ketetapan, surat tagihan, hak dan kewajiban wajib pajak.
Disusun Oleh: Shelfa Sopiah SA 1101003
Dosen Pembimbing: Bpk. Reinhard Chrismantsa, SE, M.Ak
Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia PEMBAHASAN
A. Penundaan Penyampaian SPT Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas bisa saja tidak dapat menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah ditentukan. Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan apabila tidak dapat menyampaikan SPT Tahunan sesuai dengan Batas Waktu yang telah ditentukan untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan (Paling Lambat 30 Juni 2012). Tata Cara Pengajuan Permohonan Perpanjangan Batas Waktu/Jangka Waktu Penyampaian Pelaporan SPT Tahunan PPh Badan dan PPh Orang Pribadi: a) Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) atau dalam bentuk data elektronik (e-SPT). b) Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan disampaikan ke KPP sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir. c) Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang mengajukan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib menyebutkan alasan perpanjangan dan melakukan penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang, serta melampirkan: 1. Laporan Keuangan Sementara untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dari Wajib Pajak itu sendiri (bukan Laporan Keuangan Sementara dari konsolidasi grup). 2. Surat Setoran Pajak Penghasilan Pasal 29 sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang kecuali ada ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29. 3. Surat Pernyataan dari Akuntan Publik yang menyatakan audit Laporan Keuangan belum selesai dalam hal Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik. d) Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak. e) Dalam hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan ditandatangani oleh Kuasa Wajib Pajak, Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus. f) Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan disampaika 1. secara langsung. 2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat. 3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat. 4. e-Filing melalui ASP sesuai dengan ketentuan yang berlaku g) Dalam hal Wajib Pajak belum siap untuk menyampaikan SPT Tahunan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada Pemberitahuan Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan yang diajukan sebelumnya, maka Wajib Pajak masih dapat menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan lagi sepanjang tidak melampaui batas waktu 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan (Paling Lambat 30 Juni 2012).
B. SPT Tidak Sampai Dalam Pasal 3 ayat 7 UU KUP dinyatakan bahwa, SPT dianggap tidak disampaikan apabila: 1. SPT tidak ditandatangani 2. SPT tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang disyaratkan 3. SPT yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak dan wajin pajak telah ditegur secara tertulis 4. SPT disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Dirjen Pajak wajib memberitahukan kepada WP (Pasal 3 ayat 7a UU KUP). SPT tersebut selanjutnya dianggap sebagai data perpajakan.
C. Pengangsuran Pembayaran Pajak Pembayaran pajak sebenarnya dimungkinkan untuk diangsur. Pasal 10 ayat (2) Undang-undang KUP mengindikasikan hal tersebut di mana dinyatakan bahwa tata cara mengangsur pajak diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan pelaksanaan pengangsuran pajak ini memang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007. Secara lebih teknis lagi, tatacara pengangsuran pajak ini diatur dengan Peraturan DIrjen Pajak Nomor PER-38/PJ/2008. Hak Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak ini terutama ditujukan kepada Wajib Pajak yang mengalami kesulitan likuiditas atau Wajib Pajak yang berada dalam kondisi di luar kekuasaannya (force majeur) sehingga tidak dapat melunasi pajak sesuai dengan jangka waktunya. Ada dua jenis pajak yang bisa dimohon untuk diangsur. Pertama adalah Pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Jatuh tempo pembayan pajak seperti ini sebenarnya adalah 1 (Satu) bulan sejak tanggal diterbitkannya produk hukum tersebut. Dengan mengajukan permohonan untuk mengangsur, maka Wajib Pajak punya peluang untuk membayar secara angsuran sehingga bisa menolong likuiditas Wajib Pajak. Kedua, yang bisa diajukan permohonan pengangsuran pajak adalah kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan atau biasa disebut PPh Pasal 29. Pembayaran PPh Pasal 29 (jatuh tempo pembayaran) sendiri harus dilunasi sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan tetapi tidak melebihi batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Pada umumnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan adalah 30 April dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi adalah 31 Maret tahun berikutnya. Pajak yang diajukan permohonan untuk diangsur di atas, selanjutnya akan disebut sebagai utang pajak pada bagian berikutnya.
C.1 Pengajuan dan Persyaratan Permohonan Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar untuk mengangsur utangpajak , dalam hal Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak akan mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya. Permohonan Wajib Pajak tersebut harus diajukan secara tertulis paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, serta jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran. Permohonan mengangsur pembayaran pajak harus diajukan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008. Jangka waktu 9 (sembilan) hari kerja tersebut dapat dilampaui dalam hal Wajib Pajak mengalami keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak tidak mampu melunasi utang pajak tepat pada waktunya.
C.2 Jaminan Wajib Pajak yang mengajukan permohonan angsuran pembayaran pajak harus memberikan jaminan yang besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak, kecuali apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak menganggap tidak perlu. Bentuk jaminan dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan dalam jangka waktu yang melampaui jangka waktu 9 (sembilan) hari kerja harus memberikan jaminan berupa garansi bank sebesar utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu pengangsuran.
C.3 Keputusan Atas Permohonan Setelah mempertimbangkan alasan berikut bukti pendukung yang diajukan oleh Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan. Bentuk keputusan yang dapat diberikan oleh Kepala KPP adalah : menyetujui jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran sesuai dengan permohonan Wajib Pajak; menyetujui jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran sesuai dengan pertimbangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak; atau menolak permohonan Wajib Pajak Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja telah terlampaui dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui sesuai dengan permohonan Wajib Pajak, dan Surat Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak harus diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut berakhir. Dalam hal permohonan Wajib Pajak disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak dengan menggunakan formulir Surat Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008. Apabila permohonan Wajib Pajak ditolak, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penolakan Angsuran/Penundaan Pembayaran Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008.
C.4 Penetapan Angsuran dan Sanksi Bunga Besarnya pembayaran angsuran atas utang pajak ditetapkan dalam jumlah utang pajak yang sama besar untuk setiap angsuran, dengan ketentuan angsuran tersebut : Paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan, untuk permohonan angsuran atas utang pajak berupa pajak yang masih haru dibayar dalam STP, SKPKB, SKPKBT dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah; atau Paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya, untuk permohonan atas kekurangan pembayaran utang pajak berupa pajak yang terutang SPT Tahunan PPh (PPh Pasal 29) dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan. Dalam hal Wajib Pajak disetujui untuk mengangsur pembayaran pajak kecuali untuk utang pajak berupa Surat Tagihan Pajak, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua Persen) per bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) UU KUP yang dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan pembayaran angsuran/pelunasan, dengan ketentuan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Bunga tersebut dihitung berdasarkan saldo utang pajak dan ditagih dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak pada setiap tanggal jatuh tempo angsuran atau pada tanggal pembayaran. Berikut ini adalah contoh perhitungan bunga atas angsuran pajak sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-undang KUP. Wajib Pajak menerima SKPKB sebesar Rp1.120.000,00 yang diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009. Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai berikut: angsuran ke-1 : 2% x Rp1.120.000,00 = Rp22.400,00. angsuran ke-2 : 2% x Rp896.000,00 = Rp17.920,00. angsuran ke-3 : 2% x Rp672.000,00 = Rp13.440,00. angsuran ke-4 : 2% x Rp448.000,00 = Rp8.960,00. angsuran ke-5 : 2% x Rp224.000,00 = Rp4.480,00.
D. Surat-Surat Ketetapan Dan Surat Tagihan Pajak Prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah bahwa Wajib Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada WP sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.
D.1 Surat Ketetapan Pajak Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Surat ketetapan tersebut dihasilkan dari proses pemeriksaan (pajak) yang dilaksanakan oleh petugas fungsional pemeriksa pajak maupun penyidik pajak atau hasil penelitian dari petugas pengawasan dan konsultasi pajak. Surat ketetapan administrasi lainnya dapat berupa Surat Tagihan Pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.
D.2 Fungsi Surat Ketetapan Pajak Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai : 1. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan. 2. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan. 3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak. 4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar. 5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
D.3 Jenis-Jenis Ketetapan Pajak 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya. 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
D.4 Surat Tagihan Pajak Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Timbulnya Surat Tagihan Pajak (STP) adalah karena keterlambatan kewajiban melaporkan (Denda Pasal 7), keterlambatan pembayaran, atau karena terdapat kekurangan pembayaran dari yang seharusnya, dan tunggakan pajak yang terlambat dibayar (STP bunga Penagihan). Pokok pajak dari kekurangan pembayaran ini dapat menjadi kredit pajak yang sifatnya mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar dalam perhitungan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan). Surat Tagihan Pajak (STP) diterbitkan dalam hal : 1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; 2. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis dan/atau salah hitung; 3. WP dikenakan sanksi administrasi denda dan/atau bunga; 4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu; 5. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap, selain: a. identitas pembeli (Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak) atau b. identitas pembeli (Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak) serta nama dan tandatangan (Nama, jabatan dan tandatangan yang berhak menandatangani faktur pajak) dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran; 6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau 7. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.
D.5 Daluwarsa Penetapan Pajak Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau tahun Pajak.
E. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu antara keseimbangan hak negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka Undang-Undang Perpajakan yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengakomodir mengenai berbagai hak-hak Wajib Pajak.
Hak Wajib Pajak HAK ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Untuk Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan. Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara: 1. melalui Surat Pemberitahuan (SPT) 2. dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP. Apabila Direktorat Jenderal Pajak terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan
HAK KERAHASIAAN BAGI WAJIB PAJAK Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan. Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain: 1. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak; 2. Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia; 3. Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
HAK UNTUK PENGANGSURAN ATAU PENUNDAAN PEMBAYARAN Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.
HAK UNTUK PENUNDAAN PELAPORAN SPT TAHUNAN Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Orang Pribadi.
HAK UNTUK PENGURANGAN PPh PASAL 25 Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
HAK UNTUK PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang. Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan untuk pengurangan PBB tidak lagi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetapi di Kantor Dinas Pendapatan Kota/kabupaten setempat.
HAK UNTUK PEMBEBASAN PAJAK Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan.
HAK PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
HAK UNTUK MENDAPATKAN PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
HAK UNTUK MENDAPATKAN INSENTIF PERPAJAKAN Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI yang diimpor maupun yang penyerahannya di dalam daerah pabean oleh Wajib Pajak tertentu. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK a. Mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya (Pasal 2 ayat (1), (2) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000) b. Mengambil dan mengisi SPT secara benar, lengkap, jelas serta menandatangani dan menyampaikannya ke KPP pada waktunya (Pasal 3 ayat (1), (2), (3), Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000) c. Menyampaikan penghitungan sementara pajak terutang dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak menyampaikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan (Pasal 3 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000) d. Dalam hal Wajib Pajak adalah badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000) e. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus (Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000) f. SPT Tahunan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi laba serta keterangan lain bagi Wajib Pajak yang melakukan pembukuan (Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) g. Membayar sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang bayar, dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar (Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) h. Membayar kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar dua kali jumlah pajak yang kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya yang berkenaan dengan Pasal 38 kepada pemeriksa pajak (Pasal 8 ayat 3 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) i. Membayar pajak yang kurang bayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar (Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) j. Membayar kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak (Pasal 9 ayat (2) Undang- Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) k. Melunasi surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan (Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) l. Membayar atau menyetor pajak yang terutang di Kas Negara atau tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan (Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) m. Menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi Wajib Pajak yang melakkukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia (Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) n. Melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungann Penghasilan Netto (pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) o. Menyimpan buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain, di Indonesia selama 10 tahun (Pasal 28 ayat (6) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) p. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan harus dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya (Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) q. Meminta persetujuan kepala KPP atas perubahan terhadap metode pembukan dan/atau tahunn buku (Pasal 28 ayat (8) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) r. Untuk wajib pajak yang diperiksa : 1) memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau obyek yang terutang pajak; 2) memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; 3) memberikan keterangan yang diperlukan. Meskipun Wajib Pajak terikat oleh kewajiban untuk merahasiakan s. Wakil sebagaimana dimaksud pada pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 bertanggungjawab secara pribadi dan/atau renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat dibuktikan (Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) t. Pembeli atau penerima jasa sebagaimana dimaksud dalam UU PPN bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak sepanjang tidak dapat menunjukan bukti pembayaran pajak (Pasal 33 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ).