Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposit Polimer
Komposit merupakan bahan padatan yang dihasilkan dari dua gabungan
atau lebih bahan yang berlainan untuk memdapatkan ciri-ciri yang lebih baik yang
tidak dapat diperoleh dari setiap komponennya. Komposit yang dihasilkan bukan
saja memiliki sifat mekanik yang lebih baik baik tetapi juga sifat kimia, sifat
panas dan berbagai sifat yang lain. Sebenarnya komposit sudah digunakan
sebelum abad ke 12. Pada saat ini berbagai jenis barang yang digunakan baik
untuk keperluaan harian maupun untuk teknik dibuat dari komposit.
Sebenarnya terdapat berbagai macam jenis komposit seperti komposit
logam, keramik, komposit plastik dan sebagainya yang diperkuat dengan berbagai
macam jenis serat. Jadi, komposit yang dihasilkan tergantung pada bahan matriks
yang digunakan apakah logam, keramik, termoplastik atau termoset dan juga jenis
pengisi organik ataupun anorganik yang digunakan.

2.1.1 Pembagian Komposit
Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.1, komposit dapat dibagi lima
(5) berdasarkan konstituennya yaitu (Schwartz, 1992) :
a. Komposit serat yang terdiri dari serat dengan atau tanpa matriks
b. Komposit flake yang terdiri dari flake dengan atau tanpa matriks
c. Komposit partikel yang terdiri dari partikel dengan atau tanpa matriks
d. Komposit rangka (komposit terisi) yang terdiri dari matriks rangka
selanjar yang terisi dengan bahan kedua
e. Komposit laminat yang terdiri dari konstituen lapisan atau laminat.





Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1. Pembagian Komposit (Schwartz, 1992)

Komposit juga dapat dibagi berdasarkan sifat dan dimensi fase tersebarnya
yaitu (Hull, 1992) :
a. Mikrokomposit
Dimensi fasa tersebarnya mikrokomposit yang memiliki ukuran antara
10
-8
10
-6
m. Mikrokomposit ini dapat dibagi atas tiga bagian berdasarkan ukuran
dan bentuk fasa tersebarnya yaitu :
i. Mikrokomposit memnggunakan penguat sebaran
ii. Mikrokomposit memnggunakan penguat partikel
iii. Mikrokomposit memnggunakan penguat serat
b. Makrokomposit
Biasanya dimensi fasa tersebarnya memiliki ukuran di atas 10
-6
m.

2.1.2 Fasa Matriks Pada Komposit
Fasa matriks merupakan fasa selanjar yang terdapat pada suatu komposit
dengan fasa penguat berada di dalamnya. Fasa matriks berfungsi sebagi pelekat
untuk pengisi yang berada di dalamnya. Untuk mendapatkan pelekat yang baik
antara fasa matriks dengan fasa penguat (pengisi) pembasahan yang sempurna
Universitas Sumatera Utara
harus terjadi agar interaksi antara fasa matriks dan fasa penguat menghasilkan
kekuatan interlamina yang baik.
Peranan fasa matriks pada suatu komposit yaitu :
a. Fasa matriks merupakan bahan padat yang mampu memindahkan
tegasan yang dikenakan pada fasa penguat (Hull, 1992; Varma &
Agarwal, 1991 dan Schwartz, 1992)
b. Menjaga fasa penguat dari kerusakkan lingkungan seperti panas, cuaca
dan kelembaban (Kennedy & Kelly, 1996)
c. Sebagai pengikat antara fasa matriks dan fasa penguat (Kennedy &
Kelly, 1996).
Menurut Ismail (2004), terdapat berbagai bahan matriks yang dapat
digunakan dalam komposit, yaitu polimer, logam, seramik, kaca, karbon dan
sebagainya. Walau bagaimanapun, bahan yang digunakan sebagai fasa matriks
harus memiliki peranan seperti yang telah disebutkan di atas dan pemilihan fasa
matriks memiliki beberapa kriteria yaitu :
a. Keserasian terhadap bahan pengisi karena akan menentukan interaksi
antar muka fasa matriks dengan fasa pengisi
b. Sifat akhir komposit yang dihasilkan
c. Aplikasi dari komposit yang dihasilkan
d. Kemudahan pemprosesan
e. Biaya yang digunakan untuk menghasilkan komposit.
Polimer lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan
Ismail (2004) yaitu :
a. Mudak diproses
b. Memiliki sifat mekanik dan eletronik yang baik
c. Memiliki berat jenis yang rendah
d. Memiliki suhu pemprosesan yang lebih rendah dibandingkan suhu
pemprosesan logam.
Komposit jenis polimer dapat dibagikan atas 3 (tiga) bagian (Alger, 1989)
yaitu :
a. Komposit yang terdiri dari gabungan polimer dengan polimer
Universitas Sumatera Utara
b. Komposit yang terdiri dari gabungan polimer dengan gas yaitu,
polimer yang berkembang, berbentuk sel atau busa
c. Komposit yang terdiri dari gabungan polimer dengan pengisi yang
terdiri dari pada komposit polimer dengan serat atau polimer dengan
partikel.

2.1.3 Fasa Penguat Dalam Komposit
Fasa penguat atau fasa tersebar merupakan bahan yang bersifat lengai
dalam bentuk serat, partikel, kepingan dan lamina yang ditambahkan untuk
meningkatkan sifat mekanik dan sifat fisik komposit seperti meningkatkan sifat
kekuatan, kekakuan, keliatan dan sebagainya. Beberapa sifat yang dapat
dihasilkan dengan menggunakan fasa penguat yaitu (Ismail, 2004) :
a. Peningkatan sifat fisik
b. Penyerapan kelembaban yang rendah
c. Sifat pembasahan yang baik
d. Biaya yang rendah dan mudah diperoleh
e. Ketahanan api yang baik
f. Ketahanan kimia yang baik
g. Sifat kelarutan dalam air dan pelarut yang rendah
h. Ketahanan terhadap panas yang baik
i. Sifat penyebaran yang baik
j. Dapat diperoleh dalam barbagai ukuran.

