Anda di halaman 1dari 13

Penundaan SPT, SPT tidak disampaikan,

angsuran pembayaran pajak, surat-surat


ketetapan, surat tagihan, hak dan kewajiban wajib
pajak.





Disusun Oleh:
Shelfa Sopiah
SA 1101003

Dosen Pembimbing:
Bpk. Reinhard Chrismantsa, SE, M.Ak

Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia
PEMBAHASAN

A. Penundaan Penyampaian SPT
Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas
bisa saja tidak dapat menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu karena luasnya kegiatan usaha
dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit
untuk memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu
yang telah ditentukan.
Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas
dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan apabila tidak dapat
menyampaikan SPT Tahunan sesuai dengan Batas Waktu yang telah ditentukan untuk paling
lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan (Paling Lambat 30 Juni 2012).
Tata Cara Pengajuan Permohonan Perpanjangan Batas Waktu/Jangka Waktu
Penyampaian Pelaporan SPT Tahunan PPh Badan dan PPh Orang Pribadi:
a) Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi
yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas disampaikan dalam bentuk formulir
kertas (hardcopy) atau dalam bentuk data elektronik (e-SPT).
b) Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan disampaikan ke
KPP sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir.
c) Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan
usaha/pekerjaan bebas yang mengajukan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan
wajib menyebutkan alasan perpanjangan dan melakukan penghitungan sementara pajak
terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang,
serta melampirkan:
1. Laporan Keuangan Sementara untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dari Wajib
Pajak itu sendiri (bukan Laporan Keuangan Sementara dari konsolidasi grup).
2. Surat Setoran Pajak Penghasilan Pasal 29 sebagai bukti pelunasan kekurangan
pembayaran pajak yang terutang kecuali ada ijin untuk mengangsur atau menunda
pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29.
3. Surat Pernyataan dari Akuntan Publik yang menyatakan audit Laporan Keuangan
belum selesai dalam hal Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik.
d) Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau
Kuasa Wajib Pajak.
e) Dalam hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan ditandatangani oleh Kuasa Wajib
Pajak, Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib dilampiri dengan Surat Kuasa
Khusus.
f) Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan disampaika
1. secara langsung.
2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat.
3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
4. e-Filing melalui ASP sesuai dengan ketentuan yang berlaku
g) Dalam hal Wajib Pajak belum siap untuk menyampaikan SPT Tahunan dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada Pemberitahuan Perpanjangan Penyampaian SPT
Tahunan yang diajukan sebelumnya, maka Wajib Pajak masih dapat menyampaikan
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan lagi sepanjang tidak melampaui batas waktu
2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan (Paling Lambat 30 Juni
2012).


B. SPT Tidak Sampai
Dalam Pasal 3 ayat 7 UU KUP dinyatakan bahwa, SPT dianggap tidak disampaikan
apabila:
1. SPT tidak ditandatangani
2. SPT tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang disyaratkan
3. SPT yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak dan wajin pajak telah
ditegur secara tertulis
4. SPT disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau
menerbitkan surat ketetapan pajak
Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Dirjen Pajak wajib memberitahukan kepada
WP (Pasal 3 ayat 7a UU KUP). SPT tersebut selanjutnya dianggap sebagai data perpajakan.


C. Pengangsuran Pembayaran Pajak
Pembayaran pajak sebenarnya dimungkinkan untuk diangsur. Pasal 10 ayat (2)
Undang-undang KUP mengindikasikan hal tersebut di mana dinyatakan bahwa tata cara
mengangsur pajak diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan pelaksanaan
pengangsuran pajak ini memang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan, yaitu Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007. Secara lebih teknis lagi, tatacara pengangsuran
pajak ini diatur dengan Peraturan DIrjen Pajak Nomor PER-38/PJ/2008.
Hak Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak
ini terutama ditujukan kepada Wajib Pajak yang mengalami kesulitan likuiditas atau Wajib Pajak
yang berada dalam kondisi di luar kekuasaannya (force majeur) sehingga tidak dapat melunasi
pajak sesuai dengan jangka waktunya.
Ada dua jenis pajak yang bisa dimohon untuk diangsur. Pertama adalah Pajak yang
masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Jatuh
tempo pembayan pajak seperti ini sebenarnya adalah 1 (Satu) bulan sejak tanggal
diterbitkannya produk hukum tersebut.
Dengan mengajukan permohonan untuk mengangsur, maka Wajib Pajak punya peluang
untuk membayar secara angsuran sehingga bisa menolong likuiditas Wajib Pajak.
Kedua, yang bisa diajukan permohonan pengangsuran pajak adalah kekurangan
pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan atau biasa disebut PPh Pasal 29. Pembayaran PPh Pasal 29 (jatuh tempo
pembayaran) sendiri harus dilunasi sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan
tetapi tidak melebihi batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Pada
umumnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan adalah 30 April dan SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi adalah 31 Maret tahun berikutnya.
Pajak yang diajukan permohonan untuk diangsur di atas, selanjutnya akan disebut sebagai
utang pajak pada bagian berikutnya.

C.1 Pengajuan dan Persyaratan Permohonan
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar untuk mengangsur utangpajak , dalam hal Wajib
Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga
Wajib Pajak tidak akan mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.
Permohonan Wajib Pajak tersebut harus diajukan secara tertulis paling lama 9
(sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang
mendukung permohonan, serta jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa
angsuran, dan besarnya angsuran. Permohonan mengangsur pembayaran pajak harus
diajukan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008.
Jangka waktu 9 (sembilan) hari kerja tersebut dapat dilampaui dalam hal Wajib Pajak
mengalami keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak tidak mampu
melunasi utang pajak tepat pada waktunya.

C.2 Jaminan
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan angsuran pembayaran pajak harus
memberikan jaminan yang besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, kecuali apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak menganggap tidak perlu.
Bentuk jaminan dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak,
penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito.
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan dalam jangka waktu yang melampaui
jangka waktu 9 (sembilan) hari kerja harus memberikan jaminan berupa garansi bank sebesar
utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu pengangsuran.

C.3 Keputusan Atas Permohonan
Setelah mempertimbangkan alasan berikut bukti pendukung yang diajukan oleh Wajib
Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan
keputusan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan.
Bentuk keputusan yang dapat diberikan oleh Kepala KPP adalah :
menyetujui jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran sesuai dengan permohonan
Wajib Pajak;
menyetujui jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran sesuai dengan pertimbangan
Kepala Kantor Pelayanan Pajak; atau
menolak permohonan Wajib Pajak
Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja telah terlampaui dan Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui sesuai dengan permohonan
Wajib Pajak, dan Surat Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak harus diterbitkan
paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut berakhir.
Dalam hal permohonan Wajib Pajak disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Pajak
menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak dengan menggunakan
formulir Surat Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008.
Apabila permohonan Wajib Pajak ditolak, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak
menerbitkan Surat Keputusan Penolakan Angsuran/Penundaan Pembayaran Pajak dengan
menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008.

C.4 Penetapan Angsuran dan Sanksi Bunga
Besarnya pembayaran angsuran atas utang pajak ditetapkan dalam jumlah utang pajak
yang sama besar untuk setiap angsuran, dengan ketentuan angsuran tersebut :
Paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Persetujuan
Angsuran Pembayaran Pajak dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
bulan, untuk permohonan angsuran atas utang pajak berupa pajak yang masih haru dibayar
dalam STP, SKPKB, SKPKBT dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah; atau
Paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya, untuk permohonan
atas kekurangan pembayaran utang pajak berupa pajak yang terutang SPT Tahunan PPh (PPh
Pasal 29) dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
Dalam hal Wajib Pajak disetujui untuk mengangsur pembayaran pajak kecuali untuk
utang pajak berupa Surat Tagihan Pajak, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua Persen) per bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) UU KUP
yang dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan pembayaran
angsuran/pelunasan, dengan ketentuan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Bunga tersebut dihitung berdasarkan saldo utang pajak dan ditagih dengan menerbitkan
Surat Tagihan Pajak pada setiap tanggal jatuh tempo angsuran atau pada tanggal
pembayaran.
Berikut ini adalah contoh perhitungan bunga atas angsuran pajak sebagaimana
dinyatakan dalam penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-undang KUP.
Wajib Pajak menerima SKPKB sebesar Rp1.120.000,00 yang diterbitkan pada tanggal 2
Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009. Wajib Pajak tersebut
diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan
jumlah yang tetap sebesar Rp224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap
angsuran dihitung sebagai berikut:
angsuran ke-1 : 2% x Rp1.120.000,00 = Rp22.400,00.
angsuran ke-2 : 2% x Rp896.000,00 = Rp17.920,00.
angsuran ke-3 : 2% x Rp672.000,00 = Rp13.440,00.
angsuran ke-4 : 2% x Rp448.000,00 = Rp8.960,00.
angsuran ke-5 : 2% x Rp224.000,00 = Rp4.480,00.


D. Surat-Surat Ketetapan Dan Surat Tagihan Pajak
Prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah bahwa Wajib
Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan
melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada WP sendiri melalui Surat
Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya
terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau
karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.

D.1 Surat Ketetapan Pajak
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Surat ketetapan tersebut dihasilkan dari proses pemeriksaan
(pajak) yang dilaksanakan oleh petugas fungsional pemeriksa pajak maupun penyidik pajak
atau hasil penelitian dari petugas pengawasan dan konsultasi pajak.
Surat ketetapan administrasi lainnya dapat berupa Surat Tagihan Pajak yang
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.

D.2 Fungsi Surat Ketetapan Pajak
Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :
1. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau
berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil
dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
2. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar.
5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.



D.3 Jenis-Jenis Ketetapan Pajak
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang
terutang atau tidak seharusnya terutang.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak.

D.4 Surat Tagihan Pajak
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda. Timbulnya Surat Tagihan Pajak (STP) adalah
karena keterlambatan kewajiban melaporkan (Denda Pasal 7), keterlambatan pembayaran,
atau karena terdapat kekurangan pembayaran dari yang seharusnya, dan tunggakan pajak
yang terlambat dibayar (STP bunga Penagihan). Pokok pajak dari kekurangan pembayaran ini
dapat menjadi kredit pajak yang sifatnya mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar dalam
perhitungan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan).
Surat Tagihan Pajak (STP) diterbitkan dalam hal :
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
2. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis dan/atau
salah hitung;
3. WP dikenakan sanksi administrasi denda dan/atau bunga;
4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat
faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
5. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur
pajak secara lengkap, selain:
a. identitas pembeli (Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak) atau
b. identitas pembeli (Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak) serta nama dan tandatangan (Nama, jabatan dan tandatangan yang berhak
menandatangani faktur pajak) dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak
pedagang eceran;
6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak; atau
7. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan.
Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan
pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.

D.5 Daluwarsa Penetapan Pajak
Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau tahun Pajak.


E. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu antara
keseimbangan hak negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka Undang-Undang
Perpajakan yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
mengakomodir mengenai berbagai hak-hak Wajib Pajak.

Hak Wajib Pajak
HAK ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah
kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut
lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk
mendapatkan kembali kelebihan tersebut.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan
sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Untuk Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak
Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk
PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian ini
dilakukan tanpa pemeriksaan.
Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui
dua cara:
1. melalui Surat Pemberitahuan (SPT)
2. dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP.
Apabila Direktorat Jenderal Pajak terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran
yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan
maksimum 24 bulan

HAK KERAHASIAAN BAGI WAJIB PAJAK
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu
informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka
menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang
perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli,
sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk
membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain:
1. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh
Wajib Pajak;
2. Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
3. Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama
dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak
dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.

HAK UNTUK PENGANGSURAN ATAU PENUNDAAN PEMBAYARAN
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda
pembayaran pajak.

HAK UNTUK PENUNDAAN PELAPORAN SPT TAHUNAN
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian
SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Orang Pribadi.

HAK UNTUK PENGURANGAN PPh PASAL 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya
angsuran PPh Pasal 25.

HAK UNTUK PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada
hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal
objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang
kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan
pengurangan atas pajak terutang.
Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah
dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan untuk pengurangan PBB tidak
lagi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetapi di Kantor Dinas Pendapatan Kota/kabupaten
setempat.

HAK UNTUK PEMBEBASAN PAJAK
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas
pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan.

HAK PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1
bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.

HAK UNTUK MENDAPATKAN PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman
luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan
supplier utama ditanggung oleh pemerintah.

HAK UNTUK MENDAPATKAN INSENTIF PERPAJAKAN
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas
pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan
PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI
yang diimpor maupun yang penyerahannya di dalam daerah pabean oleh Wajib Pajak tertentu.
Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat
fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.


KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
a. Mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya (Pasal 2 ayat (1), (2) Undang-Undang
Nomor 16 TAHUN 2000)
b. Mengambil dan mengisi SPT secara benar, lengkap, jelas serta menandatangani dan
menyampaikannya ke KPP pada waktunya (Pasal 3 ayat (1), (2), (3), Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000)
c. Menyampaikan penghitungan sementara pajak terutang dan bukti pelunasan kekurangan
pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak menyampaikan perpanjangan jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan (Pasal 3 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000)
d. Dalam hal Wajib Pajak adalah badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus atau
direksi (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000)
e. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan Wajib Pajak, harus dilampiri
surat kuasa khusus (Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000)
f. SPT Tahunan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan
rugi laba serta keterangan lain bagi Wajib Pajak yang melakukan pembukuan (Pasal 4 ayat
(4) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 )
g. Membayar sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang
kurang bayar, dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan utang
pajak menjadi lebih besar (Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 )
h. Membayar kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta
sanksi administrasi berupa denda sebesar dua kali jumlah pajak yang kurang dibayar,
dalam hal Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya yang berkenaan dengan Pasal 38 kepada pemeriksa pajak (Pasal 8 ayat 3
Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 )
i. Membayar pajak yang kurang bayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan
ketidakbenaran pengisian SPT beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50%
dari pajak yang kurang dibayar (Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 )
j. Membayar kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan
selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak (Pasal 9 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 16 TAHUN 2000 )
k. Melunasi surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak
kurang bayar tambahan dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan,
putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, dalam
jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan (Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 16 TAHUN 2000 )
l. Membayar atau menyetor pajak yang terutang di Kas Negara atau tempat lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan (Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN
2000 )
m. Menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi Wajib Pajak
yang melakkukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia (Pasal 28 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 )
n. Melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungann Penghasilan Netto (pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16
TAHUN 2000 )
o. Menyimpan buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain, di Indonesia selama 10 tahun (Pasal 28
ayat (6) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 )
p. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan harus dengan memperhatikan itikad baik
dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya (Pasal 28 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 )
q. Meminta persetujuan kepala KPP atas perubahan terhadap metode pembukan dan/atau
tahunn buku (Pasal 28 ayat (8) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 )
r. Untuk wajib pajak yang diperiksa :
1) memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh,kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau obyek yang terutang
pajak;
2) memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang
perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
3) memberikan keterangan yang diperlukan.
Meskipun Wajib Pajak terikat oleh kewajiban untuk merahasiakan
s. Wakil sebagaimana dimaksud pada pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN
2000 bertanggungjawab secara pribadi dan/atau renteng atas pembayaran pajak yang
terutang, kecuali apabila dapat dibuktikan (Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16
TAHUN 2000 )
t. Pembeli atau penerima jasa sebagaimana dimaksud dalam UU PPN bertanggung jawab
secara renteng atas pembayaran pajak sepanjang tidak dapat menunjukan bukti
pembayaran pajak (Pasal 33 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ).

Anda mungkin juga menyukai