Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH SUHU DAN VARIASI KOMPOSISI Mg Stearat TERHADAP

PEMBENTUKAN KERAMIK ALUMINA (Al2O3)


I.

Tujuan
1. Mengetahui proses pembuatan bahan keramik dengan metode metalurgi serbuk.
2. Mengetahui pengaruh suhu pemanasan sintering terhadap sifat bahan keramik.
3. Mengetahui pengaruh komposisi bahan terhadap sifat bahan keramik.

II. Dasar Teori


II.1
Keramik
Keramik berasal dari bahasa Yunani Keramos yang berarti periuk atau belanga yang
terbuat dari tanah. Keramik adalah semua benda-benda yang terbuat dari tanah liat/lempung
yang mengalami suatu proses pengerasan dengan pembakaran suhu tinggi. Pengertian
keramik yang lebih luas dan umum adalah Bahan yang dibakar tinggi termasuk didalamnya
semen, gips, metal dan lainnya. Sebelum diproses menjadi keramik, segi penting sifat bubuk
mineralnya adalah ukuran partikel (yang mengganti sifat akhir) serta distribusi sifat partikel
(mempengaruhi rapatan).
Keramik memiliki struktur organik dan non organik seperti gelas tetapi kebanyakan
memiliki struktur kristal. Struktur mikro keramik selalu kompleks dan dibedakan oleh adanya
batas butir (grain boundaries), renik (pores), ketidakmurnian dan kondisi multifasa yang
membuatnya lebih bervariasi. Pada daerah batas butir energi bertambah sehingga
ketidakmurnian cenderung berkumpul di sana. Ketidakmurnian merupakan fasa kedua dan
ketiga, antara partikel

penyusun (konstituen)

ke dalam batas butir. Dengan adanya

penambahan ketidakmurnian dan zat aditif lainnya, mikrostruktur dapat berubah, jika diamati
pada batas butirnya maupun

porositasnya. Kondisi mikrostruktur ini menggambarkan

keadaan terhadap sifat fisis dan kimia dari keramik.


2.2. Bahan Dasar Keramik
Pada dasarnya bahan dasar keramik antara lain :
2.2.1. Tanah Liat (lempung)
Tanah liat (lempung) sebagai bahan pokok untuk pembuatan keramik, merupakan
salah satu bahan yang kegunaannya sangat menguntungkan bagi manusia karena bahannya
yang mudah didapat dan pemakaian hasilnya yang sangat luas. Kira-kira 70% atau 80% dari
kulit bumi terdiri dari batuan merupakan sumber tanah liat. Tanah liat banyak ditemukan di
areal pertanian terutama persawahan. Dilihat dari sudut ilmu kimia, tanah liat termasuk
hidrosilikat alumina dan dalam keadaan murni mempunyai rumus: Al2O3.2SiO2.2H2O dengan
perbandingan berat dari unsur-unsurnya: Oksida Silinium (SiO2) 47%, Oksida Aluminium
(Al2O3) 39%, dan Air (H2O) 14% (Gatot, 2003 dalam Abdullah, 2005).
Bentuknya seperti lempengan kecil-kecil hampir berbentuk segi enam dengan
permukaan yang datar. Bentuk kristal; seperti ini menyebabkan tanah liat bila dicampur

dengan air mempunyai sifat liat (plastis), mudah dibentuk karena kristal-kristal ini meluncur
di atas satu dengan yang lain denga air sebagai pelumasnya.
Mineral liat terbentuk dari hasil hancuran iklim terhadap mineral primer atau batuan
yang mengandung mineral feldspar, mika, piroksin dan eamfibol. Pada dasarnya mineral liat
dapat dibedakan atas 2 kelompok senyawa, yaitu liat silikat dan liat bukan silikat. Liat silikat
kemudian dibedakan pila dalam 3 tipe yaitu : tipe 1:1, 2:1, dan tipe 2:2. Tipe dalam hal ini
menunjukkan perbandingan antara Si-tetraeder dengan Al-oktaeder. Dengan mengetahui tipe
mineral liat juga dapat ditentukan tingkat hancuran suatu tanah. Tanah yang mengandung liat
1:1 menunjukkan suatu tanah yang lebih tua daripada tanah berliat tipe 2:1. Karena Si telah
habis tercuci. Disamping liat silikat amorfus, yaitu alofan. Liat bukan silikat merupakan
kelompok senyawa hidrus oksida besi dan aluminum. Nama hidrus oksida mencerminkan
asosiasi antara molekul air dan oksida (Hakim, 1986).
Tanah liat memiliki sifat-sifat yang khas yaitu bila dalam keadaan basah mempunyai
sifat plastis tetapi bila dalam keadaan kering akan menjadi keras, sedangkan bila dibakar akan
menjadi padat dan kuat. Pada umumnya, masyarakat memanfaatkan tanah liat (lempung)
sebagai bahan baku pembuatan bata dan gerabah.
2.2.2. Kuarsa (SiO2 )
Kuarsa (mineral silika) adalah salah satu komponen utama dalam pembentukan
keramik dan banyak terdapat di permukaan bumi (sekitar 60%). Bentuk umum fasa kristal
kuarsa adalah tridimit, quartz dan kristobalit, tergantung pada temperaturnya. Jenis kristal
silika yang ada di alam adalah kuarsa, sedangkan tridimit dan kristobalit jarang dijumpai.
Kuarsa memiliki keplastisan rendah dan titik lebur tinggi sekitar 1728C, tetapi hasil
pembakarannya kuat dan keras. Bahan baku kuarsa dapat diperoleh dari batuan atau pasir
kuarsa dengan kandungan silika tinggi.
2.2.3. Feldspar
Feldspar adalah suatu kelompok mineral yang berasal dari batu karang yang
ditumbuk dan dapat memberikan sampai 25 % flux (pelebur) pada badan keramik. Bila
keramik dibakar, feldspar akan meleleh (melebur) dan membentuk leburan gelas yang
menyebabkan partikel tanah dan bahan lainnya melekat satu sama lain. Pada saat membeku,
bahan ini memberikan kekuatan pada badan keramik. Feldspar tidak larut dalam air,
mengandung alumina, silika dan flux yang digunakan untuk membuat gelasir suhu tinggi.
Feldspar pada saat ini nerupakan group mineral dengan jumlah mineral yang paling besar di
kerak bumi, membentuk sekitar 60% batuan terrestrial (Indiani, 2009). Kebanyakan feldspar
yang tersedia berupa sodium feldspar, potassium feldspar dan feldspar campuran. Feldspar
kebanyakan digunakan pada aplikasi-aplikasi industri yang membutuhkan kandungan feldspar
yang berupa alumina dan alkali.

Rumus kimia feldspar secara umum adalah XAl(Al,Si)Si 2O8 dengan X adalah
potassium, sodium, kalsium atau barium. Secara khusus rumus kimia feldspar dapat dilihat
pada Tabel 1.
Jenis Feldspar
Albite
Anorthite
Orthoclase
Celsian

Rumus Kimia
Na(Si,Al)O
Ca(Si,Al)O
K(Si,Al)O
Ba(Si,Al)O

Sifat-sifat
Sifat yang umum dan mudah dilihat secara fisik pada kebanyakan jenis keramik adalah
britle atau rapuh, hal ini dapat kita lihat pada keramik jenis tradisional seperti barang pecah
belah, gelas, kendi, gerabah dan sebagainya, coba jatuhkan piring yang terbuat dari keramik
bandingkan dengan piring dari logam, pasti keramik mudah pecah, walaupun sifat ini tidak
berlaku pada jenis keramik tertentu, terutama jenis keramik hasil sintering, dan campuran
sintering antara keramik dengan logam. sifat lainya adalah tahan suhu tinggi, sebagai contoh
keramik tradisional yang terdiri dari clay, flint dan feldfar tahan sampai dengan suhu 1200 C,
keramik engineering seperti keramik oksida mampu tahan sampai dengan suhu 2000 C.
kekuatan tekan tinggi, sifat ini merupakan salah satu faktor yang membuat penelitian tentang
keramik terus berkembang (http://id.wikipedia.org/wiki/Keramik)
Keramik merupakan material yang kuat, keras dan tahan korosi. Sifat-sifat ini
ditambah dengan kerapatan yang rendah dan titik leleh yang tinggi, menjadikan keramik
sebagai bahan struktur yang menarik. Sifat-sifat suatu keramik sangat dipengaruhi oleh proses
pembuatannya, sehingga terdapat istilah bahan keramik maju.
Kelemahan utama keramik adalah kerapuhannya, yakni kecenderungan untuk patah
dengan tiba-tiba saat terjadi deformasi plastik. Ini merupakan masalah khusus bila bahan ini
digunakan untuk aplikasi struktural. Dalam logam, elektron-elektron yang terdelokalisasi
memungkinkan atom-atomnya berubah-ubah tanpa semua ikatan dalam strukturnya putus. Hal
inilah yang memungkinkan logam terdeformasi di bawah pengaruh tekanan. Tapi, dalam
keramik, karena kombinasi ikatan ion dan kovalen, partikel-partikelnya tidak mudah bergeser.
Keramiknya dengan mudah putus bila gaya yang terlalu besar diterapkan[5].
(http://hendrassilefunk.blogspot.com/2012/01/pengertian-keramik.html)

II.2

Alumina (Al2O3)

Aluminium oksida adalah sebuah senyawa kimia dari aluminium dan oksigen, dengan
rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah alumina, dan dalam bidang pertambangan,
keramik dan teknik material senyawa ini lebih banyak disebut dengan nama alumina. [6]
Sifat-sifat
Aluminium oksida adalah insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik.
Umumnya Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut corundum atau -aluminum
oksida. Al2O3 dipakai sebagai bahan abrasif dan sebagai komponen dalam alat pemotong,
karena sifat kekerasannya.
Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap
perkaratan dengan udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen
di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuk
sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini
melindungi logam aluminium dari oksidasi lebih lanjut. Ketebalan lapisan ini dapat
ditingkatkan melalui proses anodisasi. Beberapa alloy (paduan logam), seperti perunggu
aluminium, memanfaatkan sifat ini dengan menambahkan aluminium pada alloy untuk
meningkatkan ketahanan terhadap korosi.
Al2O3 yang dihasilkan melalui anodisasi bersifat amorf, namun beberapa proses
oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation menghasilkan sebagian besar Al 2O3 dalam
bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasannya.
Alumina (Al2O3) merupakan material keramik nonsilikat yang paling penting.Material
ini meleleh pada suhu 2051 oC dan mempertahankan kekuatannya bahkanpada suhu 1500
sampai 1700oC. Alumina mempunyai ketahanan listrik yang tinggi dan tahan terhadap kejutan
termal dan korosi.
Merupakan insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik. Aluminium oksida
(Al2O3)berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap perkaratan denganudara.
Logam aluminium sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara.Aluminium
bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuksebagai lapisan tipis
yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan inimelindungi logam aluminium
dari oksidasi lebih lanjut.
II.3

Magnesium Stearat
Magnesium stearat, dapat juga disebut asam octadekanoik, garam magnesium, adalah

senyawa putih, serbuk yang berupa padatan pada temperature ruang. Memiliki struktur kimia
Mg(C18H35O2)2. Merupakan garam yang mengandung dua ekuivalen stearat (anion dari asam
stearat) dan satu kation magnesium (Mg2+). Magnesium stearat meleleh pada sekitar 120 C,
tidak larut dalam air, dan umumnya aman untuk dikonsumsi di bawah 2500 mg/kg per hari.
Kegunaan

Magnesium stearat sering digunakan sebagai pengencer dalam pembuatan tablet


medis, kapsul dan bubuk. Dalam hal ini, senyawa ini juga berguna, karena mempunyai sifat
pelumas, mencegah bahan menempel pada peralatan selama pengepresan serbuk kimia
menjadi tablet padat, magnesium stearat adalah pelumas yang paling umum digunakan untuk
tablet. Penelitian telah menunjukkan bahwa magnesium stearat dapat mempengaruhi waktu
rilis dari bahan-bahan aktif dalam tablet, dll, tapi tidak mengurangi keseluruhan
bioavailabilitas dari bahan-bahan. [7]
Magnesium stearat juga digunakan untuk mengikat gula dalam permen keras seperti
permen mint, dan merupakan bahan yang umum dalam formula bayi.
II.4 Keramik Alumina
Keramik alumina (Al2O3) merupakan keramik refraktori yang sangat keras, biasa
diaplikasikan pada struktur temperatur tinggi dan aplikasi substrat karena memiliki kekerasan
yang bagus dan koefisien ekspansi thermal yang tinggi. Sayangnya, seperti keramik
kebanyakan, alumina memiliki keuletan yang rendah dan fracture toughness yang rendah,
sehingga keramik alumina biasanya ditambahkan ke logam (seperti aluminium, kobalt atau
niobium) yang kekerasannya rendah namun memiliki keuletan yang tinggi.
Metal Matrix Composite dengan matriks aluminium biasanya diperkuat dengan
keramik silikon karbida atau keramik alumina. Matriks harus terikat secara kuat dengan
penguatnya, namun tidak boleh memiliki interaksi kimia sehingga cara yang baik untuk
memperkuat ikatan matriks dengan penguat adalah dengan meningkatkan pembasahan
partikel penguat dengan matriksnya. Apabila pembasahan tidak baik dapat terjadi aglomerasi
dari penguat yang dapat mengakibatkan distribusi tegangan yang buruk, banyaknya porositas
yang terbentuk dan sifat mekanis yang kurang baik.
Untuk meningkatkan pembasahan, diperlukan penambahan aditif pada MMC.
Berdasarkan studi yang dilakukan, aditif yang memiliki efisiensi paling tinggi dalam
meningkatkan pembasahan untuk partikel keramik silikon karbida atau alumina adalah silikon
atau magnesium. Persebaran partikulat keramik pada matriks aluminium juga sangat penting
dalam produksi material komposit. Distribusi persebaran partikel alumina pada matriks MgO
dapat ditingkatkan melalui penambahan MgO.
II.5 Metode Fabrikasi
Pembuatan bahan alumina dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu proses sol-gel dan
metalurgi serbuk. Proses metalurgi serbuk lebih sering digunakan, karena proses ini termasuk
proses yang relatif murah dan mudah dilakukan. Pada proses sol-gel biasanya diperoleh
densitas yang lebih tinggi tetapi prosesnya panjang dan biayanya jauh lebih mahal. Bahan
alumina mempunyai sifat fisik dan mekanik yang baik yaitu kekerasannya tinggi, tahan
terhadap korosi, titik lelehnya tinggi, konduktivitas termalnya rendah dan tahan terhadap suhu
lingkungan yang tinggi.
Permasalahannya adalah pada penggunaan suhu kerja di atas 1100 C kekerasan dan
kekuatan alumina dapat menurun sebagai akibat pertumbuhan butir yang tak terkendali pada

suhu tinggi (Zeng, et el, 1984). Untuk mengatasi hal tersebut, banyak dilakukan penelitian
dalam upaya membuat suatu bahan keramik -alumina (Al2O3) dengan penambahan zat aditif.
Proses ini digunakan pada metalurgi serbuk yaitu bahan alumina (polikristal) sudah
melewati tahapan-tahapan pencampuran dan kompaksi, dan pemanasan pada suhu tinggi.
Pada proses metalurgi serbuk, proses sintering merupakan proses untuk mendapatkan bahan
yang padat dan kompak. Untuk mendapatkan densitas maksimum diperlukan suhu sintering
yang mendekati titik leleh bahan (Kirk, et al, 1995). Mekanisme sintering dimulai dengan
adanya kontak antar bulir yang dilanjutkan dengan pelebaran titik kontak akibat proses difusi
atom-atom. Difusi yang berlebihan menyebabkan penyusutan volume pori yang terjadi selama
proses sintering berlangsung. Densitas alumina meningkat dengan peningkatan suhu sintering.
Pada suhu tinggi fasa alumina adalah corundum (-alumina) seperti pada Gambar 2.2. yang
merupakan fasa paling stabil dari fasa-fasa lainnya (fasa gamma, delta, theta). Proses
pembentukan/ perubahan struktur kristal dari alumina alam (-alumina) menjadi -alumina
dapat dlihat pada Gambar 2.3.[5]

Gambar 2.1. Sel Satuan dari Corundum (-alumina)

Gambar 2.2. Pengaruh Suhu terhadap Perubahan Bentuk Struktur


Kristal Alumina.(Wefers, 1987)

II.6

Metalurgi Serbuk
Metalurgi serbuk adalah pengetahuan dan seni tentang pembuatan dan pemakaian

serbuk logam atau paduannya. Prosesnya melibatkan tiga langkah dasar yaitu pembentukan

serbuk, pengompakan serbuk, dan penyinteran serbuk. Teknik metalurgi serbuk meliputi
pembuatan benda yang tidak dapat atau tidak mudah dihasilkan dengan peleburan, misalnya
pada pembuatan logam-logam refraktori dan benda berpori. benda yang dibuat dengan cara
metalurgi serbuk lebih ekonomis dari pada dibuat dengan cara penuangan. Barang-barang
hasil metalurgi serbuk mempunyai sifat yang lebih unggul daripada benda yang dibuat dengan
proses peleburan.
Jadi dalam beberapa hal, serbuk logam dapat diganti dengan serbuk bukan logam
seperti oksida logam atau campuran serbuk logam dengan serbuk bukan logam. Metode dan
alat yang digunakan dalam metalurgi serbuk, juga dipakai dalam industri plastik dan industri
keramik, dan dalam beberapa hal teknik metalurgi serbuk serupa dengan teknik yang
digunakan dalam pembuatan barang keramik dan gabungan keramik dengan logam.[4]
II.7

Pengaruh Suhu Sintering


Dalam tahapan pembuatan bahan keramik, proses pembakaran merupakan proses yang

sangat menentukan sifat bahan. Suhu pembakaran ditentukan oleh bahan dasar yang dipakai
dan fungsi bahan yang ingin dibuat. Bahan dasar yang dipakai dapat digolongkan sebagai
bahan teknis yang rendah kemurniannya, atau bahan p.a. (proanalysis) yang tinggi
kemurniannya. Dengan proses pembakaran, berbagai bahan yang tidak perlu diharapkan dapat
hilang, agar bahan dengan komposisi dan sifat tertentu yang diinginkan terbentuk.
Suatu bahan tertentu dapat terbentuk pada suhu lebih rendah dari titik meltingnya, hanya saja
kemampatan bahan tersebut belum tentu sesuai dengan yang diharapkan. Artinya suatu bahan
dapat dibuat pada batasan suhu tertentu, sehingga dapat dipilih suhu terendah sedemikian rupa
bahan yang diinginkan terjadi. Meskipun demikian, kepadatan atau densitas bahan yang
dibuat belum tentu sama dengan bahan yang diinginkan. Oleh karena itu, perlu proses
sintering untuk lebih memampatkan bahan.[8]
II.8 Pengaruh Komposisi Alumina
Hasil pengukuran densitas badan keramik porselin yang diperkaya alumina
diperlihatkan pada gambar 2.3. Dari gambar tersebut terlihat bahwa semakin banyak Al 2O3
yang ditambahkan pada kondisi temperatur sintering yang tetap maka densitasnya akan
semakin besar.

Gambar 2.3. Pengaruh Komposisi Al2O3 terhadap Perubahan Densitas


Keramik.(Mulyadi, 2000)

(http://pustaka2.ristek.go.id)
II.9 Pengujian Keramik
a. Densitas
Densitas pada material didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan
volume (V).
Densitas dinyatakan dalam g/cm3 dan dilambangkan dengan (rho)
Dimana : m = massa (g)
: V = Volume (cm3)
: = Densitas (g/cm3)
b. Uji tekan
Pengujian Tekan adalah suatu pengujian yang merupakankebalikan dari pengujian
tarik. Bertujuan untuk mempelajari sifat & respon bahanterhadap pembebanan tekan.
Uji tekan adalah cara untuk mengetahui sifat mekanik suatu bahan. Dalam hal ini
adalah kuat tekan bahan.
Kekuatan tekan material adalah gaya per satuan luas yang dapat menahan kompresi
dan ketika batas kuat tekan tercapai, maka bahan akan terdeformasi atau mengalami
perubahan bentuk. Pada uji tekan umumnya kekuatan tekan lebih tinggi dari kekuatan
tarik. Peralatan yang digunakan untuk percobaan ini hampir sama dengan yang
digunakan dalam uji tarik yang lebih sering dilakukan pengukuran. Namun, bukan
menerapkan beban tarik, melainkan beban tekan. Spesimen (bahan uji) biasanya
berbentuk silinder atau balok.
>>Prosedur Kerja Pengujian Tekan
Tes ini dilakukan untuk mempelajari sifat mekanik dari suatu material saat diberikan
tekanan yang relative kecil. Biasanya dilakukan pada material yang diaplikasikan pada
struktur yang mengalami beban tekan. Seperti beton dan baja.

Pada tes ini, material diberikan beban tekan hingga mengalami deformasi atau patah.
Hasil yang didapat dari pengujian ini adalah kurva antara beban yang diberikan dengan
deformasi yang dialami oleh benda uji. Yang kemudian dapat diolah menjadi nilai
compression strength, strain, stress serta modulus young.
Untuk ukuran sampel yang digunakan, jika pada plastic murni, sampel yang digunakan
adalah jenis silinder dengan diameter 12,7 mm dan tinggi 25,4 mm atau berbentuk
balok dengan panjang sisinya adalah 12,7 mm dan tinggi 25,4 mm. Namun jika pada
jenis material lain, seperti beton atau bahan logamu, kuran yang digunakan adalah
sesuai dengan standart yang dubuat oleh masing-masing Negara.[9]
Nilai kuat tekan sampel didapat melalui tata cara pengujian secara manual dengan
memberikan beban tekan bertingkat dengan peningkatan beban tertentu atas benda uji.
Kekuatan tekan, =
Dimana :
Pmaks = beban tekan maksimum (kgf)
A= luas penampang (mm)
c. Uji Korosi
Uji Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan
berlangsung spontan, korosi disebabkan oleh kerusakan atau degradasi logam akibat
reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang
menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari,
korosi disebut perkaratan. Korosi pada logam menimbulkan kerugian yang tidak
sedikit. Oleh karena itu, korosi dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga
memperlambat proses kerusakannya.Diperlukan suatu metode untuk mengetahui kadar
korosi dari suatu logam. Dibawah ini merupakan salah satu sistem untuk mengetahui
kadar korosi dari logam.[10]
III.

Alat dan Bahan

3.1. Alat-alat :
1. Neraca analitik.

7. Gelas beker

2. Alat press

8. Batang pengaduk

3. Furnace

9. Cawan porselen

4. Mikroskop

10. Krustang

5. Kaca arloji

11. Mikrometer skrup

6. Sendok sungu

12. Eksikator

3.2. Bahan-bahan :
1. Al2O3
2. Mg Stearat

3. Pelumas
4. Akuades
IV.

Cara Kerja
4.1.
Variasi Suhu
1. Bahan dasar yang digunakan adalah alumina murni dan Mg Stearat.
2. Beberapa komposisi dari bahan tersebut dibuat dengan perbandingan alumina : Mg
Stearat 85:15.
3. Kemudian campuran tersebut dihomogenkan.
4. Air ditambahkan ke dalam campuran sebanyak 10-15% hingga campuran tersebut
dapat dibentuk.
5. Campuran yang telah ditambahkan air dimasukkan ke dalam wadah tertutup dan
dibiarkan (diperam) minimal 2 malam agar distribusi air merata ke setiap butiran.
6. Setelah diperam, campuran dibentuk pelet menggunakan matras dengan bentuk
silinder (pelet yang dibentuk mempunyai tebal 4-5 mm dan diameter 2 cm).
7. Pelet yang terbentuk didiamkan di udara terbuka selama 3 malam untuk mengurangi
kadar air yang terdapat dalam pelet.
8. Pelet dibakar dengan variasi suhu 250C, 500C, 750C, dan 1000C selama setengah
jam tiap variasi suhu.
9. Pelet hasil sintering dilakukan uji tekan, massa jenis, daya hantar listrik, dan uji
korositasnya.
4.2.
Variasi Komposisi
1. Bahan dasar yang digunakan adalah alumina murni dan Mg Stearat.
2. Beberapa komposisi dari bahan tersebut dibuat dengan perbandingan alumina : Mg
Stearat 100:0 ; 85:15 ; 60:40 ; dan 45:55.
3. Kemudian campuran tersebut dihomogenkan.
4. Air ditambahkan ke dalam campuran sebanyak 10-15% hingga campuran tersebut
dapat dibentuk.
5. Campuran yang telah ditambahkan air dimasukkan ke dalam wadah tertutup dan
dibiarkan (diperam) minimal 2 malam agar distribusi air merata ke setiap butiran.
6. Setelah diperam, campuran dibentuk pelet menggunakan matras dengan bentuk
silinder (pelet yang dibentuk mempunyai tebal 4-5 mm dan diameter 2 cm).
7. Pelet yang terbentuk didiamkan di udara terbuka selama 3 malam untuk mengurangi
kadar air yang terdapat dalam pelet.
8. Pelet dibakar dengan suhu 1000C selama 3 jam.
9. Pelet hasil sintering dilakukan uji tekan, massa jenis, daya hantar listrik, dan uji
korositasnya.
4.3.
Uji Fisis

1. Uji tekan
-

Sampel hasil sintering ditekan dengan alat tekan hingga penyangga retak/pecah.

Ditentukan titik retak/pecah penyangga tersebut (dalam kgf/cm2).

2. Massa jenis
-

Sampel ditimbang.

Dihitung volume penyangga (bentuk silinder).

Dihitung massa jenisnya.

3. Uji Korositas
-

Sampel dimasukkan ke dalam larutan HCl.


Diamati perubahan yang terjadi pada sampel dalam larutan.

4. Daya Hantar Listrik


-

Sampel di ukur tahanannya menggunakan multimeter.

Dihitung daya hantar listriknya (1/).

Susunan Ikatan
Sampel (dapat berupa serbuk / pecahan hasil uji tekan) diamati strukturnya dengan

5.

V.
VI.

bantuan mikroskop.
Pangamatan
Terlampir ( Laporan Sementara)
Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan keramik dengan metode

metalurgi serbuk, pengaruh komposisi bahan baku serta pengaruh suhu pemanasan sintering
terhadap sifat bahan keramik. Dalam praktikum ini bahan yang digunakan adalah serbuk
alumina dan Mg stearat.
Untuk mendapatkan ketebalan keramik yang diinginkan, sebelum membuatnya
dilakukan preparasi bahan terlebih dahulu, yakni dengan menakar sesuai perkiraan pada
cetakan keramik hingga didapat keramik dengan ketebalan 0,5 cm. Dari hasil preparasi bahan,
didapat massa bahan untuk mendapatkan keramik dengan ketebalan 0,5 cm sebesar 15
gram. Setelah diketahui massa yang diperlukan, dapat dilakukan variasi komposisi bahan
pembuatan keramik dari massa tersebut. Pada praktikum ini variasi komposisinya adalah
100:0, 85:15, 60:40,dan 45:55. Setelah itu dilakukan pencampuran kedua bahan serbuk
tersebut dengan cara pengadukan dan ditambahkan aquadest. Penambahan aquadet ini
bertujuan untuk membantu pencampuran agar lebih merata atau sebagai pengikat antara
serbuk alumina dengan Mg stearat. Selanjutnya dilakukan proses pemeraman selama 1 hari.
Hal ini bertujuan untuk menghindarkan keramik yang didapat pecah akibat ketidak merataan
pencampuran antara kedua bahan beserta aquadest pada saat dilakukan sintering.
Setelah didapatkan campuran alumina dengan Mg stearat hasil pemeraman tersebut,
dilakukan proses pencetakan dengan alat press berbentuk pelet (berbentuk tablet). Namun
sebelum dilakukan proses pencetakan, cetakan tersebut diberi vaselin. Hal ini bertujuan agar
pada waktu pengeluaran hasil cetakan lebih mudah atau kondisi hasil cetakan tidak rusak.
Proses pencetakan tersebut dilakukan dengan cara yang sama untuk semua variasi komposisi
bahan pembuatan keramik tersebut.

Pelet yang telah jadi kemudian disintering di dalam furnace. Namun sebelumnya
didiamkan di udara terbuka agar pelet kering. Karena apabila langsung dipanaskan di dalam
furnace, kemungkinan air di dalam pelet akan langsung menguap ke luar dan meninggalkan
rongga kosong dan menyebabkan pelet menjadi rapuh. Untuk variasi komposisi suhu sintering
diatur sebesar 1000oC sedangkan untuk

komposisi 85:15 dilakukan pemvariasian suhu

sebesar 250oC, 500 oC, 750 oC dan 1000 oC. Pemvariasian suhu ini dilakukan bertujuan
untuk mngetahui pengaruh suhu terhadap kualitas keramik.
Setelah pelet keramik telah jadi, dilakukan pengujian guna mengetahui kualitas
keramik yang dihasilkan. Pengujian tersebut diantaranya ; densitas, korositas, kekerasan, daya
hantar listrik dan struktur keramik.
Pada pengujian densitas, dilakukan dengan menentukan massa dan volume pelet yang
dihasilkan. Dari hasil perhitungan densitas untuk parameter komposisi dan suhu pemanasan
dibuat grafik. Untuk parameter suhu pemanasan dibuat grafik hubungan antara suhu
pemanasan dengan densitas. Sedagkan untuk parameter komposisi dibuat grafik hubungan
antara komposisi dengan densitas.Grafik tersebut berfungsi untuk mengetahui hubungan
densitas dengan suhu pemanasan dan hubungan komposisi dengan densitas. Adapun grafik
tersebut adalah sebagai berikut :

Grafik 1 Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Densitas

Grafik 2 Pengaruh Komposisi Alumina terhadap Densitas


Dari grafik variasi suhu, terjadi penurunan densitas ketika suhu pemanasan dinaikkan.
Hal ini disebabkan karena kandungan air dan bahan organik (stearat) yang ada di dalam pelet
menguap sesuai dengan suhu penguapannya. Sedangkan pada variasi komposisi justru
semakin tingg kandungan alumina maka densitasnya juga semakin tinggi. Hal tersebut karena
ketika ada penambahan Mg-stearat, terdapat bahan organik (stearat) sehingga pada pemanasan

suhu tinggi stearat akan mengurai menjadi CO2 dan H2O dan menguap dan mengurangi
massa pelet.
Pengujia selanjutnya adalah uji tekan menggunakan alat press. Pengepresan ini
dilakukan terus hingga pelet pecah. Pada variasi komposisi, yang hanya dapat diuji tekan
adalah komposisi 100% dan 85%. Hal ini disebabkan karena pada saat pemanasan (suhu
1000C), pelet dengan komposisi 60% dan 45% pecah dan hancur. Hal ini dapat disebabkan
karena banyaknya komposisi bahan tambahan (Mg-stearat) yang mana serbuknya tidak begitu
bercampur rata dengan alumina. Sehingga pelet yang terbentuk rapuh.
Pada hasil pengujian kekerasan pelet, dibuat grafik untuk semua parameter. Untuk
parameter suhu dibuat grafik hubungan antara suhu pemanasan dengan beban. Sedangkan
untuk parameter komposisi dibuat grafik hubungan antara komposisi dengan bebab.

Grafik 3 Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Densitas

Grafik 4 Pengaruh Komposisi Alumina terhadap Kekerasan


Pada variasi suhu pemanasan, kekerasan pelet semakin tinggi ketika suhu pemanasan
semakin tinggi, dan nilai kekerasan optimumnya adalah pada suhu 750C. Hal ini dapat
disebabkan pada suhu itu, belum semua stearat menguap dan rongga di dalam pelet tidak
banyak. Sedangkan pada suhu 1000C rongga di dalam pelet lebih banyak sehingga lebih
rapuh. Dan pada suhu di bawah keduanya, kadar air yang ada di dalam pelet masih belum
semuanya teruapkan sehingga pelet yang terbentuk lebih rapuh.
Sedangkan pada variasi komposisi, kekerasan pelet juga semakin tinggi sebanding
dengan komposisi alumina. Sama seperti pada densitas, hal ini dapat disebabkan karena
banyaknya komposisi bahan tambahan (Mg-stearat) yang mana serbuknya tidak begitu
bercampur rata dengan alumina. Sehingga pelet yang terbentuk rapuh.
Pada pengujian daya hantar listrik, digunakan multimeter untuk mengukur tahanan
listriknya. Dan hasil yang diperoleh adalah nilai ~. Sehingga didapat daya hantar listrik pada
pelet yang dihasilkan adalah 0 mho. Hal ini dapat disebabkan keramik yang terbentuk tidak

dapat menghantarkan arus. Untuk pengujian korositas, pelet dicelupkan ke dalam larutan HCl
1%. Dan didapat hasil pengamatan sebagai berikut:
Suhu
1000C
750C
500C

Pengamatan
Terbentuk gelembung udara sesaat
Sesaat bentuk pelet pecah, tetapi tidak lebur
Langsung lebur

Komposisi
100%
85%
Tanpa Sintering

Pengamatan
Tidak terjadi perubahan
Terbentuk gelembung udara sesaat
Tidak terjadi perubahan, tetapi terapung

Pada variasi suhu, terlihat bahwa suhu yang rendah lebih mudah terkorosi
dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi. Dan pada variasi komposisi semakin rendah
komposisi semakin mudah terkorosi. Hal ini dikarenakan suhu pemanasan dan komposisi
bahan berpengaruh dalam pembentukan sifat keramik yang ingin diperoleh. Sedangkan untuk
komposisi, penambahan Mg-stearat sedikit mengurangi ketahanan keramik terhadap korositas,
terlihat adanya gelembung sesaat setelah dicelupkan. Sedangkan keramik yang tidak
disintering, ternyata hanya mengapung.
Pada pengamatan struktur dengan mikroskop dengan perbesaran yang tetap (100x),
struktur keramik dengan variasi suhu pemanasan terlihat perubahan, yang mana setiap
kenaikan suhu struktur keramik semakin halus. Sedangkan pada variasi komposisi, struktur
keramik yang paling halus terdapat pada komposisi 85%.

VII. Kesimpulan
1. Keramik alumina (Al2O3) merupakan keramik oksida yang memiliki kekuatan sangat
tinggi, keras, tahan suhu tinggi, dan memiliki titik lebur 2050 oC serta bersifat isolator
listrik. Namun, memiliki keuletan yang rendah dan fracture toughness yang rendah.
Keramik alumina tersebut dibuat melalui tahap pencampuran, pemeraman, pencetakan
dan sintering.
2. Suhu dan perbandingan komposisi mempengaruhi sifat keramik yang dihasilkan. Titik
optimum suhu pemanasan dan perbandingan komposisinya adalah 750 oC dan 85:15
(85% serbuk alumina dan 15% serbuk Mg Stearat).
VIII. Daftar Pustaka
[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Keramik. Diunduh pada tanggal 20 Maret 2013 : 11.50 WIB
[2]
Lawrence H. Van Vlack. 1992. Ilmu dan Teknologi Bahan (Logam dan Bukan Logam).
Jakarta : PT Erlangga.
http://hendrassilefunk.blogspot.com/2012/01/pengertian-keramik.html.diunduh pada tanggal

[3]

23 Maret 2014 pukul 10.45 WIB

[4]

[5]

[6]

[7]

Handoyo, Haries, S.ST. 2013. Petunjuk Praktikum Ilmu Bahan : Pembuatan Keramik
Alumina dengan Metalurgi Serbuk. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir.
http://id.wikipedia.org/wiki/Aluminium_oksida. Diunduh pada tanggal 13 Maret 2013 :
10.45 WIB
http://en.wikipedia.org/wiki/Magnesium_stearat. Diunduh pada tanggal 13 Maret 2013 :
10.30 WIB
http://pustaka2.ristek.go.id. Diunduh pada tanggal 23 Maret 2013 pukul 08.15 WIB

Asisten,
Haries Handoyo, S.ST

Yogyakarta, 23 Maret 2013


Praktikan,
Tri Wahyu Santoso

Anda mungkin juga menyukai