dilakukan pengamatan terhadap eksplan yang dikultur. Dari
Tabel 1 dapat diketahui bahwa terdapat beberapa eksplan yang tidak berhasil
menumbuhkan akar (tidak tumbuh atau mati) dan terdapat juga ekplan yang
terkontaminasi oleh fungi (gambar 1).
Eksplan yang tidak berhasil tumbuh diduga karena belum berhasil terinfeksi
oleh A. rhizogenes, sehingga eksplan tidak mampu menumbuhkan akar. Hal tersebut
juga dapat terjadi karena eksplan tidak mendapatkan asupan zat pengatur tumbuh
(ZPT) secara exogen, karena medium yang digunakan merupakan medium tanpa
penambahan ZPT. Hal ini didukung dengan pernyataan bahwa akar rambut dapat
tumbuh secara cepat dari eksplan meskipun tanpa penambahan zat pengatur tumbuh
auksin secara external yang ditempatkan dalam keadaan gelap (Chaudhury dan pal,
2010). Pada khasus infeksi dengan Agrobacterium tumefaciens secara in vitro,
crown gall tumbuh secara terus menerus bahkan tanpa penambahan zat pengatur
tumbuh (Manuhara, 2006). Jadi ketika eksplan tidak berhasil terinfeksi dengan A.
rhizogenes, maka eksplan tidak menerima penyisipan onkogen dari T-DNA Ri-
plasmid yang dapat mengekspresikan gen-gen untuk mensintesis senyawa opine,
menyandi hormon pertumbuhan auksin, dan sitokinin. Oleh karena itu, ekspresi
onkogen pada Ri-plasmid mencirikan pembentukan akar adventif secara besar-
besaran pada tempat yang diinfeksi dan dikenal dengan hairy root (akar rambut)
(Nilson & Olsson, 1997).










Pada saat pengamatan juga ditemukan eksplan yang mati. Hal tersebut
diketahui karena penampakan morfologi eksplan yang menjadi layu dan menghitam
(panah hitam, gambar 1). Eksplan yang mati tersebut diduga karena adanya senyawa
fenol (acetosyringone) yang ditambahkan ke dalam medium MS cair untuk proses
infeksi A. rhizogenes. Konsentrasi acetosyringone yang digunakan dalam proses
transformasi ialah 100 M. Berdasarkan hasil pengamatan, penggunaan
Gambar 1. Eksplan yang tidak tumbuh (panah merah), eksplan mati (panah hitam),
dan kontaminasi fungi (panah kuning). Terjadi pada hari ke-3 dan ke-7
acetosyringone dalam konsentrasi tersebut relative besar untuk menginduksi nekrosis
dan kematian pada eksplan (gambar 2).
Dalam Tabel 1 diketahui terdapat 2 petri disc dengan hasil prosentase 0,00%,
yaitu pada no 5 dan 10. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Chakrabarty et al.
(2002) yang menyatakan bahwa penggunaan acetosyringone pada konsentrasi 100
M dapat meningkatkan kematian dan pencoklatan (browning) pada jaringan eksplan
hipokotil Brassica oleracea var. botrytis (cauliflower cv. Pusa Snowball K-1).
Secara normal, saat tanaman terluka dan terinfeksi oleh pathogen, tanaman dapat
memproduksi senyawa metabolit sekunder termasuk senyawa fenol untuk
mekanisme pertahanan. Kondisi tersebut merupakan respon Hypersensitifitas
tanaman yang dapat menyebabkan menginduksi kearah progam kematian sel
(program cell death).
















Kematian sel merupakan akibat dari respon hipersensitivitas sel yang
membentuk bahan toksik seperti Reactive oxygen species (ROS), Superoxide anion
(O
2
), hydrogen peroxide (H
2
O
2
) dan hydroxyl radical (

OH) (Taiz dan Zeiger,


2002). Hal tersebut diduga terjadi pada kematian eksplan T. paniculatum akibat
penambahan senyawa fenol saat melakukan proses transformasi genetik. Berdasarkan
hal tersebut dapat diketahui bahwa respon sel terutama respon hipersensitivitas pada
eksplan daun T. paniculatum berbeda satu sama lain. Ditemukan masih ada eksplan
Gambar 2. Eksplan yang tidak tumbuh (panah merah), eksplan mati (panah hitam),
dan Eksplan yang tumbuh akar rambut (panah biru). Pengamatan hari ke -15.

yang hidup walaupun tidak menumbuhkan akar (panah merah, gambar 1 dan 2) dan
eksplan hidup yang dapat menumbuhkan akar rambut (panah biru, gambar 2).
Pada sisi lain penggunaan acetosyringone juga mempengaruhi prosentase
keberhasilan transformasi genetik. karena tanpa adanya penambahan senyawa fenol
secara eksternal, secara normal eksplan belum mampu mensekresikan fenol yang
cukup untuk menginduksi kemotaksis agrobacterium. Hal tersebut dikarenakan oleh
pengguanan eksplan yang relative masih muda untuk proses transformasi genetik.
Tujuan dari transformasi genetik menggunakan A. rhizogenes pada T.
paniculatum ialah mendapatkan prosentase optimal dari pertumbuhan akar rambut
sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan penelitian selanjutnya kearah
peningkatan hasil metabolit sekunder. Dari data selama praktikum, didapatkan
terdapat 61 eksplan yang berhasil menumbuhkan akar rambut dari total 133 eksplan.
Prosentase keberhasilan transformasi sebanyak 45,86% yang dihitung dari
pembagian jumlah eksplan yang tumbuh oleh total ekspan yang digunakan dikalikan
100%. Hampir dari separuh total eksplan berhasil tumbuh akar rambut (gambar 3),




















Gambar 3. Eksplan yang tumbuh akar rambut (panah biru). Pengamatan hari ke -15.
Hal tersebut menjukkan bahwa infeksi A. rhizogenes berhasil. Infeksi tersebut
menyebabkan adanya transfer atau perpindahan materi genetik dari A. rhizogenes,
yaitu T-DNA yang dapat menginduksi terbentuknya akar pada daerah yang
terinfeksi. Infeksi Agrobaterium secara umum terjadi dalam 3 tahapan, yaitu : (1)
interaksi Agrobacteriumdengan molekul sinyal (senyawa fenol) yang dihasilkan oleh
jaringan tanaman yang luka, sehingga ada pergerakan kemotaksis
Agrobacteriumkearah sel tanaman dan menempel pada sel (2) respon sinyal
ditangkap gen-gen virulensi (gen vir) pada Ti plasmid sehingga gen tersebut dapat
diekspresi dan digunakan memotaong rantai tunggal dari T-DNA, selanjutnya
dipindahkan pada bagian inti sel tanaman (3) integrasi T-DNA pada genom tanaman
menyebabkan gen-gen pada T-DNA dapat diekspresikan oleh tanaman. Ekspresi
gen-gen tersebut menyebabkan sel tanaman mampu berproliferasi dan dapat
mengeksprsikan asam amino opine (Manuhara, 2006). Spesifik pada A. rhizogenes,
Infeksi dari bakteri tersebut dapat menginduksi terbentuknya akar rambut dari bagian
yang terinfeksi. A. rhizogenes memiliki oncogene pada T-DNA yang disebut dengan
root locus (rol), gen ini terdiri dari rol A, rolB, rolC, dan rolD yang terletak pada
bagian left border dari T-DNA (Britton et al. 2008).
Penggunaan antibiotic cefotaxime di dalam medium kultur yang digunakan
dalam praktikum sebesar 500 mg/L. selama pengamatan tidak ditemukan adanya
koloni bakteri yang terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi cefotaxime
efektif dalam mengeliminasi sel bakteri yang masing melekat pada eksplan selama
proses infeksi. Penggunaa konsentrasi 500 mg/L termasuk konsentrasi yang cukup
besar untuk mengeliminasi agrobacterium. Tetapi pada konsentrasi tersebut terdapat
beberapa eksplan yang tidak tumbuh. Efek yang sama ditemukan pada penelitian Yu
et al (2001), terjadi penurunan regenerasi kalus pada medium yang mengandung 250
-500 mg/L. Berbeda dengan hasil tersebut, penggunaan cefotaxime dengan
konsentrasi 500 mg/L juga diketahui dapat meningkatkan produksi tunas pada
beberapa kultivar jeruk secara in vitro (Oliveira et al, 2010). Selama pengamatan
didapatkan juga banyak eksplan yang terinduksi membentuk akar rambut, berarti
dapat diketahui bahwa penggunaan antibiotic dapat membantu tanaman untuk
beregenerasi tanpa adanya gangguan pathogen. Sebaliknya, penggunaan antibiotic
dengan konsentrasi yang tinggi juga dapat mempengaruhi fisiologis tanaman untuk
beregenerasi. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilkukan telaah lebih lanjut untuk
mengoptimalkan penggunaan antibiotic yang sesuai dengan eksplan yang digunakan
agar pertumbuhan eksplan di dalam medium dapat meningkat.
Penggunaan senyawa fenol acetosyringone juga berpengaruh terhadap
keberhasilan transformasi genetik. Senyawa tersebut membantu menginduksi respon
kemotaksis dari gen-gen chvA, chvB, pscA dan att yang diekspresikan oleh
agrobacterium, sehingga bakteri mampu melekat pada sel tanaman (Manuhara,
2006). Infeksi secara langsung pada eksplan dilakuan menggunakan medium MS
0

cair yang ditambahkan 100 M acetosyringone dan kultur A. rhizogenes selama 10
menit. Waktu yang relative singkat untuk terjadi kontak antara eksplan dan bakteri.
Oleh karena itu dilakukan ko-kultivasi selama 3 hari pada medium padat. Hal
tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan interaksi antara sel bakteri dan sel eksplan
sehingga waktu untuk menyisipkan materi genetik bakteri lebih optimal juga.
Penggunaan ko-kultivasi setelah infeksi dapat meningkatkan prosentase transformasi
yang ditunjukkan oleh peningkatan spot GUS dan menurunkan mortalitas eksplan.
Disamping itu waktu ko-kultivasi selama 3 hari merupakan waktu yang ideal, karena
koloni bakteri yang tumbuh disekitar eksplan masih dapat dikendalikan oleh
penambahan antibiotic (Chakrabarty et al. 2002).
Banyak factor yang dapat mempengaruhi keberhasilan transformasi genetik,
jadi pemilihan metode akan menjadi sangat penting untuk menghasilkan transforman
yang baik. Pemilihan metode juga didasarkan pada eksplan dan jenis tanaman yang
digunakan agar lebih sesuai dan hasil yang didapatkan semakin optimal.
















SIMPULAN DAN SARAN
Pada praktikum transformasi genetik telah berhasil menumbuhkan akar rambut
dari eksplan daun T. paniculatum, walupun prosentase keberhasilan transformasinya
masih relatih rendah, yaitu 45,86%. Pertumbuhan akar rambut dapat dilihat dari
tumbuhnya akar pada bekas luka potongan pada ekspan daun.
Masih terdapat beberapa kukurangan dalam mengoptimalkan hasil akar rambut
pada proses transformasi genetik. Pada praktikum selanjutnya dapat digunakan
beberapa metode yang berbeda atau modifikasi dari nmetode yang telah digunakan
untuk mendapatkan hasil yang optimal. Selain itu, informasi yang didapatkan masih
belum cukup untuk membuktikan bahwa akar yang tumbuh dari eksplan yang
terinfeksi merupakan akar rambut. Oleh karena itu perlu dilakukan uji secara
molekuler untuk memastikan keberhasilan transformasi.
Pada praktikum yang dilakukan juga tidak disertakan control perlakuan untuk
pembanding sehingga tidak ada pembanding secara morfologi dari akar yang
terbentuk dari transformasi genetik dan akar yang terbentuk bukan karena
transformasi genetik.



















PUSTAKA
Aryanti. 2001. Variasi Kandungan Artemisinin dari Akar Rambut dan Regenerasi
Artemisia cina Berg ex Poljakov sebagai Antikanker. Thesis. Institut Pertanian
Bogor.

Chakrabarty R, Viswakarma N, Bhat S R, Kirti P B, Singh B D and Chopra V
L.2002.Agrobacterium-mediated transformation of cauliflower: optimization of
protocol and development of Bt-transgenic cauliflower; J. Biosci. 27 495502

Chaudhury, Ashok dan Pal, Minakshi. 2010. Induction of Shikonin Production in
Hairy Root Cultures ofArnebia hispidissima via Agrobacterium rhizogenes-
mediated Genetic Transformation. J. Crop Sci. Biotech. 2010 (June) 13 (2) : 99
~ 106

Britton et al. 2008. The oncogenes of agrobacterium Tumefaciens and agrobacterium
Rhizogenes. Agrobacterium From Biology to Biotechnology. New york.
Springer Scienc.

Manuhara, Y. Sri Wulan. 2006. Pengembangan Metode Transformasi Genetik
Tanaman Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Hidup Manusia Makalah.
Seminar Nasional Biodiversitas. ISBN : 979 98109 1 4.

Nillson, O. dan O. Olsson. 1997. Geeting to The Root: The Role of The Agro-
bacterium rhizogenes Rol Genes in The Formation of Hairy Roots.
Physiol. Plant., 100, 463-473.

Oliveira et al. 2010. Growth regulators, culture media and antibiotics in the in vitro
shoot regeneration from mature tissue of citrus cultivars. Pesq. agropec. bras.,
Braslia, v.45, n.7, p.654-660

Sukma, D. 2002. Uji Pengaruh Sukrosa dan Stabilitas Produksi Biomassa serta
Protein Total dari Akar Trans-genik Trichosanthes cucumerina L. Thesis.
Institut Pertanian Bogor.

Taiz dan Zeiger. 2002. Plant Physiology. Sinauer: London.

Tri Muji Ermayanti, Dyah Retno Wulandari, Erwin Al Hafiizh, Andri Fadillah
Martin, Deritha Elffy Rantau. 2009. Pembentukan kultur akar hasil
transformasi Taraxacum officinale Weber ex F.H. Wigg dengan
Agrobacteriumrhizogenes dan regenerasi tanaman untuk sintesis metabolit
sekunder bahan obat : Insentif Ristek. LIPI.

Webb, K.J. and Morris, P. (1992) Methodologies of Plant Transformation, In:
Gatehouse, A.M.R., Hilder, V.A. and Boulter, D. (ed). Plant Genetic
Manipulation for Crop Protection. C A B International. United Kingdom.

Yu et al. 2001. Effects of carbenicillin and cefotaxime on papaya regeneration. Bot.
Bull. Acad. Sin. 42: 281-286

Anda mungkin juga menyukai