Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
Proses penyakit dapat menyerang baik arteria maupun vena perifer
menyebabkan gangguan perfusi jaringan. Salah satu penyakit yang menyerang arteri
adalah iskemia tungkai akut. Di negara Inggris dan Wales terdapat 5000 pasien terserang
iskemia tungkai akut per tahun dengan angka kematian 20% dan kehilangan salah satu
ektremitas sebanyak 40%. Angka resiko kematian dan amputasi cukup tinggi karena
mempunyai penyakit komorbid yang berasal dari CAD dan CVD.Iskemi lengan dan
tungkai akut terjadi jika sumbatan arteri secara tiba-tiba menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke daerah lengan maupun tungkai. Kebutuhan metabolik pada perfusi
jaringan menjadi lebih besar, sehingga dapat membahayakan fungsi anggota gerak.
Gambaran klinis pada pasien dengan iskemi lengan dan tungkai akut
berhubungan dengan lokasi tempat sumbatan arteri dan penurunan aliran darah. Jika dilihat
dari beratnya iskemik, pasien mungkin akan mengalami kelumpuhan dan dapat menjadi
pincang atau mengalami nyeri saat beristirahat. Nyeri dapat timbul dalam jangka waktu yang
singkat dan tampak jelas pada ekstremitas distal sampai kepada daerah obstruksi.
Nyeri yang timbul tersebut tidak terbatas pada kaki atau jempol,atau tangan
ataupun daerah jari, sebagaimana yang biasa dijumpai pada kasus iskemik lengan dan
tungkai kronik. Iskemik yang terjadi bersamaan pada saraf perifer menyebabkan
Hilangnya rangsang sensoris dan disfungsi motorik. Pada pemeriksaan fisis terkadang
tidak didapatkan adanya denyut nadi di daerah distal sampai ke daerah sumbatan, kulit yang
dingin, pucat, pengisian aliran balik kapiler yang terlambat dan pengisian vena yang lambat,
ketiadaan persepsi sensoris, dan kelemahan otot hingga lumpuh.Dengan mengenal tanda
dan gejala ALI, maka resiko kehilangan anggota gerak dapat menurun. Suatu penelitian
menunjukkan, angka amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari ALI
dan eksplorasi (6% dalam 12 jam, 12% dalam 13 hingga 24 jam, 20% setelah 24 jam)




BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Akut Limb Iskemik merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan ke
ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan
pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua
minggu (Vaskuler Disease A Handbook). Acute Limb Ischemia merupakan suatu
kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang
menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda
iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu dan umumnya iskemia akut tungkai
disebabkan oleh proses oklusi akut atau adanya aterosklerosis. Menurut IA- Khaffaf
(2005). Akut limb iskemik (ALI) adalah adanya penurunan tiba-tiba perfusi
ekstremitas menyebabkan potensi ancaman terhadap kelangsungan hidup ekstremitas.
Presentasi ini biasanya sampai 2 minggu setelah akut.
Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan penurunan
secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang menyebabkan ancaman
potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil dari iskemia akut adalah
terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan perubahan ireversibel pada otot skelet
dan saraf perifer. Perubahan ireversibel pada otot dan saraf terjadi biasanya setelah
empat hingga enam jam setelah iskemia akut. Adanya gangguan iskemia biasanya
diawali oleh gejala klaudikasio intermiten, yang merupakan tanda adanya oklusi.
Apabila proses aterosklerosis berjalan terus maka iskemia akan makin hebat
dan akan timbul tanda/gejala dari iskemia kritikal. Pasien dengan iskemia akut
tungkai biasanya juga memiliki resiko lain yang disebabkan oleh proses aterosklerosis
seperti stroke, miokard infark, atau kelainan kardiovaskular lainnya. Acute Limb
Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari Peripheral Artery Disease
(PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun jumlahnya semakin meningkat.
Semakin banyaknya masyarakat yang mengetahui tanda dan gejala ALI, semakin
berkurang masyarakat yang kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan
tindakan akhir dari kategori terparah dari gangguan arteri ini.



2. Etiologi
A. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard
infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik,
vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus
DVT) dan atrial myxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10%
keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.

B. Trombosis
Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi, malignan,
polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri Iatrogenik,
trombosis pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler. Gambaran klinis
terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada
sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai
bagian distal. Sulit untuk membedakan sebab karena embolus atau trombus, tetapi
akut llimb iskemik kita curigai pada keadaan : 1)ada riwayat emboli 2)ada riwayat
aritmia (AF) 3)riwayat klaudikasio.
3. Patogenesis
Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12
jam akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular.
Kapiler akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang
memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan
pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan
menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri
terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas
dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda
nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadang kala irreversibel).
Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia
mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan
penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian
sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada
keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang
dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala
klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah
mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik
umumnya beretiologi trombosis.
4. Tanda dan Gejala
Gejala ALI dapat digambarkan dengan 6 P yaitu :
a) Pain / nyeri : yang hebat terus-menerus terlokalisasi di daerah ekstremitas dan
muncul tiba-tiba, intensitas nyeri tidak berhubungan dengan beratnya iskemia karena
pasien yang mengalami neoropathy dimana sensasi terhadap nyeri menurun.
b) Pallor / pucat : tampak putih, pucat dan dalam beberapa jam dapat menjadi
kebiruan atau ungu / mottled
c) Pulselless : denyut nadi tidak teraba dibandingkan pada dua ekstremitas
d) Parasthesia : tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas
e) Paralisis : kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas, adanya parasthesia dan
paralisis merupakan pertanda yang buruk dan membutuhkan penanganan segera
f) Poikilothermia : dingin pada ekstremitas.

Terdapat manifestasi klinis yang berbeda pada akut limb iskemik yang akut
limb disebabkan oleh thrombus dan emboli. Perbedaannya adalah pada emboli tanda
dan gejala yang muncul secara tiba-tiba dalam beberapa menit, tidak terdapat
klaudikasio, ada riwayat atrial fibrilasi, ektremitas yang terkena tampak kekuningan
(yellowish), pulsasi pada kolateral ekstremitas normal, dapat terdiagnosa secar klinis
dan dilakukan pengobatan dengan pemberian warparin atau embolectomy. Sedangkan
pada akut limb iskemik yang disebabkan oleh thrombus tanda dan gejala yang muncul
dapat tejadi dalam beberapa jam sampai berhari-hari, ada klaudikasio, ada riwayat
aterosklerotik kronik, ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam, pulsasi
pada kolateral ekstremitas tidak ada, dapat terdiagnosa dengan angiography dan
dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan sepeti fibrinolitik.




5. Klasifikasi
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American
Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan suatu
klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu : Kelas I : Non-
threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau tidak diperlukan.
Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi
jaringan dari kerusakan. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan
penyelamatan ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan. Berdasarkan
Rutherfort klasifikasi akut limb iskemik dapat dikategorikan sebagai berikut :
a) Kelas I : perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak
ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih bias dengan obat-obatan pada
pemeriksaan Doppler signal audible
b) Kelas IIa : perfusi jaringan tidak memadai pada aktivitas tertentu. Timbul
klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ektremitas bawah ketika berjalan dan
memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai ada
kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan angiography segera untuk
mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi
c) Kelas IIb : perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan
kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya seperti
revaskularisasi ataupun embolektomy
d) Kelas III : telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan
saraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas, kehilangan sensasi
sensorik, kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan
yang dilakukan yaitu amputasi.

Akut limb iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi :
1. Onset
a) Akut : kurang dari 14 hari
b) Akut on cronic : perburukkan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
c) Cronic iskemik stabil : lebih dari 14 hari

2. Severity
a) Incomplit : Tidak dapat ditangani
b) Complit : Dapat ditangani
c) Irreversible : Tidak dapat kembali ke kondisi normal



6. Diagnosis
A. Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama: menanyakan gejala yang muncul pada
kaki yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota gerak (sakit sekarang)
dan mengkaji informasi terdahulu (seperti, riwayat klaudikasio, intervensi baru pada
arteri proksimal ataupun kateterisasi diagnostic kardiak), menyinggung etiologi,
diagnosis banding, dan kehadiran dari penyakit yang signifikan secara berbarengan.
Gejala kaki pada ALI berhubungan secara primer terhadap nyeri atau fungsi.
Onset serangan dan waktu nyeri yang tiba-tiba, lokasi dan intensitasnya, bagaimana
perubahan keparahan sepanjang waktu kesemuanya harus digali. Durasi dan intensitas
nyeri adalah penting dalam membuat keputusan medis. Onset tiba-tiba dapat memiliki
implikasi etiologi (seperti, emboli arteri cenderung muncul lebih mendadak daripada
arterial thrombosis), sedangkan kondisi dan lokasi nyeri dapat membantu menegakkan
diagnosis banding.
Riwayat Penyakit dahulu perlu ditanyakan. apakah pasien mempunyai nyeri pada
kaki sebelumnya (seperti, riwayat klaudikasio), apakah telah diintervensi untuk
sirkulasi yang buruk pada masa lampau, dan apakah didiagnosis memiliki penyakit
jantung (seperti, atrial fibrilasi) maupun aneurisma (seperti, kemungkinan sumber
emboli). Pasien juga sebaiknya ditanyakan tentang penyakit serius yang berbarengan
atau factor risiko aterosklerotik (hipertensi, diabetes, penggunaan tembakau,
hiperlipidemia, riwayat keluarga terhadap serangan jantung, stroke, jendalan darah,
atau amputasi.)
B. Pemeriksaan Fisik
a) Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada
pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya,
Suatu rekaman pemeriksaan lampau, atau penemuan deficit pulsasi yang sama pada
ekstremitas kontralateral adalah penting. Pulsasi pedis mungkin normal pada kasus
mikroembolisme yang mengarah pada disrupsi plak aterosklerotik atau emboli
kolesterol.

b) Warna dan Temperatur
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur.
Warna pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan
bertambahnya waktu sianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin, khususnya
ketika ekstremitas sebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang penting.





c) Fungsi Motorik dan Sensoris
Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau parestesia,
namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui, pasien dengan diabetes dapat mempunyai
deficit sensoris sebelumnya, dimana hal ini dapat membuat kerancuan dalam membuat
hasil pemeriksaan.
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-
threatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakan kaki
diproduksi utamanya oleh lebih banyak otot proksimal, dimana iskemia mungkin lebih
dalam. Untuk mendeteksi kelemahan otot awal, fungsi dari otot intrinsic kaki harus diuji,.
Sekali lagi, hal yang penting diingat bahwa membandingkan hasilnya dengan kaki
sebelahnya merupakan hal yang sangat berguna.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Faktor Risiko Kardiovaskular
Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainan-kelainan kardiovaskular.
Sekitar 30% pasien dengan iskemia tungkai terbukti pernah mengalami riwayat
angina atau infark miokard.
Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah :
riwayat merokok, riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah,
kadar lipid darah.
2. Pemeriksaan Tungkai
Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut tungkai,
adanya kemerahan khususnya yang bersamaan dengan sianosis.
Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung).
Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior
dan posterior, dorsalis pedis), yang amat subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan hand-held Doppler.
3. Exercise challange
Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada pasien yang
hanya mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa gejala dan tanda lain.
Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit
berulang-ulang selama satu menit. Selanjutnya sambil berbaring dilakukan
pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi yang menghilang atau
tapping, atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran darah. Tekanan
darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan
4. Ankle-Brachial Pressure Index
Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis
dengan menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI diperoleh dengan
membagi tekanan darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka ABPI
normalnya 1,0-1,2; angka dibawah 0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8
merupakan batas bawah range normal. ABPI kurang dari 0,3 menunjukkan adanya
iskemia kritikal.
5. Waveform assesment
Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave Doppler merupakan
pemeriksaan yang penting terutama bila dipasangkan dengan pemeriksaan tekanan
darah segmental oleh karena dapat memperkirakan dengan tepat area (segmen)
yang mengalami gangguan.
6. Duplex Imaging
Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan
pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan grey scale, colour-
flow Doppler, dan pulse Doppler velocity profiles. Pencitraan grey-scale akan
menggambarkan anatomi arteri dan adanya plaque ekhogenik. Color-flow Doppler
akan menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler velocity profiles akan
menghitung kecepatan aliran dalam bagian penampang arteri yang diperiksa.

7. Angiografi
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam
kelainan arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari
angiografi konvensional yaitu teknik digital subtraction angiography yang dapat
"mengaburkan" gambaran tulang sehingga citra arteri dan percabangannya
menjadi lebih jelas dan tajam.
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin
pasien. Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh
radiologis, kardiologis, atau bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi memberikan
resiko kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras.
8. Computed Tomography Angiography
Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui pemeriksaan
CT-scan. Penggunaan CT-scan konvensional untuk pencitraan angiografi tidak
memuaskan oleh karena dibutuhkan banyak potongan gambar yang membutuhkan
waktu lama sehingga pencitraan yang dihasilkan berkualitas buruk. Penemuan
helical (or spiral) CT-scan menghasilkan citra 3 dimensi dari pembuluh darah dan
dapat memeriksa keseluruhan panjang pembuluh dalam waktu yang singkat. Citra
yang dihasilkan serupa dengan angiografi biasa hanya dalam 3 dimensi, dan
sebenarnya tidak bermakna klinis yang lebih baik. Helical CT-scan khususnya
berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah yang memiliki struktur
kompleks seperti dalam kasus-kasus aneurisma aorta. Helical CT-scan memiliki
kerugian yang sama dengan pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya
digunakan pada pasien dengan gagal ginjal. Zat kontras pada CTA diberikan
melalui intravena.
9. Magnetic Resonance Angiography
Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA;
zat kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan
apabila pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan
bilateral atau kelainan perdarahan. MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan
alat pacu jantung atau katup prostesis metal.





7. Tatalaksana
Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb
Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara menetap,
kecuali bila segera direvaskularisasi. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh
emboli dilakukan pengobatan dengan warparin atau embolektomi sedangkan yang
disebabkan oleh trombus angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian
obat-obatan seperti fibrinolitik.
Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat
kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang
akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam,
kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil sampel
laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS
(bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan
penanganannya. Bila memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga
dibutuhkan.
Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien
dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan
pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk
dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi
jika keluhan nyeri hebat ada.
Terapi :
1. Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
2. Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
3. Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas
4. Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon catheter,
dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut sehingga
membawa trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi juga dapat dilakukan distal
dari sisi teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai
oklusi di tempat lain, kebanyakan trombus distal.




Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal
yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang diberikan
segera dengan heparin melalui intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu
perlindungan dapat melawan perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak
menyebabkan masalah yang bermakna sepanjang prosedur operasi, beberapa
keuntungan pheologic telah di klaim untuk pemberian larutan hipertonik seperti
manitol. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia.
Keadaan yang hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap pemberian terapi
glukosa, insulin dan cairan pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan
pemberian sodium bicarbonate secara bijaksana.
Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk embolektomi
atau tindakan rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan
pada iskemia akut dari episode emboli atau trombolitik dapat dilakukan dengan
streptokinase atau urokinase.
Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk meminimalisasikan
penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko
kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang lama.
Pada suatu penelitian angka amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara
onset dari akut limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12% dalam 13-24
jam, 20 % setelah >24 jam). Hal inilah yang menyebabkan untuk mengeliminer segala
pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan intervensi.
Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi
tingkat morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak menggunakan
antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhan strategi terapi pada pasien. Hal
ini bukan hanya membantu mencegah terbentuknya bekuan darah. Namun, pada kasus
embolisme arterial juga amitigasi melawan embolus lain.








BAB III
KESIMPULAN

Akut Limb Iskemik merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan ke
ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan
pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua
minggu (Vaskuler Disease A Handbook).
Akut limb iskemik dapat terjadi karena proses thrombosis dan emboli.
Berbagai factor risisko dapat menyebabkan ALI, seperti usia, merokok, DM,
hiperdiplidemia, hipertensi, inflamasi, genetic, dll.
Manifestasi klinis dari ALI ditandai dengan 6P, yaitu Pain, Parestesia,
Paralisis, Pallor, Pulseness, Perishingly.
Penanganan pada ALI dapat berupa revaskularisasi atau amputasi, sesuai
dengan derajat keparahannya.




















DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL et al. 2008.
Harrisons Principle Of Internal Medicine 17
th
Edition. United States of America :
McGraw-Hill.
2. Stephen JM, Maxine AP. 2010. Current Medical Diagnosis and Treatment 49
th

Edition. The McGraw Hill Companies.
3. Acute Limb Ischemia. Diunduh dari
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1006054 pada 7 Juli 2014.

Anda mungkin juga menyukai