Diantara berbagai jenis pengisi yang umum digunakan dalam komposit
ialah serat kaca, serat karbon, serat kevlar dan serat alamih seperti serat kelapa,
serat nenas, serat kelapa sawit, serat pohon karet serbuk kayu dan sebagainya.

2.1.4 Antar Muka (Interface) Pengisi Matriks
Umumnya semua bahan komposit terdapat dua fasa yang berlainan yang
dipisahkan oleh antara muka bahan-bahan tersebut. Daya sentuh dan daya kohesif
antar muka sangat penting karena antar muka pengisi matriks berfungsi untuk
memindahkan tegasan dari fasa matriks ke fasa penguat (pengisi) (Hull, 1992 dan
Universitas Sumatera Utara
Hollyday, 1996). Kemampuan pemindahan tegasan kepada fasa penguat
tergantung pada daya ikat yang muncul pada antar muka komposit. Ada berbagai
teori yang menerangkan pengikatan pada antar muka komposit umumnya
melibatkan ikatan kimia ataupun ikatan mekanik. Menurut Hull (1992) dan
Schwartz (1992) terdapat lima mekanisme yang dapat terjadi pada antara muka,
baik secara sendirian maupun secara gabungan. Lima mekanisme tersebut yaitu :
a. Penyerapan dan Pembasahan (Wetting)
Gambar 2.2. menunjukkan mekanisme penyerapan dan pembasahan. Untuk
pembasahan pengisi yang baik, leburan fasa matriks harus menutupi seluruh
permukaan pengisi agar udara dapat disingkirkan. Mekanisme ini diberikan oleh
persamaan termodinamik yang melibatkan tenaga permukaan dalam bentuk kerja
pelekatan, (Ismail, 2004) yaitu :

W
A
=
SV
+
LV
+
SL (1)

Di mana W
A
= Daya penyebaran antara molekul setempat yang dapat tersebar
dan fasa tersebar (pengisi).

SV
= Energi bebas permukaan pada interface fasa solid vapour

LV
=

Energi bebas permukaan pada interface fasa liquid vopour

SL
= Energi bebas permukaan pada interface fasa solid liquid

LV

Cair
Uap

SV

SL
Padat
Gambar 2.2. Mekanisme Penyerapan dan Pembasahan (Ismail, 2004)

b. Resapan (Absorption)
Gambar 2.3. menunjukkan mekanisme penyerapan. Menurut mekanisme ini,
suatu ikatan akan terbentuk apabila molekul-molekul polimer meresap dari suatu
permukaan ke dalam struktur molekul permukaan yang satu lagi. Kekuatan ikatan
Universitas Sumatera Utara
tergantung pada jumlah kekusutan molekul dan jumlah molekul yang terlibat.
Jumlah penyerapan tergantung pada konformasi molekul, bagian yang terlibat dan
kemudahan pergerakan molekul. Selain itu, penyerapan juga dapat ditingkatkan
dengan menambahkan pelarut dan plactisizer (Ismail, 2004).


Gambar 2.3. Mekanisme Penyerapan (Ismail, 2004)

c. Daya Tarik Elektrostatis
Gambar 2.4. menunjukkan mekanisme daya tarik elektrostatik. Pengikatan
daya tarik elektrostatik akan dihasilkan apabila terjadi perbedaan arus elektrostatik
antara dua komponen. Mekanisme tidak begitu berpengaruh kepada ikatan antar
muka kecuali apabila agen penggandeng (coupling agent) yang digunakan (Ismail,
2004).

Gambar 2.4. Mekanisme Daya Tarik Elektrostatik (Ismail, 2004)

d. Ikatan Kimia
Gambar 2.5. menunjukkan mekanisme ikatan kimia. Ikatan kimia terjadi
apabila komposit digunakan dengan bahan penyerasi. Ikatan terbentuk sebagai
hasil reaksi kimia antara kumpulan kimia di atas fasa tersebar (pengisi) dengan
kumpulan kimia yang serasi dengan matriks. Kekuatan pengikatannya tergantung
pada bilangan dan jenis ikatan kimia (Ismail, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5. Mekanisme Ikatan Kimia (Ismail, 2004)

e. Ikatan Mekanik
Gambar 2.6. menunjukkan mekanisme pengikatan mekanik. Pengikatan
mekanik terjadi secara interlocking mekanik apabila geometri permukaan fasa
matriks dan fasa tersebar (pengisi) tidak rata. Bagaimanapun juga, kekuatan pada
arah tegangan horizontal lebih lemah dibanding pada arah tegangan vertikal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan mekanik ialah kekasaran
permukaan (faktor utama dan terpenting) dan aspek geometri selama proses
fabrikasi (Ismail, 2004).



Gambar 2.6. Mekanisme Pengikatan Mekanik (Ismail, 2004)

2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sifat Mekanik Komposit
Secara umum terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi sifat mekanik
komposit yaitu :
a. Keadaan pemprosesan
b. Kesan mikrostrukur.

Universitas Sumatera Utara
Tiga parameter yang penting pada keadaan pemprosesan yaitu suhu, waktu
dan tekanan. Ketiga-tiga parameter ini sangat perlu untuk mencapai titik yang
optimum agar peleburan polimer memiliki sifat keliatan dan aliran yang sempurna
untuk membasahkan fasa matriks agar pemindahan tegasan dari fasa matriks ke
fasa penguat (pengisi) juga berjalan sempurna. Tekanan pemprosesan yang
digunakan juga harus sesuai untuk memastikan ruang-ruang udara atau cacat
mikro yang terbentuk kecil terutama apabila menggunakan matriks termoset yang
akan membebaskan bahan penguap sewaktu proses pematangan dan juga apabila
menggunakan berbagai pengisi yang bersifat higroskopis.
Sebenarnya kesan mikrostruktur pada komposit yang dihasilkan
mempunyai hubungan yang erat dengan keadaan pemprosesan. Dimana pemilihan
suhu dan tekanan yang digunakan akan mempengaruhi taburan orientasi dan
taburan panjang fasa penguat khususnya pengisi alamiah ataupun sintetik. Sebagai
contoh, suhu yang digunakann akan mempengaruhi kelikatan leburan matriks
polimer dan menyebabkan serat patah. Tekanan yang tinggi juga akan
meyebabkan serat patah tetapi akan menghasilkan orientasi yang tinggi.
Selain keadaan pemprosesan dan mirostruktur, sifat matriks dan fasa
pemguat (pengisi) yang digunakan juga mempengaruhi sifat mekanik komposit
yang dihasilkan. Sebagai contoh, matriks termoset mempunyai kekuatan yang
lebih baik dibandingkan termoplastik ataupun elastomer termoplastik. Begitu juga
apabila menggunakan serat kevlar yang lebih liat dibandingkan dengan serat kaca
ataupun serat alamiah. Faktor lain yang juga sangat penting yaitu geometri pengisi
atau serat yaitu perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat dan
volume pengisi. Umumnya semakin kecil ukuran partikel pengisi atau semakin
tinggi perbandingan aspek geometri maka semakin bagus pengisi tersebut maka
akan meningkatkan sifat mekanik komposit yang dihasilkan.
Selain itu, pengolahan kimia yang dilakukan baik untuk fasa matriks
maupun fasa penguat atau kedua-duanya maka akan meningkatkan keserasian
antara kedua fasa melalui peningkatan kekuatan antara muka dan seterusnya akan
meningkatkan sifat mekanik komposit yang dihasilkan.


Universitas Sumatera Utara
2.3 Ciri-Ciri Pengisi
Berbagai jenis pengisi digunakan dalam polimer alamiah dan polimer
sintetik untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat fisik bahan. Penambahan
pengisi bertujuan untuk mengurangi biaya, mewarnai atau menguatkankan bahan
polimer. Secara umum, keupayaan penguat suatu pengisi dipengaruhi oleh tiga
faktor utama yaitu ukuran dan luas permukaan, bentuk dan struktur permukaaan
serta aktifitas dan sifat-sifat kimia permukaaan. Pengisi umunya memiliki ukuran
yang kecil, permukaaan yang aktif secara kimia, permukaan yang poros dan
bentuk yang tidak seragam dapat diterangkan seperti di bawah ini (Ismail, 2000) :

a. Ukuran dan luas permukaan partikel
Peningkatan sifat fisik bahan polimer dapat dikaitkan dengan ukuran
partikel pengisi. Contohnya, tegasan dan modulus polimer berpengisi tergantung
pada ukuran pertikel. Ukuran partikel pengisi yang kecil akan meningkatkan
tingkat penguatan polimer dibandingkan dengan ukuran partikel yang besar
(Leblanc, 2002). Ukuran partikel mempunyai hubungan secara langsung dengan
permukaan per gram pengisi. Oleh sebab itu, ukuran partikel yang kecil akan
memperluas permukaaan sehingga interaksi diantara polimer matrik dan pengisi
seterusnya akan meningkatkan penguatan bahan polimer. Ringkasnya, semakin
kecil ukuran partikel semakin tinggi interaksi antara pengisi dan matrik polimer.
Kohls & Beaucage (2002) melaporkan bahwa luas permukaan dapat ditingkatkan
dengan adanya permukaan yang poros pada permukaaan pengisi maka polimer
dapat menembus masuk ke dalam permukaaan yang poros semasa proses
pencampuran.
Selain dari luas permukaan, kehomogen penyebaran di dalam matriks
polimer juga penting untuk menentukan kekuatan interaksi diantara pengisi dan
matriks polimer. Partikel yang berserakan secara homogen dapat meningkatkan
interaksi mulai penyerapan polimer pada permukaan pengisi. Sebaiknya, partikel
yang tidak berserakan secara homogen mungkin menghasilkan anglomerat dalam
matriks polimer. Adanya aglomerat akan memperkecil luas permukaan dan
seterusnya akan melemahkan interaksi diantara pengisi dan matriks dan
mengakibatkan penurunan sifat fisik bahan polimer.
Universitas Sumatera Utara
b. Bentuk dan Struktur Partikel
Bentuk partikel pengisi merupakan ciri yang penting selain dari pada
ukuran partikel. Pengisi organik dan mineral memiliki bentuk yang berbeda.
Terdapat tiga bentuk partikel pengisi yang utama yaitu sfera, platelet dan rod.
Bentuk partikel dapat mempengaruhi sifat mekanik polimer. Sifat akhir karet akan
meningkat apabila bentuk pengisi berubah dari sfera menjadi platelet dan rod
(Ismail, 2000). Aglomerat di kenal sebagai agregat sekunder. Walaupun aglomerat
mudah dipecahkan sewaktu pencampuran disebabkan karena ikatan Van der
Waals diantara agregat lemah. Gambar 2.7 memperlihatkan skematik struktur
partikel, agregrat dan aglomerat dari pengisi.
















Gambar 2.7. Skema Struktur Partikel, Agregat dan Aglomerat (Sekutowski,
1996)

c. Aktivitas dan Sifat Kimia
Ukuran dan struktur partikel dikatagorikan sebagai ciri fisikal pengisi
tetapi aktifitas permukaan dikatagorikan sebagai ciri kimia pengisi yang memberi
Universitas Sumatera Utara
kesan terhadap penguatan polimer (Kohls & Beucage, 2002). Kimia permukaan
pengisi merupakan keupayaan pengisi untuk berinteraksi dengan polimer yang
seterusnya akan menghasilkan ikatan. Pembentukan ikatan diantara polimer dan
pengisi akan meningkatkan kekuatan bahan. Ikatan diantara polimer dan pengisi
dapat dibentuk apabila pengisi memiliki tempat yang aktif untuk berinteraksi
dengan rantai polimer.
Pengisi dapat diklasifikasikan menurut sifat - sifat kimia dan fisikanya.
Pada awalnya pengisi dapat dibagi atas pengisi organik dan anorganik tetapi dapat
juga dibagikan pada pengisi berserat dan partikulat seperti Gambar 2.8 berikut ini.
Anorganik Organik
Berserat:
-kapas
-serbuk kayu
-kelapa sawit
-dsb
Tidak berserat:
-karbon hitam
-grafit
-abu sekam padi
-dsb
Berserat:
-asbestos
-serat kaca
-serat kevlar
-serat aramid
-dsb
Tidak berserat:
-silika
-tanah liat
-kalsium
-mika
-dsb
Pengisi


Gambar 2.8. Pengkelasan Pengisi

2.4 Poliolefin
Poliolefin merupakan suatu polimer termoplastik yang umum digunakan.
Poliolefin ini dihasilkan dari monomer olefin atau alkena. Banyak jenis-jenis
poliolefin seperti polipropilena yang berasal dari monomer propilena, polietilena
dari monomer etilen, isoprena, butena dan sebagainya. Poliolefin yang sering
digunakan yaitu polietilena dan polipropilena.


Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Polipropilena (PP)
Propilena memiliki taburan molekul diantara 38.000 60.000 (Othmer,
1987) dan berstruktur molekul seperti Gambar 2.9. berikut ini:


CH
2
-CH-CH
3


n
Gambar 2.9. Struktur Molekul Polipropilena
Kumpulan metil yang terdapat pada sisi rantai memberikan tiga jenis
taktisiti iaitu ataktik, sindiotatik dan isotaktik. Untuk konfigurasi isotaktik, semua
kumpulan sisi metil terletak pada sebelah yang sama pada rantai utama dan
merupakan taktisiti yang biasa yaitu dalam 90 95 % sedangkan konfigurasi
ataktik setiap unit metil bersebelahan disusun berselang selang. Polipropilena
mempunyai dua fasa amorfus dan fasa berhablur.
Polipropipena isotaktik merupakan satu polimer yang sangat berguna yang
memiliki sedikit atau tiada ikatan jenuh. Polipropilena isotaktik mempunyai
indeks isotaktik 0.94 atau lebih. Indeks isotaktik yang tinggi ini menunjukan
bahwa polipropilena mempunyai struktur hablur yang tinggi yang dapat
meningkatkan sifat mekaniknya hal ini bermakna kestereonalaran polipropilena
memainkan peranan penting dalam menentukan tingkat penghabluran.
Polipropilena dapat digunakan dalam berbagai keadaan, begitu juga dengan
kopolimernya contohnya yaitu etilena propilena. Polipropilena murni memiliki
berat jenis yang rendah yaitu sekitar 0.90 gr/ cm
3
. Selain dari pada itu biaya yang
rendah, suhu peleburan yang tinggi, kekuatan, kekakuan, kekerasan, ketahanan
terhadap kimia dan panas dan sifat elektrik yang baik, kekerasan permukaan yang
baik yang merupakan kelebihan-kelebihan dari polipropilena.
2.4.2 Komposit Polipropilena
Sejak akhir akhir ini pengunaan komposit polipropilena untuk keperluan
teknik telah meningkat dengan pesat (Pritchard, 2004). Hal ini disebabkan karena
komposit polipropilena mempunyai ciri-ciri modulus tinggi yang sangat baik
sehingga dapat menggantikan bahan konvensional, terutama dalam bidang
Universitas Sumatera Utara
automotif. Contohnya, polipropilena terisi talkum telah digunakan untuk
menghasilkan bumper, ruang pemanasan, paket pintu dan lain-lain. Dalam bidang
teknik, komposit polipropilena diperkuat kaca digunakan sebagai tangki pada
mesin pencuci, tempat duduk untuk kursi dan penghubung ban truk. Untuk
memperkuat lagi komposit polipropilena, pengisi-pengisi seperti kaolin, karbon
hitam, serat karbon, asbestos, serbuk kayu, kalsium karbonat, silikat dan mika
ditambahkan (Clemons, 2002 dan Pritchard, 2004).
Perkembangan bidang komposit yang berpengisi telah menjadi perhatian
para penyelidik. Clemon (2002) dan Pritchard (2004) mengkaji kegunaan
polipropilena yang ditambahkan dengan elastromer dan polipropilena diperkuat
serat kaca. Menurut mereka, strategi industri baru memerlukan transformasi pada
komoditi plastik dan bidang-bidang khusus melalui teknologi sederhana seperti
pembentukan pengisi dan teknologi pencampuran.
Bigg (1987) juga telah mengkaji sifat-sifat polipropilena dan polipropilena
terisi perubahan bentuk asam dengan bahan pengisi seperti talkum, silikon,
kalbida dan aluminium flak. Mitsui dkk. (1991) juga telah mempraktekkan
polipropilena untuk kegunaan automotif terisi 5 hingga 50 % pengisi (talkum dan
mika) yang memiliki sifat-sifat daya pelekat, pelapis dan pencetakan yang
sempurna tetapi juga memiliki sifat-sifat panas dan mekanik yang baik. Bahan-
bahan lain yang ditambahkan pada komposit adalah ester dan asam anhidrida
dikarbosilat tak jenuh untuk memisahkan kepolaran dengan polipropilena
sehingga dapat pemperbaiki sifat-sifat akhir permukaan untuk berbagai proses
pembentukan atau percetakan. Jeffs (1988) melaporkan kesan kalsium karbonat,
talkum dan kaolin yang telah dilakukan perawatan permukaan pada sifat-sifat
pembentukan polipropilena dengan cara suntikan dan polipropilena diperkuat kaca
untuk kegunaan automotif.
Riley dkk. (1990) melakukan berbagai peyelidikan bahan pengisi talkum
dan kalsium karbonat dalam homopolimer polipropilena dan kopolimer untuk
menentukan faktor-faktor yang mempegaruhi sifat-sifat komposit. Menurut
mereka, kekakuan daripada polipropilena terisi ditentukan sebagian besar oleh
modulus dan perbandingan aspek partikel-partikel, dimana kekuatan
benturantergantung pada ukuran dan bentuk pengisi. Mereka mendapati bahwa
Universitas Sumatera Utara
kekuatan benturankomposit dapat ditingkatkan dengan perbandingan partikel yang
kecil.
Dharia & Wolkowicz (1992) mengkaji kesan penggunaan serat pada sifat-
sifat polipropilena diperkuat serat kaca pendek. Wildman dkk. (1992) mengkaji
sifat-sifat polipropilena dan pengisi poliamida dengan silika Neuburg, suatu jenis
silika dengan sifat-sifat komersil yang terdiri dari campuran kuart jenis kaolin
laminar. Alonso dkk. (1993) mengkaji sifat-sifat penahan bunyi daripada
polipropilena terisi talkum sedangkan Petrovic dkk. (2000) mengkaji sifat-sifat
fisik dan elektrik polipropilena terisi karbon hitam dalam bentuk komposit
konduktif.
Meskipun penggunaan pengisi berasaskan kayu tidak popular
dibandingkan pengisi mineral atau pengisi anorganik tetapi kepentingannya telah
meningkat akhir-akhir ini dalam penghasilan komposit berasaskan kayu. Pengisi
kayu memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pengisi organik yaitu
mempunyai berat jenis yang rendah, sifat fatique yang rendah untuk pemprosesan
dan biaya yang lebih rendah (Clemon, 2002 dan Pritchard, 1994. Woodhams dkk.
(1984) mengkaji pengaruh maleat anhidrida polipropilena dan perubahan
komposisi pada sifat-sifat polipropilena/serbuk kayu. Kesan positif dan negatif
dari kelembaban yang terserap oleh serbuk kayu pada sifat mekanik dan reologi
untuk komposit polipropilena/kayu telah dilakukan oleh Rieveld & Simon (1992).

2.5 Pengisi Limbah Padat Campuran Organik dan Anorganik
2.5.1 Sistem Hibrid
Sistem hibrid di dalam teknologi komposit pada saat ini sangat
berkembang pesat. Menurut Richardson (1987), komposit yang dihasilkan dari
dua atau lebih bahan pengisi atapun matriks yang berlainan disebut sebagai
komposit hibrid. Secara umum, sistem hibrid di dalam komposit adalah suatu
sistem dimana matriksnya atau bahan pengisi atau kedua-duanya terdiri dari dua
bagian. Maksudnya, matriks dengan dua serat/pengisi atau satu pengisi dengan
dua matriks atau kedua-duanya matriks. Jadi pengisi limbah padat campuran
organik dengan anorganik pada mikrokomposit disebut dengan komposit hibrid.
Universitas Sumatera Utara
Konsep hibrid ini sebenarnya merupakan lanjutan pada bidang komposit
yaitu untuk menggabungkan berbagai jenis bahan demi mengoptimumkan sifat-
sifat komposit yang dihasilkan. Sebagai contoh, penambahan serat kevlar 49 pada
komposit yang diperkuat dengan serat karbon dimana serat karbon bersifat rapuh
sedangkan serat kevlar 49 bersifat liat sehingga komposit yang dihasilkan
memiliki sifat mekanik yang lebih baik dibanding tanpa penambahan serat kevlar
49 (Patrick, 1992).
Selain itu, sistem hibrid juga digunakan untuk mengurangi biaya produksi.
Misalnya, penambahan pengisi yang bermutu rendah pada komposit yang
diperkuat serat karbon ataupun serat boron tanpa menyebabkan penurunan yang
berarti sifat mekanik komposit tersebut (Schwartz, 1992).

2.5.2 Limbah Padat Campuran Organik dan Anorganik
Komposit termoplastik berasaskan limbah padat pulp mempunyai
kelebihan seperti spesifikasi kekuatan dan kekerasan yang tinggi, sifat fleksibel
sewaktu pemprosesan dengan kurang fatique terhadap peralatan, berat jenis yang
rendah, memiliki sifat penurunan biologi dan biaya yang murah (Yuan dkk.,
1999).
Penggunaan serat selulosa pada matriks polipropilena meningkatkan sifat-
sifat mekanik komposit, selain biayanya yang murah. Limbah padat pulp,
merupakan salah satu bahan selulosa yang dihasilkan dari pemprosesan
pembuatan pulp. Limbah padat pulp merupakan hasil buangan pada proses
pembuatan pulp yang menimbulkan masalah pada lingkungan kerana jumlah
yang banyak dan akan terus bertambah, limbah padat ini memerlukan tempat
untuk pembuangan dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk pertanian,
didaur ulang sebagai pupuk, recovery energi pada proses pembuatan pulp tersebut
(Jang dkk., 2000; Son dkk., 2001, Jang & Lee, 2001 dan Hojamberdiev, dkk.,
2008). Limbah padat pulp mengandung dua komponen utama yaitu bahan organik
(selulosa, hemisellulosa dan/atau lignin) dan bahan anorganik dan bahan pelapis
seperti kaolin dan kalsium karbonat, talk dan sebagainya yang ditambahkan
sewaktu pemprosesan yang bertujuan untuk mengurangi biaya (Hojamberdiev,
dkk., 2008). Limbah padat pulp yang digunakan mengandung 41 % bahan organik
Universitas Sumatera Utara
dan 59 % bahan anorganik, nilai ini tergantung dari pabrik pembuatnya. Gambar
2.10 menunjukkan struktur selulosa di dalam campuran limbah padat pulp.



Gambar 2.10. Struktur Molekul Selulosa (Bledzki & Gassan, 1999)

2.5.3 Komposit Limbah Padat Campuran Organik dan Anorganik
Pada fabrikasi komposit, serat selulosa menjadi pusat perhatian karena
kemampuannya sebagai pengisi penguat untuk polimer-polimer termoplastik
dengan titik lebur rendah seperti polipropolena (PP), polietilena berat jenis tinggi
(HDPE) dan polietilena berat jenis rendah (LDPE). Sebagai pengisi di dalam
termoplastik, limbah padat pulp mempunyai banyak kegunaan yang sangat luas
dan berkembang, disamping mempunyai biaya yang murah dan sifat-sifat
perubahan dari kedua pengisi organik dan anorganik, yang sangat penting masalah
lingkungan dapat teratasi dari limbah yang terbuang menjadi suatu bahan yang
bermanfaat.
Son dkk. (2001) menyatakan bahwa ukuran partikel limbah padat pulp
khususnya sludge dan suhu pada sifat-sifat fisik dan mekanik dari komposit
sludge kertas-polimer termoplastik. Mereka menyatakan bahwa dengan semakin
kecilnya ukuran partikel sludge kertas, penyerapan air, kekuatan tarik dan
kekuatan lentur komposit meningkat.
Qiao dkk. (2003 a) telah meneliti penggunaan sludge kertas sebagai
pengisi pada komposit polipropilena dan membandingkannya dengan
polipropilena berpengisi kalsium karbonat komersil (CaCO
3
). Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa sludge kertas lebih baik dari pada CaCO
3
sewaktu
penghabluran polipropilena pada pembebanan pengisi yang sama, sifat-sifat
mekanik dari pada komposit PP terisi sludge kertas adalah lebih baik daripada
Universitas Sumatera Utara
komposit PP/CaCO
3
, kecuali untuk kekuatan benturandan pemanjangan pada saat
putus.
Qiao dkk. (2003 b) juga telah mengkaji kesan penggunaan sludge kertas
sebagai pengisi pada komposit polipropilena dengan menggunakan berbagai
bahan penggandeng. Mereka membuktikan bahwa sifat-sifat mekanik, kestabilan
panas dan sifat penghabluran meningkat dengan penambahan berbagai bahan
penggandeng.
Qiao dkk. (2004) menyatakan bahwa penambahan polipropilena malaeted
(PPMA) sebagai bahan penggandeng untuk komposit polipropilena terisi sludge
kertas meningkat dengan adanya interaksi antara muka polipropilena dan sludge
kertas dan juga meningkatkan sifat-sifat kekuatan tarik dan kekuatan lenturnya.

2.6 Bahan Penyerasi
Pengolahan kimia dilakukan dengan merubah permukaan pengisi atau
matriks dengan menggunakan bahan kimia tertentu. Umumnya perubahan
permukaan pengisi dilakukan dengan penambahan bahan penggandeng sedangkan
perubahan matriks dilakukan dengan menggunakan bahan penyerasi. Bahan
penggandeng atau bahan penyerasi yang digunakan harus serasi atau dapat
bereaksi dengan senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada permukaan pengisi
atau matriks.
Bahan penyerasi adalah bahan kimia yang mempunyai satu segmen kimia
untuk menyambungkan satu polimer dan segmen kimia yang kedua dengan
polimer yang lain dengan cara membentuk ikatan kovalen antara dua fasa.
Penggunaan bahan penyerasi akan mengurangi kedua fasa polimer terpisah
dengan cara meningkatkan pelekatan antar muka antara kedua fasa. Umumnya
bahan penyerasi merupakan kopolimer blok atau cangkok yang terdiri dari
segmen berlainan dengan cara kimia akan serasi dengan fasa matriks polimer yang
digunakan. Secara umum fungsi bahan penyerasi adalah untuk :
a. Mengurangi tegangan antar muka peleburan polimer dengan memberikan
pengemulsian dan seterusnya menyebarkan satu fasa ke dalam fasa yang lain
b. Menambah pelekatan antar muka
c. Menstabilkan fasa tersebar sewaktu pemprosesan.
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Minyak Jarak Pagar
Dalam eksperimen ini, bahan penyerasi yang digunakan ialah turunan
minyak jarak pagar. Minyak jarak pagar (Jatropha curcas L., Euphorbiaceae)
merupakan tumbuhan semak berkayu yang banyak ditemukan di daerah tropik.
Walaupun telah lama dikenal sebagai bahan pengobatan dan racun, saat ini ia
makin mendapat perhatian sebagai sumber bahan bakar hayati untuk mesin diesel
karena kandungan minyak bijinya. Pemanfaatan minyak jarak pagar dan
turunannya (derivat) sangat luas dalam berbagai industri: sabun, pelumas, minyak
rem dan hidrolik, cat, pewarna, plastik tahan dingin, pelindung (coating), tinta,
malam dan semir, nilon, farmasi (1% dari total produk dunia), dan parfum.
Biji jarak pagar rata-rata berukuran 18 x 11 x 9 mm, berat 0,62 gram, dan
terdiri atas 58,1 % biji inti berupa daging (kernel) dan 41,9 % kulit. Kulit hanya
mengandung 0,8 % ekstrak eter. Biji (dengan cangkang) jarak pagar mengandung
20-40% minyak nabati, namun bagian inti biji (biji tanpa cangkang) dapat
mengandung 45-60% minyak kasar. Kadar minyak (trigliserida) dalam inti biji
ekuivalen dengan 55% atau 33% dari berat total biji. Asam lemak penyusun
minyak jarak pagar terdiri atas 22,7% asam jenuh dan 77,3% asam tak jenuh.
Kadar asam lemak minyak terdiri dari 17,0% asam palmiat, 5,6 % asam stearat,
37,1 % asam oleat, dan 40,2 % asam linoleat. Berdasarkan analisis terhadap
komposisi asam lemak dari 11 provenans jarak pagar, diketahui bahwa asam
lemak yang dominan adalah asam oleat, asam linoleat, asam stearat, dan asam
palmitat. Komposisi asam oleat dan asam linoleat bervariasi, sementara dua asam
lemak yang tersisa, yang kebetulan merupakan asam lemak jenuh, berada pada
komposisi yang relatif tetap (Heller, 1996).
Minyak jarak pagar berwujud cairan bening berwarna kuning dan tidak
menjadi keruh meski disimpan dalam waktu yang lama. Umumnya para peneliti
menggunakan bahan kimia sebagai bahan penyerasi. Penggunaan minyak jarak
pagar sebagai bahan penyerasi diharapkan dapat lebih berinteraksi sehingga
komposit yang dihasilkan memiliki sifat mekanik yang lebih baik dan juga
produknya lebih ramah terhadap lingkungan.
Struktur kimia dari minyak jarak pagar terdiri dari trigliserida dengan
rantai asam lemak yang lurus (tidak bercabang), dengan atau tanpa rantai karbon
Universitas Sumatera Utara
tak jenuh, mirip dengan CPO (crude palm oil). Struktur kimia dan buah dari
minyak jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 2.11. dan 2.12. di bawah ini
(Sopian, 2005).

H
2
C O C(O) (CH
2
)
16
CH
3
HC O C(O) (CH
2
)
7
CH = CH (CH
2
)
7
CH
3
H
2
C O C(O) (CH
2
)
7
CH = CH CH
2
CH CH (CH
2
)
4
CH
3


Gambar 2.11. Struktur Kimia Minyak Jarak Pagar (Sopian, 2005)




Gambar 2.12. Buah Jarak Pagar (Jatropha curcas L) (Sopian, 2005)

2.6.2 Polipropilena Maleat Anhidrida (PPMA)
Menurut Krul (1985), tujuan penambahan maleat anhidrida pada poliolefin
adalah untuk meningkatkan poliritas, daya rekat, daya ikat dan kepekaan terhadap
ikatan silang. Hasil akhir dari modifikasi tersebut menaikan keserasian polimer
tersebut dengan bahan pengisi. Sedangkan menurut Mishra (2000) tujuan
penambahan bahan penggandeng adalah untuk mengurangi kepolaran dari serat
selulosa sehingga dapat berinteraksi dengan matriks polipropilena.
Dalvag (1985) telah melaporkan bahwa penggunaan polipropilena maleat
anhidrida (PPMA) dapat digunakan sebagai bahan penyerasi yang memberi ikatan
Universitas Sumatera Utara
pada kedua serat yang mengandung kumpulan hidroksida dan matriks polimer
melalui penambahan peroksida. Chen dkk., (1998) juga mengkaji penggunaan
PPMA, dimana penggunaan PPMA telah meningkatkan sifat-sifat mekanikal
seperti modulus tarik, kekuatan tarik dan kekuatan benturan pada komposit
polipropilena diperkuat serat bambu.
Ichazo dkk., (2001) melaporkan bahwa polipropilena anhidrida malaeted
(PPMA) sebagai bahan penyerasi dan silana sebagai bahan penggandeng telah
meningkatkan modulus tarik dan kekuatan komposit polipropilena/serbuk kayu
serta mengurangi penyerapan air komposit.
Wielega dkk, (2003) melakukan penyelidikan pada komposit polipropilena
dengan diperkuat serat rami dengan menambahkan maleat anhidrida sebagai
bahan penggandeng. Hasil penyelidikan didasarkan pada scanning electron
microscope (SEM) didapati bahwa terjadi peningkatan adhesi setelah
ditambahkan maleat anhidrida. Demikian juga menurut Yeh Wah dkk. (2003)
mereka melakukan kajian tentang kefektifan dan adhesi pada komposit poliolefin
dengan serbuk kayu dan menggunakan maleat anhidrida. Jenis poliolefin yang
digunakan yaitu polietilena linier densitas rendah (LLDPE) dan polietilena
densitas tinggi (HDPE). Dari hasil penelitian terhadap sifat mekanikal, morfologi,
FTIR didapati peningkatan yang signifikan terhadap komposit yang dihasilkan.
Dalam penelitian ini PPMA yang digunakan sebanyak 3% terhadap
matriks. Hal ini didasari atas hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yang dkk.,
(2007) dimana mereka mengkaji bahwa penggunaan bahan penyerasi yang
maksimum hanya 3 % untuk komposit yang berisi serat lignoselulosa. Studi yang
lain juga dilakukan oleh Jungil Son, dkk (2004) dimana penggunaan bahan
penghubung Epolene G-303
TM
sebanyak 3 % berat menunjukkan pengaruh yang
hampir sama dengan penggunaan bahan penghubung sebanyak 5 % terhadap
kenaikan sifat mekanik modulus fleksural polietilena densitas rendah yang berisi
paper sludge.

2.7 Analisa Panas
Analisa panas polimer merupakan satu objek yang sangat penting untuk
dikaji terhadap polimer yang mempunyai ketahanan panas dan masalah kestabilan
Universitas Sumatera Utara
polimer yang mempunyai keseimbangan panas. Analisis panas adalah menjadi
kaedah analitik yang penting didalam memahami hubungan sifat struktur dan
teknologi pembentukan melekul dan produk industri untuk berbagai bahan-bahan
polimer yang berbeda, khususnya komposit berpenguat serat. Terlebih lagi teknik
yang digunakan untuk menentukan kestabilan panas suatu bahan.
Serat sellulosa mengalami penurunan lignin diantara suhu 200
0
C, dan
polisakarida yang lain, terutama selulosa teroksidasi yang turun pada suhu tinggi
(Akita dan Kase, 1967). Salah satu kaedah yang digunakan untuk mengkaji sifat-
sifat panas dari bahan polimer adalah adalah analisis termal termogravimetri
(TGA). Data termogravimetri menunjukan sejumlah urutan dari lengkungan
panas, kehilangan berat bahan di dalam setiap tahapan, suhu awal penurunan, dan
lain-lain (Mc Neill, 1989). Termogravimetri dan analisis differensial termal
termogravimetri (DTG) akan menghasilkan informasi keadaan alamiah dan
pemanjangan penurunan suhu bahan. Di dalam differential scanning calorymetry
(DSC), kecepatan aliran panas dihubungkan dengan tahap panas yang dapat
diukur sebagai fungsi waktu dan suhu untuk mengetahui peleburan dan fase
peralihan sistem komposit.
Mucha dkk. (2000) mengkaji kesan pengisi karbon hitam pada sifat-sifat
kinetik penghabluran dari polipropilena isotaktik. Mereka mendapati bahwa
kesan nukleus alamiah dan mekanisme habluran PP berubah tergantung pada suhu
penghabluran (T) dan kandungan karbon hitam.
Untuk komposit polimer dengan matriks semihablur, penghabluran
merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan kekerasan rekahan dari
pada matriks yang dihablurkan tersebut. Penghabluran tergantung pada parameter
pemprosesan seperti suhu penghabluran, berat jenis dan waktu pemprosesan.
Sebagaimana yang telah diteliti bahwa lapisan transcrystalline terbentuk pada
permukaan serat/matriks (Wang & Hwang, 1996 dan Wang & Liu, 1997).
Joseph dkk. (2003) telah mengkaji sifat panas dan penghabluran dari serat
sisal yang dirawat dengan polipropilena glikol (PPG), PPMA, KmN04 sebagai
penguat pada komposit polipropilena. Menurut mereka ketahanan panas, suhu
lebur dan penghabluran meningkat dengan penambahan serat sisal yang terawat
ke dalam matriks polipropilena.
Universitas Sumatera Utara
2.7.1 Analisis Kalori Differensial (DSC)
DSC merupakan pengujian yang baru, setelah menggantikan analisis
termal differensial (DTA). Pada umumnya informasi sifat termal sampel dapat
diperoleh dari data perubahan berat, suhu dan entalpi selama proses pemanasan
(Wirjosentono, 1995). DSC mengukur perbedaan jumlah panas yang dibutuhkan
untuk menaikkan temperatur sampel. Hal ini dapat dilihat dari perubahan
komposit sebagai fungsi temperatur. DSC meliputi penentuan temperatur tansisi
gelas (Tg), titik leleh, kristalisasi, panas reaksi dan panas fusi, kapasitas panas dan
panas spesifik, kinetika reaksi dan kemurnian (purity).

2.7.2 Analisis Termal Gravimetri (TGA)
Analisis termal gravimetri merupakan metode analisis yang menunjukkan
sejumlah urutan dari lengkungan termal, kehilangan berat dari bahan dari setiap
tahap, dan suhu awal penurunan (Mc Neil, 1989). Analisis termal gravimetri
dilakukan untuk menentukan kandungan pengisi dan kestabilan termal dari suatu
bahan.

2.8 Spektroskopi Infra Merah (FTIR)
Dua variasi intrumentasi dari spektroskopi IR yaitu metode dispersif yang
lebih tua, dimana prisma atau kisis dipakai untuk mendispersikan radiasi IR, dan
metode yang kedua Fourier Transform (FT) IR yang lebih akhir, yang
menggunakan prinsip interferometri. Kelebihan FTIR ini ukuran sampel yang
digunakan untuk diuji lebih kecil dan spektrum yang dihasilkan dapat lebih cepat
terdeteksi karena telah tersimpan di dalam komputer.
Spektrum-spektrum disfersif dari sebagian besar polimer komersial telah
dicatat, oleh karena identifikasi kualitatif zat-zat yang tidak diketahui seringkali
dapat diselesaikan melalui perbandingan. Ini mencakup polimer-polimer yang
memiliki stereokimia atau distribusi rangkaian monomer yang bervariasi, karena
perbedaan demikian biasanya menghasilkan spektrum-spektrum yang berbeda.
Dimana spektrum-spektrum komparatif tidak tersedia, pengetahuan struktur
polimer dapat diperoleh melalui pertimbangan yang wajar terhadap pita-pita
gugus fungsional, ataudengan membandingkan spetruk dengan spektrum
Universitas Sumatera Utara
senyawa-senyawa model berat molekul yang rendah yang siap terkarakterisasi
dengan struktur yang mirip (Steven, 2001).
Penggunaan spektroskopi FTIR untuk analisa banyak digunakan untuk
identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektru FTIR suatu senyawa (misl
senyawa organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai
spektrum yang berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul
menyebabkan pita serapan hampir seruhnya di daerah spektrum IR yakni 4000
400 cm
-1
.
Formulasi bahan polimer komersial dengan kandungan aditif bervariasi
sebagai kandungan pemplastis, pemantap dan anti oksidan, memberikan kekhasan
pada spekturm IRnya. Analisis IR memberikan informasi tentang kandungan
aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Disamping itu, analisis Irdapat
digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan
munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer.
Gusus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus
hidroksidasi dan karboksilat (Harjono, 1991).

2.9 Morfologi Bahan Komposit
Morfologi bahan komposit merupakan keadaan yang disebabkan oleh
penyerapan (dispersi) dari pengisi di dalam matriks. Permukaan patahan dari uji
kekuatan tarik komposit dapat dipelajari dengan mikroskop elektron payaran
(SEM), karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur permukaan tersebut
secara langsung. Pada dasarnya SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan
elektron yang dipantulkan atau seberkas elektron sekunder. Prinsip utamanya
adalah berkas elektro diarahkan pada titik-titik permukaan spesimen. Gerakan
elektron tersebut disebut dengan scanning (gerakan membaca).
Jika seberkas elektron ditembakkan pada permukaan spesimen maka
sebagian dari lektron tersebut akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi akan
diteruskan. Jika permukaan spesimen tidak rata, banyak lekukan, atau lubang-
lubang, maka tiap begian dari permukan spesimen tersebut akan memantulkan
elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan jika ditangkap detektor akan
diteruskan ke sistem layar dan akan diperoleh gambaran yang jelas dari
Universitas Sumatera Utara
permukaan spesien tersebut dalam bentuk tiga dimensi. Sampel yang dianalisa
dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi.
Bahan polimer yang memeng memiliki konduktivitas yang rendah sehingga harus
dilapisi dengan bahan konduktor yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah
emas atau campuran emas dan palladium.


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai